Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Perkiraan biaya dan harga adalah tugas penting dalam perusahaan
manufaktur. Ketika biaya ditaksir terlalu tinggi dan produk diberi harga terlalu
tinggi, hal itu dapat mengakibatkan hilangnya bisnis termasuk kepusan pelanggan
dan pangsa pasar. Selain itu, ketika estimasi biaya buruk dan produk diberi harga
terlalu rendah, hal itu dapat menyebabkan kerugian finansial dalam perusahaan.
Dalam beberapa tahun terakhir, seiring dengan kompleksitas perusahaan
kebutuhan terhadap estimasi biaya yang akurat semakin meningkat agar
perusahaan mampu memberikan kepuasan pelanggan dan mempertahankan
bahkan memperluas pangsa pasarnya secara berkesinambungan (Tang, 2012).
Metode estimasi biaya secara garis besar diklasifikasikan kedalam tiga
bagian (Bierley,2006). Bagian pertama yaitu metode parametrik. Metode
parametrik menggunakan parameter-parameter tertentu dalam mengestimasi
biaya, estimasi biaya menggunakan metode ini tergolong relatif cepat. Akan
tetapi, tingkat akurasinya sangat rendah. Bagian kedua yaitu metode analogik.
Metode ini menggunakan kesamaan sifat atau karakteristik dan kesamaan lainnya
terhadap produk dengan produk lain yang serupa. Akan tetapi, tingkat akurasi
biaya yang dihasilkan dari estimasi menggunakan metode ini bergantung pada
seberapa banyak kemiripan dengan produk yang dijadikan acuan. Bagian yang
ketiga adalah metode analitik. Metode ini adalah metode yang paling ideal dalam
mengestimasi biaya karena dalam penerapannya metode ini mendekomposisi fitur
yang terdapat dalam produk, sehingga biaya dapat diestimasi sesuai dengan fitur-
fitur yang terdapat dalam produk tersebut.
Metode estimasi biaya analitik telah dikembangkan, penerapan metode ini
dalam perusahaan yang mendekomposisi dan menganalisa bagian-bagian dasar
produk. Dalam perusahaan manufaktur, terlebih perusahaan tersebut
memproduksi barang secara masal dan bersifat homogen, maka terdapat
alternative estimasi biaya yang dapat dilakukan dengan mengacu pada proses untu
menghasilkan produk tersebut. Perhitungan estimasi biaya tersebut disebut
Process Costing. Perhitungan biaya yang berbasis proses atau process
costing termasuk dalam salah satu desain sistem yang penting dalam pembuatan
laporan produksi, sehingga laporan tersebut dapat digunakan sebagai sumber
informasi yang akurat dan dapat digunaka oleh pihak manajemen dalam
pembuatan keputusan yang penting untuk kemajuan perusahaan.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Karakteristik process costing ?
2. Bagaimana Tahapan Perhitungan process costing ?
3. Bagaimana Metode perhitungan process costing ?
4. Bagaimana Implementasi dan Peningkatan process costing ?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui Karakteristik process costing.
2. Untuk mengetahui Tahapan process costing.
3. Untuk mengetahui Metode process costing.
4. Untuk mengetahui Implementasi dan Peningkatan process costing.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Karakteristik Process Costing
Biaya proses adalah sistem biaya produk yang mengakumulasikan biaya
biaya berdasarkan proses atau departemen-departemen pemrosesan. Biaya proses
menyiapkan informasi untuk pihak manajemen dalam menganalisa produk dan
keuntungan pelanggan dalam menentukan harga, produk campuran dan proses
perbaikan. Perusahaan yang memiliki produk homogen melalui proses atau
departemen menggunakan perhitungan biaya menurut proses. Berikut merupakan
pembahasan secara ringkas terkait process costing menurut (Mowen, 2014):
1. Unit ekuivalen
Unit ekuivalen merupakan jumlah unit selesai yang sama atau dianggap
setara berdasarkan jumlah pekerjaan yang benar-benar dilakukan atas unit-unit
produk yang telah selesai maupun yang selesai sebagian. Unit ekuivalen tidak
sama dengan unit-unit secara fisik. Perhitungan unit ekuivalen ini bertujuan
untuk mengatasai salah satu persoalan terkait unit produksi. Pada kenyataanya
unit yang diproduksi tidak semuanya selesai, terdapat produk yang telah selesai
dan di transfer keluar dari departemen pemrosesan dan terdapat produk yang
masih terdapat dalam beberapa departemen yang persentase penyelesaian nya
belum seratus persen. Produk yang masih berada dalam departemen
pemrosesan diakui sebagai barang dalam proses akhir, dan akan menjadi
barang dalam proses awal pada periode produksi berikutnya.
Dengan memperhitungkan unit yang telah selesai dan selesai sebagian,
kita membutuhkan cara untuk mengukur jumlah pekerjaan produksi secara
tepat yang dilakukan selama periode tersebut. Unit ekuivalen merupakan solusi
untuk mengatasi kasus tersebut. Unit ekuivalen harus di kalkulasikan secara
terpisah untuk bahan baku langsung, tenaga kerja langsung dan
overhead pabrik karena proporsi total pekerjaan yang di lakukan pada unit-unit
produk pada persediaan barang dalam proses tidak selalu sama untuk setiap
elemen biaya. Karena overhead seringkali dibebankan berdasarkan jam tenaga
kerja, beberapa perusahaan menggunakan dua kategori yaitu bahan baku
langsung dan biaya konversi.
2. Biaya Konversi
Biaya konversi merupakan biaya-biaya yang menunjang proses
produksi selain dari biaya bahan baku langsung. Jumlah tenaga kerja langsung
relatif lebih sedikit dalam banyak industri pemrosesan, seperti industri
penyulingan minyak, alumunium, kertas kimia, dan farmasi, biaya overhead
pabrik dan tenaga kerja langsung terkadang dikombinasikan dan disebut juga
biaya konversi dengan tujuan menghitung unit ekuivalen produksi.
3. Biaya Bahan Baku Langsung
Biaya bahan baku langsung merupakan biaya salah satu biaya produksi
yang paling utama. Biaya bahan baku langsung dalam perhitungan biaya proses
akan di transfer dari setiap departemen pemrosesan Bersama biaya-biaya lain
yang terkait hingga produk tersebut selesai dari semua departemen produksi.
B. Tahapan Process Costing
Dokumen utama pada sistem perhitungan biaya berdasarkan proses secara
umum adalah laporan biaya produksi. Laporan biaya produksi meringkas jumlah
unit fisik dan unit ekuivalen dari satu departemen, biaya yang dikeluarkan selama
periode bersangkutan, serta biaya yang dibebankan ke unit yang selesai ditransfer
maupun persediaan akhir barang dalam proses. Penyusunan laporan biaya
produksi meliputi lima tahapan (Mowen,2014), yaitu :
1. Menganalisis arus fisik dari unit produksi
Menentukan jumlah unit di awal proses pekerjaan, yang jumlah unit
mulai ke produksi (atau diterima dari departemen sebelumnya), jumlah unit
selesai, dan jumlah unit dalam mengakhiri persediaan dalam proses. Analisis
unit fisik meliputi akuntansi untuk kedua input dan unit output.
Unit masukan termasuk persediaan barang dalam proses dan semua unit yang
masuk departemen produksi selama periode akuntansi. Unit keluaran termasuk
unit yang lengkap dan ditransfer keluar dari bagian produksi dan unit dalam
persediaanbarang dalam proses berakhir.
2. Menghitung Unit Ekuivalen
Tujuan dari perhitungan unit setara dengan produksi untuk bahan baku
langsung, tenaga kerja langsung, dan biaya overhead pabrik adalah untuk
mengukur kerja total pengeluaran produksi selama akuntansi periode. Unit fisik
dari produk yang selesai dan belum sepenuhnya selesai diubah menjadi jumlah
setara seluruh unit menggunakan perhitungan unit ekuivalen. Penaksiran
terhadap persentase barang dalam proses dilakukan oleh pihak manajemen dan
penentuannya berdasarkan indikator-indikator tertentu sehingga unit ekuivalen
dapat dihitung.
3.  Menentukan biaya per unit
Perhitungan biaya per unit dapat dilakukan setelah perhitungan unit
ekuivalen selesai dilakukan. Perhitungan biaya per unit ini dapat digunakan
untuk menentukan total biaya yang terkait dengan produk yang di transfer
keluar departemen pemrosesan dan biaya yang masih berada dalam departemen
pemrosesan (barang dalam proses). Penentuan biaya perunit dalam process
costing akan menghasilkan pembebanan biaya per unit yang merata sehingga
pembebanan biaya dapat dilakukan dengan baik dan akurat.
4. Penilaian persediaan
Penilaian persediaan ini merupakan lanjutan dari tahap penentuan biaya
per unit. Penilaian persediaan bergantung pada hasil penentuan biaya per unit.
Biaya per unit akan menjadi acuan untuk menentukan biaya persediaan, baik
persediaa barang jadi maupun barang dalam proses.
5. Rekonsiliasi
Rekonsiliasi bertujuan untuk memastikan bahwa jumlah biaya yang
dibebankan pada produk yang di transfer keluar dari persediaan akhir barang
dalam proses harus sesuai dengan jumlah biaya pada persediaan awal barang
dalam proses dan biaya produksi yang muncul selama periode berjalan.
Setelah semua tahapan process costing terlewati, maka produk akhir dari
process costing merupakan laporan produksi. Tujuan dari laporan biaya
produksi adalah untuk menentukan biaya produksi total yang dikeluarkan
untuk unit diselesaikan selama periode dan unit yang masih dalam proses pada
persediaan akhir barang dalam proses. Pada umumnya perusahaan membagi
laporan biaya produksi menjadi dua bagian utama, yaitu:
a. Informasi unit produksi
b. Informasi cost unit
C. Metode Process Costing
Metode process costing secara garis besar dibagi kedalam dua metode.
Metode yang pertama adalah metode rerata tertimbang (weight average method).
Metode yang kedua menggunakan metode masuk pertama keluar pertama (First-in
First-out method). Metode process coting ini pada dasarnya terkait dengan cara
memperlakukan barang dalam proses (work in process). Barang dalam proses
akhir dari suatu periode produksi akan dinyatakan sebagai barang dalam proses
awal pada periode produksi berikutnya. Kedua metode tesebut mempunyai cara
tersendiri dalam perlakuan atau perhitungan terkait barang dalam proses tersebut
(Mowen, 2009).
1. Metode rerata tertimbang (weight average method)
Metode rerata tertimbang memperlakukan barang dalam proses awal
(beginning work in process) yang berasal dari periode produksi sebelumnya
seakan-akan sama dengan produk yang di produksi pada periode berjalan.
Dalam metode rerata tertimbang mengabaikan persentase penyelesaian barang
dalam proses karena asumsinya pembebanan biaya dengan metode ini akan
menyamaratakan semua produk yang di produksi pada periode terebut
termasuk barang dalam proses dari periode produksi sebelumnya.
Keuntungan metode rerata tertimbang terletak pada kesederhanaan
perhitungannya, yaitu semua unit ekuivalen akan termasuk kedalam kategori
yang sama dalam pembebanan biaya dan penentuan biaya per unitnya.
Kelemahannya adalah mengurangi keakuratan perhitungan biaya per unit untuk
output produk dari periode berjalan dan unit pada beginning work in process.
Jika biaya per unit dalam satu proses relatif stabil dari satu period ke periode
yang lain, maka metode rerata tertimbang cukup akurat. Akan tetapi, jika input
manufaktur meningkat secara signifikan dari periode sat uke periode
berikutnya, biaya output periode saat ini dinyatakan terlalu rendah dan biaya
per unit pada beginning work in process dinyatakan terlalu tinggi. Solusi kasus
tersebut dapat ditangani dengan menggunakan metode FIFO.
2. Metode Masuk Pertama, Keluar Pertama (First-in, First-out method)
Metode FIFO menyediakan basis perhitungan yang lebih akurat karena
mampu membebankan biaya per unit untuk periode berjalan dan biaya per unit
pada beginning work in process secara terpisah. Metode ini mengasumsikan
beginning work in process sebagai produk yang belum selesai dari periode
produksi sebelumnya yang harus dikerjakan terlebih dahulu dan harus selesai
sebelum periode produksi saat ini berakhir. Setelah beginning work in process
selesai dikerjakan, maka selanjutnya mengerjakan produk dari periode berjalan.
3.  Perbedaan antara metode FIFO dan metode rata rata tertimbang
Perbedaan mendasar dari kedua merode ini terletak pada penanganan
beginning work in process. Metode rerata tertimbang tidak memperhatikan
persentase penyelesaian beginning work in process karena asumsinya
pembebanan biaya akan sama rata dengan input produksi pada periode
berjalan. Sedangkan metode FIFO memperhatingan persentase penyelesaian
beginning work in process karena asumsinya beginning work in process harus
diselesaikan sepenuhnya terlebih dahulu sebelum mengerjakan input produksi
pada periode berjalan, sehingga perhitungan FIFO menghasilkan perhitungan
yang adil terkait penanganan beginning work in process karena terpisah dari
pembebanan biaya untuk input produksi periode berjalan. Jika perusahaan
memiliki siklus produksi yang relative pendek, maka sebenarnya biaya per unit
yang dihasilkan oleh kedua metode tersebut tidak jauh berbeda dan dalam hal
ini perhitungan dengan metode FIFO kurang menguntungkan.
D. Implementasi dan Peningkatan Process Costing
Perhitungan biaya berdasarkan proses atau lebih dikenal dengan process
costing telah banyak di implemntasikan oleh perusahaan manufaktur khususnya
untuk perusahaan yang memproduksi produk yang homogen, produksinya bersifat
masal dan berlangsung terus-menerus. Penulis telah melakukan review beberapa
artikel atau jurnal yang berkaitan dengan process costing.
1. A comparison of product costing practices in discrete-part and assembly
manufacturing and continuous production process manufacturing (Bierley,
2006).
Jurnal tersebut telah membahas perbandingan perhitungan biaya produk
pada dua lingkungan manufaktur yang berbeda. Lingkungan manufaktur yang
di maksud dalam jurnal tersebut adalah discrete-part dan assembly
manufacturing yang dibandingkan dengan continuous production process
manufacturing. Kedua lingkungan manufaktur tersebut erat kaitannya dengan
pola pemrosesan yang ada dalam metode process costing yaitu pola proses
berututan dan pola proses paralel. Tujuan penelitian tersebut adalah untu
mengetahui apakah terdapat perbedaan perhitungan biaya dalam lingkungan
manufaktur yang memiliki pola pemrosesan yang berbeda. Penelitiannya
dilakukan di Inggris menggunakan instrument kuesioner. Responden kuesioner
diperoleh pada awalnya dari daftar 854 anggota Chartered Institute of
Management Accountants (CIMA) yang jabatan pekerjaannya adalah pada
bidang akuntansi biaya, manajemen atau akuntan manufaktur dan bekerja di
industri manufaktur Inggris.
Rincian jenis manufaktur yang dilakukan diperoleh dengan menanyakan
kepada responden apakah mereka menggunakan produksi komponen dan
perakitan terpisah, manufaktur proses produksi berkelanjutan atau beberapa
metode lain. Dari 270 responden dari unit operasi yang menjawab pertanyaan,
112 menggunakan diskrit-bagian dan perakitan dan 131 menggunakan
manufaktur proses produksi berkelanjutan. Dari 27 unit operasi lainnya, 6 tidak
menggunakan metode ini, 13 menggunakan keduanya dan 8 menggunakan
pekerjaan dan pembuatan batch yang dapat melibatkan bagian-bagian dan
perakitan terpisah, atau pembuatan proses produksi yang berkelanjutan. 27
responden lainnya dikeluarkan dari analisis lebih lanjut, dan hasilnya
dilaporkan untuk 243 responden menggunakan salah satu dari dua metode
manufaktur.

Hasil penelitian ini tidak mendukung gagasan perbedaan dalam praktik


penetapan biaya produk antara kedua lingkungan ini. Persentase serupa dari
unit operasi di setiap lingkungan manufaktur mengalokasikan dan menetapkan
biaya overhead dengan cara yang sama. Perbedaan signifikan diamati dalam
penerapan tarif overhead tertentu. Tingkat jam kerja langsung lebih sering
digunakan secara signifikan dalam pembuatan komponen terpisah dan
perakitan, dan unit yang diproduksi dan tingkat berbasis waktu produksi lebih
sering digunakan secara signifikan dalam pembuatan proses produksi
berkelanjutan. Satu-satunya area perbedaan adalah dalam penggunaan tarif
overhead di mana unit secara signifikan lebih banyak di bagian-diskrit dan
manufaktur perakitan menggunakan tingkat jam kerja langsung dan secara
signifikan lebih banyak unit dalam proses produksi berkelanjutan
menggunakan unit produksi yang diproduksi dan tarif berdasarkan waktu
produksi.

2. A new process-based cost estimation and pricing model considering the


influences of indirect consumption relationships and quality factors (Tang,
2012).
Jurnal tersebut membahas estimasi biaya berbasis proses. Jurnal ini tidak
sepenuhnya membahas process costing akan tetapi lebih mengarah pada
activity-based costing. Jurnal tersebut membahas pengebangan metode estimasi
biaya seiring dengan kebutuhan perusahaan terkait estimasi biaya di
lingkungan manufaktur yang semakin kompleks. Dalam jurnal tersebut metode
estimasi biaya secara garis besar diklasifikasikan kedalam tiga bagian. Bagian
pertama yaitu metode parametrik. Metode parametrik menggunakan parameter-
parameter tertentu dalam mengestimasi biaya, estimasi biaya menggunakan
metode ini tergolong relatif cepat. Akan tetapi, tingkat akurasinya sangat
rendah.
Bagian kedua yaitu metode analogik. Metode ini menggunakan
kesamaan sifat atau karakteristik dan kesamaan lainnya terhadap produk
dengan produk lain yang serupa. Akan tetapi, tingkat akurasi biaya yang
dihasilkan dari estimasi menggunakan metode ini bergantung pada seberapa
banyak kemiripan dengan produk yang dijadikan acuan. Bagian yang ketiga
adalah metode analitik. Metode ini adalah metode yang paling ideal dalam
mengestimasi biaya karena dalam penerapannya metode ini mendekomposisi
fitur yang terdapat dalam produk, sehingga biaya dapat diestimasi sesuai
dengan fitur-fitur yang terdapat dalam produk tersebut. Demi estimasi biaya
yang lebih akurat, model analitik harus berbasis proses dan konsumsi biaya
rinci produk dalam proses pembuatannya harus dianalisis. Metode estimasi
berbasis proses yang khas adalah pendekatan ABC, yang pertama kali dibahas
oleh Cooper dan Kaplan (1988). Gagasan dasar ABC adalah bahwa aktivitas
mengkonsumsi sumber daya dan produk mengkonsumsi aktivitas. Ini mencoba
untuk memprediksi konsumsi biaya sesuai dengan hubungan konsumsi kausal,
dimana relevansi biaya dan akurasi estimasi dapat diperkuat secara signifikan.

Dalam model analitik berbasis proses, satu tugas penting adalah


menentukan karakteristik konsumsi atau tingkat biaya kegiatan produksi. Tarif
biaya aktivitas kemudian digunakan dengan jumlah kegiatan yang diperlukan
dalam proses pembuatan untuk memperkirakan biaya produk baru. Namun,
studi saat ini hanya mempertimbangkan kondisi bahwa ada hubungan
konsumsi langsung antara kegiatan produksi dan sumber daya produksi (atau
ada hubungan dukungan langsung dari sumber daya produksi untuk kegiatan
produksi) di lingkungan manufaktur, sehingga kemampuan adaptasi mereka
dalam aplikasi terbatas.

Dalam jurnal ini, model estimasi biaya baru untuk penetapan harga
produk dikembangkan untuk memberikan peningkatan pada metode ABC
tradisional. Dalam lingkungan manufaktur yang mengandung hubungan
konsumsi tidak langsung yang kompleks, karakteristik konsumsi dari aktivitas
produksi pertama kali diekstraksi dengan menyelesaikan hubungan ini.
Kemudian berdasarkan karakteristik konsumsi aktivitas dan karakteristik
kualitas aktivitas, konsumsi biaya terperinci suatu produk dalam proses
pembuatannya dianalisis, dan model estimasi harga biaya produk untuk
penetapan harga ditetapkan. Dalam proses pemodelannya, pengaruh biaya dari
hubungan konsumsi kompleks dan faktor kualitas kegiatan dipertimbangkan
sepenuhnya. Dengan demikian, dapat mencapai akurasi estimasi yang lebih
tinggi daripada metode ABC tradisional. Ini dapat diterapkan pada estimasi
biaya presisi tinggi dan proses pengambilan keputusan penetapan harga produk
dalam lingkungan manufaktur yang relatif kompleks yang mengandung
hubungan konsumsi yang kompleks dan pengaruh kualitas.

3. A survey of factor influencing the choice of product costing systems in UK


organizations
BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN
            Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa desain sistem perhitungan
biaya berdasarkan proses memiliki sejumlah persamaan sekaligus juga perbedaan
dengan sistem perhitungan biaya berdasarkan pesanan. Dalam penggunaannya,
sistem perhitungan biaya berdasarkan proses digunakan dalam perusahaan yang
memproduksi produk homogen (satu jenis produk) dalam jumlah besar dan
dilakukan secara terus menerus (jangka panjang).
Sistem perhitungan biaya berdasarkan proses dalam penerapannya harus
menghitung unit ekuivalen produksi. Unit ekuivalen produksi adalah jumlah unit
selesai yang seharusnya diperoleh dari bahan dan usaha yang digunakan untuk
menghasilkan barang setengah jadi, dapat ditambahkan ke unit yang selesai untuk
menentukan output periodik suatu departemen. Untuk menghitung unit ekuivalent
dapat menggunakan dua metode yaitu metode rata-rata tertimbang (weighted
average method) dan metode FIFO (first in first out.
            Metode rata-rata tertimbang (weighted average method)  adalah metode
yang menggabungkan unit dan biaya dari periode sekarang dengan unit dan biaya
periode sebelumnya. Sedangkan metode FIFO (first in first out) adalah metode
yang menganggap bahwa unit ekuivalen dan biaya per unit hanya berkaitan
selama periode tertentu saja.
DAFTAR PUSTAKA

Bierley John A, Christoper J. Cownton, and Colin Drury. 2006. A Comparison of


Product costing practies in descrete-part and assembly manufacturing and
continuous production process manufacturing. International Journal
Production Economics 100 P.314-321.
Mowen, Maryanne M. dan Don R. Hansen. 2009. Akuntansi Manajerial-Edisi
delapan. Jakarta. Salemba Empat.
Mowen, Maryanne M. Don R. Hansen, and Dan L. Heitger. 2014. Cornerstones of
Managerial Accounting-sixth edition. USA. Cengage Learning.
Tang Suzhou, Delun Wang, Fong-Yuen Ding. 2012. A New Process-based Cost
Estomation and Pricing Models Consodering the Influences of Indirect
Consumption Relationships and Quality Factors. Journal Computer &
Industrial Enggineering 63 P.985-993.

Anda mungkin juga menyukai