Proposal
Proposal
PENDAHULUAN
NAPZA yaitu zat kimia yang apabila masuk kedalam tubuh manusia baik dengan
berbagai cara, baik dihisap, dihirup, diminum atau disuntikkan dapat berpengaruh
1
pada pikiran, emosi, dan tindakan Hampir semua jenis NAPZA akan
mengaktifkan satu sistem di otak yang mengatur rasa senang atau biasa disebut
senang. Jika penyalahguna terus menerus menggunakan NAPZA maka otak akan
keadaan stabil atau berusaha menambah dosis NAPZA untuk mencapai dopamin
yang tinggi, dan disertai dengan penggunaan yang dilakukan secara terus menerus
atau kecanduan 2
seperti pada saat ini sering kita jumpai kenakalan berupa penyalahgunaan
1
Lumbantobing. 2007. Serba-Serbi Narkotika, Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia: Jakarta
2
Ikawati, Z. 2016. Mengapa Orang Bisa Kecanduan NAPZA. Tribun Jogja pp.13
Tersedia di http://farmasi.ugm.ac.id/fi les/ piotribun/2016-5-22-527805Mengapaorang-bisa-
kecanduan-NAPZA.pdf , 24 Januari 2019
Tentang Narkotika, disebutkan pengertian narkotika, yaitu zat atau obat yang
undang
pengetahuan, yang pada akhirnya akan menjadi suatu bahaya bagi si pemakai,
yang pada akhirnya juga dapat menjadi pengaruh pada tatanan kehidupan sosial
bukanlah hal yang mudah untuk dilaksanakan tetapi negara telah bertekad untuk
masyarakat baik miskin, kaya, tua, muda, dan bahkan anak-anak. Penyalahgunaan
kader-kader penerus bangsa. Salah satu usaha yang dilakukan pemerintah untuk
tidak berlaku. Kemudian yang tidak kalah menarik adalah ditemukannya beberapa
rumusan pasal yang secara tidak langsung mencoba melekatkan status korban
namun dalam keadaan tertentu pecandu narkotika akan lebih berkedudukan kearah
korban. Hal ini sesuai dengan pendapat Iswanto yang menyatakan bahwa :
3
Iswanto, Viktimologi, Purwokerto, Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman,
2009, hlm. 8.
Pecandu narkotika merupakan korban dari tindak pidana yang
menyalahgunakan narkotika
lain :
pidana bagi pelakunya. Untuk sampai pada suatu kesimpulan bahwa pelaku
hukum pidana formil yang mengatur tata beracaranya. Tujuan dari hukum acara
Tujuan dari hukum acara pidana adalah mencari dan mendapatkan atau
setidak-tidaknya mendekati kebenaran materiil, ialah kebenaran yang
selengkap-lengkapnya dari suatu perkara pidana dengan menerapkan
ketentuan hukum acara pidana secara jujur dan tepat dengan tujuan untuk
mencari siapakah pelaku yang dapat didakwakan melakukan suatu
pelanggaran hukum, dan selanjutnya meminta memeriksa dan 5 putusan
dari pengadilan guna menemukan apakah terbukti bahwa suatu tindak
pidana telah dilakukan dan apakah orang yang didakwakan itu dapat
dipersalahkan.
Van Bemmelen mengemukakan, tiga fungsi pokok acara pidana adalah: 4
diduga melakukan tindak pidana. Jika pelaku terbukti secara sah dan meyakinkan
maka didalam putusan akan memuat sebuah hukuman yang sebelumnya telah
Mahkamah Agung pada tanggal 7 April 2010 telah mengeluarkan Surat Edaran
yang menjadi tempat untuk rehabilitasi dimaksud telah pula ditentukan, tetapi
untuk dapat seseorang terdakwa dijatuhi hukum ini harus memenuhi beberapa
persyaratan yang terdapat dalam SEMA (Surat Edaran Mahkamah Agung) Nomor
4 Tahun 2010 Setiap penelitian dalam penulisan karya ilmiah pasti mempunyai
beberapa alasan dalam pemilihan judul. Atas dasar uraian diatas, penulis merasa
4
Van Bemmelen dalam Andy Hamzah, Hukum Acara Pidana Indonesia, Jakarta, Sinar
Grafika, 2008, hlm. 8.
Pengadilan Negeri Surabaya No. 93/Pid.Sus/2018/PN Blt. Terdapat suatu kasus
memutus terdakwa dengan pidana penjara selama satu tahun tanpa rehabilitasi
medis karena terdakwa tidak memenuhi syarat-syarat yang tercantum dalam Surat
B. Perumusan Masalah
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
sendiri.
2. Tujuan Khusus
D. Kegunaan Penelitian
1. Kegunaan Teoritis
2. Kegunaan Praktis
E. Kajian Pustaka
untuk menyebut apa yang disebut sebagai “tindak pidana” di dalam Kitab
Mengenai isi pengertian tindak pidana tidak ada kesatuan pendapat para sarjana,
berikut ini adalah beberapa pendapat para sarjana mengenai penjelasan dari istilah
Berikut ini adalah beberapa pendapat ahli hukum pidana yang juga
5
P.A.F. Lamintang. Dasar-dasar Hukum Pidana Indonesia. Bandung: Citra Aditya Bakti
hlm. 24-26
6
Moeljatno, Asas-Asas Hukum Pidana, Jakarta, Rineka Cipta, 1982, hlm. 155.
7
Wirjono Prodjodikoro, Azas-Azas Hukum Pidana Indonesia, Bandung, PT Refika
Aditama, 2008, hlm. 59
8
Utrecht, Hukum Pidana I, Surabaya, Pustaka Tindak Mas, 1986, hlm. 251
2. Unsur-unsur Tindak Pidana
dapat djabarkan kedalam unsur-unsur dasar yang terdiri dari unsur subyektif dan
dirasakan terlalu sederhana. Selain hal tersebut di atas, masih terdapat beberapa
pendapat para ahli hukum pidana mengenai unsur-unsur tindak pidana. Sama
halnya dengan istilah tindak pidana, mengenai unsur-unsur tindak pidana pun
belum terdapat kesatuan pendapat diantara para ahli hukum pidana. Setidaknya
tentang unsur-unsur tindak pidana menurut pendapat para ahli hukum pidana pada
9
P.A.F. Lamintang, Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia, Bandung, PT Citra Aditya
Bakti, 1997, hlm. 193.
10
Loc.Cit
1. Pandangan dualistis
1) H.B. Vos
a. kelakuan manusia;
”menurut hukum positif strafbaar feit adalah tidak lain dari feit,
”. (volgens ons positieve recht is het strafbaar feit niets anders een
feit, dat in oen wettelijke srafbepaling als strafbaar in
omschreven).
11
Vos dalam Sudarto, Loc. Cit.
12
Pompe dalam Sudarto, Ibid, hlm. 43.
3) Moeljatno
a. perbuatan (manusia);
2. Pandangan Monistis
1) Simons
Sudarto, Hukum Pidana I (cetakan ke II), Semarang :Yayasan Sudarto d/a Fakultas
14
3) Mezger
Die Straftat ist der Inbegriff der Voraussetzungen der Strafe (Tindak
macam tindak pidana yang pengaturannya berada diluar KUHP atau disebut
17
Mezger dalam Sudarto, Ibid. hlm. 41-42.
18
Sudarto, Hukum Pidana I, Jakarta, PT. Sinar Grafika, 2007, hlm. 21
Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika adalah
merupakan salah satu bentuk Undang-undang yang mengatur tindak pidana di luar
ketentuan khusus dari ketentuan umum (KUHP) sebagai perwujudan dari asas lex
specialis derogat lex generalis. Oleh karena itu terhadap kejadian yang
dalamnya.
1. Pengertian Narkotika
Psikotropika, dan zat (bahan adiktif) lainnya. Secara terminologi dalam Kamus
Besar Bahasa Indonesia, narkoba adalah obat yang dapat menenangkan syaraf,
Narkotika memiliki arti yang sama dengan narcosis yang berarti membius. Ada
yang mengatakan bahwa kata narkotika berasal dari bahasa Yunani “narke” yang
Selain itu juga ada yang berpendapat bahwa kata narkotika berasal dari
Soedarto, Kapita Selekta Hukum Pidana, Bandung : PT. Alumni, 1981, hlm. 36
19
20
Hari Sasangka, Narkotika dan Psikotropika Dalam Hukum Pidana, Bandung, PT.
Mandar Maju, 2003, hlm. 35.
Rachman Hermawan, mendefinisikan narkotika yaitu :
“Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan
tanaman, baik sintetis maupun semi sintetis yang dapat menyebabkan
penurunan atau perubahan kesadaran, hilang rasa, mengurangi sampai
menghilangkan rasa nyeri dan dapat menimbulkan ketergantungan yang
dibedakan kedalam golongangolongan sebagaimana terlampir dalam
Undang-undang ini”
Penggolongan jenis narkotika yang lebih terperinci diatur dalam ketentuan Pasal 6
ayat (1) Undang-Undang Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika
Tindak pidana narkotika diatur dalam Pasal 111 sampai Pasal 148
3. Penyalahgunaan Narkotika
Secara harfiah, kata penyalahgunaan berasal dari kata “salah guna” yang
terhadap narkotika.
23
Gatot Supramono, Hukum Narkoba Indonesia, Jakarta : Djambatan, 2001, hlm. 154.
a. Secara terus-menerus/ berkesinambungan,
b. Sekali-kali (kadang-kadang),
c. Secara berlebihan,
d. Tidak menurut petunjuk dokter (non medik).24
Secara yuridis pengertian dari penyalah guna narkotika diatur dalam Pasal
pecandu narkotika adalah seperti yang termuat didalam Pasal 1 butir 13 Undang-
menggunakan narkotika untuk dirinya sendiri secara tanpa hak, dalam artian
narkotika merupakan salah satu bagian tindak pidana narkotika. Sehingga secara
langsung dapat dikatakan bahwa pecandu narkotika tidak lain adalah pelaku
pidana narkotika diperkuat dengan adanya ketentuan didalam Pasal 127 Undang-
(2) Dalam memutus perkara sebagaimana dimaksud pada ayat (1), hakim
atau kelalaian, kemauan suka rela, atau dipaksa atau ditipu, bencana alam, dan
semuanya benar-benar berisi sifat penderitaan jiwa, raga, harta dan morel serta
26
sifat ketidakadilan”. Pecandu narkotika dapat dikatakan sebagai korban dari
berlebihan jika sanksi terhadap pelaku tindak pidana ini sedikit lebih ringan
26
Iswanto, Op. Cit, hlm. 8.
(2) Masa menjalani pengobatan dan/ atau perawatan bagi Pecandu
atas, Mahkamah Agung pada tanggal 7 April 2010 mengeluarkan Surat Edaran
tertulis maupun lisan. Demikian dimuat dalam buku Peristilahan dalam Praktik
yaitu :
Leiden Marpaung, Proses Penanganan Perkaara Pidana (Di Kejaksaan & Pengadilan
27
Negeri, Upaya Hukum & Upaya Eksekusi), Jakarta, Sinar Grafika, 2010, hlm. 129
Ada juga yang mengartikan Putusan (vonnis) sebagai Vonnis tetap
kurang tepat terjadi sebagai akibat penerjemahan ahli bahasa yang bukan ahli
Mengenai kata Putusan yang diterjemahkan dari vonis adalah hasil akhir
untuk sementara. 28
hukum yang paling menarik perhatian publik. Mengenai putusan apa yang akan
dijatuhkan majelis hakim, tergantung dari hasil musyawarah yang bertitik tolak
dari surat dakwaan yang dikaitkan dengan bukti-bukti dan segala sesuatu yang
putusan oleh majelis hakim maka berlaku ketentuan didalam Pasal 182 ayat (6)
permufakatan bulat kecuali jika hal itu setelah diusahakan dengan sungguh-
Terdakwa”.
dahulu dapat memahami secara mantap semua unsur tindak pidana yang
yang dirasakan oleh masyarakat dan si tersakwa sebagai suatu hukuman yang
Andy Hamzah mengatakan, setiap keputusan hakim adalah salah satu dari
tiga kemungkinan :
F. Metode Penelitian
1) Jenis Penelitian
2) Tipe Penelitian
29
Ibid, hlm. 139-140
30
Andy Hamzah, Op.cit, hlm. 285
31
Lihat klasifikasi bahan hukum primer dan skunder pada : Ronny Hanitijo Soemitro,
Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimetri,Ghalia Indonesia, 1988, hal. 11 – 12.
Bertitik tolak dari judul dan permasalahan yang mendasari penelitian ini,
3) Pendekatan Masalah
konsepsi legis positivis . Konsep ini memandang hukum itu identik dengan
lembaga yang berwenang. Selain itu konsepsi tersebut melihat hukum dari
kepustakaan adalah:
32
Burhan Bungin, Metodologi Penelitian Sosial : Format-Format Kantitatif dan
Kualitatif, Airlangga University press, 2001, hal. 48
1. Adakalanya data sekunder dianggap sebagai data tuntas.
2. Authentisaitas (keaslian) data sekunder harus diperiksa secara kritis
sebelum dipergunakan pada penelitian yang dilakukan sendiri
3. Apabila tidak ada penjelasan, sukar untuk mengetahui metode apa
yang dipergunakan dalam pengumpulan dan pengolahan data sekunder
tersebut
4. Kerapkali sukar untuk mengetahui secara pasti lokasi terkumpulnya
data sekunder tersebut.33.
peraturan yang ada apakah sudah sesuai dengan aturan atau belum.
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder.
Bahan hukum yang digunakan peneliti ini diperoleh dari salah satu
93/Pid.Sus/2018/PN.Blt.
b. Hasil-hasil penelitian
Kamus Hukum.
dokumen lainnya. 34
perbandingan dengan penelitian lapangan
34
Ronny Hanitidjo Soemitro, Metodologi Penelitian Ilmu Hukum dan Jurimetri,Ghalia
Indonesia, Semarang,1988
yang nantinya dapat dipakai sebagai dasar untuk menarik suatu
kesimpulan.
G. Sistimatika Penulisan
perincian secara garis besar isi dari skripsi ini. Dalam penyusunannya
skripsi ini akan dibagi menjadi 4 (empat) bab dengan susunan sebagai
berikut :
BAB I : Bab ini merupakan pendahuluan. Dalam bab ini diuraikan tentang
Blt
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR PUSTAKA
A. Buku
Bassar, M. Sudrajat. 1983. Hukum Pidana (Pelengkap KUHP). Bandung: Armico.
Farid, Zainal Abidin. 2002. Hukum Pidana I. Jakarta: Sinar Grafika
M. Sholehuddin. 2003. Sistem Sanksi Dalam Hukum Pidana Ide Dasar Double
Track System & Implementasinya. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Hermawan S., Rachman. 1987. Penyalahgunaan Narkotika Oleh Para Remaja.
Bandung: Eresco.
Iswanto. 2009. Viktimologi. Purwokerto: Fakultas Hukum Universitas Jenderal
Soedirman.
Lamintang, P.A.F.. 1997. Dasar-dasar Hukum Pidana Indonesia. Bandung: Citra
Aditya Bakti
Lumbantobing. 2007. Serba-Serbi Narkotika, Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia: Jakarta
Hamzah, Andi. 2008. Hukum Acara Pidana Indonesia. Jakarta: Sinar Grafika.
Marpaung, Leiden. 2010. Proses Penanganan Perkaara Pidana (Di Kejaksaan &
Pengadilan Negeri, Upaya Hukum & Upaya Eksekusi). Jakarta: Sinar
Grafika.
Moeljatno. 1982. Asas-Asas Hukum Pidana. Jakarta: Rineka Cipta.
_________. 1983. Asas-asas Hukum Pidana. Jakarta: PT Bina Aksara
Poernomo, Bambang. 1986. Asas Hukum Pidana. Jakarta: PT. Ghalia Indonesia.
Prodjodikoro, Wirjono. 2008. Azas-Azas Hukum Pidana Indonesia. Bandung: PT
Refika Aditama.
Saleh, Roeslan. 1983. Perubahan Pidana dan Pertanggungjawaban Pidana. Jakarta:
Aksara Baru.
Sasangka, Hari. 2003. Narkotika dan Psikotropika Dalam Hukum Pidana.
Bandung: PT. Mandar Maju.
Soedarto. 1981. Kapita Selekta Hukum Pidana. Bandung: PT. Alumni.
_______. 1986. Kapita Selekta Hukum Pidana (Cetakan II). Bandung: Alumni
_______. 1990. Hukum pidana I. Semarang: Yayasan Sudarto
_______. 2001. Hukum Pidana Jilid I A-B. Purwokerto: Fakultas Hukum
Universitas Jenderal Soedirman.
Soemitro, Ronny Hanitijo. 1983. Metodologi Penelitian Hukum. Jakarta: Ghalia
Indonesia.
Sudarsono. 1995. Kenakalan Remaja, Prevensi, Rehabilitasi, dan Rasionalisasi.
Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Sudarto . 2007. Hukum Pidana I. Jakarta: PT. Sinar Grafika.
Supramono, Gatot. 2001. Hukum Narkoba Indonesia. Jakarta: Djambatan.
Utrecht. 1986. Hukum Pidana I. Surabaya: Pustaka Tindak Mas.
Keterangan Presiden Republik Indonesia Mengenai Rancangan Undang-Undang
Republik Indonesia Tentang Narkotika, http://www.legalitas.org, diakses pada
tanggal 24 Januari 2019.
B. Peraturan Perundang-undangan Indonesia,
Undang-Undang Nomor 73 Tahun 1958 Tentang Menyatakan Berlakunya
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 Tentang Peraturan Hukum Pidana Untuk
Seluruh Wilayah Republik Indonesia, dan Mengubah Kitab Undang-Undang
Hukum Pidana (Lembaran Negara Tahun 1958 Nomor 127). Indonesia,
Undang-undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang pengadilan Anak Indonesia,
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran
Negara Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3204).
Indonesia,
Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika (Lembaran Negara
Tahun 2009 Nomor 143). Indonesia,
Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman
(Tambahan Lembaran Negara Nomor 5076).
C. Sumber Yuridis
Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 4 Tahun 2010 tentang
Penempatan Penyalahgunaan, Korban Penyalahgunaan dan Pecandu Narkotika ke
dalam Lembaga Rehabilitasi Medis dan Rehabilitasi Sosial.
PROPOSAL
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS BHAYANGKARA
2019