Anda di halaman 1dari 14

BAB II

Konsep Pernikahan dalam Berbagai Perspektif

Konsep pernikahan banyak sekali dikemukakan, dalam berbagai sisi, seperti agama,
Psikologi, Sosial, Budaya, dan lain sebagainya. Namun dalam tulisan ini penulis hanya akan
memaparkan dua pandangan saja, yakni pernikahan dalam pandangan agama, yakni agama
Islam, dan selanjutnya akan dijelaskan mengenai pernikahan dalam pandangan Psikologi,
karena dua pandangan tersebut terkait dengan kajian hadis tentang usia Siti Aisyah Ra
menikah dengan Rasulullah saw dan juga terkait dengan pembahasan Pedofilia, yang
termasuk dalam kajian Psikologi. Oleh karenanya penting dilakukan pemaparan tentang
pernikahan yang benar dan baik menurut dua pandangan ini seperti apa. Berikut
pemaparannya.

2.1. Pernikahan dalam Pandangan Islam

Dalam ajaran Islam, khususnya dalam Al-Qur‟an telah diuraikan dasar-dasar dalam
bidang hubungan pernikahan dan pendidikan seks yang sangat pantas dan bermanfaat bagi
pasangan suami-istri. Islam menolak dua pandangan ektrem. Di satu pihak, pandangan yang
menganggap kehidupan seks adalah semata-mata sebagai alat untuk memuaskan nafsu selera
badaniah serta memperleh kenikmatan dalam nafsu birahi, kelezatan pribadi yang membawa
pada perbuatan yang memalukan, tak senonoh dan menjadi cemoohan orang. Di lain pihak,
ada yang menganggap bahwa seks tak perlu dipersoalkan karena berbicara soal seks
dipandangan dosa dan memalukan, sehingga harus dijauhi.51

Islam, sebaliknya menjadi “jembatan emas” antara dua pandangan yang ekstrem
tersebut. Islam mengajarkan bahwa hubungan seksual tidak berdosa bila dilakukan oleh
suami-istri sehingga orang harus menghindarinya sama sekali, tidak juga merupakan barang
permainan, sehingga orang harus menjadikannya sumber kenikmatan jasmaniah serta bebas
melakukan hubungan seksual dengan siapa saja. Islam mengizinkan hubungan kelamin

51
Lajnah Pentashih Mushaf Al-Quran, Membangun Keluarga Harmonis, 2008, (Lajnah Pentashihan
Mushaf Al-Quran bersama DIPA Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Quran: Jakarta Timur),cet 1, hal 25.

20
21

melalui lembaga pernikahan dalam batas-batas tertentu dan membebankan kewajiban tertentu
kepada kedua belah pihak, suami-istri.52
Agama Islam mengkonsepsi bahwa pernikahan merupakan suatu jalan terbaik yang dapat
menjauhkan diri dari segala dorongan syahwat yang dapat mendekatkan pada perbuatan zina.
Islam juga mengkonsepsikan pernikahan sebagai sesuatu yang sesuai dengan fitrah manusia,
yang dikodratkan Tuhannya untuk hidup berpasang-pasangan.53
Seperti yang diungkapkan dalam Al-Quran bahwa penciptaan pasangan suami istri
merupakan salah satu tanda kebesaran dan kemahakuasan Allah Swt sebagaimana tercantum
dalam surat Ar-Rum:21.

           

         

“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri


dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan
dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu
benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.”

Pernikahan menyatukan dua insan yang berbeda jenis kelamin, berbeda keluarga dan
perbedaa-perbedaan lainnya menjadi wajah memadu cinta kasih dan sayang. Jika kedua pihak
melebur menjadi satu dalam tujuan dan fungsi-fungsi pernikahan berjalan baik maka akan
terbina rumah tangga yang sakinah, mawaddah wa rahmah.

Secara Simbolik, konsepsi Pernikahan Islam juga mengandung makna sakral


Transendental, artinya makna-makna yang dipercayai umatnya sebagai sesuatu yang menyatu
dengan eksistensi Tuhan, sekaligus yang mengandung makna profan, yakni makna seksual

52
Ibid., Hal. 26
53
Rahmat Sudirman, Konstruksi Seksualitas Islam dalam Wacana Sosial, 1999, (Yogyakarta: Media
Pressindo), Hal 66
22

yang melekat dalam aktivitas seksual manusia yang berlangsung di dunia, yang dapat
menimbulkan kenikmatan fisik biologis bagi mereka yang melakukannya. 54

Konsepsi simbolik yang dikonstruksikan Islam dalam perkawinan hanya akan bermakna
bila semua itu dijalani sesuai dengan konsepsi Islam, karena suatu aktivitas biologis untuk
memuaskan hasrat seksual manusia, yang tentu hanya dapat dimaknai bila manusia yang
terlibat di dalamnya, menafsirkan kehidupan seksualnya melalui kerangka budaya (cultural
frame) Islam.55

Untuk menghadirkan totalitas makna simbolik yang ada dalam pernikahan , Islam
mengkonstrukikan serangkaian norma dan hukum yang berisi perintah dan larangan yang
mmebolehkan atau melarang seseorang melakukan pernikahan. Kehadiran konstitusi hukum
Islam semakin menebalkan kandungan simbolik yang menyatu dalam pernikahan Islam,
karena hal tersebut menunjukkan bahwa pernikahan manusia, yang pada hakikatnya terjadi di
dunia, adalah suatu aktivitas yang menyatu dengan nilai-nilai Ilahiyah. Oleh karenanya,
pribadi muslim yang tidak bisa melaksanakan pernikahan tanpa merujuk pada konsepsi dan
konstitusi yang dikonstruksikan Islam.56

Pernikahan mengandung komitmen Ilahi karena pernikahan merupakan perjanjian suci


yang diucapkan oleh dua jenis manusia, yaitu laki-laki dan perempuan untuk membangun
rumah tangga. Perjanjian tersebut tidak saja sakral, suci, dan luhur, namun mengandung
komitmen Ilahi. Sebagaimana firman Allah Swt:

         

 

54
Ibid.,Hal 66.
55
Ibid.,
56
Rahmat Sudirman, Konstruksi Sksualitas Islam dalam Wacana Sosial, 1999, (Yogyakarta: Media
Pressindo), Hal 66.
23

“21. bagaimana kamu akan mengambilnya kembali, Padahal sebagian kamu telah
bergaul (bercampur) dengan yang lain sebagai suami-isteri. dan mereka (isteri-isterimu)
telah mengambil dari kamu Perjanjian yang kuat.”

Ungkapan redaksi “miśaqan galiẑan” diulang sebanyak tiga kali dalam Al-Quran.
Pertama, dalam surah An-Nisa: 21, seperti pada ayat tersebut, dijelaskan bahwa pernikahan
itu merupakan “perjanjian yang kukuh”. Kedua, dalam surah An-Nisa ayat 154, yang
membicarakan tentang perjanjian Bani Israil yang tidak ingin melanggar untuk mencari ikan
pada hati Sabat (hari Sabtu yang merupakan hari khusus untuk beribadah bagi orang Yahudi),
tetapi kenyataannya mereka melanggar. Perjanjian itu disebut juga sebagai perjanjian kuat
(miśaqan galizan) .

Dan ketiga dalam surah Al-Ahdzab:7 yang menerangkan tentang para Nabi yang diutus
oleh Allah Swt, yaitu Nabi Nuh As, Ibrahim As, Musa As, dan Isa As putra Maryam, dan juga
Nabi Muhammad saw Saw telah berjanji dan berkesanggupan untuk menyampaikan ajaran
agama kepada umatnya masing-masing. Janji itu sifatnya adalah janji yang kukuh dan
kuat“miśaqan galizan” .57

Demikian“mitsaqan ghalizan” dalam surah An-Nisa:21 memberikan isyarat bahwa


pernikaha merupakan perjanjian yang kukuh, kuat, dan sama nilainya dengan perjanjian para
Nabi dalam menyampaikan ajaran agama kepada umatnya. 58

Menurut Imam At-Thabari dalam tafsirnya menjelaskan bahwa miśaqan galiẑan bisa
diungkapkan dalam berbagai redaksi namun tetap bermakna suatu perjanjian yang kuat dan
kukuh, diantaranya:
1. Wali berkata: Ankahnakaha biamatillah (saya menikahkan engkau dengan amanah
Allah).
2. Kalimat “nikah” yang menghalalkan faraj-nya dengan kalimah Allah.
3. Nakahtu (saya menikahi).
4. Malaktu (saya memiliki).
5. Al-miśaq yang sama denganAn-Nikah.

57
Lajnah Pentashih Mushaf Al-Quran, Membangun Keluarga Harmonis, 2008, (Lajnah Pentashihan
Mushaf Al-Quran bersama DIPA Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Quran: Jakarta Timur),cet 1, hal 30-31
58
Ibid., Hal 31
24

6. miśaqan galizan yaitu imsak bil ma‟ruf au tasrih bi ihsan (perjanjian yang kuat),
dimaksudkan kalian menahannya atau memperlakukannya dengan makruf dan
menceraikan dengan baik. 59

2.1. Pernikahan dalam Pandangan Psikologi

Keberadaan pernikahan sejalan dengan lahirnya manusia di bumi ini dan merupakan
fitrah manusia yang diberikan Allah Swt terhadap makhluk-Nya yang dinamai manusia.
Dalam pandangan Islam, pernikahan merupakan aturan Allah dan Sunnah Rasul. Aturan
Allah berarti menurut Qudrah dan Iradah Allah dalam penciptaan alam ini, sedagkan Sunnah
Rasul berarti suatu tradisi yang telah ditetapkan oleh Rasul untuk dirinya sendiri dan umatnya.
Oleh karena itu, pernikahan merupakan hal yang sakral, suci, luhur, dan dijunjung tinggi oleh
masyarakat mana pun. Pernikahan merupakan ketentuan dan peraturan Ilahi untuk
melestarikan kehidupan manusia di bumi ini. 60

Selain itu, pernikahan merupakan salah satu upaya untuk menyalurkan naluri seksual
suami-istri dalam sebuah rumah tangga sekaligus sarana untuk menghasilkan keturunan yang
dapat menjamin kelangsungan eksistensi manusia sebagai khalifah di bumi.61

Dapat dibayangkan jika tidak ada lembaga atau aturan dalam Al-Quran dan sunnah
Rasulullah saw yang mengatur pernikahan maka manusia akan menjalani hidup seperti hewan
yang berebut pasangan dan juga dimangsa oleh nafsu birahi.

2.1.1. Definisi Pernikahan


Banyak ragam definisi Pernikahan, sebaiknya diambil definisi yang sesuai dengan UU
Pernikahan yang berlaku. Namun bisa juga ditambahkan untuk menambah wawasan calon
pasutri, definisi Pernikahan lain yang ada, misalnya saya kutipkan dari tiga penulis yang
berbeda :
a. Duvall dan Miller menjelaskan bahwa Pernikahan adalah suatu hubungan
antara seorang laki-laki dan perempuan yang diakui secara sosial,
menyediakan hubungan seksual dan pengasuhan anak yang sah, dan

59
Ibid.,
60
Ibid., Hal 26.
61
Ibid.,
25

didalamnya terjadi pembagian hubungan kerja yang jelas bagi masing-masing


pihak baik suami maupun istri.
b. Menurut (Seccombe and Warner, Pernikahan adalah antara dua mitra yang
memiliki obligasi berdasarkan minat pribadi dan kegairahan.
c. Pernikahan adalah komitmen emosional dan hukum dari dua orang untuk
membagi kedekatan emosional dan fisik, berbagi bermacam tugas dan sumber-
sumber ekonomi.hal ini menurut Olson and deFrain. 62

2.1.2. Definisi Keluarga


Menurut Duvall dan Miller Keluarga adalah satu unit orang-orang, yang selalu
berhubungan, biasanya hidup bersama dalam bagian hidup mereka, bekerja bersama untuk
memuaskan kebutuhan mereka dan saling berhubungan untuk memuaskan keinginannya. 63

2.1.3. Motif Menempuh Pernikahan


Pada awalnya, masalah Pernikahan merupakan masalah bersama, keputusan antar
keluarga namun kemudian terjadi pergeseran dimana Pernikahan merupakan bagian dari
HAM, keputusan individual atau perseorangan.
Menurut Turner dan Helms menyebutkan ada dua faktor motif seseorang menikah yaitu:
a. FaktorPendorong
Hal-hal yang menjadi faktor pendorong untuk melakukan Pernikahan adalah cinta,
konformitas, legitimasi seks dan anak.
b. Faktor Penarik
Hal-hal yang menjadi faktor penarik untuk melakukan Pernikahan adalah
persahabatan, berbagi rasa dan komunikasi.
Dengan kata lain dapat juga dikatakan bahwa melalui Pernikahan akan dapat dipenuhi
beberapa kebutuhan manusia yaitu :
a) Kebutuhan fisiologis dan material
b) Kebutuhan psikologis Kebutuhan sosial

62
Prof. Dr. Lydia Freyani Hawadi, Disampaikan di Bandung, pada hari Jumat,30 April 2010 dalam
kegiatan yang diselenggarakan oleh Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Departemen Agama.
Makalah ini disampaikan sebagai bahan masukan untuk penyusunan Kurikulum dan Silabus Kursus Pra Nikah
Departemen Agama Republik Indonesia, yang nantinya Psikologi Perkawinan dan Keluarga akan menjadi salah
satu mata diklat Kelompok Inti. Dalam Psikologi Perkawinan dan Keluarga http://reni-
akbar.blogspot.co.id/2010/05/psikologi-perkawinan-dan-keluarga.html diunduh pada 23 Desember 2014. 12:17
WIB.
63
Ibid.,
26

c) Kebutuhan religius64
2.1.4. Tahapan dalam Pernikahan

Menurut Dawn J. Lipthrott, LCSW, seorang psikoterapis dan juga marriage and
relationship educator and coach, dia mengatakan bahwa ada lima tahap perkembangan dalam
kehidupan perkawinan. Hubungan dalam pernikahan bisa berkembang dalam tahapan yang
bisa diduga sebelumnya. Namun perubahan dari satu tahap ke tahap berikut memang tidak
terjadi secara mencolok dan tak memiliki patokan batas waktu yang pasti. Bisa jadi antara
pasangan suami-istri, yang satu dengan yang lain, memiliki waktu berbeda saat menghadapi
dan melalui tahapannya. 65

Tahap pertama : Romantic Love. Saat ini adalah saat Anda dan pasangan merasakan
gelora cinta yang menggebu-gebu. Ini terjadi di saat bulan madu pernikahan. Anda dan
pasangan pada tahap ini selalu melakukan kegiatan bersama-sama dalam situasi romantis dan
penuh cinta.

Tahap kedua : Dissapointment or Distress. Masih menurut Dawn, di tahap ini


pasangan suami istri kerap saling menyalahkan, memiliki rasa marah dan kecewa pada
pasangan, berusaha menang atau lebih benar dari pasangannya. Terkadang salah satu dari
pasangan yang mengalami hal ini berusaha untuk mengalihkan perasaan stres yang
memuncak dengan menjalin hubungan dengan orang lain, mencurahkan perhatian ke
pekerjaan, anak atau hal lain sepanjang sesuai dengan minat dan kebutuhan masing-masing.
Menurut Dawn tahapan ini bisa membawa pasangan suami-istri ke situasi yang tak
tertahankan lagi terhadap hubungan dengan pasangannya. Banyak pasangan di tahap ini
memilih berpisah dengan pasangannya

Tahap ketiga : Knowledge and Awareness. Dawn mengungkapkan bahwa pasangan


suami istri yang sampai pada tahap ini akan lebih memahami bagaimana posisi dan diri
pasangannya. Pasangan ini juga sibuk menggali informasi tentang bagaimana kebahagiaan
pernikahan itu terjadi. Menurut Dawn juga, pasangan yang sampai di tahap ini biasanya

64
Prof. Dr. Lydia Freyani Hawadi, Disampaikan di Bandung, pada hari Jumat,30 April 2010
65
http://www.ayahbunda.co.id/keluarga-psikologi/lima-tahap-dalam perkawinan. diunduh pada 15
Februari 2016. 12:56 WIB
27

senang untuk meminta kiat-kiat kebahagiaan rumah tangga kepada pasangan lain yang lebih
tua atau mengikuti seminar-seminar dan konsultasi perkawinan.66
Tahap keempat: Transformation. Suami istri di tahap ini akan mencoba tingkah laku
yang berkenan di hati pasangannya. Anda akan membuktikan untuk menjadi pasangan yang
tepat bagi pasangan Anda. Dalam tahap ini sudah berkembang sebuah pemahaman yang
menyeluruh antara Anda dan pasangan dalam mensikapi perbedaan yang terjadi. Saat itu,
Anda dan pasangan akan saling menunjukkan penghargaan, empati dan ketulusan untuk
mengembangkan kehidupan perkawinan yang nyaman dan tentram.
Tahap kelima: Real Love. “Anda berdua akan kembali dipenuhi dengan keceriaan,
kemesraan, keintiman, kebahagiaan, dan kebersamaan dengan pasangan,” ujar Dawn.
Psikoterapis ini menjelaskan pula bahwa waktu yang dimiliki oleh pasangan suami istri seolah
digunakan untuk saling memberikan perhatian satu sama lain. Suami dan istri semakin
menghayati cinta kasih pasangannya sebagai realitas yang menetap. “Real love sangatlah
mungkin untuk Anda dan pasangan jika Anda berdua memiliki keinginan untuk
mewujudkannya.67

Lebih lanjut Dawn menyarankan pula, “Jangan hancurkan hubungan pernikahan Anda
dan pasangan hanya karena merasa tak sesuai atau sulit memahami pasangan. Anda hanya
perlu sabar menjalani dan mengulang tahap perkembangan dalam pernikahan ini. Jadikanlah
kelanggengan pernikahan Anda berdua sebagai suatu hadiah berharga bagi diri sendiri,
pasangan, dan juga anak.68

2.2. Usia Perempuan Ideal Menikah

Pernikahan dini adalah pernikahan yang salah satu dari pasangannya, baik laki-laki
maupun perempuan belum cukup umur atau di bawah umur. Ketentuan telah cukup umur
untuk diperbolehkan melangsungkan pernikahan ataupun tidak dikembalikan pada dua
sumber ajaran Islam, yakni Al-Quran dan Hadis, juga pada undang-undang yang berlaku
ditempat tinggal masing-masing. Contohnya peraturan perundang-undangan yang berlaku di
negara Indonesia, disebutkan bahwa menurut UU Republik Indonesia nomor 1 tahun 1991

66
Ibid.,
67
Ibid.,
68
Ibid.,
28

tentang Kompilasi Hukum Islam di Indonesia. Kedua hukum positif itu merupakan hasil
Ijtihad dan kesepakatan para ulama dan tokoh di Indonesia.69
Menurut UU Nomor 1 tahun 1974 bab II tentang syarat-syarat perkawinan disebutkan
pada Pasal 7 ayat 1, “(1), “ perkawinan hanya diizinkan jika pria sudah mencapai umur 19
(sembilan belas) tahun dan pihak wanita sudah mencapai umur 16 tahun (enam belas)
tahun.” 70
Jadi pernikahan dini atau pernikahan di bawah umur di berbagai belahan dunia dengan
waktu yang berbeda tentu akan berbeda pula hukum yang berlaku. Begitupun dengan
peraturan dan adat, kebudayaan dan juga keadaan sosial dan lain sebagainya saat Siti Aisyah
Ra menikah dengan rasulullah saw tentunya berbeda dengan keadaan saat ini.

Menurut redaksi jurnal yang diterbitkan oleh Lajnah Pentashihan Al-Quran tentang
pernikahan dini ini disebutkan riwayat yang shahih tentang pernikahan yang dilakukan Siti
Aisyah Ra dengan Rasulullah saw, saat itu Siti Aisyah Ra berumur 6 tahun dan Rasulullah
saw mulai menggaulinya pada usia 9 tahun. Berdasarkan riwayat tersebut , maka ulama Fiqih
menetapkan salah satu syarat nikah adalah apabila calon pengantin telah „Aqil-Baligh bagi
laki-laki dan „Aqilah-Balighah bagi perempuan71. Secara keabsahan pengertian istilah „Aqil
atau „Aqilah adaah berakal, namun yang dimaksud dalam penentuan syarat pernikahan ini
adalah kedewasaan dan kematangan adapun yang dimaksud dengan istilah Baligh dan
Balighah secara kebahasaan adalah telah mencapai atau sampai batas umur tertentu;
sedangkan yang dimaksud dalam Terminologi Fiqih adalah ketika anak perempuan telah haid
atau telah berumur 9 (sembilan) tahun dan anak laki-laki telah mencapai umur 15 (lima belas)
tahun atau sudah mengalami Ihtilam atau mimpi basah72

Penentuan batas usia dini dan usia dewasa dalam pernikahan, seperti yang sudah
dijelaskan diatas, mengesankan ada perbedaan fundamental antara agama seperti terlihat pada
pernikahan Rasulullah saw dengan Siti Aisyah Ra yang kemudian menjadi rujukan kitab-kitab
fiqih klasik (kitab kuning) di lain pihak dengan hukum positif di Indonesia. Hal ini menurut

69
Lajnah Pentashih Mushaf Al-Quran, Membangun keluarga Harmonis, 2008, (Lajnah Pentashihan
Mushaf Al-Quran bersama DIPA Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Quran: Jakarta Timur),cet 1, hal 132-133.
70
Muhammad Amin Suma, Himpunan Undang-Undang Perdata Islam dan Persatuan Pelaksanaan
lainnya di Negara Hukum Indonesia, 2008, PT. Raja Grafindo Persada: Jakarta, Edisi Revisi 2. Hal 524.
71
Al-„Alim „Allaamah Asy-Syekh Zainudin „Abdul „Aziz Al-Malibary, Fathul Mu‟in bi Syarh Al-
„Ayn, (Semarang: Maktab Usaha keluarga, t.th), Hal. 103.
72
Lajnah Pentashih Mushaf Al-Quran, Membangun keluarga Harmonis, ...Op.Cit. hal 134.
29

Lajnah Pentashihan Al-Quran, semangat atau jiwa hukum positif yang berlaku di indonesia
itu adalah demi melindungi kaum perempuan dari akibat negatif yang disebabkan oleh
pernikahan dini bagi masalah-masalah sosial kemasyarakatan, sepert tingginya angka
perceraian, women trafficking (perdagangan perempuan), peningkatan jumlah perempuan
muda yang menjadi pekerja seks komersil (PSK), serta menimbulkan unit-unit kerja kecil
yang tidak harmonis yang juga tentunya di negara-negara lain pun menyesuaikan dengan
keadaan masyarakat masing-masing agar tercipta keluarga sakinah, mawaddah wa rohmah. 73

Untuk mengetahui lebih jauh fase-fase kedewasaan berikut penulis paparkan mengenai
Al-Bulugh (kedewasaan) dalam pandangan sains terkait dengan fase pertumbuhan dan
perkembangan, ciri-ciri masa kanak-kanak awal, pubertas penjelasan secara medis, dan
remaja.

Manusia hidup mengalami fase-fase perkembangan, mulai dari fase pembuahan, fase
pranatal (sebelum kelahiran), dan fase pascapranatal (sesudah kelahiran).Pertumbuhan dan
perkembangan tersebut terus bergerak maju sejalan dengan tempo yang telatif berbeda-
beda.Artinya progres pertumbuhan dan perkembangan manusia terus saja bergerak hingga
akhir hayat mereka, dan selanjutnya beralih kealam lain, ke alam baka.74
Secara fisik manusia mengalami proses pertumbuhan, dari nuthfah, fetus (janin), hingga
lahir akhirnya menjadi remaja, dewasa, dan bahkan lanjut usia (lansia) dan akhirnya kembali
kepada Tuhan Yang Menciptakannya. Fase-fase tersebut biasanya diklasifikasikan sebagai
berikut,

73
Ibid. Hal 134.
74
Lajnah Pentashih Mushaf Al-Quran, Seksualitas dalam Perspektif Al-Quran dan Sains, 2012,
(Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Quran bersama DIPA Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Quran: Jakarta Timur),cet
1, hal 16
30

0,0-2 Minggu Infancy (orok)


2 Minggu-2 Tahun Babyhood (bayi)
2-6 Tahun Early Childhood (masa kanak-kanak awal)
6-12 Tahun Late Childhood (masa kanak-kanak akhir)
12-14 Tahun Puberty (Pubertas)
14 Tahun-17 Tahun Early Adolescence (Masa remaja awal)
17 Tahun-21 Tahun Late Adolescence (Masa remaja akhir)
21 Tahun-40 Tahun Early adulthood (masa dewasa awal)
40 Tahun-60 Tahun Middle Age (masa setengah baya)
60 Tahun ke atas Sanescence (masa usia lanjut) 75

Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa manusia melewati beberapa proses pertumbuhan
dalam ukuran usia. Mengenai usia Siti Aisyah Ra yang diklaim saat menikah masih usia
kanak-kanak, berikut penulis paparkan terlebih dahulu Ciri-Ciri Masa Kanak-Kanak Awal.
ciri-cirinya yakni,
1. Usia yang mengandung masalah atau usia sulit. Dalam usia ini terjadi proses
perkembangan kepribadian yang unik dan menuntut kebebasan yang pada
umumnya kurang berhasil. Masa ini seringkali anak menjadi bandel, keras kepala,
tidak menuntut, serta melawan. 76
2. Usia mainan
3. Usia pra sekolah
4. Usia belajar berkelompok
5. Usia menjelajah dan bertanya
6. Usia meniru dan usia kreatif.77
Fase selanjutnya yakni fase Pubertas. Pubertas sendiri berasal dari kata latin yakni
Puberatum, yang berarti umur menjelang dewasa. Pubertas merupakan perubahan fisik yang
terjadi pada tubuh seorang anak menjadi seorang dewasa yang mampu melakukan
reproduksi.78

75
Ibid. Hal 18.
76
Ibid. Hal 142.
77
Elfi Yuliani Rohmah, Psikologi Perkembangan, 2005, (STAIN Ponorogo Press:Yogyakarta), cet 1,
hal 143-144.
78
Lajnah Pentashih Mushaf Al-Quran, Seksualitas dalam Perspektif Al-Quran dan Sains..ibid. hal 23.
31

Perubahan pada pubertas diawali dengan isyarat-isyarat hormonal, yang datang dari otak
(hipotalamus).Ke alat kelamin, yaitu Ovarium atau indung telur pada perempuan dan testis
atau buah pelir pada laki-laki.Rangsangan yang datang menyebabkan alat kelamin itu
membentuk sejumlah hormon yang merangsang pertumbuhan, fungsi serta menyebabkan
perubahan pada otak, tulang, otot, darah, kulit, rambut, payudara, dan alat kelamin.79

Sebelum tercapainya kemampuan reproduksi, perbedaan antara anak perempuan dan laki-
laki adalah alat kelamin luar, yaitu penis (zakar) pada laki0laki dan vagina pada
perempuan.Pada pematangan tubuh anak menjadi dewasa dan mengalami perubahan tubuh
anak yang semakin membedakan tubuh masing-masing dari keduanya.Perubahan tersebut
disebut dalam ilmu sains sebagai Ciri Seks Sekunder.80

Proses pubertas pada anak perempuan biasanya dimulai pada umur 10-11 tahun dan
proses itu akan selesai pada umur 15-17 tahun. Pada anak laki-lakimaa pubertas dimulai pada
umur 12-13 tahun dan akan selesai pada umur 16-18 tahun. Setelah usia pubertas tidak terjadi
pertambahan tinggi badan. Kematangan reproduksi pada anak laki-laki dicapai pada umur 16-
18 tahun.
Awal pubertas pada perempuan dicirikan dengan tanda-tanda berikut,
1. Perkembangan payudara,
2. Pertumbuhan rambut di sekitar kelamin dan ketiak, serta sering timbul
jerawat (acne) karena kulit lebih banyak mensekresi sabun,
3. Mulai menstruasi
Sedangkan tanda awal pubertas pada anak laki-laki adalah,
1. Testis dan penis membesar
2. Pertumbuhan rambut di sekitar alat kelamin dan ketiak
3. Otot menjadi lebih besar, suara menjadi lebih berat, mulai timbul jerawat
dan rambut di muka (kumis dan jengggot).81

Kematangan reproduksi pada anak laki-laki lebih lambat, yaitu kira-kira 6 tahun setelah
tanda pertama pubertas tampak.Sedangkan Kematangan reproduksi pada perempuan
umumnya dicapai empat tahun setalah tanda-tanda pertama pubertas tampak.82

79
Ibid. Hal 23.
80
Lajnah Pentashih Mushaf Al-Quran, Seksualitas dalam Perspektif Al-Quran dan Sains...Ibid. hal
81
Ibid. Hal 24.
32

Seorang dokter anak di Inggris, James Tanner membuat suatu skala penukuran
perkembangan fisik pada anak, adolesens atau yang lebih populer dikenal dengan ABG (Anak
Baru Gede), dan dewasa, berdasarkan pertumbuhan alat kelamin dan ciri seks sekunder dan
disebut Skala Tanner. Ciri utama skala ini adalah pengamatan perubahan pada rambut
kemaluan, alat kelamin, dan payudara. 83

Berikut adalah bagan rangsangan hormon dalam proses pematangan seksual. Adapun alur
prosesnya sebagai berikut,
Follice Stimulating Hormone (FSH) (1) dan Luteinizing Hormone (LH) (2) yang berasal
dari Hipofisis (6) merangsang ovarium (7) pada perempuan atau testis (10) pada laki-laki.
Akibat rangsangan tersebut maka ovarium (pada perempuan) akan mensekresi esterogen (4)
dan testis (pada laki-laki) akan menseksresi Tosteron (9). Hipofisis dikendalikan oleh
Hipotalamus (5) dan keduanya dipengaruhi oleh kadarEstrogen (pada perempuan) dan
Testosteron (pada laki-laki). Ada mekanisme pengendalian umpan balik antara Hipotalamus-
Hipofisis-Testis/Ovarium.Mekanisme pengendalian ini juga disebut poros Hipotalamus-
Hipofisis-Gonad.Kesetimbangan hormon-hormon itu menentukan perilaku seksual seseorang
(11).Hipofisis juga mesekresi hormon Proclatin (12) yang merangsang pembentukan air susu
ibu. 84
Laki-laki umumnya lebih tinggi daripada perempuan. Hal itu disebabkan kadar hormon
Estradiol pada perempuan lebih tinggi daripada laki-laki. Hormon Estradiol selain penting
untuk pertumbuhan payudara dan rahim, juga merangsang pematangan dan penutupan Epifisis
atau pusat pertumbuhan tulang panjang sehingga tulang panjang berhenti. Pada laki-laki
pematangan dan penutupan Epifisis terjadi lebih lambat karena kadar Estradiol yang lebih
rendah. Sehingga masa pertumbuhan tulang panjang pada laki-laki lebih lama yang
menjadikan laki akan menjadi lebih tinggi dari perempuan. 85

82
Ibid. Hal 24.
83
Ibid. Hal 24.
84
Lajnah Pentashih Mushaf Al-Quran, Seksualitas dalam Perspektif Al-Quran dan Sains... hal 24.
85
Ibid. Hal 24-25.
33

Kadar konsumsi gizi seseorang juga mempengaruhi dimulainya masa pubertas.Awal


masa pubertas pada anak perempuan banyak dipengaruhi keadaan gizinya terutaman pada saat
perempuan tersebut sedang hamil.86

Sedangkan pada fase remaja merupakan segmen perkembangan individu yang penting
yang diawali dengan matangnya organ reproduksi (fisik-seksual) sehingga mampu
bereproduksi. Menurut Knopka masa remaja ini meliputi (a). Remaja Awal: 12-15 tahun, (b).
Remaja Madya: 15-18 Tahun, (c). Remaja Akhir: 19-22 Tahun.87

Siti Aisyah Ra dididik dibawah asuhan Rasulullah saw hal ini menumbuhkan pola
kepribadian yang meniru perilaku dan segala hal yang dicontohkan Rasulullah saw. Dan hal
ini terkonsep pola kepribadian yang dasarnya telah diletakkan pada usia dini. Untuk
mengetahui lebih lanjut mengenai umur Siti Aisyah Ra ketika menikah dengan Rasulullah
saw berdasarkan riwayat hadis, bab selanjutnya akan dipaparkan mengenai takhrij hadis
kualitas sanad dan matan hadis.

86
Ibid. Hal 25.
87
Syamsu Yusuf LN, Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja, 2004, (Remaja Rosdakarya:
Bandung), cet 4 hal 184.

Anda mungkin juga menyukai