Anda di halaman 1dari 38

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dalam kehidupan bermasyarakat terjadi berbagai benturan kepentingan

anat individu, antar kelompok masyarakat, bahkan dalam skala yang lebih besar..

Walaupun sudah ada hukum positif yang mengatur tetap tidak semua dapat

memberikan jawaban atau penyelesaian masalah yang memuaskan. Hal ini

disebabkan karena dalam kehidupan masyarakat terjadi perubahan-perubahan

yang amat cepat, sehingga terkadang hukum psoitif tidak dapat berfungsi efektif

untuk menata perubahan dan perkembangannya.

Pada tahun 2019 ini terjadi polemik dengan danya Rancangan Undag-

Undang Kitab Hukum Pidana (RUU KUHP). Beberapa pasal disebut kontroversial

diantaranya terkait penyuka sesama jenis, penghinaan Presiden,

Oleh karena itu pendekatan sosiologi hukum digunakan dalam mengkaji

dan meneliti dalam rangka menyelesaikan berbagai masalah dan perubahan yang

relevan terhadap permasalahan hukum yang terjadi. Beberapa masalah yang

dibahas dalam sosiologi hukum anatara lain meliput hukum dan sistem sosial

masyarakat, hukum dan kekuasaan, hukum dan nilai-nilai sosial budaya, dan

peranan hukum sebagai alat mengubah masyarakat1.

Pada dasarnya, kehidupan masyarakat merupakan objek yang menyentuh

aspek sosiologi hukum atau aspek sosial masyarakat. Oleh karena itu, tidak ada

1
Soekanto, Soerjono. 2018. Pokok-Pokok Sosiologi Hukum. Jakarta : PT Raja Grafindo Perkasa

1
keragu-raguan bahwa suatu sistem hukum merupakan pencerminan dari sistem

sosial dimana sistem hukum tadi merupakan bagiannya.

Pembahasan dalam sosiologi hukum adalah pengaruh timbal balik antara

perubahan hukum dan masyarakat. Sosiologi hukum melihat, menerima dan

memahami hukum sebagai bagian dari kehidupan manusia dalam bermasyarakat

dan merupakan sosiologi dari atau tentang hukum. Dalam hal mengenai perilaku

sosial maka berubungan dengan hukum yang berlaku atau mememperhatikan

verifikasi empiris dan validitas empiris dari hukum yang berlaku 2. Pada

hakikatnya, hal ini merupakan objek yang menyentuh dari aspek sosiologi hukum,

atau aspek sosial masyarakat oleh karena tak ada keragu-raguan lagi bahwa suatu

sistem hukum merupakan pencerminan dari sistem hukum sebagai bagian sistem

sosial.

1.2. Rumusan Masalah

1. Apakah RUU KUHP diajukan karena terjadi perubahan sosial masyarakat

Indonesia ?

2. Apakah RUU KUHP ini belum sesuai sehingga ditunda Presiden?

3. Bagaimana analisis sosiologi hukum terkait RUU KUHP ini?

1.3. Ruang Lingkup Penulisan

Ruang lingkup pembahasan makalah ini adalah analisis sosiologi hukum

terhadap Rancangan Undang-Undang Kitab Hukum Pidana.

1.4. Tujuan Penulisan


2
Rahardjo, S., Sosiologi Hukum, Yogyakarta : Genta Publishinh, 2010. Hal 2

2
1. Mengetahui dan memahami mengenai konsep sosiologi hukum.

2. Memahami analisis sosiologi hukum RUU KUHP

1.5. Metodologi Penulisan

Beberapa metode yang digunakan dalam penulisan makalah adalah

pengolahan data antara lain :

1. Telaah studi materi kuliah Sosiologi Hukum

2. Pencarian data kepustakaan dari buku, media cetak, dan media elektronik.

3. Pendekatan Penelitian dalam penulisan dengan pendekatan Sejarah (History

Approach), dan pendekatan konseptual (Conceptual Approach).

3
BAB 2

PEMBAHASAN

2.1. Pengertian Sosiologi Hukum

Berdasarkan sejarah sosiologi hukum untuk pertama kalinya diperkenalkan

oleh Anzilotti (1882). Sosiologi hukum lahir dari pemikiran-pemikiran

perseorangan dan kolektif. Perseorangan terdiri dari filsafat hukum, sosiologi

hukum, dan ilmu hukum. Kolektif terdiri dari mazhab-mazhab dan aliran3.

Menurut M. Rehbinder sosiologi hukum merupakan cabang dari 2 (dua) ilmu

yaitu ilmu hukum dan sosiologi dengan alasan bahwa :

a.    Hukum didasarkan pada kehidupan sosial

b.    Hukum mengatur kehidupan sosial

c.    Hukum merupakan bagian dari sistem pengaturan sosial.

Suryono Soekanto dan Satjipto Rahardjo mendefinisikan sosiologi hukum

sebagai ilmu yang mempelajari hubungan timbal balik antara hukum dan

masyarakat. Objek yang menjadi sasaran studi sosiolgi hukum adalah

pengoganisasian sosial hukum yaitu badan-badan yang terlibat dalam

penyelenggaraan hukum, misalnya pembuatan undang-undang, pengadilan, polisi,

advokat.

Sosiologi Hukum juga dijabarkan sebagai pengetahuan tentang interaksi

manusia yang berkaitan dengan hukum dalam kehidupan bermasyarakat. Sosiologi

hukum menyelidiki fakta lain yang tidak diselidiki oleh ilmu hukum, antara lain

3
https://www.pengertianmenurutparaahli.com/pengertian-asas-kepastian-hukum/

4
perikelakuan hukum, meneliti perubahan sosial (social change) atau sebaliknya

perubahan/pembaharuan hukum (change of law).

Menurut Wignjosoebroto (2002), Sosiologi hukum adalah cabang kajian

khusus dalam keluarga besar ilmu-ilmu sosial yang disebut Sosiologi. Sosiologi

hukum mempelajari kaidah kaidah positif dalam fungsinya yang diperlukan untuk

menegakkan ketertiban dalam kehidupan bermasyarakat dengan segala

keberhasilan dan kegagalannya.

Menurut Utsman (2013), sosiologi hukum sebagai ilmu pengetahuan

memiliki konsekuensi yang harus dipenuhi antara lain :

1. Sosiologi Hukum harus memiliki proses yang merupakan aktivitas

penelitian, yang terdiri dari rasional, kognitif, dan teleologis.

2. Sosiologi Hukum harus memiliki aktivitas berupa metode ilmiah paling

tidak menyangkut pola-pola, analitis, penggolongan, perbandingan dan

survey.

3. Sosiologi Hukum sebagai ilmu harus merupakan produk pengetahuan

yang sistematis.

Menurut Chairudin (1991), sosiologi hukum adalah satu cabang dari

sosiologi yang merupakan penerapan pendekatan Sosiologis terhadap realitas

maupun masalah-masalah hukum. Oleh karena itu, Sosiologi hukum bukanlah

suatu cabang dari studi ilmu hukum melainkan cabang dari studi sosiologi.

Sosiologi hukum berkembang atas dasar suatu anggapan bahwa proses hukum

berlangsungnya di dalam suatu jaringan atau sistem sosial yang dinamakan

masyarakat. Sosiologi hukum adalah ilmu yang mempelajari hubungan timbal

balik antara hukum dengan gejala-gejala sosial lainnya secara empiris analitis.

5
Menurut Brade Meyer, sosiologi hukum yaitu4 :

1. Sociology af the law adalah menjadikan hukum sebagai alat pusat penelitian

secara sosiologis yakni sama halnya bagaimana sosiologi meneliti suatu

kelompok kecil lainnya. Tujuan penelitian adalah selain untuk

menggambarkan betapa penting arti hukum bagi masyarakat luas juga untuk

menggambarkan proses internalnya hukum.

2. Sociology in the law adalah memudahkan fungsi hukumnya, pelaksanaan

fungsi hukum dengan dibantu oleh pengetahuan atau ilmu sosial pada alat-alat

hukumnya.

3. Gejala sosial lainnya adalah sosiologi bukan hanya saja mempersoalkan

penelitian secara normatif (dassollen) saja tetapi juga mempersoalkan analisa-

analisa normatif didalam rangka efektifitas hukum agar tujan kepastian

hukum dapat tercapai.

Sosiologi hukum adalah bagian dari sosiologi jiwa manusia yang

menelaah sepenuhnya realitas sosial hukum, dimulai dari hal-hal yang nyata

dan observasi perwujudan lahiriah, di dalam kebiasaan-kebiasaan kolektif yang

efektif. Sosiologi hukum menafsirkan kebiasaan-kebiasaan ini dan perwujudan-

perwujudan materi hukum berdasarkan intinya, pada saat mengilhami dan

meresapi mereka, pada saat bersamaan mengubah sebagian dari antara mereka

(kebiasaan dan perwujudan materi hukum).

Menururt Johnson (1994), sosiologi hukum memulai khususnya dari pola-

pola pelambang hukum tertentu sebelumnya seperti mengorganisasi hukum,

4
https://wonkdermayu.wordpress.com/kuliah-hukum/sosiologi-hukum/

6
prosedur-prosedur, dan sanksi-sanksinya, sampai pada simbol-simbol hukum

yang sesuai, seperti fleksibilitas peraturan-peraturan dan kespontanan hukum.

Pemikiran sosiologi hukum lebih berfokus pada keberlakuan empiris atau

faktual dari hukum. Hal ini memperlihatkan bahwa sosiologi hukum tidak secara

langsung diarahkan pada hukum sebagai sistem konseptual, melainkan pada

kenyataan sistem kemasyarakatan yang didalamnya hukum hadir sebagai

pemeran utama. Objek utama sosiologi hukum adalah masyarakat dan pada

tingkatan kedua adalah kaidah-kaidah hukum.

Menurrut Anwar (2008), hal tersebut di atas berbeda dengan ilmu hukum

normatif yang memandang hukum dalam hukum itu sendiri apa yang tertuang

dalam peraturan. Dalam hal ini, sosiologi hukum mencoba untuk memperlakukan

sistem hukum dari sudut pandang ilmu sosial. Pada dasarnya, sosiologi hukum

berpendapat bahwa hukum hanyalah salah satu dari banyak sistem sosial dan

bahwa justru sistem sosial lain, yang terdapat dalam masyarakat, memberi arti

dan pengaruh terhadap hukum.

Menurut Ali (2005), dalam rangka, mengkonseptualisasikan sosiologi

hukum mengadopsi beberapa pengertian sosiologi hukum dari beberapa

ahli terkemuka5 :

1. Soejono Soekanto. Sosiologi Hukum adalah suatu cabang ilmu

pengetahuan yang secara analitis dan empiris menganalisis atau

mempelajari hubungan timbal balik antara hukum dengan gejala-gejala

sosial lainnya.

5
https://balianzahab.wordpress.com/makalah-hukum/sosiologi-hukum-2/mengenal-sosiologi-

hukum/

7
2. Satjipto Raharjo. Sosiologi Hukum (Sociology of Law) adalah

pengetahuan hukum terhadap pola perilaku masyarakat dalam konteks

sosialnya.

3. R. Otje Salman. Sosiologi Hukum adalah ilmu yan mempelajari hubungan

timbal balik antara hukum dengan gejala-gejala sosial lainnya secara

empiris analitis.

4. H.L.A. Hart. Suatu konsep hukum mengandung unsur-unsur kekuasaan

yang terpusatkan kepada kewajiban tertentu di dalam gejala hukum yang

tampak dari kehidupan masyarakat.

5. C.J.M Schuyt menyatakan bahwa yang menjadi pusat perhatiannya adalah

peranan hukum di dalam masyarakat dalam hal pertahanan pembagian

kesempatan hidup serta bagaimana peranan nisbi hukum untuk mengubah

pembagian yang tidak merata, dan pembagian kesempatan hidup itu sendiri

tidak bisa lepas dari adanya struktur kelas di dalam masyarakat sehingga

karenanya muncullah persoalan ketidakadilan dan kesenjangan.

6. George Gurvitch (1961) menyatakan bahwa sosiologi hukum adalah bagian

dari sosiologi jiwa manusia tentang kenyataan sosial dari hukum Sosiologi

hukum menafsirkan kelakuan dan manifestasi material hukum ini menurut

makna batinnya seraya mengilhami meresapinya. Sosiologi hukum

khususnya bertindak dari pola hukum ke simbol yang ditetapkan

sebelumnya. Seperti hukum, prosedur dan sanksi sampai pada simbol

hukum. Sebagai contoh peraturan yang dengan mudah melakukan

penyesuaian dan hukum. Sosiologi Hukum bertindak kepada nilai-nilai

dan gagasan hukum dengan kepercayaan serta lembaga-lembaga kolektif

8
yang bercita-citakan nilai ini dan memahami ide atau gagasan tersebut.

Dalam hal ini sosiologi hukum dapat berwujud sebagai fakta-fakta normatif

yang menjadi sumber kesahan (validity) berupa keabsahan dari

kepositifan segala hukum.

2.2. Konsep Sosiologi Hukum

Dalam konsep sosiologi hukum dijabarkan sebagai berikut 6:

1. Hukum Berfungsi Sebagai Sarana Pengendalian Sosial

Hukum sebagai kontrol sosial dalam arti hukum harus memiliki asas

kepastian hukum berupa jaminan bahwa suatu hukum harus dijalankan dengan

cara baik atau tepat. Kepastian pada intinya merupakan tujuan utama dari hukum.

Jika hukum tidak ada kepastian maka hukum akan kehilangan jati diri serta

maknanya. Dalam artian UU yang dilakukan benar-benar terlaksana oleh

penguasa, penegak hukum atau disebut dengan penyelengara negara. Fungsinya

masalah penginterasian tampak menonjol, dengan terjadinya perubahan perubahan

pada faktor tersebut diatas, hukum harus menjalankan usahanya sedemikian rupa

sehingga konflik konflik serta kepincangan-kepincangan yang mungkin timbul

tidak mengganggu ketertiban serta produktivitas masyarakat.

Pengendalian sosial adalah upaya untuk mewujudkan kondisi seimbang di

dalam masyarakat, yang bertujuan terciptanya suatu keadaan yang serasi antara

stabilitas dan perubahan di dalam masyarakat.

Maksudnya adalah hukum sebagai alat memelihara ketertiban dan

pencapaian keadilan. Pengendalian sosial mencakup semua kekuatan-kekuatan


6
Anwar, Y., Adang. 2015. Pengantar Sosiologi Hukum. Jakarta : PT Grasindo.

9
yang menciptakan serta memelihara ikatan sosial. Hukum merupakan sarana

pemaksa yang melindungi warga masyarakat dari perbuatan dan ancaman yang

membahayakan dirinya dan harta bendanya.

2. Hukum Berfungsi sebagai sarana Social Engineering

Hukum dapat bersifat social engineering yaitu merupakan fungsi hukum

dalam pengertian konservatif, fungsi tersebut diperlukan dalam setiap masyarakat,

termasuk dalam masyarakat yang sedang mengalami pergolakan dan

pembangunan dalam hal ini mencakup semua kekuatan yang menciptakan serta

memelihara ikatan sosial yang menganut teori imperative tentang fungsi hukum.

Hal ini dimaksudkan dalam rangka memperkenalkan lembaga-lembaga

hukum modern untuk mengubah alam pikiran masyarakat yang selama ini tidak

mengenalnya, sebagai konsekuensi Negara sedang membangun, yang kaitannya

menuju modernisasi dalam meningkatkan taraf hidup masyarakat. Dalam hal ini,

hukum sebagai sarana pembaharuan dalam masyarakat. Hukum dapat berperan

dalam mengubah pola pemikiran masyarakat dari pola pemikiran yang tradisional

ke dalam pola pemikiran yang rasional/modern.

2.3. Hukum dalam Pandangan Sosiologi

Ilmu hukum merupakan ilmu yang mencakup dan membahas segala hal

yang berhubungan dengan hukum. Metode yang digunakan dalam meneliti hukum

adalah :

a. Ideologis (melihat hukum sebagai nilai-nilai), filosofis, dan yuridis

b. Melihat hukum sebagai sistem atau pengaturan yang abstrak lepas dari hal-

hal di luar peraturan-peraturan tersebut (dogmatis)

10
c. Sosiologis (melihat hukum sebagai alat untuk mengatur

masyarakat/efektivitas hukum)

Sedangkan masalah yang di teliti dalam Ilmu Hukum antara lain :

a. Mempelajari asas-asas pokok dari hukum (filsafat hukum)

b. Mempelajari sistem formal dari hukum (sosiologi hukum dan dogmatik

hukum)

c. Mempelajari konsepsi-konsepsi hukum dan arti fungsionalnya dalam

masyarakat (sosiologi hukum)

d. Mempelajari kepentingan-kepentingan sosial apa saja yang dilindungi oleh

hukum (sosiologi hukum)

e. Ingin mengetahui tentang apa sesungguhnya hukum itu, dari mana hukum

datang atau muncul, apa yang dilakukannya dan dengan cara-cara atau

sarana-sarana apa hukum malakukan hal itu ( sejarah hukum)

f. Mempelajari tentang apakah keadilan itu dan bagaimana keadilan itu

diwujudkan melalui hukum (filsafat hukum)

g. Mempelajari tentang perkembangan hukum, apakah hukum itu, apakah

sejak dulu sama denga sekarang, bagaimana sesungguhnya hukum itu

berubah dari masa ke masa (sejarah hukum)

h. Mempelajari pemikiran-pemikiran orang mengenai hukum sepanjang masa

(filsafat hukum)

i. Mempelajari bagaimana sesungguhnya kedudukan hukum itu dalam

masyarakat, bagaimana hubungan atau kaitannya antara hukum dengan sub-

sub sistem lain dalam masyarakat baik dalam bidang ekonomi, politik,

sosial, budaya dsb (sosiologi hukum).

11
1. Wibawa Hukum

Menurut Notohamidjoyo, wibawa hukum yang lemah adalah karena

hukum tidak memperoleh dukungan yang semestinya dari norma-norma sosial

yang bukan hukum. Norma-norma hukum belum sesuai dengan norma-norma

sosial yang bukan hukum, tidak ada kesadaran hukum dan kesadaran norma yang

semestinya, pejabat-pejabat hukum yang tidak sadar akan kewajibannya untuk

memelihara hukum Negara, adanya kekuasaan dan wewenang, ada paradigma

hubungan timbal balik antara gejala sosial lainnya dengan hukum. Hal ini berarti

bahwa :

a. Hukum tidak memperoleh dukungan yang semestinya dari norma norma

sosial bukan hukum, melemahnya sistem nilai dalam masyarakat pada

umumnya sebagai akibat dari modernisasi

b. Norma-norma hukum tidak atau belum sesuai dengan norma-norma sosial

yang bukan hukum, hukum yang dibentuk terlalu progresif sehingga

dirasakan sebagai norma norma asing bagi rakyat

c. Tidak ada kesadaran hukum dan kesadaran norma yang semestinya

d. Pejabat pejabat hukum tidak sadar akan kewajibannya yang mulia untuk

memelihara hukum negara, lalu mengkorupsikan, merusak hukum negara

tersebut.

e. Pemerintah pusat dan daerah berusaha membongkar hukum yang berlaku

untuk maksud tertentu sehingga dapat terjadi pemerintah yang seharusnya

mendukung hukum sebagai kewajibannya, malah menghianati hukum yang

berlaku.

2. Ciri-ciri Sistem Hukum Modern

12
Sistem hukum yang modern merupakan hukum yang baik, dalam arti

hukum tersebut harus mencerminkan rasa keadilan bagi para pihak yang

terlibat/diatur oleh hukum tersebut. Hukum tersebut harus sesuai dengan kondisi

masyarakat yang diaturnya. Hukum tersebut harus dibuat sesuai dengan  prosedur

yang ditentukan. Hukum yang baik harus dapat dimengerti atau dipahami oleh

para pihak yang diaturnya. Ciri ciri hukum modern adalah sebagai berikut :

a. Terdiri dari peraturan yang isi dan pelaksanaannya seragam.

b. Sistem hukum yang transaksional dimana hak dan kewajiban dalam perjanjian

tidak memandang usia, kelas, agama dan jenis kelamin.

c. Bersifat universal dan dilaksanakan secara umum.

d. Ada hirearki yang tegas.

e. Melaksanakan hukum sesuai dengan prosedur.

f. Rasional.

g. Dilaksanakan oleh orang yang berpengalaman.

h. Spesialisasi dan diadakan penghubung diantara bagian bagian.

i. Hukum mudah berubah sesuai dengan perkembangan masyarakat.

j. Penegak hukum dan lembaga pelaksana hukum adalah lembaga kenegaraan,

artinya negara memonopoli kekuasaan.

k. Perbedaan yang tegas diantara 3 lembaga negara (eksekutif – legislatif –

yudikatif).

Sedangkan ciri manusia modern adalah rasional, jujur, tepat waktu, efisien,

orientasi ke masa depan, tidak status sebagai simbol atau menajga status.

Kenyataan bahwa hukum hanya diperlukan untuk mereka yang stratanya rendah

sedangkan strata tinggi seolah kebal hukum. Saat ini banyak pelaku kejahatan

13
kelas atas atau yang disebut kejahatan Kerah Putih (White Colour Crime) yang

dihukum sangat ringan bahkan tidak sedikit yang divonis bebas, karena mereka

memegang kekuasaan dan wewenang yang dapat mengintervensi para penegak

hukum, hal ini berakibat bahwa mereka yang berstrata tinggi seolah kebal hukum

dan sebaliknya hukum hanya dipergunakan untuk mereka yang berstrata rendah.

3. Efektifitas Hukum dan Peranan Sanksi

Sorotan sosial hukum tadalah peranan sanksi dalam proses efektivikasi

hukum. Efektivikasi hukum merupakan proses yang bertujuan agar supaya hukum

berlaku efektif. Keadaan tersebut dapat ditinjau atas dasar beberapa tolok ukur

efektivitas. Menurut Suryono, efektifitas dari hukum diantaranya adalah

a. Hukum itu harus baik secara sosiologis (dapat diterima oleh masyarakat),

secara yuridis (keseluruhan hukum tertulis yang mengatur bidang bidang

hukum tertentu harus sinkron), dan secara filosofis

b. Penegak hukumnya harus baik, dalam artian betul betul telah melaksanakan

tugas dan kewajibannya sebagaimana digariskan oleh hukum yang berlaku.

c. Fasilitas tersedia yang mendukung dalam proses penegakan hukumnya

d. Kesadaran hukum masyarakat

Beberapa hal yang menjadi syarat kesadaran hukum masyarakat adalah :

a. Tahu hukum (law awareness)

b. Rasa hormat terhadap hukum (legal attitude)

c. Paham akan isinya (law acqium tance)

d. Taat tanpa dipaksa (legal behaviore)

4. Budaya Hukum Masyarakat

14
Menurut Benedict, perlu ada syarat yang tersirat tentang adanya budaya

malu dan budaya rasa bersalah bilamana seseorang melakukan pelanggaran

terhadap hukum hukum yang berlaku. Cara mengatasinya di Indonesia bila ada

pelanggaran dalam penerapan adalah :

a. Eksekutif harus banyak membentuk hukum dan selalu mmperbaharuinya,

b. Para penegak hukum harus benar dalam menjalankan tugas kewajiban

sesuai dengan hukum hukum yang berlaku dan tidak boleh pandang bulu,

c. Lembaga MPR sesuai dengan ketentuan UUD 1945 melakukan

pengawasan terhadap kerja lembaga-lembaga negara.

5. Kesadaran Hukum dan Kepatuhan Hukum

Pengertian sadar adalah berasal dari hati nurani. Sedangkan patuh

adalah takut sanksi negatif. Kesadaran hukum merupakan konsep abstrak dalam

diri manusia, tentang keserasian antara ketertiban dan ketentraman yang

dikehendaki atau sepantasnya. Kesadaran berarti tidak ada sanksi dan

merupakan perumusan dari kalangan hukum mengenai penilaian tersebut, yang

telah dilakukan secara ilmiah, nilai nilai yang terdapat dalam manusia tentang

hukum yang ada atau tentang hukum yang diharapkan ada. Kesadaran hukum

umumnya dikaitkan dengan pentaatan hukum, pembentukan hukum, dan

efektivitas hukum. Kesadaran hukum merupakan kesadaran/nilai-nilai yang

terdapat dalam manusia tentang hukum yang ada atau tentang hukum yang

diharapkan. Kesadaran hukum berkaitan dengan kepatuhan hukum, hal yang

membedakannya adalah dalam kepatuhan hukum ada rasa takut akan sanksi.

Indikator kesadaran hukum berupa pengetahuan hukum, pemahaman hukum,

sikap hukum, dan pola perilaku hukum.

15
Kepatuhan bilamana ada sanksi positif dan negatif, ketaatan merupakan

variabel tergantung, ketaatan hukum tersebut didasarkan kepada kepuasan

diperoleh dengannn dukungan sosial. Faktor yang menyebabkan masyarakat

mematuhi hukum adalah sebagai berikut :

a. Compliance, yaitu kepatuhan yang didasarkan pada harapan akan suatu

imbalan dan usaha untuk menghidarkan diri dari hukuman yang mungkin

dikenakan apabila seseorang melanggar ketentuan hukum. Adanya

pengawasan yang ketat terhadap kaidah hukum tersebut.

b. Identification, terjadi bila kepatuhan terhadap kaidah hukum ada bukan

karena nilai intrinsiknya, akan tetapi agar ke anggotaan kelompok tetap

terjaga serta ada hubungan baik dengn mereka yang diberi wewenang untuk

menerapkan kaidah kaidah hukum tersebut

c. Internalization, seseroang mematuhi kaidah kaidah hukum dikarenakan

secara intrinsic kepatuhan tadi mempunyai imbalan. Isinya sesuai dengan

nilai nilainya dari pribadi yang bersangkutan.

d. Kepentingan-kepentingan para warga yang terjamin oleh wadah hukum

yang ada.

6. Faktor Penghambat Perkembangan Sosiologi Hukum

Beberapa faktor dianggap sebagai penghambat sosiologi hukum

diantaranya :

a. Tidak samanya bahasa kerangka pemikiran yang digunakan antara ahli

sosiologi dengan ahli hukum

b. Sulitnya bagi para sosiologi hukum untuk menempatkan dirinya dialam

yang normatif

16
c. Pada umumnya para sosiolog dengan begitu saja menerima pendapat bahwa

hukum merupakan himpunan peraturan-peraturan yang statis.

d. Kadangkala seorang sosiolog merasakan adanya kesulitan-kesulitan untuk

menguasai keseluruhan data tentang hukum yang demikian banyaknya yang

pernah dihasilkan oleh beberapa generasi ahli-ahli hukum

e. Para ahli hukum lebih memusatkan perhatian pada kejadian-kejadian

konkret sedangkan para sosiolog menganggap kejadian konkret tersebut

sebagai refleksi dari gejala-gajala atau kecenderungan-kecenderungan

umum

2.4. Cabang Sosiologi Hukum

Menururt Soeryono terdapat beberapa cabang mengenai sosiologi hukum

yaitu :

1. Paradigma (the genetic sociology of law)

a. Sampai sejauh mana hukum dapat mempengaruhi tingkah laku manusia

b. Bagaimanakah cara yang paling efektif dari hukum dala pembentukan

perilaku

c. Apakah hukum yang membentuk perilaku atau sebaliknya

Contoh : UU Nomor 1 tahun1974 (kawin muda), UU Narkotika (orang tua

diajak berpikir rasional, petani diajak berpikir rasional)

2. Sosiologi Teoritis dan Praktis

a. Sosiologi Teoritis

1. Sosiologi teoritis yaitu meneliti dasar sosial dari hukum positif tertulis

2. Mempelajari tentang tumbuh dan berkembangnya hukum positif tertulis

17
3. Lebih ditekankan pada penelitian bertujuan untuk mneghasilkan

generalisasi atau hipotesa

Contoh : UU bagi hasil

b. Sosiologi Praktis

1. Sosiologi praktis yaitu meneliti efektifitas dari hukum dalam masyarakat

2. Dapat menganalisa konstruksi terhadap efektifitas hukum dalam

masyarakat

Contoh : Kasus pungutan liar, UU tentang pungutan tidak jalan, hukum-

gejala social yaitu UU Penanaman Modal, hukum-politik yaitu UU Pemilu,

hukum-budaya yaitu UU Peerguruan Tinggi.

c. Sosiologis Empiris

Sosiologis empiris adalah hipotesis yang dicocokan dengan keadaan yang

sebenarnya atau melihat hukum yang erat kaitannya dengan gejala sosial lainnya.

Contoh : UU Nomor 1 tahun1974 pasal 2,UU Narkotika, dan UU Lingkunga

hidup

2.5. Ruang Lingkup Sosiologi Hukum

Dasar sosial dari hukum dengan anggapan bahwa hukum timbul dan

tumbuh dari proses sosial lainnya (the genetic sociology of law). Efek hukum

terhadap gejala-gejala sosial lain (the operational sociology of law) adalah :

 Antropologi hukum adalah ilmu yang mempelajari pola-pola sengketa

dan penyelesaiannya pada masyarakat sederhana dan modern sesuai dengan

budaya masing-masing

18
 Psikologi hukum adalah cabang ilmu pengetahuan yang mempelajari

hukum sebagai suatu perwujudan jiwa manusia dengan tujuan penyerasian

terhadap hukum

 Perbandingan hukum adalah ilmu pengetahuan yang

memperbandingkan sistem hukum yang berlaku didalam satu atau beberapa

mayarakat dengan tujuan melakukan pembinaan hukum

 Sejarah hukum adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari hukum masa

lampau (masa penjajahan kolonial belanda) sampai dengan sekarang dengan

tujuan pembinan terhadap hukum

 Politik hukum adalah memilih nilai-nilai dan menerapkannya dalam

kehidupan

 Nilai yaitu konsepsi abstrak dalam pikiran manusia tentang sesuatu hal

yang baik atau buruk

 Disiplin yaitu suatu ajaran yang menentukan apakah yang seharusnya

atau seyogyanya dilakukan dalam menghadapi kenyataan

Perihal perspektif dari pada sosiologi hukum, maka secara umum ada dua

pendapat utama, yaitu sebagai berikut :

1. Pendapat-pendapat yang menyatakan bahwa kepada sosiologi hukum

harus diberikan suatu fungsi yang global, artinya sosiologi hukum harus

menghasilkan suatu sintesa antara hukum sebagai sarana organisasi

sosial dan hukum sebagai sarana dari keadilan. Didalam fungsi tersebut

maka hukum dapat memperoleh bantuan yang tidak kecil dari sosiologi

hukum didalam mengidentifikasi konteks sosial dimana hukum tadi

diharapkan berfungsi.

19
2. Pendapat-pendapat lain menyatakan bahwa kegunaan sosiologi

hukum adalah justru dalam bidang penerangan dan pengkaidahan,

dimana sosiologi hukum dapat mengungkapkan data tentang keajegan-

keajegan mana didalam masyarakat yang menuju pada pembentukan

hukum (baik melalui keputusan penguasa maupun melalui ketetapan

bersama dari para warga masyarakat terutama yang menyangkut hukum

fakultatif).

Berdasarkan perspektif sosiologi hukum tersebut maka dapatlah dikatakan

bahwa kegunaan sosiologi hukum adalah sebagai berikut :

a. Sosiologi hukum berguna untuk memberikan kemampuan-kemampuan

bagi pemahaman terhadap hukum didalam konteks sosial.

b. Penguasaan konsep-konsep sosiologi hukum dapat memberikan

kemampuan kemampuan untuk mengadakan analisa terhadap efektivitas

hukum dalam masyarakat baik sebagai sarana untuk mengubah

masyarakat atau sarana untuk mengatur interaksi sosial agar mencapai

keadaan-keadaan sosial tertentu.

c. Sosiologi hukum memberikan kemungkinan-kemungkinan serta

kemampuan untuk mengadakan evaluasi terhadap efektifitas hukum

didalam masyarakat.

2.6. Manfaat Sosiologi Hukum

Hal-hal yang dipelajari dalam sosiologi hukum diantarnya adalah :

a. Sosiologi dan falsafah hukum (perencana dan penegak hukum)

b. Unsur kebudayaan yang mempengaruhi hukum

20
c. Golongan masyarakat yang mempengaruhi hukum

d. Golongan mana yang diuntungkan dan golongan mana yang dirugikan

e. Mengetahui kesadaran hukum dan dapat diukur frekuensinya

f. Mengetahui mentalitas dan perilaku penegak hukum

g. Mengetahui hukum yang dapat mengubah perilaku

h. Mengetahui faktor yang berpengaruh terhadap berfungsinya hukum

Kemampuan-kemampuan yang diperoleh setelah mempelajari Sosiologi

Hukum adalah :

a. Memahami hukum dalam konteks sosialnya

b. Melihat efektivitas hukum baik sosial kontrol maupun  social engineer

c. Menilai efektivitas hukum

Sebagai contoh adalah kegunaan Sosiologi Hukum Praktis bagi Praktisi Hukum

a. Kegunaan dalam menggunakan konkritisasi terhadap kaidah-kaidah hukum

tertulis (referensial) yaitu kaidah hukum, pedoman hukum yang menunjuk

pada pengetahuan di luar ilmu hukum., Contoh Pasal 1338 BW

(Perencanaan dilakukan dengan itikad baik) dan Pasal 1536 BW (Onrecht

matige daad atau perbuatan melawan hukum)

b. Dapat mengadakan konkritisasi terhadap pengertian-pengertian hukum yang

tidak jelas atau kurang jelas.

c. Dapat membentuk dan merumuskan kaidah hukum yang mempunyai dasar

sosial

d. Mampu merumuskan RUU dengan bahasa hukum yang mudah dicerna.

21
2.7. Hukum sebagai Rekayasa Sosial

Hukum dapat bersifat scsial engineering yang merupakan fungsi hukum

dalam pengertian konservatif, fungsi tersebut diperlukan dalam setiap masyarakat,

termasuk dalam masyarakat yang sedang mengalami pergolakan dan

pembangunan. Mencakup semua kekuatan yang menciptakan serta memelihara

ikatan sosial yang menganut teori imperative tentang fungsi hukum. Hal ini

dimaksudkan dalam rangka memperkenalkan lembaga-lembaga hukum modern

untuk mengubah alam pikiran masyarakat yang selama ini tidak mengenalnya,

sebagai konsekuensi Negara sedang membangun, yang kaitannya menuju

modernisasi dalam meningkatkan taraf hidup masyarakat. Maksudnya adalah

hukum sebagai sarana pembaharuan dalam masyarakat. Hukum dapat berperan

dalam mengubah pola pemikiran masyarakat dari pola pemikiran yang tradisional

ke dalam pola pemikiran yang rasional/modern. Adanya fungsi hukum sebagai

alat rekayasa sosial, Suatu masyarakat di manapun di dunia ini, tidak ada yang

statis. Masyarakat manapun senantiasa mengalami perubahan, hanya saja ada

masyarakat yang perubahannya pesat dan ada pula yang lamban. Di dalam

menyesuaikan diri dengan perubahan itulah, fungsi hukum sebagai a tool of

engineering, sebagai perekayasa sosial, sebagai alat untuk merubah masyarakat ke

suatu tujuan yang diinginkan bersama yang dikenal sebagai teori hukum Roscoe

Pound. Hukum adalah keseluruhan azas-azas dan kaedah-kaedah yang mengatur

masyarakat, termasuk di dalamnya lembaga dan proses untuk mewujudkan hukum

itu ke dalam kenyataan.

22
Kepentingan negara adalah harus yang paling tinggi/atas dikarenakan

negara mempunyai kepentingan nasional. Kepentingan nasional tersebut harus

melindungi kepentingan negara kemauan negara adalah kemauan publik. Karena

hukum itu bukan seperti yang dikatakan oleh teori-teori positivis menghukum

bahwa hukum memiliki sifat tertutup. Hukum sangat dipengaruh oleh ideologi,

politik, ekonomi, sosial, budaya. Tidak hanya sekedar kemauan pemerintan. Suatu

logika yang terbuka, perkembangan kebutuhan masyarakat sangat mempengaruhi

pertumbuhan hukum di dalam masyarakat. Politik sangat mempengaruhi

pertumbuhan hukum di dalam masyarakat.

Satjipto Rahardjo menyatakan bahwa Hukum sebagai sarana rekayasa

sosial, innovasi, sosial engineering, menurut Satjipto Rahardjo, tidak saja

digunakan untuk mengukuhkan pola-pola kebiasaan dan tingkah laku yang

terdapat dalam masyarakat, melainkan juga untuk mengarahkan pada

tujuan-tujuan yang dikehendaki, menghapuskan kebiasaan-kebiasaan yang

dipandang tidak perlu lagi, menciptakan pola-pola kelakuan baru dan

sebagainya. Istilah itu sendiri mempunyai dua arti, pertama sebagai suatu

prosedur, suatu cara untuk mengubah masyarakat, dan yang kedua yang teramat

penting adalah secara materiil, yaitu masyarakat apa yang dikehendaki. Itu tidak

mudah, kita harus bertanya masyarakat seperti apa yang dikehendaki oleh

pemerintah dan oleh warga masyarakat. Pandangan yang dikemukakan terakhir di

atas, menunjukkan bahwa fungsi hukum sebagai rekayasa sosial mempunyai arti

yang tidak selalu positif, dan bahkan dapat diartikan negatif, terutama karena

ketidakjelasan arah yang akan dituju oleh hukum dalam merekayasa masyarakat

yang bersangkutan. Dampak negatif dari penggunaan hukum sebagai rekayasa

23
sosial adalah yang hanya membawa keuntungan bagi sebagian kecil warga

masyarakat dunia, justru merugikan sebagian besar warga masyarakat lainnya".

Dengan pandangan tersebut, maka dapat dikatakan, bahwa fungsi hukum sebagai

sarana atau alat rekayasa sosial dalam aplikasinya perlu dilakukan secara ektra

hati-hati, sehingga sejauh mungkin tidak membawa dampak negatif sebagaimana

yang dikhawatirkan, dan bahkan jika perlu dalam pelaksanaannya benar-benar

tidak akan melahirkan dampak seperti yang tersebut. Adanya hukum sebagai

rekayasa sosial mencerminkan fungsi hukum sebagai sarana pemaksa yang

melindungi warga masyarakat dari segalah bentuk ancaman serta perbuatan yang

membahayakan.

Pembentukan hukum di Indonesia selalu dipengaruhi oleh suatu

kepentingan-kepentingan. Kekuasaan politiklah yang memiliki kepentingan

tersebut. Kekuasaan politik tersebut duduk di dalam institusi untuk melakukan

legislasi kepentingan. Jadi, kekuasaan politik dapat mempengaruhi hukum. Tapi,

pengaruh kekuatan-kekuatan politik dalam membentuk hukum dibatasi ruang

geraknya dengan berlakunya sistem konstitusional berdasarkan peemriksaan dan

kesmbangan, seperti yang dianut Undang-Undang Dasar 1945 setelah perubahan.

2.8. Rancangan Undnag-Undang Kitab Hukum Pidana (RUU KUHP)

Rancangan Undang-Undang Kitab Hukum Pidana sudah diwacanakan

sejak beberapa tahun yang lalu. Presiden Jokowi mengeluarkan Surat

Presiden(pada 5 Juni 2015 mengenai kesiapan pemerintah dalam pembahasan

RKUHP, yang terdiri dari Buku I dan Buku II dengan jumlah 786 pasal.

Pemerintah dan DPR mencapai kesepakatan merampungkan pembahasan dalam

24
waktu 2 tahun hingga akhir 2017. Dalam penjelasan RKUHP yang diserahkan

oleh Pemerintah kepada DPR dinyatakan bahwa penyusunan RKUHP tidak lagi

membawa misi tunggal terkait dekolonisasi hukum pidana, etapi juga

mengandung tiga misi penting lainnya yaitu demokratisasi hukum pidana,

konsolidasi hukum pidana, dan adaptasi serta harmonisasi terhadap berbagai

perkembangan baru di bidang hukum pidana dalam rangka mengganti KUHP.

Pemerintah berharap sistem baru dalam hukum pidana yang bertujuan untuk

menciptakan dan menegakkan konsistensi, keadilan, kebenaran, ketertiban, dan

kepastian hukum dengan memperhatikan keseimbangan antara kepentingan

nasional, kepentingan masyarakat dan kepentingan individu dalam Negara

Republik Indonesia berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara

Republik Indonesia Tahun 1945.

Pada dasarnya, RKUHP tidak merombak prinsip-prinsip dasar pengaturan

hukum pidana yang ada dalam KUHP yang berlaku saat ini. RKUHP ini pada

intinya adalah KUHP yang ditambahkan beberapa materi baru, di mana materi-

materi baru tersebut dapat dikelompokan dalam 3 (tiga) kelompok, yaitu :

(1) materi yang berasal dari undang-undang di luar KUHP yang

mengatur hukum pidana;

(2) materi yang sepenuhnya baru;

(3) materi yang disadur dari KUHP negara lain, salah satunya adalah

KUHP Belanda (Wetboek van Strafrecht).

2.9. Permasalahan dalam RUU KUHP

25
Presiden RI Joko Widodo menerima masukan sejumlah tokoh mengenai

keberatan diaturnya wilayah privat di dalam Rancangan Undang-Undang tentang

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Termasuk pasal penghinaan terhadap

presiden. Sikap berbeda ditunjukkan Presiden Joko Widodo atau Jokowi saat

merespons revisi UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan

Tindak Pidana Korupsi atau UU KPK dan Rancangan Undang-Undang Kitab

Undang-Undang Hukum Pidana atau RUU KUHP. Terkait revisi UU KPK dan

RUU KUP sebenarnya sama-sama mendapat penolakan dari masyarakat. Namun,

meski ada penolakan, Jokowi tetap menyetujui pembahasan revisi UU KPK7.

Presiden meminta pengesahan Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-

Undang Hukum Pidana (KUHP) ditunda. dan pengesahan tidak dilakukan oleh

DPR periode ini. Jokowi pun berharap agar DPR memiliki sikap yang sama.

Selain itu, Jokowi juga memerintahkan agar Menkumham menjaring masukan dari

kalangan masyarakat sebagai bahan penyempurnaan RUU KUHP.

Rancangan Kitab Undang-Undang Kitab Umum Hukum Pidana (RUU KUHP)

disusun sebagai perwujudan hukum pidana nasional NKRI berdasarkan Pancasila

dan Undang- Undang Dasar tahun 1945, serta asas hukum yang diakui masyarakat

beradap. Untuk itu, perlu disusun hukum pidana nasional untuk mengganti Kitab

Undang-undang Hukum Pidana warisan Pemerintah Kolonial Hindia Belanda.

Rencana disahkannya RUU KUHP ini kandas, karena pihak pemerintah dalam hal

ini Presiden jokowi meminta kepada DPR untuk menunda pengesahan RUU

KUHP tersebut. pengesahan sebuah Undang-Undang harus ada persetujuan kedua

7
https://www.beritasatu.com/politik/577052/ruu-kuhp-jokowi-terima-masukan-pengaturan

wilayah-privat

26
belah pihak, baik Pemerintah dan DPR. Respons penolakan terhadap rencana DPR

untuk mengesahkan RUU KUHP yang syarat kontroversial ini juga datang dari

masyarakat luas, hingga gelombang demonstrasi para Mahasiswa di beberapa kota

di Indonesia8.

Beberapa pasal dianggap kontoversial dan bermasalah dalam RUU KUHP

sebagai berikut :

1. Pasal RUU KUHP soal Korupsi Sejumlah pasal di RUU KUHP memuat

hukuman bagi pelaku korupsi yang lebih rendah daripada UU Tipikor.

Misalnya, pasal 603 RUU KUHP mengatur pelaku korupsi dihukum seumur

hidup atau paling sedikit 2 tahun penjara dan maksimal 20 tahun. Pasal 604

RUU KUHP mengatur hukuman sama persis bagi pelaku penyalahgunaan

wewenang untuk korupsi. Lalu, pasal 605 mengatur hukuman ke pemberi

suap minimal 1 tahun bui dan maksimal 5 tahun. Pasal 605 pun mengancam

PNS dan penyelenggara negara penerima suap dengan penjara minimal 1

tahun, serta maksimal 6 tahun. Sedangkan pasal 2 UU Tipikor, mengatur

hukuman bagi pelaku korupsi ialah pidana seumur hidup atau penjara

minimal 4 tahun dan maksimal 20 tahun. UU Tipikor pasal 5 memang

memuat aturan hukuman bagi pemberi suap mirip dengan pasal 605 RUU

KUHP. Akan tetapi, pasal 6 UU Tipikor mengatur hukuman lebih berat bagi

penyuap hakim, yakni 3-15 tahun bui. Bahkan, Pasal 12 UU Tipikor huruf (a)

mengatur hukuman bagi pejabat negara atau hakim penerima suap: pidana

seumur hidup atau penjara 4-20 tahun.

8
https://www.liputan6.com/news/read/4068409/beda-cara-jokowi-menyikapi-ruu-kuhp-dan

revisi-uu-kpk-apa-sebabnya

27
2. Pasal RUU KUHP tentang Penghinaan Presiden Pasal kontroversial RUU

KUHP yang lain terkait penghinaan terhadap presiden dan wakil presiden.

Pasal 218 mengancam pelaku dengan penjara maksimal 3,5 tahun. Di pasal

219, pelaku penyiaran hinaan itu diancam 4,5 tahun bui. Di pasal 220 RUU

KUHP, dijelaskan bahwa perbuatan ini menjadi delik apabila diadukan oleh

presiden atau wakil presiden. Selain itu, pasal 353-354 mengatur hukuman

bagi pelaku penghinaan terhadap kekuasaan umum dan lembaga negara.

Pelakunya terancam 1,5 tahun bui. Bila penghinaan itu memicu kerusuhan,

pelakunya bisa dihukum 3 tahun penjara. Dan jika hal itu disiarkan, pelaku

terancam 2 tahun bui. Ketentuan ini ada di KUHP lama dan dinilai merupakan

warisan kolonial. Keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) pada 2006

sebenarnya sudah membatalkan pasal-pasal penghinaan terhadap presiden

karena dinilai tidak sesuai dengan prinsip kepastian hukum dan demokrasi.

3. Pasal RUU KUHP tentang MakarRUU KUHP mengatur pidana makar

melalui pasal 167, 191, 192 dan 193. Pelaku makar terhadap presiden dan

NKRI diancam hukuman mati, seumur hidup atau bui 20 tahun. Makar

terhadap pemerintah yang sah, juga diancam penjara 12 dan 15 tahun. Pasal

167 menyebut: “Makar adalah niat untuk melakukan suatu perbuatan yang

telah diwujudkan dengan adanya permulaan pelaksanaan perbuatan tersebut.”

Menurut analisis Aliansi Reformasi KUHP, definisi makar di dalam RUU

KUHP itu tak sesuai dengan akar katanya pada bahasa Belanda, yakni

'aanslag' yang berarti penyerangan. Masalah definisi ini dinilai berpotensi

membikin pasal makar bersifat karet dan memberangus kebebasan

berekspresi masyarakat sipil.

28
4. Pasal RUU KUHP soal Penghinaan Bendera RUU KUHP juga mengatur

pemidanaan terkait penghinaan bendera negara. Ketentuan ini diatur pasal

234 dan 235. Di pasal 235, diatur pidana denda maksimal Rp10 juta bagi

mereka yang: (a) memakai bendera negara untuk reklame/iklan komersial; (b)

mengibarkan bendera negara yang rusak, robek, luntur, kusut, atau kusam; (c)

mencetak, menyulam dan menulis huruf, angka, gambar atau tanda lain, atau

memasang lencana atau benda apa pun pada bendera negara; dan (d) memakai

bendera negara untuk langit-langit, atap, pembungkus barang, tutup barang,

yang menurunkan kehormatannya. pasal 235 memuat ancaman kriminalisasi

perbuatan formil (tanpa memandang niat yang harusnya berupa penodaan

bendera). Ancaman penjara di pasal 234 pun dinilai terlalu tinggi (5 tahun).

5. Pasal RUU KUHP terkait Alat Kontrasepsi .Pasal kontroversial lainnya di

RUU KUHP ialah soal pemidanaan promosi kontrasepsi. Pasal 414 mengatur:

orang yang mempertunjukkan, menawarkan, menyiarkan tulisan,

menunjukkan untuk bisa memperoleh alat pencegah kehamilan [kontrasepsi]

kepada Anak dipidana denda maksimal Rp1 juta (kategori I)." Aliansi

menganggap pasal 414 menghambat penyebaran info soal alat kontrasepsi dan

kesehatan reproduksi. Pasal ini pun bertentangan dengan program KB

pemerintah. Apalagi, pasal ini bisa menjerat pengusaha retail yang memajang

alat kontrasepsi di toko. Jurnalis yang menulis konten soal alat kontrasepsi

pun bisa terkena pidana. Sekalipun pasal 416 mengecualikan 'pejabat

berwenang' dan aktivitas pendidikan, pidana ini dinilai tidak sesuai era

keterbukaan informasi. Baca juga: Pasal 414 RKUHP: Kental Kriminalisasi

dan mempersulit pencegahan HIV Di sisi lain, di Indonesia terdapat 6

29
peraturan tentang penanggulangan HIV/AIDS yang memuat aturan

“kampanye penggunaan kondom” yang isinya mengizinkan penyebaran luas

info soal alat kontrasepsi. Jaksa Agung (tahun 1978) dan BPHN (1995) juga

telah mendekriminalisasi perbuatan ini mengingat kondom menjadi salah satu

alat efektif untuk mencegah penyebaran HIV.

6. Pasal RUU KUHP soal AborsiPemidanaan terkait aborsi diatur pasal 251,

415, 469 dan 470. Misalnya, pasal 469 mengatur hukuman bagi perempuan

yang menggugurkan kandungannya, maksimal 4 tahun bui. Orang yang

menggugurkan kandungan perempuan dengan persetujuannya juga bisa dibui

maksimal 5 tahun, sesuai isi pasal 470 RUU KUHP. Pasal ini dinilai

berpotensi mengkriminalisasi korban perkosaan yang hamil dan memutuskan

untuk menggugurkan kandungannya. “Kondisi mental korban perkosaan

seharusnya menjadi perhatian bagi negara untuk memberikan perlindungan

hukum seadil-adilnya, bukan malah melakukan kriminalisasi,” tulis Aliansi

Reformasi KUHP dalam siaran persnya, 12 September lalu. Baca juga: Pasal

Aborsi pada RKUHP Bisa Jerat Korban Perkosaan Isi pasal-pasal itu pun

tidak sesuai dengan UU Kesehatan pasal 75 ayat 2 yang mengecualikan

tindakan aborsi jika dalam keadaan darurat medis atau mengalami kehamilan

sebab perkosaan. Pasal ini juga dinilai mengabaikan fakta tingginya angka

kematian ibu akibat aborsi tidak aman.

7. Pasal RUU KUHP soal Gelandangan RUU KUHP juga mengatur pemidanaan

gelandangan. Pasal 431 mengancam gelandangan dengan denda maksimal

senilai satu juta Rupiah. Alasan mendesak penghapusan pasal ini sebab

30
warisan kolonial yang menilai gelandangan sebagai orang tidak berguna

akibat kesalahan dalam hidupnya.

8. Pasal RUU KUHP tentang Zina dan Kohabitasi Pasal 417 dan 419 mengatur

pidana perzinaan dan kohabitasi (hidup bersama sebagai suami-istri di luar

ikatan perkawinan). Pasal 417 mengatur hukuman bagi mereka yang berzina

maksimal bui 1 tahun atau denda 10 juta Rupiah. Pidana ini diatur sebagai

delik aduan dari suami, istri, orang tua dan anak. Sementara pasal 418

mengancam pelaku kohabitasi dengan penjara 6 bulan dan denda Rp10 juta.

Pidana ini delik aduan. Kepala desa termasuk yang bisa mengadukan tindak

kohabitasi ke polisi. Baca juga: Isi RUU Bermasalah Didemo Mahasiswa Hari

Ini di Jakarta & Kota Lain Kriminalisasi perzinaan dan kohabitasi (yang

dilakukan orang dewasa secara konsensual dan tanpa paksaan) dinilai

mengancam privasi warga. ICJR pun khawatir delik aduan terkait kohabitasi

yang memasukkan kepala desa sebagai pihak pelapor bisa memicu

kesewenang-wenangan dan praktik kriminalisasi berlebihan. Dua pasal itu

juga dianggap mengabaikan fakta jutaan masyarakat adat dan warga miskin

yang masih kesulitan mengakses dokumen perkawinan resmi.

9. Pasal RUU KUHP soal Pencabulan Pasal 420 menjadi bermasalah karena

mengatur pemidanaan pencabulan dengan memberikan tekanan kata:

"terhadap orang lain yang berbeda atau sama jenis kelaminnya dan meminta

penyebutan kata “sama jenis” tidak perlu. Penyebutan spesifik “sama jenis

kelaminnya” menjadi bentuk diskriminasi terhadap kelompok minoritas

seksual. Pasal ini dikhawatirkan membuat kelompok orientasi seksual yang

berbeda rentan dikriminalisasi dan semakin distigma negatif. Apalagi,

31
kekerasan ke komunitas LGBT selama ini sudah sering terjadi. Kritik

mengenai ketentuan pencabulan yang dipidana jika dilakukan di muka umum

(pasal 420 huruf a). "Bagaimana kalau orang tidak berdaya ini dicabuli bukan

di muka umum? Kalau ini terjadi, maka tidak akan dilakukan pemidanaan

karena tidak dilakukan di muka umum.

10. Pasal Pembiaran Unggas dan Hewan TernakPasal 278 RUU KUHP secara

khusus mengatur: orang yang membiarkan unggas miliknya berjalan di kebun

atau tanah telah ditaburi benih/tanaman milik orang lain terancam denda

sampai Rp 10 juta. Lalu, pasal 279 juga mengancam setiap orang yang

membiarkan hewan ternaknya berjalan di kebun, tanah perumputan, tanah

yang ditaburi benih, atau tanah yang disiapkan untuk ditaburi benih atau

ditanami, dengan pidana denda maksimal Rp10 juta (kategori II). Bahkan

pasal 279 ayat 2 menyatakan, hewan ternak yang dilibatkan dalam

pelanggaran ini dapat dirampas negara.

11. Pasal RKUHP tentang Tindak Pidana Narkoba Pasal 611- 616 RUU KUHP

terkait narkotika, juga dikritik sebab membuat pendekatan pidana semakin

diutamakan di penanganan masalah narkoba. Pasal-pasal ini dinilai

menguatkan stigma narkotika sebagai masalah pidana saja. Padahal, banyak

negara di dunia memproklamirkan pembaruan kebijakan narkotika dengan

pendekatan kesehatan warga. Di samping itu, pendekatan pidana yang

berfokus pada pemberantasan suplai narkoba dianggap tidak efektif. RKUHP

pun dinilai masih memuat ketentuan pasal karet yang diadopsi langsung dari

UU 35/2009 tentang narkotika tanpa perbaikan yang lebih memadai.

32
12. Pasal tentang Contempt of Court Pasal di RUU KUHP tentang penghinaan

terhadap badan peradilan atau contempt of court. pasal 281 huruf b mengatur

pidana denda Rp 10 juta bagi mereka yang: “Bersikap tak hormat terhadap

hakim atau persidangan atau menyerang integritas hakim dalam sidang

pengadilan.” Pasal 281 huruf b tidak dijabarkan secara terang pada bagian

penjelasan. Selain itu, menuduh hakim bersikap memihak atau tidak jujur,

mestinya sah sebagai kritik.

13. Pasal Tindak Pidana terhadap Agama Ketentuan terkait tindak pidana

terhadap agama diatur pasal 304-309. pasal-pasal itu: (a) isinya jauh dari

standar pasal 20 ICCPR soal konteks pelarangan propaganda kebencian; (b)

hanya melindungi agama yang “dianut” di Indonesia; (c) serta belum memuat

unsur penting, yakni perbuatan “dengan sengaja” terkait tindak pidana

terhadap agama.

14. Pasal terkait Pelanggaran HAM Berat (pasal 598-599), pengecualian asas

retroaktif (tak berlaku surut) untuk pelanggaran HAM berat belum diatur

buku 1 RKUHP. Padahal, ini diatur UU 26/2000 tentang Pengadilan

HAM.Komnas HAM pun menyoroti hukuman bagi pelaku genosida di RUU

KUHP yang malah lebih rendah dari ketentuan UU 26/2000. RUU KUHP

mengatur hukuman 5-20 tahun bui. Adapun UU 26/2000 menetapkan

hukuman 10-25 tahun penjara.

2.10. Analisis Sosiologi Hukum terhdap RUU KUHP.

Penoalakn terhadap RUU KUHP merupakan keinginan masyarakat. Saat

ini msayrakat Indoensia menghadapi perubahan sosial dengan memasuki era

33
globalisasi. Dalam hal ketidaksepakatan terhadap rancangan RUU KUHP tersebut

adalah bentuk benturan norma dan prinsip yang perlu diakomodir oleh

pemnerintah dari sisi sosiologis hukum.

Permasalahan hukum ini dia analisis secara sosiologi hukum dengan

membahas pengaruh timbal balik antara perubahan hukum dan masyarakat. Hal

ini sesuai dengan teori awal bahwa perubahan masyarakat secra konstan menuju

arah industrialisasi, demokrasi, dan perlindungan HAM seta teori dinamika sosial

bahwa masyarakat terus berkembang.

Dalam hal ini, sosiologi hukum menggunakan pendekatan dari masyarakat

ke hukum atau dengan kata lain cara pendekatannya bertolak dari masyarakat

kepada hukum. Perubahan hukum dapat mempengaruhi masyarakat dan pada

akhirnya dapat menyebabkan terjadinya perubahan hukum tersebut.

Dalam konteks permasalahan RUU KUHP, masyarakat Indonesia tidak

setuju terhadap pasal-pasal. Benar bahwa perubahan hukum hanya skala kecil

dengan tahap awal dan tahap selanjutnya. Berdasarkan pengalaman dan aturan

yang sudah hancur kemudian dibuat lagi peraturan baru bila perlu mengkodifikasi

ketentuan-ketentuan konkret yang sudah ada. Dalam hal ini sebenarnya RUU

KUHP belum mengakomodir kondisi masyarakat walaupun sudah menjadi

keharusan karena sudah tidak memadai lagi bila menggunakn Kitab Undag-Undag

Hukum Pidana waruisan Belanda.

Bila melihat segi perubahan hukum dengan perubahan masyarakat

berdasarkan RUU KUHP tersebut maka perubahan hukum bersifat ratifikasi,

dimana masyarakat sudah lebih dahulu berubah dan sudah mempraktikkan

perubahan tersebut. Lalu hukum dirubah untuk menyesuaikan perubahan yang

34
sudah terlebih dahulu terjadi dalam masyarakat Tetapi yang terjadi lebih sering

hukum sulit merespons perubahan dalam masyarakat.

Hal mendasar yang perlu digarisbawahi adalah hukum yang dibentuk

sesuai sesuai pendekatan sosiologi hukum berupa pendekatan masyarakat kepada

hukum yang didasarkan keinginan dan perubahan di masyarakat dan memnuhi

dengan syarat-syarat hukum yang baik antara lain hukum merupakan aturan

umum yang tetap bukan ad hoc; hukum harus jelas, diketahui, dimengerti oleh

masyarakat; hukum tidak retroaktif (berlaku surut); aturan hukum tidak boleh

saling bertentangan; hukum harus sesuai dengan kemampuan masyarakat untuk

mengikutinya, perubahan hukum jangan dilakukan sangat sering dan berlebihan;

dan ada korelasi antara aturan hukum dan pelaksanaan hukum..

Presiden Joko Widodo menunda pengesahan RUU KUHP karena

mendengarkan keinginan masyarakat dan merasa perlu untuk dilakukan

pemabahsan ualang antara Pemerintah dan DPRD.

35
BAB 3

PENUTUP

3.1. Simpulan

1. RUU KUHP diajukan karena terjadi perubahan sosial masyarakat Indonesia

untuk mengakomodir kondisi perubagan sosial masyarakat Indonesai yang

sudah tidak memadai menggunakan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

warisan Belanda.

2. RUU KUHP belum sesuai dengan keinginan masyarakat dalam hal belum

mengakomodir kondisi sebenarnya dalam masyarakat beserta perubahan

sosila yang terjadi dan dalam hal ini Presiden mendukung untuk dilakukan

penundaan.

3. Analisis sosiologi hukum terkait RUU KUHP dalam kehidupan bermasyrakat

memiliki arti keterkaitan antara hukum dan masyarakat serta persoalan-

persoalan yang dihadapi telah mengubah paradigma penyusun RUU KUHP

bahwa hukum pada dasarnya adalah melayani kepentingan masyarakat

sehingga hukum dituntut untuk dinamis seiring dengan dinamisnya kehidupan

masyarakat dalam menjawab permasalahan kehidupan masyarakat.

3.2. Saran

Analisis sosiologi hukum secara berkesinambungan terhadap dinamika

perubahan kehidupan masyarakat di Indoensia termasuk RUU KUHP diharapkan

mampu menyelesaikan permasalahan atau polemik terkait Pasal-pasal di RUU

KUHP sehingga mengakomodir perubahan sosial di masyarakat dan pada

36
akhirnya mendukung penyelesaian permasalahan hukum di masyarakat dan

situasi masyarakat menjadi semakin baik dan sejahtera.

37
DAFTAR PUSTAKA

Peraturan Perundang-Undangan

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

Buku

Anwar, Y., Adang. 2015. Pengantar Sosiologi Hukum. Jakarta : PT Grasindo.

Soekanto, Soerjono. 2018. Pokok-Pokok Sosiologi Hukum. Jakarta : PT Raja


Grafindo Perkasa

Internet

https://wonkdermayu.wordpress.com/kuliah-hukum/sosiologi-hukum/

https://www.pengertianmenurutparaahli.com/pengertian-asas-kepastian-hukum/

https://balianzahab.wordpress.com/makalah-hukum/sosiologi-hukum-
2/mengenal-sosiologi-hukum/

https://www.beritasatu.com/politik/577052/ruu-kuhp-jokowi-terima-masukan-
pengaturan-wilayah-privat

https://www.liputan6.com/news/read/4068409/beda-cara-jokowi-menyikapi-ruu-
kuhp-dan-revisi-uu-kpk-apa-sebabnya

38

Anda mungkin juga menyukai