Anda di halaman 1dari 5

Keterkaitan Antara Etika dan Hukum

Berangkat dari pengertian yang sederhana saja tanpa melibatkan banyak literatur,
yang penting point maksud tujuan tercapai. Dari sekian banyak pendapat bahwa maksud etika
adalah pengimplementasi tentang nilai-nilai baik dan buruk, sedangkan moral adalah nilai-
nilai tentang baik dan buruk itu sendiri. Makna baik dan buruk berbeda-beda antara suatu
lingkungan dengan lingkungan yang lainnya, sehingga ada bebarapa pendekatan yang dapat
dituliskan sebagai teropong kecil untuk memahami makna baik dan buruk, seperti berikut:

1. Utilitarianism, merupakan jalan pikiran yang menilai sesuatu baik dan buruk dengan
pertimbangan manfaat yang lebih dirasakan oleh populasi mayoritasnya daripada
minoritasnya. Misalnya dikota Las Vegas Amerika Serikat sebagai pusat perjudian
terbesar di dunia. Judi dinilai baik, contohnya Casino, sebab membawa manfaat bagi
mayoritas orang disana sebagai suatu kebanggan yang dipamerkan, jika semakin besar
kekalahan dengan terkuras banyak uang dalam perjudian tersebut. Terlebih juga perjudian
menyumbang pajak yang besar kepada negara dan menyerap tenaga kerja. Kapan judi
tersebut dinilai tidak baik lagi, ketika konsumennya tidak ada lagi, yang otomatis tidak ada
sumbangan pajak untuk negara, di situ judi akan distop legalitasnya.
2. Justice Approach, yakni pendekatan keadilan. Jalan pikiran yang menilai baik dan buruk
berdasarkan keadilan, keadilan yang dipahami dengan menyamakan sesuatu yang memang
sama, dan membedakan sesuatu yang memang beda. Misalnya pemberian uang saku
bulanan dari orang tua kepada kedua anaknya yang berbeda, satu dijenjang perkuliahan
dan satunya dijenjang SMP.

Kata etika ketika disandingkan dengan kata bisnis misalnya, maka artinya menjadi
pengimplementasian nilai-nilai baik dan buruk di dalam bisnis, dan sama ketika disandingkan
dengan kata-kata yang lainnya. Di dalam Islam kata yang dipakai untuk menerangkan
persoalan etika adalah akhlak, jadi etika sama dengan akhlak.

Persoalan moral di dalam pengimplementasian etika adalah mesti lahir dari dalam diri
sendiri, tanpa adanya intervensi dari lingkungan eksternal manapun. Pertanyaanya adalah
bagimana melahirkan kesadaran? Jawabannya sederhana yaitu sebatas stimulus yang dapat
diberikan seseorang kepada orang lain, dan orang lain tersebut yang mesti merenungkannya
untuk sampai kepada kesadarannya. Didukung dengan adanya fitrah bahwa setiap manusia
dilahirkan dalam keadaan suci dan berhati nurani. Kesucian ini yang dapat menimbulkan rasa
bersalah manakala melakukan hal-hal yang bertentangan dengan hati nurani, dan
menimbulkan rasa tenang manakala melakukan hal-hal yang sesuai dengan hati nurani. Hal-
hal yang bertentangan dengan hati nurani itulah yang disebut buruk, sedangkan yang sesuai
dengan hati nurani itulah yang disebut baik. Persoalannya kemudian adalah menjadi hilang
kepekaan hati nurani akan rasa-rasa bersalah, sebab hal-hal yang menimbulkan rasa bersalah
tersebut dilakukan secara terus menerus dan berulang-ulang, jadi tidak ada koruptor yang
melakukan korupsi hanya sekali, kecuali sedang buruk nasib korupsi baru sekali langsung
tertangkap.

Sebab tidak semua orang masih punya kesadaran beretika, maka dalam suatu
lingkungan dari yang sempit sampai yang luas diberlakukannya suatu regulasi hukum atau
peraturan. Yang mana tujuannya untuk mengikat para anggota masyarakat dalam lingkungan-
lingkungan tersebut agar beretika. Meskipun pada prinsipnya hukum itu di dalam tatarannya
adalah dibawah etika, sehingga dikatakan oleh para pembuat hukum buatlah hukum yang
berbasiskan nilai-nilai etik atau moral. Jadi ketika bicara moral nilainya adalah baik dan
buruk, tetapi ketika sudah masuk kedalam ranah hukum nilainya bukan lagi baik dan buruk,
tapi menjadi benar dan salah. Secara sederhana hukum adalah kumpulan peraturan yang
berlaku dalam suatu masyarakat yang pelaksanaanya dapat dipaksakan dengan suatu sangsi.
Di dalam bisnis contoh hukum adalah hak intelektual properti right (HAKI) yang bertujuan
melindungi hasil cipta suatu pihak tertentu dari plagiasi, setelah dipatenkan secara sah
dibawah badan hukum. Jadi memerlukan izin dan hal-hal tertentu, jika ada pemroduksian dari
oleh pihak lain.

Dalam suatu negara yang baru merdeka atau berkembang, regulasi dibuat untuk
berfokus pada hal-hal berikut:

1. Unification, agar negara tersebut fokus pada kesatuan rakyat dan wilayah-wilayahnya
(patriotime).
2. Industrialization, negara memudahkan regulasi untuk pembangunan industri-insustri baik
malik negara ataupun swasta. Meskipun seringkali berdampak pada eksploitasi yang
berlebihan SDA, tanpa ada tanggungjawab yang memadai.
3. Social welfase, setelah kesatuan dan indutri-industrinya mulai tumbuh dalam suatu
negara., negara tersebut mulai fokus memedulikan keadilan dan kesejahteraan sosial
masyarakatnya, tagar tidak adanya ekspolitasi dan kapitalisasi oleh pihak-pihak tertentu.
Lebih lanjut, bahwa kedudukan moral lebih tinggi dari hukum, sebab moral
bersumber dari ajaran tuhan atau nilai-nilai universal. Sedangkan hukum adalah buatan
manusia yang seringkali adanya revisi-revisi seiring perjalanan waktu, sehingga hukum harus
mengacu pada nilai-nilai moral. Atau dapat disimpulakan bahwa hukum sama dengan etika,
tapi etika tidak sama dengan hukum, hanya saja delik hukum memerlukan barang bukti agar
sangsi dapat dijatuhkan. Di dalam penegakannya moral ditegakan oleh diri sendiri, sedangkan
hukum ditegakan oleh penegak hukum. Secara ideal hukum dan moral sama baiknya yaitu
untuk menertibkan kehidupan manusia. Apabila terjadi ketidaktertiban di dalam kehidupan
manusia, bukan salah moral dan hukumnya tetapi manusianya yang seringkali memanipulasi
hukum. Motifnya adalah adanya kepentingan pribadi dari pihak tertentu atau politisasi hukum
(faktor politik). Jadi sebabnya adalah adanya transaksi pihak tertentu yang berkepentingan
dengan pihak yang berwenang atas hukum.
Kemudian dikenal adanya subjek dan objek hukum. Subjek hukum yaitu pihak yang
dapat dituntut hukum atasnya, sedangkan objek hukum adalah pihak yang dapat menuntut
suatu hukum. Contoh dari subjek hukum misalnya adalah suatu perusahaan, sedangkan objek
hukumnya yaitu masyarakat atau pihak yang berhubungan baik langsung ataupun tidak
langsung dengan perusahaan tersebut. Persoalanya adalah subjek hukum dapat dikenai
tuntutan hukum tetapi tidak dapat dituntut secara moral, sehingga solusi atas persoalan ini
adalah di dalam subjek hukum harus adanya nilai-nilai moral yang dilegalkan atau disebut
code of caoundact/ selflaw, sehingga dapat dituntut ketika ada pelanggarannya.

Tanggung Jawab Sosial Perusahaan


atau CSR (Coorporate Social Responsibelity) di Indonesia

CSR merupakan bagian dari etika bisnis. Menurut Karl Marx untuk merubah kondisi
suatu negara atau bangsa adalah dengan merubah struktur dan sistem ekononominya, artinya
perubahan paling fundamental dipengaruhi oleh sistem ekonomi. Pelaku ekonomi tersebut
yaitu bisnismen atau perusahaan. Antara pemerintah dengan perusahaan yang paling
mempengaruhi kehidupan individu atau masyarakat dari bangun tidur hingga tidur lagi adalah
perusahaan, sebab siapapun tak lepas dari produk-produk hasil indutrialisasi perusahaan.
Urusan dengan pemerintahan lebih sedikit daripada pengaruh urusan dengan perusahaan, jadi
tidak semestinya jika ada kemiskinan serta merta pemerintah yang dituntut dan disalahkan.
Industrialisasi bermula di Eropa semenjak adanya revolusi industri, sehingga terjadi
pemroduksian secara massal produk-produk barang dan jasa, dan inilah maksud dari kata
industrialisasi itu sendiri. Pengaruh industrialisasi perusahaan terhadap manusia (SDM) dan
sumberdaya alam (SDA) sangatlah besar, manusia bahkan dikatakan sebagai “masyarakat
konsumtif”, atas barang-barang dan jasa apapun yang disodorkan oleh perusahan. Sementara
SDA yang memanfaatkannya juga perusaahan, bahkan seringkali dimanfaatkan tanpa adanya
reklamasi yang memadai. Padahal pembaharuan SDA butuh waktu yang berkali-kali lipat
lamanya dari pada pemanfaatanya yang begitu singkat. Oleh sebab itu munculah konserp
Tripel Bottom Line, yaitu 3 P (Profit, Planet, People). Artinya satu sisi perusahaan mencari
profit sesuai prinsipnya yaitu sebanyak-banyaknya dengan modal sedikit-dikitnya, disisi lain
perusahaan juga mesti peduli dengan faktor manusianya baik internal perusahaan maupun
eksternalnya dan sumber daya alam yang dimanfaatkannya.
Semenjak tahun 90-an munculah istilah Coorporate Citizenship, yaitu
kewarganegaraan suatu perusahan. Artinya perusahaan terikat dengan aturan yang berlaku di
negara dimana perusahaan beroperasi, sebagaimana warganegara lainnya seperti adanya izin
operasi, dan lain-lain. Sebagai sesama warga negara prinsipnya secara moral haruslah saling
bantu membantu, apalagi perusahaan disamping memperoleh profit juga seringkali
memberikan dampak buruk limbah, yang berdampak pada masyarakat dan lingkungan
masyarakat. Setelah adanya Coorporate Citizenship disusul adanya undang-undang tentang
CSR, yaitu UUD No. 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas dan UUD No. 47 tahun 2012
tentang tanggungjawab sosial perusahaan.
Pada prinsipnya CSR adalah untuk membangun kualitas hidup masyarakat, ibarat
orang jawa mengatakan “berilah pancing, bukan memberi ikan”. Atau kalau menurut Word
Bank, CSR prinsipnya menguntungkan bisnis perusahaan sekaligus menguntungkan
masryarakat. Contohnya adalah perusahaan kecap bangau yang memberikan bibit kedelai
hitam lengkap dengan perawatan-peraatannya untuk dikasihkan kepada para petani di luar
jawa yang memiliki lahan untuk ditanam dan diolah, kemudian setelah panen akan dibeli oleh
perusahaan kecap bangau tersebut. Satu sisi perusahaan untung karena logistik bahan baku
kecapnya terjamin, satu sisi juga para petani untung sebagai sumber mata pencaharian.
Contohnya lagi CSRnya perusahaan TELKOM yang mengadakan ISOP bagi para
karyawannya, yaitu penanaman modal saham oleh karyawan ke perusahaan yang dampaknya
karyawan merasa memiliki perusahaan, sehingga attitude kerjanya semakin bagus. CSR juga
ada lembaga akreditasinya yang menilai perusahaan berdasarkan kualitas CSRnya, sekaligus
sebagai standarisasi. Ada juga forum-forum CSR antar perusahaan untuk membahas program
CSR apa yang akan diagendakan, sesuai dengan analisis kebutuhan-kebutuhan masyarakat.
Meskipun undang-undang yang melegalkan CSR agar dilaksanakan sudah ada, tapi
masih menyisakan problem yaitu terkait pelaksanaan secara teknis CSR tersebut agar jelas
dan samaratakan antar perusahaan, serta sanksi bagi pelanggaran CSR yang keduanya belum
dibuat regulasi undang-undangnya. Sehingga solusi untuk menyelasaikan problem ini adalah
dengan dibuatnya PERDA terkait teknis-teknis pelaksanaan CSR tersebut, dan untuk
sanksinya sebatas denda dengan nominal tertentu. Sanksi tidak bisa berupa tahanan sebab
tidak ada undang-undangnya yang mana harus dari pusat tidak bisa dari PERDA. Sialnya
karena sebatas denda banyak perusahaan yang lebih memilih membayar denda daripada
mengurus pelaksanan CSR yang lebih ribet dan memakan biaya, sehingga sanksi yang terbaik
untuk problem ini adalah dengan sanksi berupa pencabutan izin operasi perusahaannya. Yang
mana nyata-nyata lebih ditakuti oleh peusahaan, sehingga perusahaan menjadi tertib hukum
dengan melaksanakan program CSRnya masing-masing.

Anda mungkin juga menyukai