Anda di halaman 1dari 7

BAB I

PNDAHULUAN
A. Latar Belakang

Islam adalah agama yang sempurna. Dengan itu Islam telah mengatur
cara hidup manusia dengan sistem yang serba lengkap termasuk juga
muamalah
manusia. Potensi industri syariah di Indonesia sangat tinggi, mengingat
jumlah penduduk muslim Indonesia sangat besar. Pertumbuhan
pangsa pasar syariah sendiri juga sudah berkembang pesat. Hal
ini juga mampu mendorong sektor keuangan negara baik yang
berasal dari perbankan syariah, asuransi syariah, atau lembaga keuangan
syariah yang lain.

Oleh karena itu, diperlukan peran dan dukungan dari pemerintah dalam
memberikan kebijakankebijakan terhadap lembaga keuangan syariah,
khususnya entitas asuransi syariah agar dengan mudah dapat memperluas
jaringan dan menambah pangsa pasarnya tidak hanya di dalam negeri,
tapi juga sampai ke luar negeri.

Secara garis besar potensi industri syari’ah di Indonesia berdasarkan


hubungannya dengan perekonomian syari’ah Isam ditentukan oleh hubungan
akad, bersumber dari hal tersebut ditemukan produk-produk syari’ah seperti
prinsip simpanan dimana barang atau dana kepada pihak lain yang bukan
pemiliknya, untuk tujuan keamanan , prinsip hiwalah dimana berhubungan
dngan prinsip jual beli , prinsip wakalah berhubungan dengan pemindahan
uang , dan prinsip kafalah berkaitan dengan fasilitas bank garansi.
Berdasarkan pada permasalahan diatas, maka menarik minat penulis untuk
mengkaji mengenai Akuntansi Wadi’ah, Wakalah, Hiwalah, Dan Kafalah.

B. Rumusan Masalah
a. Bagaimana yang dimaksud dengan wadi’ah?
b. Bagaimana yang dimaksud dengan wakalah?
c. Bagaimana yang dimaksud dengan hiwalah?
d. Bagaimana yang dimaksud dengan kafalah?

C. Tujuan
a. Untuk mengetahui bagaimana yang dimaksud dengan wadi’ah.
b. Untuk mengetahui bagaimana yang dimaksud dengan wakalah.
c. Untuk mengetahui bagaimana yang dimaksud dengan hiwalah.
d. Untuk mengetahui bagaimana yang dimaksud dengan kafalah.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Akad Wadi’ah
1. Pengertian Akad Wadi’ah

Wadi’ah merupakan simpanan (deposit) barang atau dana kepada


pihak lain yang bukan pemiliknya, untuk tujuan keamanan. Wadi’ah
adalah akad penitipan dari pihak yang mempunyai uang/barang kepada
pihak yang menerima titipan dengan catatan kapanpun titipan diambil
pihak penerima titipan wajib menyerahkan kembali uang/barang
titipan tersebut dan yang dititipi menjadi penjamin pengembalian
barang titipan.

Dalam alad hendaknya dijeaskan tujuan wadi’ah, cara


penyimpanan, lamanya waktu penitipan, biaya yang dibebankan pada
pemilik barang dan hal-hal lain yang dianggap penting.

2. Jenis Akad Wadi’ah (PSAK 59)


a. Wadi’ah amanah, yaitu wadi’a dimana uang/barang yang
dititipkan hanya boleh disimpan dan tidak boleh
didayagunakan. Sipenerima titipan tidak bertanggung jawab
atas kehilangan dan kerusakan yang terjadi pada barang titipan
selama hal ini bukan akibat dari kelalaian atau kecerobohan
penerima titipan dalam memelihara titipan tersebut
Skema Wadi’ah Yad Al Manah
Keterangan:

(1) Pihak yang menitipkan dana menyepakati akad wadi’ah


dengan penerima titipan.
(2) Pihak yang menitipkan menyerahkan barang untuk disimpan
oleh penerima titipan.
(3) Penerima titipan menyerahkan barang kembali kepada pihak
yang menitipkan dana ketika diminta.

b. Wadi’ah Yad Dhamanah, yaitu wadi’ah dimana si penerima


titipan dapat memanfaatkan barang titipan tersebut dengan
seizin pemiliknya dan menjamin untuk mengembalikan titipan
tersebut secara utuh setiap saat, saat si pemilik
menghendakinya. Hasil dari pemanfaatan barang tidak wajib
dibagihasilkan dengan pemberi titipan. Namun, penerima
titipan boleh saja memberikan bonus dan tidak boleh dijanjikan
sebelumnya kepada pemilik barang. Contohnya tabungan dan
giro tidak berjangka dengan akad wadi’ah. Akad ini menurut
ulama yang diwakili oleh Ibnu Utsaimin menyatakan:
“Para ahli fiqih menjelaskan bahwa bila orang yang menitipkan
uang memberikan izin kepada yang dititip untuk
menggunakannya maka akad wadi’ah berubah menjadi akad
qard.

3. Sumber Hukum
a. Al-Qur’an
“sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat
kepada yang berhak menerimanya.....” (QS 4:58)
“.....Maka jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang
lain, hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya
(utangnya) dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah
Tuhannya...”(QS 2:283).
b. As Sunnah
“Tunaikanlah amanat itu kepada otang yang memberi amanat
kepadamu dan jangan kamu mengkhianati orang yang
mengkhianatimu.” (HR Abu Dawud dan Al Tirmidzi)

Dari kedua ayat tersebut jelaslah bahwa amanat itu hanya


sekedar titipan dan harus dijaga serta dikembalikan kepada
pemiliknya.
4. Rukun dan Ketentuan Syari’ah
Rukun wadi’ah ada empat, yaitu:
a. Pelaku yang terdiri atas pemilik barang pihak yang menitip
(muwaddi’) dan pihak yang menyimpan atau mustada’.
b. Onjek wadi’ah berupa barang yang dititipkan
c. Ijab qobul/serah terima

Ketentuan syariah, yaitu sebgai berikut:

a. Pelaku harus cakap hukum, baligh sertaa mampu menjaga serta


memelihara barang titipan.
b. Objek wadi’ah, benda yang dititipkan tersebut jelas dan
diketahui spesifikasinyaoleh pemilik dan penyimpan.
c. Ijab qabul/ serah terima, adalah pernyataan dan ekspresi saling
rida/rela diantara pihak-pihak pelaku yang dilakukan secara
verbal, tertulis, melalui koresponden atau menggunakan cara-
cara komunikasi modern.
5. Perlakuan Akuntansi Wadi’ah
Pencatatan akuntansi wadi’ah bagi pihak pemilik barang dan bagi
pihak penyimpan barang adalah sebagai berikut:
Bagi pihak pemilik barang
a. Pada saat menyerahkan barang (menerima tanda terima
penitipan barang) dan membayar biaya penitipan (menerima
tanda terima pembayaran)
Jurnal:
Dr. Beban Wadi’ah xxx
Cr. Kas xxx
Jika biaya penitipan belum dibayar
Jurnal:
Dr. Beban Wadi’ah xxx
Cr. Utang xxx
b. Pada saat mengambil barang dan membayar kekuranan biaya
penitipan.
Jurnal:
Dr. Utang xxx
Cr. Kas xxx

Bagi pihak penyimpan barang

a. Pada saat menerima barang (mengeluarkan tanda terima


barang) dan penerimaan pendapatan penitipan (membuat tanda
terima pembayaran)
Jurnal:
Dr. Kas xxx
Cr. Pendapatan Wadi’ah xxx
b. Jika penitipan belum dibayar
Jurnal:
Dr. Piutang xxx
Cr. Pendapatan wadi’ah xxx
c. Pada saat menyerahkan barang dan menerima pembayaran
kekurangan pndapatan penitipan (mengeluarkan tanda
penyertaan barang)
Jurnal:
Dr. Kas xxx
Cr. Piutang xxx

B. Akad Al-Wakalah
1. Pengertian akad al-wakalah

Al wakalah atau At Tahwidh artinya penyerahan, pendelegasian,


atau pemberian mandat. Akad wkalaha adalah akad pelimpahan
kekuasaan oleh satu pihak kepada pihak lain dalam hal-hal yang boleh
diwakilkan. Sebabnya tidak semua hal dapat diwakilkan contohnya,
shalat, puasa, bersuci, qishahsh, talak, dan lain sebagainya.
Keterangan:

(1) Pemberi kekuasa mnyepaakati pemberian hak tertentu kepada


yang menerima kuasa
(2) Penerima kuasa menerima wakalah
(3) Setelah berakhir, peneria kuasa mengembalikan objek yang
dikuasakan.

Dalam menjalani kehidupan ini, sering kali manusia tidak dapat


menyelesaikan semua urusannya sendiri sehingga perlu pihak lain
untuk mewakilkannya. Misalnya orang tua sedang pergi keluar
kota sehingga tidak dapat mengambil raport anaknya dan meminta
adiknya mewakili drinya untuk mengambilkan raport, atau tidak
dapat menghadiri rapat sehingga diwakilkan. Contoh lain adalah
mewakilkan dalam pembelian barang, pengiriman uang,
pembayaran utang, penagihan utang, relisasi letter of credit, dan
lain sebagainya.

Wakalah dalam pendeegasian pembelian barang, terjadi dalam


situasi dimana seseorang mengajukan caln atau menunjuk orang
lain untuk mewakili dirinya membeli sesuatu. Orang yang
meminya diwakilkan harus menyerahkan sejumlah uang secara
penuh sebesar

Anda mungkin juga menyukai