Anda di halaman 1dari 69

SKRIPSI

2017

PERBEDAAN RERATA NILAI TROPONIN PADA PASIEN SINDROM


KORONER AKUT DENGAN ST ELEVASI DAN SINDROM KORONER
AKUT TANPA ST ELEVASI DI ICCU RUMAH SAKIT DR.WAHIDIN
SUDIROHUSODO MAKASSAR TAHUN 2016

Diusulkan oleh:

MUSYARRAFAH JAMIL
C11114079

Pembimbing:
dr. Robertus Setiadji, Sp.FK., M.Kes

DISUSUN SEBAGAI SALAH SATU SYARAT UNTUK MENYELESAIKAN


STUDI PADA PROGRAM STUDI
PENDIDIKAN DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
2017
PERBEDAAN RERATA NILAI TROPONIN PADA PASIEN SINDROM
KORONER AKUT DENGAN ST ELEVASI DAN SINDROM KORONER
AKUT TANPA ST ELEVASI DI ICCU RUMAH SAKIT DR.WAHIDIN
SUDIROHUSODO MAKASSAR TAHUN 2016

Diajukan Kepada Universitas Hasanuddin


untuk Melengkapi Salah Satu Syarat
Mencapai Gelar Sarjana Kedokteran

Musyarrafah Jamil
C111 14 079

Pembimbing:
Dr. Robertus Setiadji, Sp.FK., M.Kes

UNIVERSITAS HASANUDDIN
FAKULTAS KEDOKTERAN
MAKASSAR
2017
iii
iv
v
LEMBAR PERNYATAAN ORINALITAS KARYA

Yang bertanda tangan dibawah ini, saya:

Nama : Musyarrafah Jamil

NIM : C111 14 079

Tempat & tanggal lahir : Palopo, 16 Maret 1996

Lamat tempat tinggal : Jln Toa Daeng 3 lorong 12

Alamat email : ulfamj163@gamil.com

No telepon : 085397046513

Dengan ini menyatakan bahwa Skripsi dengan judul: “Perbedaan Rerata Nilai
Troponin pada Pasien Sindrom Koroner Akut dengan ST Elevasi dan Sindrom
Koroner Akut tanpa ST Elevasi di ICCU Rumah Sakit Dr.Wahidin Sudirohusodo
Makassar tahun 2016” adalah hasil pekerjaan saya dan seluruh ide, pendapat, atau
materi dari sumber lain telah dikutip dengan cara penulisan referensi yang sesuai.
Pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya.

Makassar, 5 Desember 2017

Yang Menyatakan,

Musyarrafah Jamil

vi
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa,
karena berkat rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis masih dapat bernafas dan
diberi kesempatan untuk menyelesaikan skripsi yang berjudul “Perbedaan Rerata
Nilai Troponin pada Pasien Sindrom Koroner Akut dengan ST Elevasi Dan Sindrom
Koroner Akut tanpa ST Elevasi di Rumah Sakit Dr.Wahidin Sudirohusodo Makassar
Tahun 2016” ini.
Dalam penulisan naskah skripsi ini tentu terdapat banyak kesulitan, namun
berkat bimbingan dan bantuan yang tidak henti-hentinya diberikan kepada penulis
dari berbagai pihak, akhirnya naskah skripsi ini dapat terselesaikan. Oleh sebab itu,
penulis ingin menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Allah SWT., Tuhan yang memberikan kekuatan dan kemudahan selama proses
pembuatan naskah kepada penulis.
2. Ibu penulis, Ruhaebah, SH dan Bapak, Drs Muh. Jamil, yang selalu memberikan
do’a dan semangat kepada penulis selama proses pembuatan naskah
3. Bapak dr. Robertus Setiadji, Sp.FK., M.Kes selaku pembimbing penulis yang
senantiasa memberikan arahan, bimbingan, masukan kepada penulis.
4. Saudara NM Rifai, yang sama-sama berjuang dan memberikan bantuan dalam
proses pembuatan naskah
5. Dan semua pihak terutama teman-teman Bisur, Keluarga Kecil Sinovia, yang
telah membantu baik secara langsung maupun tidak langsung yang tidak dapat
disebutkan satu per satu.
Menyadari ketidaksempurnaan dan keterbatasan yang ada, penulis
mengaharapkan kritik dan saran, guna perbaikan kedepannya.

Makassar, Desember 2017

Penulis

vii
SKRIPSI
FAKULTAS KEDOKTERAN, UNIVERSITAS HASANUDDIN
Desember 2017

Musyarrafah Jamil (C11114079)


dr. Robertus Setiadji, Sp.FK., M.Kes

Perbedaan Rerata Nilai Troponin Pada Pasien Sindrom Koroner Akut Dengan
St Elevasi Dan Sindrom Koroner Akut Tanpa St Elevasi Di Iccu Rumah Sakit
Dr.Wahidin Sudirohusodo Makassar Tahun 2016

(xii+ 42Halaman +Lampiran )

ABSTRAK

Latar belakang : Untuk mendiagnosis sindrom koroner akut, digunakan


beberapa pemerisaan, seperti biomarker jantung diantaranya yaitu CK-MB dan
Troponin. Troponin diketahui memeliki efektivitas dan sepesifisitas yang tinggi
terhadap nekrosis otot miokard yang terjadi pada pasien Infark Miokard dengan atau
tanpa ST Elevasi.

Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan level troponin T pada
pasien sindrom koroner akut pada ICCU Rumah Sakit Dr.Wahidin Sudirohusodo
Makassar tahun 2016

Metode:Penelitian dilaksanakan dengan menggunakan metode cross sectional study.


Sampel diambil dari data rekam medis pasien yang telah terdiagnosis sindrom
koroner akut dengan metode total sampling.

Hasil: Pada penelitian ini, didapatkan 46 penderita sindrom koroner akut dengan
distribusi 33 (71%) penderita ST elevasi sindrom koroner akut dan 13 (29%)
penderita non ST Elvasi sindrom kororner akut.

viii
Faktor risiko pada penderita SKA pada penelitian ini adalah jenis kelamin laki-laki 43
orang (93,5%) dan perempuan 3 orang (6,5%), status diabetes melitus (DM),
menderita DM 37 orang (80,4%) dan tidak menderita DM 9 orang (19,6%), perokok
sebanyak 10 orang (21,7%) dan bukan perokok sebanyak 36 orang (78,3%),
menderita hipertensi sebanyak 20 orang (43,5%) dan tidak menderita hipertensi 26
orang (56,5%), dan status obesitas yaitu tidak obese 27 orang (58,7%), obese 1
sebanyak 16 orang (34,8%) dan obese 2 sebanyak 3 orang (6,5%)

Hubungan faktor risiko penderita sindrom koroner akut dengan diagnosis sindrom
koroner akut yaitu, jenis kelamin, status diabetes melitus, hipertensi, perokok,
obesitas, dan usia berhubungan tidak signifikan dengan diagnosis Sindrom Koroner
Akut.

Didapatkan nilai p=0,001 artinya hubungan antara nilai Troponin T dan diagnosis
STESKA dan NSTESKA berhubungan signifikan. Troponin T berhubungan dengan
diagnosis STESKA dengan rerata sebesar 28,85 dibandingkan hubungan troponin T
dan NSTESKA dengan rerata sebesar 14,93. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat
hubungan yang bermakna antara kedua kelompok.

Kesimpulan: terdapat hubungan yang signifikan antara nilai Troponin T dan


diagnosis STESKA dan NSTESKA

Kata kunci: Sindrom Koroner Akut, Infark Miokard, Troponin T

ix
SKRIPSI
FACULTY OF MADECINE, HASANUDDIN UNIVERSITY
December 2017

Musyarrafah Jamil (C11114079)


dr. Robertus Setiadji, Sp.FK., M.Kes

Differences of Troponins Value on Patients with Acute Coronary Syndrome


With ST Segment Elevation And Acute Coronary Syndrome Without ST
Segment Elevation in ICCU Dr.Wahidin Sudirohusodo Hospital Makassar 2016
(xii+ 42Halaman +Lampiran )

ABSTRACT

Background: To diagnose acute coronary syndromes, some test are used, such as the
cardiac biomarkers CK-MB and Troponin. Troponin Monitor has an effective and
high specificity for myocardial infarction that saw or not ST segment elevation.

Purpose: This study aims to determine correlation of troponin levels in patients with
acute coronary syndromes in ICCU Dr.Wahidin Sudirohusodo Hospital Makassar
2016.

Method: The research was conducted by using cross sectional study method.
Samples were taken from medical record of patients who had been diagnosed with
acute coronary syndrome with total sampling method.

Results: In this study, 46 patients with acute coronary syndrome were found with a
distribution of 33 (71%) patients with ST elevation acute coronary syndrome and 13
(29%) patients with non ST Elevation acute coronary syndrome.

Risk factors for ACS patients in this study were 43 male (93.5%) and 3 female
(6.5%), diabetes mellitus (DM) status, 37 are DM (80.4%) and did not suffer of DM 9
peoples (19,6%), smoker as many as 10 peoples (21,7%) and nonsmokers 36 peoples

x
(78,3%), hypertension counted 20 peoples (43,5%) and did not suffer hypertension 26
peoples (56,5%), and obese status that is not obese 27 peoples (58,7%), obese 1
counted 16 peoples (34,8%) and obese 2 counted 3 peoples (6,5%).

The association of risk factors for ACS with the diagnosis of acute coronary
syndromes were gender, diabetes mellitus status, hypertension, smokers, obesity, and
age were not significantly associated with the diagnosis of Acute Coronary
Syndrome.

Obtained p value = 0.001 means the relationship between the value of Troponin T
and diagnosis of STEMI and NSTEMI are significant. Troponin T was associated
with a diagnosis of STEMI with a mean of 28.85 compared to troponin T and
NSTEMI with mean of 14.93. This shows that there is a significant relationship
between the two groups.

Conclusion: There is a significant relationship between the value of Troponin T and


the diagnosis of STEMI and NSTEMI.

Keywords: Acute Coronary Syndrome, Myocardial Infarction, Troponin T

xi
DAFTAR ISI

Halaman Judul................................................................................................................ i

Halaman Pengesahan .................................................................................................... ii

Lembar Persetujan Cetak ............................................................................................ iv

Lembar Pernyataan Orinalitas Karya ........................................................................... v

Kata Pengantar ............................................................................................................. vi

Abstrak ........................................................................................................................ vii

Daftar Isi....................................................................................................................... ix

Daftar Gambar............................................................................................................. xii

Daftar Tabel ............................................................................................................... xiii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ..................................................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah ................................................................................ 2

1.3 Tujuan Penelitian.................................................................................. 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sindrom Koroner Akut ......................................................................... 4

2.2 Troponin ............................................................................................. 12

BAB III KERANGKA KONSEPTUAL HIPOTESIS PENELITIAN

3.1 Kerangka Teori ................................................................................... 15

3.2 Kerangka Konsep ............................................................................... 16

xii
3.3 Defenisi Operasional dan Kriteria Objektif ....................................... 16

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

4.1 Desain Penelitian ................................................................................ 20

4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian.............................................................. 20

4.3 Populasi dan Sampel .......................................................................... 20

4.4 Jenis Data dan Instrumen Penelitian ................................................. 20

4.5 Alur Penelitian.................................................................................... 22

4.6 Cara Pengumpulan Data ..................................................................... 22

4.7 Rencana Analisis Data ....................................................................... 23

4.8 Etika Penelitian .................................................................................. 23

BAB V HASIL PENELITIAN

5.1 Distribusi Faktor Risiko Penderita Sindrom Koroner Akut .............. 25

5.2 Hubungan Faktor Risiko Penderita Sindrom Koroner Akut dengan


Diagnosis Sindrom Koroner Akut ........................................................... 26

5.3 Distribusi Usia dan Troponin T Penderita Sindrom Koroner Akut .. 28

5.4 Hubungan Faktor Risiko –Usia Penderita Sindrom Koroner Akut


dengan Diagnosis Sindrom Koroner Akut ................................................. 29

5.5 Perbedaan Rerata Nilai Troponin T terhadap Penderita ST Elevasi


Sindrom Koroner Akut dan Non ST Elevasi Sindrom Koroner Akut...... 29

xiii
BAB VI PEMBAHASAN

6.1 Hubungan Faktor Risiko Sindrom Koroner Akut dan Diagnosa ST


Elevasi Sindrom Koroner Akut dan Non ST Elevasi Sindrom Koroner
Akut .......................................................................................................... 31

6.2 Perbedaan Rerata Nilai Troponin T terhadap Penderita ST Elevasi


Sindrom n Non ST Elevasi Sindrom Koroner Akut ................................... 37

6.3 Keterbatasan Penelitian ..................................................................... 38

BAB VII PENUTUP

7.1 Kesimpulan......................................................................................... 39

7.2 Saran.......................................................................................................... 39

Daftar Pustaka ............................................................................................................. 40

Lampiran .................................................................................................................... xiv

xiv
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Spektrum SKA ........................................................................................ 11

xv
DAFTAR TABEL

Tabel 5.1 Distribusi faktor risiko penderita sindrom koroner akut (SKA)................. 24

Tabel 5.2 Hubungan faktor risiko penderita sindrom koroner akut (SKA) dengan
diagnosis SKA ............................................................................................................. 26

Tabel 5.3 Distribusi Usia dan Troponin T Penderita STESKA (ST Elevasi Sindrom
Koroner Akut) dan penderita NSTESKA (Non ST Elevasi Sindrom Koroner Akut) 28

Tabel 5.4 Tabel kelompok statistik hubungan faktor risiko –usia penderita sindrom
koroner akut (SKA) dengan diagnosis SKA ............................................................... 28

Tabel 5.5 Tabel Uji Analisis Mann-Whitney U Nilai Troponin T terhadap Penderita
STESKA (ST Elevasi Sindrom Koroner Akut) dan penderita NSTESKA (Non ST
Elevasi Sindrom Koroner Akut).................................................................................. 29

xvi
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Sindrom koroner akut merujuk pada kumpulan gejala klinis yang berhubungan
dengan iskemia miokard akut dan mencakup seluruh gejala klinis mulai dari unstable
angina (UA), non ST-elevasi infark miokard (NSTEMI), sampai pada ST-elevasi
infark miokard (STEMI) (Kumar dan Cannon, 2009).

Penyakit kardiovaskular menjadi penyebab kematian terbanyak di dunia. Pada tahun


2030, WHO memerkirakan hampir 23,6 juta penduduk dunia meninggal akibat
penyakit kardivaskular. Setiap tahunnya di Amerika, hampir 1,36 juta orang dirawat
dengan sindrokm koroner akut, dengan 0,81 juta diantaranya mengalami infark
miokard dan sisanya mengalami unstabe angina (UA). Sekitar dua pertiga pasien
dengan infark miokard merupakan NSTEMI dan sisanya merupakan STEMI
(Loyds-Jones dkk,2009)

Penyakit kardiovaskular di Indonesia terbanyak yaitu, hipertensi, penyakit jantung


koroner, gagal jantung, dan stroke. Prevalensi penyakit jantung koroner berdasarkan
riset data kesehaan dasar pada tahun 2013 menurut diagnosis dan gejala sebesar
1,5% yang jika dibandingkan dengan riset yang sama pada tahun 2007, mengalami
penurunan dari angka 7,2%.

Patogenesis dari sindrom koroner akut melibatkan interaksi antara endotelium, sel-
sel inflamasi, dan thrombogenisitas dari darah. Banyak faktor yang juga terlibat
seperti lipid dan jaringan yang membentuk plak, tingkat inflamasi dari daerah
sekitar plak, aliran darah yang melalui plak tersebut, dan keseimbangan
antitrombotik dan protrombotik pasien juga memegang peranan penting dalam

1
2

mengontrol pembentukan trombus dan menentukan apakah plak akan ruptur dan
memberi gejala sinrom koroner akut (Moreno, 1996; Fosang, 2001; Weiss, 1996).

Diagnosis NSTEMI ditegakkan bila iskemik sudah cukup berat sehingga dapat
menimbulkan kerusakan otot miokar yang ditandai dengan pelepasan biomarker
nekrosis miokard kedalam peredaran darah (troponin spesifik jantung T atau I,
kreatinin kinase [CK-MB]). Sebaliknya, pasien dapat dikdiagnosis unstable angina
bila biomarker tersebut tidak ditemukan dalam peredaran darah beberapa jam
setelah onset nyeri dada iskemik terjadi (Kumar dan Cannon, 2009).

Tidak seperti unstable angina/NSTEMI, STEMI ditandai dengan karakteristik total


oklusi dari arteri yang dimaksud. (Kumar dan Cannon, 2009).

Pengukuan biomarker jantng sebaiknya dilakukan kepada semua pasien dengan


nyeri dada atau gejala lain yang berhubungan dengan sindrom koroner akut.
Pengukuran troponin spesifik jantung T atau I memberikan hasil akurat yang tinggi,
sensitif, dan spesifik terhadap cedera jantung dalam hal ini spesifik terhadap
iskemik, menggantikan biomarker CK-MB untuk mendeteksi nekrosis jantung
(Kumar dan Cannon, 2009)

1.2 Rumusan Masalah


1. Apakah terdapat hubungan bermakna faktor risiko sindrom koroner akut dengan
diagnosa sindrom koroner akut dengan ST Elevasi dan tanpa ST Elevasi pada
ICCU Rumah Sakit Dr.Wahidin Sudirohusodo Makassar tahun 2016?
2. Apakah terdapat Perbedaan Rerata Nilai Troponin T pada pasien sindrom
koroner akut dengan st elevasi dan sindrom koroner akut tanpa st-elevasi pada
ICCU Rumah Sakit Dr.Wahidin Sudirohusodo Makassar tahun 2016?
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui adakah perbedaan rerata bermakna antara nilai
troponin T pada pasien sindrom koroner akut pada ICCU Rumah Sakit
Dr.Wahidin Sudirohusodo Makassar tahun 2016
3

1.3.2 Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui adanya perbedaan rerata bermakna level


troponin pada pasien dengan st elevasi sindrom koroner akut dan
non st elevasi sindrom koroner akut pada ICCU Rumah Sakit
Dr.Wahidin Sudirohusodo Makassar tahun 2016
b. Untuk mengetahui adanya hubungan faktor risko sindrom koroner
akut dengan diagnosis sindrom koroner akut dengan ST eevasi dan
tanpa ST Elevasi pada ICCU Rumah Sakit Dr.Wahidin
Sudirohusodo Makassar tahun 2016
4

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sindrom Koroner Akut


2.1.1 Defenisi
Sindrom koroner akut (SKA) adalah sebuah kondisi yang melibatkan
ketidaknyamanan dada atau gejala lain yang disebabkan oleh kurangnya
oksigen ke otot jantung (miokardium). Sindrom koroner akut ini
merupakan sekumpulan manifestasi atau gejala akibat gangguan pada
arteri koronaria (Stoppler dan Sheill, 2008). Sindrom Koroner Akut
(SKA) melibatkan kumpulan penyakit jantung yang meliputi infark
miokard dengan elevasi segmen ST, infark miokard tanpa elevasi segmen
ST, dan angina pectoris yang tidak stabil (Kumar dan Cannon, 2009)
Mekanisme yang mendasari penyakit ini adalah rupturnya plak atau
erosi karena serangkaian pembentukan trombus sehingga
menyebabkan penyumbatan parsial ataupun total pada pembuluh
darah.
2.1.2 Faktor Risiko
Secara garis besar, faktor risiko terjadinya SKA dibagi menjadi dua, yaitu
faktor risiko yang tidak dapat diperbaiki (non modifiabble) yang terdiri
dari usia, jenis kelamin, dan riwayat penyakit keluarga, serta faktor risiko
yang dapat diperbaiki (modifiabble), yang terdiri dari hipertensi,
kolesterol, merokok, obesitas, diabetes melitus, hiperurisemia, aktivitas
fisik yang kurang, stress, dan gaya hidup (Grundy et all, 1999; Burazerl et
all, 2007)

4
5

2.1.2.1 Rokok
Efek rokok menambah beban miokard dikarenakan
rangsangan yang dihasilkan katekolamin dan menurunnya
konsumsi oksigen akibat inhalasi karbonmonoksida atau
dengan kata lain dapat menjadikan takikardi, vasokonstriksi
pembuluh darah, merubah permeabilitas pembuluh darah, dan
merubah 5-10% Hb menjadi karboksi-Hb sehingga
meningkatkan risiko terkena SKA. (Torry, 2014)
2.1.2.2 Hipertensi
Hipertensi dapat berpengaruh terhadap jantung melalui
peningkatan beban jantung yang dapat menyebabkan
hipertrofi ventrikel kiri dan dapat mempercepat timbulnya
ateresklerosis. Hal ini dikarenakan aliran darah yang tinggi
memberikan tekanan yang tinggi terhadap dinding pembuluh
darah arteri koroner yang dapat memperbesar kemungkinan
terjadinya ateresklerosis koroner. (Torry, 2014)
2.1.2.3 Kolesterol, lemak, dan substansi lainnya
Ketiga hal tersebut dapat menyebabkan penebalan dinding
pembuluh darah arteri. Sehingga, lumen pembuluh darah
menyempit. Hal ini yang disebut aterosklerosis.
Penyempitan pembuluh darah ini dapat mengakibatkan
penurunan aliran darah yang sampai ke jantung, sehingga
suplai dan penerimaan oksigen jantung menjadi tidak
seimbang, yang akhirnya bermanifestasi sebagai nyeri dada.
(Torry, 2014)

2.1.3 Patogenesis
2.1.3.1 Inisiasi Aterosklerosis
Aterosklerosis adalah proses pembentukan plak yang teritama
terjadi pada tunika intima dari arteri sedang-besar. Proses
6

yang terus berlangsung selama hidup seseorang sampai pada


akhirnya akan bermanefestasi sebagai Sindrom Koroner Akut.
Beberapa faktor risiko memegang peranan penting dalam
proses ini, seperti hiperkolesterolemia, hupertensi, diabetes,
dan merokok. Faktr-faktor risiko ini merusak endotel dari
pembuluh darah, yang memegang peranan penting pada
proses ini. Disfungsi endotel ditandai dengan penurunan
bioavaibilitas dari nitrit oksida dan peningkatan produksi
berlebihan dari endotelin 1, yang memengaruhi hemostasis
dari pembuluh darah yaitu meningkatkan ekspresi molekul
adhesin dan meningkatkan trombogenisitas darah. (Kumar
dan Cannon, 2009)
2.1.3.2 Perkembangan Plak Aterosklerotik
Saat endotel pembuluh darah rusak, sel-sel inflamasi,
terutama monosit, bermigrasi menuju lapisan subendotel
dengan berikatan pada molekul adhesin endotel, kemudian
sel-sel ini berdiferensiasi menjadi makrofag.
Makrofag ini kemudian akan mengoksidasi Low-density
lipoprotein (LDL) yang juga sebelumnya telah penterasi ke
dalam dinding arteri, yang berubah menjadi foam cell dan
membentuk fatty streaks.
Makrofag yang telah teraktivasi ini akan melepaskan zat-zat
kemoatraktan dan sitokin-sitokin yang akan lebih
mnegaktifkan proses ini dengan merekrut lebih banyak sel-sel
otot pembuluh darah yang akan mensisntesis komponen
matriks ekstraseluler pada lokasi terbentuknya plak. (Kumar
dan Cannon, 2009)
2.1.3.3 Ruptur Plak, Atherombosis, dan SKA
Berdasarkan penelitian yang dilakukan Davies, 1990, studi
otopsi menjukkan bahwa, rupturnya plak menyebabkan
7

hampir dari 75% kasus fatal Infark Miokard, sedangkan 25%


sisanya disebabkan oleh erosi permukaan endotelium. (Kumar
dan Cannon, 2009)
Trombosis terjadi karena dua proses yang berbeda. Pertama,
dikarenakan oleh ekspansi proses denudasi dari endotel yang
kemudian menyebabkan area yang besar dari jaringan
penyambung subendotel dari plak terekspos. Trombus
kemudian terbentuk melekat pada permukaan plak. Proses ini
kemudian dikenal dengan nama erosi endotel/endothellium
errosion. (Davies, 2000)
Studi obervasional menunjukkan hubungan yang erat antara
kehilangan sel endotel dengan kemungkinan peran dari
makrofag. Makrofag-makrofag ini sangat teraktivasi dan
menyebabkan kematian sel endotel dengan cara apoptosis dan
juga produksi dari protease yang memotong perlengketan sel
endotel dari dinding pembuluh darah. (Davies, 2000)
Kedua, robekan kapsul plak membuat inti lipid dari plak
terekspos dengan darah dari lumen arteri. Area inti sangat
trombogenik, mengandung tissue factor, fragmen kolagen,
dan permukaan kristalin yang dapat mempercepat terjadinya
koagulasi. Pada awalnya, trombus hanya akan terbentuk di
dalam plak itu sendiri, kemudian akan melebar, dan bahkan
dapat memasuki lumen arteri. (Davies, 2000)
Distrupsi plak seperti erosi endotel, merupakan reflesksi dari
tingkatan aktifitas inflamasi di dalam plak. Penutup/cap dari
plak tersebut adalah struktur dinamis terdiri dari matriks
jaringan penyambung, yang secara reguler terganti dan
dipelihara oleh sel otot polos. Proses inflamasi menurunkan
sintesis kolagen dengan menghambat sel otot polos, yang
menyebabkan kematian sel tersebut dengan apoptosis.
8

Makrofag juga memproduksi metaloproteinase yang mampu


mendegradasi semua komponen dari matriks jaringan
penyambung, termasuk kolagen.
Metaloproteinase ini disekresi ke dalam jaringan dalam
bentuk yang tidak aktif, yang kemudian diaktifkan oeh
plasmin. Metaloproteinase yang diproduksi oleh makrofag
diregulasi oleh sitokin proinflamasi seperti TNFα.
Distrupsi plak sekarang lebih dikenal sebagai fenomena
penghancuran otomatis yang berkaitan dengan aktivasi
inflamasi yang ditingkatkan. (Davies, 2000)

2.1.4 Gejala Klinis


SKA terlihat timbul secara mendadak, padahal proses terjadinya penyakit
ini, memerlukan waktu yang lama (kronik). Lebih dari 90% terjadinya
sindrom koroner akut adalah faktor dari plak atherosklerosis dengan
berlanjut ke pembentukan plak dari trombus intra koroner. (Torry, 2014)
Trombus ini mengubah daerah yang mulanya sempit karena plak, menjadi
sebuah oklusi parah atau total, dan mengakibatkan aliran darah terganggu
dan menyebabkan ketidakseimbangan antara suplai dan permintaan
oksigen jantung. (Torry, 2014)
Bentuk SKA tergantung pada derajat destruksi koroner dan berkaitan
dengan iskemia. Sebagian oklusi trombus memberikan gejala angina tidak
stabil/unstable angina dan bila telah terjadi necrosis miokard maka
digolongkan sebagai Infark Miokard tanpa ST Elevasi. Selanjutnya, jika
trombus telah menutup semua lumen arteri secara total, hal ini akan
mengakibatkan iskemia yang lebih parah, dan daerah yang terkena
necrosis menjadi lebih luas, maka gejala yang akan tibu berupa Infark
miokard dengan ST elevasi. (Torry, 2014)
Sifat nyeri yang ditimbulkan sangat khas. Sifat nyeri angina menjadi lebih
progresif kresendo, yaitu terjadi peningkatan dalam intensitas, frekuensi,
9

dan lamanya episode serangan jika dibandingkan dengan yang dialami


selama ini. (Kabo, 2014)
Juga angina yang serangannya tidak tentu, dapat terjadi pada waktu
kegiatan atau sedang istirahat. Sifat nyeri yang khas seprti ini
digolongkan sebagai angina tidak stabil. (Kabo, 2014)

2.1.5 Diagnosis
2.1.5.1 Anamnesis
Keluhan berupa nyeri dada yang tipikal (angina tipikal) atau
atipikal (angina atipikal). Keluhan angina tipikal berupa rasa
tertekan/berat daerah retrosternal, menjalar ke lengan kiri,
leher, rahang, area interskapular, bahu, atau epigastrium.
Keluhan ini dapat berlangsung intermitten/beberapa menit atau
persisten (>20 menit). Keluhan angina tipikal sering kali diikuti
keluhan penyerta seprti diaporesis, mual/muntah, nyeri
abdominal, sesak napas, dan sinkop.
Presentasi angina tipikal yang sering dijumpai antara lain, neyri
didaerah penjalaran angina tipikal, rasa gangguan pencernaan
(indegstion), sesak napas yang tidak dapat diterangkan, atau
rasa lemah mendadak yang sulit diterangkan. Hilangnya
keluhan angina seteah terapi nitrat sublingual, tidak prediktif
sebagai diagnosis SKA. (PERKI, 2015)

2.1.5.2 Pemeriksaan Fisik


Pemeriksaan fisik dilakukan untuk mengidenifikasi faktor
pecetus iskemia, komplikasi iskemia, penyakit penyerta, dan
menyingkirkan diagnosis banding. (PERKI, 2015)

2.1.5.3 EKG
10

Gambaran EKG yang ditemukan pada pasien dengan keluhan


angina cukup bervariasi, yaitu: normal, nondiagnostik, LBBB
(Left Bundle Branch Block) baru/prasangka baru, elvasi
segmen ST yang persisten (≥20 menit) maupun tidak persisten,
atau depresi segmen ST dengan atau tanpa inversi gelombang
T.
Penilaian segmen ST dilakukan pada J point dan
ditemukanpada dua sadapan yang bersebelahan. Pasien SKA
dengan elevasi segmen ST dikelompokkan bersama dengan
pasien LBBB (Left Bundle Branch Block) baru/ prasangkaan
baru mengingat pasien tersebut merupakan kandidat terapi
reperfusi. Oleh karena itu, pasien dengan EKG yang diagnostik
untuk STEMI dapat sesegera mungkin mendapat terapi
reperfusi sebelum pemeriksaan marker jantung tersedia.
(PERKI, 2015)
Adanya Keluhan angina akut dan pemeriksaan EKG elevasi
segmen ST yang persisten, diagnosisnya adalah infark miokard
tanpa elevasi segmen ST (NTEMI) atau Angina Pectoris tidak
stabil (APTS/UAP). Gambaran EKG dengan depresi segmen
ST atau inversi gelombang T. (PERKI, 2015)
2.1.5.4 Biomarker

Kreatinin kinase-MB (CK-MB) atau Troponin I/T merupakan


biomarker nekrosis jantung dan Troponin I/T menjadi
biomarker nekrosis jantung mempunyai akurasitas, sensitivitas
dan spesifisitas yang lebih tinggi dari CK-MB. Bahkan
troponin I/T mulai menggantikan CK-MB sebagai marker yang
digunakan untuk mendeteksi nekrosis miokard.(Kumar dan
Cannon, 2009)
11

Dalam keadaan nekrosis miokard, pemeriksaan CK-MB


ataupun troponin I/T menunjukkan kadar yang normal dalam
waktu 4-6 jam setelah awitan SKA, Sehingga, jika kadarnya
negatif dalam kurun waktu tersebut, maka pemeriksaan
troponin I/t, Ck-MB harus diulang 8-12 jam setelah awitan
pertama SKA. (Kumardan Cannon, 2009; PERKI, 2015)

CK-MB mempunyai waktu paruh yang singkat, sehingga cocok


digunakan sebagai marker nekrosis miokard dalam infark
berulang. (Kumar dan Cannon, 2009)

Gambar 1. Spektum SKA. (Hamm et all, 2011)


12

2.2 Troponin

Pada nekrosis miokard, protein intraseluler akan keluar ke ruangan interstisial dan
masuk ke sirkulasi sistemik melalui mikrovaskular lokal dan aliran limfatik. (Samsu
dan Sargowo, 2007)

Dari Filatov et al, 1999, tiap-tiap troponin memberikan fungsi khusus diantaranya,
Troponin C mengikat Ca2+, troponin I menghambat aktivitas ATPase dengan
aktomiosin, dan troponin T mengatur ikatan troponin dengan tropomiosin. (Samsu
dan Surgowo, 2007)

Tiga unit troponin kompleks dan tropomiosin terletak di dalam filamen aktin dan
sangat penting dalam kontraksi otot/otot jantung yang dimediasi oleh kalsium.
Karena Troponin C tidak spesifik terhadap otot jantung dan tidak digunakan dalam
mendiagnosis kerusakan otot jantung. Struktur troponin I dan T yang ditemukan di
otot jantung berbeda dengan yang ditemukan di otot skelet, sedangkan untuk struktur
troponin C yang ditemukan di kedua tempat tersebut identik. (Babuin dan Jaffe,
2005)

Kadar cTnT mulai meningkat setelah 3-5 jam setelah jejas, mencapai puncak dalam
12-48 jam, dan kembali normal dalam 5-14 hari. Sedangkan kadar cTnI meningkat
setelah 3 jam setelah terjadi jejas, mencapai puncak dalam 24 jam, dan kembali
normal dalam 5-10 hari. (Samsu dan Surgowo, 2007)

Adanya nekrosis miokard yang kecil, yang tidak terdeteksi oleh EKG maupun oleh
CK-MB dan menunjukkan risiko tinggi IMA, dan kematian jangka panjang maupun
pendek, dapat dideteksi dengan pemeriksaan toponin. Troponin T dan I juga memiliki
sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi untuk memonitor keberhasilan terapi reperfusi
(angioplasti koroner dan trombolisis arteri koroner). (Samsu dan Surgowo, 2007)
13

2.2.1 Troponin T (cTnT)

Troponin T ditemukan pada otot skeletal dan jantung selama pertumbuhan


janin,. Troponin T juga ditemukan dalam keadaan jejas otot, pada penyakit
otot (mis, polimiositis), regenersi otot, gagal ginjal kronik. Hal ini dapat
mengurangi spesifisitas troponin T terhadap jejas otot jantung.

Menurut Gavaghan, 1999 Kadar Troponin T yang meningkat 3-5 jam setelah
jejas, membuat diagnosis adanya perluasan daerah infark dan adanya kejadian
ulangan infark menjadi terganggu. Spesifistas diagnosis Infark Miokard Akut
(IMA) menggunakan troponin T memang tinggi, tetapi beberapa faktor dapat
mengurangi spesifisitas tersebut. Gen untuk cTnT ditemukan pada otot skelet
selama pertumbuhan janin. Saat terjadi jejas otot dan selama proses
regenerasinya, otot skelet nampaknya kembali ke keadaan janin, yang melepas
cTnT ke dalam aliran darah. Selain itu, kadar cTnT juga meningkat pada
pasien dengan gagal ginjal kronik, hal ini terjadi diduga myopati akibat gagal
ginjal kronik tersebut. (Samsu dan Surgowo, 2007)

2.2.2 Troponin I (cTnI)

Troponin hanya merupakan petanda pada jejas miokard, dan keberadaan tidak
ditemukan pada otot skeletal selama pertumbuhan janin, setelah trauma atau
jejas, ataupun selama regenerasi otot skeletal. Troponin I sangat spesifik
terhadap jaringan miokard, tidak ditemukan dalam darah orang sehat, dan
menunjukkan peningkatan yang tinggi di atas batas atas pada pasien dengan
IMA. Dari Gavaghan, 1999, Troponin I lebih banyak ditemukan dibandingkan
dengan CK-MB pada jaringan miokard dan sangat akurat dalam mendeteksi
kerusakan jantung. Troponin I meningkat pada kondisi-kondisi seperti
miokarditis, kontusio kardiak, dan setelah pembedahan jantung. Adanya cTnI
14

dalam serum menunjukkan telah terjadi kerusakan miokard. (Samsu dan


Surgowo, 2007)

Sensitivitas troponin I 100% terhadap kejadian IMA, tidak dipengaruhi oleh


penyakit otot skeletal, trauma otot skeletal, penyakit gaga ginjal, ataupun
pembedahan. Kekurangan cTnI ini adalah keberadaannya lama di dalam
serum, sehingga sulit untuk mengetahui kejadian re-infark. Tetapi, di sudut
lain, hal ini juga bisa menjadi suatau keuntungan kepada pasien yang datang
ke rumah sakit beberapa hari setelah awitan infark. (Samsu dan Surgowo,
2007)

2.2.3 Metode Pemeriksaan Troponin

Uji troponin dapat dilakukan secara kualitatif dan kuantitaif dengan metode
yang beragam. Cara uji yg relatif simpel dan banyak digunakan adalah
immunokromatografi. Sebagai contoh adalah Tropospot-I , yaitu suatu uji
immunokromatografi in vitro untuk menentukan secara kualitatif cTnI dalam
serum manusia sebagai alat bantu diagnosis IMA. (Suwo dan Sargowo, 2007)
BAB 3

KERANGKA KONSEPTUAL HIPOTESIS PENELITIAN

3.1 Kerangka Teori


Usia
Keterangan:
Jenis Kelamin
= terbagi atas
Diabates Mellitus
= dapat menyebabkan
Obesitas
= didapatkan dari hasil
Perokok
= variabel penelitian
Hipertensi

Faktor Risiko

Anamnesis

Pemeriksaan Fisik

EKG Diagnosis SKA


Pemeriksaan Biomarker
Jantung

Klasifikasi
CK-MB

Troponin T

Troponin I
Unstable Angina (UAP) Sindrom Koroner
Akut tanpa ST
Elevasi
Infark Miokard tanpa
ST Elevasi

Sindrom Koroner
Infark Miokard dengan Akutd dengan
ST Elevasi ST Elevasi

15
16

3.2 Kerangka Konsep

Keterangan :

Usia = variable utama yang diteliti


Jenis Kelamin
= variable penjelas
Diabates Mellitus

Obesitas

Perokok

Hipertensi

Sindrom Koroner Akut :

 Sindrom Koroner Akut tanpa


ST Elevasi
 Sindrom Koroner Akut Troponin T
dengan ST Elevasi

3.2 Defenisi Operasional Variabel

No Variabel Defenisi Alat Ukur dan Hasil Skala


Penelitian Ukur
1. SKA: Dimaksud dalam Data merupakan data Kategorik
-Sindrom Koroner penelitian ini adalah sekunder diambil dari
Akut tanpa ST setiap keluhan yang data rekam medis
elevasi telah didiagnosis oleh pasien
17

-Sindrom Koroner dokter berdasarkan


Akut dengan ST rekaman EKG dan Hasil Ukur:
elevasi biomarker jantung 1. SKA tanpa ST
sebagai SKA tanpa ST Elevasi
Elevasi ataupun SKA 2. SKA dengan
dengan ST Elevasi ST Elevasi
2. Troponin Nilai kadar troponin T Data merupakan data Numerik
saat pengukuran sekunder diambil dari
biomarker jantung data rekam medis
untuk diagnosis SKA pasien

Hasil Ukur: nilai


Troponin T dalam
angka
3. Usia Selisih tahun lahir Data merupakan data Numerik
pasien dengan tahun sekunder diambil dari
diadakannya data rekam medis
penelitian pasien

Hasil ukur: umur


dalam angka
4. Jenis Kelamin Tanda fisik yang Data merupakan data Kategorik
dibawa oleh pasien sekunder diambil dari
dan sudah ada sejak data rekam medis
dilahirkan pasien

Hasil ukur:
1. Laki-laki
2. Perempuan
18

5. Diabetes Melitus Keadaan dimana Data merupakan data Kategorik


pasien telah sekunder diambil dari
didiagnosa oleh dokter data rekam medis
sebelum adanya pasien
diagnosa SKA
(sekarang/dulu) Hasil Ukur:
1. Tidak
Diabetes
Melitus
2. Diabetes
Melitus
6. Obesitas Keadaan status gizi Data merupakan data Kategorik
pasien, Berat sekunder diambil dari
badan/tinggi badan data rekam medis
berpangkat dua, pasien
termasuk ke dalam
kategori Obese 1 Hasil Ukur:
ataupun Obese 2 1. Tidak obese
2. Obese 1 (25-
29,9)
3. Obese 2 (>30)
7. Perokok Keadaan dimana Data merupakan data Kategorik
pasien pernah sekunder diambil dari
merokok, dan tercatat data rekam medis
di dalam rekam medis pasien

Hasil ukur:
1. Bukan
perokok
19

2. Perokok
8. Hipertensi Keadaan dimana Data merupakan data Kategorik
pasien telah sekunder diambil dari
didiagnosa oleh dokter data rekam medis
sebelum adanya pasien
diagnosa SKA
(sekarang/dulu) Hasil Ukur:
1. Tidak
Hipertensi
2. Hipertensi
BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1 Desain Penelitian


Jenis penelitian ini adalah merupakan penelitian analitik dengan desain penelitian
potong lintang (cross sectional) dengan menggunakan data sekunder yang
diambil dari Rekam Medis Subjek penelitian.

4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

4.2.1 Lokasi Penelitian


Penelitian ini direncanakan dilakukan di ICCU RUMAH SAKIT Dr.
Wahidin Sudirohusodo.

4.2.2 Waktu Penelitian


Data Penelitian ini direncanakan diambil mulai 15 September 2017
sampai dengan 5 Oktober 2017 dan dilakukan analisa data mulai 6
Oktober 2017 sampai 31 Oktober 2017

4.3 Populasi dan Sampel Penelitian

4.3.1 Populasi Target


Populasi target dari penelitian ini adalah semua pasien yang telah
didiagnosis sebagai sindrom koroner akut di ICCU RUMAH SAKIT Dr
Wahidin Sudirohusodo.

20
21

4.3.2 Populasi Terjangkau


Populasi terjangkau dari penelitian ini adalah semua pasien yang tercatat
dalam rekam medis dengan diagnosis sindrom koroner akut di ICCU
RUMAH SAKIT Dr Wahidin Sudirohusodo tahun 2016

4.3.3 Sampel peneitian


Sampel dari penelitian ini diambil dari populasi terjangkau yang telah
memenuhi kriteria inklusi, dengan metode total sampling.

4.3.3.1 Kriteria Inklusi


1. Pasien yang telah terdiagnosis SKA di Rekam Medisnya
dalam hal ini baik dengan ST Elevasi maupun tanpa ST
Elevasi dan;
2. Pasien yang di dalam rekam medisnya terdapat infromasi
nilai troponin.

4.3.3.2 Kriteria Eksklusi


1. Pasien yang juga didiagnosis dengan penyakit jantung
yang lain selain SKA di dalam Rekam Medisnya.

4.4 Jenis Data dan Instrumen Penelitian


4.4.1.1 Jenis Data
Jenis data dalam penelitian ini adalah data sekunder yang
diambil dari Rekam Medis subjek penelitian.
4.4.1.2 Instrumen Penelitian
Alat pengumpul data yang digunakan dan instrumen
penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat
tulis termasuk buku tulis untuk mencatat data penelitian dan
22

laptop yang berisi program Statistical Product for Social


Science (SPSS) versi 18.0
4.5 Alur Penelitian

Persiapan Penelitian

Penentuan dan
Identifikasi Subjek
Penelitian

Pemenuhan Kriteria
Inklusi
Tidak Memenuhi
Memenuhi
Subjek yang tidak
sesuai, tidak digunakan Pencatatan Sesuai Data
dalam penelitian Variabel

Analisis Data

4.6 Cara Pengumpulan Data


1. Data yang diambil merupakan data dari Rekam Medis Subjek
penelitian ICCU RUMAH SAKIT Dr. Wahidin Sudirohusodo, setelah
sebelumnya perizinan etik penelitian telah disetujui.
2. Data yang kemudian akan diolah merupakan data yang memenuhi
kriteria inklusi yang telah ditentukan peneliti sebelumnya.
3. Data yang telah memenuhi kriteria inklusi kemudian dicatat sesuai
data variabel penelitian
4. Data kemudian diolah dengan melakukan analisis menggunakan
program Statistical Product for Social Science (SPSS) versi 18.0
23

4.7 Rencana Analisis Data


Penelitian ini merupakan penetian analitik dengan variabel numerik dan
kategorik, maka hasil analisa menggunakan program Statistical Product for
Social Science (SPSS) versi 18.0 akan disajikan dalam bentuk narasi, tabel, dan
grafik.
Analisis yang dilakukan merupakan analisis univariat pada setiap variabel
penelitian. Variabel numerik akan disajikan dalam rerata dengan standar deviasi
untuk sebaran data normal, dan median dengan minimum-maksimum untuk
sebaran data tidak normal. Sedangkan variabel kategorik akan disajikan dalam
frekuensi dan presentase.

4.8 Etika Penelitian


Etika penelitian terkait dengan penelitian ini adalah
1. Surat perizinan etik yang telah disetuji oleh Komisi Etik FK UNHAS
disertakan sebagai bentuk perizinan dalam permintaan data Rekam Medis
yang bersifat rahasia.
2. Menjaga kerahasiaan data identitas diri dalam rekam medis yang digunakan
dalam penelitian ini, sehingga tidak ada pihak yang merasa dirugikan atas
penelitian yang dilakukan
BAB V

HASIL PENELITIAN

Proses pengumpulan data dilakukan dengan mencatat Rekam Medik sebagai sumber
data sekunder penderita Sindrom Koroner Akut selama tahun 2016.

Jumlah sampel yang diteliti berjumlah 46 orang yang diambil dengan metode total
sampling dari jumlah populasi 63 yang berhasil dikumpulkan. Sebanyak 15 sampel
yang memenuhi kriteria eksklusi.

Data yang terkumpul dikelompokkan menjadi dua kelompok numerik dan


kategorik.Variabel yang akan digunakan terbagi menjadi dua kelompok, yaitu
variabel penjelas dan variabel utama. Variabel penjelas disajikan dalam bentuk tabel
dan grafik frekuensi untuk mendentukan deskriptif statisik-nya, yang kemudian akan
dilakukan uji chi square untuk menentukan apakah ada hubungan antara faktor risiko
dan diagnosis SKA. Faktor risiko usia secara khusus akan diuji dengan uji
independent t-test. Sementara variabel utama terlebih dahulu dilakukan uji normalitas
untuk menentukan uji analisis yang akan digunakan, dan selanjutkan dilakukan uji
analisis Mann-Whitney U sesuai hasil uji normalitas sebelumnya, kemudian hasil
analisis tersebut disajikan dalam bentuk tabel.

24
25

5.1 Distribusi Faktor Risiko Penderita Sindrom Koroner Akut

Faktor Risiko Frekuensi Persen (%)


Jenis Kelamin
Laki-laki 43 93,5%
Perempuan 3 6,5%
Diabetes Melitus
Tidak DM 9 19,6%
DM 37 80,4%
Perokok
Bukan Perokok 36 78,3%
Perokok 10 21,7%
Hipertensi
Tidak Hipertensi 26 56,5%
Hipertensi 20 43,5%
Obesitas
Tidak Obese 27 58,7%
Obese 1 16 34,8%
Obese 2 3 6,5%

Total 46 100%
Sumber: Rekam Medik tahun 2016
Tabel 5.1 Distribusi faktor risiko penderita sindrom koroner akut (SKA)

Berdasarkan tabel 5.1, penderita sindrom koroner akut di ICCU RSUP dr Wahidin
Sudirohusodo tahun 2016 sebanyak 46 orang, dengan jumlah penderita berjenis
kelamin laki-laki berjumlah 43 orang dan perempuan berjumah 3 orang. Selanjutnya,
penderita ini juga sebanyak 37 orang menderita diabetes melitus (DM) dan selebihhya
9 orang tidak menderita. Penderita yang juga bukan perokok sebanyak 36 orang dan
10 orang merupakan perokok. Sedangkan untuk hipertensi sendiri, setidaknya
sebanyak 26 orang tidak menderita, dan 20 orang lainnya menderita hipertensi. Untuk
obesitas sendiri, 27 orang penderita tidak obesitas, 16 orang lainnya menderita obese
1, dan 3 orang sisanya menderita obese 2.Berdasarkan tabel 5.1, dapat dilihat bahwa
26

penderita sindrom koroner akut dengan ST elevasi (STESKA) berjumlah 33 orang


dan penderita sindrom koroner akut tanpa ST elevasi (NSTESKA) berjumlah 15
orang. Penderita STESKA berjenis kelamin laki-laki berjumlah 31 dan perempuan 2
orang, sedangkan untuk penderita NSTESKA jumlah penderita laki-laki sebanyak 13
orang dan perempuan 2 orang.

5.2 Hubungan Faktor Risiko Penderita Sindrom Koroner Akut dengan


Diagnosis Sindrom Koroner Akut

Diagnosa
Faktor Risiko Total p-value
NSTESKA STESKA
Jenis Laki-laki 12 31 43
0,641
Kelamin Perempuan 1 2 3
Diabetes Tidak DM 2 7 9
0,501
Melitus DM 11 26 37
Perokok Bukan
9 27 36
Perokok 0,289
Perokok 4 6 10
Hipertensi Tidak
7 19 26
Hipertensi 1,000
Hipertensi 6 14 20
Obesitas Tidak Obese 7 20 27
Obese 1 5 11 16 0,913
Obese 2 1 2 3
Total 13 33 46
Sumber: Rekam Medik tahun 2016
Tabel 5.2 Hubungan faktor risiko penderita sindrom koroner akut (SKA) dengan
diagnosis SKA

Faktor Risiko selanjutnya adalah jenis kelamin. Dilihat pada tabel 5.2, dari penderita
STESKA yang berjenis kelamin laki-laki sebanyak 31 orang dan perempuan 2 orang.
27

Sedangkan untuk NSTESKA, sebanyak 12 orang laki-laki menderita dan 1 orang


perempuan juga menderita. Setelah dianalisis dengan uji chi square, didapatkan
bahwa nilai p= 0,641, artinya hubungan antara jenis kelamin dengan angka kejadian
Sindrom Koroner Akut dengan ST Eevasi dan Non ST Elevasi berhubungan tidak
signifikan.

Faktor risiko selanjutnya yaitu Diabetes Melitus, data yang didapatkan penderita
STESKA yang juga menderita Diabetes Melitus berjumlah 26 orang dan yang tidak
menderita berjumlah 7 orang, sedangkan pada penderita NSTESKA sebanyak hanya
2 orang yang juga menderita Diabetes Melitus dan 13 orang lainnya tidak menderita
Diabates Melitus. Didapatkan bahwa nilai p= 0,501, artinya hubungan antara status
Diabetes Melitus dengan angka kejadian Sindrom Koroner Akut dengan ST Eevasi
dan Non ST Elevasi berhubungan tidak signifikan.

Pada penderita STESKA didapatkan 27 orang diantaranya bukan perokok dan 6


lainnya merupakan perokok, sedangkan pada penderita NSTESKA didapatkan 11
orang bukan perokok dan 4 orang lainnya merupakan perokok. Setelah dianalisis
dengan uji chi square, didapatkan bahwa nilai p= 0,289, artinya hubungan antara
status perokok dengan angka kejadian Sindrom Koroner Akut dengan ST Eevasi dan
Non ST Elevasi berhubungan tidak signifikan.

Pada tabel 5.2, penderita STESKA yang juga menderita hipertensi berjumlah 19
orang, dan yang tidak menderita hipertensi berjumlah 14 orang. Sebanyak 9 orang
penderita NSTESKA juga menderita hipertensi dan sisanya 6 orang tidak menderita
hipertensi. Didapatkan bahwa nilai p=1,000, artinya hubungan antara status status
Hipertensi dengan angka kejadian Sindrom Koroner Akut dengan ST Eevasi dan Non
ST Elevasi berhubungan tidak signifikan.

Sedangkan untuk faktor risiko Obesitas, dari 33 orang penderita STESKA, 20 orang
digolongkan tidak obese dengan Indeks Massa Tubuh (IMT) kurang dari 25, 11 orang
digolongkan obese 1 dengan IMT berada dalam rentang 25-29,9, dan 2 orang
digolongkan obese 2 dengan IMT lebih dari 30. Pada penderita NSTESKA, dari 15
28

orang, 8 orang dogolongkan tidak obese, 5 orang digolongkan obese 1, dan 2 orang
digolongkan obese 2. Didapatkan bahwa nilai p=0,913, artinya hubungan antara
status obesitas dengan angka kejadian Sindrom Koroner Akut dengan ST Eevasi dan
Non ST Elevasi berhubungan tidak signifikan.

5.3 Distribusi Usia dan Troponin T Penderita Sindrom Koroner Akut

Faktor Standar
N Minimum Maksimum Rerata
Risiko Deviasi

Troponin T 46 ,01 2,00 - -

Usia 46 36,0 69,0 53,783 7,3391

Sumber: Rekam Medik tahun 2016

Tabel 5.3 Distribusi Usia dan Troponin T Penderita STESKA (ST Elevasi Sindrom
Koroner Akut) dan penderita NSTESKA (Non ST Elevasi Sindrom Koroner Akut)

Dari semua sampel yang diteliti, didapatkan usia penderita Sindrom Koroner Akut
(SKA) paling muda dengan usia 36 tahun dan paling tua berusia 69 tahun, dengan
rerata usia penderita SKA 53,7 tahun.

Untuk data nilai Troponin T didapatkan, nilai terendah adalah 0,01 dan nilai tertinggi
adalah 2,00. Data nilai Troponin T tidak dilakukan rerata karena distribusi data tidak
normal.
29

5.4 Hubungan Faktor Risiko –Usia Penderita Sindrom Koroner Akut dengan
Diagnosis Sindrom Koroner Akut

Diagnosa N Mean Nilai p

NSTESKA 13 50,923
Usia 0,098
STESKA 33 54,909

Sumber: Rekam Medik tahun 2016

Tabel 5.4 Tabel hubungan faktor risiko –usia penderita sindrom koroner akut (SKA)
dengan diagnosis SKA, nilai p didapatkan dari uji analisis student t-test

Berdasarkan tabel 5.5, didapatkan nilai p=0,098, artinya hubungan antara usia dan
diagnosis SKA berhubungan tidak signifikan.

Kemudian di tabel yang sama dijelaskan bahwa usia berhubungan dengan diagnosis
STESKA dengan rerata sebesar 54,90 dibandingkan usia yang juga berhubungan
dengan diagnosis NSTESKA dengan rerata sebesar 50,9.

5.5 Perbedaan Rerata Nilai Troponin T terhadap Penderita ST Elevasi Sindrom


Koroner Akut dan Non ST Elevasi Sindrom Koroner Akut

Peringkat Nilai p
Diagnosis N Rerata peringkat
Troponin T STESKA 33 28,85
0,001
NSTESKA 15 14,93
Total 48
Tabel 5.5 Tabel Ranks pada Uji Analisis Mann-Whitney U Nilai Troponin T
terhadap Penderita STESKA (ST Elevasi Sindrom Koroner Akut) dan penderita
NSTESKA (Non ST Elevasi Sindrom Koroner Akut)

Berdasarkan tabel 5.6 didapatkan nilai p=0,001 artinya hubungan antara nilai
Troponin T dan diagnosis STESKA dan NSTESKA berhubungan signifikan.
30

Troponin T berhubungan dengan diagnosis STESKA dengan rerata sebesar 28,85


dibandingkan hubungan troponin T dan NSTESKA dengan rerata sebesar 14,93. Hal
ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara kedua kelompok.
BAB 6

PEMBAHASAN

6.1 Hubungan Faktor Risiko Sindrom Koroner Akut dan Diagnosa ST Elevasi
Sindrom Koroner Akut dan Non ST Elevasi Sindrom Koroner Akut

6.1.1 Jenis Kelamin

Berdasarkan tabel 5.1, penderita sindrom koroner akut di ICCU RSUP dr


Wahidin Sudirohusodo tahun 2016 sebanyak 46 orang, dengan jumlah
penderita berjenis kelamin laki-laki berjumlah 43 orang dan perempuan
berjumah 3 orang. Sedangkan dilihat pada tabel 5.2 dari penderita STESKA
yang berjenis kelamin laki-laki sebanyak 31 orang dan perempuan 2 orang.
Sedangkan untuk NSTESKA, sebanyak 12 orang laki-laki menderita dan 1
orang perempuan juga menderita. Didapatkan bahwa nilai p=0,641, artinya
hubungan antara jenis kelamin dengan angka kejadian Sindrom Koroner Akut
dengan ST Eevasi dan Non ST Elevasi berhubungan tidak signifikan.

Jika dilihat dari distribusi jenis kelaminnya saja, baik pada diagnosis STESKA
ataupun NSTESKA, terlihat bahwa penderita dengan jenis kelamin laki-laki
menunjukkan jumlah yang lebih banyak (laki-laki 43 orang, perempuan 3
orang). Hal ini sejalan dengan penelitian Susilo Cipto tahun 2015 yang
menyatakan bahwa, setelah usia 40 tahun, risiko SKA meningkat masing-
masing 49% pada laki-laki dan 32% perempuan, meskipun kejadian SKA bagi
perempuan dapat terjadi 10-20 tahun lebih lambat dibandingkan pada laki-laki.
(Susilo Cipto, 2015).

Selanjutnya dijelaskan lebih lanjut pada penelitian yang lain, bahwa hal ini
dapat dijelaskan dengan peranan kadar estrogen pada perempuan yang belum
menopause yang memberikan efek protektif. Menurut Siska et al 2012, estrogen

31
32

dapat meningkatkan up regulation kelompok enzim matriks metalloproitenase


(MMP) –terutama MMP-9, enzim MMP ini akan mendegradasi matriks
ekstraseluler di dalam dinding arteri. Proses ini tidak akan memberi pengaruh
yang signifikan pada pembuluh darah yang relatif sehat. Tetapi pada pembuluh
darah yang terdapat lesi atherosklerotik, peningkatan ekspresi MMP-9 di daerah
plak justru akan meningkatkan risiko ruptur dan terjadi SKA. (SISKA).

Selain itu, kembali dijelaskan bahwa, meskipun wanita memiliki serangan


jantung pada usia yang lebih tua daripada laki-laki, perempuan mungkin akan
meninggal hanya beberapa minggu setelah penderita mendapat serangan SKA
pertama. (AHA, 2004)

Sementara untuk analisis yang dilakukan, jenis kelamin dan diagnosa STESKA
ataupun NSTESKA tidak berhubungan signifikan. Hal ini tampaknya bertolak
belakang dengan penelitian Rosengren et al, 2005, yang menunjukkan bahwa
terdapat hubungan yang signifikan dengan nilai p <0,0001. Penelitian ini
mengumpulkan data sebanyak 10.253 penderita di Eropa dan dekitar Laut
Mediterania.

Perbedaan hasil yang signifikan ini bisa saja dikarenakan jumlah sampel yang
sangat berbeda antara kedua penelitian.

6.1.2 Usia

Berdasarkan tabel 5.3 Dari semua sampel yang diteliti, didapatkan usia
penderita Sindrom Koroner Akut (SKA) paling muda dengan usia 36 tahun dan
paling tua berusia 69 tahun, dengan rerata usia penderita SKA 53,7 tahun.

Berdasarkan tabel 5.5, didapatkan nilai p=0,098,artinya hubungan antara usia


dan diagnosis ST elevasi dan Tanpa ST Elevasi SKA berhubungan tidak
signifikan.
33

Hal tersebut dijelaskan lebih detail pada tabel 5.4, yang menjelaskan bahwa
usia berhubungan dengan diagnosis STESKA dengan rata-rata sebesar 54,90
dibandingkan usia yang juga berhubungan dengan diagnosis NSTESKA dengan
rata-rata sebesar 50,9. Hal ini menunjukkan perbedaan rerata peringkat
diagnosis STESKA dan NSTESKA tidak signifikan.

Hal ini nampaknya tidak sejalan sejalan dengan penelitian oleh Delima dkk
(2009), dengan menggunakan studi kasus kontrol dengan tingkat kepercayaan
95%, dengan total responden 661.165 orang, menyebutkan bahwa risiko
menderita penyakit jantung cenderung meningkat dengan bertambahnya umur,
risiko cenderung meningkat hingga >2,2 kali pada kelompok usia >55 tahun
dan meningkat 2,49 kali pada kelompok usia >75 tahun jika dibandingkan
dengan kelompok usia 15-24 tahun. (Delima, Mihardja & Siswoyo H, 2009)

Dijelaskan lebih lanjut oleh penelitian Ruiz-Gracie pada tahun 2012


menunjukkan kejadian aterosklerosis meningkat seiring bertambahnya usia,
penelitian tersebut membagi kelompok menjadi dua, yaitu kelompok usia <65
tahun dan kelompok usia >65 tahun. Penelitian ini menjelaskan bahwa
bertambahnya usia, peningkatan plak, inti nekrotik, dan peningkatan kadar
kalsium darah menunjukkan hubungan signifikan dengan pengembangan
aterosklerosis.

Dengan bertambahnya usia, risiko untuk menderita SKA meningkat dua kali
lipat. Hal ini disebabkan perubahan fungsi endotel vaskular dan trombogenesis.
Pada orang usia lanjut, hal ini ditandai dengan peningkatan sirkulasi fibrinogen
dan faktor VII. Fungsi ginjal yang menururn juga berkontribusi dalam
peningkatan trombogenesis melalui mekanisme rusaknya fungsi endotel yang
dapat berakibatpada terganggunya aktivitas fibrinolitik dan respon vasodilator
koroner. (Kennon dkk, 1998)
34

6.1.3 Diabetes Melitus

Berdasarkan tabel 5.1 penderita sindrom koroner akut terdiri dari 37 orang
yang juga menderita diabetes melitus (DM) dan selebihhya 9 orang tidak
menderita.

Hal ini juga dijelaskan dalam penelitian Borrow et al,1996, dibandingkan laki-
laki yang menderita diabetes dengan risiko 2-3 kali lipat menderita SKA,
perempuan dengan diabetes dilaporkan memiliki risiko 2-7x untuk menderita
SKA.

Selanjutnya menurut Goldscmidht et al 1994, Seeman T 1994, dan Connor


1991, dalam Roeters van Lennep 2002, Diabetes yang diderita oleh
perempuan yang belum menopause menghilangkan faktor protektif yang
diberikan oleh estrogen. Menurut Haffner et al 1993, dalam Roeters van
Lennep 2002, Kejadian infark miokard juga lebih tinggi pada perempuan atau
laki-laki dengan diabetes dibandingkan dengan mereka yang tidak diabetes.

Sedangkan, berdasrkan tabel 5.2 didapatkan, penderita STESKA yang juga


menderita Diabetes Melitus berjumlah 26 orang dan yang tidak menderita
berjumlah 7 orang, sedangkan pada penderita NSTESKA sebanyak hanya 2
orang yang juga menderita Diabetes Melitus dan 13 orang lainnya tidak
menderita Diabates Melitus. Didapatkan bahwa p-value bernilai 0,501, artinya
hubungan antara status Diabetes Melitus dengan angka kejadian Sindrom
Koroner Akut dengan ST Eevasi dan Non ST Elevasi berhubungan tidak
signifikan.

Hasil ini tidak sejalan dengan yang dikemukakan oleh Rosengren et al, 2005.
Dengan total data sebanyak 10.253 data, ditemukan bahwa faktor risiko
diabetes melitus berhubungan signifikan dengan diagnosis ST elevasi dan
Tanpa ST Elevasi dengan nilai p= 0,0001.
35

6.1.4 Perokok

Berdasarkan tabel 5.1 penderita sindrom koroner akut terdiri dari bukan
perokok sebanyak 36 orang dan 10 orang merupakan perokok.

Pada penderita STESKA didapatkan 27 orang diantaranya bukan perokok


dan 6 lainnya merupakan perokok, sedangkan pada penderita NSTESKA
didapatkan 11 orang bukan perokok dan 4 orang lainnya merupakan
perokok. Didapatkan bahwa p-value bernilai 0,289, artinya hubungan antara
status perokok dengan diagnosis ST elevasi dan Tanpa ST Elevasi Sindrom
Koroner Akut berhubungan tidak signifikan.

Kedua hasil ini tampaknya bertolak belakang dengan penelitian Rosengren et


al, 2005, yang menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan
dengan nilai p <0,0001. Penelitian ini mengumpulkan data sebanyak 10.253
penderita di Eropa dan sekitar Laut Mediterania. Dari penelitian yang sama
juga dikatakan bahwa kejadian ST Elevasi SKA berhubungan sangat erat
dengan status merokok.

Perbedaan hasil yang signifikan ini bisa saja dikarenakan jumlah sampel
yang sangat berbeda antara kedua penelitian (46 vs 10.253)

6.1.5 Hipertensi

Berdasarkan tabel 5.1 penderita sindrom koroner akut terdiri dari 26 orang
yang tidak menderita, dan 20 orang lainnya menderita hipertensi.

Sedangkan pada tabel 5.2, penderita STESKA yang juga menderita


hipertensi berjumlah 19 orang, dan yang tidak menderita hipertensi
berjumlah 14 orang. Sebanyak 9 orang penderita NSTESKA juga
menderita hipertensi dan sisanya 6 orang tidak menderita hipertensi.
Didapatkan bahwa p-value bernilai 1,000, artinya hubungan antara status
36

status Hipertensi dengan diagnosis ST elevasi dan Tanpa ST Elevasi


Sindrom Koroner Akut berhubungan tidak signifikan.

Kedua hasil ini tampaknya bertolak belakang dengan penelitian Rosengren


et al, 2005, yang menunjukkan dari total data 10.253 data, setidaknya ada
58% atau sekitar 5925 orang yang menderita hipertensi dengan nilai p <
0,0001. Sedangkan hubungan antara hipertensi dan diagnosis ST elevasi
dan Tanpa ST Elevasi Sindrom Koroner Akut menunjukkan hasil yang
berkebalikan. Kecenderungan individu dengan hipertensi untuk menderita
ST Elevasi Sindrom koroner Akut lebih kecil dibandingkan dengan yang
tidak menderita, walaupun secara teori hal ini masih belum bisa dijelaskan
dengan rinci. (Rosengren et al, 2005)

Perbedaan hasil yang signifikan ini bisa saja dikarenakan jumlah sampel
yang sangat berbeda antara kedua penelitian (46 vs 10.253).

6.1.6 Obesitas

Berdasarkan tabel 5.1 penderita sindrom koroner akut terdiri dari 27


orang penderita tidak obesitas, 16 orang lainnya menderita obese 1, dan 3
orang sisanya menderita obese 2.

Sedangkan pada tabel 5.2 dari 33 orang penderita STESKA, 20 orang


digolongkan tidak obese dengan Indeks Massa Tubuh (IMT) kurang dari
25, 11 orang digolongkan obese 1 dengan IMT berada dalam rentang 25-
29,9, dan 2 orang digolongkan obese 2 dengan IMT lebih dari 30. Pada
penderita NSTESKA, dari 15 orang, 8 orang dogolongkan tidak obese, 5
orang digolongkan obese 1, dan 2 orang digolongkan obese 2. Setelah
dianalisis dengan uji chi square, didapatkan bahwa p-value bernilai 0,913,
dengan demikian 0,913>0,05 artinya hubungan antara status obesitas
dengan diagnosis ST elevasi dan Tanpa ST Elevasi Sindrom Koroner
Akut berhubungan tidak signifikan.
37

Hal ini tampak sedikit berbeda dengan temuan Rosengren et al 2005,


yang menunjukkan dari total data 10.253 ditemukan 5.044 data yang
tergolong obese (59%) dibandingkan dengan data yang didapatkan hanya
sebesar 41,3%.

Dari penelitian yang sama didapatkan bahwa terdapat hubungan yang


signifikan antara obesitas dan diagnosis ST Elevasi dan tanpa ST Elevasi
Sindrom Koroner Akut. Didapatkan juga kesimpulan bahwa obesitas
berhubungan terbalik dengan kecendurangan diagnosis ST Elevasi
Sindrom Koroner Akut. Hal ini bisa mewakili data pada tabel 5.2 yang
menunjukkan jumlah penderita STESKA yang obesitas hanya 13 orang
dari total penderita STESKA 33 orang.(Rosengren et al, 2005)

6.2 Perbedaan Rerata Nilai Troponin T terhadap Penderita ST Elevasi


Sindrom Koroner Akut dan Non ST Elevasi Sindrom Koroner Akut

Berdasarkan tabel 5.2, penderita STESKA berjumlah 33 orang dan NSTESKA


berjumlah 13 orang. Nilai troponin T dari kedua pasien ini dicatat dan
dipaparkan pada tabel 5.3.

Seperti data yang dipaparkn pada tabel 5.3, nilai troponin pada penderita cukup
bervariasi dan tidak terdistribusi normal sehingga tidak bisa didapatkan rerata.
Nilai troponin T dari kedua pasien.Nilai troponin T yang paling rendah
berjumlah 0,01 dan yang paling tinggi berjumlah 2,00. Nilai troponin T yang
beragam ini berdasarkan besar kerusakan otot jantung akibat stress yang
diterima.

Selanjutnya untuk hubungan nilai trponin dan diagnosa pasiea SKA,


Berdasarkan tabel 5.6 didapatkan nilai p=0,001 artinya hubungan antara nilai
Troponin T dan diagnosis STESKA dan NSTESKA berhubungan signifikan.

Troponin T berhubungan dengan diagnosis STESKA dengan rerata sebesar


28,85 dibandingkan hubungan troponin T dan NSTESKA dengan rerata sebesar
38

14,93. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara
kedua kelompok.

Sebelumnya penelitian oleh Christenson et al, 2000; Chia S et al, 2008,


Alexander et al, 2000; dan Roe MT et al 2005, dalam Chee et al 2012
mengatakan secara terpisah bahwa baik pada penderita STESKA dan
NSTESKA, besar peningkatan nilai biomarker jantung berhubungan dengan
besar nekrosis jantung.

Dalam penelitian yang berbeda, Hamm et al, 1999 dan Wong et al, 2002, dalam
Daubert dan Jeremias, 2010, menjelaskan bahwa peningkatan nilai trponin
berkaitan erat dengan kompleksitas dan keparahan dari penyakit pembuluh
darah koroner begitu juga pada penurunan perfusi mikrovaskular otot jantung.

Sementara itu, diduga keterkaitan terjadinya elevasi segmen ST pada gambaran


EKG, didapatkan dari proses dinamis dari hasil ruptur plak dengan oklusi
koroner parsial dan embolisasi agregat platelet dan trombus di bagian distal
Kadang kala, ruptur plak yang kecil, belum menunjukkan perubahan pada
gambaran EKG, tetapi membuat troponin mulai dilepaskan sedikit demi sedikit.
(Mahmoud Kd et al, 2015 dalam Brodie, Bruce R.2015)

6.3 Keterbatasan Penelitian

Penelitian ini terutama terbatasan pada jumlah sampel yang sangat minim jika
dibandingkan dengan penelitian yang serupa, sehingga hasil yang didapatkan
sebagian berbeda dengan hasil penelitian serupa.
BAB 7

PENUTUP

7.1 Kesimpulan

Dari hasil penelitian ini didapatkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan
antara nilai Troponin T dan diagnosis STESKA dan NSTESKA, dengan rerata
troponin T dengan diagnosis STESKA sebsar 28,85 sementara troponin T dengan
diagosis NSTESKA sebesar 14,93.

7.2 Saran

Kepada peneliti, kiranya dapat dilakukan penelitian lanjutan dengan sampel yang
lebih besar dari penelitian saat ini serta pembahasan yang lebih tajam. Kemudian
hari, juga bisa dilakukan penelitian untuk mencari bagaimana bentuk hubungan
Troponin T dan diagnosis STESKA dan NSTESKA.

39
40

DAFTAR PUSTAKA

Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan Republik


Indonesia. Laporan Nasional Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013. Jakarta:
Departemen Kesehetan Republik Indonesia; 2013.

Bruce R Brodie. A new Time Clock for ST Segment-Elevation Myocardial


Infarction.JACC: Cardivaskular Intervention. 2015;8.6:789

Burazerl G, Goda A, Sulo G, Stefa J, Roshi E, Kark J. Conventional risk factors and
acute coronary syndrome during a period of sosioeconomic transition:
population-based case-control study in Tirana, Albania. 2007. Croat Med J;
48:225-33.

CT Chin et al: Prognostic value of peak CK-MB and troponin levels. Clin. Cardiol.
2012;35,7,424-429.

Daubert Melissa A and Jeremias Allen. The utility of troponin measurement to detect
myocardial infarction: review of the current findings. Dovepress:Vascular
Health and Risk Management.2010;6:695

Davies MJ. Coronary Disease: The Pathophysiology of coronary syndrom. 2000.


Heart BMJ;83:361-362

Fosang AJ, Smith PJ. Human genetics: to clot or not. Nature. 2001;413:475-476

Grundy SM, Pasternak R, Greenland P, Smith S, Fuster V. Assessment of


cardiovascular risk by use of multiple-risk-factor assessment equations. 1999.
Circulation;100: 1481-92.

Hamm CW, Bassan JP, Agewall S, et all. ESC Guidelines for management for acute
coronary syndromes in patients presenting without persistent ST-segment
elevation. 2011. European Heart Journal;32: 3003
41

Kabo P. 2012. Bagaimana menggunakan obat-obat kardiovaskular secara rasional.


Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia halaman 56-57

Kennon Simon et al. Clinical Characteristic Determaining the mode of Presentation in


Patients with Acute Coronary Syndomes. JACC. 1998;32.7:2018-22

Kumar A, Cannon CP. Acute Coronary Syndromes: Diagnosis and Management, Part
1. Mayo Clinic Proc. 2009;84(10):917

Moreno PR, Falk E, Palacios IF, Newell JB, Fuster V, Fallon JT. Macrophage
infiltration in acute coronary syndromes: implications for plaque rupture.
Circulation. 1994;90(2):775-778.

Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia (PERKI). 2015. Pedoman


tatalaksana sindrom koroner akut. Ed 3. Diakses melalui laman http://jki.or.id

Roeters van Lennep JE et al. Risk factor forcoronary heart disease: implication of
gender.Cardiovascuar Research.2002;53:541

Rosengren A et al. Cardiovascular Risk Factor and clinical presentation in acute


coronary syndromes.Heart.2005;91:1142,1143,1146

Samsu N, Sargowo D. Sensitivitas dan Spesifitas Troponin T dan I pada Diagnosis


Infark Miokard Akut. 2007. Majalah Kedokteran Indonesia;57(10):366-371

Shiell WC dan Stoppler MC. 2008. Dalam: Webster’s new world Medical Dictionary.
Ed 3. New Jersey: Wiley publishing

Siska Suridanda Danny dkk. Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Kejadian


Kardiovaskular Mayor Pada Wanita Pasca Infark Miokard Akut. Jurnal
Kardiologi Indonesia, J kardiol Indones. 2009:30;3-12

Susilo Cipto.Odentifikasi Faktor Usia dan Jenis Kelamin dengan Luas InfarkMiokard
pada Penyakit Jantung Koroner (PJK) di Ruang ICCU RSD DR. Soebandi
Jember.The Indonesia Journal of Health Science.2015;6.1:4-6
42

Torry SRV, Panda A.L, Ongkowijaya J. Gambaran Faktor Risiko Penderita Sindrom
Koroner Akut. 2014. Jurnal E-Clinic;2(1):2-3

Weiss EJ, Bray PF, Tayback M, et al. A polymorphism of a platelet glycoprotein


receptor as an inherited risk factor for coronary thrombosis. N Engl J Med.
1996;334(17):1090
43
xiv

Lampiran 2. Data Penelitian

Jenis Troponin
No Umur Kelamin DM OB Perokok Hipertensi T diagnosa awal
1 53 1 2 28,9 1 1 0,33 STEMI anteroseptal onset 24jam Killip II STESKA
2 59 1 2 22,5 1 1 2 STEMI anterior onset 24jam Killip III STESKA
3 54 1 1 23,9 1 1 0,62 STEMI anteroseptal onset 24 jam Killip II STESKA
4 53 1 1 23 1 2 2 STEMI extensif anterior onset 24 jam Killip IV STESKA
5 66 1 2 20,2 1 2 2 STEMI extensive anterior onset 12jam Killip I STESKA
6 51 1 2 27,7 1 1 0,51 STEMI anteroseptal onset 4 jam Killip II STESKA
7 69 1 2 19,2 2 2 1,4 STEMI extensive anterior onset 5 jam Killip II STESKA
8 69 1 1 22,4 2 1 0,23 STEMI inferior onset 24jm Killip I STESKA
9 52 1 2 23,9 1 1 1,7 STEMI anteroseptal onset 24jam Killip II STESKA
10 47 1 2 23,9 2 2 0,02 STEMI anteroseptal onset 12jm Killip I STESKA
11 64 1 2 21 1 1 2 STEMI anteroseptal onset 12jm Killip IV STESKA
12 52 1 2 20,6 1 1 0,1 STEMI extensive anterior onset 3 jm Killip II STESKA
13 55 2 2 21,2 2 1 2 Stemi ekstensif anterior onset 8 jam killip II STESKA
14 66 1 2 26,1 1 1 0,02 Acute anterior myocardial infarction onset 3 jm Killip IV STESKA
15 58 1 2 22,3 1 2 0,02 STEMI Inferior onset 3 jam killip II STESKA
16 52 1 2 26,1 1 2 0,02 STEMI inferior onset 24jm Killip I STESKA
17 36 1 2 23,3 1 1 0,45 STEMI extensive anterior onset 6jm Killip I STESKA
18 52 1 2 26,2 1 1 0,02 STEMI inferoseptal undetermined onset Killip II STESKA
19 49 1 2 20 1 1 1,6 STEMI inferior+RV onset 24jm Killip II STESKA
20 53 1 1 28,3 1 2 0,22 STEMI inferior+RV onset 12jm Killip I STESKA
21 57 1 1 27,2 1 1 0,9 STEMI inferior onset 12jm Killip I STESKA
22 55 1 2 19,4 1 2 0,05 STEMI inferior onset 6 hari Killip II STESKA
23 61 2 2 25,3 2 1 0,02 Acute anterior MI onset 8jm Killip II STESKA
xv

24 49 1 2 32,5 1 2 0,62 STEMI anteroseptal onset 4jm Killip I STESKA


25 42 1 2 25 1 2 0,48 STEMI extensive anterior onset 6jm Killip II STESKA
26 54 1 2 21,3 1 1 0,1 STEMI inferior onset 4jm Killip I STESKA
27 65 1 1 27,9 1 1 2 STEMI inferoposterior onset 24jm Killip II STESKA
28 54 1 2 23 2 2 0,12 STEMI anteroseptal onset 24jm Killip II STESKA
29 54 1 1 27,6 1 1 0,36 STEMI anterior onset 8jm Killip I STESKA
30 52 1 2 23,4 1 1 0,02 STEMI whole anterior onset 24jm Killip IV STESKA
31 51 1 2 23,8 1 2 1 STEMI anterospetal onset 12jm Killip I STESKA
32 53 1 2 31,2 1 2 0,44 STEMI anteroseptal onset 7jm Killip II STESKA
33 55 1 2 24,2 1 2 0,15 Acute anterior miocardial infarction 24jm Killip II STESKA
34 55 1 2 25,2 1 1 0,58 NSTEMI NSTESKA
35 44 1 2 27,3 2 2 0,02 UAP NSTESKA
36 64 1 2 29,8 1 1 0,02 UAP NSTESKA
37 55 1 2 16 1 2 0,11 UAP NSTESKA
38 45 1 2 26,4 1 1 0,02 UAP NSTESKA
39 46 1 1 23,9 1 1 0,01 UAP NSTESKA
40 46 1 2 22,7 1 2 0,02 UAP NSTESKA
41 47 1 2 23,4 2 2 0,02 UAP NSTESKA
42 61 1 2 31,2 2 2 0,02 UAP NSTESKA
43 44 2 2 23 2 1 0,02 UAP NSTESKA
44 43 1 2 21,6 1 1 0,02 UAP NSTESKA
45 59 1 1 21,8 1 2 2 NSTEMI NSTESKA
46 53 1 2 29,4 1 1 0,02 UAP NSTESKA
xvi

Lampiran 3. Data Hasil Penelitian

Distrisui Variabel Penelitian

Diabetes Melitus

Valid Cumulative
Frequency Percent Percent Percent
Valid Tidak DM 9 18,8 18,8 18,8
DM 39 81,3 81,3 100,0
Total
48 100,0 100,0

Perokok

Valid Cumulative
Frequency Percent Percent Percent
Valid Bukan
Perokok 38 79,2 79,2 79,2

Perokok 10 20,8 20,8 100,0


Total 48 100,0 100,0
Hipertensi

Valid Cumulative
Frequency Percent Percent Percent
Valid Tidak
Hipertensi 28 58,3 58,3 58,3

Hipertensi 20 41,7 41,7 100,0


Total 48 100,0 100,0
Diagnosa

Valid Cumulative
Frequency Percent Percent Percent
Valid NSTESKA 16 33,3 33,3 33,3
STESKA 32 66,7 66,7 100,0
Total 48 100,0 100,0
Obesitas

Valid Cumulative
Frequency Percent Percent Percent
Valid Tidak
Obese 28 58,3 58,3 58,3

Obese 1 16 33,3 33,3 91,7


Obese 2 4 8,3 8,3 100,0
Total 48 100,0 100,0
xvii

Descriptive Statistics

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation


Umur 48 36,0 69,0 53,750 7,2303
Troponin T 48 ,01 2,00 ,5525 ,72915
Valid N
(listwise) 48

Dta Hasil Uji Analisis Bivariat Variabel Peneliian

Jenis Kelamin * Diagnosa

Crosstab

Count
Diagnosa
NSTESKA STESKA Total
Jenis Kelamin Laki-laki 12 31 43
Perempuan

1 2 3

Total 13 33 46

Chi-Square Tests

Asymp.
Sig. (2- Exact Sig. Exact Sig.
Value df sided) (2-sided) (1-sided)
Pearson Chi-Square ,041a 1 ,840
b
Continuity Correction 0,000 1 1,000
Likelihood Ratio ,039 1 ,842
Fisher's Exact Test 1,000 ,641
N of Valid Cases 46
a. 2 cells (50,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is ,85.
b. Computed only for a 2x2 table
xviii

Diabetes Melitus * Diagnosa

Crosstab
Count
Diagnosa
NSTESKA STESKA Total
Diabetes Melitus Tidak DM 2 7 9
DM 11 26 37
Total 13 33 46

Chi-Square Tests

Asymp.
Sig. (2- Exact Sig. Exact Sig.
Value df sided) (2-sided) (1-sided)
Pearson Chi-Square ,201a 1 ,654
b
Continuity Correction ,001 1 ,971
Likelihood Ratio ,209 1 ,648
Fisher's Exact Test 1,000 ,501
N of Valid Cases 46
a. 1 cells (25,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 2,54.
b. Computed only for a 2x2 table

Perokok * Diagnosa

Crosstab

Count
Diagnosa
NSTESKA STESKA Total
Perokok Bukan Perokok 9 27 36
Perokok 4 6 10
Total 13 33 46

Chi-Square Tests

Asymp.
Sig. (2- Exact Sig. Exact Sig.
Value df sided) (2-sided) (1-sided)
Pearson Chi-Square ,869a 1 ,351
b
Continuity Correction ,286 1 ,593
xix

Likelihood Ratio ,828 1 ,363


Fisher's Exact Test ,435 ,289
N of Valid Cases 46
a. 1 cells (25,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 2,83.
b. Computed only for a 2x2 table

Hipertensi * Diagnosa

Crosstab
Count
Diagnosa
NSTESKA STESKA Total
Hipertensi Tidak
Hipertensi 7 19 26
Hipertensi 6 14 20
Total 13 33 46

Chi-Square Tests

Asymp.
Sig. (2- Exact Sig. Exact Sig.
Value df sided) (2-sided) (1-sided)
Pearson Chi-Square ,053a 1 ,818
b
Continuity Correction 0,000 1 1,000
Likelihood Ratio ,053 1 ,819
Fisher's Exact Test 1,000 ,537
N of Valid Cases 46
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 5,65.
b. Computed only for a 2x2 table

Obesitas * Diagnosa

Crosstab

Count
Diagnosa
NSTESKA STESKA Total
Obesitas Tidak Obese 7 20 27
Obese 1 5 11 16
Obese 2 1 2 3
xx

Total 13 33 46

Chi-Square Tests

Asymp.
Sig. (2-
Value df sided)
Pearson Chi-Square ,181 a
2 ,913
Likelihood Ratio ,180 2 ,914
N of Valid Cases 46
a. 3 cells (50,0%) have expected count less than 5. The minimum
expected count is ,85.

Group Statistics

Std. Std. Error


Diagnosa N Mean Deviation Mean
Umur NSTESKA 13 50,923 7,2625 2,0142
STESKA 33 54,909 7,1649 1,2472

Independent Samples Test

Umur

Equal
Equal variances
variances not
assumed assumed
Levene's Test for F ,700
Equality of Variances
Sig. ,407
t-test for Equality of T -1,693 -1,682
Means
Df
44 21,766

Sig. (2-tailed) ,098 ,107


Mean Difference -3,9860 -3,9860
Std. Error Difference 2,3549 2,3691
95% Confidence Interval of Lower -8,7320 -8,9024
the Difference
Upper ,7600 ,9303
xxi

Data Hasil Uji Analisis Troponin T dan Diagnosa STESKA dan NSTESKA

Ranks

Mean Sum of
Diagnosis N Rank Ranks
Troponin T STESKA 33 28,85 952,00
NSTESKA 15 14,93 224,00
Total 48

Test Statisticsa

Troponin T
Mann-Whitney U 104,000
Wilcoxon W 224,000
Z -3,271
Asymp. Sig. (2-
tailed) ,001

a. Grouping Variable: Diagnosis


xxii

Lampiran 4

BIODATA DIRI PENULIS

Data Pribadi :
Nama Lengkap : Musyarrafah Jamil
Nama Panggilan : Ulfa
Tempat/Tanggal Lahir: Palopo, 16 maret 1996
Pekerjaan : Mahasiswa
Agama : Islam
Jenis Kelamin : Perempuan
Gol. Darah :B
Nama Orang Tua

 Ayah : Drs. Muh. Jamil


 Ibu : Ruhaebah, SH
Pekerjaan Orang Tua

 Ayah : Wiraswasta
 Ibu : PNS
Anak ke : 1 dari 3 bersaudara
Alamat saat ini : Jln Toa Daeng 3 lr 12, Batua
No. Telp : 085397046513
Email : ulfamj163@gmail.com
xxiii

Riwayat Pendidikan Formal

Periode Sekolah/Institusi/Universitas Jurusan


2001-2002 TK Pertiwi Palopo -
2002-2008 SDN 3 Surutanga Palopo -
2008-2011 SMPN 1 Palopo -
2011-2014 SMAN 3 Palopo IPA
2014-sekarang Fakultas Kedokteran Universitas Pendidikan Dokter
Hasanuddin

Riwayat Organisasi

Periode Organisasi Jabatan


2015-2016 Lembaga Pers Mahasiswa Anggota Divisi Pengelola Sumber
SINOVIA Fakultas Kedokteran Daya Manusia
Universitas Hasanuddin
2015-2017 Badan Pers Nasional-Ikatan Anggota Divisi Spektrum
Senat Mahasiswa Kedokteran
Indonesia
2016-2017 Asisten Bagian Ilmu Gizi Asisten Dosen
Universitas Hasanuddin
2016-2017 Lembaga Pers Mahasiswa Koordinator Divisi Keredaksian
SINOVIA Fakultas Kedokteran
Universitas Hasanuddin
2017- Lembaga Pers Mahasiswa Koordinator Dewan Redaksi
sekarang SINOVIA Fakultas Kedokteran
Universitas Hasanuddin

Anda mungkin juga menyukai