Anda di halaman 1dari 9

Nama : Siti Latifatus Sun’iyah

Nim : 12306183011

Mata Kuliah : Bimbingan Pra-Nikah dan Psikologi Pernikahan

Bimbingan Pra-Nikah

Tolak ukur bagi laki-laki yang sudah layak untuk menikah sesuai video yang
ditugaskan.

Menurut saya tolak ukur laki-laki yang sudah layak untuk menikah yaitu
laki-laki tersebut dapat dikatakan mampu secara ba’ah. Dalam hal ini ba’ah
merupakan kemampuan seorang laki-laki dalam proses seksual serta pemberian
mahar dan nafkah bagi keluarganya. Proses memberikan nafkah dalam hal ini
sangatlah relatif, tergantung dari ukuran setiap pribadi masing-masing. Jika
seorang lak-laki yang sudah dapat dikatakan mampu secara ba’ah, maka laki-laki
tersebut diharapkan agar segera menikah. Karena salah satu manfaat dari
pernikahan sendiri yaitu untuk menjaga pandangan dari kemaksiatan, sehingga
kita tidak akan jatuh pada jurang kesesatan. Selain itu jika kita sudah menikah
maka kita akan dapat menjaga pandangan dari yang bukan mahram. Dengan cara
melampiaskan memandang pada pasangan yang sudah mahram, sehingga
menjadikan diri kita tetap dalam keadaan yang baik.

Selain manfaat diatas, menikah juga bermanfaat agar lebih bisa menjaga
kehormatan kemaluan. Maksud dari menjaga kehormatan kemaluan menurut saya
yaitu agar bisa membentengi diri dari perbuatan-peruatan maksiat, sehingga
kemaluannya tidak akan tercemari dari perbuatan buruk. Serta menjadikan
kehormatan kemaluan tersebut akan tetap terjaga. Hal ini sesuai dari hadits yang
dijelaskan oleh ustadz salim fillah yang diriwayat oleh imam bukhari dan muslim
yang berbunyi

ِ ‫الش اب ِاب ام ْن ْاس تا اطا اع ِمنْ م ُْك الْ اب ااء اة فالْ اي ا اَت َّو ْج فاان َّ مه َأغا ُّض ِللْ اب ا‬
‫َص اوأَ ْح اص من ِللْ اف ْر ِج او ام ْن‬ َّ ‫َش‬
‫اَي ام ْع ا ا‬
‫لا ْم ي ْاس ات ِط ْع فا اعلا ْي ِه ِِب َّلص ْو ِم فاان َّ مه ا مَل ِو اجاء‬

Artinya: “Wahai para pemuda, siapa yang mampu menanggung beban


pernikahan maka hendaklah dia menikah, karena sesungguhnya menikah itu lebih
menundukkan pandangan dan lebih menjaga kemaluan, dan siapa saja yang tidak
mampu, maka hendaklah baginya berpuasa, karena sesunguhnya puasa itu
adalah perisai baginya” (HR. Bukhari dan Muslim)

Hadits diatas menjelaskan bahwasanya para lai-laki atau pemuda yang


telah mampu dalam menikah, maka ia diharuskan untuk segera menikah, agar
mampu menjaga pandangan dan juga lebih dapat menjaga kemaluannya. Dan jika
seorang pemuda atau laki-laki belum mampu untuk menikah, maka sesuai dengan
isi hadits diatas yaitu hendaknya laki-laki tersebut melaksanakan puasa sebagai
benteng atau perisai bagi hawa nafsunya.

Dalam hal ini hukum pernikahan terbagi menjadi beberapa macam, seperti
wajib, sunnah, mubah, makruh, dan juga haram. Itu semua tergantung dari situasi
dan kondisi masing-masing dalam diri individu. Seperti contoh hukum pernikahan
bisa menjadi wajib apabila seorang laki-laki yang telah mampu kemudia takut
untuk berbuat zina, maka pernikahan tersebut hukumnya wajib dilakukan, dan
hukum pernikahan bisa menjadi haram apabila dalam diri seseorang tersebut
mempunyai penyakit berbahaya dan menular. Sehingga akan membawa resiko
penularan ketika menjalani hubungan tertentu dengan orang lain.

Psikologi Pernikahan

Dampak pernikahan dini

Menurut kamus besar bahasa Indonesia, nikah merupakan suatu akad


perkawinan yang dilakukan sesuai dengan ketentuan yang berlaku dalam hukum
dan ajaran agama. Nikah atau menikah bisa juga diartikan sebagai perjanjian
antara laki-laki dan perempuan untuk bersuami istri secara resmi. Sedangkan
pengertian nikah menurut agama berasal dari kata An-nikahu yang artinya bercinta
atau akad perkawinan.

Di era zaman yang semakin berkembang, banyak terjadi pernikahan yang


tidak sesuai dengan adat istiadat, hukum negara, maupun syari’at yang ada dalam
suatu agama. Masyarakat maupun individu yang melangsungkan pernikahan.
umumnya dilatar belakangi oleh faktor-faktor tertentu, sehingga menjadikan
pernikahan itu tetap berlangsung dengan melanggar peraturan yang ada, baik
dalam hukum negara, adat istiadat, maupun syarti’at-syariat yang ada dalam suatu
agama. Salah satu contoh pernikahan yang kurang sesuai dengan hukum negara
yaitu adanya pernikahan dini yang dilangsungkan antara individu perempuan
dengan laki-laki.

Fakta pernikahan usia dini sering terjadi dikalangan masyarakat indonesia.


Hal ini dapat dibuktikan dengan melihat langsung fenomena yang terjadi dalam
suatu lingkungan masyarakat. Pernikahan dini sendiri merupakan pernikahan yang
terjadi antara perempuan dengan laki-laki di usia yang relatif muda. Dalam hal ini
terdapat batasan-batasan usia yang telah ditentukan oleh suatu negara.

Batas usia yang ditentukan oleh negara indonesia terdapat pada Undang-
undang Pernikahan No.1 Tahun 1974 pasal 7 ayat 1 yang berisi tentang
“Pernikahan hanya diizinkan jika pihak pria sudah mencapai umur 19 (Sembilan
belas) tahun dan pihak wanita sudah mencapai umur 16 (enam belas) tahun”.
Dari isi undang-undang diatas dijelaskan, bahwasanya batas usia pernikahan yaitu
19 bagi laki-laki dan 16 bagi perempuan. Oleh sebab itu jika dalam suatu
pernikahan mempelai laki-laki dan perempuan belum mencapai batas usia yang
ditentukan, maka pihak keluarga dari mempelai berdua harus meminta surat
dispen atau surat izin kepada pengadilan agama. Sedangkan pada revisi UU
Pernikahan dijelaskan bahwa batas usia menikah antara laki-laki dengan
perempuan yaitu usia 19 tahun.

Selain dalam Undang-undang diatas, dijelaskan pula dalam pasal 6 ayat 2


No. 1 Tahun 1974 bahwasanya seseorang yang ingin melangsungkan pernikahan
dan belum mencapai usia 21 tahun, maka harus mendapat ijin dari kedua orang
tua. Dalam hal ini pernikahan dini lebih baik dihindari karena pada dasarnya
dampak negatif dari pernikahan dini lebih banyak dari pada dampak positifnya
baik bagi fisik maupun psikis. Sehingga negara mengeluarkan syarat dan batas
usia dalam suatu pernikahan.

Agama islam juga menjelaskan terkait syarat atau kriteria pada diri
seseorang ketika akan melangsungkan pernikahan, yaitu pada hadits riwayat imam
Bukhari dan Muslim

ِ ‫الش اب ِاب ام ْن ْاس تا اطا اع ِمنْ م ُْك الْ اب ااء اة فالْ اي ا اَت َّو ْج فاان َّ مه َأغا ُّض ِللْ اب ا‬
‫َص اوأَ ْح اص من ِللْ اف ْر ِج او ام ْن‬ َّ ‫َش‬ ‫اَي ام ْع ا ا‬
‫لا ْم ي ْاس تا ِط ْع فا اعلا ْي ِه ِِب َّلص ْو ِم فاان َّ مه ا مَل ِو اجاء‬

Artinya: “Wahai para pemuda, siapa yang mampu menanggung beban


pernikahan maka hendaklah dia menikah, karena sesungguhnya menikah itu lebih
menundukkan pandangan dan lebih menjaga kemaluan, dan siapa saja yang tidak
mampu, maka hendaklah baginya berpuasa, karena sesunguhnya puasa itu
adalah perisai baginya”. (HR. Bukhari dan Muslim)

Dalam hadits tersebut telah dijelaskan bahwa seseorang dapat menikah


apabila ia telah mampu dalam berumah tangga, tetapi apa bila ia masih belum
mampu, maka lebih baik dihindari, sehingga tidak akan menimbulkan dampak
negatif dalam pernikahannya nanti.

Dalam pernikahan dini pastinya ada dampak positif maupun negatif


didalamnya. Dampak sendiri merupakan suatu pengaruh yang mendatangkan
akibat-akibat positif atupun negatif ketika melakukannya. Dalam hal ini dampak
positif yang terjadi dalam pernikahan dini yaitu:
a. Terhindar dari maksiat
Dampak positif yang timbul dalam pernikahan dini salah satunya
yaitu agar terhindar dari maksiat juga pergaulan bebas. Hal ini dijadikan
masyarakat sebagai faktor yang paling berpengaruh dalam berlangsungnya
pernikahan di usia dini. Selain itu melangsungkan pernikahan dengan tujuan
agar terhindar dari maksiat sangatlah bagus jika disosialisasikan terhadap para
remaja, agar nantinya remaja tersebut dapat memiliki pengetahuan luas
sehingga tidak akan tersesat dalam jurang kemaksiatan.
b. Meringankan beban perekonomian keluarga
Dalam hal ini pernikahan dini bisa terjadi karena dilatar belakangi
oleh faktor perekonomian yang kurang memadai, sehingga menjadikan
keluarga terpaksa memilih solusi untuk menikahkan anaknya yang masih
berusia muda. Agar nantinya beban dalam keluarga tersebut sedikit
berkurang.
c. Meningkatkan rasa tanggung jawab
Maksud dari meningkatkan rasa tanggung jawab disini yaitu, seorang
pasangan suami istri dituntut untuk dapat memenuhi tugas dan tanggung
jawabnya masing-masing. Dalam hal ini tugas dari seorang suami yaitu
mencari nafkah bagi keluarganya, sedangkan tugas seorang istri yaitu
mengurus pekerjaan rumah, melayani suami, juga mengurus anak-anaknya.
Dari sinilah proses dalam bertanggung jawab itu dapat meningkat karena
banyaknya tugas yang ada dalam kehidupan rumah tangga.
Bagi pasangan yang menikah di usia muda akan menjadi tugas
tersendiri pada diri mereka, karena pada dasarnya fisik maupun psikis dalam
diri mereka belum tentu kuat seutuhnya.
d. Memperoleh pengalaman lebih
Pasangan yang menikah di usia dini dengan di usia normal akan
berbeda jauh, mereka yang menikah diusia dini akan memeperoleh banyak
pengalaman dalam suka duka rumah tangga yang telah dijalaninya, tetapi
dalam hal ini menikah di usia dini juga rawan terjadi perpisahan karena emosi
yang belum stabil.
e. Merawat anak di usia muda
Pasangaan yang menikah di usia muda akan dapat merawat anak-
anaknya secara optimal, karena pada dasarnya orang tua yang masih muda
berpeluang lebih dekat dengan anaknya. Sehingga anak dan orang tuanya
dapat merasakan hubungan seperti layaknya seorang teman
f. Menikmati masa tua disaat anak sudah dewasa
Salah satu dampak positif lainnya dalam menikah di usia muda yaitu
dapat menikmati masa tua disaat anak sudah dewasa. Sehingga dalam hal ini
individu yang menikah di usia muda, akan lebih bisa merasakan ketenangan
dimasa tuanya karena tidak memiliki tanggungan dalam membesarkan
anaknya lagi.

Sedangkan dampak negatif dari pernikahan dini yaitu:

a. Kurangnya kematangan emosi yang berakibat pada tingkat depresi

Dalam hal ini kematangan emosi sangat diperlukan bagi kesiapan


dalam berumah tangga. Individu yang menikah dalam keadaan emosi yang
belum matang atau belum stabil, akan berpengaruh buruk bagi psikis dirinya.
Seperti contoh tingginya tingkat stress dan depresi dalam menjalankan
kehidupan rumah tangga. Sehingga menjadikan tingkat emosi individu tidak
bisa dikontrol dan muda marah

b. Rawannya terjadi perceraian


Dalam lingkup sosial, pernikahan dini sangatlah beresiko dalam
mendatangkan perselingkuhan dan perceraian dikalangan pasangan muda
yang baru menikah. Hal ini terjadi dikarenakan faktor emosi yang masih
belum terkontrol secara stabil, sehingga mudah terjadi pertengkaran dalam
mengahdapi masalah-masalah dalam rumah tangga. Akibatnya perceraian
menjadi jalan pintas dalam menyelesaikan persoalan rumah tangga.
c. Rawannya terjadi KDRT
Kekerasan dalam rumah tangga bisa terjadi akibat dari pernikahan
dini. Umumnya KDRT terjadi dikarenakan tingkat emosi individu yang tidak
bisa diatur. Sehingga ketika dalam rumah tangga terdapat perselisihan, maka
individu tersebut tidak dapat mengontrol emosi sehingga langsung
melampiaskan kekesalan tersebut pada keluarganya.
d. Tidak optimal merawat anak

Hal ini terjadi apabila individu yang menikah muda belum


mempunyai pengetahuan dan pengalaman dalam merawat anak. Sehingga
individu tersbut akan merawat anaknya sesuai dengan apa adanya saja. Tidak
mempertimbangkan resiko-resiko yang terjadi pada anaknya nanti.

Selain itu juga peran ibu disini yaitu membantu dalam proses
pembelajaran pada anak. Apa bila seorang ibu rumah tangga kurang
mempunyai ilmu pengetahuan, maka dikhawatirkan nanti ibu rumah tangga
tersebut tidak bisa mendidik dan membantu proses belajar anak dengan baik

e. Masalah pada faktor perekonomian


Ketika pernikahan dini terjadi, maka pihak laki-laki dituntut untuk
dapat menafkahi dan memenuhi kebutuhan dari istri maupun anaknya. Ketika
suami atau pihak laki-laki belum mampu menafkahi dan memenuhi
kebutuhan istrinya, maka akan mengakibatkan adanya permasalahan pada
faktor perekonomian keluarga.
Selain itu apabila suami tersebut masih belum bisa bekerja karena
terkendala oleh usia, maka dalam hal ini beban keluarga kecil tersebut akan
menjadi tanggung jawab dari orang tua suami. Sehingga akan menimbulkan
dampak kemiskinan yang struktural dalam suatu keluarga.
f. Meningkatnya resiko kematian ibu dan anak

Adanya pernikahan dini akan berakibat kurang baik bagi kesehatan


fisik perempuan. Perempuan yang memilih menikah di usia muda kemudian
berpotensi hamil, maka akan berengaruh dalam proses melahirkan. Dalam hal
ini melahirkan membutuhkan kesiapan yang penuh pada fisik. Jika psikis dan
fisik seperti organ reproduksi dari perempuan belum siap, maka akan
berakibat fatal pada bayi maupun ibunya.

g. Pendidikan menjadi terhambat

Salah satu akibat dari menikah di usia dini yaitu terhambatnya


pendidikan pada diri individu. Di lingkungan masyarakat banyak individu
yang menikah di usia muda kemudian tidak melanjutkan lagi pendidikannya
setelah menikah. Sehingga hal ini dinilai dapat menghambat pendidikan pada
diri individu, selain itu hal ini juga berdampak dalam kurangnya pengetahuan
dalam mendidik anak nantinya

h. Hilangnya masa remaja

Individu yang menikah dimasa muda akan merasa kehilangan masa


remajanya. Hal ini dikarenakan untuk mengurus keluarganya. Tetapi dalam
hal ini, tidak seluruh individu merasa kehilangan masa remajanya, apabila
individu tersebut mampu mengatur antara waktu untuk keluarga dan juga
waktu untuk remajnya, seperti menyempatkan waktu untuk berkomunikasi,
seperti bercerita mengenai pengalaman positif rumah tangganya dengan
teman secara langsung maupun tidak langsung.

i. Timbul rasa minder dan tidak percaya diri

Adanya rasa minder dan tidak percaya diri dapat dirasakan bagi
individu yang menikah di usia muda. Rasa minder dan tidak percaya diri
dapat timbul pada saat ia bertemu dan berkumpul dengan teman-teman
remaja seumurannya. Tetapi rasa minder ini tidak selalu terjadi pada individu.
Individu yang menikah muda atas dasar cinta maka bisa dikatakan tidak akan
mempunyai rasa minnder, bahkan sebaliknya ia biasanya akan merasakan
rasa bangga dan bahagia.
DAFTAR PUSTAKA

Akhiruddin. 2016. Dampak Pernikahan Usia Muda. Vol. 1, No. 1

Djamillah, Reni Kartikawati. 2014. Dampak Perkawinan Anak Di Indonesia. Vol.


3, No. 1

Rifiani, Dwi. 2011. Pernikahan Dini Dalam Prespektif Hukum Islam. Vol. 3, No.
2

Anda mungkin juga menyukai