Anda di halaman 1dari 50

Jurnal Sains,

Akuntansi dan Manajemen

Jurnal Sains, Akuntansi dan Manajemen (JSAM)


(Vol. 1, No. 3: Maret, 2019)
http://www.journals.segce.com/index.php/JSAM
ISSN: 2656-5366

Doi: https://doi.org/10.1234/jsam.v1i3.63

ANALISIS DAMPAK PEMAHAMAN PERATURAN PERPAJAKAN, KUALITAS PELAYANAN


FISKUS, DAN SANKSI PAJAK TERHADAP KEPATUHAN WAJIB PAJAK ORANG
PRIBADI DENGAN PREFERENSI RISIKO SEBAGAI VARIABEL MODERASI

TRI WAHYUNINGSIH
Email: anikyuesti@unmas.ac.id
Program Studi Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Mahasaraswati Denpasar

Abstrak

Pajak adalah kontribusi wajib yang terutang kepada Negara oleh orang pribadi atau badan
bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang yang tidak mendapatkan imbalan secara langsung
tetapi digunakan untuk keperluan Negara yaitu kemakmuran rakyat. Penelitian ini bertujuan untuk
menguji pemahaman peraturan perpajakan, kualitas pelayanan fiskus, dan sanksi pajak terhadap
kepatuhan wajib pajak orang pribadi, serta preferensi risiko yang berperan sebagai variabel moderasi.
Data pada penelitian ini diperoleh dari kuesioner (primer). Populasi pada penelitian ini berjumlah
85.781 orang. Metode penentuan sampel pada penelitian ini adalah metode accidental sampling serta
menggunakan rumus Slovin sehingga mendapat jumlah 100 orang. Teknik analisis data yang
digunakan adalah (Moderated Regression Analysis) dan analisis faktor. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa pemahaman tentang peraturan perpajakan, kualitas pelayanan fiskus, dan sanksi pajak
berpengaruh positif terhadap kepatuhan wajib pajak sedangkan preferensi risiko tidak berpengaruh
terhadap kepatuhan wajib pajak. Preferensi risiko menunjukkan hasil tidak mampu memoderasi
hubungan antara pemahaman peraturan perpajakan, kualitas pelayanan fiskus, dan sanksi pajak
terhadap kepatuhan wajib pajak.

Kata Kunci : Pemahaman peraturan perpajakan, kualitas pelayanan fiskus, sanksi pajak, preferensi
risiko, kepatuhan wajib pajak

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Seiring dengan perkembangan zaman, penyelenggaraan program pemerintah semakin
beragam dengan pembangunan yang semakin meningkat dari tahun ketahun. Pembangunan nasional
merupakan kegiatan yang dilakukan pemerintah yang berlangsung secara terus-menerus dan
berkesinambungan yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat secara adil dan makmur
sesuai dengan pembukaan UUD 1945. Kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia dapat diwujudkan

192
dengan menjalankan pemerintahan yang baik dan melaksanakan pembangunan di segala bidang, tentunya
dengan didukung oleh sumber pembiayaan yang memadai. Salah satu sumber pembiayaan negara yaitu
dari sektor pajak (Yuesti, 2018).
Menurut UU KUP Nomor 28 Tahun 2007 Pasal 1 ayat 1, pajak adalah kontribusi wajib yang
terutang kepada Negara oleh orang pribadi atau badan bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang
yang tidak mendapatkan imbalan secara langsung tetapi digunakan untuk keperluan Negara yaitu
kemakmuran rakyat. Peranan pajak dalam kehidupan bernegara menjadi dominan karena sangat penting
bagi pelaksanaan dan peningkatan pembangunan nasional untuk mencapai kemakmuran dan
kesejahteraan masyarakat yakni hampir 80% sumber pendapatan negara berasal dari pajak sebagaimana
dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan. Oleh karena itu saat ini pemerintah berupaya untuk meningkatkan target penerimaan dari
sektor pajak (Lubab, 2016 ; Ismawati, 2017).
Menurut Departemen Keuangan, besarnya peran pajak dalam membiayai pembangunan
tercermin dari sumber penerimaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

Tabel. 1.1 Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Tahun 2017
(Rp Triliun)
A. Pendapatan Negara 1.750,3
I. Pendapatan Dalam Negeri 1.748,9
1. Penerimaan Perpajakan 1.498,9
2. Penerimaan Negara Bukan Pajak 250,0
II. Penerimaan Hibah 1,4
B. Belanja Negara 2.080,5
I. Belanja Pemerintah Pusat 1.315,5
1. Belanja Kementerian/Lembaga 763,6
2. Belanja Non Kementerian/Lembaga 552,0
II. Transfer Ke Daerah dan Dana Desa 764,9
1. Transfer Ke Daerah 704,9
2. Dana Desa 60,0
C. Keseimbangan Primer (109,0)
D. Surplus (Defisit) Anggaran (A - B) (330,2)
% Surplus (Defisit) Anggaran terhadap PDB 2,41
E. Pembiayaan Anggaran 330,2
I. Pembiayaan Utang 384,7
II. Pembiayaan Investasi (47,5)
III. Pemberian Pinjaman (6,4)
IV. Kewajiban Penjaminan (0,9)
V. Pembiayaan Lainnya 0,3
Sumber : www.kemenkeu.go.id/APBN2017

Dilihat pada Tabel 1.1 Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Tahun 2017,
ditetapkan jumlah pendapatan negara sebesar Rp1.750,3 triliun. Jumlah ini terdiri dari penerimaan
perpajakan sebesar Rp1.489,9 triliun, penerimaan negara bukan pajak (PNBP) sebesar Rp250 triliun, dan
penerimaan hibah sebesar Rp1,4 triliun.

193
Tabel 1.2 Pendapatan Negara Tahun 2012-2017
Tahun Perpajakan (%) PNBP (%) Hibah (%)
2012 73,3 26,3 0,4
2013 74,9 24,6 0,5
2014 74,0 25,7 0,3
2015 82,3 17,0 0,8
APBNP 2016 86,2 13,7 0,1
APBN 2017 85,6 14,3 0,1
Sumber : www.kemenkeu.go.id/APBN2017

Dilihat pada Tabel 1.2 Pendapatan Negara Tahun 2012-2017, terus mengalami perubahan.
Penerimaan perpajakan pada APBNP 2016 mencapai 86,2% dari total pendapatan negara, tetapi
penerimaan perpajakan pada APBN 2017 mengalami penurunan hingga mencapai 85,6% dari total
pendapatan negara. Hal itu berarti kepatuhan Wajib Pajak dalam membayar pajaknya masih kurang.
Wajib Pajak menilai bahwa hasil pemungutan pajak tersebut tidak langsung dinikmati oleh para wajib
pajak. Apabila wajib pajak tidak patuh dalam membayar pajak tentunya penerimaan pemerintah akan
berkurang.
Pemerintah dalam hal ini senantiasa berusaha untuk meningkatkan penerimaan pajak guna
membiayai pembangunan. Semakin besar jumlah pajak yang diterima akan semakin menguntungkan bagi
negara. Salah satu usaha yang dilakukan adalah melalui reformasi peraturan perundang-undangan di
bidang perpajakan dengan diberlakukannya self assesment system. Self assesment system mengharuskan
wajib pajak untuk memenuhi kewajiban perpajakannya, yaitu memberikan kepercayaan wajib pajak
untuk menghitung, membayar, dan melaporkan sendiri besarnya pajak terutang di Kantor Pelayanan
Pajak (Muliari, 2011).
Perubahan terbaru yang dilakukan Direktorat Jenderal Pajak dalam rangka untuk
meningkatkan pelayanan kepada Wajib Pajak dan untuk meningkatkan kepatuhan wajib pajak adalah
dengan diterapkannya e-System (e-Registrasi,e-SPT,e-Filling dan e-Billing) sejak tahun 2015. Namun
demikian sebaik-baiknya sistem perpajakan dibuat, semodern apapun administrasi pajak yang disajikan,
pada akhirnya kembali pada manusia itu sendiri untuk melaksanakan sistem dan modernisasi administrasi
itu sendiri. Untuk itu, tidak hanya pegawai pajak semata yang harus berperan, namun juga diharapkan
peran serta dari wajib pajak itu sendiri (Arniati, 2009 ; Amir, 2010).
Banyak faktor yang mempengaruhi Wajib Pajak untuk mematuhi kewajibannya
perpajakannya. Salah satu faktornya ialah pemahaman tentang peraturan perpajakan. Seorang Wajib
Pajak harus dapat memahami bagaimana cara membayar pajak, melaporkan Surat Pemberitahuan Pajak
(SPT) dan lain sebagainya. Menurut Hariyani (2017), ketika seorang wajib pajak dapat memahami tata
cara perpajakan maka dapat pula memahami peraturan perpajakan. Adiasa (2013), mengatakan fenomena
yang terjadi saat ini adalah masih banyaknya wajib pajak yang belum memahami akan peraturan pajak.
Masih terdapat wajib pajak yang menunggu ditagih baru membayar pajak, seperti peraturan pajak pada
periode lama. Hal ini dapat menurunkan jumlah penerimaan pajak negara serta tingkat kepatuhan wajib
pajak (Wardani, et.al., 2018).
Pelayanan aparat pajak (fiskus) juga berperan serta dalam mendorong penerimaan negara,
dimana para aparat pajak dituntut untuk melayani para wajib pajak secara profesional, jujur dan
bertanggungjawab. Namun pada kenyataannya tidak semua aparat pajak bertindak semestinya, dalam arti
penyalahgunaan kewenangannya untuk memanipulasi SPT wajib pajak hanya untuk kepentingan pribadi,
bahkan mendapatkan keuntungan yang tidak seharusnya diterima (Aryobimo, 2012 ; Ardyanto, 2014 ;
Julianti, 2014). Seperti kasus Gayus Tambunan dan Dhana Widyatmika yang membuat kepercayaan
wajib pajak terhadap petugas pajak menurun dan cenderung menghindari kewajiban pajaknya. Apabila

194
tingkat pelayanan berkualitas baik maka akan mempengaruhi peningkatan perilaku patuh seorang wajib
pajak (Aryobimo, 2012).
Ketentuan umum dan tata cara peraturan perpajakan telah diatur dalam undang-undang tak
terkecuali mengenai sanksi perpajakan. Pemberian sanksi diperlukan untuk memberikan pelajaran bagi
pelanggar pajak. Sanksi yang dikenakan untuk setiap wajib pajak yang melanggar ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan yaitu, sanksi administrasi, sanksi pidana, atau keduanya (Ismawati,
2017). Septiani (2016) berpendapat bahwa kedua sanksi tersebut dinilai memberatkan wajib pajak,
sehingga membuat wajib pajak takut jika melanggar. Dengan demikian, diharapkan Wajib Pajak
mematuhi peraturan yang telah ditetapkan. Wajib Pajak akan memenuhi kewajiban perpajakan bila
memandang bahwa sanksi perpajakan akan lebih banyak merugikannya (Jatmiko, 2006 ; Ardyanto,
2014).
Wajib Pajak dalam memenuhi kewajibannya untuk membayar pajak akan dihadapkan dengan
berbagai risiko. Karena terdapat risiko yang harus dipertimbangkan wajib pajak sebelum melakukan
pembayaran pajak (Alabede, 2011). Risiko yang sering dipertimbangkan wajib pajak antara lain risiko
kesehatan, risiko keuangan, risiko sosial, risiko pekerjaan dan risiko keselamatan (Aryobimo dan
Cahyonowati, 2012 ; Adiasa, 2013 ; Julianti, 2014 ; Ismawati, 2017). Menurut Adiasa (2013), pada
fenomena yang terjadi, terdapat wajib pajak yang cenderung menghadapi risiko yang ada dan terdapat
pula menghindari risiko yang muncul dalam perpajakan. Hal ini dapat berpengaruh terhadap seorang
wajib pajak dalam meningkatkan kepatuhan wajib pajak. Tindakan untuk mengambil keputusan dalam
menghadapi risiko yang muncul ataupun menghindari risiko yang dapat terjadi pada wajib pajak
dinamakan sebagai preferensi risiko. Akan tetapi tidak sedikit wajib pajak yang mengabaikan hal tersebut
sehingga kepatuhan mereka sebagai wajib pajak tidak berjalan maksimal.
Penelitian yang dilakukan oleh Adiasa (2013) mengenai Pengaruh Pemahaman Peraturan
Perpajakan terhadap Kepatuhan Wajib Pajak dengan Moderating Preferensi Risiko. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa pemahaman peraturan perpajakan berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak.
Hasil penelitian tersebut sesuai dengan penelitian Julianti (2014), Kartika (2015), Suntono (2015), Liana
(2016), Lubab (2016), Oktaviani (2017), Srimindarti (2017), dan Sulistiyani (2017) yaitu pemahaman
peraturan perpajakan berpengaruh positif terhadap kepatuhan wajib pajak.
Penelitian yang dilakukan oleh Aryobimo (2012) mengenai Pengaruh Persepsi Wajib Pajak
tentang Kualitas Pelayanan Fiskus terhadap Kepatuhan Wajib Pajak dengan Kondisi Keuangan Wajib
Pajak dan Preferensi Risiko sebagai Variabel Moderating. Hasil penelitian menunjukkan bahwa persepsi
wajib pajak tentang kualitas pelayanan fiskus berpengaruh positif terhadap kepatuhan wajib pajak. Hasil
penelitian tersebut sesuai dengan penelitian Linardianti (2013), Julianti (2014), Syamsudin (2014),
Ardyanto (2014), Hidayat (2015), Jami’ati (2015), Kartika (2015), Suntono (2015), dan Ismawati (2017).
Namun bertolak belakang dengan hasil penelitian oleh Septiani (2016), Subekti (2016) dan Susanti
(2017) yang menunjukkan bahwa kualitas pelayanan fiskus tidak berpengaruh terhadap kepatuhan wajib
pajak.
Penelitian yang dilakukan oleh Ardyanto dan Utaminingsih (2014) mengenai Pengaruh Sanksi
Pajak dan Pelayanan Aparat Pajak Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak dengan Preferensi Risiko Sebagai
Variabel Moderasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara parsial variabel sanksi pajak,
berpengaruh secara signifikan dan positif terhadap kepatuhan wajib pajak di Kecamatan Blora. Hasil
penelitian tersebut sesuai dengan penelitian Jatmiko (2006), Jami’ati (2015), Septiani (2016), Oktaviani
(2017), Sulistiyani (2017). Namun bertolak belakang dengan penelitian yang dilakukan oleh Subekti
(2016) yang menunjukkan bahwa sanksi perpajakan tidak berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Aryobimo (2012) sesuai dengan penelitian yang
dilakukan Linardianti (2013), Syamsudin (2014), Sulistiyani (2017), dan Aziz (2018) menunjukkan
bahwa preferensi risiko berpengaruh positif terhadap kepatuhan wajib pajak. Namun bertolak belakang
dengan penelitian Adiasa (2013), Hidayat (2015), Kartika (2015), Suntono (2015), Liana (2016), Subekti

195
(2016), Lubab (2016), Ismawati (2017), Hariyani (2017), dan Susanti (2017) yang menunjukkan bahwa
preferensi risiko tidak berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak. Sedangkan penelitian Ardyanto
(2014) menunjukkan bahwa preferensi risiko berpengaruh negatif terhadap kepatuhan wajib pajak.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Julianti (2014) sesuai dengan penelitian yang dilakukan
Srimindarti (2017), Sulistiyani (2017) dan Aziz (2018) menunjukkan bahwa preferensi risiko dapat
memoderasi hubungan antara pemahaman peraturan perpajakan dengan kepatuhan wajib pajak. Namun
bertolak belakang dengan penelitian Adiasa (2013), Kartika (2015), Suntono (2015), Ismawati (2017),
Hariyani (2017), dan Susanti (2017) yang menunjukkan bahwa preferensi risiko tidak dapat memoderasi
hubungan antara pemahaman peraturan perpajakan dengan kepatuhan wajib pajak.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Aryobimo (2012) sesuai dengan penelitian yang
dilakukan Linardianti (2013), Sulistiyani (2017) dan Aziz (2018) menunjukkan bahwa preferensi risiko
dapat memoderasi hubungan antara kualitas pelayanan fiskus dengan kepatuhan wajib pajak. Namun
bertolak belakang dengan penelitian Hidayat (2015), Kartika (2015), Suntono (2015), Subekti (2016),
Ismawati (2017), dan Susanti (2017) yang menunjukkan bahwa preferensi risiko tidak dapat memoderasi
hubungan antara kualitas pelayanan fiskus dengan kepatuhan wajib pajak.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Sulistiyani (2017) sesuai dengan penelitian yang
dilakukan Srimindarti (2017) dan Aziz (2018) menunjukkan bahwa preferensi risiko dapat memoderasi
hubungan antara sanksi pajak dengan kepatuhan wajib pajak. Namun bertolak belakang dengan penelitian
Ardyanto (2014), Ismawati (2017), dan Susanti (2017) yang menunjukkan bahwa preferensi risiko tidak
dapat memoderasi hubungan antara sanksi pajak dengan kepatuhan wajib pajak.
Mengingat pemahaman peraturan perpajakan, kualitas pelayanan fiskus, sanksi pajak
merupakan faktor penting yang berkaitan dengan kepatuhan Wajib Pajak serta preferensi risiko yang
digunakan sebagai variabel moderating dengan maksud untuk memperkuat antara pemahaman peraturan
perpajakan, kualitas pelayanan fiskus, dan sanksi pajak dengan kepatuhan wajib pajak, maka perlu secara
intensif dikaji tentang pengaruh faktor-faktor tersebut terhadap kepatuhan wajib pajak khususnya Wajib
Pajak Orang Pribadi dikarenakan orang pribadi memiliki peluang lebih besar dalam hal penghindaran
maupun penunggakan pajak (Jamin, 2001).

Tabel 1.3 Jumlah Wajib Pajak Orang Pribadi di KPP Pratama


Denpasar Timur Tahun 2016 dan 2017
2016
No Jenis Wajib Pajak Cabang Pusat Grand Total
Orang Pribadi
1 WP OP Aktif 250 64,452 64,702
2 WP OP Non Efektif 819 10,672 11,491
3 WP OP PL/DE 66 2,560 2,626
Grand Total 1,135 77,684 78,819
2017
No Jenis Wajib Pajak Cabang Pusat Grand Total
Orang Pribadi
1 WP OP Aktif 254 71,349 71,603
2 WP OP Non Efektif 819 10,731 11,550
3 WP OP PL/DE 67 2,561 2,628
Grand Total 1,140 84,641 85,781
Sumber : Diolah dari SIKKA KPP Pratama Denpasar Timur

Dalam penelitian ini, peneliti memilih lokasi penelitian mengenai kepatuhan Wajib Pajak
Orang Pribadi yang terdaftar di KPP Pratama Denpasar Timur. Hal tersebut dikarenakan jumlah wajib

196
pajak orang pribadi yang terdaftar di KPP Pratama Denpasar Timur mengalami peningkatan pada tahun
2016-2017 dan bertujuan untuk mengetahui apakah kepatuhan wajib pajak tersebut dipengaruhi oleh
pemahaman peraturan perpajakan, kualitas pelayanan fiskus, sanksi pajak serta preferensi risiko yang
dihadapi oleh Wajib Pajak itu sendiri.
Kantor Pelayanan Pajak Pratama Denpasar Timur adalah instansi vertikal Kementrian
Keuangan Republik Indonesia di bawah Direktorat Jendral Pajak. KPP Pratama Denpasar Timur
memiliki misi menghimpun penerimaan pajak negara berdasarkan undang-undang perpajakan yang
mampu mewujudkan kemandirian pembiayaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara melalui sistem
administrasi perpajakan yang efektif dan efisien. Sementara itu, tugas pokok dari KPP Pratama Denpasar
Timur adalah melaksanakan Penyuluhan, Pelayanan, Pengawasan dan Konsultasi, Pemeriksaan dan
Penagihan terhadap Wajib Pajak atas Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai, dan Pajak Penjualan
atas Barang Mewah. Fungsi dari kantor pajak adalah melakukan pengumpulan dan pengolahan data,
penyajian informasi perpajakan, pengamatan potensi perpajakan dan efektifitas Wajib Pajak, penelitian
dan mengurus Surat Pembertitahuan Tahunan, SPT Masa serta berkas Wajib Pajak, penerimaan pajak,
penagihan, pemeriksaan, penerapan sanksi dan menjalankan segala operasional perpajakan. Dengan
demikian, kantor pelayanan pajak mempunyai peranan yang sangat penting dalam pelaksanaan
operasional perpajakan nasional.
Wilayah kerja KPP Pratama Denpasar Timur adalah Kecamatan Denpasar Timur dan
Kecamatan Denpasar Selatan. Kecamatan Denpasar Timur terdiri atas sebelas desa/kelurahan, yaitu Desa
Dangin Puri Klod, Desa Penatih Dangin Puri, Desa Sumerta Kaja, Desa Sumerta Kauh, Desa Kesiman
Kertalangu,Desa Sumerta Kelod, Desa Kesiman Petilan, Kelurahan Dangin Puri, Kelurahan Kesiman,
Kelurahan Penatih, dan Kelurahan Sumerta. Sementara itu, Kecamatan Denpasar Selatan terdiri atas
sepuluh desa/kelurahan, yaitu Desa Pemogan, Desa Sanur Kaja, Desa Sanur Kauh, Desa Sidakarya,
Kelurahan Panjer, Kelurahan Pedungan, Kelurahan Renon, Kelurahan Sanur, Kelurahan Serangan, dan
Kelurahan Sesetan. Adapun batas wilayah kerja KPP Pratama Denpasar Timur adalah Kecamatan
Denpasar Utara dan Kecamatan Denpasar Barat di sebelah utara, Kecamatan Sukawati, Gianyar, dan
Selat Badung di sebelah timur, Kecamatan Kuta, Badung, dan Kecamatan Denpasar Barat di sebelah
barat.
Berdasarkan uraian tersebut dapat dijadikan faktor pendorong bagi peneliti untuk melakukan
penelitian yang relatif sama. Meski demikian, penelitian yang akan dilakukan memiliki perbedaan dengan
penelitian sebelumnya, antara lain tahun penelitian, lokasi penelitian, dan variabel penelitian. Karena
berbagai hal tersebut diatas, peneliti akan melakukan penelitian dengan judul
“Analisis Dampak Pemahaman Peraturan Perpajakan, Kualitas Pelayanan Fiskus, dan
Sanksi Pajak Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi dengan Preferensi Risiko Sebagai
Variabel Moderasi.”.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka pokok permasalahan dalam penelitan
ini yaitu :
1. Apakah pemahaman peraturan perpajakan berpengaruh pada kepatuhan wajib pajak orang pribadi
di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Denpasar Timur ?
2. Apakah kualitas pelayanan fiskus berpengaruh pada kepatuhan wajib pajak orang pribadi di
Kantor Pelayanan Pajak Pratama Denpasar Timur ?
3. Apakah sanksi pajak berpengaruh pada kepatuhan wajib pajak orang pribadi di Kantor Pelayanan
Pajak Pratama Denpasar Timur ?
4. Apakah preferensi risiko berpengaruh pada kepatuhan wajib pajak orang pribadi di Kantor
Pelayanan Pajak Pratama Denpasar Timur ?

197
5. Apakah preferensi risiko dapat memoderasi hubungan antara pemahaman peraturan perpajakan
dan kepatuhan wajib pajak orang pribadi di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Denpasar Timur ?
6. Apakah preferensi risiko dapat memoderasi hubungan antara kualitas pelayanan fiskus dan
kepatuhan wajib pajak orang pribadi di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Denpasar Timur ?
7. Apakah preferensi risiko dapat memoderasi hubungan antara sanksi pajak dan kepatuhan wajib
pajak orang pribadi di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Denpasar Timur ?

1.3 Tujuan Penelitian


Adapun tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui pengaruh pemahaman peraturan perpajakan terhadap kepatuhan wajib pajak
orang pribadi di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Denpasar Timur.
2. Untuk mengetahui pengaruh kualitas pelayanan fiskus terhadap kepatuhan wajib pajak orang
pribadi di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Denpasar Timur.
3. Untuk mengetahui pengaruh sanksi pajak terhadap kepatuhan wajib pajak orang pribadi di Kantor
Pelayanan Pajak Pratama Denpasar Timur.
4. Untuk mengetahui pengaruh preferensi risiko terhadap kepatuhan wajib pajak orang pribadi di
Kantor Pelayanan Pajak Pratama Denpasar Timur.
5. Untuk mengetahui apakah hubungan pemahaman peraturan perpajakan dan kepatuhan wajib pajak
orang pribadi dapat dimoderasi oleh preferensi risiko di Kantor Pelayanan Pajak Pratama
Denpasar Timur.
6. Untuk mengetahui apakah hubungan kualitas pelayanan fiskus dan kepatuhan wajib pajak orang
pribadi dapat dimoderasi oleh preferensi risiko di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Denpasar
Timur.
7. Untuk mengetahui apakah hubungan sanksi pajak dan kepatuhan wajib pajak orang pribadi dapat
dimoderasi oleh preferensi risiko di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Denpasar Timur.

1.4 Kegunaan Penelitian


1. Bagi Dirjen Pajak
Diharapkan penelitian ini mampu memberikan gambaran mengenai variabel-variabel yang perlu
diperhatikan untuk lebih meningkatkan kepatuhan wajib pajak orang pribadi.
2. Bagi Pihak Akademis
Diharapkan penelitian ini dapat memberikan sumbangan dalam pengembangan teori perpajakan
dan dapat dijadikan literatur bagi penelitian selanjutnya dan dapat memberikan bukti empiris
dalam pengembangan teori mengenai perpajakan.
3. Bagi Fakultas Ekonomi Universitas Mahasaraswati
Hasil penelitian ini merupakan suatu dokumentasi dan menambah bahan bacaan di perpustakaan
dan bagi mahasiswa yang akan mengadakan penelitian mengenai perpajakan

BAB II KAJIAN PUSTAKA


2.1 Landasan Teori
2.1.1 Grand Theory
a. Teori Kepatuhan (Compliance Theory)
Menurut Kamus Umum Bahasa kepatuhan memiliki arti tunduk atau patuh pada aturan atau
ajaran. Teori kepatuhan (compliance theory) merupakan teori yang menjelaskan suatu kondisi
dimana seseorang taat terhadap perintah atau aturan yang diberikan. Oleh karena banyaknya definisi
yang ada, peneliti menyimpulkan bahwa kepatuhan wajib pajak merupakan keadaan dimana wajib

198
pajak dapat memenuhi kewajibannya dan memiliki haknya dalam membayar pajak. Terdapat dua
macam kepatuhan wajib pajak (Asbar, 2015) yaitu:
a. Kepatuhan Formal adalah suatu keadaan dimana wajib pajak memenuhi kewajiban secara formal
sesuai dengan ketentuan undang-undang perpajakan.
b. Kepatuhan Material adalah suatu keadaan dimana wajib pajak secara substantif atau hakikatnya
memenuhi semua ketentuan material perpajakan, yaitu sesuai dengan undang-undang perpajakan.
Berdasarkan peraturan Menteri Keuangan Nomor 192/PMK.03/2007 tentang Wajib Pajak
dengan kriteria tertentu yang selanjutnya disebut sebagai Wajib Pajak Patuh adalah Wajib Pajak
yang memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. Tepat waktu dalam menyampaikan Surat Pemberitahuan.
b. Tidak mempunyai tunggakan pajak untuk semua jenis pajak, kecuali tunggakan pajak yang telah
memperoleh izin meng angsur atau menunda pembayaran pajak.
c. Laporan keuangan diaudit oleh akuntan publik atau lembaga pengawasan keuangan pemerintah
dengan pendapat wajar tanpa pengecualian selama 3 tahun berturut-turut.
d. Tidak pernah dipidana karena melakukan tindak pidana di bidang perpajakan berdasarkan
putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dalam jangka waktu 5 tahun
terakhir.

2.1.2 Middle-Range Theory


a. Teori Atribusi
Teori atribusi menyatakan bahwa apabila individu-individu mengamati perilaku seseorang,
mereka mencoba untuk menentukan apakah itu ditimbulkan secara internal atau eksternal (Jatmiko,
2006). Perilaku yang disebabkan secara internal adalah perilaku yang diyakini berada di bawah
kendali pribadi individu itu sendiri, sedangkan perilaku yang disebabkan secara eksternal adalah
perilaku yang dipengaruhi dari luar, artinya individu akan terpaksa berperilaku karena situasi
(Julianti, 2014).
Relevansi teori atribusi dengan penelitian ini adalah bahwa seseorang dalam menentukan
perilaku patuh atau tidak patuh dalam memenuhi kewajiban perpajakannya dipengaruhi oleh faktor
internal maupun eksternal. Faktor internal yang mempengaruhi kepatuhan wajib pajak dalam
membayar pajak antara lain preferensi risiko wajib pajak serta pengetahuan dan pemahaman wajib
pajak tentang peraturan perpajakan. Sedangkan, faktor eksternal yang mempengaruhi kepatuhan
wajib pajak dalam membayar pajak adalah kualitas pelayanan yang diberikan oleh kantor pajak serta
sanksi pajak yang akan diberikan.
b. Teori Pembelajaran Sosial
Teori ini menjelaskan bahwa seseorang dapat belajar lewat pengamatan dan pengalaman
langsung (Robbins dan Judge, 2008). Terdapat empat proses proses dalam pembelajaran sosial
yaitu: (1) proses perhatian (attentional), (2) proses penahanan (retention), (3) proses reproduksi
motorik dan (4) proses penguatan (reinforcement). Proses perhatian adalah proses dimana seseorang
hanya akan mempelajari suatu objek yang membuatnya tertarik ataupun mengenal orang atau model
tersebut. Proses penahanan adalah proses dimana suatu model atau tindakan model sudah tidak lagi
tersedia, maka hal yang harus dilakukan dengan mengingat model atau tindakan model tersebut.
Proses reproduksi motorik adalah proses mengubah pengamatan menjadi perbuatan. Terakhir proses
penguatan adalah proses dimana individu-individu disediakan rangsangan positif atau ganjaran
supaya berperilaku sesuai dengan model.
Berdasarkan teori pembelajaran sosial, dapat menjelaskan perilaku wajib pajak dalam
memenuhi kewajibannya membayar pajak. Seseorang akan patuh untuk membayar pajak tepat pada

199
waktunya apabila orang tersebut secara langsung mengamati bahwa uang pajak yang dibayarnya
telah terkontribusi dalam pembangunan yang ada disekitarnya.
c. Teori Prospek
Teori ini berawal dari penelitian yang dilakukan oleh Kahneman dan Tversky (1979)
mengenai perilaku manusia yang dianggap aneh dan kontradiktif dalam mengambil suatu keputusan.
Dalam penelitian tersebut mengungkapkan bahwa seseorang akan mencari informasi terlebih dahulu
kemudian akan dibuat beberapa “decision frame” atau konsep keputusan. Setelah konsep keputusan
dibuat maka seseorang akan mengambil keputusan dengan memilih salah satu konsep yang
menghasilkan expected utility yang terbesar. Teori prospek menunjukkan bahwa orang yang
memiliki irasional untuk lebih tinggi enggan mempertaruhkan keuntungan (gain) daripada kerugian
(loss).
Hubungan antara penelitian ini dengan teori prospek dimana teori ini menjelaskan
mengenai preferensi risiko dapat mempengaruhi kepatuhan wajib pajak. Jika seorang wajib pajak
mampu menolak risiko yang muncul dan menghadapi risiko tersebut maka tingkat preferensinya
tinggi, sebaliknya jika seorang wajib pajak menerima risiko yang muncul dan membiarkan risiko
tersebut maka tingkat preferensinya rendah.

2.1.3 Wajib Pajak Orang Pribadi


Wajib pajak pribadi adalah setiap orang pribadi yang memiliki penghasilan di atas penghasilan
tidak kena pajak. Di Indonesia, setiap orang wajib mendaftarkan diri dan mempunyai nomor pokok
wajib pajak (NPWP), kecuali ditentukan dalam undang-undang.

2.1.4 Kepatuhan Wajib Pajak


Kepatuhan wajib pajak dapat didefinisikan sebagai suatu keadaan saat wajib pajak berusaha
memahami dan melaksanakan kewajibannya sesuai aturan yang ditetapkan dan berdasarkan peraturan
undang-undang yang berlaku. Menurut Widayati dan Nurlis (2010) meliputi 5 indikator variabel
kepatuhan wajib pajak, yaitu :
1. Kepatuhan dalam kepemilikan NPWP, setiap wajib pajak yang memiliki penghasilan wajib untuk
mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP sebagai salah satu sarana untuk pengadministrasian
pajak.
2. Kepatuhan dalam mengisi formulir pajak dengan benar, setiap wajib pajak harus mengisi formulir
pajak dengan baik dan benar
3. Kepatuhan dalam menghitung pajak dengan jumlah yang benar, setiap wajib pajak harus
menghitung pajak dengan jumlah yang benar agar tidak terjadinya kurang bayar atau lebih bayar
4. Kepatuhan dalam membayar pajak tepat waktu, setiap wajib pajak harus membayar pajak tepat
waktu agar tidak menerima sanksi telat bayar
5. Kepatuhan dalam melaporkan SPT dengan baik dan benar, setiap wajib pajak harus melaporkan SPT
dengan baik dan benar sesuai dengan aturan yang ditetapkan

2.1.5 Pemahaman Peraturan Perpajakan


Pemahaman peraturan perpajakan adalah suatu proses dimana wajib pajak memahami dan
mengetahui tentang peraturan dan undang-undang serta tata cara perpajakan dan menerapkannya untuk
melakukan kegiatan perpajakan seperti, membayar pajak, melaporkan SPT, dan sebagainya. Jika
seseorang telah memahami dan mengerti tentang perpajakan maka akan terjadi peningkatan pada
kepatuhan wajib pajak. Jatmiko (2006) dalam penelitiannya menyatakan bahwa terdapat beberapa
indikator wajib pajak memahami peraturan perpajakan, antara lain :
a. Mengetahui dan berusaha memahami undang-undang perpajakan, sebagai wajib pajak harus
mengetahui dan berusaha memahami undang-undang perpajakan.

200
b. Pengetahuan dan pemahaman mengenai hak dan kewajiban sebagai Wajib Pajak, apabila wajib
pajak telah mengetahui kewajibannya sebagai wajib pajak, maka mereka akan melakukannya, salah
satunya adalah membayar pajak.
c. Pengetahuan dan pemahaman mengenai sanksi perpajakan, semakin tahu dan paham wajib pajak
terhadap peraturan perpajakan, maka semakin tahu dan paham pula wajib pajak terhadap sanksi
yang akan diterima bila melalaikan kewajiban perpajakan mereka.
d. Pengetahuan dan pemahaman mengenai PTKP, PKP, dan Tarif Pajak.
e. Wajib Pajak mengetahui dan memahami peraturan perpajakan melalui sosialisasi yang dilakukan
oleh KPP, Indonesia menganut sistem self assessment dalam pemungutan pajaknya. Artinya, wajib
pajak diberikan keleluasaan untuk mendaftarkan diri, menghitung, membayar dan melaporkan
pajaknya. Tujuan utama melalui adanya sistem self assessment adalah kepatuhan sukarela dari wajib
pajak untuk jujur melaporkan usahanya.

2.1.6 Kualitas Pelayanan Fiskus


Liberty (2005) menyatakan bahwa pelayanan adalah suatu proses tindakan untuk memenuhi
kebutuhan seseorang melalui aktivitas yang dilakukan orang lain secara langsung. Sedang menurut
Alam (2003) bahwa fiskus atau aparat pajak adalah orang yang melakukan pelayanan pajak pada wajib
pajak mengenai perpajakan.
Pelayanan berkualitas adalah pelayanan yang dapat memberikan kepuasan kepada wajib pajak
dan tetap dalam batas memenuhi standar pelayanan yang dapat dipertanggungjawabkan serta harus
dilakukan secara terus-menerus atau berkala (Hardiningsih, 2011). Apabila aparat pajak memberikan
pelayanan tidak memenuhi atau melebihi harapan wajib pajak, maka dapat dikatakan bahwa pelayanan
tersebut tidak berkualitas.
Tugas fiskus saat ini tidak lagi melakukan penetapan semua jumlah pajak terhutang yang
harus dibayar, melainkan melakukan tugas pembinaan, pelayanan, pengawasan, dan penerapan sanksi
perpajakan. Dalam hal ini untuk mengetahui bagaimana pelayanan terbaik yang seharusnya dilakukan
oleh fiskus kepada wajib pajak, diperlukan juga pemahaman mengenai hak dan kewajiban sebagai
fiskus. Kewajiban fiskus yang diatur dalam UU Perpajakan adalah:
a. Kewajiban untuk membina wajib pajak
b. Kewajiban menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar
c. Kewajiban merahasiakan data wajib pajak
d. Kewajiban melaksanakan putusan
Sementara itu, terdapat pula hak-hak fiskus yang diatur dalam UU Perpajakan, antara lain:
a. Hak menerbitkan NPWP atau NPPKP secara jabatan
b. Hak menerbitkan Surat Ketetapan Pajak
c. Hak menerbitkan Surat Paksa dan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan
d. Hak melakukan pemeriksaan dan penyegelan
e. Hak menghapuskan atau mengurangi sanksi administrasi
f. Hak melakukan penyidikan
g. Hak melakukan pencegahan
h. Hak melakukan penyanderaan
Menurut Kusuma (2016), variabel kualitas pelayanan fiskus dapat diukur dengan instrumen
yang terdiri dari 5 indikator yaitu:
1. Kehandalan (reliability)
2. Daya tanggap (responsiveness)
3. Jaminan (assurances)
4. Empati (empathy)
5. Bukti fisik (tangibles)

201
2.1.7 Sanksi Pajak
Sanksi perpajakan merupakan jaminan bahwa ketentuan peraturan perundang-undangan
perpajakan akan dituruti/dipatuhi, dengan kata lain sanksi perpajakan merupakan alat pencegah agar wajib
pajak tidak melanggar norma perpajakan (Mardiasmo, 2016). Menurut Resmi (2008), sanksi perpajakan
terjadi karena terdapat pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan perpajakan, sehingga
apabila terjadi pelanggaran maka wajib pajak dihukum dengan indikasi kebijakan perpajakan dan
undang-undang perpajakan.
Menurut Arum (2012), variabel ini diukur dengan instrumen yang terdiri dari 5 indikator yaitu
:
1. Sanksi pajak sangat diperlukan agar tercipta kedisiplinan Wajib Pajak dalam memenuhi kewajiban
perpajakan
2. Pengenaan sanksi harus dilaksanakan dengan tegas kepada semua Wajib Pajak yang melakukan
pelanggaran
3. Sanksi yang diberikan kepada Wajib Pajak harus sesuai dengan besar kecilnya pelanggaran yang
sudah dilakukan
4. Penerapan sanksi pajak harus sesuai dengan ketentuan yang berlaku
5. Semakin berat sanksi,maka akan semakin patuh membayar pajak
Dalam undang-undang perpajakan dikenal dua macam sanksi, yaitu sanksi administrasi dan
sanksi pidana. Sanksi administrasi dapat dijatuhkan apabila wajib pajak melakukan pelanggaran,
terutama atas kewajiban yang ditentukan dalam UU KUP dapat berupa sanksi administrasi bunga,
denda dan kenaikan. Sedangkan sanksi pidana dapat berupa hukuman kurungan dan hukuman penjara.
Pelaksanaan pengenaan sanksi perpajakan kepada wajib pajak dapat berupa sanksi administrasi saja,
sanksi pidana saja atau kedua-duanya (Mardiasmo,2016).

1. Sanksi Administrasi
Sanksi administrasi berupa bunga dapat dibagi menjadi bunga pembayaran, bunga
penagihan dan bunga ketetapan. Bunga pembayaran adalah bunga karena melakukan pembayaran
pajak tidak pada waktunya, dan pembayaran pajak tersebut dilakukan sendiri tanpa adanya surat
tagihan berupa STP, SKPKB dan SKPKBT. Bunga penagihan adalah bunga karena pembayaran
pajak yang ditagih dengan surat tagihan berupa STP, SKPKB, SKPKBT tidak dilakukan dalam
batas waktu pembayaran. Bunga penagihan umumnya ditagih dengan STP. Bunga ketetapan adalah
bunga yang dimasukkan dalam surat ketetapan pajak tambahan pokok pajak yang dapat ditagih
dengan SKPKB. Bunga ketetapan dikenakan maksimum 24 bulan (Mardiasmo, 2016).

Tabel 2.1 Sanksi Administrasi dengan Bunga 2% per bulan


No Masalah Cara
Membayar/menagih
1. Pembetulan sendiri SPT (tahunan atau masa) SSP/STP
tetapi belum diperiksa.
2. Dari penelitian rutin:
a. PPh pasal 25 tidak/kurang dibayar. SSP/STP
b. PPh pasal 21, 22, 23, dan 26 serta PPn yang SSP/STP
terlambat bayar.
c. SKPKB,STP,SKPKBT tidak/kurang dibayar SSP/STP
atau terlambat dibayar.
d. SPT salah tulis/hitung. SSP/STP
3. Dilakukan pemeriksaan, pajak kurang dibayar SSP/SPKB

202
(maksimum 24 bulan).
4. Pajak diangsur/ditunda; SKPKB, SKKPP, STP. SSP/STP
5. SPT tahunan PPh ditunda, pajak kurang SSP/STP
dibayar.
Sumber : Mardiasmo, 2016
Sanksi denda adalah jenis sanksi yang paling banyak ditemukan dalam UU Perpajakan.
Terkait besarannya, denda dapat ditetapkan sebesar jumlah tertentu, presentasi dari jumlah tertentu,
atau suatu angka perkalian dari jumlah tertentu (Mardiasmo, 2016).

Tabel 2.2 Sanksi Administrasi dengan Denda


No Masalah Cara Membayar/menagih
1. Tidak / terlambat memasukkan / STP ditambah Rp 100.000,- atau Rp
menyampaikan SPT. 500.000,- atau Rp 1.000.000,-
2. Pembetulan sendiri, SPT tahunan atau SSP ditambah 15%
SPT masa tetapi belum di sidik.

3. Khusus PPN:
a. Tidak melaporkan usaha SSP/SPKPB ditambah 2% denda dari
b. Tidak membuat / mengisi faktur dasar pengenaan
c. Melanggar larangan membuat Faktur
(PKP yang tidak dikukuhkan)
4. Khusus PBB:
a. STP, SKPKB tidak / kurang dibayar STP + denda 2% (maksimum 24
atau terlambat dibayar bulan).
b. Dilakukan pemeriksaan, pajak kurang SKPKB + denda administrasi dari
dibayar selisih pajak yang terutang
Sumber : Mardiasmo, 2016

Sanksi berupa kenaikan pada dasarnya dihitung dengan angka persentase tertentu dari
jumlah pajak yang tidak kurang dibayar. Jika dilihat dari penyebabnya, sanksi kenaikan biasanya
dikenakan karena Wajib Pajak tidak memberikan informasi-informasi yang dibutuhkan dalam
menghitung jumlah pajak terutang.

Tabel 2.3 Sanksi Administrasi dengan Kenaikan 50% dan 100%


No Masalah Cara Membayar/menagih
1. Dikeluarkan SKPKB dengan
penghitungan secara jabatan:
a. Tidak memasukkan SPT:
1) SPT tahunan (PPh 29)
2) SPT tahunan (PPh 21, 23, 26 dan SKPKB ditambah kenaikan 50%
PPN) SKPKB ditambah kenaikan 100%
b. Tidak menyelenggarakan SKPKB
pembukuan sebagaimana dimaksud 50% PPh pasal 29
dalam dalam Pasal 28 KUP 100% PPh pasal 21, 23, 26, dan PPN
c. Tidak memperlihatkan SKPKB
buku/dokumen, tidak memberi 50% PPh pasal 29
keterangan, tidak mem-beri bantuan 100% PPh pasal 21, 23, 26, dan
guna kelancaran pemerik-saan, PPN.

203
sebagaimana dimaksud dalam pasal
29
d. Pengajuan keberatan
ditolak/ditambah SKPKB ditambah kenaikan 50%
e. Pengajuan banding ditolak/ditambah SKPKB ditambah kenaikan 100%
2. Dikeluarkan SKPKBT karena: SKPKBT 100%
ditemukan data baru, data semula yg
belum terungkap setelah
dikeluarkan SKPKB.
3. Khusus PPN:
Dikeluarkan SKPKB karena SKPKB 100%
pemerik-saan, dimana PKP tidak
seharusnya mengompensasi selisih
lebih, meng-hitung tariff 0% diberi
restitusi pajak.
Sumber : Mardiasmo, 2016

2. Sanksi Pidana
Menurut ketentuan dalam undang-undang perpajakan, ada 3 macam sanksi pidana, yaitu:
denda pidana, kurungan, dan penjara.
a. Denda pidana
Sanksi berupa denda pidana dikenakan kepada Wajib Pajak dan diancamkan juga kepada pejabat
pajak atau pihak ketiga yang melanggar norma. Denda pidana dikenakan kepada tindak pidana
yang bersifat pelanggaran maupun bersifat kejahatan.
b. Pidana kurungan
Pidana kurungan hanya diancamkan kepada tindak pidana yang bersifat pelanggaran. Karena
pidana kurungan diancamkan kepada si pelanggar norma itu ketentuannya sama dengan yang
diancamkan dengan denda pidana, maka masalahnya hanya ketentuan mengenai denda pidana
sekiat itu diganti dengan pidana kurungan selama-lamanya sekian.
c. Pidana penjara
Pidana penjara seperti halnya pidana kurungan, merupakan hukuman perampasan kemerdekaan.
Pidana penjara diancamkan terhadap kejahatan. Ancaman pidana penjara tidak ada yang
ditujukan kepada pihak ketiga, adanya kepada pejabat dan kepada Wajib Pajak.
Ketentuan mengenai sanksi pidana di bidang perpajakan diatur/ditetapkan dalam UU No.6
Tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan UU No.28 Tahun 2007 tentang Ketentuan
Umum dan Tata Cara Perpajakan dan UU No.12 Tahun 1985 sebagai-mana telah diubah dengan UU
No.12 Tahun 1994 tentang Pajak Bumi dan Bangunan.

Tabel 2.4 Sanksi Pidana yang Dikenakan


Yang
dikenakan
Norma Sanksi Pidana
sanksi
pidana
Setiap Orang 1. Kealpaan tidak menyampaikan Didenda paling sedikit 1 kali
SPT atau menyampaikan SPT jumlah pajak terutang yang tidak
tetapi tidak benar/tidak lengkap atau kurang dibayar dan paling
atau melampirkan keterangan yg banyak 2 kali jumlah pajak terutang
tidak benar. yang tidak atau kurang dibayar,

204
atau dipidana kurungan paling
singkat 3 (tiga) bulan atau paling
lama 1 (satu) tahun.

2. Sengaja tidak menyampaikan Pidana penjara paling singkat 6


SPT, tidak meminjamkan pem- bulan dan paling lama 6 tahun dan
bukuan, catatan, atau dokumen denda paling sedikit 2 kali jumlah
lain, dan hal-hal sebagaimana pajak terutang yang tidak atau
dimaksud dalam pasal 39 KUP. kurang dibayar dan paling banyak 4
kali jumlah pajak terutang yang
tidak atau kurang dibayar.

Pidana tersebut ditambahkan 1 kali


menjadi 2 kali sanksi pidana apabila
seseorang melakukan lagi tindak
pidana di bidang perpajakan
sebelum lewat 1 tahun, terhitung
sejak selesainya men-jalani pidana
penjara yang dijatuhkan.

Pidana penjara paling singkat 6


bulan dan paling lama 2 tahun dan
denda pa-ling sedikit 2 kali jumlah
restitusi yang dimohonkan dan/atau
3. Melakukan percobaan untuk kompensasi atau pengkreditan yang
melakukan tindak pidana me- dilakukan dan paling banyak 4 kali
nyalahgunakan atau menggu- jumlah restitusi yang di-mohonkan
nakan tanpa hak NPWP atau dan/atau kompensasi atau
PPKP sebagaimana, atau me- pengkreditan yang dilakukan.
nyampaikan Surat Pemberi-
tahuan dan/atau keterangan yg isi
nya tidak benar atau tidak
lengkap, dalam rangka menga- Pidana kurungan selama-lamnya 6
jukan permohonan restitusi atau bulan dan atau setinggi-tingginya 2
melakukan kompensasi pajak atau kali jumlah pajak terhutang.
pengkreditan pajak.

4. Sengaja tidak menyampaikan


SPOP atau menyampaikan SPOP
tetapi isinya tidak benar
sebagaimana dimaksudkan da-lama. Pidana penjara selama-lamanya 2
pasal 24 UU PBB. tahun dan atau denda setinggi-
tingginya 5 kali jumlah pajak yang
5. Dengan sengaja tidak me- terutang.
nyampaikan SPOP, mem-b. Sanksi (a) dilipat dua kan jika sebe-
perlihatkan/meminjamkan lum lewat satu tahun terhitung se-
surat/dokumen palsu, dan hal-hal jak selesainya menjalani sebagian/
lain sebagaimana diatur dalam seluruh pidana yang dijatuhkan me-

205
pasal 25 ayat 1 UU PBB. lakukan tindak pidana lagi.

2. Pejabat Kealpaan tidak memenuhi kewaji- Pidana kurungan selama-lamanya 1


ban merahasiakan hal-hal tahun dan atau denda setinggi-
sebagai-mana dimaksud dalam tingginya Rp. 25.000.000,- (dua
pasal 34 KUP (tindak puluh lima juta rupiah).
pelanggaran).
3. Pihak Ketiga Sengaja tidak memperhatikan Pidana Kurungan selama-lamanya 1
atau tidak meminjamkan surat ta-hun dan atau denda setinggi-
atau do-kumen lainnya dan atau tingginya Rp. 2.000.000,- (dua jut
tidak me-nyampaikan keterangan rupiah).
yang diper-lukan sebagaimana
dimaksud da-lam pasal 25 ayat 1
huruf d dan e UU PBB.
Sumber : Mardiasmo, 2016

2.1.8 Preferensi Risiko


Menurut Torgler (2003) keputusan seorang wajib pajak dapat dipengaruhi oleh perilakunya
terhadap risiko yang dihadapi. Preferensi risiko seseorang merupakan salah satu komponen dari
beberapa teori yang berhubungan dengan pengambilan keputusan. Dasar teoritis untuk memoderasi
preferensi risiko dalam hubungan antara kepatuhan wajib pajak dengan pemahaman peraturan
perpajakan, kualitas pelayanan fiskus dan sanksi pajak terdapat dalam teori prospek. Teori ini
menerangkan bahwa ketika wajib pajak mempunyai tingkat risiko yang tinggi maka akan
mempengaruhi kepatuhan wajib pajak (Aryobimo, 2012 ; Julianti, 2014).
Menurut Jatmiko (2006), indikator preferensi risiko adalah sebagai berikut :
1. Risiko Keuangan
Risiko Keuangan dikaitkan pada kondisi keuangan seseorang. Seseorang yang memiliki investasi
tidak dapat terhindar dari risiko, seperti tidak mendapat dividen dan mengalami kerugian atau
Capital loss. Adapun juga seseorang yang berwirausaha tidak dapat terhindar dari risiko
keuangan.Intinya seseorang yang mengalami kebangkrutan termasuk dalam risiko keuangan. Hal
tersebut akan mempengaruhi seseorang sebagai wajib pajak dalam melaporkan pajak.
2. Risiko Kesehatan
Kesehatan seseorang tentu mempengaruhi dalam menjalankan berbagai aktifitas. Salah satunya
aktifitas sebagai wajib pajak. Orang yang memiliki penyakit kronis tentu mempengaruhi aktifitasnya
sebagai wajib pajak. Adapun juga orang yang memiliki gangguan jiwa maupun cacat bawaan akan
berpengaruh terhadap aktifitas perpajakan. Tentu kegiatan memenuhi kewajiban pajak tidak dapat
berjalan secara maksimal sesuai dengan harapan.
3. Risiko Sosial
Risiko sosial menyangkut keadaan lingkungan pada masyarakat. Pada penelitian ini risiko sosial
lebih menekankan pada hubungan antara wajib pajak dengan petugas pajak. Hubungan tersebut akan
mempengaruhi kepatuhan dalam perpajakan. Selain itu terdapat risiko sosial yang terjadi jika terjadi
perubahan kebijakan perpajakan oleh pemerintah yang tentunya akan berpengaruh terhadap
kepatuhan wajib pajak.
4. Risiko Pekerjaan
Pekerjaan berperan besar terhadap kehidupan seseorang dan tentunya berperan bagi seorang wajib
pajak. Perbedaan jenis maupun jabatan pekerjaan seseorang dapat memberikan perbedaan kepatuhan
wajib pajak. Orang yang memiliki pekerjaan tidak tetap cenderung memiliki kepatuhan wajib pajak

206
yang rendah. Adapun juga orang yang terkena PHK tidak menyadari bahwa orang tersebut masih
memiliki tanggungan pajak.
5. Risiko Keselamatan
Risiko keselamatan pada penelitian ini terkait dengan risiko pekerjaan. Orang dalam pekerjaan
terdapat risiko dalam keselamatan kerjanya. Penyebab seseorang dikenakan sanksi ataupun
penyebab seseorang mengalami kecelakaan dalam bekerja dikarenakan tidak menjaga keselamatan
dalam bekerja. Hal tersebut berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak.

2.1.9 Hubungan antara Pemahaman Peraturan Perpajakan dengan


Kepatuhan Wajib Pajak
Pemahaman peraturan perpajakan adalah suatu proses dimana wajib pajak memahami dan
mengetahui tentang peraturan dan undang-undang serta tata cara perpajakan. Seorang Wajib Pajak
harus dapat memahami bagaimana cara membayar pajak, melaporkan Surat Pemberitahuan Pajak
(SPT) dan lain sebagainya. Ketika seorang wajib pajak dapat memahami tata cara perpajakan maka
dapat pula memahami peraturan perpajakan (Hariyani, 2017). Semakin tinggi tingkat pengetahuan dan
pemahaman Wajib Pajak terhadap peraturan perpajakan, maka kepatuhan Wajib Pajak dalam
menjalankan hak dan kewajiban perpajakan akan meningkat.

2.1.10 Hubungan antara Kualitas Pelayanan Fiskus dengan Kepatuhan


Wajib Pajak
Kepatuhan wajib pajak dalam memenuhi kewajibannya membayar pajak berhubungan erat
dengan kualitas pelayanan yang diberikan aparat pajak kepada wajib pajak, dimana para aparat pajak
dituntut untuk melayani para wajib pajak secara profesional, jujur dan bertanggungjawab. Oleh karena
itu, kualitas pelayanan pajak yang diberikan oleh aparat pajak akan dapat berpengaruh terhadap
kepatuhan wajib pajak. Semakin baik kualitas pelayanan yang diberikan semakin baik juga tingkat
kepatuhan wajib pajak.

2.1.11 Hubungan antara Sanksi Pajak dengan Kepatuhan Wajib Pajak


Sanksi perpajakan telah diatur dalam ketentuan umum dan tata cara peraturan perpajakan.
Pemberian sanksi diperlukan untuk memberikan pelajaran bagi pelanggar pajak. Sanksi yang
dikenakan untuk setiap wajib pajak yang melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan
perpajakan yaitu, sanksi administrasi, sanksi pidana, atau keduanya. (Kusuma, 2016 ; Erlina, 2017).
Adanya sanksi yang diberikan bagi pelanggar pajak, maka Wajib Pajak akan berperilaku patuh dalam
menjalankan kewajiban perpajakannya.

2.1.12 Hubungan antara Preferensi Risiko dengan Kepatuhan Wajib Pajak


Wajib Pajak dalam memenuhi kewajibannya untuk membayar pajak akan dihadapkan dengan
berbagai risiko. Karena terdapat risiko yang harus dipertimbangkan wajib pajak sebelum melakukan
pembayaran pajak (Alabede, 2011). Jika seorang wajib pajak mampu menolak risiko yang muncul dan
menghadapi risiko tersebut maka tingkat preferensinya tinggi. Preferensi risiko yang tinggi adalah
keadaan dimana seorang wajib pajak akan menghadapi risiko yang berkaitan dengan kemungkinan
membayar pajak atau risiko-risiko lainnya. Semakin tinggi kecenderungan dalam menghadapi risiko
seorang wajib pajak maka akan semakin berpengaruh positif tehadap kepatuhan wajib pajak (Adiasa,
2013).

207
2.1.13 Hubungan Pemahaman Peraturan Perpajakan Terhadap Kepatuhan
Wajib Pajak dengan Preferensi Risiko Sebagai Variabel Moderasi
Pemahaman wajib pajak adalah pemahaman terhadap sistem pemungutan pajak yang ada dan
berlaku sesuai peraturan perundang-undangan. Preferensi resiko adalah resiko apa yang nantinya akan
mempengaruhi pemahaman wajib pajak terhadap kepatuhannya dalam membayar pajak. Ketika wajib
pajak mengetahui risiko apa yang akan dihadapinya maka mereka yang akan menentukan apakah
membayar pajak atau tidak membayar pajak. Wajib pajak senantiasa akan semakin patuh terhadap
kewajiban perpajakannya apabila dimoderasi oleh risiko yang ada pada diri wajib pajak tersebut.
Semakin tinggi kecenderungan dalam menghadapi risiko seorang wajib pajak maka akan semakin
berpengaruh positif tehadap kepatuhan wajib pajak (Kartika, 2015).

2.1.14 Hubungan Kualitas Pelayanan Fiskus Terhadap Kepatuhan Wajib


Pajak dengan Preferensi Risiko Sebagai Variabel Moderasi
Pelayanan aparat pajak (fiskus) adalah suatu proses tindakan aparat pajak untuk membantu
memenuhi kebutuhan Wajib Pajak. Adanya pelayanan fiskus yang baik mampu meningkatkan
kepatuhan wajib pajak. Wajib pajak yang memiliki tingkat preferensi risiko tinggi maka cenderung
untuk lebih taat membayar pajak, sedangkan apabila wajib pajak memiliki tingkat preferensi risiko
yang rendah akan cenderung tidak taat dalam membayar pajak (Subekti, 2016).

2.1.15 Hubungan Sanksi Pajak Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak dengan


Preferensi Risiko Sebagai Variabel Moderasi
Sanksi perpajakan merupakan alat pencegah agar wajib pajak tidak melanggar norma perpajakan
(Mardiasmo, 2016). Semakin tinggi atau beratnya sanksi, maka akan semakin merugikan wajib pajak.
Wajib pajak akan memenuhi kewajiban perpajakannya karena sanksi perpajakan cenderung
memberikan banyak kerugian kepada mereka, hal tersebut berarti bahwa sanksi perpajakan
berpengaruh positif terhadap kepatuhan wajib pajak. Pelaksanaan sanksi perpajakan secara tegas yang
dianggap merugikan wajib pajak dapat diperkuat dengan adanya preferensi risiko, sehingga wajib pajak
yang memiliki tingkat preferensi risiko tinggi cenderung akan lebih memilih untuk patuh melaksanakan
kewajiban perpajakannya.

2.2 Hasil Penelitian Sebelumnya


Aryobimo & Cahyonowati (2012) melakukan penelitian mengenai Pengaruh Persepsi Wajib
Pajak tentang Kualitas Pelayanan Fiskus terhadap Kepatuhan Wajib Pajak dengan Kondisi Keuangan
Wajib Pajak dan Preferensi Risiko sebagai Variabel Moderating (Studi Empiris terhadap Wajib Pajak
Orang Pribadi di Kota Semarang). Variabel bebas yang digunakan yaitu persepsi kualitas dan
pelayanan fiskus, variabel terikat yang digunakan yaitu kepatuhan wajib pajak dan variabel moderasi
yang digunakan yaitu kondisi keuangan wajib pajak dan preferensi risiko. Alat analisis yang digunakan
dalam penelitian ini adalah analisis regresi linier berganda. Hasil dari penelitian ini menunjukkan
bahwa 1) Persepsi wajib pajak tentang kualitas pelayanan fiskus, kondisi keuangan wajib pajak, dan
preferensi risiko terbukti berpengaruh positif terhadap kepatuhan wajib pajak. Hal ini menunjukkan
bahwa persepsi wajib pajak yang baik tentang kualitas pelayanan fiskus, kondisi keuangan wajib pajak
yang tinggi dan tingkat risiko yang dimiliki wajib pajak tinggi maka akan meningkatkan kepatuhan
wajib pajak. 2) Kondisi keuangan wajib pajak sebagai variabel moderasi berpengaruh positif terhadap
hubungan antara persepsi tentang kualitas pelayanan fiskus dengan kepatuhan wajib pajak. Hal ini
menunjukkan bahwa apabila kondisi keuangan wajib pajak tinggi dan persepsi tentang kualitas
pelayanan fiskus baik maka kepatuhan wajib pajak akan tinggi pula. 3) Variabel preferensi risiko pula
berpengaruh positif terhadap hubungan antara persepsi tentang kualitas pelayanan fiskus dengan
kepatuhan wajib pajak. Hal ini menunjukkan bahwa apabila risiko yang dimiliki wajib pajak tinggi dan

208
persepsi wajib apajak tentang kualitas pelayanan fiskus baik maka akan dapat meningkatkan kepatuhan
wajib pajak.
Adiasa (2013) melakukan penelitian mengenai Pengaruh Pemahaman Peraturan Perpajakan
terhadap Kepatuhan Wajib Pajak dengan Moderating Preferensi Risiko. Variabel bebas yang digunakan
yaitu pemahaman peraturan perpajakan, variabel terikat yang digunakan yaitu kepatuhan wajib pajak
dan variabel moderasi yang digunakan yaitu preferensi risiko. Alat analisis yang digunakan dalam
penelitian ini adalah analisis regresi linier berganda. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa
pemahaman peraturan perpajakan berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak dan preferensi risiko
tidak berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak. Selain itu preferensi risiko tidak dapat memoderasi
hubungan antara variabel pemahaman peraturan perpajakan dengan kepatuhan wajib pajak.
Linardianti (2013) melakukan penelitian mengenai Pengaruh Persepsi Wajib Pajak Tentang
Kualitas Pelayanan Fiskus dan Kesadaran Perpajakan Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Dengan
Kondisi Keuangan Wajib Pajak dan Preferensi Risiko Sebagai Variabel Moderating (Studi Empiris
Terhadap Wajib Pajak Orang Pribadi Di KPP Pratama Kudus). Variabel bebas yang digunakan yaitu
persepsi wajib pajak tentang kualitas pelayanan fiskus dan kesadaran perpajakan, variabel terikat yang
digunakan yaitu kepatuhan wajib pajak dan variabel moderasi yang digunakan yaitu kondisi keuangan
wajib pajak dan preferensi risiko. Alat analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis
regresi linier berganda. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa persepsi wajib pajak tentang
kualitas pelayanan fiskus, kesadaran perpajakan, kondisi keuangan wajib pajak dan preferensi resiko
berpengaruh positif terhadap kepatuhan wajib pajak. Selain itu, kedua variabel moderasi yaitu kondisi
keuangan wajib pajak dan preferensi resiko juga berpengaruh positif terhadap hubungan antara persepsi
wajib pajak tentang kualitas pelayanan fiskus dengan kepatuhan wajib pajak.
Ardyanto & Utaminingsih (2014) melakukan penelitian mengenai Pengaruh Sanksi Pajak dan
Pelayanan Aparat Pajak terhadap Kepatuhan Wajib Pajak dengan Preferensi Risiko sebagai Variabel
Moderasi. Variabel bebas yang digunakan yaitu sanksi pajak dan pelayanan aparat pajak, variabel
terikat yang digunakan yaitu kepatuhan wajib pajak dan variabel moderasi yang digunakan yaitu
preferensi risiko. Alat analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis regresi linier
berganda. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa secara parsial variabel sanksi pajak, dan
pelayanan aparat pajak berpengaruh secara signifikan dan positif terhadap kepatuhan wajib pajak di
Kecamatan Blora. Variabel preferensi risiko berpengaruh secara signifikan dan negatif terhadap
kepatuhan wajib pajak di Kecamatan Blora. Variabel preferensi risiko tidak berpengaruh terhadap
hubungan antara variabel sanksi pajak dengan variabel kepatuhan wajib pajak di Kecamatan Blora.
Variabel preferensi risiko berpengaruh secara signifikan dan negatif terhadap hubungan variabel
pelayanan aparat pajak dengan variabel kepatuhan wajib pajak di Kecamatan Blora. Adanya fenomena
positif pada hubungan sanksi pajak dan pelayanan aparat pajak terhadap kepatuhan wajib pajak serta
fenomena negatif pada hubungan preferensi risiko terhadap kepatuhan wajib pajak, maka pihak KPP
Pratama Blora hendaknya lebih meningkatkan kualitas pelayanan dan mempertegas sanksi pajak sesuai
dengan peraturan yang berlaku untuk memotivasi wajib pajak agar patuh dalam memenuhi kewajiban
perpajakannya.
Julianti (2014) melakukan penelitian mengenai Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi untuk Membayar Pajak dengan Kondisi Keuangan dan
Preferensi Risiko Wajib Pajak sebagai Variabel Moderating (Studi Kasus pada Wajib Pajak yang
Terdaftar di KPP Pratama Candisari Semarang). Variabel bebas yang digunakan yaitu persepsi wajib
pajak tentang kualitas pelayanan perpajakan, pengetahuan dan pemahaman wajib pajak tentang
peraturan perpajakan, variabel terikat yang digunakan yaitu kepatuhan wajib pajak dan variabel
moderasi yang digunakan yaitu kondisi keuangan dan preferensi risiko. Alat analisis yang digunakan
dalam penelitian ini adalah analisis regresi linier berganda. Hasil dari penelitian ini menunjukkan
bahwa 1) Persepsi wajib pajak tentang kualitas pelayanan perpajakan dan pengetahuan dan pemahaman

209
wajib pajak tentang peraturan perpajakan berpengaruh positif terhadap kepatuhan wajib pajak. 2)
Kondisi keuangan dan preferensi risiko wajib pajak memperlemah hubungan antara persepsi wajib
pajak tentang kualitas pelayanan perpajakan terhadap tingkat kepatuhan wajib pajak dalam membayar
pajak. 3) Kondisi keuangan dan preferensi risiko wajib pajak memperkuat hubungan antara
pengetahuan dan pemahaman wajib pajak tentang peraturan perpajakan terhadap tingkat kepatuhan
wajib pajak dalam membayar pajak.
Syamsudin (2014) melakukan penelitian mengenai Pengaruh Persepsi Wajib Pajak Tentang
Kualitas Pelayanan Fiskus Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Dengan Kondisi Keuangan Wajib Pajak
dan Preferensi Risiko Sebagai Variabel Moderating (Studi Empiris Terhadap Wajib Pajak Orang
Pribadi Di Kota Semarang). Variabel bebas yang digunakan yaitu persepsi wajib pajak tentang kualitas
pelayanan fiskus, variabel terikat yang digunakan yaitu kepatuhan wajib pajak dan variabel moderasi
yang digunakan yaitu kondisi keuangan wajib pajak dan preferensi risiko. Alat analisis yang digunakan
dalam penelitian ini adalah analisis regresi linier berganda. Hasil dari penelitian ini menunjukkan
bahwa persepsi wajib pajak tentang kualitas pelayanan fiskus dan preferensi risiko berpengaruh positif
dan signifikan, kondisi keuangan wajib pajak tidak berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak.
Selain itu, kedua variabel moderasi yaitu kondisi keuangan wajib pajak dan preferensi risiko tidak
berpengaruh terhadap hubungan antara persepsi wajib pajak tentang kualitas pelayanan fiskus dengan
kepatuhan wajib pajak.
Yulianty (2015) melakukan penelitian mengenai Pengaruh Pemahaman Peraturan Perpajakan
terhadap Kepatuhan Formal Wajib Pajak dengan Preferensi Risiko sebagai Variabel Moderating.
Variabel bebas yang digunakan yaitu pemahaman peraturan perpajakan, variabel terikat yang
digunakan yaitu kepatuhan formal wajib pajak dan variabel moderasi yang digunakan yaitu preferensi
risiko. Alat analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis regresi linier berganda. Hasil
dari penelitian ini menunjukkan bahwa pemahaman tentang peraturan perpajakan berpengaruh
terhadap kepatuhan formal wajib pajak meski jumlah persentase yang ditujukan kecil. Sementara
preferensi risiko menunjukkan hasil positif yang sama sehingga dianggap tidak dapat memoderasi
hubungan antara pemahaman tentang peraturan perpajakan dan kepatuhan formal wajib pajak.
Hidayat (2015) melakukan penelitian mengenai Pengaruh Persepsi Wajib Pajak Tentang
Kualitas Pelayanan Fiskus Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Dengan Kondisi Keuangan Wajib Pajak
dan Preferensi Risiko Sebagai Variabel Moderating (Studi Empiris Terhadap Wajib Pajak Orang
Pribadi Di Kota Semarang). Variabel bebas yang digunakan yaitu kualitas pelayanan fiskus, variabel
terikat yang digunakan yaitu kepatuhan wajib pajak dan variabel moderasi yang digunakan yaitu
kondisi keuangan wajib pajak dan preferensi risiko. Alat analisis yang digunakan dalam penelitian ini
adalah analisis regresi linier berganda. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa persepsi wajib
pajak tentang kualitas pelayanan fiskus dan kondisi keuangan wajib pajak berpengaruh positif terhadap
kepatuhan wajib pajak, sedangkan preferensi risiko tidak berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak.
Kedua variabel moderasi yaitu kondisi keuangan wajib pajak dan preferensi risiko tidak berpengaruh
terhadap hubungan antara persepsi wajib pajak tentang kualitas pelayanan fiskus dengan kepatuhan
wajib pajak.
Jami’ati (2015) melakukan penelitian mengenai Pengaruh Persepsi Wajib Pajak tentang
Kualitas Pelayanan Fiskus, Pelaksanaan Sensus Pajak Nasional (SPN), Sosialisasi Perpajakan, dan
Sanksi Pajak terhadap Kepatuhan Wajib Pajak dengan Kondisi Keuangan Wajib Pajak dan Preferensi
Risiko sebagai Variabel Moderating (Studi Empiris: Wajib Pajak Orang Pribadi di Kantor Pelayanan
Pajak Pratama Kudus). Variabel bebas yang digunakan yaitu kualitas pelayanan fiskus, pelaksanaan
sensus pajak nasional (spn), sosialisasi perpajakan, dan sanksi pajak, variabel terikat yang digunakan
yaitu kepatuhan wajib pajak dan variabel moderasi yang digunakan yaitu kondisi keuangan wajib pajak
dan preferensi risiko. Alat analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis regresi linier
berganda. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa kualitas pelayanan fiskus, pelaksanaan sensus

210
pajak nasional, sosialisasi perpajakan, dan sanksi pajak berpengaruh positif signifikan terhadap
kepatuhan wajib pajak. dalam uji moderasi, kondisi keuangan wajib pajak dan preferensi risiko tidak
mampu mempengaruhi hubungan kualitas pelayanan fiskus, pelaksanaan sensus pajak nasional,
sosialisasi perpajakan, dan sanksi pajak terhadap kepatuhan wajib pajak.
Kartika (2015) melakukan penelitian mengenai Pengaruh Pemahaman Peraturan Pajak dan
Pelayanan Aparat Pajak Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Dengan Preferensi Risiko Sebagai Variabel
Moderasi (Studi Kasus Pada UMKM Yang Terdaftar Di KPP Pratama Demak). Variabel bebas yang
digunakan yaitu pemahaman peraturan pajak dan pelayanan aparat pajak, variabel terikat yang
digunakan yaitu kepatuhan wajib pajak dan variabel moderasi yang digunakan yaitu preferensi risiko.
Alat analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis regresi linier berganda. Hasil dari
penelitian ini menunjukkan bahwa secara parsial variabel pemahaman peraturan pajak dan pelayanan
aparat pajak berpengaruh secara signifikan dan positif terhadap kepatuhan wajib pajak UMKM.
Preferensi risiko tidak dapat memoderasi hubungan antara pemahaman peraturan pajak dengan
kepatuhan wajib pajak dan pelayanan aparat pajak dengan kepatuhan wajib pajak.
Lubab (2016) melakukan penelitian mengenai Sikap dan Perilaku Kepatuhan Wajib Pajak
Orang Pribadi di Kota Semarang: dengan Kondisi Keuangan dan Preferensi Risiko Sebagai Variabel
Moderating. Variabel bebas yang digunakan yaitu pengetahuan dan pemahaman wajib pajak tentang
peraturan perpajakan dan kesadaran perpajakan, variabel terikat yang digunakan yaitu kepatuhan wajib
pajak dan variabel moderasi yang digunakan yaitu kondisi keuangan dan preferensi risiko. Alat analisis
yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis regresi linier berganda. Hasil dari penelitian ini
menunjukkan bahwa sikap wajib pajak tentang peraturan perpajakan berpengaruh positif terhadap
kepatuhan wajib pajak. Variabel kondisi keuangan wajib pajak juga berperan sebagai pure moderator
yang memperkuat maupun memperlemah hubungan antara variabel dependen dengan variabel
independen. Namun untuk preferensi risiko tidak dapat memoderasi hubungan antara sikap wajib pajak
dan kepatuhan wajib pajak. Implikasi dari penelitian ini menunjukkan rendahnya tingkat kepatuhan
wajib pajak di Indonesia khususnya di Kota Semarang. Sosialisasi untuk meningkatkan kepatuhan
dapat dilakukan melalui iklan di televisi, radio maupun surat kabar. Direktorat Jenderal Pajak juga
perlu secara berkala mengadakan acara yang mendidik serta menghibur masyarakat agar memiliki
kesadaran untuk membayar kewajiban perpajakan.
Liana (2016) melakukan penelitian mengenai Pengaruh Pemahaman Peraturan Pajak terhadap
Kepatuhan Wajib Pajak dengan Preferensi Risiko sebagai Variabel Moderating pada KPP Pratama
Bekasi Barat. Variabel bebas yang digunakan yaitu pemahaman peraturan pajak, variabel terikat yang
digunakan yaitu kepatuhan wajib pajak dan variabel moderasi yang digunakan yaitu preferensi risiko.
Alat analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis regresi linier berganda. Hasil dari
penelitian ini menunjukkan bahwa pemahaman tentang peraturan pajak berpengaruh terhadap
kepatuhan Wajib Pajak dengan nilai signifikan sebesar 0.000 < 0,05. Preferensi risiko tidak
berpengaruh terhadap kepatuhan Wajib Pajak dengan nilai signifikan sebesar 0.010 > 0,05. Demikian
juga preferensi risiko tidak berpengaruh signifikan dan tidak dapat memoderasi hubungan antara
pemahaman tentang peraturan pajak dengan kepatuhan Wajib Pajak dengan nilai signifikan sebesar
0.279 > 0,05. Pada penelitian ini Wajib Pajak yang diteliti cenderung menerima risiko dan hal tersebut
menyebabkan preferensi risiko tidak memoderasi hubungan antara variabel pemahaman peraturan
perpajakan dengan kepatuhan Wajib Pajak.
Septiani (2016) melakukan penelitian mengenai Pengaruh Sanksi Pajak dan Pelayanan Aparat
Pajak Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak dengan Preferensi Risiko Sebagai Variabel Moderasi. Variabel
bebas yang digunakan yaitu sanksi pajak dan pelayanan aparat pajak, variabel terikat yang digunakan
yaitu kepatuhan wajib pajak dan variabel moderasi yang digunakan yaitu preferensi risiko. Alat analisis
yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis regresi linier berganda. Hasil dari penelitian ini
menunjukkan bahwa sanksi pajak berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak. Namun pelayanan

211
petugas pajak dan preferensi risiko tidak berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak. Preferensi risiko
sebagai variabel moderasi tidak berpengaruh dan tidak dapat memoderasi hubungan antara sanksi pajak
dengan kepatuhan wajib pajak serta hubungan antara pelayanan petugas pajak dengan kepatuhan wajib
pajak.
Subekti (2016) melakukan penelitian mengenai Faktor-Faktor Yang Berpengaruh Terhadap
Kepatuhan Wajib Pajak dengan Preferensi Risiko Sebagai Variabel Pemoderasi (Studi Kasus Pada
Wajib Pajak Badan Hotel di DIY). Variabel bebas yang digunakan yaitu efektifitas sistem perpajakan,
kualitas pelayanan fiskus, sanksi pajak, dan pengetahuan peraturan perpajakan, variabel terikat yang
digunakan yaitu kepatuhan wajib pajak dan variabel moderasi yang digunakan yaitu preferensi risiko.
Alat analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis regresi linier berganda. Hasil dari
penelitian ini menunjukkan bahwa 1) persepsi atas efektivitas sistem perpajakan berpengaruh positif
signifikan terhadap kepatuhan wajib pajak, 2) kualitas pelayanan fiskus tidak berpengaruh terhadap
kepatuhan wajib pajak, 3) sanksi pajak tidak berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak, 4)
pengetahuan peraturan perpajakan berpengaruh negatif signifikan terhadap kepatuhan wajib pajak, 5)
kualitas pelayanan fiskus yang diperlemah dengan preferensi risiko tidak berpengaruh terhadap
kepatuhan wajib pajak.
Srimindarti (2017) melakukan penelitian mengenai Pengaruh Sanksi Pajak, Pelayanan Aparat
Pajak, dan Pemahaman Peraturan Pajak Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak dengan Preferensi Risiko
Sebagai Variabel Moderasi (Studi Kasus Pada UMKM yang Terdaftar di KPP Pratama Semarang
Barat). Variabel bebas yang digunakan yaitu sanksi pajak, pelayanan aparat pajak, dan pemahaman
peraturan pajak, variabel terikat yang digunakan yaitu kepatuhan wajib pajak dan variabel moderasi
yang digunakan yaitu preferensi risiko. Alat analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah
analisis regresi linier berganda. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa sanksi pajak berpengaruh
positif dan signifikan terhadap kepatuhan Wajib Pajak, pelayanan aparat pajak berpengaruh negatif
terhadap kepatuhan Wajib Pajak, Pemahaman aturan pajak berpengaruh positif dan signifikan terhadap
kepatuhan Wajib Pajak, Preferensi Risiko dapat memoderasi pengaruh sanksi pajak terhadap kepatuhan
Wajib Pajak, Preferensi Risiko dapat memoderasi pengaruh pelayanan aparat pajak terhadap
Kepatuhan Wajib Pajak, dan Preferensi Risiko dapat memoderasi pengaruh pemahaman peraturan
pajak terhadap kepatuhan Wajib Pajak.
Ismawati (2017) melakukan penelitian mengenai Pengaruh Pemahaman Peraturan Perpajakan,
Kualitas Pelayanan Fiskus, Sanksi Pajak, dan Tax Amnesty Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak dengan
Preferensi Risiko Sebagai Variabel Moderasi (Studi Pada KPP Pratama Kota Kudus). Variabel bebas
yang digunakan yaitu pemahaman peraturan perpajakan, kualitas pelayanan fiskus, sanksi pajak, dan
tax amnesty, variabel terikat yang digunakan yaitu kepatuhan wajib pajak dan variabel moderasi yang
digunakan yaitu preferensi risiko. Alat analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis
regresi linier berganda. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa preferensi risiko dapat
memoderasi pengaruh antara tax amnesty terhadap kepatuhan wajib pajak. Namun preferensi risiko
tidak dapat memoderasi pengaruh antara pemahaman peraturan perpajakan, kualiatas pelayanan fiskus,
dan sanksi perpajakan.
Hariyani (2017) melakukan penelitian mengenai Pengaruh Pemahaman Peraturan Perpajakan
Terhadap Kepatuhan Formal Wajib Pajak dengan Preferensi Risiko Sebagai Variabel Moderating.
Variabel bebas yang digunakan yaitu pemahaman peraturan perpajakan, variabel terikat yang
digunakan yaitu kepatuhan wajib pajak dan variabel moderasi yang digunakan yaitu preferensi risiko.
Alat analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis regresi linier berganda. Hasil dari
penelitian ini menunjukkan bahwa pengaruh pemahaman peraturan perpajakan berpengaruh signifikan
terhadap kepatuhan formal wajib pajak orang pribadi karyawan, non karyawan dan wajib pajak badan.
Akan tetapi preferensi risiko berpengaruh tidak signifikan terhadap kepatuhan formal wajib pajak
orang pribadi karyawan dan non karyawan, sedangkan untuk wajib pajak badan variabel moderating

212
pada penelitian ini yaitu preferensi risiko berpengaruh signifikan terhadap kepatuhan formal wajib
pajak badan. Demikian juga dengan pengaruh preferensi risiko terhadap hubungan antara pemahaman
peraturan perpajakan dengan kepatuhan formal wajib pajak orang pribadi karyawan dan non karyawan
berpengaruh tidak signifikan dan tidak dapat memoderasi hubungan antara kedua variabel tersebut,
sedangkan pengaruh preferensi risiko terhadap hubungan antara pemahaman peraturan perpajakan
dengan kepatuhan formal wajib pajak badan berpengaruh signifikan dan dapat memoderasi hubungan
antara kedua variabel tersebut.
Sulistiyani (2017) melakukan penelitian mengenai Pengaruh Sanksi Pajak, Pelayanan Aparat
Pajak, dan Pemahaman Peraturan Pajak Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak dengan Preferensi Risiko
Sebagai Variabel Moderasi (Studi Kasus pada UMKM yang terdaftar di KPP Pratama Semarang
Barat). Variabel bebas yang digunakan yaitu sanksi pajak, pelayanan aparat pajak, dan pemahaman
peraturan pajak, variabel terikat yang digunakan yaitu kepatuhan wajib pajak dan variabel moderasi
yang digunakan yaitu preferensi risiko. Alat analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah
analisis regresi linier berganda. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa Sanksi Pajak
berpengaruh positif dan signifikan terhadap Kepatuhan Wajib Pajak, pelayanan aparat pajak
berpengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap Kepatuhan Wajib Pajak, Pemahaman Peraturan
pajak berpengaruh positif dan signifikan terhadap Kepatuhan Wajib Pajak, Preferensi Risiko
Memoderasi Sanksi Pajak terhadap Kepatuhan Wajib Pajak, Preferensi Risiko Memoderasi Pelayanan
Aparat Pajak Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak dan Preferensi Risiko Memoderasi Pemahaman
Peraturan Pajak Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak.
Susanti (2017) melakukan penelitian mengenai Determinan Kepatuhan Wajib Pajak UKM
dengan Preferensi Risiko Sebagai Variabel Pemoderasi (Studi Kasus UKM di Kecamatan Semarang
Selatan). Variabel bebas yang digunakan yaitu pemahaman wajib pajak, pelayanan aparat pajak dan
sanksi perpajakan, variabel terikat yang digunakan yaitu kepatuhan wajib pajak dan variabel moderasi
yang digunakan yaitu preferensi risiko. Alat analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah
analisis regresi linier berganda. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa pelayanan aparat pajak
dan preferensi risiko tidak berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak UKM. Pemahaman wajib
pajak dan sanksi perpajakan berpengaruh terhadap kepatuhan wajib UKM. Preferensi Risiko tidak
memoderasi pengaruh antara variabel pemahaman wajib pajak, pelayanan aparat pajak dan sanksi
perpajakan terhadap kepatuhan wajib pajak UKM.
Aziz (2018) melakukan penelitian mengenai Pengaruh Pemahaman Peraturan Perpajakan
Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak dengan Preferensi Risiko Sebagai Variabel Moderating (Studi
Empiris Pada Wp Op Di Kpp Pratama Singosari). Variabel bebas yang digunakan yaitu pemahaman
peraturan perpajakan, variabel terikat yang digunakan yaitu kepatuhan wajib pajak, dan variabel
moderasi yang digunakan yaitu preferensi risiko. Alat analisis yang digunakan dalam penelitian ini
adalah analisis regresi linier berganda. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa berdasarkan hasil
analisis dapat dikemukakan beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1) Hasil uji F menunjukkan bahwa
variabel Zscore: Memahami Peraturan Wajib Pajak, Zscore: Preferensi Risiko dan ABSX1_X2 secara
bersamaan atau simultan mempengaruhi kepatuhan wajib pajak. 1) Hasil uji t menunjukkan bahwa
untuk variabel Zscore: Pemahaman Peraturan Wajib Pajak secara parsial tidak berpengaruh pada
kepatuhan wajib pajak. 2) Zscore: Preferensi Risiko secara parsial mempengaruhi kepatuhan wajib
pajak. 3) variabel preferensi risiko dapat memoderasi Pemahaman tentang Peraturan Wajib Pajak
terhadap kepatuhan wajib pajak.

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS


3.1 Kerangka Pemikiran
Teori kepatuhan (compliance theory) merupakan teori yang menjelaskan suatu kondisi dimana
seseorang taat terhadap perintah atau aturan yang diberikan. Kepatuhan wajib pajak dapat didefinisikan

213
sebagai suatu keadaan saat wajib pajak berusaha memahami dan melaksanakan kewajibannya sesuai
aturan yang ditetapkan dan berdasarkan peraturan undang-undang yang berlaku. Hubungan antara teori
kepatuhan (compliance theory) dengan kepatuhan wajib pajak adalah teori kepatuhan (compliance
theory) tersebut merupakan teori yang menjelaskan suatu kondisi dimana seseorang taat terhadap
perintah atau aturan yang diberikan, sedangkan kepatuhan wajib pajak merupakan keadaan dimana wajib
pajak dapat memenuhi kewajibannya dan memiliki haknya dalam membayar pajak, sehingga bisa
dikatakan bahwa hubungan teori kepatuhan dengan kepatuhan wajib pajak sangat erat. Teori lain yang
berhubungan dengan kepatuhan wajib pajak yaitu teori atribusi, teori pembelajaran sosial, dan teori
prospek.
Hubungan teori atribusi dengan kepatuhan wajib pajak adalah bahwa seseorang dalam
menentukan perilaku patuh atau tidak patuh dalam memenuhi kewajiban perpajakannya dipengaruhi
oleh faktor internal yaitu preferensi risiko wajib pajak serta pengetahuan dan pemahaman wajib pajak
tentang peraturan perpajakan serta faktor eksternal yaitu kualitas pelayanan yang diberikan oleh kantor
pajak serta sanksi pajak yang akan diberikan. Hubungan teori pembelajaran sosial dengan kepatuhan
wajib pajak adalah dapat menjelaskan perilaku wajib pajak dalam memenuhi kewajibannya membayar
pajak apabila orang tersebut secara langsung mengamati bahwa uang pajak yang dibayarnya telah
terkontribusi dalam pembangunan yang ada disekitarnya. Hubungan teori prospek dengan kepatuhan
wajib pajak adalah teori ini menjelaskan mengenai preferensi risiko dapat mempengaruhi kepatuhan
wajib pajak. Jika seorang wajib pajak mampu menolak risiko yang muncul dan menghadapi risiko
tersebut maka tingkat preferensinya tinggi. Wajib pajak yang mempunyai tingkat risiko yang tinggi
maka dapat mempengaruhi kepatuhan wajib pajak (Aryobimo, 2012 ; Julianti, 2014).
Berbagai teori yang telah dipaparkan diatas, peneliti mengangkat judul tentang pengaruh
pemahaman peraturan perpajakan, kualitas pelayanan fiskus, dan sanksi pajak terhadap kepatuhan wajib
pajak dengan preferensi risiko sebagai variabel moderasi. Adapun tujuan penelitian ini yaitu untuk
mengetahui apakah pemahaman peraturan perpajakan, kualitas pelayanan fiskus, dan sanksi pajak dapat
mempengaruhi kepatuhan wajib pajak serta apakah hubungan pemahaman peraturan perpajakan, kualitas
pelayanan fiskus, dan sanksi pajak terhadap kepatuhan wajib pajak orang pribadi dapat dimoderasi oleh
preferensi risiko.
Kepatuhan wajib pajak dapat didefinisikan sebagai suatu keadaan saat wajib pajak berusaha
memahami dan melaksanakan kewajibannya sesuai aturan yang ditetapkan dan berdasarkan peraturan
undang-undang yang berlaku. Terdapat dua macam kepatuhan wajib pajak yaitu kepatuhan formal dan
kepatuhan material (Asbar, 2015).
Pemahaman peraturan perpajakan adalah suatu proses dimana wajib pajak memahami dan
mengetahui tentang peraturan dan undang-undang serta tata cara perpajakan dan menerapkannya untuk
melakukan kegiatan perpajakan seperti, membayar pajak, melaporkan SPT, dan sebagainya
(Adiasa,2013 ; Erlina, 2017).
Pelayanan berkualitas adalah pelayanan yang dapat memberikan kepuasan kepada wajib pajak
dan tetap dalam batas memenuhi standar pelayanan yang dapat dipertanggungjawabkan serta harus
dilakukan secara terus-menerus atau berkala.
Sanksi perpajakan merupakan jaminan bahwa ketentuan peraturan perundang-undangan
perpajakan akan dituruti/dipatuhi, dengan kata lain sanksi perpajakan merupakan alat pencegah agar wajib
pajak tidak melanggar norma perpajakan (Mardiasmo, 2016:62).
Menurut Torgler (2003) keputusan seorang wajib pajak dapat dipengaruhi oleh perilakunya
terhadap risiko yang dihadapi. Wajib pajak yang mempunyai tingkat risiko yang tinggi maka akan
mempengaruhi kepatuhan wajib pajak
Dalam penelitian ini, maka dapat disajikan kerangka pemikiran tentang pemahaman peraturan
perpajakan, kualitas pelayanan fiskus, dan sanksi pajak terhadap kepatuhan wajib pajak dengan
preferensi risiko sebagai variabel moderasi.

214
Gambar 3.1
Kerangka Pemikiran

Analisis dampak pemahaman peraturan perpajakan, kualitas pelayanan fiskus, dan sanksi pajak
terhadap kepatuhan wajib pajak dengan preferensi risiko sebagai variabel moderasi.

Preferensi Risiko
(Variabel Moderasi)

Pemahaman Peraturan
H5 H6 H7 H4
Perpajakan (X1)
H1
Kepatuhan Wajib
Kualitas Pelayanan H2
Pajak (Y)
Fiskus (X2)

Sanksi Pajak (X3) H3

Sumber : Hasil pemikiran peneliti (2018)

3.2 Hipotesis Penelitian


3.2.1 Pengaruh Pemahaman Peraturan Perpajakan terhadap Kepatuhan
Wajib Pajak
Pemahaman peraturan perpajakan adalah suatu proses dimana wajib pajak memahami dan
mengetahui tentang peraturan dan undang-undang serta tata cara perpajakan. Semakin tinggi tingkat
pengetahuan dan pemahaman wajib pajak terhadap peraturan perpajakan, maka kepatuhan wajib
pajak akan meningkat. Penelitian Adiasa (2013) menunjukkan bahwa pemahaman peraturan pajak
berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak. Hasil penelitian tersebut sesuai dengan penelitian
Julianti (2014), Kartika (2015), Suntono (2015), Liana (2016), Lubab (2016), Oktaviani (2017),
Srimindarti (2017), dan Sulistiyani (2017) yaitu pemahaman peraturan perpajakan berpengaruh positif
terhadap kepatuhan wajib pajak.
Berdasarkan hal tersebut dapat diduga :
H1 : Pemahaman Peraturan Perpajakan berpengaruh positif terhadap
Kepatuhan Wajib Pajak

215
3.2.2 Pengaruh Kualitas Pelayanan Fiskus terhadap Kepatuhan Wajib Pajak
Kepatuhan wajib pajak dalam memenuhi kewajibannya membayar pajak berhubungan erat
dengan kualitas pelayanan yang diberikan aparat pajak kepada wajib pajak. Oleh karena itu, kualitas
pelayanan pajak yang diberikan oleh aparat pajak akan dapat berpengaruh terhadap kepatuhan wajib
pajak. Semakin baik kualitas pelayanan yang diberikan semakin baik juga tingkat kepatuhan wajib
pajak. Hal ini sesuai dengan penelitian Aryobimo (2012), Annisa (2013), Julianti (2014), Syamsudin
(2014), Ardyanto (2014), Hidayat (2015), Kartika (2015), Suntono (2015), dan Erlina (2017) yang
menyatakan bahwa pelayanan aparat pajak berpengaruh positif terhadap kepatuhan wajib pajak.
Berdasarkan hal tersebut dapat diduga :
H2 : Kualitas Pelayanan Fiskus berpengaruh positif terhadap Kepatuhan
Wajib Pajak

3.2.3 Pengaruh Sanksi Pajak terhadap Kepatuhan Wajib Pajak


Sanksi perpajakan merupakan salah satu upaya pemerintah untuk mengikat wajib pajak akan
tanggungjawabnya. Dalam hal ini pengenaan sanksi perpajakan bertujuan untuk menciptakan
kepatuhan wajib pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakannya. Penelitian yang dilakukan oleh
Ardyanto (2014) menjelaskan semakin tinggi atau beratnya sanksi, maka akan semakin merugikan
wajib pajak sehingga sanksi perpajakan berpengaruh positif terhadap tingkat kepatuhan wajib pajak
dalam membayar pajak. Hasil penelitian tersebut sesuai dengan penelitian Jatmiko (2006), Septiani
(2016), Oktaviani (2017), Sulistiyani (2017).
Berdasarkan hal tersebut dapat diduga :
H3 : Sanksi Pajak berpengaruh positif terhadap Kepatuhan Wajib Pajak

3.2.4 Pengaruh Preferensi Risiko Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak


Menurut Torgler (2003) keputusan seorang wajib pajak dapat dipengaruhi oleh perilakunya
terhadap risiko yang dihadapi. Preferensi risiko seseorang merupakan salah satu komponen dari
beberapa teori yang berhubungan dengan pengambilan keputusan termasuk teori kepatuhan pajak
seperti teori rasionalitas dan teori prospek. Penelitian yang dilakukan Ardyanto dan Utaminingsih
(2014), Annisa (2013), Syamsudin (2014), Sulistiyani (2017), dan Aziz (2018) menyatakan bahwa
preferensi risiko berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak. Artinya jika seorang wajib pajak
mampu menolak risiko yang muncul dan menghadapi risiko tersebut maka tingkat preferensinya tinggi.
Preferensi risiko yang tinggi adalah keadaan dimana seorang wajib pajak akan menghadapi risiko yang
berkaitan dengan kemungkinan membayar pajak atau risiko-risiko lainnya. Semakin tinggi
kecenderungan dalam menghadapi risiko seorang wajib pajak maka akan semakin berpengaruh positif
tehadap kepatuhan wajib pajak (Adiasa, 2013).
Berdasarkan hal tersebut dapat diduga :
H4 : Preferensi Risiko berpengaruh positif terhadap Kepatuhan Wajib Pajak

3.2.5 Pengaruh Pemahaman Peraturan Perpajakan Terhadap Kepatuhan


Wajib Pajak dengan Preferensi Risiko Sebagai Variabel Moderasi
Pemahaman wajib pajak adalah pemahaman terhadap sistem pemungutan pajak yang ada di
Indonesia dan segala macam peraturan peraturan perpajakan yang berlaku (Pranadata, 2014). Sistem
pemungutan pajak di Indonesia adalah sistem self assessment. Wajib pajak cenderung akan lebih
mematuhi peraturan perpajakannya apabila memiliki pengetahuan yang tinggi mengenai peraturan
perpajakan.
Penelitian Adiasa (2013) menunjukkan bahwa pemahaman peraturan pajak berpengaruh
terhadap kepatuhan wajib pajak. Semakin tinggi tingkat pengetahuan dan pemahaman wajib pajak

216
terhadap peraturan perpajakan, maka semakin kecil kemungkinan wajib pajak untuk melanggar
peraturan tersebut sehingga meningkatkan tingkat kepatuhan wajib pajak.
Preferensi resiko adalah resiko apa yang nantinya akan mempengaruhi pemahaman wajib
pajak terhadap kepatuhannya dalam membayar pajak. Ketika wajib pajak mengetahui risiko apa yang
akan dihadapinya maka mereka yang akan menentukan apakah membayar pajak atau tidak membayar
pajak, hal tersebut karena preferensi risiko adalah pemilihan risiko yang akan ditanggung oleh wajib
pajak itu sendiri. Wajib pajak senantiasa akan semakin patuh terhadap kewajiban perpajakannya
apabila dimoderasi oleh risiko yang ada pada diri wajib pajak tersebut. Semakin tinggi kecenderungan
dalam menghadapi risiko seorang wajib pajak maka akan semakin berpengaruh positif tehadap
kepatuhan wajib pajak (Kartika, 2015).
Berdasarkan hal tersebut dapat diduga :
H5 : Preferensi risiko memoderasi hubungan antara pemahaman peraturan
perpajakan terhadap kepatuhan wajib pajak.

3.2.6 Pengaruh Kualitas Pelayanan Fiskus Terhadap Kepatuhan Wajib


Pajak dengan Preferensi Risiko Sebagai Variabel Moderasi
Pelayanan adalah suatu proses tindakan untuk memenuhi kebutuhan seseorang melalui
aktivitas yang dilakukan orang lain secara langsung. Sedangkan fiskus atau aparat pajak adalah orang
yang melakukan pelayanan pajak pada wajib pajak mengenai perpajakan. Adanya pelayanan fiskus
yang baik mampu meningkatkan kepatuhan wajib pajak.
Dengan terciptanya kondisi pelayanan yang lebih baik, lebih cepat, dan lebih menyenangkan
bagi wajib pajak, maka akan menimbulkan dampak positif yaitu kerelaan dari wajib pajak dalam
melaksanakan kewajibannya membayar pajak (Kusuma, 2016). Ardyanto (2014) menyatakan bahwa
pelayanan aparat pajak berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak berpengaruh secara positif dan
signifikan terhadap kepatuhan wajib pajak.
Perilaku wajib pajak dalam menghadapi risiko tidak dapat diartikan bahwa wajib pajak
tersebut tidak memenuhi kewajiban pajaknya. Wajib pajak yang memiliki tingkat preferensi risiko
tinggi maka cenderung untuk lebih taat membayar pajak, sedangkan apabila wajib pajak memiliki
tingkat preferensi risiko yang rendah akan cenderung tidak taat dalam membayar pajak (Subekti,
2016).
Aryobimo (2012) membuktikan bahwa variabel preferensi risiko berpengaruh secara positif
dan signifikan terhadap hubungan variabel antara pelayanan aparat pajak dengan variabel kepatuhan
wajib pajak.
Berdasarkan hal tersebut dapat diduga :
H6 : Preferensi risiko memoderasi hubungan antara kualitas pelayanan
fiskus terhadap kepatuhan wajib pajak.

3.2.7 Pengaruh Sanksi Pajak Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak dengan


Preferensi Risiko Sebagai Variabel Moderasi
Sanksi perpajakan merupakan jaminan bahwa ketentuan peraturan perundang-undangan
perpajakan akan dituruti/dipatuhi, dengan kata lain sanksi perpajakan merupakan alat pencegah agar wajib
pajak tidak melanggar norma perpajakan (Mardiasmo, 2016). Semakin tinggi atau beratnya sanksi, maka
akan semakin merugikan wajib pajak. Wajib pajak akan memenuhi kewajiban perpajakannya karena
sanksi perpajakan cenderung memberikan banyak kerugian kepada mereka, hal tersebut berarti bahwa
sanksi perpajakan berpengaruh positif terhadap kepatuhan wajib pajak.
Perilaku wajib pajak dalam menghadapi risiko tidak dapat diartikan bahwa wajib pajak
tersebut tidak akan memenuhi kewajiban perpajakannya (Aryobimo, 2012). Pelaksanaan sanksi
perpajakan secara tegas yang dianggap merugikan wajib pajak dapat diperkuat dengan adanya

217
preferensi risiko, sehingga wajib pajak yang memiliki tingkat preferensi risiko tinggi cenderung akan
lebih memilih untuk patuh melaksanakan kewajiban perpajakannya.
Sedangkan apabila seorang wajib pajak memiliki tingkat risiko yang rendah dalam kehidupan
wajib pajak itu sendiri maka wajib pajak tersebut justru cenderung untuk lebih tidak taat dalam
membayar pajak. Oleh sebab itu, sanksi perpajakan berpengaruh terhadap tingkat kepatuhan wajib
pajak (Kusuma, 2016). Semakin tinggi risiko seseorang maka semakin berusaha untuk menghindari
sanksi pajak dengan memenuhi kewajibannya dalam membayar pajak.
Berdasarkan hal tersebut dapat diduga :
H7 : Preferensi risiko memoderasi hubungan antara sanksi pajak terhadap
kepatuhan wajib pajak.

BAB IV METODE PENELITIAN


4.1 Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Denpasar Timur yang beralamat di
Jalan Kapten Tantular No. 4, Renon, Denpasar.

4.2 Obyek Penelitian


Obyek yang menjadi kajian dalam penelitian ini adalah pemahaman peraturan perpajakan,
kualitas pelayanan fiskus, sanksi pajak dan preferensi risiko pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama
Denpasar Timur.

4.3 Jenis Penelitian


Penelitian ini merupakan penelitian survey yaitu dimana informasi dikumpulkan dari responden
dengan menggunakan kuisioner dengan memakai suatu teknik pengumpulan informasi yang dilakukan
dengan cara menyusun daftar pertanyaan yang diajukan kepada responden. Dengan teknik pengumpulan
data seperti itu diharapkan pengumpulan data akan lebih cepat.

4.4 Identifikasi Variabel


Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
1. Variabel Independen
Variabel independen (variabel bebas) adalah variabel yang mempengaruhi atau menjadi
sebab perubahannya atau timbulnya variabel terikat (Sugiyono,2016). Dalam penelitian ini variabel
independen adalah pemahaman peraturan perpajakan (X1), kualitas pelayanan fiskus (X2), dan sanksi
pajak (X3).
2. Variabel Dependen
Variabel dependen (variabel terikat) adalah variabel yang mempengaruhi atau menjadi
akibat, karena adanya variabel bebas (Sugiyono, 2016). Dalam penelitian ini variabel dependen
adalah kepatuhan wajib pajak (Y).
3. Variabel Moderasi
Variabel moderasi adalah variabel yang mempengaruhi (memperkuat atau memperlemah)
hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen. (Sugiono, 2016). Dalam penelitian
ini variabel moderasi adalah preferensi risiko.

4.5 Definisi Operasional Variabel


1. Kepatuhan Wajib Pajak (Y)
Kepatuhan wajib pajak dapat didefinisikan sebagai suatu keadaan saat wajib pajak berusaha
memahami dan melaksanakan kewajibannya sesuai aturan yang ditetapkan dan berdasarkan peraturan

218
undang-undang yang berlaku. Menurut Widayati dan Nurlis (2010) meliputi 5 indikator variabel
kepatuhan wajib pajak, yaitu :
1. Kepatuhan dalam kepemilikan NPWP
2. Kepatuhan dalam mengisi formulir pajak dengan benar
3. Kepatuhan dalam menghitung pajak dengan jumlah yang benar
4. Kepatuhan dalam membayar pajak tepat waktu,
5. Kepatuhan dalam melaporkan SPT dengan baik dan benar
2. Pemahaman Peraturan Perpajakan (X1)
Variabel independen pertama penelitian ini adalah pemahaman peraturan perpajakan.
Pemahaman peraturan perpajakan adalah suatu proses dimana wajib pajak memahami dan
mengetahui tentang peraturan dan undang-undang serta tata cara perpajakan dan menerapkannya
untuk melakukan kegiatan perpajakan. Variabel ini diukur dengan instrumen yang terdiri dari 5
pertanyaan kepatuhan wajib pajak. Indikator variabel menurut Jatmiko (2006) tersebut yaitu :
1. Mengetahui dan berusaha memahami Undang-undang perpajakan
2. Pengetahuan dan pemahaman mengenai hak dan kewajiban sebagai wajib pajak
3. Pengetahuan dan pemahaman mengenai sanksi perpajakan
4. Pengetahuan dan pemahaman mengenai PTKP, PKP, dan tarif pajak
5. Wajib pajak mengetahui dan memahami peraturan perpajakan melalui sosialisasi yang dilakukan
oleh KPP
3. Kualitas Pelayanan Fiskus (X2)
Variabel independen kedua penelitian ini adalah kualitas pelayanan fiskus. Pelayanan adalah
suatu proses tindakan untuk memenuhi kebutuhan seseorang melalui aktivitas yang dilakukan orang
lain secara langsung. Sedangkan fiskus atau aparat pajak adalah orang yang melakukan pelayanan
pajak pada wajib pajak mengenai perpajakan. Menurut Kusuma (2016), variabel ini diukur dengan
instrumen yang terdiri dari 5 indikator yaitu:
1. Kehandalan (reliability)
2. Daya tanggap (responsiveness)
3. Jaminan (assurances)
4. Empati (empathy)
5. Bukti fisik (tangibles)
4. Sanksi Pajak (X3)
Variabel independen ketiga penelitian ini adalah sanksi pajak. Sanksi perpajakan merupakan
jaminan bahwa ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan akan dituruti/dipatuhi, dengan
kata lain sanksi perpajakan merupakan alat pencegah agar wajib pajak tidak melanggar norma perpajakan
(Mardiasmo, 2016). Menurut Arum (2012), variabel ini diukur dengan instrumen yang terdiri dari 5
indikator yaitu :
1. Sanksi pajak sangat diperlukan agar tercipta kedisiplinan Wajib Pajak dalam memenuhi kewajiban
perpajakan
2. Pengenaan sanksi harus dilaksanakan dengan tegas kepada semua Wajib Pajak yang melakukan
pelanggaran
3. Sanksi yang diberikan kepada Wajib Pajak harus sesuai dengan besar kecilnya pelanggaran yang
sudah dilakukan
4. Penerapan sanksi pajak harus sesuai dengan ketentuan yang berlaku
5. Semakin berat sanksi,maka akan semakin patuh membayar pajak
5. Preferensi Risiko (Variabel Moderasi)
Variabel moderasi penelitian ini adalah preferensi risiko. Preferensi risiko seseorang
merupakan salah satu komponen dari beberapa teori yang berhubungan dengan pengambilan

219
keputusan termasuk teori kepatuhan pajak seperti teori rasionalitas dan teori prospek. Menurut
Jatmiko (2006), variabel ini diukur dengan instrumen yang terdiri dari 5 indikator yaitu :
1. Risiko keuangan
2. Risiko kesehatan
3. Risiko sosial
4. Risiko pekerjaan
5. Risiko keselamatan
Dari masing-masing pertanyaan diatas semua menggunakan teknik pengukuran skala likert
dengan pola sebagai berikut :
a. Sangat setuju, diberi skor 5
b. Setuju, diberi skor 4
c. Netral, diberi skor 3
d. Tidak setuju, diberi skor 2
e. Sangat tidak setuju, diberi skor 1

4.6 Jenis dan Sumber Data


1. Jenis Data
Data kualitatif, yaitu data yang dinyatakan dalam bentuk kata, kalimat, skema dan gambar
(Sugiono, 2016). Data kuantitatif yaitu data yang berbentuk angka (Sugiono,2016). Data kuantitatif
dalam penelitian ini angka dalam skala likert.
2. Sumber data
Sumber data dari penelitian ini adalah data primer. Data primer adalah data yang diperoleh
langsung dari sumbernya, diamati, dan dicatat untuk pertama kalinya (Sugiono,2016). Data primer
dalam penelitian ini adalah hasil pengisian kuisioner oleh responden dari sumber-sumber luar
(Sugiono,2016). Data sekunder dalam penelitian ini adalah data yang diperoleh dari Kantor
Pelayanan Pajak Denpasar Timur mengenai jumlah wajib pajak orang pribadi tahun 2017 dan sejarah
berdirinya Kantor Pelayanan Pajak Denpasar Timur.

4.7 Populasi dan Sampel


Populasi adalah wilayah generalisasi yang berdiri atas objek atau subjek yang mempunyai
kualitas dari karakteristik tertentu yang dapat ditetapkan oleh penelitian untuk dipelajari dan kemudian
ditarik kesimpulannya (Sugiono,2016). Populasi dalam penelitian ini adalah jumlah wajib pajak orang
pribadi yang terdaftar di KPP Pratama Denpasar Timur tahun 2017 yaitu sebanyak 85.781 orang.
Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut
(Sugiono,2016). Metode penentuan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
accidental sampling yang diambil dengan menggunakan rumus Slovin yaitu sebanyak 100 orang.

4.8 Metode Penentuan Sampel


Metode penentuan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode accidental
sampling, yaitu teknik penentuan sampel berdasarkan kebetulan, yaitu siapa saja yang secara kebetulan
ditemui peneliti dapat digunakan sebagai sampel. Bila dipandang orang yang kebetulan ditemui cocok
sebagai sumber data (Sugiono,2016).
Jumlah sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah sejumlah yang diambil sebagai
sampel diperoleh berdasarkan penghitungan penentuan sampel dengan menggunakan rumus Slovin
(Husein, 2008), yaitu :
n= …………………. (1)
Keterangan :

220
n = Jumlah anggota sampel
N = Jumlah anggota populasi
e = Nilai kritis (batas ketelitian 0,1)
Perhitungan sampel :
n=
n = 99,88 = 100 orang (dibulatkan)

4.9 Responden Penelitian


Responden dalam penelitian ini adalah wajib pajak orang pribadi yang terdaftar di KPP Pratama
Denpasar Timur. Setiap responden mengisi data kuisioner dan menjawab setiap pertanyaan yang ada
dalam kuisioner.

4.10 Metode Pengumpulan Data


Metode pengumpulan data dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan kuisioner, yaitu
teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberi seperangkat pertanyaan tertulis kepada
responden diberi nilai atau skor dengan menggunakan skala likert, dimana responden diberikan
kebebasan untuk menentukan pendapat pada kuisioner tersebut (Sugiono,2016).

4.11 Teknik Analisis Data


4.11.1 Uji Instrumen
Kesungguhan instrumen dalam menjawab kuisioner dalam penelitian ini merupakan hal yang
sangat penting karena validasi suatu hasil penelitian sangat ditentukan oleh alat pengukur instrumen
yang digunakan dan data yang diperoleh. Berdasarkan pertimbangan tersebut, dalam penelitian ini
dilakukan pengujian apakah instrumen dan data penelitian berupa jawaban responden telah dijawab
atau tidak. Pengujian tersebut meliputi pengujian yang validitas dan pengujian realitas.
1. Uji Validitas
Menurut Sugiono (2016), validitas menunjukkan sejauh mana alat ukur tersebut dapat
digunakan untuk mengukur apa yang seharusnya diukur. Pengujian validitas dapat dilakukan
dengan menghitung korelasi antara skor masing-masing butir pernyataan dengan total skor
(analisis pearson correlation) dengan SPSS. Syarat minimum suatu kuisioner untuk memenuhi
validitas adalah jika r lebih besar 0,30 (Sugiono, 2016). Nilai korelasi antar skor item dengan total
item kemudian dibandingkan dengan r kritis (0,30). Jika korelasi item terhadap skor total lebih
besar dari kritis (0,30) maka instrumen penelitian tersebut dikatakan valid.
2. Uji Reliabilitas
Reabilitas atau keandalan instrumen menunjukkan sejauh mana suatu pengukuran dapat
memberikan hasil yang konsisten bila dilakukan pengukuran kembali terhadap gejala yang sama
(Sugiono, 2016). Pengujian reliabilitas pada penelitian ini menggunakan uji statistic Cronbach
alpha dengan bantuan SPSS. Item-tem pernyataan dapat dikatakan reliabel apabila koefisien
Cronbach alpha berada diatas 0,70 (Ghozali,2016).

4.11.2 Uji Asumsi Klasik


Uji asumsi harus dilakukan untuk menguji layak tidaknya model analisis regresi yang
digunakan dalam penelitian. Uji ini meliputi :
1. Uji Normalitas
Uji Normalitas adalah sebuah uji yang dilakukan dengan tujuan untuk menilai sebaran
data pada sebuah kelompok data atau variabel, apakah sebaran data tersebut berdistribusi normal
ataukah tidak. Metode yang dipakai untuk mengetahui kenormalan metode regresi adalah One

221
Sample Kolmogorov-Smirnof test. Distribusi data dinyatakan normal apabila nilai signifikan dari
One Sample Kolmogorov-Smirnof test > 0,05 (Ghozali, 2016).
2. Uji Multikolinearitas
Uji multikolinearitas adalah uji yang dilakukan untuk memastikan apakah di dalam
sebuah model regresi ada ditemukannya korelasi antar variabel bebas atau tidak. Dalam model
regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi diantara variabel bebas. Untuk mengetahui ada
atau tidaknya multikolinearitas maka dapat dilihat dari nilai Tolerance atau Varians Inflation
Faktor (VIF), bila Tolerance > 0,10 atau VIF < 10 berarti tidak terjadi multikolinearitas (Ghozali,
2016).
3. Uji Heteroskedastisitas
Uji Heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi
ketidaksamaan varian dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain atau tidak. Jika
varian dari residual satu ke pengamatan lain tetap maka disebut homokedastisitas dan jika berbeda
disebut heteroskedastisitas. Uji Heteroskedastisitas dalam penelitian ini dilakukan dengan
menggunakan uji Glejser. Apabila nilai signifikansi variabel independen terhadap nilai absolute
residual statistik diatas 0,05 maka dikatakan tidak terjadi heteroskedastisitas (Ghozali, 2016).

4.11.3 Uji Kelayakan Model


Untuk membuktikan ketepatan fungsi regresi sampel dalam menaksirkan nilai aktrual adalah
dengan cara mengukur nilai koefisien determinasi, nilai statistik F, dan nilai statistik t.
1. Koefisien Determinasi (R2)
Uji ini bertujuan untuk mengetahui seberapa besar variabel independen dapat menjelaskan
pergerakkan variabel dependen dalam persamaan atau model yang akan diteliti. Nilai R 2 memiliki
interval 0 sampai 1. Semakin besar nilai R 2 maka model regresi yang menunjukkan variabel
independen secara keseluruhan dapat menjelaskan variasi dari variabel independen. Jika R 2
menunjukkan nilai 0 maka ini menunjukkan bahwa variabel independen sama sekali tidak
memberikan informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi pergerakkan variabel dependen.
Sementara jika R2 menunjukkan nilai 1 berarti variabel independen memberikan semua informasi
yang dibutuhkan untuk memprediksi pergerakkan variabel dependen (Ghozali, 2016).
2. Uji Statistik F
Uji statistik F pada dasarnya menunjukkan apakah semua variabel independen atau bebas
yang dimasukkan dalam metode ini mempunyai pengaruh secara simultan atau secara keseluruhan
terhadap variabel dependen atau terikat. Adapun kriteria pengambilan keputusan yang digunakan
adalah jika profitabilitas ≤ 0,05 maka variabel independen secara simultan atau secara keseluruhan
berpengaruh terhadap variabel dependen (Ghozali, 2016).
3. Uji Statistik t
Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui seberapa jauh pengaruh variabel independen
secara individu atau persial terhadap variabel dependen. Adapun Kriteria Pengujian Hipotesis
adalah jika signifikansi ≤ 0,05, maka H1 diterima artinya variabel independen secara parsial
berpengaruh terhadap variabel dependen , sedangkan jika signifikansi > 0,05, maka H1 ditolak
artinya tidak ada pengaruh variabel independen secara parsial terhadap variabel dependen
(Ghozali, 2016).

4.11.4 Analisis Statistik Deskriptif


Statistik deskriptif dalam penelitian ini disajikan untuk memberikan informasi mengenai
pemahaman peraturan perpajakan, kualitas pelayanan fiskus, dan sanksi pajak serta preferensi risiko
sebagai variabel moderasi. Seluruh variabel dideskripsikan dengan nilai minimum, maksimum, rata-
rata dan simpangan baku (Ghozali,2016).

222
4.11.5 Analisis Faktor
Analisis faktor adalah analisis yang digunakan untuk mereduksi atau meringkas sejumlah
variable menjadi lebih sedikit, namun tidak mengurangi makna dari variabel aslinya (Suyana, 2016).
Jenis analisis faktor yang dipakai dalam penelitian ini adalah analisis faktor eksploratori. Validitas
dalam analisis faktor adalah dengan melihat nilai KMO (Kaiser-Meyer-Olkin) dan Anti-Image ≥ 0,50
maka dikatakan valid.

4.11.6 Analisis Regresi Moderasi (Moderated Regression Analysis)


Dalam penelitian ini digunakan teknik analisis regresi moderasi untuk mengetahui
bagaimana pengaruh pemahaman peraturan perpajakan, kualitas pelayanan fiskus, dan sanksi pajak
terhadap kepatuhan wajib pajak dengan preferensi risiko sebagai variabel moderasi. Model persamaan
regresi moderasi dapat dinyatakan dalam persamaan sebagai berikut (Ghozali,2016) :
Y1 = α + β1X1 + β2X2 + β3X3 + β4Mo + β5 X1*Mo + β6 X2*Mo + β7 X3*Mo + ε
Keterangan dari persamaan diatas sebagi berikut :
Y = Kepatuhan Wajib Pajak
X1 = Pemahaman Peraturan Perpajakan
X2 = Kualitas Pelayanan Fiskus
X3 = Sanksi Pajak
Mo = Preferensi Risiko
α = Konstanta
β1 – β6 = Koefisien regresi yang menunjukan angka peningkatan atau penurunan variabel dependen
berdasarkan pada variabel independen

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN


5.1 Gambaran Umum Perusahaan
Cikal bakal KPP Pratama Denpasar Timur adalah Kantor Inspeksi Pajak Singaraja yang
berkedudukan di Jalan Ahmad Yani No. 67 Singaraja. Wilayah kerja kantor ini meliputi Bali, Nusa
Tenggara Barat (NTB), dan Nusa Tenggara Timur (NTT). Pada tahun 1974 terjadi pemisahan wilayah
kerja dengan terbentuknya Kantor Inspeksi Pajak Mataram yang membawahi wilayah Nusa Tenggara
Barat, sehingga Kantor Inspeksi Pajak Singaraja bertanggungjawab pada daerah Bali dan Nusa
Tenggara Timur (NTT). Sesuai dengan kondisi itu, maka setahun kemudian dibukalah Kantor Inspeksi
Pajak Denpasar yang resmi terpisah dengan kantor di Singaraja dan mengambil tempat di Gedung
Keuangan Negara I, Jalan Dr. Kusuma Atmaja, Renon, Denpasar, berbagi tempat dengan Kantor
Lelang Negara dan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak.
Dengan adanya reformasi di bidang perpajakan, maka pada tahun 1984 seluruh Kantor
Inspeksi Pajak berubah menjadi Kantor Pelayanan Pajak (KPP). Pada saat itu terdapat 121 KPP di
seluruh Indonesia dengan 15 Kantor Wilayah (Kanwil).
Pada tahun 1996, Kantor Pelayanan Pajak Denpasar menempati gedung baru di Gedung
Keuangan Negara II di Jalan Kapten Tantular No. 4 Renon, Denpasar, bersama-sama dengan Kantor
Wilayah XIV DJP Bali, NTB, NTT dan Timor Timur serta Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan
Bangunan Denpasar.
Pada tahun 2001, terjadi beberapa pemekaran KPP dan perubahan Kanwil. Sementara itu,
pada tahun 2002, Kantor Pelayanan Pajak Denpasar yang sebelumnya bertanggung jawab pada daerah
Kota Madya Denpasar, Kabupaten Badung, Tabanan, Gianyar, Klungkung dan Bangli, kemudian
dipecah menjadi Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Denpasar Barat meliputi wilayah Tabanan, Badung,

223
dan Kecamatan Denpasar Barat, serta KPP Denpasar Timur meliputi wilayah Kecamatan Denpasar
Timur, Denpasar Selatan, Gianyar, Klungkung, dan Bangli.
Pada tanggal 11 Desember 2007, Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama di Lingkungan
Kanwil DJP Bali diresmikan. Sejak saat itu, KPP Denpasar Timur resmi menjadi KPP Pratama
Denpasar Timur. Meskipun demikian, KPP Pratama Denpasar Timur tetap berkedudukan di Gedung
Keuangan Negara II di Jalan Kapten Tantular No. 4 Renon, Denpasar, bersama-sama dengan Kantor
Wilayah DJP Bali dan KPP Pratama Badung Selatan.
KPP Pratama Denpasar Timur adalah instansi vertikal Kementerian Keuangan Republik
Indonesia di bawah Direktorat Jenderal Pajak. KPP Pratama Denpasar Timur memiliki visi menjadi
KPP Pratama terbaik yang mampu mengemban tugas dan fungsi DJP dalam menghimpun penerimaan
Negara serta memberikan layanan publik yang prima dan misi menghimpun penerimaan pajak negara
berdasarkan undang-undang perpajakan yang mampu mewujudkan kemandirian pembiayaan Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara melalui sistem administrasi perpajakan yang efektif dan efisien. KPP
Pratama Denpasar Timur memiliki motto pelayanan yaitu “Serve with Smile” yang berarti pelayanan
dengan senyum, sapa, sopan, sigap, mudah, modern, ikhlas, loyal, dan efisien serta slogan yaitu
“Bersama Kita Bisa”. Sementara itu, tugas pokok dari KPP Pratama Denpasar Timur adalah
melaksanakan penyuluhan, pelayanan, pengawasan dan konsultasi, pemeriksaan dan penagihan
terhadap Wajib Pajak atas Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai, Pajak Penjualan atas Barang
Mewah, dan Pajak Bumi dan Bangunan.

5.2 Hasil Analisis


5.2.1 Deskripsi Data
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh wajib pajak orang pribadi yang berada di wilayah
Denpasar Timur. Berdasarkan data yang diperoleh dari KPP Pratama Denpasar Timur jumlah wajib
pajak orang pribadi tahun 2017 yaitu sebanyak 85.781 orang. Sampel yang digunakan yaitu dengan
metode accidental sampling yang diambil dengan menggunakan rumus Slovin yaitu sebanyak 100
orang. Kuesioner yang disebarkan sebanyak 100 kuesioner dan yang kembali adalah sebanyak 100
kuesioner sehingga jumlah observasi (n) dalam penelitian ini adalah 100 responden wajib pajak orang
pribadi.
Sebelum membahas pembuktian dari hipotesis dalam penelitian, secara
deskriptif akan dijelaskan mengenai kondisi masing-masing variabel yang digunakan dalam penelitian.
Variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian
ini antara lain, pemahaman peraturan perpajakan, kualitas pelayanan fiskus, sanksi pajak sebagai
variabel bebas, preferensi risiko sebagai variabel moderating, dan kepatuhan wajib pajak sebagai
variabel terikat. Proses pendistribusian hingga pengumpulan data dilakukan selama 2 minggu, mulai
tanggal 17 September 2018 sampai dengan 1 Oktober 2018. Kuesioner terdiri dari 40 pertanyaan,
terdapat 5 pertanyaan untuk variabel pemahaman peraturan pajak (X1), 5 pertanyaan untuk variabel
kualitas pelayanan fiskus (X2), 5 pertanyaan untuk variabel sanksi pajak (X3), 20 pertanyaan untuk
variabel preferensi risiko (Mod) dengan pembagian 4 pertanyaan untuk risiko keuangan, 4 pertanyaan
untuk risiko kesehatan, 4 pertanyaan untuk risiko sosial, 4 pertanyaan untuk risiko pekerjaan, dan 4
pertanyaan untuk risiko keselamatan, serta 5 pertanyaan untuk variabel kepatuhan wajib pajak (Y).
Data demografi responden pada tabel 5.1 dibawah ini menyajikan beberapa informasi umum mengenai
kondisi responden yang ditemukan di lapangan.

224
Tabel 5.1
Data Demografi Responden

KETERANGAN Jumlah Responden Persentase (%)


Jenis Kelamin
1 Laki-laki 60 60%
2 Perempuan 40 40%
Total 100 100%
Umur
1 < 20 th 8 8%
2 21 - 30 th 47 47%
3 31 - 40 th 13 13%
4 41 - 50 th 13 13%
5 > 51 th 19 19%
Total 100 100%
Pendidikan Terakhir
1 SD 0 0%
2 SMP 0 0%
3 SMA/Sederajat 32 32%
4 Diploma 6 6%
5 S1 52 52%
6 S2 8 8%
7 S3 2 2%
Total 100 100%
Sumber : Lampiran 5, Data diolah (2018)

Dari tabel 5.1 dapat diidentifikasi bahwa responden yang berjenis kelamin laki-laki berjumlah
60 orang (60%) dan responden yang berjenis kelamin perempuan berjumlah 40 orang (40%). Hal ini
menunjukkan bahwa mayoritas responden penelitian ini adalah laki-laki. Selanjutnya karakteristik
responden berdasarkan umurnya, untuk responden berusia < 20 tahun berjumlah 8 orang (8%),
responden berusia 21 - 30 tahun berjumlah 47 orang (47%), responden berusia 31 - 40 tahun berjumlah
13 orang (13%), responden berusia 41 – 50 tahun berjumlah 13 tahun (13%) dan responden yang
berusia > 51 tahun berjumlah 19 orang (19%). Hal ini menunjukkan bahwa mayoritas responden
penelitian ini adalah berumur 21 – 30 tahun. Karakteristik responden yang terakhir adalah tingkat
pendidikan. Responden yang memiliki tingkat pendidikan SD tidak ada, responden yang memiliki
tingkat pendidikan SMP tidak ada, responden yang memiliki tingkat pendidikan SMA sebanyak 32
orang (32%), responden yang memiliki tingkat pendidikan Diploma sebanyak 6 orang (6%), responden
yang memiliki tingkat pendidikan S1 sebanyak 52 orang (52%), responden yang memiliki tingkat
pendidikan S2 sebanyak 8 orang, dan responden yang memiliki tingkat pendidikan S3 sebanyak 2
orang. Hal ini menunjukkan bahwa mayoritas responden penelitian ini adalah responden yang memiliki
tingkat pendidikan S1.

225
5.2.2 Uji Instrumen
Kesungguhan instrumen dalam menjawab kuisioner dalam penelitian ini merupakan hal yang
sangat penting karena validasi suatu hasil penelitian sangat ditentukan oleh alat pengukur instrumen
yang digunakan dan data yang diperoleh. Berdasarkan pertimbangan tersebut, dalam penelitian ini
dilakukan pengujian apakah instrumen dan data berupa jawaban responden telah dijawab atau tidak.
1. Uji Validitas
Uji validitas digunakan untuk mengukur sah atau validnya suatu kuesioner. Pengujian
validitas dapat dilakukan dengan menghitung korelasi antara skor masing-masing butir pernyataan
dengan total skor (analisis pearson correlation) dengan SPSS. Syarat minimum suatu kuisioner
untuk memenuhi validitas adalah jika r lebih besar 0,30 (Sugiono, 2016). Jika korelasi item terhadap
skor total lebih besar dari kritis (0,30) maka instrumen penelitian tersebut dikatakan valid. Hasil uji
validitas instrument ditunjukkan pada tabel berikut ini :

Tabel 5.2
Hasil Uji Validitas

No Variabel Pertanyaan Pearson Keterangan


Corellation
X1.1 0.785 Valid
1 X1.2 0.787 Valid
Pemahaman X1.3 0.749 Valid
Peraturan Perpajakan X1.4 0.764 Valid
(X1) X1.5 0.604 Valid
X2.1 0.811 Valid
X2.2 0.831 Valid
2 Kualitas Pelayanan X2.3 0.583 Valid
Fiskus X2.4 0.797 Valid
(X2) X2.5 0.691 Valid
X3.1 0.678 Valid
X3.2 0.730 Valid
3 Sanksi Pajak X3.3 0.727 Valid
(X3) X3.4 0.569 Valid
X3.5 0.673 Valid
M1.1 0.764 Valid
M1.2 0.722 Valid
Risiko Keuangan M1.3 0.784 Valid
4 (M1) M1.4 0.602 Valid
M2.1 0.624 Valid
M2.2 0.800 Valid
Risiko Kesehatan M2.3 0.817 Valid
5
(M2) M2.4 0.858 Valid
M3.1 0.793 Valid
Risiko Sosial M3.2 0.848 Valid
6
(M3) M3.3 0.837 Valid
M3.4 0.811 Valid
Risiko Pekerjaan M4.1 0.740 Valid
7
(M4) M4.2 0.495 Valid

226
M4.3 0.777 Valid
M4.4 0.675 Valid
M5.1 0.847 Valid
Risiko Keselamatan M5.2 0.869 Valid
8
(M5) M5.3 0.779 Valid
M5.4 0.818 Valid
Y1.1 0.852 Valid
Y1.2 0.844 Valid
9 Kepatuhan Wajib Y1.3 0.825 Valid
Pajak (Y) Y1.4 0.820 Valid
Y1.5 0.879 Valid
Sumber: Lampiran 6, Data diolah (2018)
Berdasarkan Tabel 5.2 hasil uji validitas diatas, dapat disimpulkan bahwa seluruh item
yang digunakan dalam penelitian ini adalah valid. Hal ini bisa dilihat dari masing-masing
pertanyaan memiliki nilai Corrected Item-Total Correlatian yang lebih besar dari 0, 30.
2. Uji Reliabilitas
Uji reliabilitas dilakukan untuk mengetahui sejauh mana pertanyaan dalam kuesiner dapat
diandalkan. Pengujian reliabilitas pada penelitian ini menggunakan uji statistic Cronbach alpha
dengan bantuan SPSS. Item-tem pernyataan dapat dikatakan reliabel apabila koefisien Cronbach
alpha berada diatas 0,70 (Ghozali,2016). Hasil uji reliabilitas instrument ditunjukkan pada tabel
berikut ini :

Tabel 5.3
Hasil Uji Reliabilitas

No Variabel Conhach Keterangan


Alpha
1 Pemahaman Peraturan Perpajakan (X1) 0.783 Reliabel
2 Kualitas Pelayanan Fiskus (X2) 0.801 Reliabel
3 Sanksi Pajak (X3) 0.749 Reliabel
4 Risiko Keuangan (M1) 0.789 Reliabel
5 Risiko Kesehatan (M2) 0.777 Reliabel
6 Risiko Sosial (M3) 0.840 Reliabel
7 Risiko Pekerjaan (M4) 0.761 Reliabel
8 Risiko Keselamatan (M5) 0.844 Reliabel
9 Kepatuhan Wajib Pajak (Y) 0.896 Reliabel
Sumber: Lampiran 7, Data Diolah (2018)

Berdasarkan Tabel 5.3 hasil uji reliabilitas diatas, dapat disimpulkan bahwa seluruh item
yang digunakan dalam penelitian ini adalah reliabel. Hal ini bisa dilihat dari masing-masing
pertanyaan memiliki nilai Cronbach alpha yang lebih besar dari 0, 70.

5.2.3 Uji Asumsi Klasik


Uji asumsi harus dilakukan untuk menguji layak tidaknya model analisis regresi yang
digunakan dalam penelitian.
1. Uji Normalitas

227
Uji Normalitas adalah sebuah uji yang dilakukan dengan tujuan untuk menilai sebaran data
pada sebuah kelompok data atau variabel, apakah sebaran data tersebut berdistribusi normal ataukah
tidak. Metode yang dipakai untuk mengetahui kenormalan metode regresi adalah One Sample
Kolmogorov-Smirnof test. Distribusi data dinyatakan normal apabila nilai signifikan dari One
Sample Kolmogorov-Smirnof test > 0,05 (Ghozali, 2016). Hasil Uji Normalitas disajikan pada tabel
berikut ini:

Tabel 5.4
Hasil Uji Normalitas
One-Sample Kolmogorov -Smirnov Test

Unstandardiz
ed Resi dual
N 100
Normal Parameters a,b Mean .0000000
Std. Deviation 1.91980151
Most Extreme Absolute .046
Di fferences Posi ti ve .032
Negative -.046
Kolmogorov-Smirnov Z .461
Asymp. Sig. (2-tailed) .984
a. Test distribution i s Normal.
b. Calculated from data.

Sumber: Lampiran 8, Data Diolah (2018)

Berdasarkan tabel 5.4 menunjukkan hasil bahwa nilai Kolmogorov Smirnof Z sebesar 0,461
sedangkan nilai Asymp. Sig (2-tailed) sebesar 0,984. Hasil tersebut mengindikasikan bahwa
persamaan regresi berdistribusi normal karena nilai Asymp. Sig (2-tailed) 0,984 lebih besar dari
alpha 0,05.
2. Uji Multikolinearitas
Uji multikolinearitas adalah uji yang dilakukan untuk memastikan apakah di dalam sebuah
model regresi ada ditemukannya korelasi antar variabel bebas atau tidak. Untuk mengetahui ada atau
tidaknya multikolinearitas maka dapat dilihat dari nilai Tolerance atau Varians Inflation Faktor
(VIF), bila Tolerance > 0,10 atau VIF < 10 berarti tidak terjadi multikolinearitas (Ghozali, 2016).
Hasil Uji Multikolinearitas disajikan pada tabel berikut ini:

228
Tabel 5.5
Hasil Uji Multikolinearitas

Coefficientsa

Unstandardized Standardized
Coefficients Coefficients Collinearity Statistics
Model B Std. Error Beta t Sig. Tolerance VIF
1 (Constant) 6.413 2.899 2.212 .029
X1 .141 .065 .176 2.171 .033 .929 1.077
X2 .209 .095 .205 2.203 .030 .710 1.408
X3 .382 .120 .314 3.187 .002 .633 1.579
Mo 2.527 2.892 .989 .874 .385 .005 208.839
X1*Mo .009 .111 .075 .084 .934 .008 132.360
X2*Mo .010 .079 .087 .133 .895 .014 69.999
X3*Mo -.110 .123 -.886 -.894 .374 .006 160.265
a. Dependent Variable: Y

Sumber: Lampiran 9, Data diolah (2018)


Tabel 5.5 diatas menunjukkan bahwa nilai tolerance dari variabel Mo, X1*Mo, X2*Mo,
dan X3*Mo < 0,10 dan VIF > 10, maka hal tersebut dikatakan terjadi multikolinearitas. Interaksi
atau MRA memang kemungkinan terjadi multikol karena dalam interaksi sesama variabel
independen diinteraksikan tetapi multikol ini bisa diabaikan dan dilanjutkan.
3. Uji Heteroskedastisitas
Uji Heteroskedastisitas dalam penelitian menggunakan uji Glejser dilakukan dengan
membuat model regresi yang melibatkan nilai absolute residual dengan variabel independen.
Apabila nilai signifikansi variabel independen terhadap nilai absolute residual statistik diatas 0,05
maka dikatakan tidak terjadi heteroskedastisitas (Ghozali, 2016). Hasil uji heteroskedastisitas
disajikan pada tabel berikut ini:

Tabel 5.6
Hasil Uji Heteroskedastisitas
Coefficientsa

Unstandardized Standardized
Coefficients Coefficients
Model B Std. Error Beta t Sig.
1 (Constant) 1.393 1.599 .871 .386
X1 -.035 .035 -.118 -1.009 .316
X2 -.009 .018 -.058 -.496 .621
X3 .055 .068 .103 .819 .415
Mo 1.789 1.677 1.573 1.067 .289
X1*Mo -.007 .064 -.126 -.107 .915
X2*Mo -.023 .044 -.427 -.522 .603
X3*Mo -.055 .071 -1.001 -.781 .437
a. Dependent Variable: ABRES

Sumber: Lampiran 10, Data diolah (2018)

229
Berdasarkan tabel 5.6 diatas menunjukkan bahwa semua variabel memiliki nilai signifikansi
> 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat gejala heteroskedastisitas.

5.2.4 Uji Kelayakan Model


Untuk membuktikan ketepatan fungsi regresi sampel dalam menaksirkan nilai aktrual adalah
dengan cara mengukur nilai koefisien determinasi, nilai statistik F, dan nilai statistik t.
1. Koefisien Determinasi (R2)
Uji ini bertujuan untuk mengetahui seberapa besar variabel independen dapat menjelaskan
pergerakkan variabel dependen dalam persamaan atau model yang akan diteliti. Semakin besar nilai
R2 maka model regresi yang menunjukkan variabel independen secara keseluruhan dapat menjelaskan
variasi dari variabel independen. Hasil koefisien determinasi (R2) disajikan pada tabel berikut ini :

Tabel 5.7
Hasil koefisien determinasi (R2)

Model Summaryb

Adjusted Std. Error of


Model R R Square R Square the Estimate
1 .660 a .436 .393 1.99150
a. Predictors: (Constant), X3*Mo, X1, X3, X2, X2*Mo,
X1*Mo, Mo
b. Dependent Variable: Y

Sumber: Lampiran 11, Data diolah (2018)


Berdasarkan tabel 5.10 diatas menunjukkan bahwa nilai koefisien determinasi (Adjusted R2)
adalah 0,393 atau sebesar 39,3 persen. Hal ini berarti kepatuhan wajib pajak mampu dijelaskan
sebesar 39,3 persen oleh variabel pemahaman peraturan perpajakan, kualitas pelayanan fiskus, sanksi
pajak, dan preferensi risiko sebagai variabel moderasi. Sedangkan sisanya 61,7 persen dipengaruhi
oleh faktor-faktor lain yang tidak dimasukkan kedalam model penelitian.
2. Uji Statistik F
Uji statistik F pada dasarnya menunjukkan apakah semua variabel independen atau bebas yang
dimasukkan dalam metode ini mempunyai pengaruh secara simultan atau secara keseluruhan terhadap
variabel dependen atau terikat. Adapun kriteria pengambilan keputusan yang digunakan adalah jika
profitabilitas ≤ 0,05 maka variabel independen secara simultan atau secara keseluruhan berpengaruh
terhadap variabel dependen (Ghozali, 2016). Hasil Uji Statistik F disajikan pada tabel berikut ini :

230
Tabel 5.8
Hasil Uji Statistik F
ANOVAb

Sum of
Model Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression 281.762 7 40.252 10.149 .000 a
Residual 364.878 92 3.966
Total 646.640 99
a. Predictors: (Constant), X3*Mo, X1, X3, X2, X2*Mo, X1*Mo, Mo
b. Dependent Variable: Y

Sumber: Lampiran 12, Data diolah (2018)


Berdasarkan tabel 5.11 di atas diperoleh nilai signifikansi 0,000 yang lebih kecil dari 0,05.
Maka model regresi dikatakan fit atau layak untuk menguji selanjutnya.
3. Uji Statistik t
Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui seberapa jauh pengaruh variabel independen secara
individu atau persial terhadap variabel dependen. Adapun Kriteria Pengujian Hipotesis adalah jika
signifikansi ≤ 0,05, maka H1 diterima artinya variabel independen secara parsial berpengaruh
terhadap variabel dependen , sedangkan jika signifikansi > 0,05, maka H1 ditolak artinya tidak ada
pengaruh variabel independen secara parsial terhadap variabel dependen (Ghozali, 2016). Hasil Uji
Statistik t disajikan pada tabel berikut ini :

Tabel 5.9
Hasil Uji Statistik t
Coefficientsa

Unstandardized Standardized
Coefficients Coefficients Collinearity Statistics
Model B Std. Error Beta t Sig. Tolerance VIF
1 (Constant) 6.413 2.899 2.212 .029
X1 .141 .065 .176 2.171 .033 .929 1.077
X2 .209 .095 .205 2.203 .030 .710 1.408
X3 .382 .120 .314 3.187 .002 .633 1.579
Mo 2.527 2.892 .989 .874 .385 .005 208.839
X1*Mo .009 .111 .075 .084 .934 .008 132.360
X2*Mo .010 .079 .087 .133 .895 .014 69.999
X3*Mo -.110 .123 -.886 -.894 .374 .006 160.265
a. Dependent Variable: Y

Sumber: Lampiran 13, Data diolah (2018)

Berdasarkan Tabel 5.12 dapat dijelaskan bahwa:


a. Pengaruh Pemahaman Peraturan Perpajakan Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak
Variabel pemahaman peraturan perpajakan (X1) menunjukkan nilai t hitung sebesar 2,171
dengan nilai signifikansi 0,033 dimana nilai tersebut lebih kecil dari 0,05 sehingga hipotesis
diterima. Ini berarti bahwa pemahaman peraturan perpajakan (X1) mempunyai pengaruh positif
terhadap kepatuhan wajib pajak (Y).
b. Pengaruh Kualitas Pelayanan Fiskus Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak

231
Variabel kualitas pelayanan fiskus (X2) menunjukkan nilai t hitung sebesar 2,203 dengan
nilai signifikansi 0,30 dimana nilai tersebut lebih kecil dari 0,05 sehingga hipotesis diterima. Ini
berarti bahwa kualitas pelayanan fiskus (X2) mempunyai pengaruh positif terhadap kepatuhan
wajib pajak (Y).
c. Pengaruh Sanksi Pajak Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak
Variabel sanksi pajak (X3) menunjukkan nilai t hitung sebesar 3,187 dengan nilai
signifikansi 0,002 dimana nilai tersebut lebih kecil dari 0,05 sehingga hipotesis diterima. Ini berarti
bahwa sanksi pajak (X3) mempunyai pengaruh positif terhadap kepatuhan wajib pajak (Y).
d. Pengaruh Preferensi Risiko Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak
Variabel preferensi risiko (Mo) menunjukkan nilai t hitung sebesar 0,874 dengan nilai
signifikansi 0,385 dimana nilai tersebut lebih besar dari 0,05 sehingga hipotesis ditolak. Ini berarti
bahwa preferensi risiko (Mo) mempunyai tidak berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak (Y).
e. Pengaruh Pemahaman Peraturan Perpajakan Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak dengan Preferensi
Risiko Sebagai Variabel Moderasi
Variabel pemahaman peraturan perpajakan dengan preferensi risiko (X1*Mo)
menunjukkan nilai t hitung sebesar 0,084 dengan nilai signifikansi 0,934 dimana nilai tersebut
lebih besar dari 0,05 sehingga hipotesis ditolak. Ini berarti bahwa preferensi risiko tidak mampu
memoderasi hubungan antara pemahaman peraturan perpajakan terhadap kepatuhan wajib pajak.
f. Pengaruh Kualitas Pelayanan Fiskus Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak dengan Preferensi Risiko
Sebagai Variabel Moderasi
Variabel kualitas pelayanan fiskus dengan preferensi risiko (X2*Mo) menunjukkan nilai t
hitung sebesar 0,133 dengan nilai signifikansi 0,895 dimana nilai tersebut lebih besar dari 0,05
sehingga hipotesis ditolak. Ini berarti bahwa preferensi risiko tidak mampu memoderasi hubungan
antara kualitas pelayanan fiskus terhadap kepatuhan wajib pajak.
g. Pengaruh Sanksi Pajak Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak dengan Preferensi Risiko Sebagai
Variabel Moderasi
Variabel sanksi pajak dengan preferensi risiko (X3*Mo) menunjukkan nilai t hitung
sebesar (-0,894) dengan nilai signifikansi 0,374 dimana nilai tersebut lebih besar dari 0,05
sehingga hipotesis ditolak. Ini berarti bahwa preferensi risiko tidak mampu memoderasi hubungan
antara sanksi pajak terhadap kepatuhan wajib pajak.

5.2.5 Analisis Statistik Deskriptif


Statistik deskriptif dalam penelitian ini disajikan untuk memberikan informasi mengenai
pemahaman peraturan perpajakan, kualitas pelayanan fiskus, dan sanksi pajak. Seluruh variabel
dideskripsikan dengan nilai minimum, maksimum, rata-rata dan simpangan baku (Ghozali,2016). Hasil
analisis statistik deskriptif disajikan pada tabel berikut ini :
Tabel 5.10
Hasil analisis statistik deskriptif
Descriptive Statistics

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation


X1 100 14.00 25.00 20.8100 2.22336
X2 100 14.00 25.00 21.4100 2.49887
X3 100 12.00 24.00 20.3000 2.10099
Mo 100 -2.71249 2.36941 .0000000 1.00000000
Y 100 16.00 25.00 21.5600 2.55572
Valid N (listwise) 100

Sumber: Lampiran 14, Data diolah (2018)

232
Berdasarkan tabel 5.7 diatas menunjukkan bahwa nilai minimum dari variabel pemahaman
peraturan perpajakan (X1) sebesar 14.00, maximum sebesar 25.00, dan mean sebesar 20.81. Nilai
minimum dari variabel kualitas pelayanan fiskus (X2) sebesar 14.00, maximum sebesar 25.00, dan
mean sebesar 21.41. Nilai minimum dari variabel sanksi pajak (X3) sebesar 12.00, maximum sebesar
24.00, dan mean sebesar 20.30. Nilai minimum dari variabel preferensi risiko (Mo) sebesar (-2.71249),
maximum sebesar 2.36941, dan mean sebesar 0.00. Nilai minimum variabel kepatuhan wajib pajak (Y)
sebesar 16.00, maximum sebesar 25.00, dan mean sebesar 21.56.

5.2.6 Analisis Faktor


Analisis faktor adalah analisis yang digunakan untuk mereduksi atau meringkas sejumlah
variabel menjadi lebih sedikit, namun tidak mengurangi makna dari variabel aslinya (Suyana, 2016).
Hasil analisis faktor disajikan pada tabel berikut ini :
Tabel 5.11
Hasil analisis faktor
KMO and Bartlett's Test
Kai ser-Meyer-Olkin Measure of Sampling
Adequacy. .763

Bartlett's Test of Approx. Chi -Square 156.570


Sphericity df 10
Sig. .000

Sumber: Lampiran 15, Data diolah (2018)

Anti-image Matrices

M1 M2 M3 M4 M5
Anti-image Covariance M1 .552 -.125 -.232 .103 -.147
M2 -.125 .562 .005 -.246 -.160
M3 -.232 .005 .581 -.118 -.128
M4 .103 -.246 -.118 .697 -.073
M5 -.147 -.160 -.128 -.073 .546
Anti-image Correlation M1 .734 a -.224 -.410 .165 -.269
M2 -.224 .760 a .009 -.394 -.289
M3 -.410 .009 .775 a -.185 -.227
M4 .165 -.394 -.185 .706 a -.118
M5 -.269 -.289 -.227 -.118 .820 a
a. Measures of Sampling Adequacy(MSA)

Sumber: Lampiran 15, Data diolah (2018)

Berdasarkan tabel 5.8 diatas menunjukkan bahwa pada tabel KMO and Bartlet’s test, nilai
KMO measure of sampling adequacy (MSA) sebesar 0,763 ≥ 0,50 dengan nilai signifikansi sebesar
0,000 maka kumpulan variabel tersebut dapat diproses lebih lanjut. Pada tabel Anti-Image Matrices

233
bagian bawah, terlihat tidak ada variabel dengan MSA < 0,50 sehingga ke-lima variabel tersebut
memenuhi syarat untuk analisis faktor.

5.2.7 Analisis Regresi Moderasi (Moderated Regression Analysis)


Dalam penelitian ini digunakan teknik analisis regresi moderasi untuk mengetahui bagaimana
pengaruh pemahaman peraturan perpajakan, kualitas pelayanan fiskus, dan sanksi pajak terhadap
kepatuhan wajib pajak dengan preferensi risiko sebagai variabel moderasi (Ghozali,2016). Hasil
analisis regresi moderasi disajikan pada tabel berikut ini :
Tabel 5.12
Hasil analisis regresi moderasi
Coefficientsa

Unstandardized Standardized
Coefficients Coefficients Collinearity Statistics
Model B Std. Error Beta t Sig. Tolerance VIF
1 (Constant) 6.413 2.899 2.212 .029
X1 .141 .065 .176 2.171 .033 .929 1.077
X2 .209 .095 .205 2.203 .030 .710 1.408
X3 .382 .120 .314 3.187 .002 .633 1.579
Mo 2.527 2.892 .989 .874 .385 .005 208.839
X1*Mo .009 .111 .075 .084 .934 .008 132.360
X2*Mo .010 .079 .087 .133 .895 .014 69.999
X3*Mo -.110 .123 -.886 -.894 .374 .006 160.265
a. Dependent Variable: Y

Sumber: Lampiran 16, Data diolah (2018)

Berdasarkan tabel 5.9 diatas menunjukkan bahwa :


Y = α + β1X1 + β2X2 + β3X3 + β4Mo + β5 X1*Mo + β6 X2*Mo + β7 X3*Mo + ε
Y = 6,413 + 0,141 X1 + 0,209 X2 + 0,382 X3 + 2,527 Mo + 0,009 X1*Mo + 0,010 X2*Mo –
0,110 X3*Mo
α = 6,413 artinya jika X1, X2, X3 sama dengan nol, maka kepatuhan wajib pajak (Y) sebesar
6,413.
β1 = 0,141 artinya jika variabel pemahaman peraturan perpajakan (X1) bertambah satuan maka
kepatuhan wajib pajak (Y) akan mengalami kenaikan sebesar 0,141.
β2 = 0,209 artinya jika variabel kualitas pelayanan fiskus (X2) bertambah satuan maka kepatuhan
wajib pajak (Y) akan mengalami kenaikan sebesar 0,209.
β3 = 0,382 artinya jika variabel sanksi pajak (X3) bertambah satuan maka kepatuhan wajib pajak
(Y) akan mengalami kenaikan sebesar 0,382.
β4 = 2,527 artinya jika variabel preferensi risiko (Mo) bertambah satuan maka kepatuhan wajib
pajak (Y) akan mengalami kenaikan sebesar 2,527.
β5 X1*Mo = 0,009 artinya jika variabel preferensi risiko (Mo) yang memoderasi variabel
pemahaman peraturan perpajakan (X1) bertambah satuan maka kepatuhan wajib pajak (Y) akan
mengalami kenaikan sebesar 0,009.
β6 X2*Mo = 0,010 artinya jika variabel preferensi risiko (Mo) yang memoderasi variabel kualitas
pelayanan fiskus (X2) bertambah satuan maka kepatuhan wajib pajak (Y) akan mengalami
kenaikan sebesar 0,010.

234
β7 X3*Mo = – 0,110 artinya jika variabel preferensi risiko (Mo) yang memoderasi variabel sanksi
pajak (X3) bertambah satuan maka kepatuhan wajib pajak (Y) akan mengalami penurunan
sebesar 0,010.

5.3 Pembahasan
a. Pengaruh Pemahaman Peraturan Perpajakan Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak
Variabel pemahaman peraturan perpajakan (X1) menunjukkan nilai t hitung sebesar 2,171
dengan nilai signifikansi 0,033 dimana nilai tersebut lebih kecil dari 0,05 sehingga hipotesis diterima.
Ini berarti bahwa pemahaman peraturan perpajakan (X1) mempunyai pengaruh positif terhadap
kepatuhan wajib pajak (Y).
Pemahaman peraturan perpajakan adalah suatu proses dimana wajib pajak memahami dan
mengetahui tentang peraturan dan undang-undang serta tata cara perpajakan. Semakin tinggi tingkat
pengetahuan dan pemahaman wajib pajak terhadap peraturan perpajakan, maka kepatuhan wajib
pajak akan meningkat. Hasil pengujian hipotesis pada penelitian ini menunjukan bahwa pemahaman
peraturan perpajakan berpengaruh positif terhadap kepatuhan wajib pajak. Hal tersebut disebabkan
wajib pajak pada wilayah Denpasar Timur rata-rata memiliki pemahaman peraturan perpajakan yang
baik sehingga dikatakan tingkat kepatuhan wajib pajak tersebut tinggi. Penelitian ini sesuai dengan
penelitian Adiasa (2013), Julianti (2014), Kartika (2015), Suntono (2015), Lubab (2016), Oktaviani
(2017), Srimindarti (2017), dan Sulistiyani (2017) yaitu pemahaman peraturan perpajakan
berpengaruh positif terhadap kepatuhan wajib pajak.
b. Pengaruh Kualitas Pelayanan Fiskus Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak
Variabel kualitas pelayanan fiskus (X2) menunjukkan nilai t hitung sebesar 2,203 dengan nilai
signifikansi 0,30 dimana nilai tersebut lebih kecil dari 0,05 sehingga hipotesis diterima. Ini berarti
bahwa kualitas pelayanan fiskus (X2) mempunyai pengaruh positif terhadap kepatuhan wajib pajak
(Y).
Kepatuhan wajib pajak dalam memenuhi kewajibannya membayar pajak berhubungan erat
dengan kualitas pelayanan yang diberikan aparat pajak kepada wajib pajak. Oleh karena itu, kualitas
pelayanan pajak yang diberikan oleh aparat pajak akan dapat berpengaruh terhadap kepatuhan wajib
pajak. Semakin baik kualitas pelayanan yang diberikan semakin baik juga tingkat kepatuhan wajib
pajak. Hasil pengujian hipotesis pada penelitian ini menunjukan bahwa kualitas pelayanan yang
diberikan fiskus kepada wajib pajak di wilayah Denpasar Timur sudah baik sehingga wajib pajak
patuh dalam menjalankan kewajibannya sebagai wajib pajak. Hal ini sesuai dengan penelitian
Aryobimo (2012), Julianti (2014), Syamsudin (2014), Ardyanto (2014), Hidayat (2015), Kartika
(2015), Suntono (2015), dan Erlina (2017) yang menyatakan bahwa pelayanan aparat pajak
berpengaruh positif terhadap kepatuhan wajib pajak.
c. Pengaruh Sanksi Pajak Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak
Variabel sanksi pajak (X3) menunjukkan nilai t hitung sebesar 3,187 dengan nilai signifikansi
0,002 dimana nilai tersebut lebih kecil dari 0,05 sehingga hipotesis diterima. Ini berarti bahwa sanksi
pajak (X3) mempunyai pengaruh positif terhadap kepatuhan wajib pajak (Y).
Sanksi perpajakan merupakan salah satu upaya pemerintah untuk mengikat wajib pajak akan
tanggungjawabnya. Dalam hal ini pengenaan sanksi perpajakan bertujuan untuk menciptakan
kepatuhan wajib pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakannya. Hasil pengujian hipotesis pada
penelitian ini menunjukan bahwa dengan adanya sanksi pajak mampu meningkatkan kepatuhan wajib
pajak di wilayah Denpasar Timur. Penelitian yang dilakukan oleh Ardyanto (2014) menjelaskan
semakin tinggi atau beratnya sanksi, maka akan semakin merugikan wajib pajak sehingga sanksi
perpajakan berpengaruh positif terhadap tingkat kepatuhan wajib pajak dalam membayar pajak. Hasil
penelitian ini sesuai dengan penelitian Jatmiko (2006), Septiani (2016), Oktaviani (2017), Sulistiyani
(2017).

235
d. Pengaruh Preferensi Risiko Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak
Variabel preferensi risiko (Mo) menunjukkan nilai t hitung sebesar 0,874 dengan nilai
signifikansi 0,385 dimana nilai tersebut lebih besar dari 0,05 sehingga hipotesis ditolak. Ini berarti
bahwa preferensi risiko (Mo) mempunyai tidak berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak (Y).
Menurut Torgler (2003) keputusan seorang wajib pajak dapat dipengaruhi oleh perilakunya
terhadap risiko yang dihadapi. Preferensi risiko seseorang merupakan salah satu komponen dari
beberapa teori yang berhubungan dengan pengambilan keputusan termasuk teori kepatuhan pajak
seperti teori rasionalitas dan teori prospek. Hasil pengujian hipotesis pada penelitian ini menunjukan
bahwa wajib pajak di wilayah Denpasar Timur tidak terlalu memikirkan resiko yang akan diterimanya
perihal patuh atau tidaknya dalam memenuhi kewajiban pajaknya. Hasil penelitian ini terkait dengan
teori prospek. Risiko atau kendala yang dihadapi wajib pajak merupakan persoalan dari wajib pajak
itu sendiri. Tinggi rendahnya risiko tidak dapat menentukan kepatuhan wajib pajak. Hal ini sesuai
dengan penelitian Adiasa (2013), Yulianty (2015), Hidayat (2015), Kartika (2015), Lubab (2015),
Septiani (2016), Subekti (2016), Erlina (2017), Hariyani (2017), Susanti (2017) dan tidak sesuai
dengan penelitian Ardyanto dan Utaminingsih (2014), Annisa (2013), Syamsudin (2014), Sulistiyani
(2017), dan Aziz (2018) yang mengatakan bahwa preferensi risiko berpengaruh positif terhadap
kepatuhan wajib pajak.
e. Pengaruh Pemahaman Peraturan Perpajakan Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak dengan Preferensi
Risiko Sebagai Variabel Moderasi
Variabel pemahaman peraturan perpajakan dengan preferensi risiko (X1*Mo) menunjukkan
nilai t hitung sebesar 0,084 dengan nilai signifikansi 0,934 dimana nilai tersebut lebih besar dari 0,05
sehingga hipotesis ditolak. Ini berarti bahwa preferensi risiko tidak mampu memoderasi hubungan
antara pemahaman peraturan perpajakan terhadap kepatuhan wajib pajak.
Pemahaman wajib pajak adalah pemahaman terhadap sistem pemungutan pajak yang ada di
Indonesia dan segala macam peraturan peraturan perpajakan yang berlaku (Pranadata, 2014). Wajib
pajak cenderung akan lebih mematuhi peraturan perpajakannya apabila memiliki pengetahuan yang
tinggi mengenai peraturan perpajakan. Preferensi resiko adalah resiko apa yang nantinya akan
mempengaruhi pemahaman wajib pajak terhadap kepatuhannya dalam membayar pajak. Ketika wajib
pajak mengetahui risiko apa yang akan dihadapinya maka mereka yang akan menentukan apakah
membayar pajak atau tidak membayar pajak, hal tersebut karena preferensi risiko adalah pemilihan
risiko yang akan ditanggung oleh wajib pajak itu sendiri. Hasil pengujian hipotesis pada penelitian ini
menunjukan bahwa wajib pajak di wilayah Denpasar Timur rata-rata mengabaikan risiko yang ada
sehingga mereka tidak memikirkan risiko yang muncul didalam kegiatan perpajakan. Adanya
pemahaman peraturan perpajakan yang dimiliki oleh wajib pajak dengan risiko yang akan muncul
tidak mempengaruhi wajib pajak tersebut patuh atau tidak pada kewajiban perpajakannya. Hal ini
sesuai dengan penelitian Adiasa (2013), Yulianty (2015), Kartika (2015),Lubab (2015), Neti (2016),
Septiani (2016), Subekti (2016), Erlina (2017), Hariyani (2017), Susanti (2017) dan tidak sesuai
dengan penelitian Julianti (2014), Ani (2017),Sulistyani (2017) yang menyatakan bahwa preferensi
risiko mampu memoderasi hubungan antara pemahaman peraturan perpajakan terhadap kepatuhan
wajib pajak.
f. Pengaruh Kualitas Pelayanan Fiskus Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak dengan Preferensi Risiko
Sebagai Variabel Moderasi
Variabel kualitas pelayanan fiskus dengan preferensi risiko (X2*Mo) menunjukkan nilai t
hitung sebesar 0,133 dengan nilai signifikansi 0,895 dimana nilai tersebut lebih besar dari 0,05
sehingga hipotesis ditolak. Ini berarti bahwa preferensi risiko tidak mampu memoderasi hubungan
antara kualitas pelayanan fiskus terhadap kepatuhan wajib pajak.
Adanya pelayanan fiskus yang baik mampu meningkatkan kepatuhan wajib pajak. Dengan
terciptanya kondisi pelayanan yang lebih baik, lebih cepat, dan lebih menyenangkan bagi wajib pajak,

236
maka akan menimbulkan dampak positif yaitu kerelaan dari wajib pajak dalam melaksanakan
kewajibannya membayar pajak (Kusuma, 2016). Hasil pengujian hipotesis pada penelitian ini
menunjukan bahwa wajib pajak di wilayah Denpasar Timur rata-rata mengabaikan risiko yang ada
sehingga mereka tidak memikirkan risiko yang muncul didalam kegiatan perpajakan. Pemerintah
maupun petugas pajak cenderung tidak memperdulikan risiko yang terjadi pada masing-masing wajib
pajak dikarenakan pemerintah maupun petugas pajak hanya menjalankan prosedur yang berlaku.
Adanya pelayanan dari aparat pajak dengan risiko yang akan dihadapi oleh wajib pajak tidak
mempengaruhi wajib pajak tersebut patuh atau tidak pada kewajiban perpajakannya. Hal ini sesuai
dengan penelitian Syamsudin (2014), Hidayat (2015), Jamiati (2015), Kartika (2015), Septiani
(2016), Subekti (2016), Erlina (2017), Susanti (2017) dan tidak sesuai dengan penelitian Aryobimo
(2012), Sulistyani (2017) yang menyatakan bahwa preferensi risiko mampu memoderasi hubungan
antara kualitas pelayanan fiskus terhadap kepatuhan wajib pajak.
g. Pengaruh Sanksi Pajak Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak dengan Preferensi Risiko Sebagai Variabel
Moderasi
Variabel sanksi pajak dengan preferensi risiko (X3*Mo) menunjukkan nilai t hitung sebesar (-
0,894) dengan nilai signifikansi 0,374 dimana nilai tersebut lebih besar dari 0,05 sehingga hipotesis
ditolak. Ini berarti bahwa preferensi risiko tidak mampu memoderasi hubungan antara sanksi pajak
terhadap kepatuhan wajib pajak.
Sanksi perpajakan merupakan jaminan bahwa ketentuan peraturan perundang-undangan
perpajakan akan dituruti/dipatuhi, dengan kata lain sanksi perpajakan merupakan alat pencegah agar
wajib pajak tidak melanggar norma perpajakan (Mardiasmo, 2016). Perilaku wajib pajak dalam
menghadapi risiko tidak dapat diartikan bahwa wajib pajak tersebut tidak akan memenuhi kewajiban
perpajakannya (Aryobimo, 2012). Pelaksanaan sanksi perpajakan secara tegas yang dianggap
merugikan wajib pajak dapat diperkuat dengan adanya preferensi risiko, sehingga wajib pajak yang
memiliki tingkat preferensi risiko tinggi cenderung akan lebih memilih untuk patuh melaksanakan
kewajiban perpajakannya. Hasil pengujian hipotesis pada penelitian ini menunjukan bahwa wajib
pajak di wilayah Denpasar Timur rata-rata mengabaikan risiko yang ada sehingga mereka tidak
memikirkan risiko yang muncul didalam kegiatan perpajakan. Adanya sanksi yang tegas tidak dapat
diperkuat dengan adanya preferensi risiko sehingga hal tersebut tidak dapat mempengaruhi wajib
pajak dalam menjalankan kewajiban perpajakannya. Hal ini sesuai dengan penelitian Ardyanto
(2014), Jamiati (2015), Subekti (2016), Erlina (2017), Susanti (2017) dan tidak sesuai dengan
penelitian Sulistyani (2017) yang menyatakan bahwa preferensi risiko mampu memoderasi hubungan
antara sanksi pajak terhadap kepatuhan wajib pajak

BAB VI PENUTUP
6.1 Kesimpulan
Penelitian ini bertujuan untuk menguji pemahaman peraturan perpajakan, kualitas pelayanan
fiskus, dan sanksi pajak terhadap kepatuhan wajib pajak orang pribadi, serta preferensi risiko yang
berperan sebagai variabel moderasi serta mengetahui apakah preferensi risiko memoderasi pengaruh
pemahaman peraturan perpajakan, kualitas pelayanan fiskus, dan sanksi pajak terhadap kepatuhan wajib
pajak orang pribadi di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Denpasar Timur. Data pada penelitian ini
diperoleh dari kuesioner (primer). Populasi pada penelitian ini berjumlah 85.781 orang. Metode
penentuan sampel pada penelitian ini adalah metode accidental sampling serta menggunakan rumus
Slovin sehingga mendapat jumlah 100 orang. Teknik analisis data yang digunakan adalah (Moderated
Regression Analysis) dan analisis faktor.
Berdasarkan hasil analisis data, dapat disimpulkan hasil penelitian sebagai berikut:
1. Pemahaman Peraturan Perpajakan berpengaruh positif terhadap Kepatuhan Wajib Pajak
2. Kualitas Pelayanan Fiskus berpengaruh positif terhadap Kepatuhan Wajib Pajak

237
3. Sanksi Pajak berpengaruh positif terhadap Kepatuhan Wajib Pajak
4. Preferensi Risiko tidak berpengaruh terhadap Kepatuhan Wajib Pajak
5. Preferensi risiko tidak mampu memoderasi hubungan antara pemahaman peraturan perpajakan
terhadap kepatuhan wajib pajak.
6. Preferensi risiko tidak mampu memoderasi hubungan antara kualitas pelayanan fiskus terhadap
kepatuhan wajib pajak.
7. Preferensi risiko tidak mampu memoderasi hubungan antara sanksi pajak terhadap kepatuhan wajib
pajak.

6.2 Saran
Penelitian ini tidak terlepas dari beberapa keterbatasan yang nantinya dapat disempurnakan oleh
penelitian selanjutnya, semoga saran-saran dalam penelitian ini bermanfaat bagi penelitian selanjutnya.
Adapun saran penelitian ini yaitu:
1. Bagi Pemerintah (Dirjen Pajak) sebaiknya lebih meningkatkan sosialisasi dalam menyebarkan
peraturan perpajakan terbaru seperti tata cara perhitungan dan pelaporan pajak terutang, tarif pajak
yang berlaku, sanksi atau denda yang berlaku agar masyarakat atau wajib pajak dapat mengetahui dan
memahami peraturan perpajakan yang berlaku.
2. Bagi Wajib Pajak, sebaiknya wajib pajak lebih memperluas wawasannya tentang peraturan
perpajakan yang berlaku agar mempermudah memenuhi kewajibannya sebagai wajib pajak. Hal ini
bisa dilakukan dengan cara lebih aktif mengikuti peraturan perpajakan yang terbaru.
3. Bagi peneliti selanjutnya sebaiknya melakukan penelitian dengan menambah variabel lain seperti
kesadaran wajib pajak, sosialisasi perpajak dan kondisi keuangan wajib pajak sehingga dapat di
ketahui sejauh mana peranan masing-masing variabel tersebut dalam meningkatkan kepatuhan wajib
pajak.
Bagi peneliti selanjutnya sebaiknya menambah jumlah responden dengan cara menambah
jumlah populasi sehingga hasil penelitian nanti dapat mewakili semua pendapat Wajib Pajak Orang
Pribadi yang lebih luas.

DAFTAR PUSTAKA

1. Adam Smith dan Rochmat Soemitro. 2010. Asas dan Dasar Perpajakan. Bandung: PT. Eresco.
2. Adiasa, N. (2013). Pengaruh Pemahaman Peraturan Pajak Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Dengan
Moderating Preferensi Risiko. Accounting Analysis Journal, 2(3).
3. Alabede, James O. Ariffin, dkk. 2011. Does Taxpayer's Financial Condition Moderate Determinants
of tax Compliance Behaviour? : Evidence from Nigeria. British Journal of Economics, Finance and
Management Sciences.
4. Alam, S. (2003). Pengaruh tingkat pengetahuan fiskus terhadap kepatuhan wajib pajak orang
pribadi memenuhi kewajiban perpajakan: Studi kasus di KPP Lubuk Linggau (Doctoral dissertation,
FISIP-UI).
5. Alim, S. (2005). Perencanaan Pajak PenghasilanYayasan Yang Bergerak di Bidang
Pendidikan. Jurnal Akuntansi dan Teknologi Informasi IV (2).
6. Amir, P. Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi ketidakpatuhan wajib pajak orang pribadi: studi
kasus pada kpp pratama kebayoran lama.
7. Ardyanto, A. A., & Utaminingsih, N. S. (2014). Pengaruh Sanksi Pajak Dan Pelayanan Aparat Pajak
Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Dengan Preferensi Risiko Sebagai Variabel Moderasi. Accounting
Analysis Journal, 3(2).

238
8. Arniati, L. (2009). Peran Theory of Planned Behavior terhadap Ketaatan Wajib Pajak. In Seminar
Nasional Perpajakan II. Universitas Trunojoyo Madura.
9. Arum, H. P. (2012). Pengaruh kesadaran wajib pajak, pelayanan fiskus, dan sanksi pajak terhadap
kepatuhan wajib pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha dan pekerjaan bebas (studi di
wilayah kpp pratama cilacap) (Doctoral dissertation, Fakultas Ekonomika dan Bisnis).
10. Aryobimo, P. T., & Cahyonowati, N. (2012). Pengaruh Persepsi Wajib Pajak tentang Kualitas
Pelayanan Fiskus terhadap Kepatuhan Wajib Pajak dengan Kondisi Keuangan Wajib Pajak dan
Preferensi Risiko sebagai Variabel Moderating (Studi Empiris terhadap Wajib Pajak Orang Pribadi
di Kota Semarang)(Doctoral dissertation, Fakultas Ekonomika dan Bisnis).
11. Asbar, A. K., & Fitrios, R. (2015). Pengaruh tingkat kepuasan pelayanan, pemahaman perpajakan,
keadilan perpajakan, sanksi perpajakan dan kesadaran perpajakan terhadap tingkat kepatuhan wajib
pajak orang pribadi pada kpp pratama senapelan Pekanbaru. Jurnal Online Mahasiswa (JOM)
Bidang Ilmu Ekonomi, 1(2), 1-15.
12. Aziz, M. A. A., Askandar, N. S., & Afifudin, A. (2018). Pengaruh Pemahaman Peraturan Perpajakan
Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Dengan Preferensi Risiko Sebagai Variabel Moderating (Studi
Empiris pada WP OP di KPP Pratama Singosari). Jurnal Riset Akuntansi, 7(03).
13. Dewi, L. R. K., Sulindawati, N. L. G. E., & Sinarwati, N. K. (2017). Pengaruh Sikap Rasional dan
Lingkungan Wajib Pajak Terhadap Kepatuhan Pajak Dengan Preferensi Risiko Sebagai Variabel
Moderasi (Studi Kasus pada Wajib Pajak Orang Pribadi (WPOP) yang terdaftar di KPP Pratama
Singaraja). JIMAT (Jurnal Ilmiah Mahasiswa Akuntansi) Undiksha, 7(1).
14. Erlina, I., Dita, A., & Si, M. (2017). Pengaruh Pemahaman Peraturan Perpajakan, Kualitas
Pelayanan Fiskus, Sanksi Pajak, Dan Tax Amnesty Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Dengan
Preferensi Risiko Sebagai Variabel Moderasi (Studi Pada Kpp Pratama Kota Kudus) (Doctoral
dissertation, IAIN Surakarta).
15. Ghozali, Imam. 2016. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program IBM SPSS. 21 Update PLS
Regresi. Semarang: Badan Penerbit Universitas. Diponegoro.
16. Hardiningsih, P., & Yulianawati, N. (2011). Faktor-faktor yang mempengaruhi kemauan membayar
pajak. Dinamika Keuangan dan Perbankan, 3(2).
17. Hariyani, D., & Sambodo, A. (2017). Pemahaman Peraturan Perpajakan Terhadap Kepatuhan Formal
Wajib Pajak Dengan Preferensi Risiko Sebagai Variabel Moderating. Jurnal Akuntansi
Indonesia, 13(1).
18. Hidayat, B. N. (2015). Pengaruh Persepsi Wajib Pajak Tentang Kualitas Pelayanan Fiskus Terhadap
Kepatuhan Wajib Pajak Dengan Kondisi Keuangan Wajib Pajak Dan Preferensi Risiko Sebagai
Variabel Moderating (Studi Empiris Terhadap Wajib Pajak Orang Pribadi di Kota
Semarang)(Doctoral Dissertation, Universitas Stikubank).
19. Jami’ati. 2015. Pengaruh Persepsi Wajib Pajak Tentang Kualitas Pelayanan Fiskus, Pelaksanaan
Sensus Pajak Nasional (SPN), Sosialisasi Perpajakan, dan Sanksi Pajak Terhadap Kepatuhan Wajib
Pajak dengan Kondisi Keuangan Wajib Pajak dan Preferensi Risiko sebagai Variabel Moderating
(Study Empiris : Wajib Pajak Orang Pribadi di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Kudus). Skripsi.
Fakultas Ekonomi Universitas Muria Kudus Semarang.
20. Jamin, S. (2001). Analisis Kepatuhan Wajib Pajak Sebelum dan Selama Krisis Ekonomi Pada Kantor
Pelayanan Pajak Di Wilayah Jawa Tengah dan Di Yogyakarta (Doctoral dissertation, Program
Pascasarjana Universitas Diponegoro).
21. Jatmiko, A. N. (2006). Pengaruh Sikap Wajib Pajak pada Pelaksanaan Sanksi Denda, Pelayanan
Fiskus dan Kesadaran Perpajakan terhadap Kepatuhan Wajib Pajak (Studi Empiris terhadap Wajib
Pajak Orang Pribadi di Kota Semarang)(Doctoral dissertation, Program Pasca Sarjana Universitas
Diponegoro).

239
22. Julianti, M. (2014). Analisis Faktor–Faktor Yang Mempengaruhi Kepatuhan Wajib Pajak Orang
Pribadi Untuk Membayar Pajak Dengan Kondisi Keuangan Dan Preferensi Risiko Wajib Pajak
Sebagai Variabel Moderating (Studi Kasus pada Wajib Pajak yang Terdaftar di KPP Pratama
Candisari Semarang)(Doctoral dissertation, Fakultas Ekonomika dan Bisnis).
23. Kahneman, Daniel dan Amos Tversky. 1979. Prospect Theory: An Analysis of Decision under Risk.
Journal Econometrica, Vol. 47, No. 2.
24. Kartika, A. (2015). Pengaruh Pemahaman Peraturan Pajak Dan Pelayanan Aparat Pajak Terhadap
Kepatuhan Wajib Pajak Dengan Preferensi Risiko Sebagai Variabel Moderasi (Studi Kasus Pada
UMKM yang terdaftar di KPP Pratama Demak). Dinamika Akuntansi Keuangan dan
Perbankan, 4(1).
25. Kementrian Keuangan Republik Indonesia. 2017. Perekonomian Indonesia dan APBN 2017. Diunduh
tanggal 25 Juli 2018. https://www.kemenkeu.go.id/apbn2017
26. Kusuma, K. C. (2016). Pengaruh Kualitas Pelayanan Pajak, Pemahaman Peraturan Perpajakan serta
Sanksi Perpajakan terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi dalam Membayar Pajak Tahun
2014 (di Kantor Pelayanan Penyuluhan dan Konsultasi Perpajakan Wonosobo). Skripsi Universitas
Negeri Yogyakarta Fakultas Ekonomi.
27. Liberty, Pandiangan. 2005. Administrasi Perpajakan, Jakarta: Erlangga
28. Linardianti, A. A. (2013). Pengaruh Persepsi Wajib Pajak Tentang Kualitas Pelayanan Fiskus,
Kesadaran Perpajakan Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Dengan Kondisi Keuangan Wajib Pajak
Dan Preferensi Risiko Sebagai Variabel Moderating:(Studi empiris terhadap wajib pajak orang
pribadi di KPP Pratama Kudus) (Doctoral dissertation, Fakultas Ekonomi).
29. Lubab, M. A., & Ghozali, I. (2016). Sikap Dan Perilaku Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi Di
Kota Semarang: Dengan Kondisi Keuangan Dan Preferensi Risiko Sebagai Variabel
Moderating(Doctoral dissertation, Fakultas Ekonomika dan Bisnis).
30. Mardiasmo. 2016. Perpajakan. Edisi Terbaru. Yogyakarta: Andi.
31. Muliari, N. K., & Setiawan, P. E. (2011). Pengaruh Persepsi tentang sanksi perpajakan dan kesadaran
wajib pajak pada kepatuhan pelaporan wajib pajak orang pribadi di kantor pelayanan pajak Pratama
Denpasar Timur. Jurnal Ilmiah Akuntansi dan Bisnis.
32. Neti, E. L. (2016). Pengaruh Pemahaman Peraturan Pajak Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak
dengan Preferensi Risiko sebagai Variabel Moderating pada KPP Pratama Bekasi Barat(Doctoral
dissertation, Universitas Bhayangkara Jakarta Raya).
33. Oktaviani, R. M. (2017). Pengaruh Pemahaman Wajib Pajak, Pelayanan Aparat Pajak, Sanksi
Perpajakan Dan Preferensi Risiko Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Ukm (Studi Kasus UKM di
Kecamatan Semarang Selatan). Students' Journal of Accounting and Banking, 6(2).
34. Resmi, Siti. 2008. Perpajakan Teori dan Kasus. Edisi 4. Jakarta : Salemba Empat
35. Robbins, S. P. dan Judge, T. A. 2008. Perilaku Organisasi Edisi ke-12. Jakarta: Salemba Empat.
36. Septiani, S. (2016). Pengaruh Sanksi Pajak Dan Pelayanan Aparat Pajak Terhadap Keptuhan Wajib
Pajak Dengan Preferensi Risiko Sebagai Variabel Moderasi.
37. Srimindarti, C. (2017). Pengaruh Sanksi Pajak, Pelayanan Aparat Pajak, Dan Pemahaman Peraturan
Pajak Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Dengan Preferensi Risiko Sebagai Variabel Moderasi (Studi
Kasus Pada Umkm Yang Terdaftar Di Kpp Pratama Semarang Barat). Students' Journal Of
Accounting And Banking, 6(2).
38. Subekti, S. A. (2016). Faktor-Faktor Yang Berpengaruh Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Dengan
Preferensi Risiko Sebagai Variabel Pemoderasi (Studi Kasus Pada Wajib Pajak Badan Hotel Di Diy).
39. Sugiyono. 2016. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta.
40. Sulistiyani, A. (2017). Pengaruh Sanksi Pajak, Pelayanan Aparat Pajak, Dan Pemahaman Peraturan
Pajak Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Dengan Preferensi Risiko Sebagai Variabel Moderasi (Studi

240
Kasus Pada UMKM yang Terdaftar di Kpp Pratama Semarang Barat) (Doctoral Dissertation,
Universitas Stikubank Semarang).
41. Suntono, S. (2015). Pengaruh Pemahaman Peraturan Pajak Dan Pelayanan Aparat Pajak Terhadap
Kepatuhan Wajib Pajak Dengan Preferensi Risiko Sebagai Variabel Moderasi (Studi Kasus pada
UMKM yang terdaftar di KPP Pratama Demak) (Doctoral dissertation, Universitas Stikubank).
42. Susanti, Y. N. (2017). Determinan Kepatuhan Wajib Pajak Ukm Dengan Preferensi Risiko Sebagai
Variabel Pemoderasi (Studi Kasus UKM di Kecamatan Semarang Selatan) (Doctoral dissertation,
Universitas Stikubank Semarang).
43. Suyana, U. (2016). Aplikasi Analisis Kuantitatif. Diktat Kuliah Fakultas Ekonomi Universitas
Udayana.
44. Syamsudin, M. (2014). Pengaruh Persepsi Wajib Pajak Tentang Kualitas Pelayanan Fiskus
Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Dengan Kondisi Keuangan Wajib Pajak Dan Preferensi Risiko
Sebagai Variabel Moderating (Studi Empiris Terhadap Wajib Pajak Orang Pribadi Di Kota
Semarang) (Doctoral dissertation, Universitas Stikubank).
45. Tahar, A., & Rachman, A. K. (2016). Pengaruh Faktor Internal dan Faktor Eksternal Terhadap
Kepatuhan Wajib Pajak. Jurnal Akuntansi dan Investasi, 15(1), 56-67.
46. Wardani, E., Yuesti, A., & Sudiartana, I. M. (2018). Dampak Dimensi Keadilan Pajak Terhadap
Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak Badan Dalam Konteks Tri Hita Karana Di Kpp Pratama Badung
Selatan. Sekolah Tinggi Ilmu (Stie) Ekonomi Triatma Mulya, 21(2), 99-112.
47. Yuesti, A. 2018. Taxpayer Compliance Analysis of Tax Amnesty Application as Effort Improvement
of Increasing On Countryincomeand Development through Tax Sector. International Journal of
Business and Management Invention (IJBMI) ISSN (Online): 2319 – 8028, ISSN (Print): 2319 –
801X www.ijbmi.org || Volume 7 Issue 5 Ver. V || May. 2018 || PP—29-36
48. Yulianty, E. (2015). Pengaruh Pemahaman Peraturan Perpajakan Terhadap Kepatuhan Formal Wajib
Pajak dengan Preferensi Risiko Sebagai Variabel Moderating (Studi Kasus pada WPOP KPP Pratama
Makassar Utara). Skripsi, Makasar: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Hasanuddin.

241

Anda mungkin juga menyukai