Anda di halaman 1dari 70

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.

id

POLA PENGGUNAAN OBAT ANTIHIPERTENSI PADA


PASIEN GERIATRIK DI BANGSAL RAWAT INAP
RSUD KARANGANYAR PERIODE JANUARI-DESEMBER 2010

TUGAS AKHIR

Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan


memperoleh gelar Ahli Madya D3 Farmasi

Oleh

HESTI RAHAYU NINGRUM


M3508038

DIPLOMA 3 FARMASI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2011

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

PENGESAHAN

TUGAS AKHIR

POLA PENGGUNAAN OBAT ANTIHIPERTENSI PADA


PASIEN GERIATRIK DI BANGSAL RAWAT INAP
RSUD KARANGANYAR PERIODE JANUARI-DESEMBER 2010

Oleh:
HESTI RAHAYU NINGRUM
M3508038
Telah dipertahankan di depan Tim Penguji
pada tanggal 01 Desember 2011
dan dinyatakan telah memenuhi syarat
Surakarta, 01 Desember 2011

Pembimbing Penguji I

Wisnu Kundarto, S.Farm., Apt. Yeni Farida, S.Farm., Apt


NIDN. 00040285 03
Penguji II

Estu Retnaningtyas N., STP., M.Si


NIP. 19680709 200501 2 001
Mengesahkan

Dekan FMIPA Ketua Program D3 Farmasi

Ir. Ari Handono R., (Hons), M.Sc., PhD. Ahmad Ainurofiq, M.Si. Apt.
NIP. 19610223 198601 1 001 NIP. 19780319 200501 1 003

commit to user

ii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa tugas akhir ini adalah hasil penelitian saya

sendiri dan tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar

apapun di suatu perguruan tinggi, serta tidak terdapat karya atau pendapat yang

pernah ditulis atau diterbitkan orang lain, kecuali secara tertulis diacu dalam

naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Apabila dikemudian hari dapat ditemukan adanya unsur penjiplakan maka gelar

yang telah diperoleh dapat ditinjau dan/atau dicabut.

Surakarta, 01 Desember 2011

Hesti Rahayu Ningrum


NIM. M3508038

commit to user

iii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

POLA PENGGUNAAN OBAT ANTIHIPERTENSI PADA PASIEN


GERIATRIK DI BANGSAL RAWAT INAP RSUD KARANGANYAR
PERIODE JANUARI DESEMBER 2010

HESTI RAHAYU NINGRUM

Jurusan D3 Farmasi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam


Universitas Sebelas Maret

INTISARI

Penurunan fungsi tubuh menjadi salah satu penyebab seseorang mudah


terserang penyakit. Penyakit yang sering dialami pada usia geriatrik adalah
penyakit kardiovaskuler, salah satunya adalah hipertensi. Hipertensi didefinisikan
dengan meningkatnya tekanan darah arteri yang persisten. Penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui pola penggunaan obat antihipertensi pada pasien geriatrik di
bangsal rawat inap RSUD Karanganyar tahun 2010 serta membandingkannya
dengan The Seventh Joint National Committee on Prevention, Evaluation, and
Treatment of High Blood Pressure (JNC 7) tahun 2004.
Penelitian ini termasuk jenis penelitian non eksperimental dengan cara
mengambil data rekam medis yang memenuhi kriteria inklusi secara retrospektif
dan dianalisis dengan statistik deskriptif.
Pada penelitian ini diperoleh hasil bahwa 60% pasien wanita geriatrik
lebih banyak menderita hipertensi dibandingkan pria 40%. Penggunaan obat
tunggal terbanyak adalah captopril dengan persentase 54,27%, kemudian
kombinasi captopril dan nifedipin sebanyak 14,07% dan kombinasi 3 obat yaitu
captopril, nifedipin, dan HCT sebanyak 4,44%. Dari hasil tersebut diketahui
bahwa penggunaan obat antihipertensi untuk pasien geriatrik telah sesuai dengan
standar JNC 7 tahun 2004.

Kata kunci: Geriatrik, hipertensi, pola penggunaan obat, RSUD Karanganyar

commit to user

iv
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

THE PATTERN OF ANTIHYPERTENSIVE DRUGS USING IN


GERIATRIC PATIENTS ON THE WARD INPATIENT KARANGANYAR
DISTRICT HOSPITAL IN PERIOD OF JANUARY-DECEMBER 2010

HESTI RAHAYU NINGRUM


D3 Pharmacy Department of Mathematics and Sciences Faculty of Sebelas Maret
University

ABSTRACT

The decline of body functions had become one of the causes of why a
person was susceptible to diseases. The diseases that were often experienced at
the geriatric age were cardiovascular diseases, one of which was hypertension.
Hypertension was defined as the increase of persistent arterial blood pressure.
This study aimed to determine a pattern of the use of antihypertensive medications
for the geriatric patients in the inpatient wards of Karanganyar Hospital in 2010
and to compare it with The Seventh Joint National Committee on Prevention,
Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure (JNC 7) in 2004.
This study included a type of non-experimental research by taking a
medical record data that met the inclusion criteria retrospectively and to be
analyzed with descriptive statistic.
The results that were obtained in this study were that 60% of geriatric
women patients suffered from hypertension more than men patients at 40%. The
highest use of a single drug is captopril with the percentage of 54.27%, and then
the combination of captopril and nifedipine amounted to 14.07% and the
combination of the three drugs namely captopril, nifedipine, and HCT amounted
to 4.44%. From those results, it was known that the use of antihypertensive
medications for the geriatric patients had conformed to the standards of JNC 7 in
2004.

Keyword : Geriatric, Hypertension, The Pattern Drug Using, Karanganyar District


Hospital.

commit to user

v
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

MOTTO

( QS. Ar-

Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. Dan yang demikian itu sungguh
berat kecuali bagi orang-orang yang khusyuk. Yaitu mereka yang yakin bahwa
mereka akan menemui Rabbnya dan kembali kepadaNya
(Q.S Al Baqarah: 45-46)

Jangan menyerah ketika masih ada sesuatu yang dapat kita berikan. Dan jangan
pernah takut mengakui bahwa diri kita tidaklah sempurna karena ketidak
sempurnaan merupakan sulaman benang rapuh untuk mengikat satu sama lain
(Anonim)

Allah tidak memberikan apa yang kita inginkan tetapi Allah memberikan apa
yang kita butuhkan
(Anonim)

commit to user

vi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

PERSEMBAHAN

Tugas Akhir ini


Kupersembahkan untuk:
1. Umih dan Abah tercinta yang tak pernah
berhenti meneteskan air mata untuk
mendoakan anakmu di sepertiga malam dan
memberikan semangat di ujung telepon untuk
tetap menjalankan segalanya dengan baik dan
menyelesaikannya dengan baik pula.
Terimakasih atas segala cinta dan kasih
sayang umih dan abah yang tidak pernah
lekang oleh waktu.
2. Keluarga tercinta atas dukungan dan
semangat dari kalian semua. Terimakasih
karena telah menjaga umih dan abah selama
penulis di kota orang.
3. Almamaterku tercinta Universitas Sebelas
Maret Surakarta.

commit to user

vii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

KATA PENGANTAR

Segala puja dan puji bagi Allah SWT atas segala limpahan rahmat,

hidayah serta inayah-Nya yang tidak terhingga kepada penulis sehingga atas ijin-

Antihipertensi pada Pasien Geriatrik di Bangsal Rawat Inap RSUD Karanganyar

Periode Januari

Penelitian ini dilakukan dengan metode deskriptif non analitik

menggunakan berkas rekam medik yang dikumpulkan secara retrospektif dan

bertujuan untuk mengetahui penggunaan obat antihipertensi yang meliputi

pemilihan jenis obat, dosis, aturan pakai, bentuk sediaan, rute pemberian, dan

kombinasi obat pada pasien geriatrik yang terdiagnosis hipertensi di bangsal rawat

inap RSUD Karanganyar periode Januari-Desember 2010 dan kesesuaiannya

dengan standar Joint National Committee (JNC) VII tahun 2004. Penulisan tugas

akhir ini tidak terlepas dari bantuan, motivasi dan dukungan berbagai pihak baik

secara langsung maupun tidak langsung sebab itu penulis mengucapkan terima

kasih yang setulusnya kepada:

1. Allah SWT yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang, atas segala

limpahan rahmat dan karunia yang Engkau berikan kepada penulis.

Semoga bibir ini terus basah memanggil nama-Mu dan tidak pernah
commit to user

viii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

ada kata berhenti untuk berjuang di jalan-Mu dan mengharap ridho-

Mu.

2. Bapak Ir. Ari Handono Ramelan, (Hons), M.Sc., PhD. selaku Dekan

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sebelas

Maret Surakarta.

3. Bapak Ahmad Ainurofiq, M.Si., Apt. selaku Ketua Program D3

Farmasi Universitas Sebelas Maret Surakarta.

4. Ibu Nestri Handayani, M.Si., Apt. selaku Pembimbing Akademik

yang telah banyak membantu selama masa perkuliahan.

5. Bapak Wisnu Kundarto, S.Farm., Apt. selaku pembimbing Tugas

Akhir atas segala ketulusan, kesabarannya dan waktu yang diberikan

dalam memberikan arahan dan masukan serta membantu penulis

hingga tugas akhir ini terselesaikan.

6. Ibu Yeni Farida, S.Farm.,Apt., selaku penguji I yang telah bersedia

menguji dan memberikan masukan dalam penyelesaian tugas akhir

ini.

7. Ibu Estu Retnaningtyas N., STP., M.Si., selaku penguji II yang telah

berpartisipasi untuk menguji dan memberikan masukan dalam

penyelesaian tugas akhir ini.

8. Bapak Kepala Kesbangpol dan Linmas Kabupaten Karanganyar dan

Bapak Kepala Bappeda Kabupaten Karanganyar yang telah

memberikan ijin untuk melakukan penelitian ini.

commit to user

ix
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

9. Bapak dr. Mariyadi selaku Direktur RSUD Karanganyar yang telah

menyediakan tempat untuk dilakukannya penelitian ini.

10. Ibu Emi selaku pelaksana dari bagian Diklat yang telah banyak

membantu kelancaran dan perijinan penelitian ini.

11. Bapak Sutarno selaku kepala bagian Rekam Medik yang telah

memberikan masukan dan arahan saat penelitian.

12. Teman-teman seperjuanganku (Dewi, Retno, Niken, Firdha, Nella,

Ika dan Gezha) serta anak-anak farmasi angkatan 2008.

13. Anak-anak Idamaners yang telah memberikan banyak motivasi dan

pembelajaran hidup selama di Surakarta dan juga seseorang yang

selalu memberikan semangat sampai tugas akhir ini selesai .

14. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebuatkan satu per satu.

Semoga Allah membalas kebaikan kalian semua, Amin.

Penulis menyadari bahwa tugas akhir ini masih jauh dari sempurna, namun

dengan segala kerendahan hati atas kekurangan tersebut, penulis menerima

kritikan dan saran dalam memperbaiki tugas akhir ini. Semoga tugas akhir ini

bermanfaat bagi perkembangan ilmu kefarmasian khususnya dan ilmu

pengetahuan pada umumnya.

Surakarta, Desember 2011

Penulis

commit to user

x
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL i

HALAMAN PENGESAHAN ii

HALAMAN PERNYATAAN iii

INTISARI iv

ABSTRACT v

HALAMAN MOTTO vi

HALAMAN PERSEMBAHAN vii

KATA PENGANTAR viii

DAFTAR ISI xi

DAFTAR TABEL xiv

DAFTAR GAMBAR xv

DAFTAR LAMPIRAN xvii

DAFTAR SINGKATAN xvii

BAB I PENDAHULUAN 1

A. 1

B. 2

C. Tujuan Peneitian 3

D. .. 3

BAB II LANDASAN TEORI .. 5

A. 5

1. 5

commit to user

xi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

2. 6

3. Faktor-faktor 8

4. ... 11

a. ... 11

b. .. 12

1) .. 12

2) ... 13

3) Penghambat 14

4) - . 14

5) 14

6) 1 15

7) 2- . 16

8) 16

9) Vasodilatasi arteri langsung .. 16

10) 17

5. 20

B. 22

C. 22

BAB III METODOLOGI PENELITIAN .. 24

A. Rencana Penelitian .. 24

B. 24

C. .. 24

D. ... 25

commit to user

xii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

E. .. 26

F. ... 28

G. Diagram . 30

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 31

A. .. 31

1. 31

2. . 31

3. . 33

4. . 33

5. . 34

6. ... 35

7. Kesesuaian penggunaan obat 37

a. 37

b. ... 41

c. 46

d. .. 47

B. ... 49

BAB V PENUTUP 50

A. . 50

B. 52

DAFTAR PUSTAKA 53

LAMPIRAN .. 56

commit to user

xiii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

DAFTAR TABEL

Tabel I. Klasifikasi Hipertensi menurut JNC 7 .... 6

Tabel II. Rekomendasi Obat dalam Penanganan Hipertensi dengan

.. 19

Tabel III. Dosis Terapi Obat- ..... 19

Tabel IV. Distribusi Pasien Berdasarkan ...... 31

Tabel V. Distribusi Pasien Hipertensi Berdasarkan Domisili ....... 33

Tabel VI. .... 34

34

Tabel VIII. Obat Antihipertensi yang Digunakan Secara Tunggal 35

36

Tabel X. Obat Antihipertensi yang Dikombinasikan dengan Obat Diabetes

37

Tabel XI. Kesesuaian Obat Antihipertensi yang Digunakan Berdasarkan

38

Tabel XII. Kesesuaian Penggunaan Obat Antihipertensi Berdasarkan

42

Tabel XIII. Kesesuaian Penggunaan Obat Antihipertensi Berdasarkan

Dosis dan Frekuensi Dibandingkan dengan Standar

43

47

commit to user

xiv
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. 8

Gambar 2. Algo 18

22

commit to user

xv
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

DAFTAR LAMPIRAN

57

Lampiran 2. Lembar Pengumpul Data Berdasarkan Tekanan Darah Pasien

83

commit to user

xvi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

DAFTAR SINGKATAN

ACEI : Angiotensin Converting Enzyme Inhibitor

ADH : Hormon Anti Diuretik

AINS : Anti Inflamasi Non Steroid

ARB : Angiotensin Receptor Blocker

ASKES : Asuransi Kesehatan

AT1 : Angiotensin Tipe 1

BMI : Body Mass Index

CCB : Calcium Canal Blocker = Antagonis Kalsium

DASH : Dietary Approaches to Stop Hypertension

DM : Diabetes Mellitus

HCT : Hidroklorotiazid

i.m : Intramuscular

i.v : Intravena

Jamkesda : Jaminan Kesehatan Daerah

Jamkesmas : Jaminan Kesehatan Masyarakat

JNC 7 : The Seventh Joint National Committee on Prevention,

Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure

LFG : Laju Filtrasi Glomerolus

NaCl : Natrium Clorida = Garam

NHANES : National Health and Nutrition Examination Survey

NSAIDs : Non Steroidal Anti Inflammatory Drugs

p.o : Pemberian Oral


commit to user

xvii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

RSUD : Rumah Sakit Umum Daerah

TD : Tekanan Darah

TDD : Tekanan Darah Diastolik

TDS : Tekanan Darah Sistolik

UGD : Unit Gawat Darurat

WHO : World Health Organization

commit to user

xviii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Berdasarkan Survei Kesehatan Nasional Tahun 2001, angka kesakitan

hipertensi pada orang dewasa sebanyak 6-15% dan kasusnya cenderung

meningkat menurut peningkatan usia (Anonim, 2003). Mereka merupakan

pengguna obat yang paling utama. Beberapa penyakit seperti artritis, penyakit

kardiovaskuler, penyakit parkinson dan diabetes melitus akan meningkat dengan

bertambahnya usia. Penyakit-penyakit tersebut biasanya ditangani dengan

penggunaan obat. Oleh karena itu, pasien lanjut usia memerlukan lebih banyak

obat, terutama bagi mereka yang menderita bermacam-macam penyakit yang

menetap. (Aslam et al., 2003).

Hipertensi didefinisikan dengan meningkatnya tekanan darah arteri yang

persisten (Sukandar et al., 2009). Di seluruh dunia, hipertensi merupakan masalah

yang besar dan serius. Hal ini disebabkan karena prevalensinya yang tinggi dan

cenderung meningkat di masa yang akan datang, tingkat keganasan penyakit yang

diakibatkan seperti penyakit jantung, stroke, gagal ginjal dan lain-lain sangat

tinggi, dan risiko kecacatan permanen serta kematian mendadak. Hipertensi pada

kelompok geriatrik, sangat membebani perekonomian keluarga, karena biaya

pengobatan yang mahal dan membutuhkan waktu yang panjang, bahkan seumur

hidup (Bustan, 1997).

commit to user

1
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
2

Hipertensi terjadi pada lebih dari 2/3 individu yang berusia diatas 65

tahun. Populasi ini juga sering menunjukkan pengontrolan tekanan darah yang

kurang (Anonim, 2006). Penelitian prospektif telah memperlihatkan bahwa tanpa

terapi, hipertensi dapat meningkatkan insiden kegagalan jantung, penyakit jantung

koroner dengan angina pektoris dan infark miokard, stroke hemoragik dan

trombotik, dan kegagalan ginjal dengan signifikan (Sokolow, 1984).

Berdasarkan uraian diatas, tingginya angka kematian akibat hipertensi di

Indonesia menjadi perhatian tersendiri bagi penulis apalagi sebagian besar dari

angka kematian akibat penyakit hipertensi adalah masyarakat yang kebanyakan

lanjut usia atau geriatrik karena pada usia tersebut rentan terhadap penyakit. Hal

inilah yang memperparah pasien geriatrik yang sebelumnya sudah memiliki

riwayat hipertensi. Dengan alasan tersebut, penulis tertarik untuk melakukan

penelitian mengenai pola penggunaan obat antihipertensi pada pasien geriatrik di

bangsal rawat inap RSUD Karanganyar tahun 2010.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, perumusan masalah pada penelitian ini

adalah:

1. Bagaimana gambaran subyek penelitian yang meliputi jenis kelamin,

domisili, lama perawatan dan status pulang pasien?

2. Bagaimanakah pola penggunaan obat antihipertensi pada pasien geriatrik di

bangsal rawat inap RSUD Karanganyar pada tahun 2010 yang meliputi

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
3

pemilihan jenis obat, bentuk sediaan, dosis obat, kombinasi obat, dan rute

pemberian?

3. Bagaimana evaluasi ketepatan obat dan dosis obat antihipertensi

dibandingkan dengan JNC 7 tahun 2004?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Mengetahui gambaran subyek penelitian yang meliputi jenis kelamin,

domisili, lama perawatan dan status pulang pasien.

2. Mengetahui pola penggunaan obat antihipertensi yang meliputi pemilihan

jenis obat, bentuk sediaan, dosis obat, kombinasi obat, dan rute pemberian

obat untuk pasien geriatrik di bangsal rawat inap RSUD Karanganyar selama

periode Januari sampai dengan Desember 2010.

3. Membandingkan pola penggunaan obat antihipertensi yang meliputi

pemilihan jenis obat, bentuk sediaan, dosis obat, kombinasi obat, dan rute

pemberian obat untuk pasien geriatrik di bangsal rawat inap RSUD

Karanganyar tahun 2010 dengan standar The Seventh Joint National

Committee on Prevention, Evaluation, and Treatment of High Blood

Pressure (JNC 7) tahun 2004.

D. Manfaat Penelitian

Manfaat yang dapat di peroleh selama melakukan penelitin, yaitu:

1. Sebagai bahan informasi atau masukan dalam memberikan pelayanan

kesehatan untuk pasien geriatrik yang menderita penyakit hipertensi di RSUD

Karanganyar.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
4

2. Sebagai bahan masukan dan pertimbangan bagi Dinas Kesehatan Kabupaten

Karanganyar tentang pola penggunaan obat antihipertensi pada pasien

geriatrik di masa mendatang khususnya dalam penatalaksanaan penggunaan

obat antihipertensi.

3. Bermanfaat bagi pihak yang terkait dan dapat menjadi salah satu sumber

informasi mengenai pola penggunaan obat antihipertensi khususnya pada

pasien geriatrik.

4. Sebagai bahan kajian pustaka bagi peneliti lainnya apabila ingin melakukan

penelitian lanjutan atau penelitian yang sejenis.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka

1. Pengertian Hipertensi

Hipertensi didefinisikan dengan meningkatnya tekanan darah arteri yang

persisten (Aslam et al., 2008). Hipertensi adalah desakan darah terhadap dinding-

dinding arteri ketika darah tersebut dipompa dari jantung ke jaringan. Tekanan

darah merupakan gaya yang diberikan darah pada dinding pembuluh darah.

Tekanan ini bervariasi terkait pembuluh darah dan denyut jantung. Tekanan darah

pada arteri besar bervariasi menurut denyutan jantung. Tekanan ini paling tinggi

ketika ventrikel berkontraksi (tekanan sistolik) dan paling rendah ketika ventrikel

berelaksasi (tekanan diastolik) (Sugiharto, 2007).

Ketika jantung memompa darah melewati arteri, darah menekan dinding

pembuluh darah. Mereka yang menderita hipertensi mempunyai tekanan darah

tinggi yang tidak normal. Penyempitan pembuluh nadi atau aterosklerosis,

sirkulasi darah melewati pembuluh darah menjadi sulit. Ketika arteri-arteri

mengeras dan mengerut dalam aterosklerosis, darah memaksa melewati jalan yang

sempit itu, sebagai hasilnya tekanan darah menjadi tinggi (Sugiharto, 2007).

Hipertensi sering disebut sebagai silent killer karena pasien dengan

hipertensi esensial biasanya tidak ada gejala (asimptomatik). Penemuan fisik yang

utama adalah meningkatnya tekanan darah. Pengukuran rata-rata dua kali atau

lebih dalam waktu dua kali kontrol ditentukan untuk mendiagnosis hipertensi.

commit to user

5
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
6

Tekanan darah ini digunakan untuk mendiagnosis dan mengklasifikasikan sesuai

dengan tingkatnya (Anonim, 2006).

The Seventh Joint National Committee on Prevention, Evaluation, and

Treatment of High Blood Pressure (JNC 7) tahun 2004 mengklasifikasikan

hipertensi seperti pada Tabel I dibawah ini.

Tabel I. Klasifikasi Hipertensi menurut JNC 7 (Anonim, 2004)


Klasifikasi Hipertensi Sistolik (mmHg) Diastolik (mmHg)
Normal < 120 Dan < 80
Prehipertensi 120-139 Atau 80-89
Hipertensi stage I 140-159 Atau 90-99
Hipertensi stage II

2. Patofisiologi Hipertensi

Hipertensi merupakan penyakit yang dapat disebabkan oleh penyebab

yang spesifik (hipertensi sekunder) atau mekanisme patofisiologi yang tidak

diketahui penyebabnya (hipertensi primer atau esensial). Hipertensi sekunder

bernilai kurang dari 10% kasus hipertensi, pada umumnya kasus tersebut

disebabkan oleh penyakit ginjal kronik. Beberapa obat yang dapat meningkatkan

tekanan darah adalah kortikosteroid, estrogen, AINS (Anti Inflamasi Non

Steroid), amphetamine, sibutramin, siklosporin, takrolimus, erythropoietin, dan

venlafaxine (Sukandar et al., 2008).

Mekanisme terjadinya hipertensi adalah melalui terbentuknya angiotensin

II dari angiotensin I oleh angiotensin converting enzyme (ACE). ACE memegang

peran fisiologis penting dalam mengatur tekanan darah. Darah mengandung

angiotensinogen yang diproduksi di hati. Selanjutnya oleh renin (diproduksi oleh

ginjal), angiotensinogen akan diubah menjadi angiotensin I. Oleh ACE yang

terdapat di paru-paru, angiotensin I diubah menjadi angiotensin II. Angiotensin II


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
7

inilah yang memiliki peranan kunci dalam menaikkan tekanan darah melalui dua

aksi utama.

Aksi pertama adalah meningkatkan sekresi hormon antidiuretik (ADH) dan

rasa haus. ADH diproduksi di hipotalamus (kelenjar pituitari) dan bekerja pada

ginjal untuk mengatur osmolalitas dan volume urin. Dengan meningkatnya ADH,

sangat sedikit urin yang diekskresikan ke luar tubuh (antidiuresis), sehingga

menjadi pekat dan tinggi osmolalitasnya. Untuk mengencerkannya, volume cairan

ekstraseluler akan ditingkatkan dengan cara menarik cairan dari bagian

intraseluler. Akibatnya, volume darah meningkat yang pada akhirnya akan

meningkatkan tekanan darah.

Aksi kedua adalah menstimulasi sekresi aldosteron dari korteks adrenal.

Aldosteron merupakan hormon steroid yang memiliki peranan penting pada

ginjal. Untuk mengatur volume cairan ekstraseluler, aldosteron akan mengurangi

ekskresi NaCl (garam) dengan cara mereabsorpsinya dari tubulus ginjal. Naiknya

konsentrasi NaCl akan diencerkan kembali dengan cara meningkatkan volume

cairan ekstraseluler yang pada gilirannya akan meningkatkan volume dan tekanan

darah (Anggraini et al., 2009). Patofisiologi hipertensi dapat dilihat pada Gambar

1 dibawah ini.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
8

Renin

Angiotensin I

Angiotensin I Conversing Enzyme

Angiotensin II

rasa haus Stimulasi sekresi aldosteron


dari korteks adrenal

pekat&
sekresi NaCl (garam)
dengan mereabsorpsinya di
tubulus ginjal
mengentalkan

konsentrasi NaCl di
ekstraseluler pembuluh darah

ekstraseluler

tekanan darah

Gambar 1. Patofisiologi hipertensi (Anggraini et al., 2009)

3. Faktor-faktor Penyebab Hipertensi

Berdasarkan penyebabnya, hipertensi dapat dibedakan menjadi 2, yaitu:

a. Hipertensi primer

Merupakan hipertensi yang tidak jelas etiologinya (suatu kajian tentang

penyebab penyakit), lebih dari 90% kasus hipertensi termasuk dalam kelompok
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
9

hipertensi primer. Penyebab hipertensi seperti ini adalah multifaktor, terdiri atas

faktor genetik dan lingkungan (Anonim, 2000).

b. Hipertensi sekunder

Hipertensi sekunder adalah hipertensi yang diketahui penyebabnya.

Hipertensi ini sebagai akibat dari suatu penyakit, kondisi kebiasaan (life style),

10% dari penderita hipertensi di Indonesia adalah disebabkan oleh hipertensi

sekunder. Penyebab hipertensi sekunder dapat diketahui antara lain kelainan

pembuluh darah ginjal, gangguan tiroid (hipertiroid), dan penyakit kelenjar

adrenal. Hipertensi sekunder juga dapat disebabkan penyakit kardiovaskuler

seperti pembuluh darah arteri, serangan jantung dan stroke (Karyadi, 2002).

Ada beberapa faktor yang berpengaruh terhadap munculnya hipertensi

dan meningkatnya tekanan darah, baik reversible ataupun irreversible adalah:

1. Faktor yang tidak dapat dikontrol (irreversible)

a. Usia

Walaupun peningkatan tekanan darah bukan merupakan bagian normal

dari ketuaan, insiden hipertensi pada usia lanjut adalah tinggi. Setelah umur 69

tahun, prevalensi hipertensi meningkat sampai 50% (Kuswardhani, 2005).

b. Keturunan (Genetik)

Riwayat keluarga dekat yang menderita hipertensi, mempertinggi resiko

penyakit hipertensi primer. Faktor genetik yang berkaitan dengan metabolisme

pengaturan garam dan renin membran sel (Siaw, 1994).

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
10

2. Faktor yang dapat dikontrol (reversibel)

a. Kegemukan

Berat badan yang berlebihan akan menyebabkan bertambahnya volume

darah, sehingga beban jantung untuk memompa darah juga bertambah. Menurut

Hall (1994) perubahan fisiologis dapat menjelaskan hubungan antara kelebihan

berat badan dengan tekanan darah, yaitu terjadinya resistensi insulin dan

hiperinsulinemia, aktivasi saraf simpatis dan sistem renin-angiotensin, dan

perubahan fisik pada ginjal. Peningkatan konsumsi energi juga meningkatkan

insulin plasma, dimana natriuretik potensial menyebabkan terjadinya reabsorpsi

natrium dan peningkatan tekanan darah secara terus menerus.

b. Dislipidemia

Dislipidemia merupakan kelainan kadar lemak dalam darah, misalnya

kenaikan kadar kolesterol. Kandungan darah yang berlebih dalam darah dapat

menyebabkan timbunan kolesterol pada dinding pembuluh darah. Hal ini dapat

membuat pembuluh darah menyempit dan akibatnya tekanan darah meningkat.

c. Merokok

Nikotin dalam rokok merangsang sistem syaraf simpatik sehingga pada

ujung syaraf tersebut melepaskan hormon stress dan segera meningkat dengan

reseptor alfa. Hormon ini mengalir dalam pembuluh darah ke seluruh tubuh oleh

karena itu jantung akan berdenyut lebih cepat.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
11

d. Konsumsi alkohol

Konsumsi alkohol menjadi salah satu faktor penyebab hipertensi karena

alkohol dapat mempengaruhi kenaikan tekanan darah yang disebabkan adanya

peningkatan kortisol dan meningkatkan volume sel darah merah.

e. Stres

Stres dapat meningkatkan tekanan darah untuk sementara waktu akibat

pelepasan noradrenalin yang bersifat vasokonstriktif. Sedangkan bentuk stress

yang membuat tekanan darah naik selama beberapa bulan atau tahun

mengakibatkan kondisi yang harus diobati.

f. Pola asupan garam dalam diet

Badan kesehatan dunia World Health Organization (WHO)

merekomendasikan pola konsumsi garam yang dapat mengurangi risiko terjadinya

hipertensi. Kadar sodium yang direkomendasikan adalah tidak lebih dari 100

mmol (sekitar 2,4 gram sodium atau 6 gram garam) perhari (Waspadji et al.,

2004).

4. Terapi Hipertensi

a. Terapi non farmakologi

Penderita prehipertensi dan hipertensi sebaiknya dianjurkan untuk

memodifikasi gaya hidup seperti:

1) Penurunan berat badan apabila kelebihan berat badan.

2) Melakukan diet makanan yang diambil DASH (Dietary Approaches to Stop

Hypertension).

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
12

3) Mengurangi asupan natrium hingga lebih kecil sama dengan 2,4 g/hari (6

g/hari NaCl).

4) Melakukan aktivitas fisik seperti aerobik.

5) Mengurangi konsumsi alkohol.

6) Menghentikan kebiasaan merokok

(Sukandar et al., 2008).

b. Terapi farmakologi

Pemilihan obat tergantung pada derajat meningkatnya tekanan darah dan

keberadaan compelling indications. Kebanyakan penderita hipertensi tahap I

sebaiknya terapi diawali dengan diuretik thiazide. Penderita hipertensi tahap II

pada umumnya diberikan terapi kombinasi, salah satu obatnya diuretik thiazide

kecuali terdapat kontraindikasi. Ada enam compelling indications yang spesifik

dengan obat antihipertensi serta memberikan keuntungan yang unik yaitu gagal

jantung, infarc postmycardial, risiko tinggi penyakit koroner, diabetes melitus,

-bloker,

inhibitor angiotensin-converting enzyme (ACEI), Angiotensin II Receptor Blocker

(ARB), dan Calcium Channel Blocker (CCB), ke enamnya merupakan agen

primer berdasarkan pada data kerusakan organ target atau morbiditas dan

- 2-agonis sentral, inhibitor adrenergik, dan

vasodilator merupakan alternatif yang dapat digunakan penderita setelah

mendapatkan obat pilihan pertama (Sukandar et al., 2008).

Obat-obat yang dapat digunakan sebagai terapi farmakologi dalam

hipertensi adalah:

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
13

1) Diuretik

a) Thiazide adalah golongan yang dipilih untuk menangani hipertensi.

Golongan lainnya efektif juga menurunkan tekanan darah. Penderita

dengan fungsi ginjal kurang baik (Laju Filtrasi Glomerolus (LFG) diatas

30 mL/menit), thiazide merupakan agen diuretik yang paling efektif

untuk menurunkan tekanan darah. Dengan menurunnya fungsi ginjal,

natrium dan cairan akan terakumulasi maka diuretik jerat Henle perlu

digunakan untuk mengatasi efek dari peningkatan volume dan natrium

tersebut. Hal ini memperngaruhi tekanan darah arteri.

b) Diuretik hemat kalium merupakan antihipertensi yang lemah jika

digunakan tunggal. Efek hipotensi akan terjadi apabila diuretik

dikombinasikan dengan diuretik hemat kalium, thiazide atau jerat henle.

Diuretik hemat kalium dapat mengatasi kekurangan kalium dan natrium

yang disebabkan oleh diuretik lain.

c) Antagonis aldosteron merupakan diuretik hemat kalium juga tetapi lebih

berpotensi sebagai antihipertensi dengan onset aksi yang lama (hingga 6

minggu dengan spironolakton).

2) Inhibitor ACE (ACEI)

ACE membantu produksi angiotensin II (berperan penting dalam regulasi

tekanan darah arteri). ACE didistribusikan pada beberapa jaringan dan ada

pada beberapa tipe sel yang berbeda tetapi pada pinsipnya merupakan sel

endothelia. Kemudian tempat utama produksi angiotensin II adalah pembuluh

darah bukan ginjal. Inhibitor ACE mencegah perubahan angiotensin I

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
14

menjadi angiotensin II. Efek samping yang terjadi seperti batuk kering,

neutropenia dan agranulosit, proteinuria, glomerulonefritis dan gagal ginjal.

Contoh obat yang termasuk dalam golongan ini adalah captopril, lisinopril

dan enalapril.

3) Penghambat Reseptor Angiotensin II (ARB)

Angiotensin II digenerasikan oleh jalur renin-angiotensin (termasuk ACE)

dan jalur alternatif yang digunakan untuk enzim lain seperti chymases. ARB

menahan langsung reseptor angiotensin tipe I (AT 1), reseptor yang

memperantarai efek angiotensin II. Semua obat pada tipe ini memiliki

kesamaan efikasi dan memiliki hubungan antara dosis-respon yang linear.

ARB memiliki efek samping yang lebih rendah dibandingkan antihipertensi

lainnya, seperti hiperkalemia, insufisiensi ginjal, dan hipotensi ortostatik.

Contohnya adalah losartan dan valsartan.

4) -Bloker

-bloker tidak diketahui tetapi dapat melibatkan

menurunnya curah jantung melalui kronotropik negatif dan efek inotropik

jantung dan inhibisi pelepasan renin dari ginjal. Efek samping dari golongan

-bloker adalah gagal jantung akut. Contoh obatnya seperti atenolol,

bisoprolol, acebutol dan lain-lain.

5) Penghambat Saluran Kalsium (CCB)

CCB menyebabkan relaksasi jantung dan otot polos dengan menghambat

saluran kalsium yang sensitif terhadap tegangan, sehingga mengurangi

masuknya kalsium ekstraseluler ke dalam sel. Relaksasi otot polos vaskular

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
15

menyebabkan vasodilatasi dan berhubungan dengan reduksi tekanan darah.

Golongan ini memberikan efek inotropik negatif (Sukandar et al., 2008).

Golongan ini dibedakan menjadi dua, yaitu:

a). Dihidropiridin

Dihidropiridin kerja cepat (short-acting) harus dihindari, terutama

nifedipin dan nikardipin. Dihidropiridin merupakan vasodilator perifer

yang kuat daripada nondihidropiridin, dan dapat menyebabkan pelepasan

refleks simpatetik (takikardia), pusing dan sakit kepala. Contohnya,

amlodipin, felodipin dan nifedipin.

b). Nondihidropiridin

Produk lepas lambat lebih dipilih untuk terapi hipertensi. Obat-obat ini

dapat menghambat slow channel di jantung dan menurunkan denyut jantung.

Contohnya, diltiazem dan verapamil (Saseen et al., 2005).

6) 1

Prasozin, terasozin, dan doxazosin merupakan penghambat reseptor 1

yang menginhibisi katekolamin pada sel otot polos vaskular perifer yang

memberikan efek vasodilatasi. Kelompok ini tidak mengubah aktivitas

1 sehingga tidak menimbulkan efek takikardia. Efek samping berat

yang mungkin terjadi merupakan gejala dosis awal yang ditandai dengan

hipotensi ortostatik yang disertai dengan pusing atau pingsan, dan juga

sinkope dalam satu hingga tiga jam setelah dosis pertama atau terjadi lebih

lambat setelah dosis yang lebih tinggi.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
16

7) 2 pusat

Clonidine, guanabenz, guanfacine, dan metildopa menurunkan tekanan

2 adrenergik di

otak, yang mengurangi aliran simpatetik dari pusat vasomotor dan

2 presinaptik secara perifer

menyebabkan penurunan tonus simpatetik. Oleh karena itu, dapat terjadi

penurunan denyut jantung, curah hujan, resistensi perifer total, aktivitas renin

plasma, dan refleks baroreseptor. Sedasi dan mulut kering merupakan efek

samping umum yang dapat dihilangkan dengan pemberian dosis rendah

kronik dan juga dapat menyebabkan depresi.

8) Reserpin

Reserpin mengosongkan norepinefrin dari saraf akhir simpatik dan

memblok transpor norepinefrin kedalam granul penyimpanan. Pada saat saraf

terstimulasi, sejumlah norepinefrin (kurang dari jumlah biasanya) dilepaskan

kedalam sinap. Pengurangan tonus simpatetik menurunkan resistensi perifer

dan tekanan darah. Reserpin dapat menyebabkan retensi natrium dan cairan

dengan signifikan sehingga perlu diberikan bersamaan dengan diuretik

thiazide.

9) Vasodilatasi arteri langsung

Hidralazin dan minoxidil menyebabkan relaksasi langsung otot polos

arteriol. Aktivitas reflek baroreseptor dapat meningkatkan aliran simpatetik

dari pusat vasomotor, meningkatnya denyut jantung, curah jantung, dan

pelepasan renin. Oleh karena itu, efek hipotensif dari vasodilator langsung

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
17

berkurang pada penderita yang juga mendapatkan pengobatan inhibitor

simpatetik dan diuretik. Penderita yang mendapatkan terapi obat ini

adrenergik.

10) Inhibitor simpatetik postganglion

Guanethidin dan guanadrel mengosongkan norepinefrin dari terminal saraf

simpatetik posganglion dan inhibisi pelepasan norepinefrin terhadap respon

stimulasi saraf simpatetik. Hal ini mengurangi curah jantung dan resisten

vaskular perifer (Sukandar et al., 2008).

Algoritma penanganan hipertensi menurut JNC 7 tahun 2004 dapat dilihat

pada Gambar 2 dibawah ini.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
18

Modifikasi gaya
hidup

Target tekanan darah <140/90 mmHg (<130/80


mmHg untuk diabetes atau gagal ginjal kronik)
tidak tercapai

Pilihan obat

Tanpa penyakit Dengan penyakit


penyerta penyerta

Hipertensi tingkat 1 (TD Hipertensi tingkat 2 Obat antihipertensi


sistolik 140-159 atau TD lain (ACEI, ARB,
diastolik 90-99 mmHg). diuretik, BB, CCB)
Menggunakan diuretik mmHg). Kombinasi 2 jika dibutuhkan
tiazid. Bisa obat (biasanya diuretik
menggunakan kombinasi tiazid dan ACEI atau
ACEI, ARB, BB, CCB ARB, atau BB, atau
CCB)

Target tekanan darah


tidak tercapai

Peningkatan dosis atau menambah obat


sampai target tekanan darah tercapai.
Konsultasi dengan ahli hipertensi.

Gambar 2. Algoritma penanganan hipertensi menurut JNC 7 (Anonim, 2004)

Rekomendasi pengobatan dalam penanganan hipertensi berdasarkan

penyakit penyerta atau compelling indications berdasarkan JNC 7 tahun 2004

dapat digunakan obat seperti pada Tabel II di bawah ini.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
19

Tabel II. Rekomendasi obat dalam penanganan hipertensi dengan penyakit penyerta
berdasarkan JNC 7 (Anonim, 2004)
Rekomendasi Obat
Antagonis
Compelling Indications - Aldosteron

ACE-I
Diuretik

ARB

CCB
Bloker

Gagal jantung
Postmyocardial infarction
Resiko tinggi penyakit koroner
Diabetes melitus
Penyakit ginjal kronik
Recurrent stroke prevention

Dosis terapi obat-obat antihipertensi dapat diklasifikasikan kedalam Tabel

III di bawah ini.

Tabel III. Dosis Terapi Obat-obat Antihipertensi (Saseen et al., 2005).


Golongan Subkelas Nama Obat Dosis Frekuensi
(mg/hari)
Diuretik Tiazid Hidroklorotiazid 12,5-50 1
Klorotiazid 125-500 1-2
Indapamid 1,25-2,5 1
Metolazone 0,5-1,0 1
Klortalidon 12,5-25 1
Diuretik Kuat Bumetanid 0,5-2 2
Furosemid 20-80 2
Torsemid 2,5-10 1
Diuretik Hemat Amilorid 5-10 1-2
Kalium Triamteren 50-100 1-2
Antagonis Spironolakton 25-50 1
Aldosteron Eplerenon 50-100 1-2
ß blocker Kardioselektif Atenolol 25-100 1
Betaxolol 5-20 1
Bisoprolol 2,5-10 1
Metoprolol tartrat 100-400 2
Metoprolol suksinat 50-200 1
Nonselektif Nadolol 40-120 1
Propranolol 40-160 2
Timolol 20-40 2
ISA Acebutolol 200-800 2
Carteolol 2,5-10 1
Penbutolol 10-40 1
Pindolol 10-60 2

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
20

Tabel II. Lanjutan...


ACE Inhibitor Captopril 25-100 2
Lisinopril 10-40 1
Enalapril 5-40 1-2
Fosinopril 10-40 1
Perindopril 4-8 1
Quinapril 10-80 1
Ramipril 2,5-20 1
Benazepril 10-40 1-2
Moexipril 7,5-30 1-2
Trandolapril 1-4 1
ARB Losartan 25-100 1-2
Valsartan 80-320 1-2
Irbesartan 150-300 1
Telmisartan 20-80 1
Candesartan 8-32 1-2
Eprosartan 600-800 1-2
Olmesartan 20-40 1
CCB Dihidropiridin Amlodipin 2,5-10 1
Felodipin 5-20 1
Isradipin 5-10 2
Nicardipin 60-120 2
Nifedipin long- 30-90 1
acting
Nisoldipin 10-40 1
Nondihidropiridin Diltiazem SR 180-480 1
Verapamil 120-360 1
Doksazosin 1-16 1
Prazosin 2-20 2-3
Terazosin 1-20 1-2
Metildopa 250-1000 1
Klonidin 0,1-0,8 2
Reserpin 0,1-0,25 1
Vasodilator Hidralazin 25-100 2
Minoksidil 2,5-80 1-2

5. Geriatrik

Seseorang dapat dikatakan lanjut usia atau geriatrik apabila memiliki umur

di atas 65 tahun (Aslam et al., 2003). Penuaan selalu menyebabkan berbagai

perubahan fisiologis yang dapat merubah proses absorbsi, distribusi, ikatan

protein, metabolisme, dan ekskresi obat sehingga terapi obat yang optimal pada

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
21

usia lanjut sangat perlu memperhatikan perubahan-perubahan ini (Walker dan

Edwards, 2003).

Menurunnya kapasitas fungsional cenderung membuat berusia lanjut sulit

untuk memelihara kestabilan status fisik dan kimia dalam tubuh, atau memelihara

homeostasis tubuh. Akibat penurunan tersebut, maka orang berusia lanjut

umumnya tidak dapat berespon terhadap berbagai rangsangan, baik secara internal

maupun eksternal seperti yang dapat dilakukan oleh orang yang lebih muda.

Gangguan terhadap homeostatis tubuh tersebut memudahkan terjadinya disfungsi

berbagai sistem organ (Anandani, 2009).

Penyakit pada lanjut usia lebih banyak yang bersifat endogen daripada

eksogen. Pada umumnya perjalanan penyakitnya kronik (menahun) dan diselingi

dengan eksaserbasi akut. Penyakit pada lanjut usia seringkali bersifat ganda

kumulatif. Keluhan-keluhan penyakitnya tidak jelas dan tidak khas dan seringkali

asimtomatik sehingga menimbulkan kesulitan dalam mendiagnosisnya (Anandani,

2009).

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
22

B. Kerangka Pemikiran

Penurunan fungsi tubuh akibat usia


menjadikan geriatrik rentan
terhadap penyakit salah satunya
hipertensi.
Terapi farmakologi menggunakan
obat-obat antihipertensi seperti
-bloker,
Kondisi masyarakat lanjut usia -bloker, -agonis, inhibitor
semakin parah dengan adanya adrenergik, dan vasodilator.
riwayat penyakit hipertensi.

Pola penggunaan dan evaluasi obat


antihipertensi pada geriatrik perlu
diteliti.

Gambar 3. Kerangka pemikiran penelitian

C. Keterangan Empirik

Di seluruh dunia, hipertensi merupakan masalah yang besar dan serius. Di

samping karena prevelensinya yang tinggi dan cenderung meningkat di masa yang

akan datang, juga karena tingkat keganasan penyakit yang diakibatkan sangat

tinggi seperti stroke, gagal ginjal dan lain-lain. Berdasarkan Survei Kesehatan

Nasional Tahun 2001, angka kesakitan hipertensi pada dewasa sebanyak 6-15 %

dan kasusnya cenderung meningkat menurut peningkatan usia dan masyarakat

geriatrik merupakan pengguna obat yang paling utama. Hal ini juga didukung dari

data pasien selama tahun 2010 di RSUD Karanganyar yang menderita penyakit

hipertensi sebanyak 227 pasien.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
23

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pola penggunaan obat

antihipertensi pada pasien geriatrik di bangsal rawat inap RSUD Karanganyar

selama periode Januari sampai dengan Desember 2010 dan kesesuaian

penggunaan obat antihipertensi tersebut menurut standar The Seventh Joint

National Committee on Prevention, Evaluation, and Treatment of High Blood

Pressure tahun 2004.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Rencana Penelitian

Penelitian ini merupakan jenis penelitian non eksperimental dengan

pendekatan deskriptif untuk memperoleh gambaran mengenai obat antihipertensi

yang digunakan untuk pasien geriatrik di bangsal rawat inap RSUD Karanganyar

periode Januari sampai dengan Desember 2010. Data untuk penelitian ini diambil

secara retrospektif.

B. Alat dan Bahan

Alat penelitian yang digunakan adalah standar terapi The Seventh Joint

National Committee on Prevention, Evaluation, and Treatment of High Blood

Pressure tahun 2004, buku-buku pustaka, jurnal yang terkait dengan penelitian,

dan lembar pengumpul data.

Bahan penelitian yang digunakan adalah catatan rekam medis pasien

geriatrik di bangsal rawat inap RSUD Karanganyar pada bulan Januari 2010

sampai dengan Desember 2010.

C. Waktu dan Tempat

Waktu pelaksanaan penelitian pada bulan April 2011 di RSUD

Karanganyar.

commit to user

24
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
25

D. Definisi Operasional Penelitian

Agar terdapat keseragaman persepsi dalam penelitian ini, maka dibuat suatu

definisi operasional sebagai berikut:

1. Pola penggunaan obat adalah model atau gambaran peresepan obat

antihipertensi yang meliputi pemilihan jenis obat, bentuk sediaan, dosis obat,

kombinasi obat, dan rute pemberian.

2. Subyek penelitian adalah penderita dengan usia di atas 65 tahun yang

terdiagnosis hipertensi dengan kriteria inklusi rekam medis lengkap

mencangkup identitas, diagnosis penyakit hipertensi, hipertensi dengan atau

tanpa penyakit penyerta yang sesuai dengan JNC 7 tahun 2004 dan

memperoleh perawatan di RSUD Karanganyar selama tahun 2010.

3. Hipertensi adalah meningkatnya tekanan darah arteri yang persisten sesuai

dengan klasifikasi JNC 7 tahun 2004.

4. Antihipertensi adalah obat untuk mengatasi penyakit hipertensi yang meliputi

diuretik, Inhibitors Angiotensin Converting Enzyme (ACEIs), Calcium

Channel Blocker (CCB), Angiotensin II Reseptor Blocker -Bloker,

1- 2-agonis pusat, inhibitor adrenergik, dan vasodilator.

5. Penyakit penyerta adalah penyakit yang menyertai penyakit utama yaitu

hipertensi. Tetapi dalam hal ini, yang dimaksud hanya penyakit penyerta

dalam JNC 7 tahun 2004.

6. Kombinasi obat adalah penggunaan dua atau lebih obat antihipertensi dari

golongan lain.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
26

7. Jenis obat adalah nama zat aktif dari antihipertensi yang diresepkan oleh

dokter kepada pasien.

8. Dosis obat adalah takaran zat aktif dari antihipertensi yang diresepkan oleh

dokter kepada pasien.

9. Bentuk sediaan adalah wujud dari suatu obat antihipertensi seperti tablet,

kapsul atau sediaan injeksi.

10. Rute penggunaan adalah jalur masuknya obat antihipertensi ke dalam tubuh

pasien.

11. Evaluasi penggunaan antihipertensi adalah membandingkan penggunaan obat

antihipertensi untuk pasien geriatrik dengan JNC 7 tahun 2004 berdasarkan

kriteria tepat obat dan tepat dosis.

12. Tepat obat adalah kesesuaian jenis obat atau kombinasi obat antihipertensi

yang digunakan dibandingkan dengan standar JNC 7 tahun 2004.

13. Tepat dosis adalah kesesuaian takaran, frekuensi, dan durasi pemberian obat

antihipertensi dibandingkan dengan standar JNC 7 tahun 2004.

E. Rancangan Penelitian

1. Metode Pengumpulan Data

Data diperoleh dari bahan rekam medik yang dikumpulkan secara retrospektif

lalu dianalisis dengan metode deskriptif non analitik dan disajikan dalam

bentuk tabel serta dihitung persentasenya.

2. Jalannya Penelitian

Tahap-tahap dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
27

a. Tahap pertama adalah perizinan melakukan penelitian.

Tahap ini merupakan tahap pengurusan surat izin melakukan penelitian.

Surat izin diajukan kepada pihak program studi dan ditandatangani oleh

Ketua Program Studi D3 Farmasi UNS. Tembusan selanjutnya

disampaikan kepada Direktur RSUD Karanganyar. Penelitian ini juga

memerlukan izin dari Kepala Bappeda dan Kesbangpol dan Linmas

Kabupaten Karanganyar.

b. Tahap kedua adalah penelusuran data di bagian rekam medik RSUD

Karanganyar.

Data yang diambil berasal dari berkas rekam medik pasien. Data pasien

yang diambil antara lain nomor rekam medik, jenis kelamin, domisili,

lama perawatan, dan keadaan keluar dari rumah sakit. Sedangkan data

terapi yang diambil yaitu jenis obat yang digunakan meliputi nama obat,

dosis, rute pemberian, kombinasi obat, bentuk sediaan, dan aturan pakai.

c. Tahap ketiga adalah pengolahan dan analisa data.

Data pasien selanjutnya diolah dan disajikan dalam bentuk tabel untuk

mendapatkan jumlah pasien yang terdiagnosis hipertensi dan persentase

obat antihipertensi yang digunakan. Untuk mendapatkan karakteristik

pasien, diambil data mengenai jenis kelamin, domisili dan lama

perawatannya. Hasil yang diperoleh kemudian dibandingkan dengan

standar JNC 7 tahun 2004.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
28

F. Analisis Data

Data diperoleh dari berkas rekam medis yang dikumpulkan secara

retrospektif kemudian dianalisis dengan statistik deskriptif dan disajikan dalam

bentuk tabel serta dihitung persentasenya. Selanjutnya diolah dan dilakukan

analisis sebagai berikut:

1. Perhitungan jumlah pasien geriatrik yang memiliki riwayat hipertensi

Jumlah yang dihitung berasal dari rekam medis pasien geriatrik rawat inap di

RSUD Karanganyar yang didiagnosa oleh dokter menderita hipertensi yang

memenuhi kriteria inklusi selama periode Januari sampai dengan Desember

2010 dan datanya digunakan sebagai bahan penelitian.

2. Distribusi pasien berdasarkan jenis kelamin

Jenis kelamin dihitung dari seluruh pasien geriatrik terdiagnosa hipertensi

yang dirawat inap di RSUD Karanganyar. Hasilnya ditampilkan dalam tabel

silang.

3. Distribusi pasien berdasarkan domisili

Pasien yang memenuhi kriteria inklusi akan dikelompokkan berdasarkan asal

kabupaten dan dihitung persentasenya.

4. Distribusi pasien berdasarkan lama perawatan

Pasien geriatrik akan dikelompokkan berdasarkan lama perawatan di bangsal

rawat inap RSUD Karanganyar selama tahun 2010 dan dihitung

persentasenya.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
29

5. Distribusi status pulang pasien

Pasien geriatrik akan dikelompokkan berdasarkan status pulang pasien RSUD

Karanganyar selama tahun 2010 dan dihitung persentasenya.

6. Persentase jenis hipertensi dengan penyakit penyerta

Presentase jenis penyakit penyerta yang sesuai dengan JNC 7 tahun 2004

dihitung dengan membandingkan tiap penyakit penyerta terhadap jumlah total

pasien geriatrik rawat inap yang mengalami hipertensi. Dimungkinkan ada

lebih dari satu infeksi penyerta yang terjadi pada tiap pasien. Jumlah kejadian

hipertensi dengan penyakit penyerta dihitung dari keseluruhan kunjungan

pasien rawat inap selama tahun 2010.

7. Presentasi jenis obat antihipertensi yang digunakan

Presentasi jenis obat antihipertensi dihitung dengan mengelompokkan jenis

obat antihipertensi kemudian dicari presentasinya dari jumlah total pengguna.

8. Kesesuaian penggunaan obat

Analisis kesesuaian penggunaan obat antihipertensi dilakukan dengan

membandingkan pemilihan jenis obat, bentuk sediaan, dosis obat, kombinasi

obat dan rute pemberian antihipertensi dengan The Seventh Joint National

Committee on Prevention, Evaluation, and Treatment of High Blood

Pressure tahun 2004..

Data yang diperoleh untuk pasien geriatrik rawat inap yang didiagnosa

hipertensi di RSUD Karanganyar selama tahun 2010 selanjutnya dianalisis dengan

program Microsoft Office Excel tahun 2007.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
30

G. Diagram Alir Cara Kerja

Penyusunan Proposal

Pengajuan Surat Ijin Penelitian

Mulai Penelitia

Pengumpulan Data

Data Pasien Penggunaan Obat

Pengolahan Data

Gambaran Pasien Pola Penggunaan Obat

Pembahasan

Kesimpulan dan Saran

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Subyek Penelitian

1. Jumlah pasien geriatrik yang memiliki riwayat hipertensi

Sebanyak 227 pasien rawat inap di RSUD Karanganyar yang terdiri

dari wanita dan pria telah terdiagnosis hipertensi selama periode Januari

sampai Desember 2010. Pasien geriatrik yang terdiagnosis selama tahun 2010

yang dijadikan subyek penelitian memenuhi kriteria inklusi rekam medis

lengkap mencangkup identitas, usia di atas 65 tahun, penyakit utama adalah

hipertensi, dengan atau tanpa penyakit penyerta, terdapat penggunaan obat

untuk hipertensi dan mendapatkan perawatan di bangsal rawat inap RSUD

Karanganyar. Didapatkan subyek penelitian sebanyak 135 pasien dari 227

pasien di bangsal rawat inap RSUD Karanganyar yang telah memenuhi

kriteria inklusi.

2. Distribusi pasien berdasarkan jenis kelamin

Distribusi pasien berdasarkan jenis kelamin di bangsal rawat inap

RSUD Karanganyar selama tahun 2010 terdapat pada Tabel IV di bawah ini.

Tabel IV. Distribusi Pasien Geriatrik Berdasarkan Jenis Kelamin di RSUD


Karanganyar Selama Tahun 2010
Jenis Kelamin Jumlah Pasien Persentase (%)
Wanita 81 60
Pria 54 40
Total 135 100

Dari Tabel IV di atas ini dapat dilihat bahwa ternyata lebih dari 50 %

pasien wanita menderita hipertensi dibandingkan pria. Penelitian Asteriana

(2011) juga memperoleh data bahwa pasien wanita lebih banyak mengalami
commit to user

31
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
32

hipertensi dibandingkan pasien pria. Begitu juga dengan penelitian Czeresna

(2002) yang melaporkan pada ruang gawat akut Geriatrik RSCM ditemukan

hipertensi pada pria 37,5% dan wanita 62,5%. Hal ini mungkin dikarenakan

efek menopause walaupun masih dalam kontroversi.

Berdasarkan National Health and Nutrition Examination Survey

(NHANES) III, tingkat kenaikan tekanan darah sistolik (TDS) cenderung

tajam setelah menopause dibandingkan sebelum menopause yang tingkat

kenaikannya cenderung lambat. Staessen et al., (1999), melaporkan bahwa

setelah penyesuaian usia dan Body Mass Index (BMI) wanita setelah

menopause dua kali lebih mungkin untuk mengalami hipertensi. Dalam

sebuah penelitian prospektif tingkat tekanan darah konvensional dan rawat

jalan, wanita menopause memiliki TDS lebih tinggi (4-5 mmHg)

dibandingkan dengan pengendalian pre dan perimenopause. Peningkatan TDS

per dekade adalah 5 mmHg lebih besar dalam perimenopause dan wanita

postmenopause daripada kelompok perimenopause.

Dengan demikian ada bukti bahwa setidaknya sebagian dari

peningkatan TD (khususnya TDS) terlihat dalam kehidupan wanita

dikarenakan menopause. Peningkatan yang terkait dengan menopause di TD

telah dikaitkan dengan berbagai faktor termasuk penarikan estrogen,

kelebihan produksi hormon hipofisis, berat badan atau kombinasi dari

neurohumoral dan pengaruh lainnya belum diketahui (Anonim, 2004).

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
33

3. Distribusi pasien berdasarkan domisili

RSUD Karanganyar merupakan salah satu rumah sakit di Karanganyar

yang sudah mampu menyelenggarakan upaya kesehatan dan pelayanan jasa

kesehatan sehingga pasien yang di rawat di RSUD Karanganyar hanya

berasal dari wilayah Karanganyar dan sekitarnya saja. Distribusi pasien

berdasarkan domisilinya secara lengkap termuat dalam Tabel V di bawah ini.

Tabel V. Distribusi pasien hipertensi berdasarkan domisili


Domisili Jumlah Pasien Persentase (%)
Karanganyar 30 22,22
Tasikmadu 29 21,48
Jaten 5 3,70
Kebakkramat 12 8,89
Mojogedang 13 9,63
Karangpandan 6 4,44
Matesih 9 6,67
Tawangmangu 6 4,44
Ngargoyoso 4 2,96
Kerjo 2 1,48
Jumapolo 4 2,96
Jumantono 10 7,41
Gondangrejo 1 0,74
Tidak diketahui 4 2,96
Total 135 100
*Persentase dihitung dari jumlah pasien di bangsal rawat inap yang masuk kriteria inklusi
dibagi 135 dikalikan 100%

Pasien geriatrik yang menderita hipertensi tercatat paling banyak berada di

wilayah kecamatan Karanganyar.

4. Distribusi pasien berdasarkan lama perawatan

Persentase distribusi pasien berdasarkan lama perawatan pasien di

bangsal rawat inap RSUD Karanganyar terlihat pada Tabel VI di bawah ini.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
34

Tabel VI. Distribusi Pasien Berdasarkan Lama Perawatan


Lama Perawatan Jumlah Pasien Persentase (%)*
1 hari 11 8,15
2 hari 41 30,37
3 hari 32 23,70
4 hari 24 17,65
5 hari 15 11,11
6 hari 7 5,19
7 hari 2 1,48
8 hari 1 0,74
9 hari 1 0,74
10 hari 1 0,74
Total 135 100
*Persentase dihitung dari jumlah pasien di bangsal rawat inap yang terdiagnosis hipertensi
dibagi 135 dikalikan 100%

Berdasarkan Tabel VI di atas maka diketahui bahwa 41 pasien

(30,37%) menjalani perawatan selama 2 hari. Diperoleh rata-rata pasien yang

menjalani rawat inap di RSUD Karanganyar membutuhkan waktu 2-3 hari

untuk mendapatkan penanganan obat.

5. Distribusi berdasarkan status pulang pasien

Persentase distribusi pasien di bangsal rawat inap RSUD Karanganyar

berdasarkan status pulang terdapat pada Tabel VII di bawah ini.

Tabel VII. Distribusi pasien berdasarkan status pulang


Status Pulang Jumlah Pasien Persentase (%)
Atas Persetujuan 123 91,11
Pulang Paksa 12 8,89
Meninggal 0 0
Melarikan Diri 0 0
Dikirim ke Rumah Sakit lain 0 0
Total 135 100
*Persentase dihitung dari jumlah pasien di bangsal rawat inap yang memenuhi kriteria inklusi
dibagi 135 dikalikan 100%

Pasien geriatrik yang menjalani rawat inap di RSUD Karanganyar

selama tahun 2010 tercatat 123 pasien (91,11%) pulang atas persetujuan dari

pihak rumah sakit. Namun ada beberapa pasien (8,89%) dipulangkan dengan

paksa. Berdasarkan data rekam medis yang terdapat pada Lampiran 1 terlihat
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
35

bahwa rata-rata pasien yang kategorikan pulang paksa disebabkan karena

terlalu lamanya perawatan sehingga kemungkinan membebani biaya pasien

dimana sebagian besar pasien di RSUD Karanganyar adalah pasien

Jamkesmas atau kurang mampu sehingga dokter memberikan izin untuk

memulangkan pasien. Hal ini menjadi dasar bahwa selama tahun 2010 di

RSUD Karanganyar melakukan pelayanan dengan baik khususnya kepada

pasien geriatrik yang menderita hipertensi.

6. Persentase jenis obat antihipertensi yang digunakan

Persentase jenis obat antihipertensi yang digunakan oleh dokter baik

secara tunggal (monoterapi) maupun kombinasi sesama obat antihipertensi

maupun dengan obat non-antihipertensi di RSUD Karanganyar selama tahun

2010 kepada pasien geriatrik yang menjalani rawat inap dengan diagnosa

hipertensi terdapat pada Tabel VIII, IX dan X di bawah ini.

Tabel VIII. Obat antihipertensi yang digunakan secara tunggal


Nama Nama Persentase
Terapi Jumlah
Generik Paten (%)*
Captopril ACEI - 127 54,27
Interpril 4 1,71
Lisinopril ACEI
Noperten 7 2,99
- 2 0,85
Lovask 4 1,71
Amlodipin CCB
Intervask 1 0,43
Divask 2 0,85
Nifedipin CCB - 64 27,35
Diltiazem CCB - 3 1,28
- 16 6,84
Furosemid Diuretik
Lasix 1 0,43
HCT Diuretik - 2 0,85
Bisoprolol -Bloker - 1 0,43
**Persentase dihitung dari jumlah penggunaan obat yang diterima pasien dibagi 234 dari
total penggunaan obat tunggal dikalikan 100%

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
36

Seperti terlihat pada Tabel VIII, penggunaan obat antihipertensi secara

tunggal yang sering digunakan adalah captopril (54,27%). Pengobatan

hipertensi dengan ACE Inhibitor sebagai obat tunggal memang sudah populer

sejak obat ini diperkenalkan (Katzung, 1998).

Tabel IX. Obat antihipertensi yang digunakan secara kombinasi


Jumlah Persentase
Nama Generik Nama Paten
(%)*
Captopril-Furosemid Captopril-Lasix inj 22 10,28
Captopril-Diltiazem - 5 2,34
Captopril-Nifedipin - 40 18,69
Captopril-HCT - 23 10,75
Captopril-Amlodipin Captopril-Lovask 14 6,54
Nifedipin-HCT - 33 15,42
Nifedipin-Furosemid - 15 7,00
Nifedipin-Bisoprolol - 1 0,47
Nifedipin-Lisinopril Nifedipin-Interpril 2 0,93
Furosemid-Amlodipin Furosemid-Divask 3 1,40
Furosemid-Lisinopril Furosemid-Interpril 1 0,47
Amlodipin-Lisinopril Intervask-Interpril 10 4,67
Captopril-Nifedipin-HCT - 28 13,08
Captopril-Furosemid- - 7 3,27
Diltiazem
Captopril-Nifedipin- Captopril-Nifedipin- 2 0,93
Furosemid Lasix
Captopril-Furosemid- - 1 0,47
Amlodipin
Nifedipin-Lisinopril-HCT Nifedipin-Interpril- 3 1,40
HCT
Amlodipin-Lisinopril- Intervask-Interpril- 2 0,93
HCT HCT
Captopril-HCT-Diltiazem - 1 0,47
Amlodipin-Lisinopril- Intervask-Interpril- 1 0,47
Furosemid Furosemid
*Persentase dihitung berdasarkan jumlah penggunaan obat kombinasi dibagi 214 dari total
penggunaan terapi kombinasi obat antihipertensi dikalikan 100%

Seperti terlihat pada Tabel IX, penggunaan obat antihipertensi secara dua

kombinasi obat tercatat (18,69%) diberikan terapi kombinasi obat captopril dan

nifedipin, tiga kombinasi obat yang sering digunakan adalah captopril, furosemid

dan Diltiazem dengan 3,27%.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
37

Tabel X. Obat antihipertensi yang dikombinasikan dengan obat Diabetes Melitus


Nama Generik Nama Paten Jumlah Persentase (%)*
Lisinopril-Insulin Noperten-Actrapid 1 20
Captopril-HCT-Insulin Captopril-HCT- 1 20
Actrapid
Captopril-Insulin Captopril-Actrapid 1 20
Nifedipin-Captopril- - 2 40
Metformin
**Persentase dihitung berdasarkan jumlah penggunaan kombinasi obat DM dibagi 5 dari total
dikalikan 100%

Terapi obat antihipertensi yang sering dikombinasikan dengan obat diabetes

melitus diperoleh persentase terbanyak yang digunakan adalah Nifedipin,

Captopril dan Metformin 40%.

7. Kesesuaian penggunaan obat

a. Tepat obat

Ada 8 macam obat antihipertensi yang direkomendasikan oleh dokter

kepada pasien geriatrik di bangsal rawat inap RSUD Karanganyar selama

tahun 2010 yaitu captopril, lisinopril, amlodipin. nifedipin, diltiazem,

furosemid, HCT dan bisoprolol. Kedelapan macam obat tersebut tercantum

dalam Tabel XI di bawah ini.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
38

Tabel XI. Kesesuaian obat antihipertensi yang digunakan


berdasarkan JNC 7 tahun 2004
Kesesuaian
Nama Jumlah Persentase dengan JNC 7
Golongan Keterangan
Obat Pasien (%) First Second
Line Line
Captopril ACEI 127 54,27 Sesuai
Lisinopril ACEI 11 4,70 Sesuai
Amlodipin CCB 9 3,85 Sesuai
Nifedipin CCB 64 27,35 Sesuai
Diltiazem CCB 3 1,28 Sesuai
Furosemid Diuretik 17 7,26 Sesuai
HCT Diuretik 2 0,85 Sesuai
Bisoprolol -Bloker 1 0,43 Sesuai

Diketahui bahwa penggunaan obat secara tunggal (monoterapi)

terbanyak diberikan obat captopril (54,27%) dari golongan ACE Inhibitor.

Pada studi dengan lansia, ACEI sama efektifnya dengan diuretik dan

penyekat beta, dan pada studi yang lain ACEI malah lebih efektif. Selain itu,

ACEI mempunyai peranan lain pada pasien hipertensi dengan kondisi

lainnya, seperti penyakit ginjal karena ACEI dapat memperlambat progress

penyakit ginjal kronis (Anonim, 2006). Kebanyakan klinis setuju bila ACEI

bukan merupakan terapi pilihan pertama pada kebanyakan pasien hipertensi,

tetapi sangat mendekati diuretik. Beberapa studi menunjukkan jika ACEI

mungkin lebih efektif dalam menurunkan resiko kardiovaskular dari pada

obat antihipertensi lain. ACEI menurunkan morbiditas dan mortalitas pada

pasien dengan gagal jantung dan memperlambat progres penyakit ginjal

kronis. ACEI dapat ditoleransi dengan baik oleh kebanyakan pasien tetapi

tetap memiliki efek samping yang sering dilaporkan adalah batuk kering

(Anonim, 2006).

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
39

Algoritma dari JNC 7 merekomendasikan diuretik tipe thiazid bila

memungkinkan sebagai terapi first line untuk kebanyakan pasien, baik sendiri

bloker, dan CCB). Empat subkelas diuretik digunakan untuk mengobati

hipertensi: thiazid, loop, agen penahan kalium, dan antagonis aldosteron.

Diuretik tipe thiazid sudah menjadi terapi utama antihipertensi pada

kebanyakan trial. Pada trial ini, termasuk yang baru diterbitkan

Antihypertensive and Lipid Lowering Treatment to Prevent Heart Attack

Trial (ALLHAT), diuretik tidak tertandingi dalam mencegah komplikasi

kardiovaskular akibat hipertensi. Hal ini berbeda dengan the Second

Australian National Blood Pressure Trial, dimana dilaporkan hasil lebih baik

dengan ACEI dibandingkan dengan diuretik pada laki-laki kulit putih.

Diuretik meningkatkan efikasi antihipertensi dari banyak regimen

obat berguna dalam mengontrol tekanan darah, dan harganya lebih dapat

dijangkau dibandingkan obat antihipertensi lainnya. Sayangnya disamping

kenyataan ini, diuretik tetap kurang digunakan (underused). Rekomendasi ini

terutama untuk pasien tanpa indikasi khusus dan berdasarkan bukti terbaik

yang ada yang menunjukkan penurunan mortalitas dan morbiditas. Walaupun

begitu, diuretik juga berguna pada pasien dengan indikasi tertentu, tetapi

tidak selalu sebagai obat pilihan pertama (Anonim, 2006).

Dua pasien yang menerima furosemid dari golongan diuretik loop

berdasarkan tekanan darahnya, dapat dilihat pada Lampiran 2 memiliki TD

pertama kali masuk kerumah sakit yaitu 150/100 mmHg dan 140/100 mmHg

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
40

termasuk hipertensi stage I tanpa penyakit penyerta. Tetapi kemudian pada

hari ketiga pasien Ny. K (176559) pengobatannya diganti dengan kombinasi

nifedipin dengan furosemid dan Actrapid®. Sedangkan pasien Tn P (185174)

pada hari kesembilan diganti terapinya dengan captopril. Hal ini

menunjukkan bahwa pemberian furosemid tidak menurunkan TD baik TDS

maupun TDD sehingga perlu penggantian terapi obat yang lainnya.

Dua pasien yang diberikan terapi HCT dari golongan diuretik thiazid

pada Lampiran 1 terlihat bahwa baik pasien Tn. K (161694) maupun Tn. P

(191656) diberikan pengobatan HCT setelah pemberian terapi dari golongan

lainnya dan untuk pasien Tn. K setelah pemberian HCT tekanan darah, dapat

dilihat pada Lampiran 2 semakin meningkat sedangkan untuk pasien Tn. P

tidak dilakukan pengecekan ulang terhadap tekanan darah pasien tersebut.

Hal ini sesuai dengan penelitian lain yang menyebutkan bahwa untuk

pemberian obat antihipertensi pada pasien geriatrik tidak selalu dari golongan

diuretik thiazid karena tidak selau efektif sebagai obat pilihan pertama.

Keterangan di atas menunjukkan bahwa kebanyakan pengobatan

untuk hipertensi digunakan dengan ACEI. Hal ini mungkin juga mendasari

dokter di RSUD Karanganyar memberikan terapi pengobatan dengan

penggunaan ACEI pada pasien hipertensi dengan persentase captopril lebih

banyak (54,27%) dari pada pengobatan pilihan pertama.

Penggunaan obat antihipertensi dengan obat DM didalam JNC 7

tahun 2004 pada Tabel II dapat dilihat bahwa rekomendasi obat dalam

penanganan hipertensi dengan penyakit penyerta DM dapat diberikan obat

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
41

-bloker, ACEI, ARB dan CCB. Sehingga bila dilihat

komposisi obat yang tertera pada Tabel X telah tepat obat. Tetapi dalam

pemberian obat antihipertensi dengan obat Diabetes Mellitus harus berhati-

hati karena dapat mencetuskan resistensi insulin. Dalam hal ini, sebaiknya

-bloker untuk menangani pasien hipertensi

dengan penyakit penyerta Diabetes Mellitus. Apabila terjadi kontraindikasi

terhadap golongan ini, dianjurkan obat- -bloker dan CCB

(Tjay dan Kirana, 2007).

b. Tepat dosis

Kesesuaian penggunaan obat antihipertensi pada pasien geriatrik di

bangsal rawat inap RSUD Karanganyar selama tahun 2010 berdasarkan

dosis dan frekuensi dibandingkan dengan standar JNC 7 tahun 2004

terdapat pada Tabel XII di bawah ini.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
42

Tabel XII. Kesesuaian penggunaan obat antihipertensi berdasarkan dosis dan


frekuensi dibandingkan dengan standar JNC 7 tahun 2004
Berdasarkan JNC 7 Persentase
Nama Dosis dan Jumlah
Dosis dan (%)*
Generik Frekuensi pasien Keterangan
Frekuensi
2 x 12,5 mg 10 Kurang sesuai 7,41
3 x 12,5 mg 22 Kurang sesuai 16, 30
Captopril 1 x 25 mg 1 2 x 25-100 mg Kurang sesuai 0.74
2 x 25 mg 6 Sesuai 4,44
3 x 25 mg 19 Sesuai 14,07
Lisinopril 1 x 5 mg 3 1 x 10-40 mg Kurang sesuai 2,22
1 x 5 mg 1 Sesuai 0,74
Amlodipin 1 x 2,5-10 mg
2 x 5 mg 6 Sesuai 4,44
2 x 5 mg 1 Tidak ada 0,74
3 x 5 mg 2 Tidak ada 1,48
Nifedipin 1 x 10 mg 2 - Tidak ada 1,48
2 x 10 mg 2 Tidak ada 1,48
3 x 10 mg 33 Tidak ada 24,44
Diltiazem 2 x 30 mg 1 - Tidak ada 0,74
1 x 5 mg 1 Kurang sesuai 0,74
1 x 10 mg 2 2 x 20-80 mg Kurang sesuai 1,48
1 x 40 mg 6 Sesuai 4,44
Furosemid 1 x 10 11 1-2 x Kurang sesuai 8,15
mg/ml 2 mg/2 ml
2 x 10 1 Kurang sesuai 0,74
mg/ml
Bisoprolol 1 x 5 mg 1 1-2 x 2,5-10 mg Sesuai 0,74
*Persentase dihitung dari jumlah pasien yang menerima pengobatan antihipertensi dibagi 135
dikalikan 100%

Berdasarkan kesesuaian pengggunaan obat antihipertensi pada pasien

geriatrik dengan Formularium Obat RSUD Karanganyar Kabupaten

Karanganyar Tahun 2010 terdapat pada Tabel XIII di bawah ini.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
43

Tabel XIII. Kesesuaian penggunaan obat antihipertensi berdasarkan dosis dan


frekuensi dibandingkan dengan standar Formularium RSUD Karanganyar tahun 2010
Berdasarkan Formularium Persentase
Nama Dosis dan Jumlah RSUD Karanganyar (%)*
Generik Frekuensi pasien Dosis dan
Keterangan
Frekuensi
2 x 12,5 mg 10 Sesuai 7,41
3 x 12,5 mg 22 Sesuai 16, 30
2-3 x
Captopril 1 x 25 mg 1 Sesuai 0.74
12,5-25 mg
2 x 25 mg 6 Sesuai 4,44
3 x 25 mg 19 Sesuai 14,07
Lisinopril 1 x 5 mg 3 - Tidak ada 2,22
1 x 5 mg 1 Tidak ada 0,74
Amlodipin -
2 x 5 mg 6 Tidak ada 4,44
2 x 5 mg 1 Sesuai 0,74
3 x 5 mg 2 Sesuai 1,48
Nifedipin 1 x 10 mg 2 3 x 10 mg Sesuai 1,48
2 x 10 mg 2 Sesuai 1,48
3 x 10 mg 33 Sesuai 24,44
Diltiazem 2 x 30 mg 1 1-3 x 30 mg Sesuai 0,74
1 x 5 mg 1 Kurang sesuai 0,74
1 x 10 mg 2 1-2 x 40 mg Kurang sesuai 0,74
1 x 40 mg 6 Sesuai 4,44
Furosemid 1 x 10 11 1-2 x Sesuai 8,15
mg/ml 10 mg/ ml
2 x 10 1 Sesuai 0,74
mg/ml
Bisoprolol 1 x 5 mg 1 1-2 x 5 mg Sesuai 0,74
*Persentase dihitung dari jumlah pasien yang menerima pengobatan antihipertensi dibagi 135
dikalikan 100%

1) Captopril

Pemakaian dosis captopril pada 58 pasien geriatrik yang

terdiagnosis hipertensi, 33 pasien diantaranya tidak sesuai dan hanya 25

pasien yang masih berada pada rentang dosis menurut standar JNC 7

tahun 2004. Dosis yang digunakan oleh JNC 7 tahun 2004 lebih besar

dibandingkan standar dosis yang dipakai di Indonesia. Di Indonesia,

dalam pemasarannya memiliki dosis sebesar 12,5 mg sedangkan dalam

JNC 7 hanya distandarkan pada dosis 25-100mg. Tetapi dibandingkan

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
44

dengan standar Formularium RSUD Karanganyar maka diperoleh

keseluruhan sebanyak 58 pasien tepat dosis. Perbedaan dosis disesuaikan

dengan tingkat keparahan pasien, respon pasien terhadap suatu obat,

frekuensi pemberian obat captopril dan data-data yang mendukung untuk

mengetahui alasan perbedaan dosis hanya saja tidak terdapat dalam data

rekam medis.

2) Lisinopril

Pemakaian dosis lisinopril pada 3 pasien geriatrik yang

terdiagnosis hipertensi kurang sesuai dengan standar JNC 7 tahun 2004

yang memberikan rentang dosis dewasa 10-40 mg perhari. Sedangkan

berdasarkan standar Formularium RSUD Karanganyar tahun 2010 tidak

terdapat dosis maksimal untuk obat antihipertensi lisinopril. Tidak bisa

diketahuai alasan perbedaan secara pasti karena dalam Formularium

RSUD Karanganyar tidak memiliki data untuk obat lisinopril itu sendiri

sehingga dimungkinkan dokter memberikan dosis lebih kecil

dibandingkan rentang dosis dewasa yang terdapat pada JNC 7 tahun 2004

karena pada kejadian yang sama organ lain mungkin juga lebih peka atau

mudah terpengaruh dengan efek obat sepeti antihipertensi dan NSAIDs

(Anonim, 2009).

3) Amlodipin

Pemakaian amlodipin pada 7 pasien geriatric untuk terapi

hipertensi sudah sesuai dengan dosis dewasa JNC 7 tahun 2004 yang

merekomendasikan untuk satu kali pakai dengan rentang dosis 2,5-10 mg.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
45

Berdasarkan standar Formularium RSUD Karanganyar tidak dicantumkan

dosisnya.

4) Nifedipin

Pemakaian nifedipin pada 40 pasien tidak diketahui apakah telah

sesuai atau tidak sesuai karena adanya perpedaan jenis obat yang

digunakan. Jenis obat yang digunakan di RSUD Karanganyar tidak

tercantum didalam daftar penggunaan obat yang terdapat dalam JNC 7

sehingga tidak bisa mengevaluasi apakah penggunaan dosis nifedipin ini

telah sesuai dengan standar JNC 7 atau tidak. Tetapi, berdasarkan standar

Formularium RSUD Karanganyar tahun 2010, penggunaan dosis

nifedipin pada 40 pasien sudah sesuai atau dapat dikatakan tepat dosis.

5) Diltiazem

Pemakaian diltiazem pada seorang pasien juga tidak diketahui

dengan pasti apakah sesuai dengan JNC 7 tahun 2004 atau tidak karena

permasalahannya sama dengan nifedipin. Jenis obat yang digunakan di

RSUD Karanganyar tidak terdapat atau tercantum didalam standar

penggunaan obat antihipertensi JNC 7 tahun 2004 sehingga tidak bisa

dilakukan pengevaluasian. Tetapi, berdasarkan standar Formularium

RSUD Karanganyar tahun 2010 penggunaan diltiazem telah sesuai.

6) Furosemid

Pemakaian furosemid pada 21 pasien geriatrik baik pemakaian oral

(p.o) maupun injeksi diketahui sebanyak 6 pasien sesuai dan sisanya 15

pasien kurang sesuai dengan rekomendasi dari JNC 7 tahun 2004. Dokter

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
46

merekomendasikan obat antihipertensi furosemid di bawah rentang dosis

lazimnya. Berdasarkan standar Formularium RSUD Karanganyar tahun

2010, hanya 12 pasien geriatrik dengan pemakaian dalam bentuk

pemberian injeksi dan 6 pasien dengan pemakaian oral saja yang sesuai

sedangkan sisanya dalam bentuk pemberian oral, 3 pasien geriatrik

kurang sesuai.

Terlihat pada Tabel XIII, dosis yang beredar dipasaran adalah 40

mg, sedangkan di Lampiran 1 rekam medis ada beberapa dosis yang tidak

sama dengan dosis yang tertera di Formularium RSUD Karanganyar yaitu

5 mg dan 10 mg. Hal ini dimungkinkan adanya kekeliruan atau ketidak

telitian dalam penulisan rekam medis. Ketidak telitian inilah yang sering

menyebabkan kendala dalam melakukan penelitian.

7) Bisoprolol

Pemakaian bisoprolol untuk terapi hipertensi sudah sesuai dengan

dosis lazim JNC 7 tahun 2004 maupun standar Formularium RSUD

Karanganyar tahun 2010 sehingga penggunaan bisoprolol sudah tepat

dosis.

c. Bentuk sediaan dan rute pemberian

Bentuk sediaan obat-obat antihipertensi yang digunakan sebagai

terapi hipertensi pada pasien geriatrik di bangsal rawat inap RSUD

Karanganyar tahun 2010 dapat dilihat pada Tabel XIV di bawah ini.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
47

Tabel XIV. Bentuk sediaan dan rute pemberian obat antihipertensi


Nama Generik Nama Paten Bentuk Sediaan Rute Pemberian
Captopril - Tablet Oral
Interpril Tablet Oral
Lisinopril
Noperten Tablet Oral
Amlodipin Lovask Tablet Oral
Nifedipin - Tablet Oral
Diltiazem - Tablet Oral
- Tablet Oral
Furosemid
Lasix Injeksi Intravena (i.v)
Bisoprolol - Tablet Oral

Sebagian besar bentuk sediaan obat yang direkomendasikan dokter di

RSUD Karanganyar dalam bentuk tablet dan hanya satu obat yang diberikan

dalam bentuk injeksi yaitu furosemid (Lasix ®). Furosemid injeksi diberikan

karena tekanan darah pasien sangat tinggi sehingga harus diturunkan dengan

cepat dan biasanya diberikan pada saat pasien berada di ruang UGD (Unit

Gawat Darurat). Obat ini juga diasumsikan diberikan pada pasien yang sudah

mengalami udem (pembengkakan).

d. Tepat kombinasi obat

Pemberian obat secara bertahap merupakan cara yang biasa

dipakai. Jika tekana darah tersebut tidak dapat dikendalikan oleh obat

pertama, harus ditambahkan obat kedua (Watts, 1984). Menurut JNC 7 tahun

2004, sebagian besar pasien tidak dapat dikontrol tekanan darahnya hanya

dengan monoterapi. Beberapa pasien dapat dikontrol tekanan darahnya jika

diberikan kombinasi terapi. Kombinasi terapi yang dimaksud terdiri dari dua

atau lebih antihipertensi dari golongan yang berbeda. Berdasarkan Gambar 2

Algoritma penanganan hipertensi, pemberian kombinasi obat

direkomendasikan untuk pasien (tanpa penyakit penyerta) yang terdiagnosa

hipertensi stage II (TDS > 160 atau TDD > 100) yang pada umumnya
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
48

diberikan diuretik thiazi -bloker. Dengan

-bloker.

Kombinasi obat nifedipin-furosemid dan furosemid-amlodipin

yang berasal dari golongan CCB hanya memberikan efek kecil bila

ditambahkan dengan diuretik (Setiawan dan Zunilda, 2007) sehingga

kombinasi obat antihipertensi ini dapat menyebabkan polifarmasi pada pasien

geriatrik dengan penurunan fungsi tubuh serta dapat pula membebani pasien

dalam hal biaya karena sebagin dari pasien RSUD Karanganyar adalah pasien

dari Jamkesmas, Jamkesda dan ASKES.

Pemberian obat yang lainnya sudah tepat karena diberikan

bersamaan dengan obat yang memiliki mekanisme kerja yang berbeda

sehingga saling mendukung efek terapinya untuk menurunkan TD.

Sedangkan pada Tabel X terlihat obat antihipertensi yang dikombinasikan

dengan obat antidiabetik dimana semua obat tersebut telah sesuai dengan

algoritma JNC 7 tahun 2004 yang menyebutkan bahwa penderita hipertensi

dengan DM harus diterapi dengan ACE Inhibitor atau ARB terlebih dahulu

sebagai terapi standar, atau bisa ditambahkan dari golongan Diuretik,

Antagonis Kalsium (CCB), atau ß-bloker sebagai terapi tambahan.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
49

B. Keterbatasan Penelitian

Penelitian yang dilakukan di RSUD Karanganyar mengambil data dari

kartu rekam medik pasien secara retrospektif sehingga peneliti tidak mengetahui

kondisi pasien geriatrik yang sebenarnya. Kondisi pasien merupakan

pertimbangan dokter dalam mendiagnosis dan memberikan terapi kepada setiap

pasien.

Peneliti tidak terjun langsung menghadapi setiap pasien geriatrik sehingga

tidak diketahui dengan pasti kepatuhan pasien dalam mengkonsumsi obat yang

telah diresepkan oleh dokter. Analisis yang dilakukan berdasarkan pada jenis obat

antihipertensi, dosis, dan frekuensi dari data kartu rekam medik sehingga

penggunaan yang sebenarnya tidak diketahui dengan pasti dan tidak ada data

rekam medis yang mendukung untuk mengetahuai alasan perbedaan dosis dan

pemberian frekuensinya.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

BAB V

PENUTUP

A. KESIMPULAN

1. Gambaran Subyek Penelitian

a. Pasien wanita ditemukan lebih banyak menderita hipertensi

dibandingkan dengan pasien pria yaitu sebanyak 81 pasien (60%).

b. Wilayah kecamatan Karanganyar paling mendominasi untuk pasien

geriatrik berdasarkan domisili, yaitu 30 pasien dengan persentase

sebanyak 22,22%.

c. Lama perawatan yang dijalani pasien geriatrik sebanyak 41 pasien

(30,37%) adalah 2 hari sehingga rata-rata perawatan di bangsal rawat

inap RSUD Karanganyar selama tahun 2010 yaitu 2-3 hari.

d. Sebanyak 123 pasien geriatrik (91,11%) pulang atas persetujuan

dokter dan 12 pasien geriatrik (8,89%) dalam keadaan pulang dengan

paksa.

2. Penggunaan Obat Antihipertensi

a. Penggunaan obat antihipertensi sudah sesuai dengan standar JNC 7

tahun 2004.

b. Dosis penggunaan captopril pada 33 pasien kurang sesuai dan 25

pasien telah sesuai dengan standar JNC 7 tahun 2004.

c. Penggunaan dosis untuk lisinopril pada 3 pasien kurang sesuai dengan

standar JNC 7 tahun 2004. Dosis diberikan lebih kecil dari rentang

dosis yang direkomendasikan JNC 7 tahun 2004.

commit to user

50
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
51

d. Penggunaan dosis untuk nifedipin dan diltiazem tidak diketahui karena

perbedaan jenis obat yang digunakan oleh dokter di RSUD

Karanganyar dengan jenis obat yang direkomendasikan JNC 7 tahun

2004.

e. Penggunaan dosis untuk amlodipin dan bisoprolol telah sesuai dengan

standar JNC 7 tahun 2004.

f. Penggunaan dosis nifedipin diketahui sebanyak 14 pasien tidak sesuai

dengan standar JNC 7 tahun 2004.

3. Penggunaan obat antihipertensi yang meliputi pemilihan jenis obat,

kombinasi obat, aturan pakai, bentuk sediaan dan rute pemberian telah

sesuai dengan standar JNC 7 tahun 2004, tetapi untuk penggunaan dosis

kurang sesuai dengan standar JNC 7 tahun 2004.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
52

B. SARAN

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka saran yang dapat

disampaikan adalah sebagai berikut:

1. Sarana Pelayanan Kesehatan

a. Berkas rekam medik sebaiknya dilengkapi demi kelancaran pengambilan

data penelitian selanjutnya.

b. Perlu dilakukan pengecekan atau ketelitian dalam menuliskan data rekam

medis pasien sehingga mengurangi kesalahan dalam pengambilan data

penelitian.

c. Pembuatan Formularium RSUD Karanganyar selanjutnya, sebaiknya

mengacu pada standar JNC 7 tahun 2004.

2. Peneliti Lain

a. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai kecenderungan wanita

menderita hipertensi.

b. Perlu dilakukan penelitian terhadap efek samping yang ditimbulkan pada

pasien geriatrik.

c. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai dosis yang digunakan

untuk pasien geriatrik.

d. Perlu dilakukan penelitian ataupun kuisioner terhadap kepatuhan pasien

dalam mengkonsumsi obat antihipertensi.

commit to user

Anda mungkin juga menyukai