Kelompok 5:
MAGISTER KENOTARIATAN
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2019
i
BAB I
PENDAHULUAN
1
Boedi Harsono, 2008, Hukum Agraria Indonesia, Djambatan, Jakarta, hal.18.
2
Effendi Perangin, 1986, 401 Pertayaan Hukum Agraria, Rajawali, Jakarta, hal.29.
1
meningkatkan kesejahteraan serta mendorong kegiatan ekonomi melalui
pemberlakuan Undang-Undang Pertanahan dan peraturan pelaksanaannya.
Salah satu permasalahan yang sering terjadi dalam kehidupan bermasyarakat
dalam perspektif tindak pidana adalah permasalahan yang menyangkut dengan tanah,
yang cenderung bermetamorfosis dalam kehidupan sosial masyarakat. Tanah tidak
lagi sekedar dipandang sebagai masalah agraria semata yang selama ini diidentikkan
sebagai pertanian belaka, melainkan telah berkembang, baik manfaat maupun
kegunaannya, sehingga terjadi dampak negatif yang semakin kompleks.
Ketidakseimbangan antara jumlah dan luas tanah yang tidak selaras dengan
kebutuhan masyarakat yang terus meningkat menyebabkan tanah mempunyai arti
yang sangat penting, sehingga tidak banyak masyarakat yang saling berlomba dengan
mengupayakan segala hal untuk mendapatkan tanah. Penyimpangan-penyimpangan
terhadap hukum dirasa wajar demi mendapatkan tanah untuk kepentingan pribadi.
Kompetisi antar sesama manusia untuk memperoleh tanah seperti inilah yang
dikemudian hari menimbulkan banyak konflik agraria. Dalam hal ini campur tangan
negara melalui aparatnya dalam tatanan hukum pertanahan mutlak diperlukan
keberadaannya untuk mencegah hal-hal seperti ini terjadi.
2
1.2 Rumusan Masalah
Dari latar belakang yang telah diuraikan diatas maka dapat dirumuskan
permasalahan sebagai berikut:
1. Bagaimana sistem penegakan hukum dalam Pasal 52 UUPA?
2. Bagaimana mekanisme proses penyelesaian tindak pidana dalam UUPA?
3
BAB II
PEMBAHASAN
yang paling tua, setua peradaban mandiri itu sendiri. Pidana merupakan istilah yang
menyebutkan bahwa:
“Dalam menjalankan hak hak kebebasannya, setiap orang wajib tunduk kepada
pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang dengan maksud semata-
mata untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan
orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan
moral, nilai-nilai agama, keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu
masyarakat demokratis”.
memuat keadilan dan kebenaran, penegakan hukum bukan hanya menjadi tugas dari
para penegak hukum yang sudah di kenal secara konvensional, tetapi menjadi tugas
dari setiap orang. Meskipun demikian, dalam kaitannya dengan hukum publik
yaitu:
semua subjek hukum dalam setiap hubungan hukum. Siapa saja yang
3
Muladi & Barda Nawawi Arief, Bunga Rampai Hukum Pidana, Alumni, Bandung, 1992,
hlm.2.
4
menjalankan aturan normative atau melakukan sesuatu atau tidak melakukan
sesuatu dengan mendasarkan diri pada norma aturan hukum yang berlaku,
yang dimiliki oleh hutan dapat tetap terjaga. Oleh karena itu, hukum harus
4
Adami,Chazawi, Pelajaran Hukum Pidana I Stelsel Pidana, TIndak Pidana,Teori-Teori
Pemidanaan dan Batas Berlakunya Hukum Pidana, PT. Raja GrafindoPersada, Jakarta, 2012, hlm. 34.
5
Ibid, hlm. 73.
5
Penegakan hukum merupakan usaha untuk mewujudkan ide-ide dan
merupakan suatu proses yang melibatkan banyak hal. Menurut Soerjono Soekanto,
dan sikap tindak sebagai rangkaian penjabaran nilai tahap akhir untuk menciptakan,
administratif, baik itu berupa teguran tertulis hingga pada pemberhentian jabatan
tergantung daripada peraturan terkait dengan obyek yang dilanggarnya. Namun dalam
(1) Barang siapa dengan sengaja melanggar ketentuan dalam pasal 15 dipidana
dengan hukuman kurungan selama-lamanya 3 bulan dan/atau denda setinggi-
tingginya Rp.10.000,-
(2) Peraturan Pemerintah dan peraturan perundangan yang dimaksud dalam pasal
19, 22, 24,26 ayat (1), 46, 47, 48, 49 ayat (3) dan 50 ayat (2) dapat
memberikan ancaman pidana atas pelanggaran peraturannya dengan hukuman
kurungan selama-lamanya 3 bulan dan/atau denda setinggi-tingginya Rp.
10.000,-.
(3) Tindak pidana dalam ayat (1) dan (2) pasal ini adalah pelanggaran.
6
Pelanggaran-pelanggaran terkait dengan UUPA diatur sendiri dalam pasal 52
kejahatan terhadap tanah diatur didalam KUHP, dimana berkaitan dengan ketentuan-
ketentuan yang terdapat didalam UUPA. Dalam KUHP terdapat pasal-pasal yang
mengatur dalam hal pertanahan pada buku II tentang kejahatan, dan buku III tentang
1. Pra perolehan, terdapat dalam pasal 385, 389, 263, 264, 266
pertanahan, yang terdapat dalam pasal 548, 549, 550, dan 551.
berkaitan dengan pasal 52 UUPA dimana didalam ayat (2) diatur mengenai pidana
Ketentuang pidana dalam pasal 52 ayat (1) UUPA menyebutkan bahwa pelanggaran
yang tercantum dalam pasal 15 UUPA diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah
7
Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah. Pada bagian
Bab VIII yang memuat tentang ketentuan sanksi termuat dalam pasal Pasal 62 yang
menyebutkan bahwa:
pelanggaran yang tercantum dalam pasal 19 UUPA sama dengan pasal 15 UUPA
Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah. Pada bagian Bab VIII yang memuat tentang
ketentuan sanksi
8
Pasal 26 UUPA Kaitkan dengan Peraturan Menteri Nomor 14 Tahun 1961
Pasal 7
Permohonan izin pemindahan hak ditolak jaika pemindahan hak itu akan melanggar
ketentuan-ketentuan Undang-Undang Pokok Agraria (Undang-Undang No. 5 tahun
1960;
Lembaran-Negara tahun 1960 No. 104), Undang-Undang No. 56 Prp tahun 1960
tentang Penetapan Luas Tanah Pertanian (Lembaran-Negara tahun 1960 No. 14),
Peraturan Pemerintah No. 224 tahun 1961 tentang Pelaksanaan pembagian tanah dan
pemberian gantikerugian (Lembaran-Negara tahun 1960 No. 280) dan lain-lain
ketentuan yang diadakan oleh instansi yang berwenang.
Pasal 8
(1) Jika permohonan izin pemindahan sesuatu hak atas tanah ditolak, maka KKPT
berbuat sebagai yang ditentukan dalam pasal 28 ayat (3) dan (4) Peraturan
Pemerintah No. 10 tahun 1961.
(2) Pada akta pemindahan hak yang bersangkutan dibubuhkan catatan sebagai
berikut: ”Pendaftaran pemindahan hak ini ditolak, karena tidak diperoleh izin dari
Pasal 9
Terhadap keputusan Kepala Agraria Daerah, Kepala Pengawasan Agraria dan Kepala
Inspeksi Agraria, yang berupa penolakan permohonan izin pemindahan hak, dapat
dimintakan banding pada Menteri Agraria.
9
Pasal 47 UUPA Kaitkan dengan UU Nomor 7 Tahun 2004
BAB XIII
PENYELESAIAN SENGKETA
Pasal 88
(1) Penyelesaian sengketa sumber daya air pada tahap pertama diupayakan
berdasarkan prinsip musyawarah untuk mufakat.
(2) Dalam hal penyelesaian sengketa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak
diperoleh kesepakatan, para pihak dapat menempuh upaya penyelesaian di luar
pengadilan atau melalui pengadilan.
(3) Upaya penyelesaian sengketa di luar pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) dilakukan dengan arbitrase atau alternative penyelesaian sengketa sesuai dengan
peraturan perundangundangan.
Pasal 89
Sengketa mengenai kewenangan pengelolaan sumber daya air antara Pemerintah dan
pemerintah daerah diselesaikan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
BAB XIV
Pasal 90
Masyarakat yang dirugikan akibat berbagai masalah pengelolaan sumber daya air
Pasal 91
Instansi pemerintah yang membidangi sumber daya air bertindak untuk kepentingan
10
Pasal 92
(1) Organisasi yang bergerak pada bidang sumber daya air berhak mengajukan
gugatan terhadap orang atau badan usaha yang melakukan kegiatan yang
(2) Gugatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terbatas pada gugatan untuk
melakukan tindakan tertentu yang berkaitan dengan keberlanjutan fungsi sumber daya
(3) Organisasi yang berhak mengajukan gugatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
kepentingan yang berkaitan dengan keberlanjutan fungsi sumber daya air; dan
BAB XVI
KETENTUAN PIDANA
Pasal 94
Ketentuan pidana terkait agrarian khususnya air dapat ditemukan pada pasal 94
11
terdapat pada Pasal 94 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2004
(1) Dipidana dengan pidana penjara paling lama 9 (sembilan) tahun dan denda
b. pencemaran air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24; atau setiap orang
(2) Dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling
(3) Dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling
12
a. setiap orang yang dengan sengaja menyewakan atau memindahtangankan
air tanpa izin dari pihak yang berwenang sebagaimana dimaksud dalam
konstruksi prasarana sumber daya air yang tidak didasarkan pada norma,
ayat (2);
konstruksi pada sumber air tanpa memperoleh izin dari Pemerintah atau
dalam Pasal 24. Rumusan pasal 24 adalah sebagai berikut: “Setiap orang atau badan
usaha dilarang melakukan kegiatan yang mengakibatkan rusaknya sumber air dan
pencemaran air.”Rumusan ini diulang oleh pasal 94, sehingga rujukan yang diberikan
oleh pasal 94 ke pasal 24 sama sekali tidak menolong untuk memberikan kejelasan
mengenai definisi dan cakupan yang jelas tentang masing-masing perbuatan tersebut.
13
Undang-undang ini juga mengatur mengenai pelanggaran terhadap syarat-
pidana. Hal ini dapat di jumpai di dalam Pasal 94 ayat (3) huruf b jo Pasal 95 ayat (3)
daya air tanpa izin dari pihak yang berwenang. Kemudian juga ada ketentuan di
dalam Pasal 94 ayat (3) huruf d jo Pasal 95 ayat (3) huruf c, yang mengatur mengenai
tindak pidana melakukan kegiatan pelaksanaan konstruksi pada sumber air tanpa
memperoleh izin dari pemerintah atau pemerintah daerah. Jika dilakukan secara
sengaja, keduanya diancam pidana paling lama 3 tahun dan denda sebesar lima ratus
juta rupiah, tetapi jika dilakukan karena kelalaian diancam pidana pidana penjara
paling lama 6 bulan dan denda sebesar seratus juta rupiah. Subjek hukum tindak
Rumusan tindak pidana materil dapat dijumpai di Pasal 94 ayat (1) dan ayat (2) serta Pasal 95
ayat 1 dan 2. Sedangkan rumusan tindak pidana formil dapat dijumpai di Pasal 94 ayat (3)
(1) Dipidana dengan pidana penjara paling lama 18 (delapan belas) bulan dan
14
air, dan/atau mengakibatkan pencermaran air sebagaimana dimaksud
Pasal 52.
(2) Dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling
(3) Dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) bulan dan denda paling
sumber daya air tanpa izin dari pihak yang berwenang sebagaimana
15
didasarkan pada norma, standar, pedoman, dan manual sebagaimana
daya air yang dilakukan oleh badan usaha. Pasal 96 menyebutkan bahwa:
(1) Dalam hal tindak pidana sumber daya air sebagaimana dimaksud dalam Pasal
94 dan Pasal 95 dilakukan oleh badan usaha, pidana dikenakan terhadap badan
(2) Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenakan
terhadap badan usaha, pidana yang dijatuhkan adalah pidana denda ditambah
usaha dengan pidana yang dijatuhkan adalah pidana denda ditambah sepertiga denda
apakah kejahatan yang dilakukan oleh badan usaha merupakan kategori kejahatan
16
Pasal 49 UUPA Kaitkan dengan UU Nomor 28 Tahun 1977
KETENTUAN PIDANA
Pasal 14
dimaksud Pasal 5, Pasal 6 ayat (3) Pasal 7 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 9, Pasal 10 dan
Pasal 11, dihukum dengan hukuman kurungan selama-lamanya 3 (tiga) bulan atau
Pasal 15
Apabila perbuatan yang dimaksud dalam Pasal 14 dilakukan oleh-atau atas nama
Badan Hukum maka tuntutan pidana dilakukan dan pidana serta tindakan tatatertib
dijatuhkan, baik terhadap badan hukum maupun terhadap mereka yang memberi
perintah melakukan perbuatan tersebut atau yang bertindak sebagai pemimpin atau
17