Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PENDAHULUAN ASMA

DI RUANG ROUDLOH RUMAH SAKIT MUHAMMADIYAH LAMONGAN

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Praktik Stase Anak Profesi Ners

Oleh :

YUNITA ASNA NGIRVIANA

NIM. 201920461011082

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIAH MALANG
2020
A. Konsep Teori
I. Pengertian
Penyakit asma merupakan penyakit pernafasan kronis yang merupakan suatu
kelainan berupa peradangan kronis pada saluran nafas yang dapat
menyebabkan penyempitan saluran nafas, yang menimbulkan gejala batuk
berulang, sesak nafas wheezing serta dapat sembuh secara spontan atau
setelah penggunaan obat bronkodilator, (Wijaya, 2018).
Penyakit asma dapat menyerang segala usia, namun hal tersebut sering terjadi
pada usia anak-anak. Tingkat keparahan dan frekuensi asma berbeda-beda
pada setiap individu. Seperti yang sudah di dijelaskan bahwa asma merupakan
kondisi peradangan kronis pada saluran nafas, dan kondisi inilah yang
mempengaruhi sensitivitas ujung saraf di saluran udara sehingga mereka
mudah teriritasi. Saat terjadi serangan (allergen), lapisan saluran akan
membengkak menyebabkan saluran udara menyempit dan mengurangi aliran
udara masuk dan keluar dari paru-paru (WHO, 2018)

II. Penyebab

Menurut Wijaya (2018) ada dua jenis pemicu terjadinya penyakit asma, yaitu
alergen dan iritan :

a. Alergen adalah zat yang dapat menyebabkan gejala penyakit asma


dengan cara memunculkan reaksi alergi. Alergen penyakit asma bisa
berasal dari serbuk sari (bunga), hewan dan tungau, debu rumah.
b. Iritan adalah zat yang dapat menyebabkakn gejala penyakit asma
dengan cara menggangu saluran pernafasan. Iritan penyakit asma
yang umum diantaranya udara dingin, asap rokok dan asap sisa
pembakaran zat kimia.

III. Klasifikasi

Menurut Berawi (2017), asma dapat diklasifikasikan melalui berat


penyakit, berat penyakit asma diklasifikasikan berdarkan gambaran klinis
sebelum pengobatan dimulai :
Klasifikasi derajat berat asma berdasarkan gambaran klinis
No Derajat asma Gejala Gejala malam
1. Intermiten Bulanan :  ≤ 2kali sebulan
 Gejala kurang dari 1x tiap minggu
 Tanpa gejala diluar serangan
 Serangan singkat
2. Presisten ringan Minguan :  > 2 kali sebulan
 Gejala lebih dari 1 bulan , tetapi
kurang dari 1 hari
 Serangan dapat menggangu
aktifitas dan tidur
3. Presisten sedang Harian :  > 1 kali
 Gejala setiap hari semingu
 Serangan menggangu aktifitas
dan tidur
 Membutuhkan bronkodilator
setiap hari
4. Presisten berat Kontinyu :  sering
 Gejala teru-menerus
 Sering kambuh
 Aktifitas fisik terbatas

IV. Pathofisiologi

Menurut Perdani (2019), patofisiologi asma sebagai berikut :

1. Hiperresponsivitas saluran napas


Ciri penting asma adalah tingginya respons bronkokonstriktor terhadap
berbagai macam stimulan. Hiperresponsivitas saluran napas merupakan
penyebab utama timbulnya gejala klinis seperti terjadinya mengi dan
dispnea setelah terpapar oleh alergen, iritan lingkungan, infeksi virus,
udara dingin, dan latihan fisik. Saluran pernapasan mengalami inflamasi
berhubungan dengan bronkus yang hiperresponsivitas dan terapi asma.
Beberapa penelitian menunjukkan terapi anti inflamasi mampu mereduksi
hiperresponsivitas saluran pernapasan. Oleh karena itu, dapat disimpulkan
bahwa inflamasi dapat mengkontribusi terjadinya saluran pernapasan
yang hiperresponsif.

2. Obstruksi Saluran Pernafasan


Terbatasnya aliran udara ekspirasi secara berulang dapat menyebabkan
berbagai macam perubahan pada saluran pernapasan, seperti
bronkokonstriksi akut, edema saluran napas, mukus kronis yang
menyumbat, dan remodelling saluran pernafasan. Obstruksi saluran napas
bersifat difus dan bervariasi derajatnya, dapat membaik spontan atau
dengan pengobatan. Penyempitan saluran napas ini menyebabkan gejala
batuk, rasa berat di dada, mengi, dan hiperesponsivitas bronkus terhadap
berbagai stimuli. Penyebabnya multifaktor, yang utama adalah kontraksi
otot polos bronkus yang diprovokasi oleh mediator yang dilepaskan sel
inflamasi. Etiologi remodelling saluran pernapasan berhubungan dengan
perubahan struktural matiks saluran pernafasan yang menyertainya dalam
jangka waktu yang lama dan inflamasi saluran pernapasan yang semakin
berat. Akibat dari perubahan tersebut menyebabkan obstruksi saluran
pernapasan semakin persisten dan mungkin tidak dapat ditangani kembali.

3. Hipersekresi mukosa

Hipersekresi mukosa dikarenakan terjadi hiperplasia kelenjar submukosa


dan sel goblet pada saluran napas penderita asma yang disebabkan oleh
aktivasi mediator inflamasi. Penyumbatan saluran napas oleh mukus
hampir selalu didapatkan pada asma yang berat. Hipersekresi mukus akan
mengurangi gerakan silia, mempengaruhi lama inflamasi, dan
menyebabkan kerusakan struktur/ fungsi epitel.
IV. Pathway
Alergen
Merokok Polusi Infeksi Genetik

Masuk saluran pernapasan

Iritasi mukosa saluran pernapasan

Reaksi Inflamasi

Hipertropi dan hiperplasia mukosa bronkus

Metaplasia sel goblet Produksi sputum meningkat

Bersihan jalan napas


Penyempitan saluran pernapasan
tidak efektif

Penurunan ventilasi Obstruksi

Suplai O2 menurun Penyebaran udara ke alveoli

Kelemahan Vasokontriksi pembuluh darah paru

Intoleransi aktivitas
Suplai O2 berkurang Gangguan pertukaran gas

Sesak napas

Gangguan ventilasi spontan


V. Gejala Klinis

Asma adalah gangguan inflamasi kronik pada saluran pernafasan.


Inflamasi kronik ini berhubungan dengan hiperresponsif jalan nafas yang
menimbulkan episode berulang dari mengi (wheezing), sesak nafas, dada
terasa berat dan batuk terutama pada malam dan pagi dini hari. Kejadian
ini biasanya ditandai dengan obstruksi jalan napas yang bersifat reversibel
baik secara spontan atau dengan pengobatan, (Prastyanto, 2016).

Menurut Handayani (2019), gejala asma pada anak dapat bervariasi.


Tanda dan gejala asma meliputi:

a. Batuk yang sering, mungkin terjadi saat bermain, di malam hari, atau saat
tertawa. Sangat penting untuk mengetahui bahwa batuk dengan asma
mungkin satu-satunya gejala yang ada.

b. Terlihat kurang berenergi pada saat bermain, atau berhenti sejenak untuk
mengambil napas sewaktu bermain.

c. Pernapasan cepat atau dangkal.

d. Keluhan dada sesak atau dada “sakit”.

e. Bunyi seperti siul terdengar pada saat bernapas (menghirup dan


mengeluarkan napas). Suara siulan ini disebut mengi.

f. Gerakan jungkat-jungkit di dada dari nafas yang bekerja. Gerakan-


gerakan ini disebut retraksi.

g. Sesak nafas.

VI. Pemeriksaan Penunjang

a.       Pemeriksaan Radiologi


1)      Foto thorak
Pada foto thorak akan tampak corakan paru yang meningkat,
hiperinflasi terdapat pada serangan akut dan pada asma kronik,
atelektasis juga ditemukan pada anak-anak 6 tahun.
2)      Foto sinus paranasalis
Diperlukan jika asma  sulit terkontrol untuk melihat adanya
sinusitis.
b.      Pemeriksaan darah
Hasilnya akan terdapat eosinofilia pada darah tepi dan sekret
hidung, bila tidak eosinofilia kemungkinan bukan asma .
c.       Uji faal paru
Dilakukan untuk menentukan derajat obstruksi, menilai hasil
provokasi bronkus, menilai hasil pengobatan dan mengikuti
perjalanan penyakit. Alat yang digunakan untuk uji faal paru adalah
peak flow meter, caranya anak disuruh meniup flow meter beberapa
kali (sebelumnya menarik nafas dalam melalui mulut kemudian
menghebuskan dengan kuat).

VII. Penatalaksanaan
Menurut Perdani (2019), Tujuan penatalaksanaan secara umum pada
anak adalah untuk menjamin tercapainya potensi tumbuh kembang anak
secara optimal. Secara lebih rinci tujuan yang ingin dicapai adalah :
1. Pasien dapat menjalani aktivitas normalnya, termasuk bermain dan
berolahraga.
2. Sesedikit mungkin angka absensi sekolah.
3. Gejala tidak timbul siang ataupun malam hari.
4. Uji fungsi paru senormal mungkin, tidak ada variasi diurnal yang
mencolok.
5. Kebutuhan obat seminimal mungkin dan tidak ada serangan.
6. Efek samping obat dapat dicegah agar tidak atau sesedikit mungkin
timbul, terutama yang mempengaruhi tumbuh kembang anak.
Pengelolaan penyakit asma meliputi terapi nonfarmakologis dan
farmakologis. Terapi nonfarmakologis dengan menghindari faktor
pencetus, menjaga kebersihan lingkungan dan rutin kontrol ke dokter.
Sedangkan terapi farmakologis dengan obat pelega maupun pengontrol
saluran nafas ada yang disemprot dan diminum. Dijelaskan kepada pasien
dan keluarga pasien bahwa terapi nonfarmakologis lebih penting dan
bermakna daripada terapi farmakologis. Pasien diberitahu masih perlu
memperbaiki pola hidupnya dan sering kontrol asma ke Puskesmas
sebulan sekali serta meminum obat dan kurangi aktivitas fisik serta selalu
sedia obat semprot pelega dirumah.
Pada prinsipnya pengobatan asma dibagi menjadi 2 golongan
yaitu antiinflamasi merupakan pengobatan rutin yang bertujuan
mengontrol penyakit serta mencegah serangan dikenal dengan
pengontrol, serta bronkodilator merupakan pengobatan saat serangan
untuk mengatasi eksaserbasi/ serangan dekenal dengan pelega. Contoh
antiinflamasi yaitu golongan steroid inhalasi seperti flutikason propionat
dan budesonid, golongan antileukotrin seperti metilprednisolon,
kortikosteroid sistemik seperti prednison, agonis beta-2 kerja lama seperti
formeterol, prokaterol. Obat pelega ada dari golongan agonis beta-2 kerja
singkat seperti salbutamol, terbutalin, fenoterol, golongan antikolinergik
seperti ipratoprium bromide,golongan metilsantin seperti teofilin,
aminofilin dan lain-lain, (Nuari, 2018).

IX. Pencegahan
Pengetahuan mengenai penyakit asma bronkhial sangat penting
dalam pengelolaan dan mengontrol kekambuhan asma bronkhial . Pasien
dan keluarga yang memahami penyakit asma bronkhial akan menyadari
bahaya yang di hadapi bila menderita asma bronkhial sehingga pasien
akan berusaha untuk menghindari faktorfaktor pencetus asma bronkhial
seperti olahraga, alergen, asap, debu, bau menyengat, pilek, virus, emosi,
stress, cuaca dan polusi, (Astuti, 2018).
Pencegahan utama asma pada anak berusia 5 tahun ke bawah:
1. Anak-anak tidak boleh terpapar di lingkungan yang terdapat asap
tembakau selama masa kehamilan atau setelah kelahiran.
2. Jika memungkinkan anjurkan melakukan persalinan normal.
3. Menyusui eksklsusif, terutama untuk mencegah terjadinya alergi dan
asma pada anak.
4. Penggunaan antibiotik spektrum selama tahun pertama kehidupan
harus dicegah.

X. Komplikasi
Adapun komplikasi yang dapat ditimbulkan pada penyakit asma
bila tidak ditangani, dapat timbul penyakit lain seperti : stenosis trakea,
karsinoma bronkus, poliarteritis nodosa. Adapun komplikasi asma yaitu
Pneumothorak, Pneumodiastinum dan emfisema subkutis, Atelektasis,
Aspergilosis bronkopulmoner alergik, Gagal napas, Bronkitis, Fraktur iga,
(Kurniasari, 2016).

B. Konsep Asuhan Keperawatan


I. Keluhan Utama
Batuk-batuk dan sesak napas
II. Riwayat Penyakit Sekarang
Mengi (wheezing), sesak nafas, dada terasa berat dan batuk
terutama pada malam dan pagi dini hari
III. Riwayat penyakit Dahulu
Pasien dahulu pernah menderita penyakit apa dan bagaimana
pengobatanya
IV. Perubahan pola fungsi
a. Aktivitas
i. Ketidakmampuan melakukan aktivitas karena sulit bernapas
(sesak napas).
ii. Tidur dalam posisi duduk tinggi.
b. Pernapasan
i. Mengalami dyspnea saat istirahat atau saat melakukan
aktivitas
ii. Sesak napas semakin memburuk ketika dalam posisi
supinasi/terlentang di tempat tidur
iii. Bunyi napas mengi (wheezing)
iv. Adanya batuk berulang
c. Sirkulasi
i. Peningkatan tekanan darah
ii. Peningkatan frekuensi jantung

d. Pemeriksaan persistem
a. Sistem Pernapasan / Respirasi; Sesak, batuk kering (tidak
produktif), tachypnea, orthopnea, barrel chest, penggunaan otot
aksesori pernapasan, Peningkatan PCO2 dan penurunan
O2,sianosis, perkusi hipersonor, pada auskultasi terdengar
wheezing, ronchi basah sedang, ronchi kering musikal.
b. Sistem Cardiovaskuler; Diaporesis, tachicardia, dan kelelahan.
c. Sistem Persyarafan / neurologi; Pada serangan yang berat
dapat terjadi gangguan kesadaran : gelisah, rewel, cengeng?
apatis? sopor? coma.
d. Sistem perkemihan; Produksi urin dapat menurun jika intake
minum yang kurang akibat sesak nafas
e. Sistem Pencernaan / Gastrointestinal; Terdapat nyeri tekan
pada abdomen, tidak toleransi terhadap makan dan minum,
mukosa mulut kering.
f. Sistem integument; Berkeringat akibat usaha pernapasan klien
terhadap sesak nafas
V. Diagnosa keperawatan
Analisa Data Pasien

DATA Penyebab Masalah Keperawatan Diagnosa Keperawatan


(Tanda Mayor & Minor)
Ds : ketidakseimbangan Ganguan pertukaran Ganguan pertukaran
1. Dispnea gas
ventilasi-perfusi gas b.d
Do :
1. PCO2 ketidakseimbangan
meningkat/menurun ventilasi-perfusi
peningkatan kerja nafas
2. PO2 menurun
3. Takikardia
hipoventiasi alveoli
4. pH arteri
meningkat/menurun
gangguan difusi dan retensi
5. Bunyi napas O₂
tambahan
(wheezing)
hipoksia jaringan

gangguan pertukaran gas


Ds : hiperplasia dinding jalan Bersihan jalan nafas Bersihan jalan nafas
(idak tersedia) napas tidak efektif
tidak efektif b.d
Do :
1. Batuk tidak efektif hiperplasia dinding
penyempitan jalan nafas
2. Sputum jalan napas
berlebih/obstruksi di
obstruksi jalan nafas
jalan napas/
meconium di jalan
bersihan jalan nafas tidak
napas (pada
efektif
neonatus)
3. Mengi, wheezing
dan/atau ronkhi
kering

Ds : Ketidakseimbangan antara Intoleransi aktifitas Intoleransi aktifitas b.d


1. Mengeluh lelah suplai dan kebutuhan
ketidakseimbangan
Do : oksigen
1. Frekuensi jantung antara suplai dan
meningkat >20%
kebutuhan oksigen
dari kondisi Suplay O₂ menurun
istirahat

Kelemahan

Intoleransi aktifitas
Ds : kelelahan otot pernapasan Gangguan ventilasi Gangguan ventilasi
1. Dipsnea spontan
spontan b.d kelelahan
Do :
1. Penggunaan otot otot pernapasan
ronga toraks tidak
bantu napas mengemkembang
meningkat
2. Volume tidak tekanan intratoraks positif
menurun
3. PCO2 meningkat
Gangguan ventilasi spontan
4. PO2 menurun
5. SaO2 menurun

Diagnosa keperawatan berdasarkan prioritas :


1. Gangguan pertukaran gas b/d ketidakseimbangan ventilasi-
perfusi
2. Bersihan jalan napas tidak efektif b/d hiperplasia dinding jalan
napas
3. Gangguan ventilasi spontan b/d kelelahan otot pernapasan
4. Intoleransi aktivitas b/d ketidakseimbangan antara suplai dan
kebutuhan oksigen
Asuhan keperawatan pada pasien An. A

No. Diagnosa Luaran Intervensi


keperawatan
1. Ganguan Setelah dilakukan Terapi Oksigen :
pertukaran gas b.d intervensi keperawatan Observasi :
ketidakseimbanga selama 1x24 jam maka 1. Monitor kecepatan aliran oksigen
n ventilasi-perfusi pertukaran gas 2. Monitor posisi alat terapi oksigen
diharapkan meningkat 3. Monitor efektifitas terapi oksigen (mis.
dengan kriteria hasil: Oksimetri, analisa gas darah), jika perlu
1. Dispnea menurun 4. Monitor kemampuan melepaskan oksigen saat
2. Bunyi napas tambahan makan
menurun 5. Monitor tanda-tanda hipoventilasi
3. PCO2 membaik 6. Monititor integritas mukosa hidung akibat
4. PO2 membaik pemasangan oksigen
5. Takikardia membaik Terapeutik :
6. pH arteri membaik 1. Bersihkan secret pada area mulut, hidung dan
trakea, jika perlu
2. Pertahankan kepatenan jalan nafas
3. Berikan oksigen tambahan, jika perlu
4. Tetap berikan oksigen saat pasien
ditransportasi
5. Gunakan perangkat oksigen yang sesuai
dengan tingkat mobilisasi pasien
Edukasi :
1. Ajarkan pasien dan keluarga cara mengunakan
oksigen di rumah
Kolaborasi :
1. Kolaborasi penentuan dosis oksigen
2. Kolaborasi penggunaan oksigen saat ativitas
dan/ tidur
2. Bersihan jalan Setelah dilakukan Manajemen jalan nafas :
nafas tidak efektif intervensi keperawatan Observasi :
b.d hiperplasia selama 1x24 jam maka 1. Monitor pola nafas (frekuensi, kedalaman,
dinding jalan bersihan jalan napas usaha nafas)
napas diharapkan meningkat 2. Monitor bunyi nafas tambahan (mis. Gurgling,
dengan kriteria hasil: mengi, wheezing, ronki kering)
1. Batuk efektif 3. Monitor sputum (jumlah, warna, aroma)
meningkat Trapeutik :
2. Produksi sputum 1. Posisikan semi-fowloer atau fowler
menurun 2. Berikan minum hangat
3. Frekuensi napas 3. Lakukan fisioterapi dada, jika perlu
membaik 4. Lakukan penghisapan lender kurang dari 15
4. Pola napas detik
membaik
5. Berikan oksigen, jika perlu
Edukasi :
1. Anjurkan asupan cairan 2000 ml/hari
2. Ajarkan teknik baktuk efektif
Kolaborasi :
1. Kolaborasi pemberian bronkodilator,
ekspektoran, muklotik, jika perlu

Berdasarkan penelitian jurnal Tafdihila 2019, Pada


asma, terapi yang paling tepat adalah menggunakan
terapi nebulizer. Nebulizer merupakan pilihan terbaik
pada kasus kasus yang berhubungan dengan inflamasi
terutama pada penderita asma, nebulizer yaitu alat
yang digunakan untuk merubah obat-obat
bronkodilator dari bentuk cair ke bentuk partikel
aerosol atau partikel yang sangat halus, aerosol
sangat bermanfaat apabila dihirup atau dikumpulkan
dalam organ paru, efek dari terapi nebulizer adalah
untuk mengembalikan kondisi spasme bronchus,
sehingga dapat melebarkan diameter dari bronkus
Selain menggunakan terapi nebulizer, pasien asma
yang mengalami sesak dan batuk dapat dilakukan
latihan batuk efektif. Batuk efektif adalah suatu
metode batuk dengan benar, dimana pasien dapat
menghemat energi sehingga tidak mudah lelah
mengeluarkan dahak secara maksimal. Manfaat latihan
batuk efektif untuk melonggarkan dan melegakan
saluran pernafasan maupun mengatasi sesak nafas
akibat adanya lendir yang memenuhi saluran
pernafasan. Tujuan dilakukannya teknik batuk efektif
ini adalah untuk membantu mengatasi sesak dan
membantu mengeluarkan sekresi pada saluran
pernafasan akibat pengaruh nekrose serta membantu
membersihkan jalan nafas.
3. Gangguan ventilasi Setelah dilakukan Dukungan ventilasi
spontan b/d intervensi keperawatan Observasi
kelelahan otot selama 1x24 jam maka 1. Identifikasi adanya kelelahan otot bantu napas
pernapasan ventilasi spontan 2. Identifikasi efek perubahan posisi terhadap status
diharapkan meningkat pernapasan
dengan kriteria hasil: 3. Monitor status respirasi dan oksigenasi
1. Volume tidal Terapeutik
meningkat 1. Pertahankan kepatenan jalan napas
2. Dispnea menurun 2. Berikan posisi semi-fowler atau fowler
3. Penggunaan otot 3. Fasilitasi mengubah posisi senyaman mungkin
bantu napas 4. Berikan oksigenasi sesuai kebutuhan mis. Nasal
menurun kanul, simple mask, rebreathing mask, dan
4. Gelisah menurun nonrebreathing mask)
5. PCO2 membaik 5. Gunakan bag-valve mask, jika perlu
6. PO2 membaik Edukasi
7. SaO2 membaik 1. Ajarkan melakukan teknik relaksasi napas dalam
8. Takikardia 2. Ajarkan menngubah posisi secara mandiri
membaik Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian bronkodilator, jika perlu
4. Intoleransi aktifitas Setelah dilakukan Manajemen Energi
b.d ketidak intervensi keperawatan Observasi
seimbangan antara selama 1x24 jam maka 1. Identifikasi gangguan fungsi tubuh yang
suplai dan toleransi aktivitas mengakibatkan kelelahan
kebutuhan oksigen diharapkan meningkat 2. Monitor kelelahan fisik dan emosional
dengan kriteria hasil: 3. Monitor pola dan jam tidur
1. Frekuensi nadi 4. Monitor lokasi dan ketidaknyamanan selama
sedang melakukan aktivitas.
2. Keluhan lelah Terapeutik
menurun 1. Sediakan lingkungan nyaman dan rendah stimulus
3. Dispnea saat (mis. Cahaya, suara, kunjungan)
aktivitas menurun 2. Berikan aktivitas distraksi yang menyenangkan
4. Dispnea setelah Edukasi
aktivitas menurun 1. Anjurkan menghubungi perawat jika tanda dan
5. Perasaaan lemah gejala kelelahan tidak berkurang.
menurun
Kolaborasi
1. Kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara
meningkatkan asupan makanan
Daftar Pustaka

Tafdihila, T., & Kurniawati, A. (2019). PENGARUH LATIHAN BATUK EFEKTIF PADA
INTERVENSI NEBULIZER TERHADAP PENURUNAN FREKUENSI PERNAFASAN
PADA ASMA DI INSTALASI GAWAT DARURAT. Babul Ilmi Jurnal Ilmiah Multi
Science Kesehatan, 11.

Astuti, R., & Darliana, D. (2018). Hubungan Pengetahuan dengan Upaya Pencegahan
Kekambuhan Asma Bronkhial. Idea Nursing Journal, 9(1).

Berawi, K. N., & Ningrum, A. F. (2017). Faktor Risiko Obesitas dan Kejadian Asma. Jurnal
Majority, 6(2), 6-11.

Handayani, H., & Setiawan, A. (2019). Kualitas Hidup Anak dengan Asma di RSUD Dr.
Soekardjo Kota Tasikmalaya dan RSUD Kabupaten Ciamis. Jurnal Keperawatan
Muhammadiyah Bengkulu, 7(1), 291119.

Kurniasari, L. (2016). Hubungan faktor makanan terhadap kejadian kambuh ulang asma
pada penderita asma di wilayah kerja puskesmas olak kemang kota jambi tahun 2015.
Scientia Journal, 4(4), 299-304.

Nuari, A., Soleha, T. U., & Maulana, M. (2018). Penatalaksanaan Asma Bronkial Eksaserbasi
pada Pasien Perempuan Usia 46 Tahun dengan Pendekatan Kedokteran Keluarga di
Kecamatan Gedong Tataan. Jurnal Majority, 7(3), 144-151.

Perdani, R. R. W. (2019). Asma Bronkial pada Anak. Jurnal Kedokteran Universitas


Lampung, 3(1), 154-159.

PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia : Definisi dan Indikator Diagnostik,
Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI

PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia : Definisi dan Tindakan


Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI

PPNI. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia : Definisi dan Kriteria Hasil
Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI

Prastyanto, D., & Kushartanti, W. (2016). PENGARUH LATIHAN PERNAPASAN BUTEYKO


TERHADAP ARUS PUNCAK EKSPIRASI (APE) PADA PENDERITA ASMA. MEDIKORA,
15(2), 59-73.

Wijaya, A., & Toyib, R. (2018). Sistem Pakar Diagnosis Penyakit Asma Dengan
Menggunakan Algoritme Genetik (Studi Kasus RSUD Kabupaten Kepahiang).
Pseudocode, 5(2), 1-11.

World Health Organization (WHO). (2018). Asthma: Definition.


https://www.who.int/respiratory/asthma/definition/en/. Diakses pada Jumat 27 Maret
2020

Anda mungkin juga menyukai