Anda di halaman 1dari 20

Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam: Ekonomi Syariah

Relevansi Mekanisme Pajak Sebagai Pemasukan Negara


Antara Pemikiran Ibnu Khaldun dan Perpajakan Di Indonesia

Laili Saidah
NIM: 1804120900

Tugas Mata Kuliah: Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam


Dosen Pengampu
Muhammad Noor Sayuti, BA., ME.
Prodi: Ekonomi Syariah

ABSTRAK
Penulis meneliti pemikiran Ibnu Khaldun tentang mekanisme perpajakan, dalam pemikiran Ibnu
Khaldun sangat menekankan rendahnya nilai pajak agar itu menjadi stimulus bagi para produsen
dengan demikian maka semakin tinggi nilai pajak yang akan di peroleh. Pemungutan pajak yang
diambil dari masyarakat maka sewajarnya dikembalikan kepada masyarakat sehingga rakyat
dapat merasakan nilai riil dari manfaat pajak yang telah dijalankan. Mekanisme pajak Ibnu
Khaldun menjelaskan bahwa pendapatan serta pengeluaran pajak harus tertata dengan jelas.
Sehingga pajak tersebut terarah pada tujuannya. Sedangkan di Indonesia pajak juga merupakan
salah satu instrument penting pemasukan negara yang mana kita tahu saat ini sistem pemungutan
pajak di Indonesia menggunakan sistem self assessment system. Tujuan penelitian ini adalah agar
kita dapat mengetahui dan memahami relevansi antara pemikiran tentang pajak Ibnu Khaldun dan
perpajakan di Indonesia. Paradigma yang di gunakan dalam penelitian ini adalah paradigma
kualitatif (qualitatif approach). Teknik pengumpulan data dengan cara penelitian perpustakaan
(library research) dan telusur internet (web research), penelitian yang mengandalkan atau
memakai sumber karya tulis kepustakaan dan jurnal digital dari internet. Metode ini penulis
gunakan dengan jalan membaca, menelaah buku-buku dan artikel yang berkaitan dengan
perpajakan pada masa Ibnu Khaldun dan perpajakan yang di Indonesia. Pemikiran ekonomi Ibnu
Khaldun sangat relevan dengan keadaan perekonomian modern saat ini terutama masalah
perpajakan. Seperti yang telah kita ketahui bersama banyak terjadi permasalahan didunia
perpajakan di Indonesia mulai dari kurang taatnya wajib pajak, kurangnya pengetahuan
masayarakat tentang pajak, tingginya pajak, petugas pajak yang menimbun dana pajak tesebut
dan lain sebagainya. Ini merupakan permasalahan yang sangat serius untuk diatasi dan dibenahi
sebaik mungkin agar dana pajak tersebut bisa digunakan dan manfaatkan sebaik mungkin
untuk membangun Negara yang kuat dan maju. Pemikiran Ibnu Khaldun tentang pajak, sangat
urgen untuk dipertimbangkan dalam konteks kekinian dalam rangka mewujudkan masyarakat
dan negara yang sejahtera.

Kata Kunci: Ibnu Khaldun, Mekanisme Perpajakan, Pemasukan Negara,

A. PENDAHULUAN
1. Latar Belakang Masalah
Kehidupan sehari-hari, kita tidak dapat melepaskan diri dari berbagai
persoalan ekonomi. Disadari maupun tidak, sejak manusia terlahir ke dunia ini
hingga ia meninggal, setiap saat ia bersinggungan dengan persoalan ekonomi.
Agama sendiri sebagai pegangan hidup bagi umat manusia di muka bumi telah

1 | Relevansi Mekanisme Pajak Sebagai Pemasukan Negara Antara Pemikiran Ibnu


Khaldun dan Perpajakan di Indonesia
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam: Ekonomi Syariah

banyak memberikan isyarat tentang perilaku ekonomi ini.. Dalam konsep Islam
pemerintah bertanggung jawab atas kesejahteraan kehidupan seluruh warganya di
berbagai bidang, terutama bidang ekonomi yang menjadi tulang punggung
kehidupan. Campur tangan negara dalam masalah ekonomi yang pernah
diperdebatkan antara antara kapitalis dan sosialis, dalam Islam adalah satu bentuk
tanggung jawab negara yang sudah semestinya untuk menjamin kemaslahatan
rakyat. Bahkan kini campur tangan negara yang lebih spesifik bernama kebijakan
fiskal tidak bisa dihindarkan oleh negara manapun termasuk yang menganut sistem
kapitalis atau pasar bebas.
Kebijakan fiskal adalah kebijakan yang diambil pemerintah untuk
membelanjakan pendapatannya dalam merealisasikan tujuan-tujuan ekonomi. Dan
kebijakan fiskal tersebut memiliki dua instrument, pertama: kebijakan pendapatan,
yang tercermin dari kebijakan pajak, kedua: kebijakan belanja. Kedua instrument
tersebut akan tercermin dalam anggaran belanja Negara. Kebijakan fiskal adalah
bagian dari kebijakan dari ekonomi suatu Negara yang tidak dapat berdiri sendiri
dalam pencapaian tujuan-tujuan ekonomi, kebijakan penting lainnya adalah
kebijakan moneter.1
Pajak adalah pembayaran iuran oleh rakyat kepada pemerintah yang dapat
dipaksakan dengan tanpa balas jasa yang secara langsung dapat ditunjuk,
sedangkan pengeluaran yang dilakukan pemerintah dapat dibagi menjadi dua
bagian yaitu, pertama: pengeluaran konsumsi pemerintah yang pengeluarannya
meliputi seperti membayar gaji para pegawai negeri, dan pembelian barang dan
jasa-jasa dalam berbagai bentuk. kedua: untuk pengeluaran umum pemerintah
seperti pembangunan jembatan, jalan raya, rumah sakit dan sebagainya. 2 Menurut
konteks ekonomi modern pajak adalah merupakan satu-satunya sektor pendapatan
terpenting dan terbesar dengan alasan bahwa pendapatan tersebut dialokasikan pada
“public goods” dan memiliki tujuan sebagai alat redistribusi, dan sebagai alat
penstabilan ekonomi dan pertumbuhan. Pemikiran pajak Ibnu Khaldun sangat
menekankan keadilan dalam pengelolaan atau pendistribusian pajak dan
mekanisme pajak. Kebijakan fiskal yang diambil pemerintah untuk membelanjakan

1
Muhammad Abdul Manan, Ekonomi Islam: Teori dan Praktek Ekonomi Islam Terj. Potan Arif
Harahap, Jakarta: Intermas, 2011, h. 230
2
Nuruddin Muhammad Ali. Zakat Sebagai Instrumen Dalam Kebijakan Fiskal, Jakarta : PT. Raja
Grafindo Persada, 2006. h. 88-90
2 | Relevansi Mekanisme Pajak Sebagai Pemasukan Negara Antara Pemikiran Ibnu
Khaldun dan Perpajakan di Indonesia
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam: Ekonomi Syariah

pendapatannya dalam merealisasikan tujuan-tujuan ekonomi. Dan kebijakan fiskal


tersebut memiliki dua instrument, pertama: kebijakan pendapatan, kedua: kebijakan
belanja. Dalam sejarah kita akan dapatkan ulama-ulama yang memberi kontribusi
besar atas perkembangan pemikiran ekonomi syari’ah. Dalam bidang publik
finance. Ibnu Khaldun yang tidak dapat kita sampingkan kontribusi pemikirannya
yang terkenal dengan Muqoddimahnya. Dalam pemikiran Ibnu Khaldun kita akan
dapatkan berisi kajian tentang sejarah, filsafat dan ekonomi yang bersifat empirik.
Ibnu khaldun mengungkapkan teorinya bahwa Ia melihat keadaan yang terjadi
disekelilingnya serta perjalanan hidupnya, yang dilandasi dengan sistematika dan
mekanisme distribusi pajak sebagai fenomena yang terjadi dikalangan
masyarakatnya. Pemungutan pajak yang diambil dari masyarakat maka sewajarnya
dikembalikan kepada masyarakat sehingga rakyat dapat merasakan nilai riil dari
manfaat pajak yang telah dijalankan. Selanjutnya mekanisme pajak Ibnu Khaldun
menjelaskan bahwa pendapatan serta pengeluaran pajak harus tertata dengan jelas.
Sehingga pajak tersebut terarah pada tujuannya. Dalam hal ini petugas pajak harus
memiliki sifat tasamuh (persamaan) dan tabayun (kejelasan) atau transparansi
terutama didalam pendistribusian pajak tersebut, setelah itu akan tercapai keadilan
sedangkan keadilan yang akan membawa masyarakat yang tenang dan sejahtera.3
Sedangkan di Indonesia pajak juga merupakan salah satu instrument penting
pemasukan negara yang mana kita tahu saat ini sistem pemungutan pajak di
Indonesia menggunakan sistem self assessment system yaitu suatu sistem
perpajakan yang memberi kepercayaan kepada Wajib Pajak untuk memenuhi dan
melaksanakan sendiri kewajiban dan hak perpajakannya.4 Namun dalam sejarahnya
Indonesia pernah menggunakan beberapa sistem pemungutan pajak yakni: sistem
official assessment (1967) yakni kewenangan pemungutan pajak ada pada
pemerintah (fiskus), sistem semi self assessment adalah suatu sistem pemungutan
pajak dimana kewenangan untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh
seseorang berada pada kedua belah pihak, yaitu WP dan fiskus, dan withholding
dilaksanakan pada periode 1968-1983 yaitu suatu sistem pemungutan pajak di
mana wewenang untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh seseorang

3
Choirul Huda, Pemikiran Ekonomi Bapak Ekonomi Islam; Ibnu Khaldun, Jurnal, Vol. IV, Edisi 1,
2013, h. 109-111
4
Safri Nurmantu, Pengantar Perpajakan, Jakarta: Granit, 2005, h.108
3 | Relevansi Mekanisme Pajak Sebagai Pemasukan Negara Antara Pemikiran Ibnu
Khaldun dan Perpajakan di Indonesia
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam: Ekonomi Syariah

berada pada pihak ketiga dan bukan oleh fikus maupun oleh WP itu sendiri.5 Dari
uraian di atas penulis akan mencari tahu tentang relevansi antara pemikiran Ibnu
Khaldun tentang perpajakan dengan perpajakan di Indonesia.

2. Rumusan Masalah
Berdasarkan permasalahan di atas, muncul petanyaan yang akan dikaji
dalam artikel ini yaitu, Bagaimana relevansi pemikiran Ibnu Khaldun tentang pajak
dengan praktik perpajakan di Indonesia?. Penelitian ini bertujuan adalah untuk
menjawab apa yang telah diruuskan dalam rumusan masalah di atas. Diantara
tujuan penelitian ini adalah agar kita dapat mengetahui dan memahami relevansi
antara pemikiran tentang pajak Ibnu Khaldun dan perpajakan di Indonesia.
3. Metode Penelitian
Paper ini menggunakan pendekatan kualitatif (qualitatif approach) dengan
metode yang digunakan dalam pencarian data adalah penelitian perpustakaan
(library research) dan telusur internet (web research), penelitian yang
mengandalkan atau memakai sumber karya tulis kepustakaan dan jurnal digital dari
internet. Metode ini penulis gunakan dengan jalan membaca, menelaah buku-buku
dan artikel yang berkaitan dengan perpajakan pada masa Ibnu Khaldun dan
perpajakan yang di Indonesia.

B. LANDASAN TEORI
1. Kebijakan Fiskal
Kebijakan fiskal (fiscal policy) merupakan kebijakan pemerintah yang
berkaitan dengan pengaturan baik penerimaan pendapatan dari berbagai macam
sumber pendapatan seperti pajak maupun pengeluaran pemerintah serta mobilisasi
sumber daya dengan tujuan stabilitas ekonomi dan kesejahteraan rakyat.
Penerimaan dari negara bersumber dari pajak, penerimaan bukan pajak, dan
penerimaan yang berasal pinjaman/bantuan luar negeri. Kebijakan fiskal
merupakan tindakan pemerintah dalam bidang anggaran belanja negara dengan
maksud untuk mempengaruhi jalannya ekonomi. Kebijakan fiskal dapat dibedakan
menjadi dua golongan yakni penstabil otomatik (automatic stability policy) dan
kebijakan diskresioner (discrecionary fiscal policy). Kebijakan fiskal otomatis
merupakan bentuk-bentuk sistem fiskal yang sedang berlaku yang secara otomatis
cenderung dapat menimbulkan kestabilan dalam kegiatan ekonomi. Sedangkan,
5
Rimsky K. Judisseno, Pajak dan Strategi Bisnis (Suatu Tinjauan tentang Kepastian Hukum dan
Penerapan Akuntansi di Indoonesia Edisi Revisi, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2005, h. 46
4 | Relevansi Mekanisme Pajak Sebagai Pemasukan Negara Antara Pemikiran Ibnu
Khaldun dan Perpajakan di Indonesia
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam: Ekonomi Syariah

kebijakan fiskal diskresioner atau kebijakan aktif adalah suatu langkah dalam
bidang pengeluaran pemerintah dan perpajakan yang secara khusus membuat
perubahan dengan tujuan untuk mengatasi masalah-masalah perekonomian yang
dihadapi masyarakat.6
Secara umum fungsi kebijakan fiskal adalah fungsi alokasi, distribusi dan
stabilisasi perekonomian. Dalam hal alokasi, maka digunakan untuk apa sajakah
sumber-sumber keuangan negara, sedangkan distribusi menyangkut bagaimana
kebijakan negara mengelola pengeluarannya untuk menciptakan mekanisme
distribusi ekonomi yang adil di masyarakat, dan stabilisasi adalah bagaimana
negara menciptakan perekonomian yang stabil. Kebijakan fiskal dalam sistem
ekonomi kapitalis merupakan suatu kebutuhan untuk pemulihan ekonomi (economy
recovery) akibat krisis dan menggenjot perekonomian.7

2. Pemasukan Negara
Pendapatan negara adalah pemasukan negara yang digunakan sebagai
sumber pendanaan kegiatan dan kebutuhan negara dalam rangka pembangunan
negara. Yang dimaksud dengan pendapatan negara atau penerimaan uang negara
atau penerimaan pemerintah yakni meliputi pajak, retribusi, keuntungan perusahaan
negara, denda, sumbangan masyarakat, dll.8 Karena judul dari paper ini terfokus
pada perpajakan maka penulis fokus pada salah satu pemasukan negara yaitu pajak.
Pajak adalah suatu kewajiban kenegaraan dan pengabdian serta peran aktif warga
negara dan anggota masyarakat lainnya untuk membiayai berbagai keperluan
negara berupa Pembangunan Nasional yang pelaksanaannya diatur dalam UU dan
peraturan-peraturan untuk tujuan kesejahteraan bangsa dan negara.9 Menurut
Adriani (Guru Besar Hukum Pajak Universitas Amsterdam) “Pajak adalah iuran
Negara (yang dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut
peraturan-peraturan, dengan tidak mendapat prestasi kembali yang langsung dapat
ditunjuk dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran umum
berhubungan dengan tugas Negara untuk menyelenggarakan pemerintahn”. 10
Sedangkan dalam Bahasa Indonesia pajak di artikan sebagai peralihan kekayaan
6
Agus Waluyo, Kebijakan Fiskal Dan Upaya Mengatasi Disparitas Ekonomi Perspektif Islam,
Jurnal Wacana Hukum Islam dan Kemanusiaan, Vol. 17, No, 1, 2017, h. 20
7
Lilik Rahmawati, Sistem Kebijakan Fiskal Modern dan Islam, Journal of Economicus. Vol.1 No.1
2016, h. 41
8
Ibnu Syamsi, Dasar-Dasar Kebijakan Keuangan Negara, Rineka Cipta, Jakarta, 1994, h. 85
9
Rimsky K. Judisseno, Pajak dan Strategi Bisnis: Suatu Tinjauan tentang Kepastian Hukum dan
Penerapan Akuntansi di Indonesia, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 1997, h. 5
10
Amiruddin Idris, Ekonomi Publik, Jogyakarta: Deepublish, 2018, h. 66
5 | Relevansi Mekanisme Pajak Sebagai Pemasukan Negara Antara Pemikiran Ibnu
Khaldun dan Perpajakan di Indonesia
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam: Ekonomi Syariah

dari sektor publik, bukan sebagai hukuman namun wajib dikenakan berdasarkan
kriteria yang telah ditentukan dan tanpa penerimaan manfaat tertentu dari nilai
suatu bangsa.11
Secara umum penulis menyimpulkan bahwa pajak merupakan sarana
menciptakan kestabilan suatu negara khusnya di bidang ekonomi sehingga dapat
mewujudkan kehidupan masyarakat yang sejahtera, adil, dan makmur.

3. Mekanisme Perpajakan
Mekanisme perpajakan dilaksanakan berdasarkan tiga stelsel:
a. Stelsel nyata (riel stelsel)
Stelsel Nyata merupakan salah satu jenis pemungutan pajak yang
didasarkan pada objek atau penghasilan yang diperoleh sesungguhnya
(penghasilan nyata untuk Pajak Penghasilan). Mengetahui dengan kondisi
demikian, pemungutan pajak baru dilakukan pada akhir tahun. Dengan begitu,
penghasilan yang sesungguhnya dapat diketahui kemudian atau disebut sistem
pemungutan pajak di belakang (naheffing).
Kelebihan dari stelsel ini adalah pajak yang dikenakan lebih realistis
yaitu sesuai dengan besarnya pajak yang sesungguhnya terutang, karena
pemungutan pajak dilakukan setelah tutup buku. Dengan demikian, penghasilan
yang sesungguhnya akan diketahui dengan sistem ini. Sedangkan
kelemahannya adalah pajak baru dapat dikenakan pada akhir periode (setelah
penghasilan rill diketahui). Padahal, pemerintah lebih dahulu membutuhkan
penerimaan pajak ini untuk pengeluaran sepanjang tahun dan tidak hanya pada
akhir tahun. Sehingga mengakibatkan:
1) Wajib pajak dibebani jumlah pembayaran pajak tinggi. Sementara, jumlah
kas yang tersedia belum memadai.
2) Setiap wajib pajak akan membayar pada akhir tahun, sehingga jumlah uang
yang beredar akan terpengaruh.

b. Stelsel anggapan (fictieve stelsel)


Jenis pemungutan pajak ini yang didasarkan pada anggapan yang diatur
oleh suatu undang-undang. Anggapan yang dimaksud di sini dapat bermacam-
macam jalan pikirannya, tergantung pada peraturan perpajakan yang berlaku.
Dengan demikian, stelsel ini menerapkan sistem pemungutan pajak di depan

11
Bustamar Ayza, Hukum Pajak Indonesia, Jakarta: Kencana, 2017, h. 25
6 | Relevansi Mekanisme Pajak Sebagai Pemasukan Negara Antara Pemikiran Ibnu
Khaldun dan Perpajakan di Indonesia
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam: Ekonomi Syariah

(voor hedging). Misalnya, penghasilan suatu tahun pajak dianggap sama dengan
tahun sebelumnya. Sehingga pada awal tahun pajak telah dapat ditetapkan
besarnya pajak yang terutang untuk tahun pajak berjalan. Keunggulan stelsel ini
adalah, pajak dapat dibayar selama tahun berjalan tanpa harus menunggu pada
akhir tahun. Sedangkan kelemahan stelsel ini adalah pajak yang telah dibayar
wajib pajak tidak berdasarkan pada keadaan sesungguhnya.

c. Stelsel campuran
Jenis stelsel ini merupakan kombinasi antara stelsel nyata dan stelsel
anggapan. Pada awal tahun, besarnya pajak dihitung berdasarkan suatu
anggapan. Kemudian pada akhir tahun, besarnya pajak disesuaikan dengan
keadaan sebenarnya. Apabila kenyataannya besarnya pajak lebih besar daripada
pajak menurut anggapan, maka wajib pajak harus menambah pembayaran.
Sebaliknya, apabila besaran pajaknya menurut kenyataan lebih kecil daripada
pajak anggapan, maka wajib pajak dapat meminta kembali kelebihannya
(direstitusi) atau dapat juga dikompensasi.
Kelebihan stelsel ini adalah, pemungutan pajak sudah dapat dilakukan
pada awal tahun pajak, dan pajak yang dipungut sesuai dengan besarnya pajak
yang sesungguhnya terutang. Kelemahan dari stelsel ini adalah adanya
tambahan pekerjaan administrasi karena penghitungan pajak dilakukan dua kali,
yaitu pada awal dan akhir tahun.12

4. Ibnu Khaldun
Ibnu Khaldun dilahirkan di Tunisia pada 1 Ramadhan 732 H/ 27 Mei 1332
M. Keluarganya termasuk salah satu keluarga Andalusia yang berhijrah ke Tunisia
pada abad ke-7 H.13 Nama lengkapnya Waliyuddin Abdurrahman ibn Muhammad
ibn Muhammad ibn Muhammad ibn al-Hasab ibn Jabir ibn Muhammad ibn
Muhammad ibn Abdurrahman ibn Khaldun.14
Gelar Ibnu Khaldun yang masyur merujuk pada moyangnya yang bernama
Khalid bin ‘Uthman. Beliau dikatakan oraang pertama keluarga berbangsa Arab

12
Angger Sigit Pramukti, dan Fuady Primaharsya, Pokok-Pokok Hukum Perpajakan, Yogyakarta:
Medpress Digital, 2015, h. 39
13
Nur Chamid, Jejak Langkah Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam, Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
2010, h. 247.
14
Muhammad Abdullah Enan, Biografi Ibnu Khaldun: Kehidupan dan Karya Bapak Sosiologi
Dunia, Jakarta: Zaman, 2013, h. 14
7 | Relevansi Mekanisme Pajak Sebagai Pemasukan Negara Antara Pemikiran Ibnu
Khaldun dan Perpajakan di Indonesia
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam: Ekonomi Syariah

Yaman dari Hadralmaut memasuki Andalus kira-kira pada abad ke-6 M.15 Ibnu
Khaldun dikatakan mempunyai beberapa saudara lelaki yang bernama Muhammad
dan adiknya bernama Yahya merupakan seorang aktivis politik dan sejarawan. Ibnu
Khaldun menikah dengan anak perempuan Muhammad sal-Hakim, menteri
peperangan (pertahan) dan Jendral Dinasti Hafsid. Mereka memiliki tujuh orang
cahaya mata, lima perempuan dan dua laki-laki.16
Ibnu Khaldun mendapat pendidikan formal di tempat lahirnya, Tunisia
selama kurang lebih 18 tahun. Ayahnya, Muhammad, merupakan guru fiqh dan
Bahasa Arabnya yang pertama. Sesuai dengan kedudukan Tunisia sebagai salah
satu pusat penataran ilmu yan penting di Afrika ketika itu, Ibnu Khaldun
berpeluang mempelajari berbagai ilmu di bawah bimbingan tokoh-tokoh ilmuan
ulung tempatan dan luaran yang berbeda di Tunisia. Contohnya, dia mempelajari
dan menghafal al-Qur’an di bawah asuhan Muhammad ibni Sa’d Ibni Burral,
mempelajari sastra persajakan dengan gurunya Muhammad Ibni Sahr, sementara
guru-guru Ibnu Khaldun dalam bidang hadis dan fiqh adalah Shams al-Din
Muhammad al-Jabir dan ‘Abd al-Salam al-Hawwari.
Setelah ibu, bapa, dan beberapa gurunya meninggal dunis, ketika itu beliau
berumur 20 tahun, Ibnu Khaldun mula bergiat dalam bidang politik ekonomi dan
pentadbiran (administrasi) negara Tunis dan Andalus sehinggalah beliau berumur
50 Tahun. Antara jawatan-jawatan penting yang pernah disandang oleh beliau
adalah sebagai Sahib al-Alamah kepada Sultan Abu Ishaq, Tunisi (1350 M);
menjadi setiausaha kepada Sultan Abu ‘Inan di Fez, Magribi (1355 M); menjawat
jawatan Setiausaha Sulit (Katib al-Sirr) kepada Sultan Abu Salim di Fez, Maghribi
(1358), mengetuai delegasi Sultan Muhammad V Granada, bagi mematerai
perjanjian perdamaian dengan Pedro, pemerintah Kristiani di Seville, Spanyol
(1362 M), dan menjadi Perdana Menteri Sultan Abu ‘Abdullah di Bougie (1365-
1356 M).17
Karya terbesar Ibnu Khaldun adalah Al-Ibar (sejarah dunia). Karya ini
terdiri dari tiga buah buku yang terbagi ke dalam tujuh volume, yakni Muqaddimah
(satu volume), Al-Ibar (4 Volume) dan Al-Ta’Rif bi Ibn Khaldun (2 volume).
15
Listiawati, Pertumbuhan dan Pendidikan Ekonomi Islam, Jakarta: Kencana, 2016, h. 132.
16
Yadi Janwari, Pemikiran Ekonomi Islam Dari Masa Rasulullah Hingga Masa Kontemporer,
Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2016, h. 249.
17
Ahmad Sunawari Long, Falsafah Ibnu Khaldun, Malaysia: Institut Terjemah & Buku Malaysia
Berhad, 2015, h. 2-4
8 | Relevansi Mekanisme Pajak Sebagai Pemasukan Negara Antara Pemikiran Ibnu
Khaldun dan Perpajakan di Indonesia
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam: Ekonomi Syariah

Secara garis besar, karya ini merupakan sejarah umum tentang kehidupan bangsa
Arab, yahudi, Yunani, Romawi Bizantium, Persia, Goth, dan semua bangsa yang
dikenal masa itu. Seperti kebanyakan penulis pada abad ke-14, Ibnu Khaldun
mencampur pertimbangan-pertimbangan filosofis; sosiologis, etis, dan ekonomis
dalam tulisan-tulisannya. Sekali-kali seuntai sajak menerangi tulisannya. Namun
demikian, Ibnu Khaldun sesungguhnya sangat teratur dan selalu mengikuti alur
yang sangat logis.
Kitab Muqaddimah yang merupakan volume pertama dari Al-Ibar, setelah
memuji sejarah, Ibnu Khaldun berusaha untuk menunjukan bahwa kesalahan-
kesalahan sejarah terjadi ketika sang sejarawan mengabaikan lingkungan sekitar. Ia
berusaha mencari pengaruh ekonomi fisik, nonfisik, social, institusional dan
ekonomis terhadap sejarah.
Akibatnya, Muqaddimah utamanya adalah buku tentang sejarah. Namun
demikian, Isbnu Khaldun menguraikan dengan panjang lebar teori produksi, teori
nilai, teori distribusi, dan teori siklus-siklus yang kesemuanya bergabung menjadi
teori ekonomi umum yang koheren yang menjadi kerangka sejarahnya.18

C. ANALISIS
1. Pemikiran Ibnu Khaldun Tentang Pajak
Salah satu karya Ibnu Khaldun yaitu kitab Muqaddimah yang di dalamnya
membahas tentang perpajakan, pajak menurut Ibnu Khaldun merupakan sumber
utama dari pemasukan negara di dalam era modern sekarang ini. Karena itulah
baginya pajak harus dikelola agar dapat hasil positif yang maksimal. Ibnu Khaldun
juga menyatakan bahwa lembaga perpajakan merupakan lembaga yang sangat
penting bagi negara. Apabila pemerintah semakin besar nilai belanjanya, atau
semakin banyak menggunakan anggaran yang dimilikinya untuk kepentingan
pembangunan, maka dampaknya akan semakin baik bagi perekonomian negara
tersebut. Dengan adanya anggaran yang cukup untuk dipergunakan oleh
negara, maka negara dapat melakukan berbagai hal yang sangat dibutuhkan oleh
rakyatnya, termasuk untuk menjamin stabilitas hukum, ekonomi dan politik
yang ada di negara tersebut.
Ibnu Khaldun percaya bahwa pemerintah memainkan peran penting
dalam pertumbuhan ekonomi. Namun, pengenaan pajak dapat mengurangi
18
Adiwarman Azhar Karim, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada,
2004, h. 358-359
9 | Relevansi Mekanisme Pajak Sebagai Pemasukan Negara Antara Pemikiran Ibnu
Khaldun dan Perpajakan di Indonesia
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam: Ekonomi Syariah

produksi. Karena pemerintah merupakan pasar yang besar bagi barang dan
jasa, maka pengurangan belanja pemerintah bukan saja mengakibatkan
melambatnya aktivitas usaha dan penurunan laba namun juga penurunan
pendapatan pajak. Makin banyak belanja pemerintah, maka makin baik dampaknya
bagi ekonomi. Pembelanjaan pemerintah diperlukan untuk kepentingan rakyat,
menjaga ketertiban, menegakkan aturan, dan menstabilkan politik. Tanpa
keteraturan dan stabilitas politik, produsen tidak terdorong untuk berproduksi.
Sebuah negara, bila beban pajak dan kewajiban pajak kepada rakyat
adalah kecil, maka mereka bersemangat dan juga senang untuk bekerja. Hal ini
mengakibatkan banyak usaha yang dapat berkembang. Ini sesuai dengan konsep
yang dikenal dalam ilmu ekonomi sekarang ini, yaitu “pajak yang rendah
dapat menjadi stimulus untuk kegiatan ekonomi”. Hal yang sebaliknya akan
terjadi bila pajak yang dibebankan kepada masyarakat jumlahnya besar dan
banyak sekali. Hal ini akan mengakibatkan kegiatan ekonomi menjadi rendah.
Kegiatan ekonomi yang rendah ini akan berdampak pada kegiatan perekonomian
bagi negara itu sendiri. Ibnu Khaldun juga menjelaskan bahwa faktor
terpenting dalam membuat kemajuan usaha adalah meringankan pedapatan beban
pajak. Sehingga dapat mendorong pengusaha bekerja lebih keras. Bila beban
pajak lebih ringan, orang akan mendapatkan dorongan untuk lebih aktif dalam
bekerja. Dunia usaha akan berkembang, akibatnya pendapatan pajak juga akan
naik karena lebih banyak orang yang memiliki kemampuan membayar pajak.
Dan hal tersebut dipertegas oleh Ibn Khaldun:
“Seandainya manusia mengetahui bahwa pendorong paling kuat bagi
aktivitas kultural adalah mengadakan pengurangan sebisa mungkin atas jumlah
kewajiban yang dipungut dari orang-orang yang ikut memberi andil dalam usaha
kultural. Dengan demikian, secara psikologis orang-orang tersebut akan
benar-benar memberikan andilnya dalam usaha tersebut, karena mereka yakin
akan banyaknya manfaat di dalamnya. Sebagaimana yang dikatakan oleh Allah
SWT bahwa “ditanganNyalah kekuasaan segala sesuatu”.
Kemudian dalam mekanisme pemungutan pajak, Ibnu Khaldun
mengungkapkan bahwa perlu dewan atau departemen khusus yang mengurusi pajak
dengan memiliki konsentrasi penuh dan komitmen yang tinggi untuk mengolah
pajak tersebut. Dalam pandangan ini Ibnu Khaldun mengemukakan, Negara ada
bagian-bagian dari pemerintah yang mengurusi masalah-masalah ekonomi ini yang
terpenting diantaranya adalah masalah mengurus pajak. Dalam bahasa Arab Ibnu
Khaldun menamakan lembaga ini dengan (Diwaan al-‘Amal wa al-Jibayah)
10 | Relevansi Mekanisme Pajak Sebagai Pemasukan Negara Antara Pemikiran Ibnu
Khaldun dan Perpajakan di Indonesia
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam: Ekonomi Syariah

mengenai hakikat dan tugas dari lembaga ini Ibnu Khaldun menulis, “Ketahuilah
bahwa instansi ini adalah salah satu instansi yang sangat penting bagi kekuasaan
Negara. Tugasnya adalah melaksanakan operasi pajak dan menjaga hak-hak
Negara dalam hal yang berkenaan dengan pendapatan dan pengeluaran”. Ia juga
membuat daftar nama anggota militer, menetukan gaji mereka, membayarkan
pendapatan meraka pada waktu-waktu tertentu, dalam hal ini rujukannya adalah
peraturan yang telah diatur oleh para pakar instansi itu dan para pejabat Negara.19
Pemikiran Ibnu Khaldun tentang perpajakan sangat erat kaitannya dengan
teori siklus keuangan yang membahas tentang pengeluaran pemerintah dan
perpajakan. Bagi Ibn Khaldun, sisi pengeluaran keuangan publik sangatlah penting.
Pada satu sisi, sebagian dari pengeluaran ini penting bagi aktivitas ekonomi. Tanpa
infrastruktur yang disiapkan oleh negara mustahil terjadi populasi yang besar.
Tanpa ketertiban dan kestabilan politik, produsen tidak memiliki insentif untuk
berproduksi. Mereka takut kehilangan tabungannya dan labanya karena kekacauan
dan perang.“Royal authority calls for urban settlements".
Di sisi lain, pemerintah menjalankan fungsi terhadap sisi permintaan pasar.
Dengan permintaannya, pemerintah memicu produksi: "Penyebab satu-satunya
[bagi kekayaan kota-kota] adalah bahwa pemerintah letaknya dekat dan
menumpahkan uangnya ke kota-kota itu, seperti air [sungai] yang membuat segala
sesuatu di sekelilingnya hijau dan menyuburkan tanah-tanah di sekitarnya,
sementara di tempat yang jauh semuanya tetap kering.” Jika pemerintah
menghentikan belanjanya, krisis akan terjadi: "Jadi [jika penguasa dan
rombongannya menghentikan belanjanya], bisnis akan merosot dan laba komersil
akan turun karena kekurangan modal." Oleh karenanya, semakin banyak yang
dibelanjakan oleh pemerintah, semakin baik akibatnya bagi perekonomian.
Namun demikian, pemerintah tidak dapat menciptakan uang. Uang
diterbitkan oleh suatu kantor religius menggunakan standar logam. Akibatnya, bila
kantor ini menarik aktivitas ekonomi akan melesu. Uang berasal dari perekonomian
dan harus kembali ke perekonomian. dari perekonomian. “Uang beredar di antara
penduduk dan penguasa, beredar pulang dan pergi. Jadi jika penguasa
menyimpannya untuk dirinya sendiri, penduduk tidak akan menikmatinya." Uang
yang dibelanjakan oleh pemerintah berasal dari penduduk melalui pajak.
19
Abdul Hasis, Pemikiran Ibnu Khaldun Tentang Fungsi dan Mekanisme Pajak, Skripsi, 2010, h,
49-50.
11 | Relevansi Mekanisme Pajak Sebagai Pemasukan Negara Antara Pemikiran Ibnu
Khaldun dan Perpajakan di Indonesia
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam: Ekonomi Syariah

Pemerintah dapat meningkatkan pengeluarannya hanya jika pemerintah menaikkan


pajaknya, tapi tekanan fiskal yang terlalu tinggi akan melemahkan semangat kerja
orang.\
Akibatnya, timbul siklus fiskal. Pemerintah memungut pajak yang kecil dan
penduduk memiliki laba yang besar. Mereka tersemangati untuk bekerja. Namun,
kebutuhan pemerintah serta tekanan fiskal naik. Laba produsen dan pedagang
turun, dan mereka kehilangan hasrat untuk berproduksi. Produksi turun. Tetapi
pemerintah tidak dapat menurunkan pengeluaran dan pajaknya. Akibatnya, tekanan
fiskal naik. Akhirnya pemerintah harus menasionalisasi perusahaan-perusahaan,
karena produsen tidak memiliki insentif laba untuk menjalankannya. Kemudian,
karena sumber daya finansialnya, pemerintah menjadi dominan di pasar dan
mematikan produsen produsen lainnya yang tidak dapat bersaing dengannya. Laba
turun pendapatan pajak turun, dan pemerintah menjadi lebih miskin dan harus
menasionalisasi lebih banyak perusahaan.20
Jadi, bagi Ibn Khaldun, terdapat optimum fiskal tapi juga mekanisme yang
tidak dapat dibalik, yang memaksa pemerintah untuk membelanjakan lebih banyak
dan memungut lebih banyak pajak, yang menimbulkan siklus produksi. Dengan
demikian, Ibn Khaldun menguraikan sebuah teori dinamik yang berdasarkan
hukum populasi dan hukum keuangan publik. Menurut hukum yang tidak bisa di
tawar-tawar lagi, suatu negeri tidak dapat tidak, harus melalui siklus-siklus
perkembangan ekonomi dan depresi.
Menurut Ibnu Khaldun, pajak yang dipungat oleh pemerintah seharusnya
tidak boleh terlalu tinggi, dan juga tidak boleh terlalu banyak dalam satu objek
meskipun biayanya rendah. Sebab pajak yang tinggi ataupun pajak yang banyak
untuk satu objek meskipun rendah akan berdampak negatif terhadap sistem
perekonomian yang ada di sebuah negara. Artinya akan merusak tatanan keuangan
publik yang dibangun atas dasar untuk bagaimana pemerintah bisa
menjalankan sistem kepemerintahannya tanpa ada kendala ekonomi dan
masyarakat bisa merasakan kemakmuran dalam menajalankan kehidupan.
Masyarakat akan malas untuk berproduksi karena banyaknya pajak yang harus
mereka keluarkan. Apabila masyarakat malas untuk berproduksi, maka akan terjadi
gejolak pasar. Harga tidak akan stabil akibat kelangkaan barang, masyarakat para

20
Adiwarman Karim, Sejarah Pemikiran…, h. 374-377
12 | Relevansi Mekanisme Pajak Sebagai Pemasukan Negara Antara Pemikiran Ibnu
Khaldun dan Perpajakan di Indonesia
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam: Ekonomi Syariah

konsumen akan ketakutan dengan melambungnya harga barang, dan pada


akhirnya pemerintah akan kewalahan dengan persoalan yang ada hanya karena
persoalan pajak yang tinggi ataupun yang banyak yang diterapkan oleh
mereka. Persoalan ini sesuai dengan teori asas daya beli, yaitu: dasar keadilan
terletak pada akibat pemungutan pajak. Maksudnya memungut pajak berarti
menarik daya beli dari rumah tangga masyarakat untuk rumah tangga negara.
Selanjutnya negara akan menyalurkannya kembali ke masyarakat dalam bentuk
pemeliharaan kesejahteraan masyarakat. Dengan demikian kepentingan
masyarakat lebih diutamakan.21

Berbagai rangkaian pemikiran Ibn Khaldun dalam konsep keuangan


publik dan perpajakan yang disampaikan dalam karya besarnya tersebut, secara
tersirat beliau ingin menyatakan bahwa sangat perlu adanya keterlibatan dari
pihak pemerintah dalam masalah pengaturan kegiatan perekonomian ini. Hal
ini dalam dunia ekonomi modern sekarang kemudian dikenal dengan konsep
kebijakan fiskal. Adanya peranan pemerintah dalam bidang ekonomi diakui
memang seringkali menjadi permasalahan dan juga pembahasan yang sering
dibahas dalam berbagai pemikiran ekonomi. Dalam dunia ekonomi modern,
setelah masa para pemikir ekonomi dari golongan Islam di dunia barat juga
lahir berbagai konsep ekonomi, diantaranya yang pertama kali dikenal adalah
konsep ekonomi klasik yang biasa dikenal dengan prinsip laissez-faire laissez-
passe.22
2. Perpajakan di Indonesia
Sejak tahun 1983 Indonesia telah melakukan reformasi perpajakan.
Berdasarkan sejarah sistem pemungutan pajak yang pernah digunakan di Indonesia
yakni:
a. Sistem official assessment, dilaksanakan sampai pada tahun 1967
b. Sistem semi self assessment dan withholding dilaksanakan pada periode 1968-
1983.

21
Bahrul Ulum & Mufarroh, Kontribusi Ibnu Khaldun Terhadap Perkembangan Ekonomi Islam,
Jurnal Ekonomi Syariah, Vol. 1. No. 2, 2016, h. 29-30
22
Ali Murtadho, Konsep Fiskal Islam Dalam Persfektif Historis, Jurnal Conomica, Vol. IV, Edisi 1,
2013, h. 34
13 | Relevansi Mekanisme Pajak Sebagai Pemasukan Negara Antara Pemikiran Ibnu
Khaldun dan Perpajakan di Indonesia
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam: Ekonomi Syariah

c. Sistem self assessment, dilaksanakan secara efektif pada tahun 1984 atas dasar
perombakan perundang-undangan perpajakan pada tahun 1983, UU No. 7
tahun 1989, sebagaimana diubah oleh UU No. 10 tahun 1994.23
Sistem pembayaran pajak yang berlaku saat ini dilandasi oleh sistem
pemungutan di mana Wajib Pajak boleh menghitung dan melaporkan sendiri
besarnya pajak yang harus disetorkan. Sistem ini dikenal dengan sebutan self
assesment system. Jadi penekanannya adalah Wajib Pajak harus aktif menghitung
dan melaporkan jumlah pajak terutangnya tanpa campur tangan fiskus.24 Sistem ini
diberlakukan untuk memberikan kepercayaan yang sebesar-besarnya bagi
masyarakat guna meningkatkan kesadaran dan peran serta masyarakat dalam
menyetorkan pajaknya. Sebelum diberlakukannya sistem ini seperti sudah
disebutkan di atas di Indonesia diberlakukan sistem official assessment system dan
selanjutnya sistem semi self assessment dan sistem withholding. Dengan menyadari
kelemahan-kelemahan yang ditimbulkan oleh kedua sistem tersebut, maka kita
sekarang menggunakan sistem self assessment.25
Wajib Pajak dapat dibedakan menjadi dua, yaitu:
a. Orang Pribadi
Adalah mereka yang telah mempunyai penghasilan di atas Penghasilan
Tidak Kena Pajak (PTKP) sesuai batasan PTKP telah ditentukan oleh Undang-
Undang Pajak Penghasilan.
b. Badan
Adalah sekumpulan orang dan atau modal yang merupakan kesatuan
baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi
perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan Iainnya, badan usaha milik
negara atau badan usaha milik daerah dengan nama dan dalam bentuk apa pun,
firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan,
organisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi lainnya, lembaga dan
bentuk badan lainnya termasuk kontrak investasi kolektif dan bentuk usaha
tetap.26
Pemungutan Pajak Penghasilan (PPh) dengan menggunakan sistem self
assessment merupakan rangkaian kegiatan mulai dari pendaftaran Wajib Pajak,
23
Rimsky K. Judisseno, Perpajakan Edisi Revisi, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2004, h. 3
24
Supramono dan Theresia Woro Mamayanti, Perpajakan Indonesia, Yogyakarta: ANDI, t.t, h. 4
25
Waluyo, Akuntansi Pajak, Jakarta: Salemba Empat, 2008, h. 22
26
Soemarso, Perpajakan Pendekatan Komprehensif, Jakarta: Salemba Empat, 2011, h. 9
14 | Relevansi Mekanisme Pajak Sebagai Pemasukan Negara Antara Pemikiran Ibnu
Khaldun dan Perpajakan di Indonesia
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam: Ekonomi Syariah

pengambilan dan pengisian SPT (surat pemberitahuan), perhitungan dan


pembayaran ke Kas Negara, dan untuk menyukseskan sistem self assessment ini
dibutuhkan beberapa prsyarat dari wajib pajak, antara lain:
a. Kesadaran Wajib Pajak (Tax consciousness)
b. Kejujuran Wajib Pajak
c. Kemauan membayar Pajak dari Wajib Pajak (Tax mindedness)
d. Kedisiplinan Wajib Pajak (Tax disciplin)
Sedangkan pajak penghasilan badan dalam sistem self assessment wajib
pajak harus menghitung, memperhitungkan, membayar dan melaporkan sendiri
kewajiban perpajakannya ke Kantor Pelayanan Pajak atau kantor penyuluhan Pajak,
Pembayaran dilakukan dengan. menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP) dan untuk
pelaporan menggunakan Surat pemberitahuan (SPT).
Hal lain yang mungkin terjadi dalam pembayaran pajak adalah terjadinya
selisih antara jumlah pajak yang sebenarnya terutang dengan jumlah kredit pajak.
Jika jumlah kredit pajak lebih besar dari jumlah pajak yang terutang maka
terjadilah selisih lebih. Atas keadaan ini, Wajib Pajak berhak meminta kembali
kelebihan pembayaran pajak dengan catatan Wajib Pajak tidak mempunyai utang
pajak, karena pengembalian pajak hanya dapat terjadi jika kelebihan pembayaran
pajak sudah dikurangi terlebih dahulu dengan seluruh utang pajaknya.
Berdasarkan Pasal 2 UU Nomor 6 Tahun 1983, setiap wajib pajak wajib
mendaftarkan dirinya pada Ditjen Pajak dan kepadanya diberikan Nomor Pokok
Wajib Pajak (NPWP). NPWP di samping sebagai pengenal diri wajib pajak
merupakan alat untuk menjaga ketertiban dalam pembayaran dan dalam
pengawasan administrasi perpajakan. Prosedur pendaftaran wajib pajak dilakukan
dengan mengisi formulir pendaftaran yang meliputi, alamat tempat kedudukan,
alamat usaha, jenis usaha dan akta pendirian. Selanjutnya sebagai sarana utama
yang diperlukan oleh Wajib Pajak untuk menghitung, membayar, melaporkan serta
mempertanggungjawabkan jumlah pajak yang terutang adalah dengan mengisi form
surat pemberitahuan (SPT).
Jika wajib pajak pindah alamat dan tempat usaha, maka dengan mengajukan
permohonan kepada kepala KPP yang lama akan NPWP dapat dipindahkan kepada

15 | Relevansi Mekanisme Pajak Sebagai Pemasukan Negara Antara Pemikiran Ibnu


Khaldun dan Perpajakan di Indonesia
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam: Ekonomi Syariah

KPP yang baru. Sedangkan hapus bila wajib pajak telah dibubarkan secara resmi
berdasarkan peraturan yang berlaku.27
Hambatan Dalam Sistem Self Assessment Diterapkannya sistem self
assessment ini tentu akan menimbulkan kesulitan dalam pemungutan pajak. Hal ini
dikarenakan sistem ini belum pernah diterapkan sebelumnya dan merupakan hal
yang baru baik bagi wajib pajak maupun pemungut pajak. Sehingga kesulitan-
kesulitan yang dialami oleh pemungut pajak maupun wajib pajak merupakan
hambatan dalam pemungutan pajak dengan sistem ini.
Hambatan dari Pemungut Pajak Ada tiga hal pokok yang karena kurangnya
petugas pajak menyebabkan timbulnya hambatan ini, yaitu dalam kaitannya dengan
pengiriman SPT, dalam hal memeriksa SPT dan dalam menyuluh wajib pajak.
Pengiriman SPT Tahunan oleh KPP membawa konsekuensi terhadap kerja para
petugas pajak, karena SPT ini baru dikirim oleh KPP setelah tahun pajak berakhir.
Sehingga agar SPT ini dapat diterima oleh wajib pajak sebelum jatuh tempo, maka
pengiriman harus dilakukan sedini mungkin. Sedangkan yang harus dikirimi SPT
Tahunan dalam seluruh wajib pajak seluruh wajib pajak yang telah mempunyai
NPWP, baik wajib pajak perorangan maupun badan. Hambatan berikutnya timbul
berkaitan dengan pemeriksaan dan penelitian SPT yang telah diisi oleh wajib pajak.
Meskipun wajib pajak telah diberi kepercayaan mengisi SPT, tetapi petugas pajak
tetap memeriksa SPT tersebut. Hambatan selanjutnya adalah terbatasnya tenaga
penyuluh yang ada pada Kantor Penyuluhan Pajak, karena kurangnya tenaga
penyuluh ini juga mengakibatkan kurangnya informasi yang diterima oleh wajib
pajak dan akibatnya dalam mengisi SPT banyak mengalami kesalahan-kesalahan.
Hambatan dari Wajib Pajak Hambatan yang pokok adalah kurangnya
informasi yang diteirma oleh wajib pajak. Hal informasi yang lengkap dan jelas
tantang perpajakan khususnya mengenai pelaksanaan pemungutan pajak sangat
diperlukan oleh wajib pajak. Bagi wajib pajak mengalami kesulitan untuk mengisi
SPT meskipun telah ada buku petunjuk pengisian.
Upaya Menanggulangi Hambatan Upaya pertama adalah usaha
menanggulangi hambatan yaitu dengan diadakannya pemecahan wilayah kerja
Kantor Pelayanan Pajak. Dan dengan adanya pemecahan wilayah kerja Kantor
Pelayanan Pajak ini akan mengakibatkan kurangnya beban kerja bagi petugas
27
Radjijo, Pemungutan Pajak Penghasilan Dengan Sistem Self AssesmentBagi Wajib Pajak Badan,
Jurnal Ekonomi dan Kewirausahaan, Vol. 7, No. 1, 2017, 72-75
16 | Relevansi Mekanisme Pajak Sebagai Pemasukan Negara Antara Pemikiran Ibnu
Khaldun dan Perpajakan di Indonesia
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam: Ekonomi Syariah

pajak, sehingga kesulitan mengenai pengiriman SPT maupun pemeriksana SPT


menjadi berkurang. Menambah Kantor Pelayanan Pajak pada tiap-tiap daerah
kabupaten/ kota di mana penyebaran informasi selain kerja sama kepada instansi
yang terkait langsung kepada masyarakat terutama kepada wajib pajak.28
Berikut ini data penerimaan pajak di Indonesia pada tahun 2019: Realisasi
penerimaan pajak periode Januari-Februari 2019 mencapai Rp 177,24 triliun naik
9,97% dari periode yang sama tahun sebelumnya. Namun, capaian tersebut baru
mencapai 9,92% dari yang ditargetkan dalam APBN, lebih rendah dari periode
tahun sebelumnya sebesar 9,96%.Dalam APBN 2019, pemerintah menargetkan
penerimaan pajak sebesar Rp 1.786,38 triliun dari total pendapatan negara Rp
2.165,1 triliun. Sedangkan belanja negara ditargetkan mencapai 2.461,11 triliun
dengan keseimbangan primer defisit Rp 20,11 triliun dan defisit anggaran Rp 296
triliun atau 1,84% dari PDB.

Gambar 1. Pendapatan Pajak Tahun 201929


D. Kesimpulan
Pemikiran ekonomi Ibnu Khaldun sangat relevan dengan keadaan
perekonomian modern saat ini di Indonesia terutama masalah perpajakan. Seperti
yang telah kita ketahui bersama banyak terjadi permasalahan didunia perpajakan di
Indonesia mulai dari kurang taatnya wajib pajak, kurangnya pengetahuan
masayarakat tentang pajak, tingginya pajak yang ditentukan pemerintah, serta
28
M. Farouq, Hukum Pajak Di Indonesia: Sebuah Pengantar Ilmu Hukum Terapan di Bidang
Perpajakan, Jakarta: Kencana, 2018, h. 162-164
29
Kementrian Keuangan, 2019. https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2019/03/26/realisasi-
penerimaan-pajak-januari-februari-2019-rp-177-triliun
17 | Relevansi Mekanisme Pajak Sebagai Pemasukan Negara Antara Pemikiran Ibnu
Khaldun dan Perpajakan di Indonesia
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam: Ekonomi Syariah

penyelewengan dana pajak serta petugas pajak yang menimbun dana pajak tesebut. Ini
merupakan permasalahan yang sangat serius untuk diatasi dan dibenahi sebaik
mungkin agar dana pajak tersebut bisa digunakan dan manfaatkan sebaik mungkin
untuk membangun Negara yang kuat dan maju. Pemikiran Ibnu Khaldun tentang pajak,
sangat urgen untuk dipertimbangkan dalam konteks kekinian dalam rangka
mewujudkan masyarakat dan negara yang sejahtera.
E. DAFTAR PUSTAKA
Ali, Nuruddin Muhammad, Zakat Sebagai Instrumen Dalam Kebijakan Fiskal,
Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2006.

Ayza, Bustamar, Hukum Pajak Indonesia, Jakarta: Kencana, 2017.

Chamis, Nur, Jejak Langkah Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam, Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2010.

Enan, Muhammad Abdullah, Biografi Ibnu Khaldun: Kehidupan dan Karya Bapak
Sosiologi Dunia, Jakarta: Zaman, 2013.
Farouq, M., Hukum Pajak Di Indonesia: Sebuah Pengantar Ilmu Hukum Terapan di
Bidang Perpajakan, Jakarta: Kencana, 2018.
Idris, Amiruddin, Ekonomi Publik, Jogyakarta: Deepublish, 2018.
Janwari, Yadi, Pemikiran Ekonomi Islam Dari Masa Rasulullah Hingga Masa
Kontemporer, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2016,

Judisseno, Rimsky K., Perpajakan Edisi Revisi, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama,
2004.

Judisseno, Rimsky K., Pajak dan Strategi Bisnis (Suatu Tinjauan tentang Kepastian
Hukum dan Penerapan Akuntansi di Indoonesia Edisi Revisi, Jakarta: PT
Gramedia Pustaka Utama, 2005.
Judisseno, Rimsky K., Pajak dan Strategi Bisnis: Suatu Tinjauan tentang Kepastian
Hukum dan Penerapan Akuntansi di Indonesia, Jakarta: PT Gramedia
Pustaka Utama, 1997.

Listiawati, Pertumbuhan dan Pendidikan Ekonomi Islam, Jakarta: Kencana, 2016.


Manan, Muhammad Abdul, Ekonomi Islam: Teori dan Praktek Ekonomi Islam Terj.
Potan Arif Harahap, Jakarta: Intermasa, 2011.
Nurmantu, Safri, Pengantar Perpajakan, Jakarta: Granit, 2005.
Pramukti, Angger Sigit, dan Fuady Primaharsya, Pokok-Pokok Hukum Perpajakan,
Yogyakarta: Medpress Digital, 2015.

Syamsi, Ibnu, Dasar-Dasar Kebijakan Keuangan Negara, Rineka Cipta, Jakarta,


1994.

18 | Relevansi Mekanisme Pajak Sebagai Pemasukan Negara Antara Pemikiran Ibnu


Khaldun dan Perpajakan di Indonesia
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam: Ekonomi Syariah

Supramono, dan Theresia Woro Mamayanti, Perpajakan Indonesia, Yogyakarta:


ANDI, t.t.
Waluyo, Akuntansi Pajak, Jakarta: Salemba Empat, 2008.
Hasis, Abdul, Pemikiran Ibnu Khaldun Tentang Fungsi dan Mekanisme Pajak,
Skripsi, 2010.
Huda, Choirul, Pemikiran Ekonomi Bapak Ekonomi Islam; Ibnu Khaldun, Jurnal,
Vol. IV, Edisi 1, 2013.
Radjijo, Pemungutan Pajak Penghasilan Dengan Sistem Self Assesment Bagi Wajib
Pajak Badan, Jurnal Ekonomi dan Kewirausahaan, Vol. 7, No. 1, 2017.
Rahmawati, Lilik, Sistem Kebijakan Fiskal Modern dan Islam, Journal of Economicus.
Vol.1 No.1 2016.
Ulum, Bahrul, & Mufarroh, Kontribusi Ibnu Khaldun Terhadap Perkembangan
Ekonomi Islam, Jurnal Ekonomi Syariah, Vol. 1. No. 2, 2016.
Waluyo, Agus, Kebijakan Fiskal Dan Upaya Mengatasi Disparitas Ekonomi
Perspektif Islam, Jurnal Wacana Hukum Islam dan Kemanusiaan, Vol.
17, No, 1, 2017.

Kementrian Keuangan, 2019.


https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2019/03/26/realisasi
penerimaan pajak januari-februari-2019-rp-177-triliun (Online 11
November 2019).

19 | Relevansi Mekanisme Pajak Sebagai Pemasukan Negara Antara Pemikiran Ibnu


Khaldun dan Perpajakan di Indonesia

Anda mungkin juga menyukai