Anda di halaman 1dari 2

Demokrasi Ekonomi

Muhammad Hatta

Secara umum, demokrasi adalah pemerintahan atau pengaturan tata kehidupan


masyarakat/bangsa oleh rakyat, artinya seluruh warga negara baik besar maupun kecil,
terlibat dalam pengambilan setiap keputusan yang menyangkut kehidupan mereka.
Sedangkan demokrasi ekonomi merupakan cara-cara pengambilan putusan-putusan ekonomi
yang melibatkan semua pihak yang terkait, dan hasil putusan itu adalah untuk kemanfaatan
semua pihak yang bersangkutan. Tujuan yang hendak dicapai adalah keadilan sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia, yang bisa terwujud melalui keempat sila sebelumnya, yaitu dua sila
pertama sebagai dasar moralnya dan dua sila berikutnya sebagai cara atau metodenya.
Konsep demokrasi ekonomi bukanlah kosakata baru dalam pembicaraan sistem
ekonomi Indonesia. Pada tahun 1930-an, Bung Karno sudah mengulas secara mendalam
mengenai konsep “sosio-demokrasi”, yakni perpaduan demokrasi politik dan demokrasi
ekonomi. Menurut Bung Karno, demokrasi yang sejati tidak sebatas demokrasi politik tetapi
juga harus mengandung demokrasi ekonomi.
Pada hampir bersamaan, Bung Hatta juga mengulas soal demokrasi ekonomi ini.
Demokrasi ekonomi adalah “kerakyatan-ekonomi” atau “kesamarasaan ekonomi dan
kesamarataan ekonomi”. Bagi Bung Hatta, sistim ekonomi laisses-faire, dengan
semangat free enterprisenya, tidak cocok dengan cita-cita masyarakat adil dan makmur.
Pasalnya, di mata Bung Hatta, sistim ini akan menyebabkan si kaya bertambah kaya dan si
miskin bertambah melarat.
Bung Karno dan Bung Hatta tidak setuju jika kapitalisme merajalela. Rumusan dua
tokoh utama pendiri Republik Indonesia ini, juga tokoh-tokoh pendiri bangsa lainnya,
terjabarkan dengan baik dalam pasal 33 UUD 1945. Penjelasan pasal 33 UUD 1945 sangat
gamblang mengurai prinsip demokrasi ekonomi itu: “Perekonomian berdasar atas
demokrasi ekonomi, kemakmuran bagi semua orang. Sebab itu cabang-cabang produksi
yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak harus dikuasai
oleh negara. Kalau tidak, tampuk produksi jatuh ke tangan orang-seorang yang berkuasa
dan rakyat yang banyak ditindasinya.”
Paham ekonomi Bung Hatta sebagaimana terumuskan dalam Pasal 33 UUD 1945
bukanlah “jalan tengah” melainkan adalah “jalan lain”. Bung Hatta sendiri menyebutnya
sebagai “jalan lurus”, yaitu “jalan Pancasila”. Di sinilah dalam konsepsi ekonomi Bung
Hatta, pembangunan adalah proses humanisasi, memanusiakan manusia, bahwa yang
dibangun adalah rakyat, bahwa pembangunan ekonomi adalah derivat dan pendukung
pembangunan rakyat. Di dalam kehidupan ekonomi yang berlaku adalah “daulat-rakyat”
bukan “daulat-pasar”.
Bung Hatta menegaskan pula bahwa di dalam membangun perekonomian nasional
berlaku “doktrin demokrasi ekonomi”, bahwa kemakmuran masyarakatlah yang diutamakan
bukan kemakmuran orang-seorang, kemakmuran adalah bagi semua orang, produksi
dikerjakan oleh semua, untuk semua di bawah pimpinan atau penilikan anggota-anggota
masyarakat.
Pemikiran Bung Hatta mengenai disain ekonomi nasional Indonesia, berkaitan dengan
Pasal 33 (ayat 1) UUD 1945 yang berbunyi “Perekonomian disusun sebagai usaha
bersama berdasar asas kekeluargaan, sebagai berikut:
“…Perekonomian tentu meliputi seluruh wadah ekonomi, tidak saja badan usaha koperasi,
tetapi juga meliputi BUMN dan juga badan usaha swasta.
Disusun (dalam konteks orde ekonomi dan sistem ekonomi) artinya adalah bahwa
perekonomian, tidak dibiarkan tersusun sendiri melalui mekanisme dan kekuatan pasar,
secara imperatif tidak boleh dibiarkan tersusun sendiri mengikuti kehendak dan selera pasar.
Dengan demikian peran Negara tidak hanya sekedar mengintervensi, tetapi menata,
mendesain dan merestruktur, untuk mewujudkan kebersamaan dan asas kekeluargaan serta
terjaminnya keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Sumber : http://kumpulanstudi-aspirasi.com/ekonomi/pemikiran-dan-konsep-ekonomi-bung-
hatta/ dan http://www.berdikarionline.com/kembali-ke-demokrasi-ekonomi/

Anda mungkin juga menyukai