Anda di halaman 1dari 6

HEPATORENAL SYNDROME (SINDROMA HEPATORENAL)

Sumber :
1) Harrison’s Principles of Internal Medicine 19 (2015)
2) Current Medical Diagnosis and Treatment 2018
3) Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam PAPDI Edisi VI (2014)

A. Pendahuluan
 Hepatorenal Syndrome merupakan salah satu komplikasi major dari sirosis liver dan portal
hypertension yang merupakan komplikasi dari liver failure. 1
 Keberadaan sindroma ini memprediksi suatu prognosis yang ad malam. Pada kasus ini terjadi
vasokonstriksi yang profound pada ginjal. 1
 The hepatorenal syndrome (HRS) adalah suatu bentuk gagal ginjal fungsional tanpa patologi
ginjal yang terjadi pada hingga sekitar 10% dari pasien-pasien dengan advanced cirrhosis atau
acute liver failure dan ascites.1,2
 HRS sering terlihat pada pasien-pasien dengan refractory ascites dan memerlukan eksklusi
penyebab-penyebab lain dari gagal ginjal akut.

B. Karakteristik
 Sindroma ini dikarakteristikkan dengan :
1) Azotemia (peningkatan dalam kadar creatinine dalam serum dengan jumlah lebih besar
dari 0.3 mg/dL [26.5 mcmol/L] dalam 48 jam atau peningkatan sebanyak 50% atau lebih
dari baseline dalam 7 hari sebelumnya dalam ketiadaan penggunaan obat-obatan yang
bersifat nefrotoksik saat ini atau belakangan/baru-baru ini,
2) Tanda-tanda makroskopik untuk structural kidney injury,
3) Shock
4) Kegagalan dalam fungsi ginjal untuk membaik setelah 2 hari penghentian pemberian
diuretic dan ekspansi volume dengan albumin, 1g/kg hingga maksimum 100 g/hari. 2
 Oliguria, hyponatremia, dan suatu konsentrasi sodium yang rendah dalam urin merupakan
typical features.2
 Ada marked disturbances pada sirkulasi arteri pada renal pada pasien-pasien dengan HRS; ini
meliputi suatu peningkatan dalam vascular resistance disertai dengan suatu pengurangan dalam
resistensi vaskular sistemik. Alasan untuk vasokonstriksi pada ginjal paling mungkin bersifat
multifaktorial dan kurang dipahami dengan baik. 1

C. Patogenesis (Catatan : skema dari PAPDI VI)


D. Diagnosis
 Diagnosis untuk sindroma ini biasanya dibuat
o dalam keberadaan large amount of ascites pada pasien-pasien yang memiliki suatu
peningkatan secara progresif dan bertahap dalam kadar kreatinin. 1
o hanya ketika penyebab lain dari acute kidney injury (meliputi prerenal azotemia dan acute
tubular necrosis) telah dieksklusi.2
 Urinary neutrophil gelatinase-associated lipocalin levels (normal, 20 ng/mL) dan biomarkers
lainnya mungkin membantu membedakan hepatorenal syndrome (105 ng/mL) dari penyakit
ginjal kronis (chronic kidney disease) (50 ng/mL) dan penyebab lain dari acute kidney injury (325
ng/mL).2
 Catatan : suatu pengurangan secara akut dalam cardiac output sering menjadi precipitating
event.2

E. Klasifikasi
 Type 1 HRS
o dikarakteristikkan oleh suatu progressive impairment dalam fungsi ginjal dan suatu
pengurangan/reduksi yang signifikan dalam/pada creatinine clearance in 1–2 weeks of
presentation.1
o Tipikalnya diasosiasikan dengan paling sedikit penggandaan kadar creatinine dalam
serum ke kadar lebih besar dari 2.5 mg/dL (208.25 mcmol/L) atau dengan setengah dari
creatinine clearance menadi kurang dari 20 mL/menit (0.34 mL/s/1.73 m 2 BSA) dalam
kurang dari 2 minggu.2
 Type 2 HRS
o dikarakteristiikan oleh suatu reduksi dalam laju filtrasi glomerular (glomerular filtration
rate) dengan suatu peningkatan dalam kadar creatinine dalam serum, tetapi ini cukup /
fairly stabil dan dikaitkan dengan outcome yang lebih baik ketimbang pada type 1 HRS. 1
o berprogresif secara lebih lambat dan kronis. 2

F. Management & Treatment


(1) Dari Current Medical Diagnosis & Treatment 2018
 Sebagai tambahan terhadap penghentian diuretic, perbaikan klinis dan peningkatan dalam
survival jangka pendek mungkin mengikuti infuse intravena albumin dalam kombinasi
dengan salah satu dari regimen vasokonstriktor berikut ini untuk selama 7 – 14 hari :
o Oral midodrine + octeotride, secara subkutan atau intravena;
o Intravenous terlipressin (belum tersedia di Amerika Serikat, tetapi merupakan the
preferred agent di mana pun tersedia);
o Atau intravenous norepinephrine.1
 Oral midodrine, 7.5 mg, 3 kali sehari, ditambahkan ke diuretic meningkatkan tekanan darah
dan juga telah dilaporkan untuk mengkonversi refractory ascites menjadi ascites yang
sensitif terhadap diuretik.1
 Perpanjangan survival telah diasosiasikan dengan penggunaan MARS, suatu metode dialysis
yang dimodifikasi yang secara selektif melepaskan dan membuang substansi yang diikat oleh
albumin. 1
 Perbaikan dan kadang normalisasi fungsi ginjal mungkin uga mengikuti penempatan suatu
TIPS; survival setelah 1 tahun dilaporkan diprediksi oleh kombinasi kadar bilirubin dalam
serum kurang dari 3 mg/dL (50 mcmol/L) dan suatu platelet count lebih besar dari
75,000/mcL (75 x 109/L).1
 Continuous venovenous hemofiltration and hemodialysis are of uncertain value in
hepatorenal syndrome.1
 Transplantasi liver adalah pilihan treatment yang terbaik (ultimate), tetapi banyak pasien-
pasien yang meninggal sebelum sebuah liver dari donor bisa diperoleh. 1

(2) Dari Harrison’s Principles of Internal Medicine 19


 Treatment sayangnya telah menjadi sulit dan, di masa lalu, dopamine atau prostaglandin
analogues digunakan sebagai obat-obatan untuk vasodilasi pada ginjal. Studi yang telah
dilakukan secara teliti / carefully telah gagal menunjukkan clear-cut benefit dari pendekatan-
pendekatan terapeutik ini.2
 Saat ini, pasien-pasien ditatalaksana (treated) dengan midodrine, suatu α-agonist, bersama
dengan/along with octreotide dan intravenous albumin. 2
 Terapi terbaik untuk HRS adalah transplantasi liver; pemulihan dalam fungsi ginjal recovery
secara tipikal terjadi dalam setting ini.2

G. Prognosis
 Pada pasien-pasien dengan HRS tipe 1 atau tipe 2, prognosis nya buruk (ad malam) kecuali
transplant bisa dicapai/diraih dalam suatu periode waktu yang pendek. 1
 Suatu prognosis yang terutama buruk terlihat dalam kasus sindroma hepatorenal tipe 1, di
mana gagal ginjal akut tanpa suatu penyebab lain/alternatif (misalnya shock dan obat-
obatan yang bersifat nephrotoxic) persists meskipun telah dilakukan volume administration
dan pemberian diuretic dihentikan (withholding of diuretics). Type 2 hepatorenal syndrome
adalah satu bentuk yang kurang berat yang dikarakteristikkan utamanya oleh refractory
ascites.1
 Mortalitas berkorelasi dengan the MELD score dan keberadaan respon inflamasi sistemik. 2
 Type 1 hepatorenal syndrome sering irreversible pada pasien-pasien dengan suatu infeksi
sistemik.2
 Peluang 3 bulan survival pada pasien-pasien sirosis dengan hepatorenal syndrome (15%)
lebih rendah ketimbang pada pasien dengan renal failure/gagal ginjal yang diasosiasikan
dengan infeksi (31%), hypovolemia (46%), dan parenchymal kidney disease (73%). 2

H. Catatan : Fluid Management & Anti-inflammatory


 Fluid management pada individu dengan cirrhosis, ascites, dan AKI menantang karena
seringnya ada kesulitan dalam memastikan status volume intravaskular. Pemberian cairan
intravena sebagai suatu volume challenge boleh jadi diperlukan secara diagnostik
sedemikian juga secara terapeutik. Kelebihan pemberian/adminstrasi cairan namun,
mungkin, mengakibatkan perburukan pada ascites dan pulmonary compromise dalam
setting terjadinya hepatorenal syndrome atau AKI yang disebabkan oleh superimposed
spontaneous bacterial peritonitis. Peritonitis sebaiknya dicoret dengan kultur cairan ascites.
Albumin mungkin mencegah AKI pada mereka yang ditatalaksana/ treated dengan antibiotic
untuk spontaneous bacterial peritonitis. 1
 Treatment definitif untuk the hepatorenal syndrome adalah orthotopic liver transplantation.
Bridge therapies yang telah menunjukkan harapan/menjanjikan meliputi terlipressin (suatu
vasopressin analog), terapi kombinasi dengan octreotide (suatu somatostatin analog) dan
midodrine (suatu α1 –adrenergic agonist), dan norepinephrine, dalam kombinasi dengan
intravenous albumin (25–50 g, maximum 100 g/d). 1
 The nonspecific TNF inhibitor, pentoxifylline, mendemonstrasikan survival yang membaik
dalam terapi untuk hepatitis alkoholik berat, primarily disebabkan oleh pengurangan dalam
hepatorenal syndrome.1

Anda mungkin juga menyukai