2017
Diusulkan oleh:
MUSYARRAFAH JAMIL
C11114079
Pembimbing:
dr. Robertus Setiadji, Sp.FK., M.Kes
Musyarrafah Jamil
C111 14 079
Pembimbing:
Dr. Robertus Setiadji, Sp.FK., M.Kes
UNIVERSITAS HASANUDDIN
FAKULTAS KEDOKTERAN
MAKASSAR
2017
iii
iv
v
LEMBAR PERNYATAAN ORINALITAS KARYA
No telepon : 085397046513
Dengan ini menyatakan bahwa Skripsi dengan judul: “Perbedaan Rerata Nilai
Troponin pada Pasien Sindrom Koroner Akut dengan ST Elevasi dan Sindrom
Koroner Akut tanpa ST Elevasi di ICCU Rumah Sakit Dr.Wahidin Sudirohusodo
Makassar tahun 2016” adalah hasil pekerjaan saya dan seluruh ide, pendapat, atau
materi dari sumber lain telah dikutip dengan cara penulisan referensi yang sesuai.
Pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya.
Yang Menyatakan,
Musyarrafah Jamil
vi
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa,
karena berkat rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis masih dapat bernafas dan
diberi kesempatan untuk menyelesaikan skripsi yang berjudul “Perbedaan Rerata
Nilai Troponin pada Pasien Sindrom Koroner Akut dengan ST Elevasi Dan Sindrom
Koroner Akut tanpa ST Elevasi di Rumah Sakit Dr.Wahidin Sudirohusodo Makassar
Tahun 2016” ini.
Dalam penulisan naskah skripsi ini tentu terdapat banyak kesulitan, namun
berkat bimbingan dan bantuan yang tidak henti-hentinya diberikan kepada penulis
dari berbagai pihak, akhirnya naskah skripsi ini dapat terselesaikan. Oleh sebab itu,
penulis ingin menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Allah SWT., Tuhan yang memberikan kekuatan dan kemudahan selama proses
pembuatan naskah kepada penulis.
2. Ibu penulis, Ruhaebah, SH dan Bapak, Drs Muh. Jamil, yang selalu memberikan
do’a dan semangat kepada penulis selama proses pembuatan naskah
3. Bapak dr. Robertus Setiadji, Sp.FK., M.Kes selaku pembimbing penulis yang
senantiasa memberikan arahan, bimbingan, masukan kepada penulis.
4. Saudara NM Rifai, yang sama-sama berjuang dan memberikan bantuan dalam
proses pembuatan naskah
5. Dan semua pihak terutama teman-teman Bisur, Keluarga Kecil Sinovia, yang
telah membantu baik secara langsung maupun tidak langsung yang tidak dapat
disebutkan satu per satu.
Menyadari ketidaksempurnaan dan keterbatasan yang ada, penulis
mengaharapkan kritik dan saran, guna perbaikan kedepannya.
Penulis
vii
SKRIPSI
FAKULTAS KEDOKTERAN, UNIVERSITAS HASANUDDIN
Desember 2017
Perbedaan Rerata Nilai Troponin Pada Pasien Sindrom Koroner Akut Dengan
St Elevasi Dan Sindrom Koroner Akut Tanpa St Elevasi Di Iccu Rumah Sakit
Dr.Wahidin Sudirohusodo Makassar Tahun 2016
ABSTRAK
Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan level troponin T pada
pasien sindrom koroner akut pada ICCU Rumah Sakit Dr.Wahidin Sudirohusodo
Makassar tahun 2016
Hasil: Pada penelitian ini, didapatkan 46 penderita sindrom koroner akut dengan
distribusi 33 (71%) penderita ST elevasi sindrom koroner akut dan 13 (29%)
penderita non ST Elvasi sindrom kororner akut.
viii
Faktor risiko pada penderita SKA pada penelitian ini adalah jenis kelamin laki-laki 43
orang (93,5%) dan perempuan 3 orang (6,5%), status diabetes melitus (DM),
menderita DM 37 orang (80,4%) dan tidak menderita DM 9 orang (19,6%), perokok
sebanyak 10 orang (21,7%) dan bukan perokok sebanyak 36 orang (78,3%),
menderita hipertensi sebanyak 20 orang (43,5%) dan tidak menderita hipertensi 26
orang (56,5%), dan status obesitas yaitu tidak obese 27 orang (58,7%), obese 1
sebanyak 16 orang (34,8%) dan obese 2 sebanyak 3 orang (6,5%)
Hubungan faktor risiko penderita sindrom koroner akut dengan diagnosis sindrom
koroner akut yaitu, jenis kelamin, status diabetes melitus, hipertensi, perokok,
obesitas, dan usia berhubungan tidak signifikan dengan diagnosis Sindrom Koroner
Akut.
Didapatkan nilai p=0,001 artinya hubungan antara nilai Troponin T dan diagnosis
STESKA dan NSTESKA berhubungan signifikan. Troponin T berhubungan dengan
diagnosis STESKA dengan rerata sebesar 28,85 dibandingkan hubungan troponin T
dan NSTESKA dengan rerata sebesar 14,93. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat
hubungan yang bermakna antara kedua kelompok.
ix
SKRIPSI
FACULTY OF MADECINE, HASANUDDIN UNIVERSITY
December 2017
ABSTRACT
Background: To diagnose acute coronary syndromes, some test are used, such as the
cardiac biomarkers CK-MB and Troponin. Troponin Monitor has an effective and
high specificity for myocardial infarction that saw or not ST segment elevation.
Purpose: This study aims to determine correlation of troponin levels in patients with
acute coronary syndromes in ICCU Dr.Wahidin Sudirohusodo Hospital Makassar
2016.
Method: The research was conducted by using cross sectional study method.
Samples were taken from medical record of patients who had been diagnosed with
acute coronary syndrome with total sampling method.
Results: In this study, 46 patients with acute coronary syndrome were found with a
distribution of 33 (71%) patients with ST elevation acute coronary syndrome and 13
(29%) patients with non ST Elevation acute coronary syndrome.
Risk factors for ACS patients in this study were 43 male (93.5%) and 3 female
(6.5%), diabetes mellitus (DM) status, 37 are DM (80.4%) and did not suffer of DM 9
peoples (19,6%), smoker as many as 10 peoples (21,7%) and nonsmokers 36 peoples
x
(78,3%), hypertension counted 20 peoples (43,5%) and did not suffer hypertension 26
peoples (56,5%), and obese status that is not obese 27 peoples (58,7%), obese 1
counted 16 peoples (34,8%) and obese 2 counted 3 peoples (6,5%).
The association of risk factors for ACS with the diagnosis of acute coronary
syndromes were gender, diabetes mellitus status, hypertension, smokers, obesity, and
age were not significantly associated with the diagnosis of Acute Coronary
Syndrome.
Obtained p value = 0.001 means the relationship between the value of Troponin T
and diagnosis of STEMI and NSTEMI are significant. Troponin T was associated
with a diagnosis of STEMI with a mean of 28.85 compared to troponin T and
NSTEMI with mean of 14.93. This shows that there is a significant relationship
between the two groups.
xi
DAFTAR ISI
Halaman Judul................................................................................................................ i
Daftar Isi....................................................................................................................... ix
BAB I PENDAHULUAN
xii
3.3 Defenisi Operasional dan Kriteria Objektif ....................................... 16
xiii
BAB VI PEMBAHASAN
7.1 Kesimpulan......................................................................................... 39
7.2 Saran.......................................................................................................... 39
xiv
DAFTAR GAMBAR
xv
DAFTAR TABEL
Tabel 5.1 Distribusi faktor risiko penderita sindrom koroner akut (SKA)................. 24
Tabel 5.2 Hubungan faktor risiko penderita sindrom koroner akut (SKA) dengan
diagnosis SKA ............................................................................................................. 26
Tabel 5.3 Distribusi Usia dan Troponin T Penderita STESKA (ST Elevasi Sindrom
Koroner Akut) dan penderita NSTESKA (Non ST Elevasi Sindrom Koroner Akut) 28
Tabel 5.4 Tabel kelompok statistik hubungan faktor risiko –usia penderita sindrom
koroner akut (SKA) dengan diagnosis SKA ............................................................... 28
Tabel 5.5 Tabel Uji Analisis Mann-Whitney U Nilai Troponin T terhadap Penderita
STESKA (ST Elevasi Sindrom Koroner Akut) dan penderita NSTESKA (Non ST
Elevasi Sindrom Koroner Akut).................................................................................. 29
xvi
BAB 1
PENDAHULUAN
Sindrom koroner akut merujuk pada kumpulan gejala klinis yang berhubungan
dengan iskemia miokard akut dan mencakup seluruh gejala klinis mulai dari unstable
angina (UA), non ST-elevasi infark miokard (NSTEMI), sampai pada ST-elevasi
infark miokard (STEMI) (Kumar dan Cannon, 2009).
Patogenesis dari sindrom koroner akut melibatkan interaksi antara endotelium, sel-
sel inflamasi, dan thrombogenisitas dari darah. Banyak faktor yang juga terlibat
seperti lipid dan jaringan yang membentuk plak, tingkat inflamasi dari daerah
sekitar plak, aliran darah yang melalui plak tersebut, dan keseimbangan
antitrombotik dan protrombotik pasien juga memegang peranan penting dalam
1
2
mengontrol pembentukan trombus dan menentukan apakah plak akan ruptur dan
memberi gejala sinrom koroner akut (Moreno, 1996; Fosang, 2001; Weiss, 1996).
Diagnosis NSTEMI ditegakkan bila iskemik sudah cukup berat sehingga dapat
menimbulkan kerusakan otot miokar yang ditandai dengan pelepasan biomarker
nekrosis miokard kedalam peredaran darah (troponin spesifik jantung T atau I,
kreatinin kinase [CK-MB]). Sebaliknya, pasien dapat dikdiagnosis unstable angina
bila biomarker tersebut tidak ditemukan dalam peredaran darah beberapa jam
setelah onset nyeri dada iskemik terjadi (Kumar dan Cannon, 2009).
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
4
5
2.1.2.1 Rokok
Efek rokok menambah beban miokard dikarenakan
rangsangan yang dihasilkan katekolamin dan menurunnya
konsumsi oksigen akibat inhalasi karbonmonoksida atau
dengan kata lain dapat menjadikan takikardi, vasokonstriksi
pembuluh darah, merubah permeabilitas pembuluh darah, dan
merubah 5-10% Hb menjadi karboksi-Hb sehingga
meningkatkan risiko terkena SKA. (Torry, 2014)
2.1.2.2 Hipertensi
Hipertensi dapat berpengaruh terhadap jantung melalui
peningkatan beban jantung yang dapat menyebabkan
hipertrofi ventrikel kiri dan dapat mempercepat timbulnya
ateresklerosis. Hal ini dikarenakan aliran darah yang tinggi
memberikan tekanan yang tinggi terhadap dinding pembuluh
darah arteri koroner yang dapat memperbesar kemungkinan
terjadinya ateresklerosis koroner. (Torry, 2014)
2.1.2.3 Kolesterol, lemak, dan substansi lainnya
Ketiga hal tersebut dapat menyebabkan penebalan dinding
pembuluh darah arteri. Sehingga, lumen pembuluh darah
menyempit. Hal ini yang disebut aterosklerosis.
Penyempitan pembuluh darah ini dapat mengakibatkan
penurunan aliran darah yang sampai ke jantung, sehingga
suplai dan penerimaan oksigen jantung menjadi tidak
seimbang, yang akhirnya bermanifestasi sebagai nyeri dada.
(Torry, 2014)
2.1.3 Patogenesis
2.1.3.1 Inisiasi Aterosklerosis
Aterosklerosis adalah proses pembentukan plak yang teritama
terjadi pada tunika intima dari arteri sedang-besar. Proses
6
2.1.5 Diagnosis
2.1.5.1 Anamnesis
Keluhan berupa nyeri dada yang tipikal (angina tipikal) atau
atipikal (angina atipikal). Keluhan angina tipikal berupa rasa
tertekan/berat daerah retrosternal, menjalar ke lengan kiri,
leher, rahang, area interskapular, bahu, atau epigastrium.
Keluhan ini dapat berlangsung intermitten/beberapa menit atau
persisten (>20 menit). Keluhan angina tipikal sering kali diikuti
keluhan penyerta seprti diaporesis, mual/muntah, nyeri
abdominal, sesak napas, dan sinkop.
Presentasi angina tipikal yang sering dijumpai antara lain, neyri
didaerah penjalaran angina tipikal, rasa gangguan pencernaan
(indegstion), sesak napas yang tidak dapat diterangkan, atau
rasa lemah mendadak yang sulit diterangkan. Hilangnya
keluhan angina seteah terapi nitrat sublingual, tidak prediktif
sebagai diagnosis SKA. (PERKI, 2015)
2.1.5.3 EKG
10
2.2 Troponin
Pada nekrosis miokard, protein intraseluler akan keluar ke ruangan interstisial dan
masuk ke sirkulasi sistemik melalui mikrovaskular lokal dan aliran limfatik. (Samsu
dan Sargowo, 2007)
Dari Filatov et al, 1999, tiap-tiap troponin memberikan fungsi khusus diantaranya,
Troponin C mengikat Ca2+, troponin I menghambat aktivitas ATPase dengan
aktomiosin, dan troponin T mengatur ikatan troponin dengan tropomiosin. (Samsu
dan Surgowo, 2007)
Tiga unit troponin kompleks dan tropomiosin terletak di dalam filamen aktin dan
sangat penting dalam kontraksi otot/otot jantung yang dimediasi oleh kalsium.
Karena Troponin C tidak spesifik terhadap otot jantung dan tidak digunakan dalam
mendiagnosis kerusakan otot jantung. Struktur troponin I dan T yang ditemukan di
otot jantung berbeda dengan yang ditemukan di otot skelet, sedangkan untuk struktur
troponin C yang ditemukan di kedua tempat tersebut identik. (Babuin dan Jaffe,
2005)
Kadar cTnT mulai meningkat setelah 3-5 jam setelah jejas, mencapai puncak dalam
12-48 jam, dan kembali normal dalam 5-14 hari. Sedangkan kadar cTnI meningkat
setelah 3 jam setelah terjadi jejas, mencapai puncak dalam 24 jam, dan kembali
normal dalam 5-10 hari. (Samsu dan Surgowo, 2007)
Adanya nekrosis miokard yang kecil, yang tidak terdeteksi oleh EKG maupun oleh
CK-MB dan menunjukkan risiko tinggi IMA, dan kematian jangka panjang maupun
pendek, dapat dideteksi dengan pemeriksaan toponin. Troponin T dan I juga memiliki
sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi untuk memonitor keberhasilan terapi reperfusi
(angioplasti koroner dan trombolisis arteri koroner). (Samsu dan Surgowo, 2007)
13
Menurut Gavaghan, 1999 Kadar Troponin T yang meningkat 3-5 jam setelah
jejas, membuat diagnosis adanya perluasan daerah infark dan adanya kejadian
ulangan infark menjadi terganggu. Spesifistas diagnosis Infark Miokard Akut
(IMA) menggunakan troponin T memang tinggi, tetapi beberapa faktor dapat
mengurangi spesifisitas tersebut. Gen untuk cTnT ditemukan pada otot skelet
selama pertumbuhan janin. Saat terjadi jejas otot dan selama proses
regenerasinya, otot skelet nampaknya kembali ke keadaan janin, yang melepas
cTnT ke dalam aliran darah. Selain itu, kadar cTnT juga meningkat pada
pasien dengan gagal ginjal kronik, hal ini terjadi diduga myopati akibat gagal
ginjal kronik tersebut. (Samsu dan Surgowo, 2007)
Troponin hanya merupakan petanda pada jejas miokard, dan keberadaan tidak
ditemukan pada otot skeletal selama pertumbuhan janin, setelah trauma atau
jejas, ataupun selama regenerasi otot skeletal. Troponin I sangat spesifik
terhadap jaringan miokard, tidak ditemukan dalam darah orang sehat, dan
menunjukkan peningkatan yang tinggi di atas batas atas pada pasien dengan
IMA. Dari Gavaghan, 1999, Troponin I lebih banyak ditemukan dibandingkan
dengan CK-MB pada jaringan miokard dan sangat akurat dalam mendeteksi
kerusakan jantung. Troponin I meningkat pada kondisi-kondisi seperti
miokarditis, kontusio kardiak, dan setelah pembedahan jantung. Adanya cTnI
14
Uji troponin dapat dilakukan secara kualitatif dan kuantitaif dengan metode
yang beragam. Cara uji yg relatif simpel dan banyak digunakan adalah
immunokromatografi. Sebagai contoh adalah Tropospot-I , yaitu suatu uji
immunokromatografi in vitro untuk menentukan secara kualitatif cTnI dalam
serum manusia sebagai alat bantu diagnosis IMA. (Suwo dan Sargowo, 2007)
BAB 3
Faktor Risiko
Anamnesis
Pemeriksaan Fisik
Klasifikasi
CK-MB
Troponin T
Troponin I
Unstable Angina (UAP) Sindrom Koroner
Akut tanpa ST
Elevasi
Infark Miokard tanpa
ST Elevasi
Sindrom Koroner
Infark Miokard dengan Akutd dengan
ST Elevasi ST Elevasi
15
16
Keterangan :
Obesitas
Perokok
Hipertensi
Hasil ukur:
1. Laki-laki
2. Perempuan
18
Hasil ukur:
1. Bukan
perokok
19
2. Perokok
8. Hipertensi Keadaan dimana Data merupakan data Kategorik
pasien telah sekunder diambil dari
didiagnosa oleh dokter data rekam medis
sebelum adanya pasien
diagnosa SKA
(sekarang/dulu) Hasil Ukur:
1. Tidak
Hipertensi
2. Hipertensi
BAB 4
METODE PENELITIAN
20
21
Persiapan Penelitian
Penentuan dan
Identifikasi Subjek
Penelitian
Pemenuhan Kriteria
Inklusi
Tidak Memenuhi
Memenuhi
Subjek yang tidak
sesuai, tidak digunakan Pencatatan Sesuai Data
dalam penelitian Variabel
Analisis Data
HASIL PENELITIAN
Proses pengumpulan data dilakukan dengan mencatat Rekam Medik sebagai sumber
data sekunder penderita Sindrom Koroner Akut selama tahun 2016.
Jumlah sampel yang diteliti berjumlah 46 orang yang diambil dengan metode total
sampling dari jumlah populasi 63 yang berhasil dikumpulkan. Sebanyak 15 sampel
yang memenuhi kriteria eksklusi.
24
25
Total 46 100%
Sumber: Rekam Medik tahun 2016
Tabel 5.1 Distribusi faktor risiko penderita sindrom koroner akut (SKA)
Berdasarkan tabel 5.1, penderita sindrom koroner akut di ICCU RSUP dr Wahidin
Sudirohusodo tahun 2016 sebanyak 46 orang, dengan jumlah penderita berjenis
kelamin laki-laki berjumlah 43 orang dan perempuan berjumah 3 orang. Selanjutnya,
penderita ini juga sebanyak 37 orang menderita diabetes melitus (DM) dan selebihhya
9 orang tidak menderita. Penderita yang juga bukan perokok sebanyak 36 orang dan
10 orang merupakan perokok. Sedangkan untuk hipertensi sendiri, setidaknya
sebanyak 26 orang tidak menderita, dan 20 orang lainnya menderita hipertensi. Untuk
obesitas sendiri, 27 orang penderita tidak obesitas, 16 orang lainnya menderita obese
1, dan 3 orang sisanya menderita obese 2.Berdasarkan tabel 5.1, dapat dilihat bahwa
26
Diagnosa
Faktor Risiko Total p-value
NSTESKA STESKA
Jenis Laki-laki 12 31 43
0,641
Kelamin Perempuan 1 2 3
Diabetes Tidak DM 2 7 9
0,501
Melitus DM 11 26 37
Perokok Bukan
9 27 36
Perokok 0,289
Perokok 4 6 10
Hipertensi Tidak
7 19 26
Hipertensi 1,000
Hipertensi 6 14 20
Obesitas Tidak Obese 7 20 27
Obese 1 5 11 16 0,913
Obese 2 1 2 3
Total 13 33 46
Sumber: Rekam Medik tahun 2016
Tabel 5.2 Hubungan faktor risiko penderita sindrom koroner akut (SKA) dengan
diagnosis SKA
Faktor Risiko selanjutnya adalah jenis kelamin. Dilihat pada tabel 5.2, dari penderita
STESKA yang berjenis kelamin laki-laki sebanyak 31 orang dan perempuan 2 orang.
27
Faktor risiko selanjutnya yaitu Diabetes Melitus, data yang didapatkan penderita
STESKA yang juga menderita Diabetes Melitus berjumlah 26 orang dan yang tidak
menderita berjumlah 7 orang, sedangkan pada penderita NSTESKA sebanyak hanya
2 orang yang juga menderita Diabetes Melitus dan 13 orang lainnya tidak menderita
Diabates Melitus. Didapatkan bahwa nilai p= 0,501, artinya hubungan antara status
Diabetes Melitus dengan angka kejadian Sindrom Koroner Akut dengan ST Eevasi
dan Non ST Elevasi berhubungan tidak signifikan.
Pada tabel 5.2, penderita STESKA yang juga menderita hipertensi berjumlah 19
orang, dan yang tidak menderita hipertensi berjumlah 14 orang. Sebanyak 9 orang
penderita NSTESKA juga menderita hipertensi dan sisanya 6 orang tidak menderita
hipertensi. Didapatkan bahwa nilai p=1,000, artinya hubungan antara status status
Hipertensi dengan angka kejadian Sindrom Koroner Akut dengan ST Eevasi dan Non
ST Elevasi berhubungan tidak signifikan.
Sedangkan untuk faktor risiko Obesitas, dari 33 orang penderita STESKA, 20 orang
digolongkan tidak obese dengan Indeks Massa Tubuh (IMT) kurang dari 25, 11 orang
digolongkan obese 1 dengan IMT berada dalam rentang 25-29,9, dan 2 orang
digolongkan obese 2 dengan IMT lebih dari 30. Pada penderita NSTESKA, dari 15
28
orang, 8 orang dogolongkan tidak obese, 5 orang digolongkan obese 1, dan 2 orang
digolongkan obese 2. Didapatkan bahwa nilai p=0,913, artinya hubungan antara
status obesitas dengan angka kejadian Sindrom Koroner Akut dengan ST Eevasi dan
Non ST Elevasi berhubungan tidak signifikan.
Faktor Standar
N Minimum Maksimum Rerata
Risiko Deviasi
Tabel 5.3 Distribusi Usia dan Troponin T Penderita STESKA (ST Elevasi Sindrom
Koroner Akut) dan penderita NSTESKA (Non ST Elevasi Sindrom Koroner Akut)
Dari semua sampel yang diteliti, didapatkan usia penderita Sindrom Koroner Akut
(SKA) paling muda dengan usia 36 tahun dan paling tua berusia 69 tahun, dengan
rerata usia penderita SKA 53,7 tahun.
Untuk data nilai Troponin T didapatkan, nilai terendah adalah 0,01 dan nilai tertinggi
adalah 2,00. Data nilai Troponin T tidak dilakukan rerata karena distribusi data tidak
normal.
29
5.4 Hubungan Faktor Risiko –Usia Penderita Sindrom Koroner Akut dengan
Diagnosis Sindrom Koroner Akut
NSTESKA 13 50,923
Usia 0,098
STESKA 33 54,909
Tabel 5.4 Tabel hubungan faktor risiko –usia penderita sindrom koroner akut (SKA)
dengan diagnosis SKA, nilai p didapatkan dari uji analisis student t-test
Berdasarkan tabel 5.5, didapatkan nilai p=0,098, artinya hubungan antara usia dan
diagnosis SKA berhubungan tidak signifikan.
Kemudian di tabel yang sama dijelaskan bahwa usia berhubungan dengan diagnosis
STESKA dengan rerata sebesar 54,90 dibandingkan usia yang juga berhubungan
dengan diagnosis NSTESKA dengan rerata sebesar 50,9.
Peringkat Nilai p
Diagnosis N Rerata peringkat
Troponin T STESKA 33 28,85
0,001
NSTESKA 15 14,93
Total 48
Tabel 5.5 Tabel Ranks pada Uji Analisis Mann-Whitney U Nilai Troponin T
terhadap Penderita STESKA (ST Elevasi Sindrom Koroner Akut) dan penderita
NSTESKA (Non ST Elevasi Sindrom Koroner Akut)
Berdasarkan tabel 5.6 didapatkan nilai p=0,001 artinya hubungan antara nilai
Troponin T dan diagnosis STESKA dan NSTESKA berhubungan signifikan.
30
PEMBAHASAN
6.1 Hubungan Faktor Risiko Sindrom Koroner Akut dan Diagnosa ST Elevasi
Sindrom Koroner Akut dan Non ST Elevasi Sindrom Koroner Akut
Jika dilihat dari distribusi jenis kelaminnya saja, baik pada diagnosis STESKA
ataupun NSTESKA, terlihat bahwa penderita dengan jenis kelamin laki-laki
menunjukkan jumlah yang lebih banyak (laki-laki 43 orang, perempuan 3
orang). Hal ini sejalan dengan penelitian Susilo Cipto tahun 2015 yang
menyatakan bahwa, setelah usia 40 tahun, risiko SKA meningkat masing-
masing 49% pada laki-laki dan 32% perempuan, meskipun kejadian SKA bagi
perempuan dapat terjadi 10-20 tahun lebih lambat dibandingkan pada laki-laki.
(Susilo Cipto, 2015).
Selanjutnya dijelaskan lebih lanjut pada penelitian yang lain, bahwa hal ini
dapat dijelaskan dengan peranan kadar estrogen pada perempuan yang belum
menopause yang memberikan efek protektif. Menurut Siska et al 2012, estrogen
31
32
Sementara untuk analisis yang dilakukan, jenis kelamin dan diagnosa STESKA
ataupun NSTESKA tidak berhubungan signifikan. Hal ini tampaknya bertolak
belakang dengan penelitian Rosengren et al, 2005, yang menunjukkan bahwa
terdapat hubungan yang signifikan dengan nilai p <0,0001. Penelitian ini
mengumpulkan data sebanyak 10.253 penderita di Eropa dan dekitar Laut
Mediterania.
Perbedaan hasil yang signifikan ini bisa saja dikarenakan jumlah sampel yang
sangat berbeda antara kedua penelitian.
6.1.2 Usia
Berdasarkan tabel 5.3 Dari semua sampel yang diteliti, didapatkan usia
penderita Sindrom Koroner Akut (SKA) paling muda dengan usia 36 tahun dan
paling tua berusia 69 tahun, dengan rerata usia penderita SKA 53,7 tahun.
Hal tersebut dijelaskan lebih detail pada tabel 5.4, yang menjelaskan bahwa
usia berhubungan dengan diagnosis STESKA dengan rata-rata sebesar 54,90
dibandingkan usia yang juga berhubungan dengan diagnosis NSTESKA dengan
rata-rata sebesar 50,9. Hal ini menunjukkan perbedaan rerata peringkat
diagnosis STESKA dan NSTESKA tidak signifikan.
Hal ini nampaknya tidak sejalan sejalan dengan penelitian oleh Delima dkk
(2009), dengan menggunakan studi kasus kontrol dengan tingkat kepercayaan
95%, dengan total responden 661.165 orang, menyebutkan bahwa risiko
menderita penyakit jantung cenderung meningkat dengan bertambahnya umur,
risiko cenderung meningkat hingga >2,2 kali pada kelompok usia >55 tahun
dan meningkat 2,49 kali pada kelompok usia >75 tahun jika dibandingkan
dengan kelompok usia 15-24 tahun. (Delima, Mihardja & Siswoyo H, 2009)
Dengan bertambahnya usia, risiko untuk menderita SKA meningkat dua kali
lipat. Hal ini disebabkan perubahan fungsi endotel vaskular dan trombogenesis.
Pada orang usia lanjut, hal ini ditandai dengan peningkatan sirkulasi fibrinogen
dan faktor VII. Fungsi ginjal yang menururn juga berkontribusi dalam
peningkatan trombogenesis melalui mekanisme rusaknya fungsi endotel yang
dapat berakibatpada terganggunya aktivitas fibrinolitik dan respon vasodilator
koroner. (Kennon dkk, 1998)
34
Berdasarkan tabel 5.1 penderita sindrom koroner akut terdiri dari 37 orang
yang juga menderita diabetes melitus (DM) dan selebihhya 9 orang tidak
menderita.
Hal ini juga dijelaskan dalam penelitian Borrow et al,1996, dibandingkan laki-
laki yang menderita diabetes dengan risiko 2-3 kali lipat menderita SKA,
perempuan dengan diabetes dilaporkan memiliki risiko 2-7x untuk menderita
SKA.
Hasil ini tidak sejalan dengan yang dikemukakan oleh Rosengren et al, 2005.
Dengan total data sebanyak 10.253 data, ditemukan bahwa faktor risiko
diabetes melitus berhubungan signifikan dengan diagnosis ST elevasi dan
Tanpa ST Elevasi dengan nilai p= 0,0001.
35
6.1.4 Perokok
Berdasarkan tabel 5.1 penderita sindrom koroner akut terdiri dari bukan
perokok sebanyak 36 orang dan 10 orang merupakan perokok.
Perbedaan hasil yang signifikan ini bisa saja dikarenakan jumlah sampel
yang sangat berbeda antara kedua penelitian (46 vs 10.253)
6.1.5 Hipertensi
Berdasarkan tabel 5.1 penderita sindrom koroner akut terdiri dari 26 orang
yang tidak menderita, dan 20 orang lainnya menderita hipertensi.
Perbedaan hasil yang signifikan ini bisa saja dikarenakan jumlah sampel
yang sangat berbeda antara kedua penelitian (46 vs 10.253).
6.1.6 Obesitas
Seperti data yang dipaparkn pada tabel 5.3, nilai troponin pada penderita cukup
bervariasi dan tidak terdistribusi normal sehingga tidak bisa didapatkan rerata.
Nilai troponin T dari kedua pasien.Nilai troponin T yang paling rendah
berjumlah 0,01 dan yang paling tinggi berjumlah 2,00. Nilai troponin T yang
beragam ini berdasarkan besar kerusakan otot jantung akibat stress yang
diterima.
14,93. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara
kedua kelompok.
Dalam penelitian yang berbeda, Hamm et al, 1999 dan Wong et al, 2002, dalam
Daubert dan Jeremias, 2010, menjelaskan bahwa peningkatan nilai trponin
berkaitan erat dengan kompleksitas dan keparahan dari penyakit pembuluh
darah koroner begitu juga pada penurunan perfusi mikrovaskular otot jantung.
Penelitian ini terutama terbatasan pada jumlah sampel yang sangat minim jika
dibandingkan dengan penelitian yang serupa, sehingga hasil yang didapatkan
sebagian berbeda dengan hasil penelitian serupa.
BAB 7
PENUTUP
7.1 Kesimpulan
Dari hasil penelitian ini didapatkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan
antara nilai Troponin T dan diagnosis STESKA dan NSTESKA, dengan rerata
troponin T dengan diagnosis STESKA sebsar 28,85 sementara troponin T dengan
diagosis NSTESKA sebesar 14,93.
7.2 Saran
Kepada peneliti, kiranya dapat dilakukan penelitian lanjutan dengan sampel yang
lebih besar dari penelitian saat ini serta pembahasan yang lebih tajam. Kemudian
hari, juga bisa dilakukan penelitian untuk mencari bagaimana bentuk hubungan
Troponin T dan diagnosis STESKA dan NSTESKA.
39
40
DAFTAR PUSTAKA
Burazerl G, Goda A, Sulo G, Stefa J, Roshi E, Kark J. Conventional risk factors and
acute coronary syndrome during a period of sosioeconomic transition:
population-based case-control study in Tirana, Albania. 2007. Croat Med J;
48:225-33.
CT Chin et al: Prognostic value of peak CK-MB and troponin levels. Clin. Cardiol.
2012;35,7,424-429.
Daubert Melissa A and Jeremias Allen. The utility of troponin measurement to detect
myocardial infarction: review of the current findings. Dovepress:Vascular
Health and Risk Management.2010;6:695
Fosang AJ, Smith PJ. Human genetics: to clot or not. Nature. 2001;413:475-476
Hamm CW, Bassan JP, Agewall S, et all. ESC Guidelines for management for acute
coronary syndromes in patients presenting without persistent ST-segment
elevation. 2011. European Heart Journal;32: 3003
41
Kumar A, Cannon CP. Acute Coronary Syndromes: Diagnosis and Management, Part
1. Mayo Clinic Proc. 2009;84(10):917
Moreno PR, Falk E, Palacios IF, Newell JB, Fuster V, Fallon JT. Macrophage
infiltration in acute coronary syndromes: implications for plaque rupture.
Circulation. 1994;90(2):775-778.
Roeters van Lennep JE et al. Risk factor forcoronary heart disease: implication of
gender.Cardiovascuar Research.2002;53:541
Shiell WC dan Stoppler MC. 2008. Dalam: Webster’s new world Medical Dictionary.
Ed 3. New Jersey: Wiley publishing
Susilo Cipto.Odentifikasi Faktor Usia dan Jenis Kelamin dengan Luas InfarkMiokard
pada Penyakit Jantung Koroner (PJK) di Ruang ICCU RSD DR. Soebandi
Jember.The Indonesia Journal of Health Science.2015;6.1:4-6
42
Torry SRV, Panda A.L, Ongkowijaya J. Gambaran Faktor Risiko Penderita Sindrom
Koroner Akut. 2014. Jurnal E-Clinic;2(1):2-3
Jenis Troponin
No Umur Kelamin DM OB Perokok Hipertensi T diagnosa awal
1 53 1 2 28,9 1 1 0,33 STEMI anteroseptal onset 24jam Killip II STESKA
2 59 1 2 22,5 1 1 2 STEMI anterior onset 24jam Killip III STESKA
3 54 1 1 23,9 1 1 0,62 STEMI anteroseptal onset 24 jam Killip II STESKA
4 53 1 1 23 1 2 2 STEMI extensif anterior onset 24 jam Killip IV STESKA
5 66 1 2 20,2 1 2 2 STEMI extensive anterior onset 12jam Killip I STESKA
6 51 1 2 27,7 1 1 0,51 STEMI anteroseptal onset 4 jam Killip II STESKA
7 69 1 2 19,2 2 2 1,4 STEMI extensive anterior onset 5 jam Killip II STESKA
8 69 1 1 22,4 2 1 0,23 STEMI inferior onset 24jm Killip I STESKA
9 52 1 2 23,9 1 1 1,7 STEMI anteroseptal onset 24jam Killip II STESKA
10 47 1 2 23,9 2 2 0,02 STEMI anteroseptal onset 12jm Killip I STESKA
11 64 1 2 21 1 1 2 STEMI anteroseptal onset 12jm Killip IV STESKA
12 52 1 2 20,6 1 1 0,1 STEMI extensive anterior onset 3 jm Killip II STESKA
13 55 2 2 21,2 2 1 2 Stemi ekstensif anterior onset 8 jam killip II STESKA
14 66 1 2 26,1 1 1 0,02 Acute anterior myocardial infarction onset 3 jm Killip IV STESKA
15 58 1 2 22,3 1 2 0,02 STEMI Inferior onset 3 jam killip II STESKA
16 52 1 2 26,1 1 2 0,02 STEMI inferior onset 24jm Killip I STESKA
17 36 1 2 23,3 1 1 0,45 STEMI extensive anterior onset 6jm Killip I STESKA
18 52 1 2 26,2 1 1 0,02 STEMI inferoseptal undetermined onset Killip II STESKA
19 49 1 2 20 1 1 1,6 STEMI inferior+RV onset 24jm Killip II STESKA
20 53 1 1 28,3 1 2 0,22 STEMI inferior+RV onset 12jm Killip I STESKA
21 57 1 1 27,2 1 1 0,9 STEMI inferior onset 12jm Killip I STESKA
22 55 1 2 19,4 1 2 0,05 STEMI inferior onset 6 hari Killip II STESKA
23 61 2 2 25,3 2 1 0,02 Acute anterior MI onset 8jm Killip II STESKA
xv
Diabetes Melitus
Valid Cumulative
Frequency Percent Percent Percent
Valid Tidak DM 9 18,8 18,8 18,8
DM 39 81,3 81,3 100,0
Total
48 100,0 100,0
Perokok
Valid Cumulative
Frequency Percent Percent Percent
Valid Bukan
Perokok 38 79,2 79,2 79,2
Valid Cumulative
Frequency Percent Percent Percent
Valid Tidak
Hipertensi 28 58,3 58,3 58,3
Valid Cumulative
Frequency Percent Percent Percent
Valid NSTESKA 16 33,3 33,3 33,3
STESKA 32 66,7 66,7 100,0
Total 48 100,0 100,0
Obesitas
Valid Cumulative
Frequency Percent Percent Percent
Valid Tidak
Obese 28 58,3 58,3 58,3
Descriptive Statistics
Crosstab
Count
Diagnosa
NSTESKA STESKA Total
Jenis Kelamin Laki-laki 12 31 43
Perempuan
1 2 3
Total 13 33 46
Chi-Square Tests
Asymp.
Sig. (2- Exact Sig. Exact Sig.
Value df sided) (2-sided) (1-sided)
Pearson Chi-Square ,041a 1 ,840
b
Continuity Correction 0,000 1 1,000
Likelihood Ratio ,039 1 ,842
Fisher's Exact Test 1,000 ,641
N of Valid Cases 46
a. 2 cells (50,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is ,85.
b. Computed only for a 2x2 table
xviii
Crosstab
Count
Diagnosa
NSTESKA STESKA Total
Diabetes Melitus Tidak DM 2 7 9
DM 11 26 37
Total 13 33 46
Chi-Square Tests
Asymp.
Sig. (2- Exact Sig. Exact Sig.
Value df sided) (2-sided) (1-sided)
Pearson Chi-Square ,201a 1 ,654
b
Continuity Correction ,001 1 ,971
Likelihood Ratio ,209 1 ,648
Fisher's Exact Test 1,000 ,501
N of Valid Cases 46
a. 1 cells (25,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 2,54.
b. Computed only for a 2x2 table
Perokok * Diagnosa
Crosstab
Count
Diagnosa
NSTESKA STESKA Total
Perokok Bukan Perokok 9 27 36
Perokok 4 6 10
Total 13 33 46
Chi-Square Tests
Asymp.
Sig. (2- Exact Sig. Exact Sig.
Value df sided) (2-sided) (1-sided)
Pearson Chi-Square ,869a 1 ,351
b
Continuity Correction ,286 1 ,593
xix
Hipertensi * Diagnosa
Crosstab
Count
Diagnosa
NSTESKA STESKA Total
Hipertensi Tidak
Hipertensi 7 19 26
Hipertensi 6 14 20
Total 13 33 46
Chi-Square Tests
Asymp.
Sig. (2- Exact Sig. Exact Sig.
Value df sided) (2-sided) (1-sided)
Pearson Chi-Square ,053a 1 ,818
b
Continuity Correction 0,000 1 1,000
Likelihood Ratio ,053 1 ,819
Fisher's Exact Test 1,000 ,537
N of Valid Cases 46
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 5,65.
b. Computed only for a 2x2 table
Obesitas * Diagnosa
Crosstab
Count
Diagnosa
NSTESKA STESKA Total
Obesitas Tidak Obese 7 20 27
Obese 1 5 11 16
Obese 2 1 2 3
xx
Total 13 33 46
Chi-Square Tests
Asymp.
Sig. (2-
Value df sided)
Pearson Chi-Square ,181 a
2 ,913
Likelihood Ratio ,180 2 ,914
N of Valid Cases 46
a. 3 cells (50,0%) have expected count less than 5. The minimum
expected count is ,85.
Group Statistics
Umur
Equal
Equal variances
variances not
assumed assumed
Levene's Test for F ,700
Equality of Variances
Sig. ,407
t-test for Equality of T -1,693 -1,682
Means
Df
44 21,766
Data Hasil Uji Analisis Troponin T dan Diagnosa STESKA dan NSTESKA
Ranks
Mean Sum of
Diagnosis N Rank Ranks
Troponin T STESKA 33 28,85 952,00
NSTESKA 15 14,93 224,00
Total 48
Test Statisticsa
Troponin T
Mann-Whitney U 104,000
Wilcoxon W 224,000
Z -3,271
Asymp. Sig. (2-
tailed) ,001
Lampiran 4
Data Pribadi :
Nama Lengkap : Musyarrafah Jamil
Nama Panggilan : Ulfa
Tempat/Tanggal Lahir: Palopo, 16 maret 1996
Pekerjaan : Mahasiswa
Agama : Islam
Jenis Kelamin : Perempuan
Gol. Darah :B
Nama Orang Tua
Ayah : Wiraswasta
Ibu : PNS
Anak ke : 1 dari 3 bersaudara
Alamat saat ini : Jln Toa Daeng 3 lr 12, Batua
No. Telp : 085397046513
Email : ulfamj163@gmail.com
xxiii
Riwayat Organisasi