Anda di halaman 1dari 10

Skenario 1 : Metode penugasan dalam asuhan keperawatan (model pemberian asuhan

keperawatan).
Seorang kepala perawat sedang mempertimbangkan mendefinisikan model pemberian
keperawatan di Bangsal Keperawatannya. Itu adalah bangsal bedah dewasa. Bangsal
memiliki 24 tempat tidur, 3 kepala tim, dan 18 perawat. Kepala perawat belum memutuskan
untuk menerapkan tim atau metode utama atau bahkan menggunakan model pemberian
keperawatan lainnya.

1. Definisi Nursing Delivery Model


Sistem MAKP adalah suatu kerangka kerja yang mendefinisikan empat unsur, yakni:
standar, proses keperawatan, pendidikan keperawatan, dan sistem MAKP. Definisi
tersebut berdasarkan prinsip-prinsip nilai yang diyakini dan akan menentukan kualitas
produksi/jasa layanan keperawatan. Jika perawat tidak memiliki nilai-nilai tersebut
sebagai sesuatu pengambilan keputusan yang independen, maka tujuan pelayanan
kesehatan/keperawatan dalam memenuhi kepuasan pasien tidak akan dapat
terwujud. Unsur-unsur dalam praktik keperawatan dapat dibedakan menjadi empat, yaitu:
standar, proses keperawatan, pendidikan keperawatan, dan sistem MAKP. Dalam
menetapkan suatu model, keempat hal tersebut harus menjadi bahan pertimbangan karena
merupakan suatu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan.

2. Tujuan Nursing Delivery Model


a) Meningkatkan mutu askep melalui penataan sistem pemberian asuhan keperawatan.
b) Memberikan kesempatan kepada perawat untuk belajar melaksanakan praktik
keperawatan profesional.
c) Menyediakan kesempatan kepada perawat untuk mengembangkan penelitian
keperawatan (Murwani & Herlambang, 2012).
d) Menjaga konsistensi asuhan keperawatan
e) Mengurangi konflik, tumpang tindih, dan kekosongan pelaksanaan asuhan
keperawatan oleh tim keperawatan
f) Menciptakan kemandirian dalam memberikan asuhan keperawatan
g) Memberikan pedoman dalam menentukan kebijakan dan keputusan

3. Macam-Macam Metode Nursing Delivery Model

Tabel  Jenis Model Asuhan Keperawatan


Model Deskripsi Penanggung Jawab
Fungsional • Berdasarkan orientasi tugas dari filosofi Perawat yang
keperawatan. bertugas pada
(bukan
tindakan tertentu.
• Perawat melaksanakan tugas (tindakan) tertentu
model
berdasarkan jadwal kegiatan yang ada.
MAKP )
• Metode fungsional dilaksanakan oleh perawat
dalam pengelolaan asuhan keperawatan sebagai
pilihan utama pada saat perang dunia kedua. Pada
saat itu, karena masih terbatasnya jumlah dan
kemampuan perawat, maka setiap perawat hanya
melakukan 1–2 jenis intervensi keperawatan
kepada semua pasien di bangsal.
Kasus • Berdasarkan pendekatan holistis dari filosofi Manajer
keperawatan. keperawatan

• Perawat bertanggung jawan terhadap asuhan dan


observasi pada pasien tertentu.

• Rasio: 1 : 1 (pasien : perawat). Setiap pasien


dilimpahkan kepada semua perawat yang melayani
seluruh kebutuhannya pada saat mereka dinas. Pasien
akan dirawat oleh perawat yang berbeda untuk setiap
shift dan tidak ada jaminan bahwa pasien akan dirawat
oleh orang yang sama pada hari berikutnya. Metode
penugasan kasus biasanya diterapkan satu pasien satu
perawat, umumnya dilaksanakan untuk perawat privat
atau untuk khusus seperti isolasi, perawatan insentif.
Tim • Berdasarkan pada kelompok filosofi keperawatan. Ketua tim

• Enam sampai tujuh perawat profesional dan perawat


pelaksana bekerja sebagai satu tim, disupervisi oleh
ketua tim.

• Metode ini menggunakan tim yang terdiri atas


anggota yang berbeda-beda dalam memberikan asuhan
keperawatan terhadap sekelompok pasien. Perawat
ruangan dibagi menjadi 2–3 tim/grup yang terdiri atas
tenaga profesional, teknikal, dan pembantu dalam satu
kelompok kecil yang saling membantu.
Primer • Berdasarkan pada tindakan yang komperehenshift Perawat primer (PP)
dari filosofi keperawatan.

• Perawat bertanggung jawab terhadap semua aspek


asuhan keperawatan.

• Metode penugasan di mana satu orang perawat


bertanggung jawab penuh selama 24 jam terhadap
asuhan keperawatan pasien mulai dari pasien masuk
sampai keluar rumah sakit. Mendorong praktik
kemandirian perawat, ada kejelasan antara pembuat
rencana asuhan dan pelaksana. Metode primer ini
ditandai dengan adanya keterkaitan kuat dan terus-
menerus antara pasien dan perawat yang ditugaskan
untuk merencanakan, melakukan, dan koordinasi
asuhan keperawatan selama pasien dirawat.
Ada lima metode pemberian asuhan keperawatan profesional yang sudah ada dan
akan terus dikembangkan di masa depan dalam menghadapi tren pelayanan keperawatan.

1. Fungsional (bukan model MAKP).


Metode fungsional dilaksanakan oleh perawat dalam pengelolaan asuhan keperawatan
sebagai pilihan utama pada saat perang dunia kedua. Pada saat itu, karena masih
terbatasnya jumlah dan kemampuan perawat, maka setiap perawat hanya melakukan
satu atau dua jenis intervensi keperawatan saja (misalnya, merawat luka) kepada
semua pasien di bangsal.
2. Modifikasi: MAKP Tim-Primer.
Model MAKP Tim dan Primer digunakan secara kombinasi dari kedua sistem.
Menurut Sitorus (2002) penetapan sistem model MAKP ini didasarkan pada beberapa
alasan berikut.
a) Keperawatan primer tidak digunakan secara murni, karena perawat primer harus
mempunyai latar belakang pendidikan S-1 Keperawatan atau setara.
b) Keperawatan tim tidak digunakan secara murni, karena tanggung jawab asuhan
keperawatan pasien terfragmentasi pada berbagai tim.
c) Melalui kombinasi kedua model tesebut diharapkan komunitas asuhan
keperawatan dan akuntabilitas asuhan keperawatan terdapat pada primer, karena
saat ini perawat yang ada di RS sebagian besar adalah lulusan D-3, bimbingan
tentang asuhan keperawatan diberikan oleh perawat primer/ketua tim.
Metode tim merupakan suatu metode pemberian asuhan keperawatan dimana
seorang perawat profesional memimpin sekelompok tenaga keperawatan dalam
memberikan asuhan keperawatan kelompok klien melalui upaya kooperatif dan
kolaboratif ( Douglas, 1984). Model tim didasarkan pada keyakinan bahwa
setiap anggota kelompok mempunyai kontribusi dalam merencanakan dan
memberikan asuhan keperawatan sehingga timbul motivasi dan rasa
tanggung jawab perawat yang tinggi sehingga diharapkan mutu asuhan
keperawatan meningkat. Menurut Kron & Gray (1987) pelaksanaan model tim
harus berdasarkan konsep berikut:
1. Ketua tim sebagai perawat profesional harus mampu menggunakan tehnik
kepemimpinan.
2. Komunikasi yang efektif penting agar kontinuitas rencana keperawatan
terjamin.
3. Anggota tim menghargai kepemimpinan ketua tim.
4. Peran kepala ruang penting dalam model tim. Model tim akan berhasil baik
bila didukung oleh kepala ruang.

Metode yang digunakan bila perawat pelaksana terdiri dari berbagai latar
belakang pendidikan dan kemampuannya.Metode ini menggunakan tim yang
terdiri dari anggota yang berbeda- beda dalam memberikan asuhan keperawatan
terhadap sekelompok pasien. Perawat ruangan dibagi menjadi 2 – 3 tim/ group
yang terdiri dari tenaga professional, tehnikal dan pembantu dalam satu grup kecil
yang saling membantu. Dalam penerapannya ada kelebihan dan kelemahannya
yaitu (Nursalam, 2007):

a) Kelebihan:
1. Memungkinkan pelayanan keperawatan yang menyeluruh.
2. Mendukung pelaksanakaan proses keperawatan.
3. Memungkinkan komunikasi antar tim sehingga konflik mudah diatasi dan
memberi kepuasan kepada anggota tim.
b) Kelemahan :
1. Komunikasi antar anggota tim terbentuk terutama dalam bentuk
konferensi tim, yang biasanya membutuhkan waktu dimana sulit untuk
melaksanakan pada waktu-waktu sibuk.
2. Akuntabilitas dalam tim kabur
3. Perawat tidak trampil berlindung pada perawat trampil

Pada dasarnya di dalam Model Tim menurut Kron & Gray (1987) terkandung
dua konsep utama yang harus ada, yaitu:

1) Kepemimpinan
Kemampuan ini harus dipunyai oleh Ketua Tim, yaitu perawat
profesional (Registered Nurse) yang ditunjuk oleh Kepala Ruangan
untuk bertanggung jawab terhadap sekelompok pasien dalam
merencanakan asuhan keperawatan, merencanakan penugasan
kepada anggota tim, melakukan supervisi dan evaluasi pelayanan
keperawatan yang diberikan.
2) Komunikasi yang efektif
Proses ini harus dilaksanakan untuk memastikan adanya
kesinambungan asuhan keperawatan yang diberikan dalam rangka
memenuhi kebutuhan pasien secara individual dan membantunya
dalam mengatasi masalah. Proses komunikasi harus dilakukan secara
terbuka dan aktif melalui laporan, pre atau post conference atau
pembahasan dalam penugasan, pembahasan dalam merencanakan
dan menuliskan asuhan keperawatan dan mengevaluasi hasil yang
telah dicapai.

4. Faktor yang mempengaruhi Nursing Delivery Model


1. Kualitas Pelayanan Keperawatan
Setiap upaya untuk meningkatkan pelayanan keperawatan selalu berbicara mengenai
kualitas. Kualitas amat diperlukan untuk:
a) meningkatkan asuhan keperawatan kepada pasien/konsumen;
b) menghasilkan keuntungan (pendapatan) institusi;
c) mempertahankan eksistensi institusi;
d) meningkatkan kepuasan kerja;
e) meningkatkan kepercayaan konsumen/pelanggan
f) menjalankan kegiatan sesuai aturan/standar. (visi misi)
Dalam menentukan kebutuhan tenaga keperawatan harus memperhatikan beberapa
faktor yang terkait beban kerja perawat, diantaranya seperti berikut :
a. Jumlah klien yang dirawat/hari/bulan/tahun dalam suatu unit
b. Kondisi atau tingkat ketergantungan klien
c. Rata-rata hari perawatan klien
d. Pengukuran perawatan langsung dan tidak langsung
e. Frekuensi tindakan yang dibutuhkan
f. Rata-rata waktu keperawatan langsung dan tidak langsung g. Pemberian cuti

Pada pembahasan praktik keperawatan akan dijabarkan tentang model praktik, metode
praktik, dan standar.

5. Kelebihan dan Kekurangan Metode


Buku halaman 171

6. Tugas Masing-Masing Pemberi Askep sesuai Metode


Buku halaman 171

7. Penghitungan Jumlah dan Kategori Ketenagaan


File resume dan buku halaman 179

8. IRK (Pengorganisasian)

Islam menganjurkan organisasi untuk hal yang baik, terlebih untuk kemaslahatan ummat
dan masyarakat. Seperti firman Allah dalam surat Al Maidah ayat 2 :

… ‫…و تعاونوا على الب ّر و التقوى و ال تعاونوا على اإلثم و العدوان‬

… Dan saling tolong menolonglah kalian dalam kebaikan dan ketaqwaan, dan
janganlah kalian saling tolong menolong dalam dosa dan permusuhan…
Dalam ilmu sharaf, kata “ta’aawanu” berasal dari kata “ta’aawun” setiap kata dalam
bahasa Arab yang memiliki bentuk asal “tafaa’ul” memiliki beberapa makna pokok yang
salah satunya adalah : saling. Seperti kata “tawaashau” dalam surat Al Ashr ayat 3 :

… ‫ آمنوا و عملوا الصالحات و تواصوا بالحق و تواصوا بالصبر‬  ‫…إال الذين‬

Kecuali orang-orang yang beriman dan beramal shalih, dan saling menasehati dalam
kebenaran dan saling menasehati dalam kesabaran.

Sehingga menunjukkan bahwa adanya interaksi dua arah dalam ayat di atas, yang mampu
dimaknai sebagai kegiatan koordinasi yang berdasarkan komunikasi antar orang-
orang yang memiliki satu tujuan, baik kebaikan dan ketaqwaan (yang dianjurkan)
atau dosa dan permusuhan (yang terlarang). Dan dalam ushul fiqih, kata perintah
dalam Al Qur’an menunjukkan bahwa hukumnya adalah wajib. Seperti yang biasa kita
temui :

‫و أقيموا الصالة و أتوا الزكاة‬

  Dan dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat

Begitu juga Allah mencintai orang-orang yang berperang di jalan-Nya dengan terorganisir
secara rapi, layaknya bangunan yang terbangun diatas pondasi yang kuat dan batu-batu
bata dan semen yang berpadu menjadi bangunan yang menjulang tinggi dalam surat Ash
Shaff ayat 4 :

‫إن هللا يحبّ الذين يقاتلون في سبيله صفا ً كأنّهم بنيان مرصوص‬
ّ

Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berperang di jalan-Nya bershaf-shaf


(bersusun, berbaris-baris) seolah mereka adalah bangunan yang tersusun kokoh

Ketika Rasulullah –shallallahu ‘alayhi wa sallam- bersama para sahabat keluar dari


Madinah menuju desa Badar untuk perang Badar besar, Beliau –shallallahu ‘alayhi wa
sallam– menyusun barisan kaum Muslimin dengan bershaf-shaf (seperti pleton jaman
sekarang). Hal ini yang membedakan dengan adat istiadat perang bangsa Arab pada waktu
itu yang memakai strategi Al Karr wal Farr ( menyerang dan lari) yang tidak beraturan dan
asal menyerang.
Di dalam kegiatan organisasi yang sesuai dengan kaidah Islam, terdapat berbagai
amalan shalih dan kebaikan. Seperti manajemen, musyawarah, saling tolong-
menolong dalam kebaikan dan saling menasehati.

Jikalau dalam hidup bermuamalah saja berlaku hadits riwayat Ahmad, “ sesungguhnya
Allah selalu menolong seorang hamba, selama hamba itu selalu menolong saudaranya
(seiman)”. Lalu bagaimana jika saling menolong dalam menyampaikan Islam ?

Apakah Nabi Muhammad –shallallahu ‘alayhi wa sallam– juga berorganisasi ?

Rasulullah –shallallahu ‘alayhi wa sallam– suri teladan yang terbaik itu juga melakukan
kegiatan organisasi. Yaitu dengan menempatkan para sahabat pada tempat dan tugas yang
tepat. Hal ini dapat dilihat bagaimana Beliau –shallallahu ‘alayhi wa sallam- menjalankan
pemerintahan, mengatasi masalah atau mengirimkan detasemen dan tim untuk peperangan,
dan tujuan lainnya.

Rasulullah –shallallahu ‘alayhi wa sallam– adalah sosok yang gemar musyawarah, dalam
urusan duniawi dan yang tidak terkait dengan wahyu. Seperti ketika perang Badar, ketika
sahabat bernama Al Habbab bin Mundzir –radhiyallahu ‘anhu- yang menyampaikan saran
kepada Rasulullah –shallallahu ‘alayhi wa sallam- mengenai penempatan pasukan Islam,
atau pendapat Salman Al Farisi –radhiyallahu ‘anhu– untuk menggali parit sebagai
benteng alam kota Madinah.

Begitu juga dalam beberapa hal seperti pengiriman urusan perang, Beliau –shallallahu
‘alayhi wa sallam– memilih beberapa sahabat yang ahli di bidangnya seperti Hamzah bin
Abdul Muththalib, Ali bin Abi Thalib, Khalid bin Walid dan Usamah bin Zaid bin Tsabit.
Dalam urusan dana, kita mengenal Abu Bakar Ash Shiddiq, Umar bin Khaththab,
Abdurrahman bin Auf dan Utsman bin Affan, dalam urusan dakwah dan mengajar, kita
mengenal Mush’ab bin Umair, Muadz bin Jabal dan Abdullah bin Mas’ud. Dan masih
banyak lagi para sahabat lain –radhiyallahu ‘anhum ajma’iin-.

Apakah Berorganisasi Islam Adalah Bid’ah ?

Beberapa orang di antara kita sering keliru dalam membedakan antara 3 hal :
1. Bid’ah: suatu hal yang baru dan diadakan dalam hal ibadah, dan berbeda dengan apa
yang tertera di dalam Al Quran dan As Sunnah. Seperti : shalat subuh 3 rakaat, dan lain
sebagainya.
2. Adatatau kebiasaan masyarakat. Adalah suatu hal yang menjadi kebiasaan dalam
suatu masyarakat dan bersifat duniawi. Tentu yang baik adalah yang tidak bertentangan
dengan ajaran Islam. Seperti : pemakaian songkok atau peci, sarung dan baju koko bagi
orang Indonesia, dan lain-lain.
3. Wasilah adalah perantara. Maksud dari wasilah disini adalah jalan atau alat untuk
tujuan tertentu. Semisal : untuk adzan, agar terdengar hingga jauh memperlukan mikrofon,
agar bisa melaksanakan ibadah haji dan umrah memperlukan pesawat terbang sebagai
transportasi, dan lain-lain.

Sedangkan organisasi Islam termasuk sebagai wasilah atau perantara untuk menyampaikan
dakwah agar lebih dekat kepada masyarakat dan terkoordinir secara rapi, teratur dan
efektif.

Hakikat Organisasi Islam

Organisasi Islam adalah perantara untuk menyampaikan dakwah sehingga menjadi lebih
terkoordinir secara rapi dan efektif dalam dampaknya. Sehingga para da’i tidak
mengeluarkan sangat banyak tenaga dan waktu dalam menyampaikan konten dakwah
kepada masyarakat atau objek dakwah (mad’u). Contoh perantara atau wasilah dalam
berdakwah lainnya adalah : khutbah, kajian, brosur dan majalah yang dibagi atau dijual,
media informasi dan komunikasi.

Menyikapi Berragam Organisasi Islam di Indonesia

Kita harus mensyukuri dengan banyaknya jumlah pemeluk agama Islam yang berada di
Indonesia, bahkan menjadi negara berpenduduk Muslim terbanyak di dunia. Tetapi kita
juga harus menyadari dengan banyaknya masalah dan rintangan ummat yang harus
dihadapi.

Tentu kita semua mengetahui dengan berragamnya organisasi Islam yang berdiri, berada
dan masih eksis hingga hari ini. Dan selama organisasi-organisasi itu masih berdasarkan
Al Quran dan As Sunnah sebagai pedoman hidup seorang Muslim, jika kita bukan aktifis,
kader atau pengurus dari salah satu organisasi tersebut, setidaknya kita tidak ikut merusak
dan mencela mereka yang menjadi kader dan pengurus organisasi dakwah.

Dan jika kita adalah salah satu kader atau pengurus salah satu organisasi dakwah Islam,
hendaklah kita berbuat baik dan bermuamalah dengan mereka yang berorganisasi Islam di
luar kita, sebagaimana hidup bertetangga.

Tetapi hendaknya setiap kader dan pengurus tidak saling merusak ukhuwwah dengan
mencetuskan konflik dengan organisasi lain. Jika ini terjadi, maka keberadaan organisasi
Islam hanya menjadi beban tambahan bagi ummat Islam Indonesia. Sehingga
menimbulkan kefanatisan atau ta’ashub yang mengakar.

Hendaklah setiap dari kita menempatkan dengan sewajarnya dalam menyikapi organisasi
sebagai wasilah dakwah Islam. Bukan malah menggantikan Islam sebagai agama yang
hakiki.

Anda mungkin juga menyukai