Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Spektrofotometri adalah sebuah metode analisis untuk mengukur
konsentrasi suatu senyawa berdasarkan kemampuan senyawa tersebut
mengabsorbsi berkas sinar atau cahaya. Spektrofotometri adalah alat yang terdiri
dari spektrofotometer dan fotometer. Spektrofotometer menghasilkan sinar dari
spektrum dengan panjang gelombang tertentu, sementara fotometer adalah alat
pengukur intensitas cahaya yang ditransmisikan atau diabsorpsi. Istilah
spektrofotometri berhubungan dengan pengukuran energi radiasi yang diserap
oleh suatu sistem sebagai fungsi panjang gelombang dari radiasi maupun
pengukuran panjang absorpsi terisolasi pada suatu panjang gelombang tertentu
(Underwood, 1988).
Validasi metode analisa adalah suatu tindakan penilaian terhadap
parameter tertentu berdasarkan percobaan laboratorium untuk membuktikan
bahwa parameter tersebut memenuhi syarat untuk penggunaannya. Validasi
metode analisa bertujuan untuk memastikan dan mengkonfirmasi bahwa metode
analisis tersebut sesuai untuk peruntukannya. (Gandjar,2007)

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari validasi metode analisa ?
2. Apa tujuan dari validasi metode analisa ?
3. Apa saja parameter validasi metode analisa ?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian dari validasi metode analisa
2. Untuk mengetahui tujuan dari validasi metode analisa
3. Untuk mengetahui parameter validasi metode analisa
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Validasi metoda analisis adalah suatu tindakan penilaian terhadap parameter


tertentu, berdasarkan percobaan laboratorium, untuk membuktikan bahwa parameter
tersebut memenuhi persyaratan untuk penggunaannya (Harmita, 2004).
Validasi metode menurut United State Pharmacopeia (USP) dilakukan untuk
menjamin bahwa metode analisis akurat, spesifik, reprodusibel, dan tahan pada kisaran
analit yang akan dianalisis (Gandjar dan Rohman, 2009).
Suatu metode analisis harus divalidasi untuk melakukan verifikasi bahwa
parameter-parameter kinerjanya cukup mampu untuk mengatasi problem analisi,
karenanya suatu metode harus divalidasi, ketika:
·         Metode baru dikembangkan untuk mengatasi problem analisis tertentu.
·         Metode yang sudah baku direvisi untuk menyesuaikan perkembangan atau
karena munculnya suatu problem yang mengarahkan bahwa metode baku
tersebut harus direvisi.
·         Penjaminan mutu yang mengindikasikan bahwa metode baku telah berubah
seiring dengan berjalannya waktu.
·         Metode baku digunakan di laboratorium yang berbeda, dikerjakan oleh analis
yang berbeda, atau dikerjakan dengan alat yang berbeda.
·         Untuk mendemonstrasikan kesetaraan antar 2 metode, seperti antara metode
baru dan metode baku. (Gandjar dan Rohman, 2009)

1. Kecermatan (accuracy)
Kecermatan adalah ukuran yang menunjukkan derajat kedekatan hasil
analis dengan kadar analit yang sebenarnya. Kecermatan dinyatakan sebagai
persen perolehan kembali (recovery) analit yang ditambahkan. Kecermatan
hasil analis sangat tergantung kepada sebaran galat sistematik di dalam
keseluruhan tahapan analisis. Oleh karena itu untuk mencapai kecermatan yang
tinggi hanya dapat dilakukan dengan cara mengurangi galat sistematik tersebut
seperti menggunakan peralatan yang telah dikalibrasi, menggunakan pereaksi
dan pelarut yang baik, pengontrolan suhu, dan pelaksanaannya yang cermat,
taat asas sesuai prosedur (Harmita, 2004).
Kecermatan ditentukan dengan dua cara yaitu metode simulasi (spiked-
placebo recovery) atau metode penambahan baku (standard addition method).
Dalam metode simulasi, sejumlah analit bahan murni (senyawa pembanding
kimia CRM atau SRM) ditambahkan ke dalam campuran bahan pembawa
sediaan farmasi (plasebo) lalu campuran tersebut dianalisis dan hasilnya
dibandingkan dengan kadar analit yang ditambahkan (kadar yang sebenarnya).
Dalam metode penambahan baku, sampel dianalisis lalu sejumlah tertentu
analit yang diperiksa ditambahkan ke dalam sampel dicampur dan dianalisis
lagi.
Selisih kedua hasil dibandingkan dengan kadar yang sebenarnya (hasil
yang diharapkan). Dalam kedua metode tersebut, persen peroleh kembali
dinyatakan sebagai rasio antara hasil yang diperoleh dengan hasil yang
sebenarnya. % Perolehan kembali dapat ditentukan dengan cara membuat
sampel placebo (eksepien obat, cairan biologis) kemudian ditambah analit
dengan konsentrasi tertentu (biasanya 80% sampai 120% dari kadar analit yang
diperkirakan), kemudian dianalisis dengan metode yang akan divalidasi
(Harmita, 2004).

2. Keseksamaan (precision)

Keseksamaan adalah ukuran yang menunjukkan derajat kesesuaian


antara hasil uji individual, diukur melalui penyebaran hasil individual dari rata-
rata jika prosedur diterapkan secara berulang pada sampel-sampel yang diambil
dari campuran yang homogeny (Harmita, 2004). Keseksamaan diukur sebagai
simpangan baku atau simpangan baku relatif (koefisien variasi). Keseksamaan
dapat dinyatakan sebagai keterulangan (repeatability) atau ketertiruan
(reproducibility).
Sesuai dengan ICH, presisi harus dilakukan pada 3 tingkatan yang berbeda
yaitu:
a. Keterulangan yaitu ketepatan (precision) pada kondisi percobaan yang sama

(berulang) baik orangnya, peralatannya, tempatnya, maupun waktunya.


b. Presisi antara yaitu ketepatan (precision) pada kondisi percobaan yang
berbeda, baik orangnya, peralatannya, tempatnya, maupun waktunya.
c. Ketertiruan merujuk pada hasil-hasil dari laboratorium yang lain.

(Gandjar dan Rohman, 2009)


Pengujian presisi pada saat awal validasi metode seringkali hanya
menggunakan 2 parameter pertama yaitu keterulangan dan presisi antara.
Reprodusibilitas biasanya dilakukan ketika akan melakukan uji banding antar
laboratorium (Gandjar dan rohman, 2009)
Menurut Harmita (2009), keterulangan adalah keseksamaan metode jika
dilakukan berulang kali oleh analis yang sama pada kondisi sama dan dalam
interval waktu yang pendek. Keterulangan dinilai melalui pelaksanaan
penetapan terpisah lengkap terhadap sampel-sampel identik yang terpisah
dari batch yang sama, jadi memberikan ukuran keseksamaan pada kondisi yang
normal. Sedangkan yang dimaksud dengan ketertiruan adalah keseksamaan
metode jika dikerjakan pada kondisi yang berbeda. Biasanya analisis dilakukan
dalam laboratorium-laboratorium yang berbeda menggunakan peralatan,
pereaksi, pelarut, dan analis yang berbeda pula. Analis dilakukan terhadap
sampel-sampel yang diduga identik yang dicuplik dari batch yang sama.
Ketertiruan dapat juga dilakukan dalam laboratorium yang sama dengan
menggunakan peralatan, pereaksi, dan analis yang berbeda. Kriteria seksama
diberikan jika metode memberikan simpangan baku relatif atau koefisien
variasi 2% atau kurang.
Akan tetapi kriteria ini sangat fleksibel tergantung pada konsentrasi
analit yang diperiksa, jumlah sampel, dan kondisi laboratorium. Dari penelitian
dijumpai bahwa koefisien variasi meningkat dengan menurunnya kadar analit
yang dianalisis. Ditemukan bahwa koefisien variasi meningkat seiring dengan
menurunnya konsentrasi analit. Pada kadar 1% atau lebih, standar deviasi relatif
antara laboratorium adalah sekitar 2,5% ada pada satu per seribu adalah 5%.
Pada kadar satu per sejuta (ppm) RSDnya adalah 16%, dan pada kadar part per
bilion (ppb) adalah 32%. Pada metode yang sangat kritis, secara umum diterima
bahwa RSD harus lebih dari 2% (Harmita, 2004).
3. Linearitas dan Rentang

Linearitas adalah kemampuan metode analisis yang memberikan respon


yang secara langsung atau dengan bantuan transformasi matematik yang baik,
proporsional terhadap konsentrasi analit dalam sampel. Rentang metode adalah
pernyataan batas terendah dan tertinggi analit yang sudah ditunjukkan dapat
ditetapkan dengan kecermatan, keseksamaan, dan linearitas yang dapat diterima
(Harmita, 2004).
Linearitas biasanya dinyatakan dalam istilah variansi sekitar arah garis
regresi yang dihitung berdasarkan persamaan matematik data yang diperoleh
dari hasil uji analit dalam sampel dengan berbagai konsentrasi analit. Perlakuan
matematik dalam pengujian linearitas adalah melalui persamaan garis lurus
dengan metode kuadrat terkecil antara hasil analisis terhadap konsentrasi analit.
Dalam beberapa kasus, untuk memperoleh hubungan proporsional antara hasil
pengukuran dengan konsentrasi analit, data yang diperoleh diolah melalui
transformasi matematik dulu sebelum dibuat analisis regresinya (Harmita,
2004).
Dalam praktek, digunakan satu seri larutan yang berbeda konsentrasinya
antara 50-150% kadar analit dalam sampel. Di dalam pustaka, sering ditemukan
rentang konsentrasi yang digunakan antara 0-200%. Jumlah sampel yang
dianalisis sekurang-kurangnya delapan buah sampel blanko. Sebagai parameter
adanya hubungan linier digunakan koefisien korelasi r pada analisis regresi
linier Y = a + bX. Hubungan linier yang ideal dicapai jika nilai b = 0 dan r = +1
atau –1 bergantung pada arah garis. Sedangkan nilai a menunjukkan kepekaan
analisis terutama instrumen yang digunakan. Parameter lain yang harus
dihitung adalah simpangan baku residual (Sy) (Harmita, 2004).

4. Batas Deteksi dan Batas Kuantitasi

Batas deteksi adalah jumlah terkecil analit dalam sampel yang dapat
dideteksi yang masih memberikan respon signifikan dibandingkan dengan
blangko. Batas deteksi merupakan parameter uji batas. Batas kuantitasi
merupakan parameter pada analisis renik dan diartikan sebagai kuantitas
terkecil analit dalam sampel yang masih dapat memenuhi kriteria cermat dan
seksama (Harmita, 2004).
Penentuan batas deteksi suatu metode berbeda-beda tergantung pada
metode analisis itu menggunakan instrumen atau tidak. Pada analisis yang tidak
menggunakan instrumen batas tersebut ditentukan dengan mendeteksi analit
dalam sampel pada pengenceran bertingkat. Pada analisis instrumen batas
deteksi dapat dihitung dengan mengukur respon blangko beberapa kali lalu
dihitung simpangan baku respon blangko dan formula di bawah ini dapat
digunakan untuk perhitungan (Harmita, 2004).
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil
1. Panjang gelombang 264,20 nm dan absorbansi 0,2164
2. Akurasi : Nilai Recovery 100,20 %
3. Presisi : Nilai SDR 0,8813%
4. Homogenitas : Nilai SDR 0,66 %
5. Linearitas : a = 0,0372
b = 0,00896
r = 0,9956
6. Nilai LOD : 5,0692
7. Nilai LOQ : 16,9642

B. Pembahasan
Validasi metode analisa adalah suatu tindakan penilaian terhadap
parameter tertentu berdasarkan percobaan laboratorium untuk membuktikan
bahwa parameter tersebut memenuhi syarat untuk penggunaannya. Validasi
metode analisa bertujuan untuk memastikan dan mengkonfirmasi bahwa metode
analisis tersebut sesuai untuk peruntukannya. (Gandjar,2007)
Ada 4 parameter validasi metode analisis pada praktikum kali ini, yaitu
akurasi, presisi, homogenitas, linearitas, nilai LOD dan LOQ tablet. Langkah
pertama yang dilakukan adalah pembuatan spectrum baku CTM murni dengan
menimbang 100,0 mg baku CTM murni kemudian dimasukkan ke labu ukur 100
ml lalu ditambahkan HCl 0,1 N sebagai solvent lalu kocok. Kemudian dari LBP
dipipet 2 ml ke labu sekunder 100 ml larutkan dengan HCl 0,1 N kemudian baca
di spektrofotometer UV. Didapatkan panjang gelombang 264,20 nm dan abs
0,2164 yang sesuai dengan literature “Clarke’s Isolation and Identification of
Drugs” yang menyatakan bahwa panjang gelombang CTM adalah 265 nm dan
nilai abs masuk ke nilai rentang Hk. Lambert Beer yaitu 0,2-0,8.
Langkah kedua yaitu membuat kurva kalibrasi baku dengan berbagai
konsentrasi yaitu 20,30,40,50,60 ppm. Didapatkan kurva kalibrasi dengan garis
lurus dan dihitung nilai a,b,r dan didapatkan nilai r= 0,9997 yang berarti sesuai
literature dimana untuk mendapatkan suatu garis lurus pada kurva, nilai
koefisien kolerasi harus mendekati 1/0,9999.
Langkah ketiga yaitu dilakukannya Akurasi Tablet dengan 3 konsentrasi
yaitu 80,100,120%. Akurasi adalah ukuran yang menunjukkan derajat kedekatan
hasil analisis dengan kadar analit yang sebenarnya. Akurasi sering dinyatakan
sebagai persen perolehan kembali (recovery), syarat dari recovery menurut
(USP,1995) adalah 95%-105%/80-120%. Akurasi dilakukan dengan cara
menggerus dan menimbang tablet sampel CTM dengan berat 165,3 mg (80%),
206,7 mg(100%), 248,0 nmg(120%). Lalu dimasukkan ke labu primer 10 ml
tambahkan HCl 0,1 N (ultrasonik). Kemudian dari LBP disaring dan dipipet 0,3
ml ke labu sekunder ditambahkan HCl 0,1 N, lakukan triplo lalu baca pada
spektrofotometer UV. Setelah didapatkan data dan dihitung nilai recoverynya
dan didapatkan hasil 100,20%. Hasil ini sesuai literature rentang recovery yaitu
95%-105%/80-120%. Hal ini menunjukkan bahwa penetapan kadar CTM
menggunakan spektrofotomer UV memiliki akurasi yang baik.
Langkah keempat yaitu dilakukan Presisi Tablet untuk menentukan
kesesuaian antara hasil uji individual, diukur melalui penyebaran hasil individual
dari rata-rata jika prosedur ditetapkan secara berulang berulang pada sampel
yang diambil dari campuran yang homogen. Prosedur presisi yaitu timbang
206,7 mg (100%) sampel CTM lalu dibuat LBP dalam labu ukur 10 ml
tambahkan HCl 0,1 N (ultrasonic), kemudian dari LBP disaring dipipet 0,3 ml
masukkan ke labu sekunder tambahkan HCl 0,1 N lalu baca pada alat. Parameter
dari presisi adalah nilai SDR <2% (Riyadi,2009). Hasil yang didapatkan adalah
nilai SDR 0,8813%. Hasil ini sesuai dengan literature dan dinyatakan bahwa
penetapan kadar CTM menggunakan spektrofotomer UV memiliki presisi yang
baik.
Langkah kelima yaitu dilakukannya Homogenitas Tablet untuk
menentukan kehomogenan dari suatu sampel dengan parameternya yaitu nilai
SDR <2% (Riyadi,2009). Prosedur homogenitas sama seperti prosedur presisi
hanya saja bedanya pada presisi dilakukan sebanyak 6 kali dan pada
homogenitas dilakukan sebanyak 10 kali. Setelah didapat data dan dihitung nilai
SDRnya didapatkan hasil 0,66%. Hasil ini sesuai literature dan bahwa
penetapan kadar CTM menggunakan spektrofotomer UV memiliki homogenitas
yang baik.
Langkah keenam yaitu dilakukannya Linearitas Tablet yang merupakan
kemampuan memberikan respon proporsional terhadap konsentrasi analit dalam
sampel. Linearitas suatu metode merupakan ukuran seberapa baik kurva
kalibrasi yang menghubungkan antara respon (y) dengan konsentrasi (x).
parameter dari linearitas adalah nilai r ~1/0,9999. Prosedur linearitas sama
seperti prosedur pembuatan spectrum dan kurva kalibrasi baku hanya saja
sampel yang dipakai adalah sampel uji bukan sampel baku. Hasil yang didapat
adalah r 0,9928. Hasil ini sesuai literature dan bahwa penetapan kadar CTM
menggunakan spektrofotomer UV memiliki linearitas yang baik.
LOD (Limit of Detection)/batas deteksi adlaah konsentrasi analit terendah
dalam sampel yang masih dapat di deteksi meskipun tidak selalu dapat
dikuantifikasi. LOQ (Limit of Quantification)/batas kuantifikasi adalah
konsentrasi analit terendah dalam sampel yang dapat ditentukan presisi dan
akurasi yang dapat diterima pada kondisi operasional metode yang digunakan
yaitu metode analisa spektrofotomer UV.
Nilai LOD = 5,0692
Nilai LOQ = 16,9642
BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Validasi adalah sebagai kegiatan konfiramsi melalui pengujian dan
pengadaan bukti yang objektif bahwa persyaratan tertentu untuk dustu
maksud khusu harus terpenuhi.
2. Terdpaat 4 parameter validasi pada praktikum kali ini yaitu akurasi, presisi,
homogenitas dan linearitas.
3. Dari hasil praktikum dapat disimpulkan bahwa penetapan kadar CTM
dengan metode spektrofotometer UV memiliki validasi yang baik.

B. Saran
Praktikan harus lebih hati-hati pada praktikum karena alat yang dipakai
terbuat kaca/mudah pecah dan lebih cepat lagi praktilkumnya agar tak memakan
waktu yang banyak.
DAFTAR PUSTAKA

Clarke. 1986. Isolation and Identification of Drugs. London : Pharmaceutical Press


Gandjar, G.I. dan Rohman, A. 2007. Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta : Pustaka
Belajar
Harmita, 2004. Petunjuk Pelaksanaan Validasi Metode dan Cara
Perhitungannya. Majalah Ilmu Kefarmasian, Vol. I, No.3, Desember 2004.
Underwood, dkk. 1998. Analisis Kimia Kuantitatif. Jakarta : Erlangga.
USP. 1998. The United States Pharmacopeia Convation. USA : Twinbrook Parkway
Rockville

Anda mungkin juga menyukai