Anda di halaman 1dari 3

2.1.1.

Pencegahan

Pencegahan demam tifoid seperti klorinasi air, pembuangan limbah

dan penanganan makanan penting untuk mencegah salmonelosis non tifoid.

Cuci tangan penting untuk pencegahan penularan orang ke orang melalui

makanan. Orang yang menyekresi salmonela harus dibebaskan dari

pekerjaan menyediakan makan dan perawatan anak sampai hasil ulangan

kultur feses negatif. Bayi dan anak yang dirawat, perhatian tindakan

pencegahan dianjurkan, karena inocula rendah mampu menyebabkan

infeksi pada anak. Pemberian ASI yang lebih lama dapat mengurangi angka

kajadian infeksi (Garna, 2012).

Tabel 2.1 Vaksin untuk mencegah Salmonella typhi.

Vaksin Tipe Umur Dosis Waktu

Vi-CPS Parenter
al, inta ≥ 2 1 kali Setiap 2
muskula tahun suntikan tahun
r.

Ty 21a Kuman 1 kapsul Setiap 5


dile- ≥ 6 diberikan 4 tahun
mahkan, tahun kali dengan
Oral interval 2
hari
Heat- Prentera Setiap 3
phenol l sub- tahun
Inactivated kutan ≥ 6 2 kali
bulan suntikan
dengan
interval ≥ 4
minggu
(Suraatmaja, 2007).

2.1.2. Morfologi
Demam tifoid yaitu Salmonella typhi, yang merupakan salah satu

sepsies genus Salmonella, keluarga Enterobacteriacea. Kuman Salmonella

typhi berbentuk batang, gram-negatif, tidak berspora, motil, berflagela,

berkapsul, tumbuh dengan baik pada suhu optimal 37 0C, bersifat fakultatif

anaerob. Kuman ini dapat mati pada pemanasan suhu 54,4 0C selama satu

jam dan 60 0C selama 15 menit. Salmonella memfermentasi glukosa dan

manosa, tetapi tidak terhadap laktosa dan sukrosa. Salmonella typhi

memiliki beberapa struktur antigen yaitu :

a. Polymerase Chain Reaction (PCR)

Pemeriksaan ini digunakan untuk mendeteksi bakteri Salmonella

typhi yang spesifik dalam darah penderita, sehingga memungkinkan

diagnosis dalam beberapa jam. DNA (asam nukleat) gen flagellin

bakteri S. typhi dalam darah dengan teknik hibridisasi asam nukleat

atau amplifikasi DNA dengan cara polymerase chain reaction (PCR)

melalui identifikasi antigen Vi yang spesifik untuk S. typhi. Metode ini

spesifik dan lebih sensitif untuk mendeteksi bakteri yang terinfeksi

dalam darah (Sucipto, 2015).

b. Antigen somatik O

Merupakan lipopolisakarida yang berlokasi pada membrane

bagian luar dinding sel. Antigen ini tahan terhadap pemanasan sampai

100 C (heat-stable), alkohol dan asam. Molekul lipopolisakarida


0

(endotoksin) umumnya bersifat toksik, terdiri atas komponen berulang

atau rantai O, inti oligosakarid (core) dan lipid A. lipopolisakarida


terdiri atas tiga tipe, yaitu lipopolisakarida-S (smooth),

lipopolisakarida-R (rough) dan lipopolisakarida. Komposisi polisakarida

O bervariasi pada berbagai spesies bakteri, tetapi core dan lipid A

mempunyai struktur yang sama pada sebagian besar bakteri gram-

negatif, sehingga memungkinkan terjadinya reaksi silang pada tes

serologi (Garna, 2012).

c. Antigen flagelar H

Antigen yang terdapat pada flagel merupakan protein yang tidak

tahan terhadap panas (heat-labile) larut dalam etanol dan asam,

disebut flagelin. Antigen H terdapat dalam dua bentuk yaitu fase 1

(spesifik) dan fase 2 (nonspesifik). Antigen flagel fase 1 terdapat pada

sebagian kecil serotipe dan menentukan indentitas imunolonginya.

Antigen flagel fase 2 terdapat pada beberapa strain, beraglutinasi

dengan antisera heterolog (Ilham, Nugraha, Purwanta, 2017).

d. Antigen kapsular Vi (K)

Antigen kapsular merupakan antigen yang tidak tahan panas,

berperan penting dalam menghindari fagositosi. Antigen Vi sering

menghambat antigen O saat serologic typing, tetapi dapat dihilangkan

dengan pemanasan (Garna, 2012).

Anda mungkin juga menyukai