Anda di halaman 1dari 27

LAPORAN PENDAHULUAN

TUBERCULOSIS TB

A. Definisi
Tuberculosis adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan Mycobacterium
tuberculosi yang menyerang paru-paru dan hampir seluruh organ tubuh lainnya.
Bakteri ini dapat masuk melalui saluran pernapasan dan saluran pencernaan (GI) dan
luka terbuka pada kulit. Tetapi paling banyak melalui inhalasi droplet yang berasal
dari orang yang terinfeksi bakteri tersebut. (Sylvia A.price)
Klasifikasi tuberculosis dari system lama :
1. Pembagian secara patologis
- Tuberculosis primer (childhood tuberkolusis)
- Tuberculosis post-primer (adult tuberkolusis)
2. Pembagian secara aktivitas radiologis Tuberkolusis paru (Koch Pulmonum) aktif,
non aktif dan quiescent (bentuk aktif yang menyembuh)
3. Pembagian secara radiologis (luas lesi)
- Tuberkolusis minimal
- Moderately advanced tuberkolusis
- Far advanced tuberkulosis
B. Klasifikasi menurut American Thoracic Society
1. Kategori 0 : Tidak pernah terpajan, dan tidak terinfeksi, riwayat kontak negative,
tes tuberculin negative
2. Kategori 1 : Terpajan tuberkolusis, tidak terbukti dan infeksi. Disisni riwayat
kontak positif, tes tuberculin negative
3. Kategori 2 : Terinfeksi tuberculosis, tetapi tidak sakit, Tes tuberculin positif,
radiologis dan sputum negative
4. Kategori 3 : Terinfeksi tuberculosis dan sakit

Klasifikasi diindonesia dipakai berdasarkan kelainan klinis, radiologis, dan


makrobiologis:

1. Tuberkolusis paru
2. Bekas tuberkolusis paru
3. Tuberkolusis paru tersangka, yang terbagi dalam :
- TB tersangka yang diobati : sputum BTA (-), tetapi tanda tanda lain positif .
- TB tersangka yang tidak diobati : sputum BTA negative dan tanda tanda lain
juga meragukan.

Klasifikasi menurut WHO 1991 TB dibagi dalam 4 Kategori yaitu: (Sudoyo Aru)

1. Ditujukan Kategori 1, ditujukan terhadap :


- Kasus batu dan sputum posistif
- Kasus baru dengan bentuk TB berat
2. Kategori 2, ditujukan terhadap :
- Kasus kambuh
- Kasus gagal dengan sputum BTA positif
3. Kategori 3 ditujukan terhadap :
- Kasus BTA negative dengan kelainan paru yang luas
- Kasus tb ekstra paru selain dari yang disebut dalam kategori
4. Kategori 4, ditunjukan terhadap : TB kronik

C. Etiologi
Penyebab tuberkolosis adalah Mycobcterium tubercolosis. Basil ini tidak bespora
sehingga mudah dibasmi dengan pemanasan, sinar matahari, dan sinar ultraviolet.
Ada dua macam mikobakteria tuberculosis yaitu tipe human dan tipe ultraviolet. Ada
dua macam mikobakteria tuberculosis yaitu tipe human dan tipe bovin. Basil tpe
bovin berada dalam susu sapi yang menderita mastitis tuberculosis usus. Basi Tipe
Human bisa berada dibercak luda(droplet) dan di udara yang berasal dari penderita
TBC, dan orang yang terkena rentang terinfeksi bila menghirupnya. (Wim De Jong)
Setelah organisme terinhalasi, dan masuk paru paru bakteri dapat bertahan hidup dan
menyebar kenodus limfatikus local. Penyebaran melalui aliran darah ini dapat
menyebabkan TB pada organ lain, dimana infeksi laten dapat bertahan sampai
bertahun tahun. (Patrick Davey)
Dalam perjalanan penyakitnya terdapat 4 fase: (Wim de Jong)
1. Fase 1 (fase tuberculosis primer)
Masuk kedalam paru dan berkembang biak tanpa menimbulkan reaksi pertahanan
tubuh.
2. Fase 2
3. Fase 3
Fase dengan kuman yang tidur (bertahun-tahun/seumur hidup) dan reaktifitas jika
terjadi perubahan keseimbangan daya tahan tubuh, dan bisa terdapat ditulang
panjang, vertebra, tubafallopi, otak, kelenjer limfa hilus, leher dan ginjal.
4. Fase 4
Dapat sembuh tanpa cacat atau sebaliknya, juga dapat menyebar ke organ yang
lain dan yang kedua ke ginjal setelah paru.
D. Manifestasi klinik
1. Demam 40-41 ℃, serta ada batuk/batuk darah
2. Sesak napas dan nyeri dada
3. Malaise, keringat malam
4. Suara khas pada perkusi dada, bunyi dada
5. Peningkatan sel darah putih dengan dominasi limfosit.
6. Pada anak
a. Berkurangnya BB dua bulan berturut-turut tanpa sebab yang jelas atau gagal
tumbuh.
b. Demam tanpa sebab jelas, terutama jika berlanjut sampai 2 minggu.
c. Batuk kronik >3 minggu, dengan atau tanpa wheeze
d. Riwayat kontak denganpasien TB paru dewasa.

E. System skoring gejala dan pemeriksaan penunjang TB anak

Parameter 0 1 2 3 Skor

Kontak dengan Tidak jelas 0 Laporan Kontak


pasien TB keluarga, dengan
kontak pasien BTA
dengan positif
pasien BTA
negative
atau tidak
tahu, atau
BTA tidak
jelas
Uji tuberculin Negative Positif (> 10
mm, atau
. dari 5 mm)
keadaan
imunosupresi
BB/ keadaan gizi ( Gizi kurang:
dengan KMS atau BB/TB < 90%
table) atau BB/U,
80%
Demam tanpa >2 minggu
sebab

Batuk >3 minggu

Pemberasan >1 mm
kelenjar limfe Jml >1, tidak
koli,aksila,inguina nye
l ri

Pembekakan Ada
tulang/sendi pembengkaka
pnggul,lutut,falang n
Foto dada Normal Sugesti tb

Sumber: Buku Saku Pelayanan Kesehatan Anak DiRS


Catatan :
1. Diagnosis dengan sistem skoring ditegakan oleh dokter
2. Jika dijumpai skrofuloderma (TB pada kenjar dan julit ), pasien dapat langsung di
diagnosis tuberculosis
3. Berat dan di nilai saat pasien dating
4. Demam dan batuk tidak respons terhadap terapi sesuai buku puskesmas
5. Foto dada bukan alat diagnostic utama pada TB anak
6. Semua anak dengan reaksi cepat BCG (reaksi local timbul <7 hari setalah
penyuntikan) harus dievaluasi dengan system scoring TB anak
7. Anak dengan TB jika jumlah skor >6 (skor maksimal 13)
8. Pasien usia balita yang dapat skor 5, dirujuk ke rumah sakit untuk evaluasi lebih
lanjut
F. Tabel frekuensi gejala dan tanda TB paru sesuai kelompok umur

Kelompok umur Bayi Anak Akil Balik


Gejala
- Demam Sering Jarang Sering
- Keringat malam Sangat jarang Sangat jarang Jarang
- Batuk Sering Sering Sering
- Batuk produktif Sangat jarang Sangat jarang Sering
- Hemoptitis Tidak pernah Sangat jarang Sangat jarang
- Dipsnu Sering Sangat jarang Sangat jaramg
Tanda
- Ronki basah Sering Jarang Sangat jarang
- Mengi Sering Jarang Jarang
- Premitus Sangat jarang Sangat jarang Jarang
- Perkusi pekak Sangat jarang Sangat jarang Jarang
- Suara nafas Sering Sangat jarang Jarang
berkurang
Sumber: Buku Ajar Respirologi Anak

G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Menurut Mansjoer,dkk (1999: hal 472), pemeriksaan dianostik yang dilakukan
Pada klien dengan tuberculosis Paru, yaitu:
1. Laboraturium darah rutin : LED normal /meningkat, limfositosis
2. Pemeriksaan sputum BTA : untuk memastikan diagnostic TB paru, namun
pemeriksaan ini tidak spesifik karna hanya 30-70 % pasien yang dapat diagnosis
berdsarkan pemeriksaan ini
3. Tes PAP (Proksidasi Anti Peroksidasi)
Merupakan uji serologi imunoperoksidasi memakai alat histogen staining untuk
menentukan adanya igG spesifik terhadap hasil TB
4. Tes Mantaoux/Tuberkulin
Merupakan uni serologi imunoperoksidasi memakai alat histogen staining untuk
menuentukan adanya igG spesifik terhadap hasil Tb
5. Tehnik Polymerase Chaen Reaction
Deteksi DNA kuman secara spesifik melalui amplifikasi dalam meskipun hanya
satu mikroorganisme dalam specimen juga dapat mendeteksi adanya resistensi
6. Becton Dickinson Diagnostik Instrument Sistem (BACTEC)
Deteksi grouth indeks berdasarkan CO2 yang dihasilkan dari metabolisme asam
lemak oleh mikobakterium tuberculosis
7. MYCODOT
Deteksi antibody memakai antigen liporabinomannan yang direkatkan pada suatu
alat berbentuk seperti sisir plastic, kemudian di celupkan dalam jumlah memadai
memakai warna sisir akan berubah
8. Pemeriksaan radiologi: rontgen toraks PA dan leateral
Gambaran foto toraks yang menunjang diagnosis TB, yaitu :
- Banyangan lesi terletak dilapangan paru atas atau segmen atau apical lobus
bawah
- Bayangan berwarna (patchy) atau bercak (nodular)
- Adanya kavitas, tunggal atau ganda
- Kelainan bilateral terutama dilapangan atas paru
- Adanya klasifikasi
- Bayangan menetap pada foto ulang beberapa minggu kemudian
- Banyangan millie
H. PENETALAKSAAN
Pengobatan tuberculosis terbadi menjadi 2 fase yaitu fase intensif (2-3 bualan) dan
fase lanjutan 4 atau 7 bulan. Paduan obat yang digunakan terdiri dari panduan obat
utama dan tambahan.
1. Obat Anti Tuberculosis (OAT)
a. Jenis obat utama (lini 1) yang digunakan adalah :
- Rifampisin
Dosis 10 mg/kg BB, maksimal 600mg 2-3x/minggu atau
BB >60kg : 600kg
BB 40-60kg: 450 mg
BB <40kg : 300 mg
Dosis intermeten 600 mg/kali
- INH
Dosis 5 mg/kg BB , maksimal 300 mg, 10 mg/kg BB 3 kali/seminggu, 15
mg/kg BB 2 kali/seeming atau 300 mg/hari
Untuk dewasa. Intermiten : 600 mg/ kali
- Pirazinamit
Dosis fase intensif 25 mg/kg BB, 35 mg/kg BB 3 seminggu, 50 mg/kg BB 2
kali seminggu atau
BB >60 kg : 1500 mg
BB 40-60 kg : 1000 mg
BB <40 kg : 750 mg
- Streptomisin
Dosis 15 mg/kg BB atau
BB >60 kg: 1000 mg
BB 40-60 kg : 750 mg
BB <40 kg : sesuai BB
- Etambutol
Dosis fase intensif 20 mg/kg BB, fase lanjutan 15 mg/kg BB, 30 mg/kg BB 3
kali seminggu, 45 mg/kg BB 2 kali seminggu atau
BB >60 kg : 150 mg
BB 40-60 kg : 1000 mg
BB < 40 kg : 750 mg
Dosis intermiten 40 mg/kg BB/kali
b. Kombinasi dosis tetap (fiksed dose combination), kombinasi dosis tetap ini
terdiri diri
- Empat obat antituberculosis dalam satu tablet, yaitu rifampisin 150 mg,
isoniasit 75 mg, pirazinamit 400 mg dan etambutol 275 mg.
- 3 obat anti tuberculosis dalam satu tablet, yaitu rifampisin 150 mg, isoniazit
75 mg dan tirazinamit 400 mg
- Kombinasi dosis tetap rekomendasi WHO 1999 untuk kombinasi dosis
tetap, penderita hanya minum obat 3-4 tablet sehari selama fase intensif,
sedangakan fase lanjutan dapat mengunakan kombinasi dosis 2 obat
antituberculosis seperti yang selama ini telah digunakan sesuai dengan
pedoman pengobatan
c. Jeis obat tambahan lainnya (lini 2)
- Kanamisin
- Kuinolon
- Obat lain masih dalam penelitian; makrolid, amoksilin+asam klavulanat
- Derivate rifampisin dan INH
Sebagain besar penderita Tb adapat menyelesaikan pengobatan tanpa
efek samping. Namun sebagain kecil dapat mengalami efek samping. Oleh
karena itu pemantauan kemungkinan terjadinya efek samping sangat penting
dilakukan selama pengobatan. Efek samping yang terjadi dapat ringan atau
berat, bila efek sampng dan dapat diatasi dengan obat simtomatik maka
pemberian OAT dapat di lanjutkan. Efek samping OAT dapat dilihat pada tabel
di bawah ini
Efek samping ringan dari OAT

Efek samping Penyebab Penanganan


Tidak nafsu makan, Rifampisin Obat diminum malam
mual, sakit perut sebelum tidur
Nyeri sendi Pyrazinamid Beri asprasi/allopurinol
Kesemutan s/d rasa INH Beri vitamin B6
terbakar di kaki (piridoksin) 100 mg
perhari
Warna kemerahan pada Rifampisin Beri penjelasan, tidak
air seni perlu diberi apa-apa

Efek saming berat dari OAT

Efek Samping Penyebab Penanganan


Gatal dan kemerahan pada Semua jenis OAT Beri antihistamin dan
kulit di evaluasi ketat
Tuli Streptomisin Stroptomisin
dihentikan
Gangguan keseimbangan Streptomisin Stroptomisin
dihentikan
Ikterik Hamper semua Hentikan semua OAT
OAT sampai ikterik
menghilang
Bingung dan muntah muntah Hamper semua Hentikan semua OAT
obat dan lakukan uji fungsi
hati
Gangguan penglihatan Ethambutanol Hentikan
ethambutanol
Purpura dan renjatan (syok) Rifampisin Hentikan rifampisin

2. Panduan Obat Anti Tuberkulosis


Pengobatan tuberculosis dibagi menjadi:
a. TB paru (kasus baru), BTA positi luas
Paduan obat yang diberikan: 2 RHZE/4RH
Alternative : 2 RHZE/4R3H3 atau (program P2TB) 2 RHZE/6HE
Paduan ini dianjurkan untuk:
-TB paru BTA (+), kasus baru
-TB paru BTA (-), dengan gambaran radiologi lesi luas
- TB di luar paru kasus berat
Pengobatan fase lanjutan, bila diperlukan dapat diberikan selama 7
bulan, dengan paduan 2RHZE/7RH dan alternative 2RHZE/7R3H3 seperti
pada keadaan:
-Tb dengan lesi luas
Disertai penyakit komorbid (diabetes mellitus, pemakaian obat
imunosuproesi/kotikosteroid).
-TB kasus berat (milier, dll)
Bila ada fasilitas biarkan dan uji resistensi, pengobatan disesuaikan
dengan hasil uji resistensi.
b. TB paru (kasus baru) BTA negative
Paduan obat yang diberikan: 2RHZ/4RH
Alternative: 2RHZ/4R3H3 atau 6RHE paduan ini dianjurkan untuk:
-TB paru BTA negative dengan gambaran radiologi klesi mineal
-TB di luar paru kasus ringan
-TB paru kasus kambuh
Pada TB paru kasus kambuh minimal menggunakan 4 macam OAT
pada fase intensif selama 3 bulan (bila ada hasil uji Resistensi dapat
diberikan obat sesuai hasil uji resistensi). Lama pengobatan vase lanjutan 6
bulan atau lebih lama dari pengobatan sebelumnya, sehingga paduan obat
yang di berikan: 3RHZE/6RH. Bila tidak ada/tidan dilakukan uji
restitensi,maka alternative diberikan paduan obat:
2RHZES/1RHZE/5R3H3E3 (program P2TB)
c. TB paru kasus gagal pengobatan
Pengobatan sebaiknya berdasarkan hasil uji restitensi, dengan minimal
menggunakan 4-5 OAT dengan minimal 2 OAT yang masih sensitive
(seandainya H resisten, tetap diberikan). Dengan lama pengobatan minimal
selama 1-2 tahun.

d. TB paru kasus lalai berobat


Penderita TB paru kasus lalai berobat, akan dimulai pengobatan kembali
sesuai dengan kriteria sebagai berikut:
- Penderita yang menghentikan pengobatannya <2 minggu, pengobatan OAT
dilanjutkan sesuai jadwal
- Penderita menghentikan pengobatannya ≥2 minggu
- Berobat ≤4 bulan, BTA negative dan klinik, radiologic negative, pengobatan
OAT stop
- Berobat >4 bulan, BTA positif: pengobatan dimulai dari awal dengan
paduan obat yang lebih kuat dan jangka waktu pengobatan yang lebih lama
- Berobat <4 bulan, BTA positif: pengobatan dimulai dari awal dengan
paduan obat yang sama
- Berobat <4 bulan, berhenti berobat >1 bulan, BTA negative, akan tetapi
klinik dan atau radiologic positif: pengobatan dimulai dari awal dengan
paduan obat yang sama.
- Berobat <4 bulan, BTA negative, berhenti berobat 2-4 minggu pengobatan
diteruskan kembali sesuai jadwal.
e. TB paru kasus kronik
- Pengobatan TB paru kasus kronik, jika belum ada hasil uji resistensi,
beriksn RHZES. Jika telah ada hasil uji restitensi, sesuaikan dengan hasil uji
resistensi (minimal terdapat 2 macam OAT yang masih sensitive dengan H
tetap di berikan walaupun resisten) ditambah dengan obat lain seperti
kuinolon, betalaktam, makrolit.
- Jika tidak mampu dapat diberikan INH seumur hidup. Pertimbangkan
pembedahan untuk meningkatkan kemungkinan penyembuhan.
- Kasus TB paru kronik peru di rujuk ke ahli paru
1. Pengobatan suportif/simpetomatik
Pengobatan diberikan kepada penderita tibi paru diperhatikan keadaan
klinisnya. Bila keadaan klinis baik dan tidak ada indikasi rawat, dapat
rawat jalan. Selain OAT kadang perlu pengobatan tambahan atau
suportif/simtomatik untuk menigkatkan daya tahan tubuh atau mengatasi
gejala/keluhan.
a. Penderita rawat jalan.
1) Makan makanan yang bergizi, bila dianggap perlu dapat
diberikan vitamin tambahan (pada prinsipnya tidak ada
larangan makanan untuk penderita tuberculosis, kecuali untuk
penyakit komorbidnya)
2) Bila demam dapat diberikan obat penurun panas atau demam
3) Bila perlu dapat diberikan obat un tuk mengatasi gejala batuk,
sesak napas atau keluhan lain
2. Terapi pembedahan
a. Indikasi mutlak
1) Semua penderita yang telah dapat OAT adekuat tetapi dahak
tetap positif
2) Penderita batuk darah yang masih tidak dapat diatasi dengan cara
konservatif
3) Penderita dengan fistula bronkopleura dan empyema yang tidak
dapat diatasi secara konservatif
4) Indikasi relative
5) Penderita dengan dahak negative dengan batuk darah berulang
6) Kerusakan 1 paru atau lobus dengan keluhan
7) Sisa kaviti yang menetap.
3. Tindakan invasif (selain pembedahan)
a. Bronkoskopi
b. Punksi pleura
c. Pemasangan WSD (Water Sealed Drainage)
4. Kriteria sembuh
a. BTA mikroskopi negative 2 kali (pada akhir fase intensif dan akhir
pengobatan) dan telah mendapatkan pengobatan yang adekuat
b. Pada foto thorax, gambaran radiologi serial tetap sama/perbaikan
c. Bila ada vasilitas biakan, maka kriteria ditambahbiakan negative.

D. Masalah yang Lazim Muncul

1. Ketidak efektif bersihan jalan napas berhubungan dengan bronkospasme

2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan kongesti paru, hipertensi pulmonal,


penurunan perifer yang mngakibatkan aksidosis laktat dan penurunan curah jantung

3. Hipertermia berhubungan dengan reaksi inflamasi

4. Ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidak
adekuatan intek nutrisi, dyspnea

5. Resiko infeksi berhubungan dengan organisme purulent

E. Discharge Planing

1. Pelajari penyebab dan penularan dari TB serta pencegahan saat di luar rumah

2. Pahami tentang kegunaan batuk yang efektif dan mengapa terdapat penumpukan secret
di saluran pernapasan.

3. Napas dalam dan perlahan saat duduk setegak mungkin

4. Lakukan pernapasan diafragma: tahan nafas selama 3-5 detik kemudian secara
perlahan-lahan, keluarkan sebanyak mungkin melalui mulut.
5. Selalu menjaga kebersihan mulut dan pelajari cara yang baik saat batuk dan setelah
batuk juga cara pengontrolan batuk.

6. jangan memberikan vaksin BCG pada bayi baru lahir dan konsultasikan pada tenaga
medis terlebih dahulu sebelum vaksin.

7. Ibu menderita TB aman untuk memberikan asi pada bayinya dengan catatan
menghindari cara penularan TB

8. Jalankan terapi obat dengan teratur dan jangan sampai putus tanpa instruksi

9. Berhenti merokok dan berhenti minum alcohol

10. Olahraga secara teratur, makan makanan yang bergizi serta istirahat cukup.

Microbacterium
Droplet infection Masuk lewat jalan nafas
Tuberkulosa
PATOFISOLOGI

Menempel pada paru

Keluar dari Di bersihkan oleh makrofag Menetap di jaringan paru


tracheobionchial
bersama secret
Terjadi proses peradangan
Sembuh tanpa
pengobatan

Pengeluaran zat pirogan Tumbuh dan kembang di


sitoplasma makrofag

Mempengaruhi
hypothalamus Serang primer/afek primer
(focus ghon)

Mempengaruhi sel point

HIPERTERMI

Limfangitis lokal Limfadinitis ragional


Komplek primer

Menyebar ke organ lain (paru Sembuh tanpa pengobatan Sembuh dengan bekas
lain, saluran pencernaan, tulang) fibrosis
melalui media (bronchogen
percontinuitum, hematogen,
limfogen)

Radang tahunan dibronkus Pertahanan primer tidak


adekuat

Berkembang menghancurkan Pembentukan tuberkel Kerusakan membrane


jaringan ikat sekitar alveoler
Pembentukan sputum Menurunnnya permukaan
Bagian tengah nekrosis
berlebihan efek baru

Membentuk jaringan keju Ketidak efektifan bersihan Alveolus


jalan nafas

Alveolus mengalami
Secret keluar saat batuk konsolidasi dan eksudasi

Alvebatuk produktif (batuk GANGGUAN PERTUKARAN


terus menerus) GAS

Droplet infection Batuk berat

Terhirup orang sehat Distensi abdomen

RESIKO INFEKSI Mual, muntah

Intake nutrisi kurang

KETIDAKSEIMBANGAN
NUTRISI KURANG DARI
KEBUTUHAN TUBUH
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
1. Identitas :
a. Identitas klien meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, alamat,
suku/bangsa, status pernikahan, pekerjaan, no.RM, tanggal masuk RS,
tanggal pengkajian, dan diagnosa medik.
b. Identitas penanggung jawab meliputi nama, umur, jenis kelamin, pekerjaan,
dan hubungan keluarga.
2. Riwayat Kesehatan Sekarang
Meliputi keluhan atau gangguan yang sehubungan dengan penyakit yang di
rasakan saat ini. Dengan adanya sesak napas, batuk, nyeri dada, keringat malam,
nafsu makan menurun dan suhu badan meningkat mendorong penderita untuk
mencari pengonbatan.

3. Riwayat Kesehatan Dahulu


Keadaan atau penyakit – penyakit yang pernah diderita oleh penderita yang
mungkin sehubungan dengan tuberkulosis paru antara lain ISPA efusi pleura serta
tuberkulosis paru yang kembali aktif.

4. Riwayat Kesehatan Keluarga


Mencari diantara anggota keluarga pada tuberkulosis paru yang menderita
penyakit tersebut sehingga sehingga diteruskan penularannya.

B. Pemeriksaan fisik
1. Keadaan Umum :
a. Kesadaran : Compos mentis
b. Tanda-tanda vital : pada klien TB paru biasanya didapatkan peningkatan
suhu tubuh secara signifikan, frekuensi napas meningkat apabila disertai
sesak napas, denyut nadi biasanya meningkat seirama dengan peningkatan
suhu tubuh dan frekuensi pernapasan, dan tekanan darah biasanya sesuai
dengan adanya penyakit penyulit seperti hipertensi. (Muttaqin, 2012, hal.
86)
2. Body System
a. Sistem Pernapasan
1) Inspeksi : bentuk dada dan gerakan pernapasan. Sekilas pandang klien
dengan TB paru biasanya tampak kurus sehingga terlihat adanya
penurunan proporsi diameter bentuk dada antero-posterior dibandingkan
proporsi diameter lateral. (Muttaqin, 2012, hal. 87)
2) Palpasi : Palpasi trakhea, pada TB paru yang disertai adanya efusi pleura
masif dan Pneumothoraks akan mendorong posisi trakhea ke arah
berlawanan dari sisi sakit. Gerakan dinding thoraks anterior/ekskrusi
pernapasan. TB paru tanpa komplikasi pada saat palpasi, grerakan dada
saat bernapas biasanya normal dan seimbang antara bagian kanan dan
kiri.
3) Perkusi : pada klien TB paru minimal tanpa komplikasi, biasanya akan
didapatkan bunyi resonan atau sonor pada seluruh lapang paru. Pada
klien dengan TB paru yang disertai komplikasi seperti efusi pleura akan
didapatkan bunyi redup sampai pekak pada sisi yang sakit sesuai
banyaknya akumulasi cairan di rongga pleura. Apabila disertai
pneumothoraks, maka didapatkan bunyi hiperresonan terutama jika
pneumothoraks ventil yang mendorong posisi paru ke sisi yang sehat.
(Muttaqin, 2012, hal. 88)
4) Auskultasi : pada klien dengan TB paru didapatkan bunyi napas
tambahan (ronkhi) pada sisi yang sakit.
b. Sistem Kardiovaskuler
1) Inspeksi : inspeksi tentang adanya jaringan parut dan keluhan kelemahan
fisik.
2) Palpasi : denyut nadi perifer melemah.
3) Perkusi : batas jantung mengalami pergeseran pada TB paru dengan
efusi pleura masih mendorong ke sisi sehat.
4) Auskultasi : tekanan darah biasanya normal. Bunyi jantung tambahan
biasanya tidak didapatkan.
c. Sistem Persyarafan
Kesadaran biasanya compos mentis, ditemukan adanya sianosis
perifer apabila gangguan perfusi jaringan berat. Pada pengkajian objektif,
klien tampak dengan wajah meringis, menangis, merintih, meregang, dan
menggeliat. Saat dilakukan pengkajian pada mata, biasanya didapatkan
adanya konjungtiva anemis pada TB paru dengsn hemoptoe masif dan
kronis, dan sklera ikretik pada TB paru dengan gangguan fungsi hati.

d. Sistem Perkemihan
Pengukuran volume output urine berhubungan dengan intake cairan.
Oleh karena itu, perawat perlu memonitor adanya oliguria karena hal
tersebut merupakan tanda awal dari syok. Klien diinformasikan agar
terbiasa dengan urine yang berwarna jingga pekat dan berbau yang
menandakan fungsi ginjal masih normal sebagai ekskresi karena meminum
OAT terutama Rifampisin.

e. Sistem Pencernaan
Klien biasanya mengalami mual, muntah, penurunan nafsu makan,
dan penurunan berat badan.

f. Sistem Integumen
1) Inspeksi : turgor kulit buruk, kering, bersisik, hilang lemak subkutis.
2) Palpasi : suhu badan klien biasanya meningkat 40oC-41oC
g. Sistem Muskuloskeletal
Aktivitas sehari-hari berkurang banyak pada klien TB paru. Gejala
yang muncul antara lain kelemahan, kelelahan, insomnia, pola hidup
mentetap.

h. Sistem Endokrin
1) Inspeksi : terdapat pembengkakan pada kelenjar getah bening persisten.
2) Palpasi : pembesaran getah bening teraba
i. Sistem Reproduksi
Tidak terjadi kelainan pada sistem reproduksi kecuali jika adanya
penyakit yang menyertai.

j. Sistem Pengindraan
1) Mata: Sklera ikterik pada TB paru dengan gangguan fungsi hati.
2) Telinga: Tidak terdapat kelainan pada telinga kecuali jika adanya
komplikasi penyakit telinga yang menyertai.
3) Hidung: Tidak terdapat kelainan pada hidung kecuali jika adanya
komplikasi penyakit hidung yang menyertai.
k. Sistem Imun
Sistem imun yang non spesifik dapat menyebabkan bakteri
mycrobacterium tuberkulosis berkembang baik karena sistem imun
merupakan yang paling berperan dalam penyebaran bakteri.

C. Diagnosa Keperawatan
Adapun diagnosa keperawatan yang lazim timbul pada klien dengan TBC
sebagai berikut :

1. Bersihan Jalan Napas Tidak Efektif berhubungan dengan bronkospasme


2. Gangguan pertukaran gas berhubungan denga kongesti paru, penurunan perifer
yang mengakibatkan asidosis laktat dan penurunan curah jantung.
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
ketidakadekuatan intake nutrisi
4. Hipertermi berhubungan dengan reaksi inflamasi
D. Rencana Keperawatan

TUJUAN DAN
DIAGNOSA INTERVENSI
NO KRITERIA HASIL
KEPERAWATAN (NIC)
(NOC)

1 Bersihan Jalan Nafas Setelah dilakukan Manajemen jalan nafas


Tidak Efektif
tindakan keperawatan a. Posisikan pasien
untuk memaksimal
diharapkan status kan ventilasi
b. Lakukan fisioterapi
pernafasan : ventilasi
dada sebagaimana
dengan kriteria mestinya
c. Buang secret dengan
hasil : memotivasi pasien
untuk melakukan
a. Frekuensi pernafasan batuk atau menyedot
tidak ada deviasi dari lender
kisaran normal d. Instruksikan
b. Irama pernafasan tidak bagaimana agar bisa
ada deviasi dari kisaran melakukan batuk
c. normal efektif
d. Suara perkusi nafas e. Auskultasi suara
tidak ada deviasi dari nafas
kisaran normal f. Posisikan untuk
e. Kapasitas vital tidak ada meringankan sesak
deviasi dari dari kisaran nafas
normal

Monitor pernafasan
a. Monitor kecepatan,
irama, kedalaman dan
kesulitan bernafas
b. Catat pergerakan
dada, catat
ketidaksimetrisan,
penggunaan otot
bantu pernafasan dan
retraksi otot
c. Monitor suara nafas
tambahan
d. Monitor pola nafas
e. Auskultasi suara
nafas, catat area
dimana terjadi
penurunan atau tidak
adanya ventilasi dan
keberadaan suara
nafas tambahan
f. Kaji perlunya
penyedotan pada
jalan nafas dengan
auskultasi suara nafas
ronki di paru
g. Monitor kemampuan
batuk efektif pasien
h. Berikan bantuan
terapi nafas jika
diperlukan (misalnya
nebulizer)
2 Gangguan Pertukaran Setelah dilakukan Terapi oksigen
gas tindakan keperawatan
a. Pertahankan
Diharapakan status kepatenan jalan nafas
b. Berikan oksigen
pernafasan : tambahan seperti
yang diperintahkan
 Pertukaran gas
c. Monitor aliran
dengan kriteria
oksigen
hasil : d. Monitor efektifitas
terapi oksigen
a. Tekanan parsial oksigen e. Amati tanda-tanda
di darah arteri (PaO2) hipoventialsi induksi
tidak ada deviasi dari oksigen
kisaran normal f. Konsultasi dengan
b. Tekanan parsial tenaga kesehatan lain
karbondioksida di darah mengenai
arteri (PaCO2) tidak ada penggunaan oksigen
deviasi dari kisaran tambahan selama
normal kegiatan dan atau
c. Saturasi oksigen tidak tidur
ada deviasi dari kisaran Monitor tanda-
normal tanda vital
d. Keseimbangan ventilasi a. Monitor tekanan
dan perfusi tidak ada darah, nadi,suhu dan
deviasi dari kisaran status pernafasan
normal dengan tepat
 Tanda-tanda b. Monitor tekanan
vitaldengan kriteria darah saat pasien
hasil : berbaring, duduk dan
a. Suhu tubuh tidak ada berdiri sebelum dan
deviasi dari kisaran setelah perubahan
normal posisi
b. Denyut nadi radial tidak c. Monitor dan laporkan
ada deviasi dari kisaran tanda dan gejala
normal hipotermia dan
c. Tingkat pernafasan hipertermia
tidak ada deviasi dari d. Monitor keberadaan
kisaran normal nadi dan kualitas nadi
a. Irama pernafasan tidak e. Monitor irama dan
ada deviasi dari kisaran tekanan jantung
normal f. Monitor suara paru-
b. Tekanan darah sistolik paru
tidak ada deviasi dari g. Monitor warna kulit,
kisaran normal suhu dan kelembaban
c. Tekanan darah diastolik identifikasi
tidak ada deviasi dari kemungkinan
kisaran normal penyebab perubahan
tanda-tanda vital
3 Ketidakseimbangan NOC : NIC :
nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh Nutritional Status : food and Manajemen Nutrisi
Fluid Intake
a. Kaji adanya alergi
Kriteria Hasil : makanan
b. Kolaborasi dengan
a. Adanya peningkatan ahli gizi untuk
berat badan sesuai menentukan jumlah
dengan tujuan kalori dan nutrisi
b. Berat badan ideal sesuai yang dibutuhkan
dengan tinggi badan pasien.
c. Mampu c. Anjurkan pasien
mengidentifikasi untuk meningkatkan
kebutuhan nutrisi intake Fe
d. Tidak ada tanda tanda d. Anjurkan pasien
malnutrisi untuk meningkatkan
e. Tidak terjadi penurunan protein dan vitamin C
berat badan yang berarti e. Berikan substansi
gula
f. Yakinkan diet yang
dimakan
mengandung tinggi
serat untuk mencegah
konstipasi
g. Berikan makanan
yang terpilih ( sudah
dikonsultasikan
dengan ahli gizi)
h. Ajarkan pasien
bagaimana membuat
catatan makanan
harian.
i. Monitor jumlah
nutrisi dan
kandungan kalori
j. Berikan informasi
tentang kebutuhan
nutrisi
k. Kaji kemampuan
pasien untuk
mendapatkan nutrisi
yang dibutuhkan

Nutrition
Monitoring
a. BB pasien dalam
batas normal
b. Monitor adanya
penurunan berat
badan
c. Monitor tipe dan
jumlah aktivitas yang
biasa dilakukan
d. Monitor interaksi
anak atau orangtua
selama makan
e. Monitor lingkungan
selama makan
f. Jadwalkan
pengobatan  dan
tindakan tidak selama
jam makan
g. Monitor kulit kering
dan perubahan
pigmentasi
h. Monitor turgor kulit
i. Monitor kekeringan,
rambut kusam, dan
mudah patah
j. Monitor mual dan
muntah
k. Monitor kadar
albumin, total
protein, Hb, dan
kadar Ht
l. Monitor makanan
kesukaan
m. Monitor pertumbuhan
dan perkembangan
n. Monitor pucat,
kemerahan, dan
kekeringan jaringan
konjungtiva
o. Monitor kalori dan
intake nuntrisi
p. Catat adanya edema,
hiperemik, hipertonik
papila lidah dan
cavitas oral.
q. Catat jika lidah
berwarna magenta,
scarlet

4 Hipertermia NOC : NIC :


Thermoregulation Fever treatment
Definisi : suhu tubuh Kriteria Hasil : a. Monitor suhu
naik diatas rentang sesering mungkin
normal a. Suhu tubuh dalam b. Monitor IWL
rentang normal c. Monitor warna dan
b. Nadi dan RR dalam suhu kulit
rentang normal d. Monitor tekanan
c. Tidak ada perubahan darah, nadi dan RR
warna kulit dan tidak e. Monitor penurunan
ada pusing, merasa tingkat kesadaran
nyaman f. Monitor WBC, Hb,
dan Hct
g. Monitor intake dan
output
h. Berikan anti piretik
i. Berikan pengobatan
untuk mengatasi
penyebab demam
j. Selimuti pasien
k. Lakukan tapid
sponge
l. Berikan cairan
intravena
m. Kompres pasien pada
lipat paha dan aksila
n. Tingkatkan sirkulasi
udara
o. Berikan pengobatan
untuk mencegah
terjadinya menggigil

Temperature
regulation
a. Monitor suhu
minimal tiap 2 jam
b. Rencanakan
monitoring suhu
secara kontinyu
c. Monitor TD, nadi,
dan RR
d. Monitor warna dan
suhu kulit
e. Monitor tanda-tanda
hipertermi dan
hipotermi
f. Tingkatkan intake
cairan dan nutrisi
g. Selimuti pasien untuk
mencegah hilangnya
kehangatan tubuh
h. Ajarkan pada pasien
cara mencegah
keletihan akibat
panas
i. Diskusikan tentang
pentingnya
pengaturan suhu dan
kemungkinan efek
negatif dari
kedinginan
j. Beritahukan tentang
indikasi terjadinya
keletihan dan
penanganan
emergency yang
diperlukan
k. Ajarkan indikasi dari
hipotermi dan
penanganan yang
diperlukan
l. Berikan anti piretik
jika perlu

Vital sign Monitoring


a. Monitor TD, nadi,
suhu, dan RR
b. Catat adanya
fluktuasi tekanan
darah
c. Monitor VS saat
pasien berbaring,
duduk, atau berdiri
d. Auskultasi TD pada
kedua lengan dan
bandingkan
e. Monitor TD, nadi,
RR, sebelum, selama,
dan setelah aktivitas
f. Monitor kualitas dari
nadi
g. Monitor frekuensi
dan irama pernapasan
h. Monitor suara paru
i. Monitor pola
pernapasan abnormal
j. Monitor suhu, warna,
dan kelembaban kulit
k. Monitor sianosis
perifer
l. Monitor adanya
cushing triad
(tekanan nadi yang
melebar, bradikardi,
peningkatan sistolik)
m. Identifikasi penyebab
dari perubahan vital
sign

E. Impementasi keperawatan

Menurut Tarwoto dan Wartonah (2015) Implementasi merupakan tidakan yang


sudah direncanakan dalam rencana perawatan. Tindakan keperawatan mencakup
tindakan mandiri (independen) dan tindakan kolaborasi. Tindakan mandiri
(independen) adalah aktivitas perawat yang didasarkan pada kesimpulan atau
keputusan sendiri. Tindakan kolaborasi adalah tindakan didasarkan hasil keputusan
bersama, seperti dokter dan petugas kesehatan lain.

Implementasi keperawatan dapat berbentuk:

1. Bentuk perawatan seperti melakukan pengkajian untuk mengidentifikasi masalah


baru atau mempertahankan masalah yang ada.
2. Pengajaran/pendidikan kesehatan pada pasien untuk membantu menambah
pengetahuan tentang kesehatan.
3. Konseling pasien untuk memutuskan kesehatan pasien
4. Konsultasi atau berdiskusi dengan tenaga profesional kesehatan lainnya sebagai
bentuk perawatan holistik.
5. Bentuk pelaksanaan secara spesifik atau tindakan untuk memecahkan masalah
kesehatan.
6. Membantu pasien dalam melakukan kesehatan sendiri.
7. Melakukan monitoring atau pengkajian terhadap komplikasi yang mungkin
terjadi terhadap pengobatan atau penyakit yang dialami.
F. Evaluasi
Evaluasi merupakan tahap akhir dalam proses keperawatan untuk dapat
menentukan keberhasilan dalam asuhan keperawatan. Evaluasi pada dasarnya adalah
membandingkan status keadaan kesehatan pasien dengan tujuan atau kriteria hasil
yang telah ditetapkan.

Tujuan dari evaluasi adalah:

1. Mengevaluasi status kesehatan pasien


2. Menentukan perkembangan tujuan perawatan
3. Menentukan efektivitas dari rencana keperawatan yang telah ditetapkan.
4. Sebagai dasar menentukan diagnosis keperawatan sudah tercapai atau tidak, atau
adanya perubahan diagnosis.
Evaluasi perkembangan kesehatan pasien dapat dilihat dari hasil tindakan
keperawatan. Tujuannya adalah untuk mengetahui sejauh mana tujuan perawatan
dapat dicapai dan memberikan umpan balik terhadap asuhan keperawatan yang
diberikan.

Jika tujuan tidak tercapai, maka perlu dikaji ulang letak kesalahannya, dicari
jalan keluarnya, kemudian catat apa yang ditemukan, serta apakah perlu dilakukan
perubahan intervensi.
DAFTAR PUSTAKA

Andareto, O. (2015). Penyakit Menular di Sekitar Anda. Jakarta: Pustaka Ilmu Semesta.

Haskas, Yusran. (2016). Buku Ajar Sistem Respirasi. (Ed 1). Yogyakarta: Indomedia Pustaka

Kemenkes RI. (2014). Pedoman Nasional Pengendalian Tuberkulosis. Jakarta: Kementerian


Kesehatan RI

Kunoli, F.J. (2013). Pengantar Epidemiologi Penyakit Menular: Untuk Mahasiswa


Kesehatan Masyarakat. Jakarta: Trans Info Media.

Manurung, S., Suratun., Krisanty, P., & Ekarini., N.L. (2016). Aplikasi Asuhan Keperawatan
Sistem Respiratory. Jakarta: Cv. Trans info media

Najmah. (2016). Epidemologi Penyakit Menular. Jakarta: Trans Info Media

Nurarif, A.H., & Kusuma, H. (2016). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa
Medis dan Nanda Nic-Noc. Jogjakarta: MediAction.

Wahid, A., & Suprapto,I. (2013). Keperawatan Medikal Bedah Asuhan Keperawatan Pada
Gangguan Sistem Respirasi. Jakarta: CV.Trans Info Media

Tarwoto, dan Wartonah. (2015). Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses Keperawatan. Edisi
5. Jakarta: Salemba Medika.

Anda mungkin juga menyukai