Anda di halaman 1dari 43

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Indonesia merupakan negara demokrasi yang berlandaskan Pancasila sebagai

falsafah negara. Dalam hidup bernegara nilai-nilai Pancasila menjadi pondasi negara

Indonesia dan merupakan pandangan filosofis bangsa Indonesia. Oleh karena itu

kewajiban masyarakat Indonesia dalam berdemokratisasi harus tetap merealisasikan

nilai-nilai Pancasila disetiap aspek kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan

bernegara.1 Hal ini berarti, setiap aspek penyelanggaraan negara harus bersumber

pada nilai-nilai Pancasila.

Di satu sisi demokratisasi di Indonesia membutuhkan tompangan budaya

demokrasi yang genuine, 2 artinya budaya demokrasi tersebut harus berdasarkan pada

budaya asli demokrasi bangsa Indonesia yang tercermin dalam nilai-nilai Pancasila.

Tanpa adanya dukungan budaya demokrasi, proses transisi demokrasi di Indonesia

akan menjadi rentan terhadap berbagai ancaman budaya dan perilaku tidak

demokratis yang sering muncul di era globalisasi ini. Oleh karena itu, rasa

nasionalisme dan patriotisme bangsa Indonesia akan kesadaran membela negara

Indonesia menjadi terkontaminasi oleh kecenderungan budaya asing yang

bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila sebagai falsafah negara.

1
Tim Dosen Fakultas Hukum UPN ”Veteran” Jakarta, Bahan Ajar Pendidikan Pancasila,
Jakarta, UPN “Veteran” Jakarta, 2012. h. 7
2
A. Ubaedillah, Pancasila-Demokrasi-HAM Dan Masyarakat Madani, Jakarta,
PRENADAMEDIA GROUP, 2003, h. 21.

1
Kesadaran akan rasa nasionalisme dan patriotisme dalam membela Negara

merupakan hak dan kewajiban bagi seluruh bangsa Indonesia.3 Hal tersebut

menunjukan bahwa adanya asas demokrasi dalam pembelaan negara yang dapat

mencakup dua arti, yaitu setiap warga negara dapat turut serta dalam menentukan

kebijakan tentang pembelaan negara melalui lembaga-lembaga perwakilan sesuai

dengan UUD 1945 atau perundang-undangan yang berlaku, dan dapat diartikan juga

setiap warga negara harus turut serta dalam setiap usaha pembelaan negara, sesuai

dengan kemampuan dan profesinya masing-masing.

Sebagaimana merujuk pada penjelasan di atas, upaya bela negara menjadi

sesuatu yang wajib bagi seluruh masyrakat Indonesia, yang dapat diwujudkan sejalan

dengan kenyataan empiris yang berkembang saat ini. Kondisi empiris Indonesia yang

berada pada persimpangan antara kepentingan dunia dengan keutuhan budaya

demokrasi Pancasila yang telah menjadi fundamental Negara Kesatuan Republik

Indonesia (NKRI). Realitas empiris ini menjadi satu kebutuhan Indonesia untuk

melakukan reorientasi sistem ketahanan nasional terhadap keutuhan nilai-nilai

Pancasila melalui upaya bela Negara yang berlandaskan pada rasa nasionalisme dan

patriotisme.

Oleh karena itu, pentingnya pemahaman lebih lanjut mengenai penerapan

nilai-nilai Pancasila terhadap rasa nasionalisme dan patriotisme bangsa Indonesia,

sebagai upaya meningkatkan kesadaran membela Negara Kesatuan Republik

Indonesia yang saat ini sedang berada dalam persimpangan arus globalisasi.

3
Indonesia, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945, Pasal 27 ayat 3.

2
Berdasarkan hal-hal tersebut tim penulis akan memberikan kajian mengenai Peranan

Pancasila dalam Konteks Kesadaran Bela Negara.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka adapun rumusan masalah dalam

penulisan ini adalah :

1. Bagaimana peranan Pancasila sebagai paradigma kehidupan bermasyarakat,

berbangsa dan bernegara?

2. Bagaimana upaya meningkatkan kesadaran bela Negara yang tetap

berlandaskan pada nilai-nilai Pancasila di era globalisasi?

1.3 Tujuan Penulisan

1. Meningkatkan kesadaran upaya bela Negara masyarakat Indonesia yang

berlandaskan pada nilai-nilai Pancasila sebagai falsafah Negara

2. Mempertahankan nilai-nilai Pancasila sebagai fundamental Negara Kesatuan

Republik Indonesia disetiap aspek kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan

bernegara agar tetap bertahan sebagai filosofi bangsa Indonesia ditengah arus

globalisasi.

1.4 Ruang Lingkup Penulisan

Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan diatas, maka penulisan ini

dibatasi ruang lingkupnya guna berfokus pada objek permasalahan yang akan diteliti.

Penulisan ini berfokus pada bentuk pemberian kepastian hukum kepada masyarakat

3
Indonesia dalam melaksanakan hak dan kewajibannya dalam mempertahankan nilai-

nilai Pancasila sebagai fundamental Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)

ditengah arus globalisasi yang merupakan bagian dari upaya membela Negara.

1.5 Metode Penelitian

a. Jenis Penelitian

Penelitian jika ditinjau dari sudut tujuan penelitian hukum sendiri dibagi menjadi dua,

yaitu penelitian hukum normatif (yuridis normatif) dan penelitian hukum

sosiologis atau empiris (yuridis empiris).4 Dalam penelitian kali ini penulis

akan menggunakan penelitian hukum normatif (yuridis normatif) yang

berdasarkan pada peraturan perundang-undangan yang berlaku.

b. Pendekatan Penelitian

Dalam penelitian hukum normatif terdiri dari Pendekatan Undang-Undang (Statuta

Approach), Pendekatan Kasus (Case Approach), Pendekatan Sejarah (History

Approach), dan Pendekatan Konseptual (Conceptual Approach). Berdasarkan

metode-motode pendekatan tersebut dalam penelitian kali ini peneliti

menggunakan metode:

1) Pendekatan Undang-Undang (Statuta Approach) yaitu menelaah semua

peraturan perundang-undangan seperti Undang-Undang Dasar 1945, Undang-

Undang No. 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional, Undang-

4
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta, Universitas Indonesia (UI-Press),
2008, Cet III, h. 51

4
Undang RI No. 3 tahun 2002 tentang Pertahanan Negara, dan nilai-nilai

Pancasila sebagai fundamental Negara Kesatuan Republik Indonesia.

2) Pendekatan Kasus (Case Approach) yaitu melakukan telaah pada kasus yang

berhubungan dengan bentuk upaya bela Negara yang mempertahankan nilai-

nilai Pancasila ditengah arus globalisasi budaya asing.

3) Pendekatan Konseptual (Conceptual Approach) yaitu menelaah pandangan-

pandangan atau doktrin-doktrin yang berkembang didalam ilmu hukum untuk

menjadi pemahaman terhadap pandangan/doktrin yang berkembang dan dapat

menjadi pijakan untuk membangun argumentasi hukum ketika menyelesaikan

isu hukum yang dihadapi.

c. Sumber Data

Dalam penelitian biasanya dibedakan menjadi 2 (dua) antara data yang diperoleh

secara langsung dari masyarakat yang dinamakan data primer, dan data

dari bahan pustaka yang dinamakan data sekunder.5 Sumber data yang

digunakan dalam penelitian ini ialah Sumber Data Sekunder yaitu

kepustakaan, yang terdiri dari 3 (tiga) bahan hukum antara lain:

1) Bahan Hukum Primer yaitu bahan hukum yang mempunyai otoritas

(autoritatif) yang artinya bersifat mengikat, yaitu:

a) Undang-Undang Dasar Republik Indonesia tahun 1945

b) Amandemen Undang-Undang Dasar Republik Indonesia tahun 1945 Pasal 30

ayat 1-5 dan pasal 27 ayat 3.

c) Undang-Undang RI No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional

5
Ibid., h. 51.

5
d) Undang-Undang RI No. 3 tahun 2002 tentang Pertahanan Negara

2) Bahan Hukum Sekunder yaitu semua publikasi tentang hukum yang

merupakan dokumen tidak resmi. Meliputi buku-buku hukum, journal hukum,

dan tesis.6

3) Bahan Hukum Tersier yaitu bahan hukum pendukung data primer dan

sekunder yang diperoleh dari kamus hukum.

6
Zainuddin Ali, Metode Penelitian Hukum, Jakarta, Sinar Grafika, 2009, h. 54.

6
BAB 2

PEMBAHASAN

2.1. Pancasila Sebagai Ideologi Negara

Sebagai negara yang majemuk, Indonesia mempunyai berbagai macam suku bangsa,

agama, kepercayaan, adat istiadat, perbedaan ini harus disatukan dalam satu ideologi yaitu

ideologi Pancasila untuk tetap menjadi satu bangsa. Perbedaan yang ada di Indonesia harus

disyukuri dan dijadikan modal untuk membangun negara bukan justru menjadi pemicu untuk

bercerai - berai . Memasuki era reformasi Pancasila mengalami ujian diawali dengan

runtuhnya orde baru yang dimana peran negara khusunya Eksekutif yang dominan berganti

era demokrasi dimana peran legislative yang mengalami bergeseran kekuatan. Terjadinya

konflik di beberapa daerah dan bahkan isu memerdekakan diri untuk daerah yang kemudian

jalan otonomi yang dipilih. Maka dari itu, sebenarnya cukup aneh mengapa Indonesia yang

begitu beragam ini bisa bergabung menjadi satu negara. Faktor-faktornya antara lain adalah

rasa senasib sepenanggungan akibat penjajahan, kesamaan dalam budaya, geografis, Sumpah

Pemuda dan lain-lain.

Rakyat Indonesia memutuskan untuk merdeka bersama karena suatu keinginan yang

luhur bangsa Indonesia untuk membentuk negara Indonesia yang berdaulat adil dan makmur.

Walau begitu, hal paling mendasar dalam kemerdekaan Indonesia adalah Pancasila. Pancasila

dirumuskan oleh Soekarno yang dikemukakan pada tanggal 1 Juni 1945  dalam pidato

spontannya yang kemudian dikenal dengan judul "Lahirnya Pancasila". Sukarno

mengemukakan dasar-dasar sebagai berikut: Kebangsaan Indonesia; Internasionalisme atau

Peri-Kemanusiaan; Mufakat atau Demokrasi, dasar perwakilan, dasar permusyawaratan;

Kesejahteraan Sosial; Ketuhanan. Nama Pancasila itu diucapkan oleh Soekarno dalam

7
pidatonya pada tanggal 1 Juni 1945. Lewat kelima poin yang sudah diungkapkan Soekarno,

hal itu membuka jalan kepada Pancasila yang sekarang kita kenal. Pancasila sebagai ideologi

berakar dari Marhaenisme ajaran Soekarno. Rumusan ideologi Marhaenisme yang

dimasukkan ke dalam ideologi Pancasila diusulkan secara jelas dan tegas oleh Bung Karno

dalam Pidatonya tanggal 1 Juni 1945 di muka sidang terbuka Dokuritsu Zyunbi Tyoosakai

yang lebih dikenal pula dengan nama Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan

Indonesia (BPUPKI). Pidato Bung Karno itu dimaksud untuk menjawab pertanyaan K.R.T.

Radjiman Widiodiningrat (selaku Ketua BPUPKI) kepada para anggotanya: "Negara

Indonesia Merdeka yang kita bentuk, apa dasarnya?". Di awal pidatonya Bung Karno

mengajukan pertanyaan kepada sidang terbuka BPUPKI: "saudara-saudara! Apakah yang

dinamakan merdeka? ; Di dalam tahun '33 saya telah menulis satu risalah bernama

"Mencapai Indonesia Merdeka" - yang intinya menekankan bahwa kemerdekaan, politieke

onafhankelijkheid, political independence, tak lain dan tak bukan, ialah satu jembatan emas

dan di seberang jembatan itulah kita sempurnakan kita punya masyarakat, menyusun

masyarakat Indonesia merdeka yang gagah, kuat, sehat, kekal, dan abadi. Bung Karno

melanjutkan pidatonya dengan mengatakan dasar (philosopischegrondslag) atau di atas dasar

apa (weltanschauung) kita mendirikan negara Indonesia. "Dua dasar yang pertama,

kebangsaan dan internasionalisme -- kebangsaan dan perikemanusiaan-- saya peras menjadi

satu : itulah yang dahulu saya namakan Sosionasionalisme"; Bung Karno menjadikan

Kebangsaan sebagai prinsip pertama dengan menyetir pemikiran Ernest Renan tentang syarat

bangsa: "le desir d'etre ensemble" (kehendak akan bersatu) dan senafas dengan Otto Bauer

bahwa bangsa adalah satu persatuan perangai yang timbul karena persatuan nasib.  Soekarno

juga menegaskan demokrasi yang bukan demokrasi Barat, tetapi politiek-economische

demokratie, yaitu politieke demokratie dengan sociale rechtvaardigheid, demokrasi dengan

kesejahteraan menjadi satu dulu dinamakan sosiodemokrasi. Prinsip kelima sebagai dasar

8
ketiga menyusun Indonesia merdeka dengan ber-KeTuhanan Yang Maha Esa. Bung Karno

menegaskan hendaknya negara Indonesia menjadi negara yang tiap-tiap orangnya dapat

menyembah Tuhannya dengan cara yang leluasa. Segenap rakyat hendaknya ber-Tuhan

secara kebudayaan, yakni dengan tiada "egoisme agama".

Pancasila sebagai dasar dan falsafah Negara terdapat rumusannya dalam Pembukaan

UUD 1945. Rumusan Pancasila pada alinea ke - 4 didahului oleh 3 alinea. Alinea pertama

menegaskan jiwa anti-kolonialisme yang melekat dalam Pancasila. Alinea kedua menegaskan

manunggalnya Pancasila dengan sejarah. Perjuangan Pergerakan Kemerdekaan Indonesia,

yang dengan segala suka dukanya telah mengantarkan rakyat Indonesia dengan selamat ke

depan pintu gerbang Indonesia, yang merdeka, adil dan makmur. Alinea ketiga menegaskan

jiwa pengakuan akan adanya Rahmat Tuhan Yang Maha Kuasa dalam Proklamasi

Kemerdekaan Indonesia. Pancasila sebagai ideologi membangkitkan keyakinan ideologis dan

sebagai dasar negara membangun keyakinan konstitusi. Pancasila seyogyanya harus

dikembangkan sebagai ideologi terapan karena pada hakikatnya Pancasila merupakan

ideologi terbuka. Sebagai ideologi terbuka, Pancasila harus senantiasa mampu berinteraksi

secara dinamis. Nilai-nilai Pancasila tidak boleh berubah, namun pelaksanaannya harus kita

sesuaikan dengan kebutuhan dan tantangan nyata yang selalu akan kita hadapi dalam setiap

kurun waktu. Pancasila sebagai dasar negara Indonesia haruslah menjadi sebuah acuan dalam

menjalankan kehidupan berbangsa dan bernegara, berbagai tantangan dan ancaman dalam

menjalankan ideologi Pancasila juga tidak mampu untuk menggantikan Pancasila sebagai

ideologi bangsa Indonesia.

Pancasila wajib dipertahankan oleh segenap bangsa Indonesia sebagai dasar negara,

itu membuktikan bahwa Pancasila merupakan ideologi sejati. Oleh karenanya, tantangan di

era globalisasi yang bisa mengancam eksistensi kepribadian bangsa, tidak menjadikan

Indonesia kehilangan jati diri sebagai sebuah bangsa, kendati hidup di tengah-tengah

9
pergaulan dunia. Justru sebaliknya Indonesia harus membangun persaudaraan dunia yang

sarat dengan humanisme. Gandhi pernah berkata: "Saya seorang nasionalis, tetapi

kebangsaan saya adalah perikemanusiaan: "My nationalism is humanity". Spirit kebangsaan

Gandhi yang menguatkan persaudaraan sejati antar bangsa (internasionalisme) dan senafas

dengan pemikiran Bung Karno yang menyatakan : "Internasionalisme tidak dapat hidup

subur, kalau tidak berakar  di dalam buminya nasionalisme; dan nasionalisme tidak dapat

hidup subur kalau tidak hidup dalam taman sarinya internasionalisme. Nasionalisme yang

diyakini Bung Karno lahir dari menselijkheid : Nasionalismeku adalah Perikemanusiaan,

yang lahir dari cinta pada tanah air. Nasionalisme yang cinta pada tanah air sesungguhnya

berdasar pada pengetahuan atas sejarah dan tata ekonomi dunia 7.

Tantangan lain dan bahkan menjadi ancaman serius yang menggugat alasan sebuah

keberadaan ("Raison D'etre") nilai-nilai luhur Pancasila adalah radikalisme. Saat ini,

radikalisme memperoleh momentum politiknya, menggelegar, membahana, dan 'seolah'

menjadi Tuan di rumah sendiri. Api intoleransi menyambar dimana-mana, penyebar ujaran

kebencian, berita palsu dan bohong (hoaks) dapat berlindung di balik kebebasan berpendapat

dan menarik simpati massa. kebebasan berpendapat individu yang menganut paham radikal

justru mendapatkan tempat persembunyiannya. Pancasila yang lahir dari rahimnya Ibu

Pertiwi seharusnya menjadi jiwa bangsa dan antitesis terhadap segala bentuk dan manifestasi

radikalisme. Pengalaman empiris Pancasila sejak kelahirannya 1 Juni 1945 sudah terbukti

berfungsi sebagai antibodi bagi demokrasi melawan radikalisme: intoleransi.. Pancasila tak

lain dan tak bukan adalah komunalisme. Soekarno pernah berkata: "Apa guna grondwet kalau

ia tidak dapat mengisi perut orang yang hendak mati kelaparan, maka karena itu, jikalau kita

betul-betul hendak mendasarkan negara kita kepada paham kekeluargaan, paham tolong

menolong, paham gotong royong dan keadilan sosial, enyahkan tiap-tiap pikiran, tiap-tiap

7
Soekarno, Di Bawah Bendera Revolusi, 1964, hal. 5

10
paham individualisme dan liberalisme daripadanya".Nilai-nilai luhur Pancasila akhirnya

menjadi magnet pemersatu bagi bangsa dan negara Indonesia dengan segala kekayaan dan

keberagamannya: dengan luas 1.913.578 KM2, 34 Propinsi, 17.504 Pulau, 1128 Suku, 269

Juta Jiwa, 6 Agama, dan 546 Bahasa Daerah Aktif (BPS, Mei 2019). Sila Ketuhanan Yang

Maha Esa seharusnya dapat mengembangkan  nilai-nilai etik, moral, spiritual dan terwujud

dalam sikap menghargai orang lain yang berlainan agama/kepercayaan. Sila Kemanusiaan

yang Adil dan Beradab memberi harapan bertumbuhnya peradaban bangsa, perkembangan

ilmu pengetahuan dan teknologi yang sarat dengan nilai-nilai kemanusiaan, yang terwujud

dalam sikap saling mencintai sesama manusia. Sila Persatuan Indonesia menjadi perekat

perbedaan dan keberagaman, yang terwujud dalam sikap cinta kepada tanah air,

menempatkan kepentingan negara dan bangsa di atas kepentingan pribadi dan golongan. Sila

Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat dalam Permusyawaratan/Perwakilan mengandung

nilai-nilai kedaulatan rakyat, dan patuh pada putusan rakyat yang sah. Sila Keadilan Sosial

bagi Seluruh Rakyat Indonesia yang mampu mewujudkan kesejahteraan sosial tanpa

ekploitasi manusia atas manusia, terwujud dalam sikap sama rasa sama bahagia. Akhirnya

pada 1 Juni 2016, Presiden Republik Indonesia ke-7, Ir. H. Joko Widodo menandatangani

Keputusan Presiden Nomor 24 Tahun 2016 tentang Hari Lahir Pancasila, 1 Juni 1945.

Sebelumnya, Bung Karno pernah mengadakan acara peringatan hari lahir Pancasila I pada 1

Juni 1964 (19 tahun setelah Pancasila digali).

Seluruh rakyat Indonesia bersyukur kepada Tuhan Yang Maha Esa dan secara tulus

berterima kasih kepada tokoh progresif-revolusioner, sekaligus pribadi Pancasilais dan

negarawan sejati, Presiden RI ke-7 dan ke-8, Ir. H. Joko Widodo, karena lewat beliau lahir

sebuah kebijakan bernafaskan kebijaksanaan yang dihidupi nilai-nilai luhur Pancasila. 8

8
Antonius Dieben, Memperingati Hari Lahir Pancasila ke-74 (1 Juni 2019), Kompasiana

11
Sebagai suatu ideologi bangsa dan negara Indonesia maka Pancasila pada hakikatnya

bukan hanya merupakan suatu hasil perenungan atau pemikiran seseorang atau sekelompok

orang sebagaimana ideologi-ideologi lain di dunia. Namun Pancasila diangkat dari nilai-nilai

adat istiadat, nilai-nilai kebudayaan serta nilai religius yang terdapat dalam pandangan hidup

masyarakat Indonesia sebelum membentuk negara. Dengan demikian ideologi sangat

menentukan eksistensi suatu bangsa dan negara. Ideologi membimbing bangsa dan negara

untuk mencapai tujuannya melalui berbagai realisasi pembangunan. Hal ini disebabkan

dalam ideologi terkandung suatu orientasi praksis. Selain sebagai sumber motivasi ideologi

juga merupakan sumber semangat dalam berbagai kehidupan negara. Ideologi akan menjadi

realistis manakala terjadi orientasi yang bersifat dinamis antara masyarakat bangsa dengan

ideologi, dengan demikian ideologi akan bersifat terbuka dan antisipatif bahkan bersifat

reformatif dalam arti mampu mengadaptasi perubahan-perubahan sesuai dengan aspirasi

bangsanya. Oleh karena itu, agar ideologi mampu menampung aspirasi para masyarakat

untuk mencapai tujuan dalam bermasyarakat, berbangsa dan bernegara maka ideologi

tersebut haruslah bersifat dinamis terbuka antisipatif yang mampu mengadaptasikan dirinya

dengan perkembangan zaman.

Murdiono (1990) mengemukakan beberapa faktor mengenai Pancasila sebagai

ideologi terbuka yaitu : (1) Proses pembangunan nasional dan dinamika

masyarakatberkembang dengan amat cepat. (2) Kenyataan bangkrutnya ideologiter seperti

marxisme komunisme. (3) Pengalaman sejarah politik kita di masa lampau sewaktu pengaruh

komunisme sangat besar. (4) Pancasila sebagai asas dalam hidup bermasyarakat berbangsa

dan bernegara. Keterbukaan ideologi bukan saja merupakan suatu penegasan kembali dari

pola pikir yang dinamis dari para pendiri negara kita dalam tahun 1945 tetapi juga merupakan

suatu kebutuhan konseptual dalam dunia modern yang berubah dengan cepat. Pancasila

sebagai ideologi yang tebuka, di satu pihak akan membangkitkan kesadaran akan nilai-nilai

12
dasarnya yang bersifat abadi, serta dilain pihak didorong untuk mengembangkannya secara

kreatif dan dnamis untuk menjawab kebutuhan zaman. 9 Ciri khas ideologi terbuka ialah

bahwa nilai-nilai dan cita-citanya tidak dipaksakan dari luar, melainkan digali dan diambil

dari kekayaan rohani, moral dan budaya masyarakatnya sendiri. Dasarnya dari konsensus

masyarakat, tidak diciptakan oleh negara, melainkan ditemukan dalam masyarakatnya

sendiri. Oleh sebab itu, ideologi terbuka adalah milik dari semua rakyat dan masyarakat dapat

menemukan dirinya di dalamnya. Ideologi terbuk bukan hanya dapat dibenarkan melainkan

dibutuhkan. Nilai-nilai dasar menurut pandangan negara modern bahwa negara modern hidup

dari nilai-nilai dan sikap-sikap dasarnya.

Ideologi terbuka adalah ideologi yang dapat berinteraksi dengan perkembangan zaman

dan adanya dinamika secara internal. Sumber semangat ideologi terbuka itu sebenarnya

terdapat dalam Penjelasan Umum UUD 1945, yang menyatakan, “ .. terutama bagi negara

baru dan negara muda, lebih baik hukum dasar yang tertulis itu hanya memuat aturan-aturan

pokok, sedangkan aturan-aturan yang menyelenggarakan aturan pokok itu diserahkan kepada

undang-undang yang lebih mudah cara membuatnya, mengubahnya dan mencabutnya”.

Selanjutnya dinyatakan, “... yang sangat penting dalam pemerintahan dan dalam hidupnya

bernegara ialah semangat, semangat para penyelenggara negara, semangat para pemimpin

pemerintahan” sehingga Hatta perna hberpendapat bahwa elite bangsa sendiri akan bisa lebih

kejam daripada penjajah bila tidak dikontrol dengan demokrasi.

2.2. Peranan Kesadaran Bela Negara sebagai Dasar Pertahanan dan

Pembangunan Nasional

9
A.Aco Agus, Relevensi Pancasila Sebagai Ideologi Terbuka Di Era Reformasi

13
2.2.1. Peranan Kesadaran Bela Negara sebagai Dasar Pertahanan Nasional

Sejarah telah menguraikan dan mencatat bahwa pembentukan bangsa

Indonesia, didasari oleh keinginan untuk melepaskan diri dari penjajah. Keinginan

untuk bebas dari penjajah ini, kemudian dibalut oleh sebuah rasa nasionalisme.

Kebangkitan dan lahirnya rasa dan semangat nasionalisme di Indonesia,

sesungguhnya dilihat dari peristiwa-peristiwa besar yang terjadi di dunia. Momentum

besar yang terjadi di dunia tersebut, kemudian menginisiasi setidaknya tiga

momentum besar di Indonesia, seperti tahun 1908 ada Kebangkitan Nasional,

Sumpah Pemuda terjadi tahun 1928, sampai pada Proklamasi Kemerdekaan tahun

1945. Berangkat dari ketiga momentum besar tersebut, maka terbentuklah rasa

nasionalisme Indonesia yang punya makna nilai-nilai keindonesiaan. Rasa

nasionalisme tersebut yang dapat memperkuat ketahanan nasional hingga saat ini,

dalam cita-cita maupun tujuan negara. Undang-Undang No. 3 tahun 2002 tentang

Pertahanan Negara, keikutsertaan warga negara dalam bela negara secara fisik dapat

dilakukan dengan menjadi anggota Tentara Nasional Indonesia dan Pelatihan Dasar

Kemiliteran. Masih dalam Undang-Undang yang sama dijelaskan bahwa

keikutsertaan warga negara dalam bela negara secara non fisik dapat diselenggarakan

melalui pendidikan kewarganegaraan dan pengabdian sesuai dengan profesi.

Tentara Nasional Indonesia merupakan komponen utama pertahanan negara

yang dapat diandalkan dalam menghadapi berbagai upaya dan gerakan yang

bermaksud meruntuhkan NKRI. Sebagai komponen penting pertahanan negara, TNI

harus berada paling depan dalam menghadapi ancaman-ancaman yang muncul di era

globalisasi. TNI adalah aset bangsa dan negara yang harus ditumbuhkembangkan

14
dalam menggelorakan semangat bela negara dan mengembangkan wawasan

kebangsaan. TNI dirasa sangat tepat dijadikan tumpuan untuk menumbuhkan

semangat bela negara ke seluruh lapisan masyarakat Indonesia.

Di tengah arus globalisasi saat ini terjadi penjajahan ekonomi, penjajahan sosial

budaya dan penjajahan paradigma berfikir masyarakat Indonesia. Kondisi merugikan

tersebut tidak dapat dibiarkan karena dapat mengancam dan meruntuhkan NKRI.

Setiap warga negara Indonesia harus menempatkan bela negara di atas kepentingan

pribadi/individu, kepentingan kelompok dan kepentingan lainnya yang bersifat

pribadi. Jika bela negara di Indonesia telah kuat dan kokoh, maka keutuhan NKRI

akan senantiasa terjaga dengan baik.

Bela negara sebagai benteng negara dari ancaman atau serangan musuh

merupakan upaya sangat penting dan mendesak untuk terus ditingkatkan kadarnya.

Bela negara harus melekat dalam diri setiap warga negara Indonesia agar tidak mudah

tersulut konflik dan provokasi atau melakukan aksi separatisme, radikalisme, dan

terorisme yang mengganggu keamanan dan ketertiban negara. Kondisi negara yang

tidak aman dan tertib akan menjadi terganggu dalam melaksanakan pembangunan di

segala bidang sehingga terkendala dalam meningkatkan kesejahteraan rakyat.

Caranya dengan menyusun kebijakan yang komprehensif, holistik, dan integralistik.10

Mekanisme koordinasi, komunikasi, dan diskusi antarpemerintah pusat, pemerintah

daerah, TNI, POLRI, pelaku usaha, dan berbagai elemen masyarakat harus

10
Tuhana Taufiq Andrianto, Paradigma Baru Bela Negara Implementasi dan
Pengembangannya di Era Globalisasi, cet. ke-1 (Yogyakarta: Global Pustaka
Utama, 2015) hlm. 130.

15
ditingkatkan sehingga memungkinkan untuk menciptakan kebijakan yang sesuai

dengan kebutuhan yang ada di tengah masyarakat.

Keterlibatan warga negara dalam bela negara secara non fisik dapat dilakukan

dalam berbagai bentuk, sepanjang masa dan dalam segala situasinya. Warga negara

yang memiliki kesadaran terhadap bela negara akan membuat negara memiliki

ketahanan nasional yang kuat. Dengan demikian, kesadaran tersebut akan muncul

setelah seseorang memiliki pemahaman terhadap sesuatu. Adapun yang dimiliki oleh

bangsa Indonesia sesuatu itu yakni sejarah perjuangan akan masa lalu dalam berbagai

momentum-momentum besar guna memperjuangkan kemerdekaan negara Indonesia

itu sendiri, yang ingin bebas dari penjajahan. Peran Bela Negara dalam Menentukan

Kualitas Pertahanan dan Ketahanan Bangsa Dalam kehidupan berbangsa dan

bernegara di dunia, khususnya di Indonesia bahwa konsep pertahanan negara saat

masa damai maupun masa perang didasarkan pada refleksi spektrum bela negara

yang harus dipahami oleh semua warga negara. Melalui hal tersebut sesungguhnya

diingatkan, bahwa setiap warga negara Indonesia maupun bangsa lainnya untuk

senantiasa mempertahankan dan memperjuangkan ruang hidup serta kepentingan

nasionalnya.

Klasifikasi bela negara ini tidak pada pemahaman bahwa bela negara harus

angkat senjata atau secara fisik, melainkan saat ini bela negara kontekstualisasinya

jauh lebih luas bahkan paling lunak sampai pada bentuk yang keras. Bela negara

dalam bentuk lunak masuk klasifikasi aspek psikologis dan aspek fisik. Aspek

psikologis ini yang tercermin dalam jiwa, karakter, sikap, bahkan jati diri dari setiap

warga negara. Adapun aspek fisik ini sendiri perwujudannya dalam bentuk tindakan

16
nyata dalam berbagai keseharian negara, yang menjunjung negara Indonesia. Bela

negara pada konteks keras merupakan bentuk hak dan kewajiban warga negara (the

rights and obligations of citizens) yang diwujudkan secara fisik untuk menghadapi

ancaman militer negara lain. Dalam konteks yang lebih luas, negara sebenarnya telah

menyusun suatu doktrin dan sistem pertahanan semesta, yang mekanismenya

ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan terkait dengan peran, tugas, dan

tanggung jawab.

Klasifikasi bela negara dari yang lunak sampai keras tidak boleh terputus dan

harus berkelanjutan. Bahkan sangat sulit dipungkiri saat ini memberikan pemahaman

dan meningkatkan peran bela negara lebih kompleks maupun komprehensif pada saat

masa damai menjadi kunci keberhasilan dari terselenggaranya peran bela negara agar

dapat menentukan kualitas dari pertahanan negara (national defence) Indonesia.11

2.3. Pancasila sebagai Paradigma dalam Kehidupan Bermasyarakat, Berbangsa,

dan Bernegara

2.3.1. Pengertian Paradigma.

Istilah “Paradigma” pada awalnya berkembang dalam dunia ilmu

pengetahuan terutama berhubungan dengan filsafat ilmu pengetahuan. Secara

terminologi, tokoh yang mengembangkan istilah tersebut dalam dunia pengetahuan

adalah Thomas S. khun dalam bukunya yang berjudul the structure of scientific

revolution (1970:49) yang berbunyi :

11
Armaidy Armawi dan Darto Wahidin “Ketahanan Nasional dan Bela
Negara” Wira Media Informasi Kementerian Pertahanan, Puskom Publik Kemhan,
Jakarta, 2018, hlm. 10.

17
“Paradigma adalah asumsi-asumsi dasar dan asumsi-asumsi nilai (merupakan

sumber nilai) sehingga merupakan suatu sumber hukum, metode serta penerapan

dalam ilmu pengetahuan yang menentukan sifat, ciri serta karakter ilmu

pengetahuan sendiri.”12

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia istilah paradigma, yaitu : 1. Daftar

dari semua pembentukan sebuah kata yang memperlihatkan konjugasi dan deklinasi

kata tersebut. 2. Model dalam teori ilmu pengetahuan. dan 3. Kerangka berpikir.13

Dasar paradigma adalah adalah suatu asumsi-asumsi dasar dan teoritis yang

umum (merupakan suatu sumber nilai) sehingga merupakan suatu sumber hukum,

metode serta penerapan dalam ilmu pengetahuan sehingga sangat menentukan sifat,

ciri serta karakter ilmu pengetahuan itu sendiri. 14 Paradigma juga dapat dikatakan

sumber acuan yang menjadi bahan pertimbangan bagi proses berpikir dan bertindak.

Dengan kata lain paradigma adaiah sumber nilai, sumber acuan, dan kerangka

berpikir. Peran paradigma dalam proses berpikir dan bertindak adalah merupakan

suatu dialog intensif guna menghasilkan suatu bahan pertimbangan dalam

pengambilan keputusan.15

Dalam tatanan masyarakat, paradigma dapat dianggap merupakan kerangka

berpikir masyarakat yang berlandaskan pada suatu pedoman tertentu untuk

menyelesaikan suatu permasalahan yang terjadi di dalam kehidupan masyarakat

sehingga dapat tercapai pemecahan permasalahan-permasalahan yang terjadi.


12
Sobirin and Calam Ahmad, ‘Pancasila Sebagai Paradigma Kehidupan Dalam Bermasyarakat,
Berbangsa Dan Bernegara’, Jurnal SAINTIKOM, 4.1 (2008), h146–55
13
“Paradigma,” accessed October 7, 2019, https://kbbi.web.id/paradigma.
14
Ibid.
15
Suranto Aw, ‘Indonesia, Penguatan Pancasila Segbagi Fondasi Negara Kesatuan Republik’, Jurnal
Dialog Kebijakan Publik (Jakarta, June 2013), h1–10.

18
2.3.2. Pancasila sebagai Paradigma dalam Pembangunan Politik.

Pancasila sebagai paradigma pembangunan politik adalah dengan meletakkan

nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila sebagai sumber nilai politik.

Pengembangan dan pembangunan bidang politik harus mendasarkan pada tuntutan

hak dasar kemanusiaan yang di dalam istilah ilmu hukum dan kenegaraan disebut hak

asasi manusia. Dalam sistem politik negara harus mendasarkan pada kekuasaan yang

bersumber pada penjelmaan hakikat manusia sebagai individu-mahluk sosial yang

terjelma sebagai rakyat. Selain sistem politik negara Pancasila memberikan dasar-

dasar moralitas politik negara.16

Sumber nilai politik harus mengacu pada nilai-nilai Pancasila. Sila pertama dan

kedua menunjukkan pentingnya dasar-dasar moral sehingga negara tidak hanya

berdasarkan kekuasaan. Politik negara harus memegang budi pekerti kemanusiaan

serta memegang teguh cita-cita moral rakyat leluhur.17

Pancasila sila ke-4 menunjukan prinsip dasar dalam politik Indonesia dimana

semua praktek-praktek politik harus berkembang atas asas kerakyatan. Hal ini

dikarenakan warga negara merupakan pelaku politik sehingga masyarakat harus

mampu menempatkan kekuasaan tertingginya sebagai warga negara Indonesia yang

menganut sistem politik demokrasi dimana kekuasaannyan dari rakyat, oleh rakyat

dan untuk rakyat. Selain itu perwujudan Pancasila dalam pengembangan kehidupan

politik dilakukan dengan cara :

16
Arif Hakim, “Makalah Kehidupan Berbangsa Dan Bernegara” (Universitas Sultan Ageng Tirtayasa,
2011).
17
Ibid.

19
1. Mewujudkan tujuan Negara demi peningkatan harkat dan martabat Indonesia.

2. Memposisikan rakyat Indonesia sebagai subjek dalam kehidupan politik, bukan

hanya sebagai objek politik penguasa semata.

3. Sistem politik Negara harus mendasarkan pada tuntutan hak dasar

kemanusiaan, sehingga system politik Negara harus mampu menciptakan

system yang menjamin perwujudan ham.

4. Para penyelenggara Negara dan para politisi senantiasa memegang budi pekerti

kemanusiaan serta memegang teguh cita-cita moral rakyat Indonesia.

2.3.4. Pancasila sebagai Paradigma dalam Pembangunan Ekonomi.

Paradigma Pancasila dalam pembangunan ekonomi menununjukan sistem

ekonomi Indonesia harus mendasarkan pada moralitas ketuhanan (sila pertama) dan

kemanusiaan (sila kedua). Hal itu bertujuan untuk mensejahterakan rakyat secara

keseluruhan. Pengembangan ekonomi harus mampu menghindarkan diri dari

monopoli serta persaingan bebas yang nantinya akan memberikan keuntungan besar

pada pihak-pihak yang kuat dalam bidang ekonomi. Seperti halnya, di era saat ini

ekonomi dikuasai oleh pengusaha-pengusaha swasta yang sukses dalam

mengembangkan perekonomiannya. Sedangkan, pengusaha-pengusaha kecil akan

dirugikan dengan adanya sistem persaingan bebas dalam perekonomian. 18

Sesuai dengan UUD 1945 pasal 33, menyebutkan bahwa sistem persaingan

bebas dan monopoli dilarang dalam perekonomian. Mengenai pasal 33 ini, penjelasan

18
Kabul Budiyono, Pendidikan Pancasila Untuk Perguruan Tinggi, ed. by Riduwan, 1st edn
(Bandung: ALFABETA, 2012), h168.

20
UUD 1945 menyatakan: “Dalam Pasal 33 tercantum dasar demokrasi ekonomi,

produksi dikerjakan oleh semua, untuk semua dibawah pimpinan atau penilikan

anggota-anggota masyarakat.” Oleh sebab itu sistem perekonomian negara harus

mengutamakan kesejahteraan rakyat. Masyarakat pun harus ikut andil dalam

kegiatan pembangunan ekonomi. Sedangkan pemerintah berkewajiban memberikan

pengarahan dan bimbingan terhadap pertumbuhan ekonomi yang sehat bagi

perkembangan dunia usaha.19

2.3.5. Pancasila sebagai Paradigma dalam Pembangunan Sosial Budaya.

Pancasila sebagai paradigma dalam pembangunan sosial budaya adalah

mendasarkan pembangunan sosial budaya berdasarkan nilai-nilai yang telah ada

dalam masyarakat. Nilai-nilai yang ada pada masyarakat pada hakikatnya merupakan

dasar dari nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila.

Dalam rangka pembangunan sosial budaya, Pancasila merupakan sumber

normatif yang bertujuan untuk meningkatkan harkat dan martabat manusia.

Menjadikan warga negara menjadi masyarakat yang beradab dan berbudaya.20

Pada era globalisasi, nilai-nilai budaya yang berkembang dalam masyarakat

sudah mulai tertimbun oleh budaya-budaya barat yang masuk ke Indonesia. Nyaris

semua penduduk Indonesia terpengaruh oleh budaya-budaya tersebut baik itu budaya

yang bersifat positif maupun budaya yang negatif. Dengan masuknya berbagai

budaya-budaya baru, masyarakat mulai meninggalkan nilai-nilai budaya yang telah

19
Ibid.
20
Kaelan, Pendidikan Pancasila, 2nd edn (Yogyakarta: PARADIGMA, 2014), h232.

21
berkembang dalam ruang lingkupnya dan mereka lebih memilih budaya-budaya

bangsa barat yang bahkan tidak sesuai dengan nilai-nilai yang terkandung dalam

Pancasila. Hal tersebut membuat masyarakat memiliki sifat-sifat biadab, contohnya

seperti gaya berpakaian yang meniru bangsa barat, berbagai macam tarian-tarian

bangsa barat yang mengandung unsur pornografi, dan lain sebagainya.

Tugas pemerintah adalah untuk mengingatkan serta mengarahkan masyarakat

untuk kembali menerapkan aspek budaya yang berdasarkan nilai-nilai kemanusiaan,

nilai ketuhanan, dan nilai keberadaban.

2.3.6. Pancasila sebagai Paradigma dalam Pembangunan Hukum.

Dalam UUD 1945 telah ditegaskan bahwa negara Indonesia merupakan negara

hukum, bukan negara kekuasaan. Eksistensi Indonesia sebagai negara hukum ditandai

dengan dengan beberapa unsur pokok seperti adanya pengakuan prinsip-prinsip

supremasi hukum dan konstitusi, adanya prinsip pemisahan dan pembatasan

kekuasaan menurut sistem konstitusional yang sesuai dengan UUD 1945.21

Menurut Pasal 2 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan

Peraturan Perundang-Undangan dan ketetapan MPRS No. XX/MPRS/1966, Pancasila

merupakan sumber dari segala sumber hukum, dengan demikian semua peraturan

perundang-undangan di Indonesia harus tidak boleh bertentangan dengan Pancasila

sebagai Dasar Negara.22 Pembukaan UUD 1945 yang memuat Pancasila tidak boleh

21
Asip Suyadi, “Pancasila Sebagai Paradigma Pembangunan Hukum,” Jurnal Surya Kencana Satu 9,
no. 1 (2018): 1–18.
22
Dimas Hutomo, “Kedudukan Pancasila Sebagai Sumber Hukum Negara,” Hukum online, 2019,
https://www.hukumonline.com/klinik/detail/ulasan/lt5cdbb96764783/kedudukan-Pancasila-sebagai-
sumber-hukum-negara.

22
dirubah oleh siapapun juga termasuk MPR. Hal ini didasarkan pada Pasal 3 dan

Pasal 37 karena merubah isi pembukaan berarti pembubaran negara.23

Dengan demikian subtansi hukum yang dikembangkan harus merupakan

perwujudan atau penjabaran sila-sila yang terkandung dalam Pancasila. Pelaksanaan

hukum di negara harus mendasarkan pada tujuan demi kesejahteraann hidup manusia

sebagai makhluk Tuhan (sila pertama dan kedua), harus mendasarkan pada tujuan

demi kepentingan warga dalam seluruh warga sebagai warga negara (sila ketiga),

harus mampu menjamin hak-hak dasar, persamaan derajat, dan kebebasan

kemanusiaan (sila keempat), dan harus diperuntukan demi terwujudnya keadilan

dalam hidup masyarakat (sila kelima). Oleh karena itu, negara Indonesia adalah

negara hukum berdasarkan Pancasila. Dengan kata lain, negara hukum Indonesia

memiliki ciri-ciri khas Indonesia. Karena Pancasila diangkat sebagai dasar pokok dan

sumber hukum, negara hukum Indonesia bisa juga dinamakan negara hukum

Pancasila.24

Pembangunan hukum yang berdasarkan Pancasila tidak hanya tugas dan

tanggung jawab penyelenggara negara saja, tetapi juga rakyat Indonesia secara

keseluruhan. Masyarakat indonesia secara keseluruhan sudah seharusnya ikut

berpartisipasi aktif dalam rangka mewujudkan tegaknya hukum berdasarkan

keranggka pemikiran Pancasila yang sebenarnya sudah menjadi karakter orang

indonesia. Pokok-pokok pemikiran dalam Pancasila yang dijadikan sebagai

paradigma hukum adalah bahwa Negara Indonesia merupakan negara kesatuan yang

23
Budiyono, Pendidikan Pancasila Untuk Perguruan Tinggi.
24
Suyadi, “Pancasila Sebagai Paradigma Pembangunan Hukum.”

23
menjunjung tinggi persatuan, hal ini adalah syarat mutlak untuk membangun

indonesia mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat indonesia. Dalam rangka

mewujudkan keadilan tersebut, harus dijunjung tinggi asas kedaulatan rakyat,

berdasarkan atas kerakyatan dan permusyawaratan. Dan semua pembangunan

Indonesiaa merdeka itu harus berdasarkan ketuhanan yang Maha Esa menurut dasar

kemanusiaan yang adil dan beradab. Negara indonesia bukanlah negara satu agama

sehingga sumber hukum yang diambil bukanlah sumber hukum yang berasal dari satu

agama tertentu, namun berdasarkan mufakat yang adil.

2.3.7. Pancasila sebagai Paradigma dalam Pembangunan Kehidupan antar

Umat Beragama.

Pada era saat ini, banyak berkembang organisasi-organisasi agama yang

mengatas namakan Tuhan. Mereka mengaku-ngaku bahwa agamanya lah yang paling

benar. Dalam kasus ini, terlihat semakin melemahnya toleransi dalam kehidupan

beragama sehingga menyimpang dari asas kemanusiaan yang adil dan beradab.

Pancasila telah memberikan dasar-dasar nilai yang fundamental bagi umat

beragama untuk dapat hidup secara damai dalam kehidupan beragama di negara

Indonesia. Sesuai dengan nilai-nilai yang terkandung pada nilai Pancasila sila

pertama dan sila kedua yang berbunyi ketuhanan yang esa dan kemanusiaan yang adil

dan beradab. Negara Indonesia sangat terbuka dengan umat beragama lainya. Negara

Indonesia juga memberikan kebebasan kepada warganya untuk memeluk agama serta

menjalankan ibadah sesuai dengan keyakinanya masing-masing.25

25
Kaelan, Pendidikan Pancasila.

24
Indonesia harus lebih dikembangkan ke arah terciptanya kehidupan bersama

yang penuh toleransi, saling menghargai berdasarkan nilai kemanusiaan yang

beradab.

2.3.8. Pancasila Sebagai Paradigma dalam Pembangunan IPTEK.

Ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) adalah hasil dari upaya manusia

yang meliputi aspek akal, rasa, dan kehendak dalam meningkatkan kesejahteraan dan

martabat manusia. Pancasila memberikan dasar-dasar nilai bagi pengembangan

IPTEK sebagai hasil kebudayaan manusia yaitu harus didasarkan pada moral

ketuhanan dan kemanusiaan yang adil dan beradap. Pancasila yang merupakan suatu

kesatuan harus dijadikan sebagai sistem etika dalam pengembangan IPTEK.26

Pengertian Pancasila sebagai dasar nilai pengembangan ilmu dapat mengacu

pada beberapa jenis pemahaman. Pertama, bahwa setiap IPTEK yang dikembangkan

di Indonesia haruslah tidak bertentangan dengan nilai-nilai yang terkandung dalam

Pancasila. Kedua, bahwa setiap IPTEK yang dikembangkan di Indonesia harus

menyertakan nilai-nilai Pancasila sebagai faktor internal pengembangan IPTEK itu

sendiri. Ketiga, bahwa nilai-nilai Pancasila berperan sebagai rambu normatif bagi

pengembangan IPTEK di Indonesia, artinya mampu mengendalikan IPTEK agar

tidak keluar dari cara berpikir dan cara bertindak bangsa Indonesia. Keempat, bahwa

setiap pengembangan IPTEK harus berakar dari budaya dan ideologi bangsa

26
Sobirin and Ahmad, “Pancasila Sebagai Paradigma Kehidupan Dalam Bermasyarakat, Berbangsa
Dan Bernegara.”

25
Indonesia sendiri atau yang lebih dikenal dengan istilah indegenisasi ilmu

(mempribumian ilmu).27

Sila pertama yaitu ketuhanan yang maha esa memberikan arti bahwa IPTEK

tidak hanya memikirkan apa yang ditemukan, dibuktikan dan diciptakan, namun juga

dipertimbangkan maksud-maksudnya dan akibatnya, apakah merugikan manusia dan

alam sekitarnya.dengan begitu pengembangan IPTEK tidak hanya memberikan

pengaruh pada kesejahteraan fisik namun juga nonfisik. Sila pertama menempatkan

manusia di alam semesta bukan sebagai pusatnya tetapi sebagai bagian yang

sistematik dari alam yang dikelola oleh manusia.28, 29

Sila kemanusiaan yang adil dan beradap memberikan dasar moralitas bahwa

dalam pengembangan IPTEK haruslah bersikap beradab, pengembangan IPTEK

yang merugikan tidak akan mewujudkan tujuan sebenarnya IPTEK yaitu

kesejahteraan umat manusia. IPTEK adalah hasil budaya manusia yang beradab dan

bermoral. IPTEK bukan hanya untuk kepentingan pribadi ataupun bukan untuk

kesombongan, dan mengabaikan orang lain namun untuk kesejahteraan bersama.30

Sila persatuan indonesia memberikan arti bahwa pengembangan IPTEK

hendaknya dapat menumbuhkan rasa nasionalisme, sehingga pengembangan IPTEK

dapat memunculkan persatuan.31 Untuk itu, ilmuwan dan ahli teknik Indonesia perlu

menjunjung tinggi asas Persatuan Indonesia ini dalam tugas-tugas profesionalnya.

27
Surajiyo, “Pancasila Sebagai Dasar Nilai Pengembangan Ilmu Dan Teknologi Di Indonesia,”
Journal Lppm Unindra 1 (2013): 123–44.
28
Sobirin and Ahmad, “Pancasila Sebagai Paradigma Kehidupan Dalam Bermasyarakat, Berbangsa
Dan Bernegara.”
29
Aw, “Indonesia, Penguatan Pancasila Segbagi Fondasi Negara Kesatuan Republik.”
30
Sobirin and Ahmad, “Pancasila Sebagai Paradigma Kehidupan Dalam Bermasyarakat, Berbangsa
Dan Bernegara.”
31
Ibid.

26
Kerja sama yang sinergis antar individu dengan kelebihan dan kekurangannya

masing-masing akan menghasilkan produktivitas yang lebih tinggi daripada

penjumlahan produktivitas individunya. Suatu pekerjaan atau tugas yang dikerjakan

bersama dengan semangat nasionalisme yang tinggi dapat menghasilkan

produktivitas yang lebih optimal.32

Sila kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam

permusyawaratan atau perwakilan, mendasari pengembangan IPTEK secara

demokratis, artinya setiap individu bebas dalam melakukan pengembangan IPTEK.

Para pengembang IPTEK harus bersikap terbuka, artinya terbuka untuk dikritik,

dikaji ulang maupun dibandingkan dengan teori lainnya.33

Sila keadilan sosial bagi seluruh rakyat indonesia, memberikan arti bahwa

pengembangan IPTEK harus menjaga keseimbangan keadilan dalam kehidupan

kemanusiaan. Keseimbangan itu terkait dengan hubungannya dengan dirinya sendiri,

manusia dengan tuhannya, manusia dengan manusia, manusia dengan masyarakat dan

manusia dengan alam lingkungannya.34

Dengan begitu Pancasila sebagai paradigma pengembangan IPTEK adalah

bahwa sila-sila Pancasila dijadikan sebagai sumber nilai, kerangka berpikir, dan

moral dalam upaya pengembangan IPTEK. Dengan begitu Pancasila sebagai dasar

negara dalam menjalankan kehidupan berbangsa, benar-benar akan dapat terwujud

sesuai dengan dasar yang ada yaitu Pancasila.

32
Surajiyo, “Pancasila Sebagai Dasar Nilai Pengembangan Ilmu Dan Teknologi Di Indonesia.”
33
Sobirin and Ahmad, “Pancasila Sebagai Paradigma Kehidupan Dalam Bermasyarakat, Berbangsa
Dan Bernegara.”
34
Ibid.

27
2.3.9. Peranan Kesadaran Bela Negara sebagai Dasar Pembangunan Nasional

Pembangunan nasional merupakan rangkaian upaya pembangunan yang

berkesinambungan yang meliputi seluruh aspek kehidupan masyarakat, bangsa dan

negara untuk melaksanakan tugas mewujudkan tujuan nasional yang termaktub dalam

Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, yaitu melindungi segenap bangsa dan

seluruh tupah darah indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan

kehidupan bangsa, serta ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan

kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.35

Secara umum pemerintah mencanangkan beberapa sektor utama dalam

pandangan pembangunan nasional, yaitu :

1. Pembangunan Politik

2. Pembangunan Pertahanan Keamanan

3. Pembangunan Hukum dan Penyelengara Negara

4. Pembangunan Sosial Budaya

5. Pembangunan Sumber Daya Manusia

6. Pembangunan Ekonomi

7. Pembangunan Daerah

8. Pembangunan Infrastruktur

9. Pembangunan Sumber Daya alam dan lingkungan hidup

A. Visi Nasional

35
Sumber BAPPENAS “Pembangunan Jangka Panjang 2005-2025” Sektor utama yang menjadi fokus
utama

28
Visi nasional pembangunan jangka panjang adalah terciptanya manusia yang

sehat, cerdas, produktif, dan berakhlak mulia dan masyarakat yang makin sejahtera

dalam pembangunan yang berkelanjutan didorong oleh perekonomian yang makin

maju, mandiri, dan merata di seluruh wilayah didukung oleh penyediaan infrastruktur

yang memadai serta makin kokohnya kesatuan dan persatuan bangsa yang dijiwai

oleh karakter yang tangguh dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang

diselenggarakan dengan demokrasi [yang didasarkan pada nilai-nilai Pancasila]

sebagai pedoman dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara serta

menjunjung tegaknya supremasi hukum.36

B. Sarana dan Prasarana

Kondisi sarana dan prasarana di Indonesia saat ini masih ditandai oleh

rendahnya aksesibilitas, kualitas, ataupun cakupan pelayanan. Akibatnya, sarana dan

prasarana yang ada belum sepenuhnya dapat menjadi tulang punggung bagi

pembangunan sektor riil termasuk dalam rangka mendukung kebijakan ketahanan

pangan di daerah, mendorong sektor produksi, serta mendukung pengembangan

wilayah.

C. Ilmu Pengetahuan dan Teknologi

Kemampuan pemanfaatan, pengembangan, dan penguasaan ilmu pengetahuan

dan teknologi (iptek) mengalami peningkatan. Berbagai hasil penelitian,

pengembangan, dan rekayasa teknologi telah dimanfaatkan oleh pihak industri dan

masyarakat. Jumlah publikasi ilmiah terus meningkat meskipun tergolong masih

sangat rendah di tingkat internasional. Hal itu mengindikasikan peningkatan kegiatan

36
Sumber BAPPENAS “Pembangunan Jangka Panjang 2005-2025” Visi dan misi

29
penelitian, transparansi ilmiah, dan aktivitas diseminasi hasil penelitian dan

pengembangan. Walaupun demikian, kemampuan nasional dalam penguasaan dan

pemanfaatan iptek dinilai masih belum memadai untuk meningkatkan daya saing. Hal

itu ditunjukan, antara lain, oleh masih rendahnya sumbangan iptek di sektor produksi,

belum efektifnya mekanisme intermediasi, lemahnya sinergi kebijakan, belum

berkembangnya budaya iptek di masyarakat, dan terbatasnya sumber daya iptek.

2.4. Nilai-Nilai Pancasila terhadap Kesadaran Bela Negara di Era Globalisasi

Saat ini Indonesia telah memasuki era globalisasi yang juga dikenal dengan

era revolusi industri 4.0. Persaingan antara negara dalam era globalisasi yang dinamis

ini dapat berdampak terhadap perubahan sistem politik, hukum, mental dan budaya,

serta penghayatan terhadap ideologi suatu bangsa. Pola perubahan akibat proses

modernisasi dengan perkembangan teknologi dan komunikasi dan pola persaingan

ekonomi antar bangsa serta saling ketergantungan satu dengan yang lain memiliki

konsekuensi terhadap pentingnya kesadaran bela negara dalam era globalisasi yang

memiliki dinamika yang tinggi. Indonesia juga harus mengembangkan strategi dalam

persaingan global agar tidak terjadi ancaman terhadap eksistensi dan keutuhan

negara.

Strategi yang dilakukan untuk menghadapi persaingan dalam era globalisasi

adalah revitalisasi nilai-nilai Pancasila sebagai dasar negara, sumber dari segala

sumber hukum sebagai modalitas kekuatan dan pengikat jati diri bangsa dalam

menghadapi setiap tantangan dalam dinamika globalisasi tersebut. Berdasarkan hal

tersebut, kesadaran bela negara untuk memperkuat jati diri dan memperkuat

30
persatuan nasional merupakan sebuah keniscayaan yang wajib dilakukan oleh bangsa

Indonesia dengan melestarikan dan menanamkan nilai-nilai luhur kepribadian yang

ditetapkan sebagai pandangan hidup dan dasar negara Pancasila. Pancasila lahir

sebagai dasar negara bersama dengan konstitusi UUD 1945 yang implementasinya

tuangkan dalam konsep kesadaran Bela Negara37.

Bela Negara adalah sikap dan perilaku warga negara yang dijiwai oleh

kecintaannya kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan

Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 dalam menjalin kelangsungan hidup

bangsa dan negara yang seutuhnya.

Dasar hukum pelaksanaan bela negara di Indonesia adalah sebagai berikut38 :

1. Undang Undang Dasar Tahun 1945 :

a. Pasal 27 ayat (3) yang berbunyi bahwa “Setiap warga negara berhak dan wajib

ikut serta dalam upaya pembelaan negara”.

b. Pasal 30 ayat (1) yang berbunyi bahwa “Tiap-tiap warga negara berhak dan wajib

ikut serta dalam usha pertahanan dan keamanan negara”

2. Undang Undang RI Nomor 3 Tahun 2002 Tentang Pertahanan Negara.

a. Pasal 9 ayat (1) berbunyi bahwa “Setiap warga negara berhak dan wajib ikut serta

dalam upaya bela negara yang diwujudkan dalam penyelenggaraan pertahanan

negara”.

b. Pasal 9 ayat (2) berbunyi keikutsertaan warga negara dalam upaya bela negara,

sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), diselenggarakan melalui :


37
https://www.tribunnews.com/nasional/2017/08/28/menhan-revitalisasi-nilai-Pancasila.com
38
https://www.kemhan.go.id/belanegara/sejarah-bela-negara

31
1. Pendidikan Kewarganegaraan;

2. Pelatihan dasar kemiliteran secara wajib;

3. Pengabdian sebagai prajurit Tentara Nasional Indonesia secara sukarela atau

secara wajib; dan

4. Pengabdian sesuai dengan profesi.

Tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pembelaan

negara dan syarat-syarat tentang pembelaan diatur dengan undang-undang. Kesadaran

bela negara itu hakikatnya kesediaan berbakti pada negara dan kesediaan berkorban

membela negara. Spektrum bela negara itu sangat luas, mulai dari hubungan baik

sesama warga negara sampai bersama-sama menangkal ancaman nyata musuh

bersenjata, dimulai dengan terbinanya hubungan baik antar sesama warga negara

hingga proses kerjasama untuk menghadapi ancaman dari pihak asing secara nyata.

Pengertian atau konsep bela negara secara umum adalah bersikap dan berbuat

yang terbaik bagi bangsa dan negara dalam rangka mempertahankan keamanan

nasional.

Di Indonesia proses pembelaan negara sudah diatur secara formal ke dalam

Undang-Undang. Diantaranya sudah tersebutkan ke dalam Pancasila serta Pasal 30

Undang-undang Dasar 1945. Didalam pasal tersebut, dijelaskan bahwa membela

bangsa merupakan kewajiban seluruh rakyat Indonesia tanpa terkecuali. Oleh karena

itu, dengan melaksanakan kewajiban bela bangsa tersebut, merupakan bukti dan

proses bagi seluruh warga negara untuk menunjukkan kesediaan mereka dalam

berbakti pada nusa dan bangsa, serta kesadaran untuk mengorbankan diri guna

membela negara. Hal ini merupakan sebuah bukti adanya rasa nasionalisme yang

32
diwujudkan ke dalam sebuah sikap dan perilaku warga negara dalam posisinya

sebagai warga negara. Didalam konsep pembelaan negara, terdapat falsafah mengenai

cara bersikap dan bertindak yang terbaik untuk negara dan bangsa.

Didalam proses pembelaan bangsa, ada beberapa hal yang menjadi unsur-

unsur dasar Bela Negara, diantaranya39 :

a. Cinta tanah air dengan kesadaran berbangsa dan bernegara

b. Yakin akan Pancasila sebagai ideologi Negara

c. Rela berkorban untuk bangsa dan negara

d. Memiliki kemampuan awal bela negara

Nilai-nilai Pancasila dalam bela negara antara lain adalah mengamalkan

kelima sila Pancasila yang diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Kesadaran untuk

melestarikan kekayaan budaya, terutama kebudayaan daerah yang beraneka ragam.

Sehingga hal ini bisa mencegah adanya pengakuan dari negara lain yang

menyebutkan kekayaan daerah Indonesia sebagai hasil kebudayaan asli mereka.

Untuk para pelajar, bisa diwujudkan dengan sikap rajin belajar sehingga pada

nantinya akan memunculkan sumber daya manusia yang cerdas serta mampu

menyaring berbagai macam informasi yang berasal dari pihak asing agar masyarakat

tidak akan terpengaruh dengan adanya informasi yang menyesatkan dari budaya

asing. Kepatuhan dan ketaatan pada hukum yang berlaku akan menciptakan

keamanan dan ketentraman bagi lingkungan serta mewujudkan rasa keadilan di

39
https://www.wantannas.go.id/2018/10/19/bela-negara-pengertian-unsur-fungsi-tujuan-dan-manfaat-
bela-negara/

33
tengah masyarakat, sebagai perwujudan rasa cinta tanah air dan bela bangsa.

Selanjutnya, tidak melakukan korupsi karena merupakan penyakit bangsa karena

merampas hak warga negara lain untuk mendapatkan kesejahteraan dan membantu

masyarakat dan bangsa dalam meningkatkan kualitas kehidupan.

2.5. Permasalahan Bela Negara dalam Keamanan Nasional Indonesia

Sampai saat ini debat dan polemik tentang konsep dan definisi keamanan

nasional belum menghasilkan kesepakatan. Kesulitan menghasilkan pemahaman yang

jelas dan obyektif tentang keamanan nasional berpengaruh signifikan terhadap

sulitnya melahirkan regulasi Undang-undang Keamanan Nasional sebagaimana yang

diharapkan. Bagi sebagian kalangan militer, memahami keamanan nasional masih

sebatas dalam perspektif fungsi penyelenggaraan Negara. Pertahanan dipahami

sebagai salah satu unsur dari keamanan nasional. Sebaliknya dari kalangan

kepolisian, pemahaman atas keamanan nasional lebih banyak berangkat dari konsepsi

fungsional. Perwira tinggi dan pemikir Polri bertolak dari pemahaman bahwa

“pertahanan” sebagai suatu upaya dan “keamanan” sebagai suatu hasil (out come)

dari upaya tersebut. Upaya membangun keamanan nasional dalam suatu sistem akan

mengembalikan konsepsi yang dulu dikenal dengan pertahanan dan keamanan.40

Dengan pengalaman berbagai perang antar Negara, maka keamanan suatu

Negara diletakkan dalam kaitan maupun mengatasi ancaman dari Negara lain.

Pertahanan adalah upaya sebuah Negara untuk menjaga kelanggengan hubungan serta

40
Edy Prasetyono, Konsep-Konsep Keamanan, dalam Merumuskan Kembali Kebangsaan
Indonesia, Jakarta: CSIS, 2006, hlm. 267.

34
kedaulatan dari ancaman militer dari luar negeri. Sedangkan keamanan dalam negeri

merupakan upaya sebuah Negara untuk mengatasi ancaman dari dalam negeri yang

mengancam kelanggengan hidupnya. Karena Negara memiliki sistem hukum

nasional, maka setiap ancaman yang datang dari dalam negeri pada hakekatnya

adalah tindakan pelanggaran hukum yang direspons dengan upaya penegakkan

hukum. Masalahnya, sebuah Negara yang baik, tetapi tidak menjamin penegakkan

dan perlindungan hak asasi manusia warganegara, sehingga muncul konsep human

security (keamanan manusia). Dalam konsep ini, kedaulatan Negara diubah

persepsinya sebagai kewajiban suatu Negara untuk melindungi dan menegakkan hak

asasi warga negara tersebut. Sedangkan pengertian keamanan bersama (collective

security) dan keamanan regional berada pada tataran antar Negara.41

Menurut Farouk Muhammad (Saat itu menjabat Gubernur PTIK) dari

kalangan Polri, bahwa keamanan Negara hanyalah satu bidang keamanan yaitu upaya

menjamin keamanan Negara sebagai suatu entitas. Walau saling terkait, keamanan

Negara berada pada domain yang berbeda dengan keamanan umum. Keamanan

Negara menyangkut eksistensi/kelangsungan hidup dan ketentraman

individu/kelompok orang (pada umumnya) hidup dalam Negara.42

Kelompok orang dalam domain pertama disebut rakyat yang terikat dalam

pesetambatan politik, sedangkan kelompok kedua disebut masyarakat yang terikat

dalam pesetambatan sosial. Karena itu bagi Farouk Muhammad, ancaman terhadap

keamanan Negara belum tentu merupakan gangguan terhadap keamanan


41
Agus Widjojo, Rekomendasi Kebijakan Sektor Pertahanan, Tantangan Untuk Pemerintahan
Baru, Jakarta : Sinar Grafika, 2009, hlm. 71.
42
Farouk Muhammad, Polri dalam Sistem Pertahanan dan Keamanan, Jakarta : Raja Grafindo
Persada, 2012, hlm. 56.

35
manusia/kelompok/masyarakat. Bangunan konsepsi keamanan seperti itu didasarkan

pada rumusan TAP MPR No. VII yang merupakan tindak lanjut pemisahan TNI-Polri

yang menegaskan, “memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat”. Demikian

pula rumusan UUD 1945 Pasal 30 ayat (4) menyatakan bahwa, “menjaga keamanan

dan ketertiban masyarakat.”

Tujuan penegakkan hukum tidak banyak terkait dengan keamanan Negara,

tetapi terkait dengan jaminan ketertiban sosial dan keadilan yang merupakan bagian

dari aspek kesejahteraan. Konsep peran Polri dalam siskamrata sebenarnya sudah

tidak relevan dengan perkembangan kekinian. Di era demokrasi yang menjunjung

tinggi kemanusiaan dan HAM, paham rakyat semesta (people power) sudah tidak

lazim diadopsi. Siskamrata dalam konteks UUD Tahun 1945 lebih dipahami sebagai

system pertahanan Semesta

Sedangkan definisi berdasarkan RUU Kamnas adalah komitmen bangsa atas

segala macam upaya simultan, konsisten, dan komprehensif, segenap warga Negara

yang mengabdi pada kekuatan komponen bangsa untuk melindungi dan menjaga

keberadaan, keutuhan, dan kedaulatan bangsa dan Negara, secara efektif dan efisien

dari segenap ancaman mencakup sifat, sumber, dimensi, dan spektrumnya. Konsepsi

tersebut menuntut dan meletakkan tanggungjawab keamanan nasional kepada semua

komponen bangsa, bukan saja dibebankan kepada TNI dan Polri.43

Desain baru sistem keamanan nasional pada dasarnya tidak hanya dalam

rangka mengikuti dinamika ancaman, baik pada tingkat nasional, regional maupun

43
Paparan Gubernur Lemhannas RI, pada seminar IKAL tentang Siskamnas di Era Demokrasi
dan Globalisasi, tanggal 22 Juni 2010

36
internasional tetapi harus mendasarkan pada doktrin dan filsafat kebangsaan.

Meskipun, ideologi bangsa kita masih belum direvitalisasikan dan dikembangkan lagi

ke dalam kondisi dan eksistensi kekinian bangsa, namun bagaimanapun Pancasila

tetaplah sumber dari segala sumber hukum di Indonesia. Trend globalisasi, teknologi

informasi, demokratisasi dan sebagainya tidak dapat mengubah pandangan dasar dan

jati diri kita sebagai bangsa.

Dalam Pancasila terdapat konsepsi tentang nilai-nilai kemanusiaan, nilai-nilai

kebangsaan dan nilai-nilai demokrasi serta keadilan social bagi seluruh warga bangsa.

Sistem keamanan nasional dengan demikian, tidak semata-mata hanya ditentukan

oleh dinamika dan ancaman eksternal dan pengaruh arus globalisasi atau ideologi

lainnya, seperti sekarang ini di mana jenis ancaman sudah bersifat ancaman asimetris,

tetapi bagaimanapun sistem nilai kebangsaan, identitas diri, nasionalisme dan falsafah

bangsa tetap menjadi aspek yang utama. Oleh karena itu, kita harus optimistik bahwa

dengan ideologi bangsa dan mindset bangsa maka akan mendorong lahirnya

transformasi pemikiran dan gagasan baru yang menjawab kebutuhan akan sistem

keamanan nasional yang baru.

2.5.1. Hakikat Ancaman Terhadap Keamanan dan Pertahanan Negara

Indonesia

Konstelasi geografi, sebagai Negara kepulauan dengan wilayah yang sangat

luas, terbentang pada jalur lintasan dan transportasi internasional yang sangat

strategis, berimplikasi pada munculnya peluang dan sekaligus tantangan geopolitik

dan geostrategi yang besar dalam mempertahankan kedaulatan dan keutuhan wilayah.

37
Selain itu, seiring dengan globalisasi yang merambah berbagai aspek kehidupan,

ancaman pertahanan negara dalam menjaga kedaulatan negara, keutuhan wilayah,

dan keselamatan bangsa juga semakin berkembang menjadi multi-dimensional.

Untuk menghadapi ancaman yang multi-dimensional seperti dikemukakan di atas,

penanganannya tidak hanya bertumpu pada kemampuan pertahanan yang berdimensi

militer, tetapi juga melibatkan kemampuan pertahanan yang berdimensi nirmiliter

sebagai perwujudan dari sistem pertahanan Negara yang bersifat semesta.

Berdasarkan sifat ancaman, hakikat ancaman digolongkan ke dalam

ancaman militer dan ancaman nirmiliter.

1. Ancaman Militer.

Ancaman militer adalah ancaman yang menggunakan kekuatan bersenjata dan

terorganisir yang dinilai mempunyai kemampuan membahayakan kedaulatan

negara, keutuhan wilayah, dan keselamatan segenap bangsa. Ancaman militer

dapat berupa agresi/invasi, pelanggaran wilayah, pemberontakan bersenjata,

sabotase, spionase, aksi teror bersenjata, ancaman keamanan laut dan udara, serta

konflik komunal. Agresi suatu negara yang dikategorikan mengancam kedaulatan

negara, keutuhan wilayah, dan keselamatan segenap bangsa Indonesia mempunyai

bentuk-bentuk mulai dari yang berskala paling besar sampai dengan yang

terendah. Invasi merupakan bentuk agresi yang berskala paling besar dengan

menggunakan kekuatan militer bersenjata yang dikerahkan untuk menyerang dan

menduduki wilayah Indonesia. Invasi berlangsung secara eskalatif, mulai dari

kondisi politik yang terus memburuk, diikuti dengan persiapan-persiapan kekuatan

militer dari negara yang akan melakukan invasi.

38
2. Ancaman Nirmiliter.

Ancaman nirmiliter pada hakikatnya ancaman yang menggunakan faktor-faktor

nirmiliter yang dinilai mempunyai kemampuan yang membahayakan kedaulatan

negara, keutuhan wilayah negara, dan keselamatan segenap bangsa. Ancaman

nirmiliter dapat berdimensi ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya, teknologi

dan informasi, serta keselamatan umum.

39
BAB 3

PENUTUP

3.1. Simpulan

1. Peranan Pancasila dalam tatanan masyarakat menjadi paradigma kerangka

berpikir masyarakat yang berlandaskan pada suatu pedoman tertentu untuk

menyelesaikan suatu permasalahan yang terjadi di dalam kehidupan masyarakat

sehingga dapat tercapai pemecahan permasalahan-permasalahan yang terjadi

dalam upaya mempertahakan keamanan nasional dan menjadi ideologi dalam

upaya bela negara;

2. Upaya meningkatkan kesadaran bela Negara yang tetap berlandaskan pada nilai-

nilai Pancasila adalah dengan melestarikan budaya, belajar dengan rajin bagi

para pelajar dengan Pendidikan Kewarganegaraan; pelatihan dasar kemiliteran

secara wajib; pengabdian sebagai prajurit Tentara Nasional Indonesia secara

sukarela atau secara wajib, pengabdian sesuai dengan profesi, ketaatan akan

hukum dan aturan-aturan negara, dan mencintai produk-produk dalam negeri.

3.2. Saran

Upaya bela negara yang didasarkan ideologi Pancasila hendaknya dapat

diterapkan dalam tatanan hidup bermasyarakat yang dituangkan dalam kebijakan dan

program pemerintah yang sinergis dan berkesinambungan dalam menunjang

40
pertahanan dan keamanan nasional dengan mengikuti perkembangan jaman serta

mencegah ancaman asing pada era gobalisasi.

41
DAFTAR PUSTAKA

Peraturan Perundang-Undangan

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945, Pasal 27 ayat (3) dan
Pasal 30.

Buku

Tim Dosen Fakultas Hukum UPN ”Veteran” Jakarta, Bahan Ajar Pendidikan
Pancasila, Jakarta, UPN “Veteran” Jakarta, 2012. h. 7

A. Ubaedillah, Pancasila-Demokrasi-HAM Dan Masyarakat Madani, Jakarta,


PRENADAMEDIA GROUP, 2003, h. 21.

Soekarno, Di Bawah Bendera Revolusi, 1964, hal. 5)

Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta, Universitas Indonesia (UI-


Press), 2008, Cet III, h. 51

Zainuddin Ali, Metode Penelitian Hukum, Jakarta, Sinar Grafika, 2009, h. 54.

A .Aco Agus, Relevensi Pancasila Sebagai Ideologi Terbuka Di Era Reformasi

Tuhana Taufiq Andrianto, Paradigma Baru Bela Negara Implementasi dan


Pengembangannya di Era Globalisasi, cet. ke-1 (Yogyakarta: Global Pustaka
Utama, 2015) hlm. 130.

Armaidy Armawi dan Darto Wahidin “Ketahanan Nasional dan Bela Negara” Wira
Media Informasi Kementerian Pertahanan, Puskom Publik Kemhan, Jakarta,
2018, hlm. 10.

Sobirin and Calam Ahmad, ‘Pancasila Sebagai Paradigma Kehidupan Dalam


Bermasyarakat, Berbangsa Dan Bernegara’, Jurnal SAINTIKOM, 4.1 (2008),
h146–55 “Paradigma,” accessed October 7, 2019,
https://kbbi.web.id/paradigma.

Suranto Aw, ‘Indonesia, Penguatan Pancasila Segbagi Fondasi Negara Kesatuan


Republik’, Jurnal Dialog Kebijakan Publik (Jakarta, June 2013), h1–10.

Arif Hakim, “Makalah Kehidupan Berbangsa Dan Bernegara” (Universitas Sultan


Ageng Tirtayasa, 2011).

42
Kabul Budiyono, Pendidikan Pancasila Untuk Perguruan Tinggi, ed. by Riduwan,
1st ed. (Bandung: ALFABETA, 2012), h168.

Kaelan, Pendidikan Pancasila, 2nd edn (Yogyakarta: PARADIGMA, 2014), h232.

Budiyono, Pendidikan Pancasila Untuk Perguruan Tinggi.

Suyadi, “Pancasila Sebagai Paradigma Pembangunan Hukum.”

Asip Suyadi, “Pancasila Sebagai Paradigma Pembangunan Hukum,” Jurnal Surya


Kencana Satu 9, no. 1 (2018): 1–18.

BAPPENAS “Pembangunan Jangka Panjang 2005-2025” Sektor utama yang menjadi


fokus utama

Edy Prasetyono, Konsep-Konsep Keamanan, dalam Merumuskan Kembali


Kebangsaan Indonesia, Jakarta: CSIS, 2006, hlm. 267.

Agus Widjojo, Rekomendasi Kebijakan Sektor Pertahanan, Tantangan Untuk


Pemerintahan Baru, Jakarta : Sinar Grafika, 2009, hlm. 71.

Farouk Muhammad, Polri dalam Sistem Pertahanan dan Keamanan, Jakarta : Raja
Grafindo Persada, 2012, hlm. 56.

Paparan Gubernur Lemhannas RI, pada seminar IKAL tentang Siskamnas di Era
Demokrasi dan Globalisasi, tanggal 22 Juni 2010

Internet

Dimas Hutomo, “Kedudukan Pancasila Sebagai Sumber Hukum Negara,”


https://www.hukumonline.com/klinik/detail/ulasan/lt5cdbb96764783/keduduk
an-Pancasila-sebagai-sumber-hukum-negara.

Antonius Dieben, Memperingati Hari Lahir Pancasila ke -- 74 (1 Juni 2019),


https :// www.kompasiana.com

https://www.tribunnews.com/nasional/2017/08/28/menhan-revitalisasi-nilai-
Pancasila.com

https://www.kemhan.go.id/belanegara/sejarah-bela-negara

https://www.wantannas.go.id/2018/10/19/bela-negara-pengertian-unsur-fungsi-
tujuan-dan-manfaat-bela-negara/

43

Anda mungkin juga menyukai