Anda di halaman 1dari 13

Prinsip-prinsip Politik Islam

 Admin  Thursday, 1 January 2015  Islam, negara, Politik

Advertisement

Pengertian Pemerintahan Islam 


Menurut makna, kata Al Hukmu bermakna Al Qadha (keputusan).Sedangkan kata Al Hukum bermakna
munaaafidhul hukmi (pelaksanakeputusan atau pemerintahan). Adapun menurut istilah, kata Al Hukmu
maknanya adalah sama dengan Al mulku dan As sulthan yaitu, kekuasaan yang melaksanakan hukum dan
aturan. Juga bisa disebut dengan aktiiiifitas kepemimpinan yang telah diwajibkan oleh Syara’ atas kaum
muslimin.

Berangkat dari uraian di atas sudah jelas bahwa fokus daari pemerintahan adalah kekuasaan. Di mana
kekuasaan digunakan seebagai alat untuk mengatur sebuah roda pemerintahan dalam suatu negara. Sehingga
pembicaraan tentang pemerintahan tidak luput dari politik dan negara, karena untuk mencapai kekuasaan itu
harus melalui proses politik. Dalam Islam antara agama dan politik itu terdapat sebuah perbedaan pendapat
dalam memahami sumbernya, yaitu al-Qur’an dan as- Sunnah. Lepas dari pro dan kontra antara yang
sepakat dan tidak, yang  jelas Islam tidak bisa lepas dari sebuah tatanan kehidupan bernegara.

Dari perbedaan itulah lahirlah teori yang berbeda-beda tentangbentuk pemerintahan Islam, seperti halnya
teorinya Muhammad Husein Haikal yang berpandangan bahwa pemerintahan Islam boleh berbentukapa saja.
Apakah pemerintahan itu berbentuk otoriter, kerajaan, atau republik, yang terpenting pemerintahan itu harus
mencakup semua aspek baik aspek ekonomi, pertahanan, maupun aspek yang mendukung pemerintahan.

Negara Islam adalah suatu negara yang dijanjikan Tuhan untuk umat Islam, yang sifat-sifatnya dapat
disimpulkan sebagai berikut :
1.    Kedaulatan negara harus dipegang oleh rakyat yang percaya kepada Tuhan sebagai pemilih khalifah, kepala
negara.
2.    Keagamaan harus dipegang teguh dalam negara, baik dalam pemerintahan maupun dalam masyarakat.
3.    Segala perasaan takut dan khawatir harus dibasmi habis, diganti dengan rasa aman yang sejati.
4.    Kemerdekaan beragama untuk menyembah Tuhan berlaku dengan seluas-luasnya. Tidak terjadi paksaan,
tekanan, atau bujukan apapun yang menghilangkan perasaan bebas dan sukarela.

Dalam kitab tafsir al-Manar ditegaskan bahwa surat an-Nisa ayat 58-59 adalah asas sendi bagi pemerintahan
negara Islam. Setiap orang yang membaca dari ayat tersebut tidak akan sulit untuk mengambil
dasardasar penting bagi politik kenegaraan. Tiga dasar politik yang terpenting dari ayat tersebut yaitu :
1.    Penyelenggara negara adalah pemangku amanat luhur dan suci rakyat, yang harus mereka tunaikan sebaik-
baiknya bagi rakyat yang menjadi ahlinya.
2.    Pemegang badan-badan kehakiman mendapat tugas untuk melaksanakan keadilan dalam
menjatuhkan hukum diantara manusia.
3.    Seluruh rakyat harus memilih wakil-wakil yang akan menjadi ulil amri dan wajib mentaati segala undang-
undang dan peraturannya setelah hukum Tuhan dan rasul-Nya.

Ayat tersebut di atas juga mengandung dasar-dasar negara Islam, yaitu :


1.    Amanat yang bertanggung jawab, kejujuran dan keikhlasan. Dasar ini lebih mendalam daripada
kemanusiaan yang beradab dan kebangsaan yang luhur, seperti yang dipakai oleh negara-negara sekarang.
2.    Keadilan yang luas untuk seluruh manusia termasuk keadilan sosial.
3.    Ketuhanan Yang Maha Esa, seperti yang tertulis dalam perintah “taatlah kepada Tuhan dan Rasul-Nya”.
4.    Kedaulatan rakyat yang dicantumkan dalam perintah ulil amri.

Dalam setiap pemerintahan Islam harus mendasarkan pada prinsip-prinsip politik dan perundang-undangan


pada kitab al Qur’an dan as Sunnah yang kedua-duanya menjadi sumber pokok dari
perundangundangan yaitu pokok pegangan dalam segala aturan yang menyangkut seluruh aspek kehidupan
setiap muslim. Karena itu setiap bentuk peraturan perundang-undangan yang diterapkan oleh pemerintah
mengikat setiap muslim untuk mentaatinya.

Sebagaimana yang disarikan oleh Muhammad S. El. Wa dalam bukunya “On The Political System of
Islamic State” bahwa politik Islam pada hakekatnya terdiri atas “Musyawarah (syura), Keadilan,
Kebebasan, Persamaan kewajiban untuk taat dan batas wewenang dan hak penguasa”.

1.    Prinsip Musyawarah

Dalam hal ini musyawarah merupakan prinsip pertama dalam tata aturan politik Islam yang amat penting,
artinya penentuan kebijaksanaan pemerintah dalam sistem pemerintahan Islam haruslah berdasarkan atas
kesepakatan musyawarah, kalau kita kembali pada nash, maka prinsip ini sesuai dengan ayat al Qur’an
dalam surat al Imran ayat 159.

Artinya : “Dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu, kemudian apabila kamu telah
membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada Allah, sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang
bertawakkal kepada Allah” (Q.S. al Imran : 159).

Jadi musyawarah merupakan ketetapan dasar yang amat prinsip antara lain dalam sistem politik Islam umat
Islam harus tetap bermusyawarah dalam segala masalah dan situasi yang bagaimanapun juga Rasulullah
sendiri sering bermusyawarah dengan para sahabatnya dalam segala urusan, hal ini mengandung arti bahwa
setiap pemimpinpemerintahan (penguasa, pejabat, atau imam) harus selalu bermusyawarah dengan pengikut
atau dengan umatnya, sebab musyawarah merupakan media pertemuan sebagai pendapat dan keinginan dari
kelompok orang-orang yang mempunyai kepentingan akan hasil keputusan itu. Dengan musyawarah itu pula
semua pihak ikut terlibat dalam menyelesaikan persoalan, dengan demikian hasil musyawarah itupun akan
diikuti mereka, karena merasa ikut menentukan dalam keputusan itu sudah barang tentu materi musyawarah
itu terbatas pada hal-hal yang sifatnya bukan merupakan perintah Allah yang sudah dijelaskan dalam wahyu-
Nya.

2.    Prinsip Keadilan
Kata ini sering digunakan dalam al Qur’an dan telah dimanfaatkan secara terus menerus untuk membangun
teori kenegaraan Islam. Prinsip keadilan banyak sekali ayat al Qur’anmemerintahkan berbuat adil dalam
segala aspek kehidupan manusia seperti firman Allah dalam surat an Nahl ayat 90:

Artinya : “Sesungguhnya Allah menyuruh kamu berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum
kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran danpermusuhan. Dia memberi pelajaran
kepadamu, agar kamu dapat mengambil pelajaran” (Q.S. an Nahl : 90).

Ayat di atas memerintahkan umat Islam untuk berbuat adil, sebaliknya melarang mengancam dengan


sanksi hukum bagi orang-orang yang berbuat sewenang-wenang, jadi kedudukan prinsip keadilan dalam
sistem pemerintahan Islam harus menjadi alat pengukur dari nilai-nilai dasar atau nilai-nilai sosial
masyarakat yang tanpa dibatasi kurun waktu. Kewajiban berlaku adil dan menjauhi perbuatan dzalim,
mempunyai tingkatan yang amat tinggi dalam struktur kehidupan manusia dalam segala aspeknya.

Dijadikan keadilan sebagai prinsip politik Islam, maka mengandung suatu konsekuensi bahwa para
penguasa atau penyelenggara pemerintahan harus melaksanakan tugasnya dengan baik dan juga berlaku adil
terhadap suatu perkara yang dihadapi, penguasa haruslah adil dan mempertimbangkan beberapa hak
warganya dan juga mempertimbangkan kebebasan berbuat bagi warganya berdasarkan kewajiban yang telah
mereka laksanakan. Adil menjadi prinsip politik Islam dikenakan pada penguasa untuk melaksanakan
pemerintahannya dan bagi warganya harus pula adil dalam memenuhi kewajiban dan memperoleh
keadilannya, hak dan kewajiban harus dilaksanakan dengan seimbang.

3.    Prinsip Kebebasan

Adalah merupakan nilai yang juga amat diperhatikan oleh Islam, yang dimaksud di sini bukan kebebasan
bagi warganya untuk dapat melakukan kewajiban sebagai warga negara, tetapi kebebasan di sini
mengandung makna yang lebih positif, yaitu kebebasan bagi warga negara untuk memilih sesuatu yang lebih
baik, maksud kebebasan berfikir untuk menentukam mana yang baik dan mana yang buruk, sehingga proses
berfikir ini dapat melakukan perbuatan yang baik sesuai dengan hasil pemikirannya, kebebasan berfikir
dankebebasan berbuat ini pernah diberikan oleh Allah kepada Adam dan Hawa untuk mengikuti petunjuk
atau tidak mengikuti petunjuk yang diberikan oleh Allah sebagaimana firman-Nya :

Artinya : “Berkata (Allah) : Turunlah kamu berdua dari surga bersamasama sebagaimana kamu menjadi
musuh bagi sebagian yang lain, maka jika datang kepadamu petunjuk dari-Ku, lalu barangsiapa yang
mengikuti petunjuk dari-Ku ia tidak akan sesat dan tidak akan celaka” (Q.S. Toha : 123).

Jadi maksud ayat tersebut di atas adalah kebebasan yang mempunyai akibat yang berbeda, barangsiapa yang
memilih melakukan sesuatu perbuatan yang buruk, maka iapun akan dibalasa dengan keburukan sesuai
dengan apa yang telah mereka lakukan.

4.    Prinsip Persamaan

Prinsip ini berarti bahwa “setiap individu dalam masyarakat mempunyai hak yang sama, juga mempunyai
persamaan mendapat kebebasan, tanggung jawab, tugas-tugas kemasyarakatan tanpa diskriminasi rasial,
asal-usul, bahasa dan keyakinan (credo)”.
Dengan prinsip ini sebenarnya tidak ada rakyat yang diperintah secara sewenang-wenang, dan tidak ada
penguasa yang memperbudak rakyatnya karena ini merupakan kewajiban yang harus dilaksanakan oleh
penguasa, Allah menciptakan manusia laki-laki dan perempuan dengan berbagai bangsa dan suku bukanlah
untuk membuat jarak antara mereka, bahkan diantara mereka diharapkan untuk saling kenal mengenal dan
tukar pengalaman, bahkan yang membedakan diantara mereka hanyalah karena taqwanya.

5.    Prinsip Pertanggungjawaban dari Pemimpin Pemerintah tentang Kebijakan yang diambilnya.

Jika seorang pemimpin pemerintahan melakukan hal yang cenderung merusak atau menuruti kehendak
sendiri maka umat berhak memperingatkannya agar tidak meneruskan perbuatannya itu, sebab pemimpin
tersebut berarti telah meninggalkan kewajibannya untukmenegakkan kebenarannya dan menjauhi perbuatan
yang munkar. Jika pemimpin tersebut tidak mengabaikan peringatan, maka umat berhak mengambil
tanggung jawab sebagai pemimpin pemerintahan, karena penguasa di dunia ini merupakan khalifah yang
menjalankan amanat Allah, maka tindakan penyalahgunaan jabatan seperti berjalan di atas jalan yang
dilaknat Allah, menindas rakyat, melanggar perintah al Qur’an dan as Sunnah, maka pemimpin tersebut
berhak diturunkan dari jabatannya.

Demikian diantara prinsip-prinsip politik Islam yang ada tanpa menutup kemungkinan adanya prinsip-


prinsip yang lain. (*Ahmad Dzakirin)

Pengertian, Tujuan, Prinsip dan Manfaat Ekonomi Syariah


By Muchlisin Riadi — 22.44.00 — Add Comment — Ekonomi, syariah

Pengertian Ekonomi Syariah 

Ilustrasi Ekonomi Syariah

Ekonomi Syariah adalah suatu cabang ilmu pengetahuan yang berupaya untuk memandang, menganalisis,
dan akhirnya menyelesaikan permasalahan-permasalahan ekonomi dengan cara-cara Islam, yaitu
berdasarkan atas ajaran agama Islam, yaitu Al Qur'an dan Sunnah Nabi (P3EI, 2012:17).

Ekonomi syariah memiliki dua hal pokok yang menjadi landasan hukum sistem ekonomi syariah yaitu Al
Qur'an dan Sunnah Rasulullah, hukum-hukum yang diambil dari kedua landasan pokok tersebut secara
konsep dan prinsip adalah tetap (tidak dapat berubah kapanpun dan dimana saja).
Berikut ini beberapa pengertian Ekonomi Syariah dari beberapa sumber buku:

1. Menurut Monzer Kahf dalam bukunya The Islamic Economy menjelaskan bahwa ekonomi Islam
adalah bagian dari ilmu ekonomi yang bersifat interdisipliner dalam arti kajian ekonomi syariah tidak dapat
berdiri sendiri, tetapi perlu penguasaan yang baik dan mendalam terhadap ilmu-ilmu syariah dan ilmu-ilmu
pendukungnya juga terhadap ilmu-ilmu yang berfungsi sebagai tool of analysis seperti matematika, statistik,
logika dan ushul fiqih (Rianto dan Amalia, 2010:7).
2. M.A. Mannan mendefinisikan ilmu ekonomi syariah sebagai suatu ilmu pengetahuan sosial yang
mempelajari masalah-masalah ekonomi rakyat yang diilhami oleh nilai-nilai islam (Mannan, 1992:15).
3. Definisi ekonomi syariah berdasarkan pendapat Muhammad Abdullah Al-Arabi (1980:11), Ekonomi
Syariah merupakan sekumpulan dasar-dasar umum ekonomi yang kita simpulkan dari Al Qur'an dan As-
sunnah, dan merupakan bangunan perekonomian yang kita dirikan di atas landasan dasar-dasar tersebut
sesuai dengan tiap lingkungan dan masa.
Tujuan Ekonomi Syariah 

Tujuan Ekonomi Syariah selaras dengan tujuan dari syariat Islam itu sendiri (maqashid asy syari’ah), yaitu
mencapai kebahagiaan di dunia dan akhirat (falah) melalui suatu tata kehidupan yang baik dan terhormat
(hayyah thayyibah). Tujuan falah yang ingin dicapai oleh Ekonomi Syariah meliputi aspek mikro ataupun
makro, mencakup horizon waktu dunia atau pun akhirat (P3EI, 2012:54).

Seorang fuqaha asal Mesir bernama Prof. Muhammad Abu Zahrah mengatakan ada tiga sasaran hukum
Islam yang menunjukkan bahwa Islam diturunkan sebagai rahmat bagi seluruh umat manusia, yaitu
(Rahman, 1995:84):

1. Penyucian jiwa agar setiap muslim bisa menjadi sumber kebaikan bagi masyarakat dan
lingkungannya. 
2. Tegaknya keadilan dalam masyarakat. Keadilan yang dimaksud mencakup aspek kehidupan di
bidang hukum dan muamalah.
3. Tercapainya maslahah (merupakan puncaknya). Para ulama menyepakati bahwa maslahah yang
menjad puncak sasaran di atas mencakup lima jaminan dasar, yaitu: keselamatan keyakinan agama (al din),
kesalamatan jiwa (al nafs), keselamatan akal (al aql), keselamatan keluarga dan keturunan (al nasl) dan
keselamatan harta benda (al mal).
Prinsip-prinsip Ekonomi Syariah 

Pelaksanaan ekonomi syariah harus menjalankan prinsip-prinsip sebagai berikut (Sudarsono, 2002:105):

1. Berbagai sumber daya dipandang sebagai pemberian atau titipan dari Allah swt kepada manusia. 
2. Islam mengakui pemilikan pribadi dalam batas-batas tertentu. 
3. Kekuatan penggerak utama Ekonomi Syariah adalah kerja sama.
4. Ekonomi Syariah menolak terjadinya akumulasi kekayaan yang dikuasai oleh segelintir orang saja. 
5. Ekonomi Syariah menjamin pemilikan masyarakat dan penggunaannya direncanakan untuk
kepentingan banyak orang. 
6. Seorang muslim harus takut kepada Allah swt dan hari penentuan di akhirat nanti. 
7. Zakat harus dibayarkan atas kekayaan yang telah memenuhi batas (nisab). 
8. Islam melarang riba dalam segala bentuk.
Layaknya sebuah bangunan, sistem ekonomi syariah harus memiliki fondasi yang berguna sebagai landasan
dan mampu menopang segala bentuk kegiatan ekonomi guna mencapai tujuan mulia. Berikut ini merupakan
prinsip-prinsip dasar dalam ekonomi syariah, diantaranya adalah (Zainuddin Ali, 2008):

1. Tidak melakukan penimbunan (Ihtikar). Penimbunan, dalam bahasa Arab disebut dengan al-
ihtikar. Secara umum, ihtikar dapat diartikan sebagai tindakan pembelian barang dagangan dengan tujuan
untuk menahan atau menyimpan barang tersebut dalam jangka waktu yang lama, sehingga barang tersebut
dinyatakan barang langka dan berharga mahal. 
2. Tidak melakukan monopoli. Monopoli adalah kegiatan menahan keberadaan barang untuk tidak
dijual atau tidak diedarkan di pasar, agar harganya menjadi mahal. Kegiatan monopoli merupakan salah satu
hal yang dilarang dalam Islam, apabila monopoli diciptakan secara sengaja dengan cara menimbun barang
dan menaikkan harga barang. 
3. Menghindari jual-beli yang diharamkan. Kegiatan jual-beli yang sesuai dengan prinsip Islam,
adil, halal, dan tidak merugikan salah satu pihak adalah jual-beli yang sangat diridhai oleh Allah swt. Karena
sesungguhnya bahwa segala hal yang mengandung unsur kemungkaran dan kemaksiatan adalah haram
hukumnya. 
Manfaat Ekonomi Syariah 

Apabila mengamalkan ekonomi syariah akan mendatangkan manfaat yang besar bagi umat muslim dengan
sendirinya, yaitu:

1. Mewujudkan integritas seorang muslim yang kaffah, sehingga islam-nya tidak lagi setengah-
setengah. Apabila ditemukan ada umat muslim yang masih bergelut dan mengamalkan ekonomi
konvensional, menunjukkan bahwa keislamannya belum kaffah.
2. Menerapkan dan mengamalkan ekonomi syariah melalui lembaga keuangan islam, baik berupa bank,
asuransi, pegadaian, maupun BMT (Baitul Maal wat Tamwil) akan mendapatkan keuntungan dunia dan
akhirat. Keuntungan di dunia diperoleh melalui bagi hasil yang diperoleh, sedangkan keuntungan di akhirat
adalah terbebas dari unsur riba yang diharamkan oleh Allah. 
3. Praktik ekonomi berdasarkan syariat islam mengandung nilai ibadah, karena telah mengamalkan
syariat Allah. 
4. Mengamalkan ekonomi syariah melalui lembaga keuangan syariah, berarti mendukung kemajuan
lembaga ekonomi umat Islam. 
5. Mengamalkan ekonomi syariah dengan membuka tabungan, deposito atau menjadi nasabah asuransi
syariah berarti mendukung upaya pemberdayaan ekonomi umat. Sebab dana yang terkumpul akan dihimpun
dan disalurkan melalui sektor perdagangan riil. 
6. Mengamalkan ekonomi syariah berarti ikut mendukung gerakan amar ma'ruf nahi munkar. Sebab
dana yang terkumpul pada lembaga keuangan syariah hanya boleh disalurkan kepada usaha-usaha dan
proyek yang halal.
7. 1. Mudharobah (Akad Bagi Hasil)

٢٩( ‫اض ِم ْن ُك ْم َوال تَ ْقتُلُوا أَ ْنفُ َس ُك ْم إِ َّن هَّللا َ َكانَ بِ ُك ْم َر ِحي ًما‬ ْ
ٍ ‫ يَا أَيُّهَا الَّ ِذينَ آ َمنُوا ال تَأ ُكلُوا أَ ْم َوالَ ُك ْم بَ ْينَ ُك ْم بِ ْالبَا ِط ِل إِال أَ ْن تَ ُكونَ تِ َجا َرةً ع َْن تَ َر‬.8
9.
Artinya : Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan
jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang Berlaku dengan suka sama-suka di antara
kamu. dan janganlah kamu membunuh dirimu, Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang
kepadamu.(Q.S An - Nisa : 29)

10.
٢٧٩( َ‫ظلَ ُمون‬ ْ ُ‫َظلِ ُمونَ َوال ت‬ ْ ‫ب ِمنَ هَّللا ِ َو َرسُولِ ِه َوإِ ْن تُ ْبتُ ْم فَلَ ُك ْم ُر ُءوسُ أَ ْم َوالِ ُك ْم ال ت‬ ٍ ْ‫ فَإ ِ ْن لَ ْم تَ ْف َعلُوا فَأْ َذنُوا بِ َحر‬.11
12. Artinya :  Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), Maka ketahuilah, bahwa
Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu. dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba), Maka
bagimu pokok hartamu; kamu tidak Menganiaya dan tidak (pula) dianiaya. (Q.S : Al-Baqarah : 279 )
13.
14. 2. Wadi'ah (Titipan )
( ‫ص„يرًا‬ ِ َ‫اس أَ ْن تَحْ ُك ُموا بِ ْال َع ْد ِل إِ َّن هَّللا َ نِ ِع َّما يَ ِعظُ ُك ْم بِ ِه إِ َّن هَّللا َ َكانَ َس„ ِميعًا ب‬ِ َّ‫ت إِلَى أَ ْهلِهَا َوإِ َذا َح َك ْمتُ ْم بَ ْينَ الن‬ِ ‫إِ َّن هَّللا َ يَأْ ُم ُر ُك ْم أَ ْن تُ َؤ ُّدوا األ َمانَا‬ .15
)٥٨
16. Artinya : Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak
menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu
menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu.
Sesungguhnya Allah adalah Maha mendengar lagi Maha melihat. (Q.S : An-Nisa : 58)
17.
18. 3. Ijarah (Sewa Menyewa )
٢٦( ُ‫ت ا ْستَأْ ِجرْ هُ إِ َّن َخي َْر َم ِن ا ْستَأْ َجرْ تَ ْالقَ ِويُّ األ ِمين‬ ِ َ‫ت إِحْ دَاهُ َما يَا أَب‬ ْ َ‫ قَال‬.19
20. Artinya : salah seorang dari kedua wanita itu berkata: "Ya bapakku ambillah ia sebagai orang yang
bekerja (pada kita), karena Sesungguhnya orang yang paling baik yang kamu ambil untuk bekerja
(pada kita) ialah orang yang kuat lagi dapat dipercaya". (Q.S : Alqashah : 26 )
١٠٥( َ‫ب َوال َّشهَا َد ِة فَيُنَبِّئُ ُك ْم بِ َما ُك ْنتُ ْم تَ ْع َملُون‬ ِ ‫َوقُ ِل ا ْع َملُوا فَ َسيَ َرى هَّللا ُ َع َملَ ُك ْم َو َرسُولُهُ َو ْال ُم ْؤ ِمنُونَ َو َستُ َر ُّدونَ إِلَى عَالِ ِم ْال َغ ْي‬ .21
22. Artinya : Dan Katakanlah: "Bekerjalah kamu, Maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang mukmin
akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) yang mengetahui akan
yang ghaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan. (QS :
At - Taubah : 105)
23.
24. 3. Rahn (Gadai)
َّ ‫ق هَّللا َ َربَّهُ َوال تَ ْكتُ ُموا‬
َ‫الش„„هَا َدة‬ ِ َّ‫اؤتُ ِمنَ أَ َمانَتَهُ َو ْليَت‬ ْ ‫ض ُك ْم بَ ْعضًا فَ ْليُ َؤ ِّد الَّ ِذي‬ ُ ‫ضةٌ فَإ ِ ْن أَ ِمنَ بَ ْع‬َ ‫َان َم ْقبُو‬ ٌ ‫َوإِ ْن ُك ْنتُ ْم َعلَى َسفَ ٍر َولَ ْم تَ ِجدُوا َكاتِبًا فَ ِره‬ .25
ُ ‫هَّللا‬ ْ َ َّ َ
٢٨٣( ‫َو َمن يَكت ْمهَا فإِنهُ آثِ ٌم قلبُهُ َو ُ بِ َما تَ ْع َملونَ َعلِي ٌم‬ ُ ْ ْ
26. Artinya : jika kamu dalam perjalanan (dan bermu'amalah tidak secara tunai) sedang kamu tidak
memperoleh seorang penulis, Maka hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang[180] (oleh
yang berpiutang). akan tetapi jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, Maka hendaklah
yang dipercayai itu menunaikan amanatnya (hutangnya) dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah
Tuhannya; dan janganlah kamu (para saksi) Menyembunyikan persaksian. dan Barangsiapa yang
menyembunyikannya, Maka Sesungguhnya ia adalah orang yang berdosa hatinya; dan Allah Maha
mengetahui apa yang kamu kerjakan. (Q.S : Al-Baqarah : 283)
27.
28. 4. Musyarokah (Perkongsian / Kerja Sama)
‫ت َوقَلِي„ ٌل َم„„ا‬ ِ ‫الص„الِ َحا‬ َّ ‫ْض إِال الَّ ِذينَ آ َمنُوا َو َع ِملُوا‬ ٍ ‫ضهُ ْم َعلَى بَع‬ ُ ‫ك إِلَى نِ َعا ِج ِه َوإِ َّن َكثِيرًا ِمنَ ْال ُخلَطَا ِء لَيَب ِْغي بَ ْع‬ َ ِ‫ك بِ ُس َؤا ِل نَ ْع َجت‬ َ ‫ال لَقَ ْد ظَلَ َم‬
َ َ‫ ق‬.29
٢٤( ‫َاب‬ َ ْ َّ َّ َ
َ ‫هُ ْم َوظ َّن دَا ُو ُد أن َما فَتَناهُ فَا ْستَغفَ َر َربَّهُ َو َخ َّر َرا ِكعًا َوأن‬ َ
30. Artinya : Daud berkata: "Sesungguhnya Dia telah berbuat zalim kepadamu dengan meminta
kambingmu itu untuk ditambahkan kepada kambingnya. dan Sesungguhnya kebanyakan dari orang-
orang yang berserikat itu sebahagian mereka berbuat zalim kepada sebahagian yang lain, kecuali
orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh; dan Amat sedikitlah mereka ini". dan
Daud mengetahui bahwa Kami mengujinya; Maka ia meminta ampun kepada Tuhannya lalu
menyungkur sujud dan bertaubat. (Q.S : Shaad : 24)
31.
32. 5. Salam (Pesanan )
33.
ْ‫ب َك َم„„ا عَلَّ َم„ هُ هَّللا ُ فَ ْليَ ْكتُب‬ َ ُ‫ب َك„اتِبٌ أَ ْن يَ ْكت‬ َ ْ‫ يَا أَيُّهَا الَّ ِذينَ آ َمنُوا إِ َذا تَدَايَ ْنتُ ْم بِ َد ْي ٍن إِلَى أَ َج ٍل ُم َس ّمًى فَ„ا ْكتُبُوهُ َو ْليَ ْكتُبْ بَ ْينَ ُك ْم َك„اتِبٌ بِ ْال َع„ ْد ِل َوال يَ„أ‬.34
ْ‫ض ِعيفًا أَوْ ال يَ ْست َِطي ُع أَ ْن يُ ِم„ َّل هُ„ َو فَ ْليُ ْملِ„„ل‬ َ ْ‫ق َسفِيهًا أَو‬ ُّ ‫ق هَّللا َ َربَّهُ َوال يَ ْب َخسْ ِم ْنهُ َش ْيئًا فَإ ِ ْن َكانَ الَّ ِذي َعلَ ْي ِه ْال َح‬ ِ َّ‫ق َو ْليَت‬ ُّ ‫َو ْليُ ْملِ ِل الَّ ِذي َعلَ ْي ِه ْال َح‬
‫َض„ َّل إِحْ„ دَاهُ َما فَتُ„ َذ ِّك َر‬ ِ ‫الش„هَدَا ِء أَ ْن ت‬ ُّ َ‫ضوْ نَ ِمن‬ َ ْ‫َولِيُّهُ بِ ْال َع ْد ِل َوا ْستَ ْش ِهدُوا َش ِهي َدي ِ„ْن ِم ْن ِر َجالِ ُك ْم فَإ ِ ْن لَ ْم يَ ُكونَا َر ُجلَ ْي ِن فَ َر ُج ٌل َوا ْم َرأَتَا ِن ِم َّم ْن تَر‬
‫ص ِغيرًا أَوْ َكبِيرًا إِلَى أَ َجلِ ِه ذلِك ْم أق َسط ِعن َد ِ َوأق َو ُم لِلشهَا َد ِة َوأدنَى‬
ْ َ َّ ْ َ ‫هَّللا‬ ْ ُ ْ َ ُ َ َ ُ‫ب ال ُّشهَدَا ُء إِ َذا َما ُدعُوا َوال تَسْأ َ ُموا أَ ْن تَ ْكتُبُوه‬ َ ْ‫األخ َرى َوال يَأ‬ ْ ‫إِحْ دَاهُ َما‬
‫ُض„ا َّر َك„„اتِبٌ َوال َش„ ِهي ٌد‬ َ َ
َ ‫ْس َعلَ ْي ُك ْم ُجنَا ٌح أال تَ ْكتُبُوهَ„„ا َوأ ْش„ ِهدُوا إِ َذا تَبَ„„ايَ ْعتُ ْم َوال ي‬ ِ ‫أَال تَرْ تَابُوا إِال أ ْن تَ ُكونَ تِ َجا َرةً َحا‬
َ ‫ض َرةً تُ ِديرُونَهَا بَ ْينَ ُك ْم فَلَي‬ َ
٢٨٢( ‫ق بِ ُك ْم َواتَّقُوا هَّللا َ َويُ َعلِّ ُم ُك ُم هَّللا ُ َوهَّللا ُ بِ ُك ِّل َش ْي ٍء َعلِي ٌم‬ ٌ ‫َوإِ ْن تَ ْف َعلُوا فَإِنَّهُ فُسُو‬
35.
36. Artinya :  Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu'amalah[179] tidak secara tunai untuk
waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. dan hendaklah seorang penulis di antara
kamu menuliskannya dengan benar. dan janganlah penulis enggan menuliskannya sebagaimana
Allah mengajarkannya, meka hendaklah ia menulis, dan hendaklah orang yang berhutang itu
mengimlakkan (apa yang akan ditulis itu), dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya, dan
janganlah ia mengurangi sedikitpun daripada hutangnya. jika yang berhutang itu orang yang lemah
akalnya atau lemah (keadaannya) atau Dia sendiri tidak mampu mengimlakkan, Maka hendaklah
walinya mengimlakkan dengan jujur. dan persaksikanlah dengan dua orang saksi dari orang-orang
lelaki (di antaramu). jika tak ada dua oang lelaki, Maka (boleh) seorang lelaki dan dua orang
perempuan dari saksi-saksi yang kamu ridhai, supaya jika seorang lupa Maka yang seorang
mengingatkannya. janganlah saksi-saksi itu enggan (memberi keterangan) apabila mereka dipanggil;
dan janganlah kamu jemu menulis hutang itu, baik kecil maupun besar sampai batas waktu
membayarnya. yang demikian itu, lebih adil di sisi Allah dan lebih menguatkan persaksian dan lebih
dekat kepada tidak (menimbulkan) keraguanmu. (Tulislah mu'amalahmu itu), kecuali jika mu'amalah
itu perdagangan tunai yang kamu jalankan di antara kamu, Maka tidak ada dosa bagi kamu, (jika)
kamu tidak menulisnya. dan persaksikanlah apabila kamu berjual beli; dan janganlah penulis dan
saksi saling sulit menyulitkan. jika kamu lakukan (yang demikian), Maka Sesungguhnya hal itu
adalah suatu kefasikan pada dirimu. dan bertakwalah kepada Allah; Allah mengajarmu; dan Allah
Maha mengetahui segala sesuatu. ( Q.S : Al-Baqarah : 282 )
37.
38. 6. Qard (Utang Piutang)
٢٤٥( َ‫ضا ِعفَهُ لَهُ أَضْ َعافًا َكثِي َرةً َوهَّللا ُ يَ ْقبِضُ َويَ ْب ُسطُ َوإِلَ ْي ِه تُرْ َجعُون‬ َ ُ‫َم ْن َذا الَّ ِذي يُ ْق ِرضُ هَّللا َ قَرْ ضًا َح َسنًا فَي‬ .39
40. Artinya : Siapakah yang mau memberi pinjaman kepada Allah, pinjaman yang baik (menafkahkan
hartanya di jalan Allah), Maka Allah akan meperlipat gandakan pembayaran kepadanya dengan lipat
ganda yang banyak. dan Allah menyempitkan dan melapangkan (rezki) dan kepada-Nya-lah kamu
dikembalikan. (Q.S : Al-Baqarah : 245 )

Paradigma Hubungan Antara Agama dan IPTEK

Hubungan Antara Agama dan IPTEK


Perkembangan IPTEK, adalah hasil dari segala langkah dan pemikiran untuk memperluas,
memperdalam, dan mengembangkan IPTEK (Agus,1999). Agama yang dimaksud disini ialah agama
Islam, yaitu agama yang diturunkan Allah SWT kepada Nabi Muhamad SAW, untuk mengatur
manusia dengan penciptannya (dengan aqidah dan aturan ibadah), hubungan manusia dengan dirinya
sendiri (dengan aturan akhlak, makanan, dan pakaian), dan hubungan manusia dengan manusia
lainya (dengan aturan mu’amalah dan uqubat/ sistem pidana). (An-Nabhani, 2001)

Secara garis besar, berdasarkan tinjauan ideologi yang melandasi hubungan keduanya, terdapat 3
(tiga) paradigma hubungan antara agama dan IPTEK, (yahya Farghal, dikutip dalam M. Shiddiq Al
jawi 2005), yaitu:

a.    Paradigma Sekuler


Paradigma Sekuler yaitu paradigma yang memandang agama dan IPTEK terpisah satu sama lain.
Sebab dalam ideologi sekularisme bbgarat, agama telah dipisahkan dari kehidupan (fashl al-din and
al-hayah). Agama tidak dinafikan eksistensinya, tetapi hanya dibatasi peranannya dalam hubungan
pribadi manusia dengan Tuhannya. Agama tidak mengatur hal umum atau publik, maka dari itu
paradigma ini memandang agama dan IPTEK tidak bisa dicampuri dan mengintervensi yang lainya.
Agama dan IPTEK sama sekali terpisah baik secara otonologis (berkaitan dengan pengertian atau
hakikat suatu hal), epistemologis (berkaitan dengan cara memperoleh pengetahuan), dan aksiologis
(berkaitan dengan cara menerapkan pengetahuan).

 b.    Paradigma Sosialis


Paradigma Sosialisyaitu paradigma dari ideologi sosialisme yang menafsirkan eksitensi agama sama
sekali. Agama itu tidak ada dus, tidak ada hubungan dan kaitan apapun dengan IPTEK. Iptek bisa
berjalan secara idependen dan lepas secara total dari agama. Paradigma ini mirip dengan paradigma
sekuler diatas, tapi lebih ekstrem. Dalam paradigma sekuler, agama berfungsi secara sekularistik,
yaitu dinafikan keberadaanya, tapi hanya dibatasi paranannya dalam hubungan vertikal manusia-
tuhan. Sedangkan dalam paradigma sosialis, agama dipandang secara ateistik, yaitu dianggap tidak
ada (in-exist)dan dibuang sama sekali dari kehidupan.

          Berdasarkan paradigma inilah agama tidak ada sangkut pautnya dengan IPTEK. Seluruh
bangunan ilmu pengetahuan dalam paradigma sosialisdi dasarkan pada ide dasar materialisme,
khususnya materialisme dialektis.

c.    Paradigma Islam


Paradigma Islam yaitu paradigma yang memandang bahwa agama adalah dasar dan pengatur
kehidupan. Aqidah Islam menjadi basis dari segala ilmu pengetahuan. Aqidah Islam yang terwujud
dalam apa-apa yang terdapat dalam Al-quran dan Al-hadist menjadi idah fikrinya (landasan fikiran),
yaitu suatu asas yang diatasnya dibangun seluruh bangunan fikiran dan ilmu pengetahuan manusia
(An-nabhani, 2001)

Paradigma ini memerintahkan manusia untuk membangun segala pemikirannya berdasarkan aqidah
Islam, bukan lepas dari aqidah itu. Ini bisa kita pahami dari ayat yang pertama kali turun (artinya):
“Bacalah dengan (menyebut) nama tuhanmu yang menciptakan”. (QS. Al-Alaq [96]: 1)

Ayat ini berarti manusia telah diperintahkan untuk membaca guna memperoleh berbagai pemikiran
dan pemahaman. Tetapi segala pemikirannya itu tidak boleh lepas dari aqidah Islam, karena iqra
haruslah dengan bismirabbika, yaitu tetap berdasarkan iman kepada Allah, yang merupakan asas
aqidah Islam (Al-Qashash, 1995: 81).

Paradigma Islam ini menyatakan bahwa kata putus dalam ilmu pengetahuan bukan berada pada
pengetahuan atau filsafat manusia yang sempit, melainkan berada pada ilmu Allah yang mencakup
dan meliputi segala sesuatu ( Yahya Farghal, dikutip dalam M.siddiq Aljawi 2005). Firman Allah
SWT:
Artinya: “Dan adalah (pengetahuan) Allah maha meliputi segala sesuatu”. (QS. Anisaa [4]: 126).
Itulah paradigma yang dibawa Rasulullah SAW (w. 632 M) yang meletakan aqidah Islam yang
berasas Laa ilaaha illallah Muhammad Rasulullah SAW sebagai asas ilmu pengetahuan. Beliau
mengajak, memeluk aqidah islam lebih dulu, lalu setelah itu menjadikan aqidah tersebut sebagai
pondasi dan standar bagi berbagai ilmu pengetahuan. Dengan jelas kita tahu bahwa Rasulullah SAW
telah meletakan aqidah Islam sebagai dasar ilmu pengetahuan, sebab beliau menjelaskan, bahwa
fenomena alam adalah tanda keberadaan dan kekuasaan Allah, tidak ada hubungannya dengan nasib
seseorang. Hal ini sesuai dengan aqidah muslim yang tertera dalam Al-Quran:
Artinya: “Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang
terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi orang-orang yang berakal”.(QS. Al-Imran [3]: 190).

Inilah paradigma Islam yang menjadikan aqidah Islam sebagai dasar segala pengetahuan seorang
muslim. Paradigma inilah yang telah mencetak muslim-muslim yang taat dan soleh, tetapi sekaligus
cerdas dalam IPTEK. Itulah hasil dan prestasi cemerlang dari paradigma Islam ini yang dapat dilihat
pada masa kejayaan IPTEK dunia Islam antara tahun 700-1400 M. Pada masa inilah dikenal nama
Jabir bin Hayyan (w. 721) sebagai ahli kimia termasyhur, Al-Khawarzmi (w. 780) sebagai ahli
matematika dan astronomi, Al-Battani (w. 858) sebagai ahli astronomi dan matematika, Al-Razi (w.
884) sebagai pakar kedokteran Ophtamologi, dan kimia. Tsabit bin Qurrah (w. 908) sebagai ahli
kedokteran dan tekhnik, dan masih banyak lagi (tentang kejayaan IPTEK dunia Islam, lihat misanya:
M. Natsir Arsyad, 1992; Hossein Bahreisj, 1995; Ahmed dkk, 1999; Eugene A. Myres 2003; A.
Zahoor, 2003; Gunadi dan Shoelhi, 2003).

I F F A H (MEMELIHARA DIRI)
Iffah adalah usaha memelihara dan menjauhkan diri dari hal-hal yang tidak halal, makruh dan tercela. 
Hal-hal yang dapat menumbuhkan iffah antara lain :

Pertama: Iman dan Taqwa


Inilah asas yang paling fundamental di dalam memelihara diri dari segala hal yang tercela. Jiwa yang terpateri
oleh iman dan taqwa merupakan modal yang paling utama untuk membentengi diri dari hal-hal yang dibenci
oleh Allah dan RasulNya. Allah membrikan jaminan kepada orang-orang yang amal solehnya didasari oleh iman
dengan kehidupan yang baik, “Barang siapa mengerjakan amal soleh, baik laki-laki maupun perempuan,
sedangkan dia orang beriman, maka sesungguhnya kami akan berikan kepadanya kehidupan yang baik, dan
sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah
mereka kerjakan” (An Nahl: 97)

Lalu terhadap orang beriman yang taqwa Allah mmberikan AlFurqan, yaitu petunjuk yang dapat membedakan
antara Al Haq dengan Al Bathil. “Hai orang-orang yang beriman, jika kamu bertaqwa kepada Allah, niscaya Dia
akan memberikan kepadamu Al Furqan dan menghapuskan segala kesalahanmu dan mengampuni (dosa-
dosa)mu.” (Al Anfal: 29)

Dan manakala iman dan taqwa dalam jiwa seorang muslim telah rapuh, maka itulah pertanda mudahnya dirinya
terjebak dalam kesesatan dan perbuatan tercela. Maka memelihara dan memupuk iman ini merupakan
kewajiban yang harus mendapatkan prioritas utama.

Kedua: Nikah
Inilah salah satu rambu jalan yang jelas menuju kesucian diri. Bahkan nikah adalah sarana yang paling baik dan
paling afdhol untuk menumbuhkan sikap iffah pada diri seorang muslim. Nikah adalah sesuatu yang fithri pada
diri seorang muslim, di mana padanya Allah menjadikan rasa cinta serta kasih sayang dan kedamaian. “Dan di
antara kekuasaanNya adalah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri supaya kamu merasa
tenteram kepadanya, dan dijadikanNya di antaramu rasa cinta dan kasih sayang.” (Ar Rum: 21).

Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallambersabda: ” 


“Hai para pemuda, barang siapa di antara kamu yang telah mampu untuk menikah, maka hendaklah ia menikah,
karena hal itu lebih (dapat) menundukkan pandangan dan lebih memelihara kemaluan, dan barang siapa yang
tidak mampu, maka hendaklah ia berpuasa, karena itu dapat mengobatinya.” (Muttafaq Alaih)
Dalam hadits lain beliau bersabda: 
“Apabila seorang hamba telah menikah, maka ia telah menyempurnakan setengah agamanya, maka hendaklah
ia bertaqwa kepada Allah padayang setengah lagi.” (HR. Al Baihaqy, shohih)

Ayat dan hadits-hadits tadi merupakan nash-nash yang jelas mendorong untuk nikah, di mana ketenteraman
hati, cinta dan kasih sayang dapat diraih oleh seorang muslim. Dan yang lebih utama lagi adalah bahwa nikah
merupakan sarana yang dapat memelihara pandangan dan kehormatan diri seetiap muslim.

Ketiga: Rasa Malu


Malu adalah akhlak indah dan terpuji. Malu adalah sifat yang sempurna dan perhiasan yang anggun. Terlebih
indah jika malu ini menghiasi seorang muslimah. Sifat malu selalu tumbuh dalam sikap yang baik dan
memadamkan keinginan untuk berbuat tercela. Allah telah mentakdirkan sifat malu ini hanya ada pada manusia
untuk membedakannya dengan hewan. Malu adalah potret pribadi yang agung dan terpuji. Tentang keutamaan
malu ini Rasulullah Shallalhu Alaihi wa Sallam bersabda: 
“Malu dan iman adalah bersaudara, maka jika salah satu dari keduanya itu dicabut, tercabut pulalah yang
lainnya.” (HR. Al Hakim, shohih) 
“Sesungguhnya setiap agama itu mempunyai akhlak, dan akhlak Islam adalah rasa malu.” (HR. Malik, Ibnu
Majah, Al Hakim, shohih) [alsofwah]

Definisi dan Prinsip Kerukunan antar Umat Beragama menurut Islam\


Kerukunan adalah istilah yang dipenuhi oleh muatan makna “baik” dan “damai”. Intinya, hidup bersama
dalam masyarakat dengan “kesatuan hati” dan “bersepakat” untuk tidak menciptakan perselisihan dan
pertengkaran. Bila pemaknaan tersebut dijadikan pegangan, maka “kerukunan” adalah sesuatu yang ideal
dan didambakan oleh masyarakat manusia.Kerukunan [dari ruku, bahasa Arab, artinya tiang atau tiang-tiang
yang menopang rumah; penopang yang memberi kedamain dan kesejahteraan kepada penghuninya] secara
luas bermakna adanya suasana persaudaraan dan kebersamaan antar semua orang walaupun mereka berbeda
secara suku, agama, ras, dan golongan.
Kerukunan antar umat beragama adalah suatu kondisi sosial ketika semua golongan agama bisa hidup
bersama tanpa menguarangi hak dasar masing-masing untuk melaksanakan kewajiban agamanya.Masing-
masing pemeluk agama yang baik haruslah hidup rukun dan damai. Karena itu kerukunan antar umat
beragama tidak mungkin akan lahir dari sikap fanatisme buta dan sikap tidak peduli atas hak keberagaman
dan perasaan orang lain. Tetapi dalam hal ini tidak diartikan bahwa kerukunan hidup antar umat beragama
memberi ruang untuk mencampurkan unsur-unsur tertentu dari agama yang berbeda , sebab hal tersebut
akan merusak nilai agama itu sendiri.
Menurut Muhammad Maftuh Basyuni dalam seminar kerukunan antar umat beragama tanggal 31
Desember 2008 di Departemen Agama, mengatakan bahwa kerukunan umat beragama merupakan pilar
kerukunan nasional adalah sesuatu yang dinamis, karena itu harus dipelihara terus dari waktu ke waktu.
Kerukunan hidup antar umat beragama sendiri berarti keadaan hubungan sesama umat beragama yang
dilandasi toleransi, saling pengertian, menghargai kesetaraan dalam pengamalan ajaran agamanya dan kerja
sama dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Kerukunan antar umat beragama itu sendiri juga bisa diartikan dengan toleransi antar umat
beragama.Dalam toleransi itu sendiri pada dasarnya masyarakat harus bersikap lapang dada dan menerima
perbedaan antar umat beragama. Selain itu masyarakat juga harus saling menghormati satu sama lainnya
misalnya dalam hal beribadah, antar pemeluk agama yang satu dengan lainnya tidak saling mengganggu.
Kerukunan umat Islam dengan penganut agama lainnya telah jelas disebutkan dalam Alqur’an dan Al-
hadits. Hal yang tidak diperbolehkan adalah dalam masalah akidah dan ibadah, seperti pelaksanaan sosial,
puasa dan haji, tidak dibenarkan adanya toleransi, sesuai dengan firman-Nya dalam surat Al Kafirun: 6,
yang artinya: “Bagimu agamamu, bagiku agamaku”.
Beberapa prinsip kerukunan antar umat beragama berdasar Hukum Islam :
1.      Islam tidak membenarkan adanya paksaan dalam memeluk suatu agama (QS.Al-Baqarah : 256).
2.      Allah SWT tidak melarang orang Islam untuk berbuat baik,berlaku adil dan tidak boleh memusuhi penganut
agama lain,selama mereka tidak memusuhi,tidak memerangi dan tidak mengusir orang Islam.(QS. Al-
Mutahanah : 8).
3.      Setiap pemeluk agama mempunyai kebebasan untuk mengamalkan syari'at agamanya masing-masing
(QS.Al-Baqarah :139).
4.      Islam mengharuskan berbuat baik dan menghormati hak-hak tetangga,tanpa membedakan agama tetangga
tersebut.Sikap menghormati terhadap tetangga itu dihubungkan dengan iman kepada Allah SWT dan iman
kepada hari akhir (Hadis Nabi riwayat Muttafaq Alaih).
5.      Barangsiapa membunuh orang mu'ahid,orang kafir yang mempunyai perjanjian perdamaian dengan umat
Islam, tidak akan mencium bau surga;padahal bau surga itu telah tercium dari jarak perjalanan empat puluh
tahun (Hadis Nabi dari Abdullah bin 'Ash riwayat Bukhari).
Sudah banyak perjanjian damai dan perjanjian HAM yang dibuat oleh Negara Islam dan seluruh
Negara di dunia soal itu. Dan hanya sedikit yang melanggar, diantara yang melanggar itu diantaranya Israel,
sedangkan yang tidak melanggar dan sangatlah banyak, seperti Jerman, Cheko, Irlandia dan masih sangat
banyak yang tidak saya sebut satu persatu yang tetap menjaga perdamaian. Jadi mereka yang menjaga
perjanjian damai dengan orang Islam.Tidaklah dibenarkan membunuh orang-orang yg tetap menjaga
perdamaian dengan orang Islam. Bahkan menurut hadis tersebut tidak akan mencium bau surga bagi yang
membunuh orang tersebut tanpa kesalahan yang jelas.
Kerukunan antar umat beragama sangat diperlukan dalam kehidupan sehari- hari. Dengan adanya
kerukunan antar umat beragama kehidupan akan damai dan hidup saling berdampingan. Perlu di ingat satu
hal bahwa kerukunan antar umat beragama bukan berarti kita megikuti agama mereka bahkan menjalankan
ajaran agama mereka.

2.2  Tujuan dan Fungsi Kerukunan antar Umat Beragama


Kerukunan umat beragama bertujuan untuk memotivasi dan mendinamisasikan semua umat beragama
agar dapat ikut serta dalam pembangunan bangsa.
Dalam ajaran Islam hubungan antar agama disubut dengan Ukhuwah Insaniyah yang dilandasi bahwa
setiap umat manusia adalah makhluk Allah SWT. QS. Yunus; 19.
“Sekiranya Allah menghendaki, niscaya kamu dijadikan-nya suatu umat, tetapi Allah Hendak menguji kamu
terhadap pemberian-nya kepadamu”
Prinsip kebebasan itu menghindari pemaksaan suatu agama oleh otoritas manusia manapun, bahkan
Rosul pun dilarang melakukannya. QS. Yunus; 99,
“Dan jika Tuhanmu menghendaki, tentu beriman semua orang dimuka bumi seluruhnya. Maka apakah kamu
(hendak) memaksa manusia supaya mera menjadi oarng-orang yang beriman semuanya?”
Dan Allah juga berfirman dalam surat Al-Baqarah; 256,
“Tidak ada paksaan memasuki agama (Islam), sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan
yang salah”
Senada dengan makna ayat tersebut, dalam QS. Al-Kahfi; 29
“Dan katakanlah: “Kebenaran itu datang dari Tuhanmu, maka barang siapa yang ingin beriman hendaklah ia
beriman dan barang siapa yang inin kafir biarlah ia kafir”
Perbedaan agama yang terjadi diantara umat manusia merupakan konsekuensi dari kekbebasan yang
diberikan Allah, maka perbedaan agama ini tidak menjadi penghalang bagi manusia untuk saling
berinteraksi social dan saling membantu, sepanjang masa dalam kawasan kemanusiaan.
Pada hakikatnya manusia adalah makhluk social yang tidak bisa berdiri sendiri tanpa bantuan orang lain,
maka dari itu setiap individu baik sesama agama maupun agama lain harus menciptakan suatu kerukunan
yang dilandasi dengan terwujudnya suatu kedamaian. Kebersamaan hidup antara orang Islam dengan Non-
muslim telah dicontohkan oleh Rosulullah ketika beliau dengan para sahabat mengawali hidup di Madinah
setelah hijrah. Rosulullah mengikat perjanjian penduduk madinah yang terdiri dari orang kafir dan muslim
untuk saling membantu dan menjaga keamanan kota Madina dari gangguan musuh. Rosulullah juga perna
menggadaikan baju besinya dengan gandum pada orang yahudi ketika umat Islam kekurangan pangan.
Adapun manfaat dari kerukunan umat beragama diantaranya adalah :
1.      Sebagai pemersatu suatu bangsa.
2.      Jika suatu agama dapat bersatu atau dapat mempersatukan individu dengan individu lain maka ia akan
memberikan sumbangan bagi stabilitas negara.
3.      Memperkuat suatu bangsa dan negara.
4.      Jika setiap umat beragama bersatu dan sadar akan peranannya terhadap negara maka bangsa dan negara ini
akan semakin kuat.
5.      Menciptakan suatu perdamaian.
6.      Jika setiap individu menanamkan sikap toleransi dan solidaritas terhadap suatu agama maka akan terwujud
suatu kedamain dalam suatu wilayah atau negara. Solidaritas dalam suatu Hadis : “Saya (Rosulullah SAW)
dan pengayom, pelindung anak yatim di surge seperti dua ini, lalu Rosulullah SAW memberikan isyarat
dengan jari telunjuk dan tengah” (HR : At-Tirmidzi).
7.      Mendorong masyarakat dan umat beragama untuk ikut serta dalam pembangunan. Hal ini diharapkan agar
setiap ajaran agama bisa turut serta dalam pembangunan bangsa dan negara.
Dalam pembinaan umat beragama, para pemimpin dan tokoh agama mempunyai peran yang besar,
yaitu :
1.      Menerjemahkan nilai-nilai dan moral-moral agama dalam kehidupan masyarakat.
2.      Menerjemahkan gagasan-gagasan pembangunan kedalam bahasa yang dimengerti oleh rakyat.
3.      Memberi pendapat, saran dan kritik yang sehat terhadap ide-ide dan cara-cara yang dilakukan untuk
suksesnya pembangunan.
4.      Mendorong dan membimbing masyarakat dan umat Bergama untuk ikut serta dalam usaha pembangunan.

Anda mungkin juga menyukai