Anda di halaman 1dari 53

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penyakit kanker payudara salah satu penyakit yang tidak menular yang saat ini
masih menjadi masalah kesehatan yang serius yang dapat menyebabkan
kematian terutama pada wanita.Kanker payudara merupakan insiden tertinggi
nomor dua yang menyebabkan kematian setelah kanker serviks dan terdapat
kecendrungan dari tahun ke tahun insiden nya semakin meningkat. Faktor
resiko yang dapat menyebabkan terjadinya kanker payudara meliputi faktor
reproduksi, faktor endokrin, diet dan ginetik atau riwayat keluarga. Menurut
Rasjidi (2009) dalam Dyanna (2015)

Diperkirakan jumlah kasus baru tidak kurang dari 1.050.346 per tahun. Dari
jumlah itu, 580.000 kasus terjadi di negara maju seperti jepang, sisanya di
negara berkembang seperti Indonesia. Berdasarkan estimasi International
Agency for Researh on Cancer, pada tahun 2020 akan ada 1,15 juta kasus baru
kanker payudara dengan 411.000 kematian. Sebanyak 70% kasus baru .
[ CITATION Drd10 \l 1033 ]. Diperkirakan bahwa di seluruh dunia lebih dari
508.000 wanita meninggal pada tahun 2011 karena kanker payudara (WHO,
2013). World Health Organize (WHO, 2013) juga menyatakan bahwa
meskipun kanker payudara dianggap penyakit dari negara maju, hampir 50%
dari kasus kanker payudara dan 58% kematian oleh kanker payudara terjadi di
negara-negara yang kurang berkembang.

Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar tahun 2013, prevalensi kanker


payudara di Indonesia mencapai 0,5 per 1000 perempuan (Kemenkes RI,
2015). Berdasarkan data dari Sistem Informasi Rumah Sakit tahun 2010,
kanker payudara adalah jenis kanker tertinggi pada pasien rawat jalan maupun
rawat inap yakni mencapai 12.014 orang (28.7%) (Kemenkes RI, 2014).

1
2

Penderita kanker payudara di Provinsi Lampung cukup tinggi. Hal ini


berdasarkan data yang ada dari dinas kesehatan Provinsi Lampung selama
tahun 2014 terdapat penderita 2.119 kanker payudara dan 383 kasus kanker
leher rahim (Dinkes, 2015).

Secara garis besar penatalaksanaan kanker payudara dibagi dua, terapi lokal
(bedah konservatif, mastektomi radikal yang di modifikasi, mastektomi
radikal dengan rekontruksi) dan terapi sistemik (kemoterapi dan terapi
hormonal).Tindakan efektif yang paling sering dilakukan adalah dengan
pembedahan mastektomi Mastektomi profilaksis telah diketahui sebagai
pendekatan yang potensial dalam menurunkan resiko kanker payudara. Dalam
suatu penelitian kohort analisis dengan 639 wanita yang mempunyai risiko
kanker payudara yang tinggi, bilateral mastektomi mampu menurunkan angka
kematian akibat kanker payudara sebesar 90% [ CITATION Drd10 \l 1033 ].

Wanita yang mengalami kanker payudara akan mengalami konsep diri yang
negatif dan juga dapat mempengaruhi tingkah laku dalam hubungan dengan
orang lain, konsep diri yang positif menunjang terbentuknya individu dengan
kepribadian yang sehat penderita dengan konsep diri yang negatif penderita
akan mengalami depresi yang parah dan akan mempercepat perkembangan
kanker payudara bahkan sampai kematian (Potter & Perry 2006).

Seseorang dengan penyakit kronis sering menderita gejala yang melumpuhkan


dan mengganggu kemampuan untuk melanjutkan gaya hidup normal mereka,
kemandirian dapat terancam, yang menyebabkan ketakutan, ansietas,
kesedihan yang menyeluruh, ketergantungan pada orang lain untuk mendapat
bantuan perawatan diri sehingga menimbulkan perasaan tidak berdaya.9
Perubahan fisik dan psikologis yang dialami oleh pasien kanker yang
menjalani kemoterapi akan ikut memberikan pengaruh dalam kehidupan sosial
pasien seperti dalam perubahan status pekerjaan, perubahan hubungan dalam
masyarakat atau perubahan peran sebagai istri dan ibu. Perubahan tersebut
3

akan menimbulkan dampak masalah sosial bagi pasien kanker payudara.


Kebanyakan wanita melihat payudaranya sebagai bagian yang penting dari
feminitas dan identitas seksual.

Penatalaksanaan yang diberikan pada pasien kanker payudara dilakukan


dengan serangkaian pengobatan. Pengobatan kanker payudara memerlukan
beberapa terapi dalam pelaksanaannya, seperti lumpektomi, masektomi,
radiasi, terapi hormon, dan kemoterapi. Lebih lanjut terapi yang diberikan
tersebut tidak hanya dapat menghambat pertumbuhan sel kanker, namun
berdampak pula pada fisik dan psikologis pasien. Pasien akan kehilangan
payudara, kulit akan menghitam, rambut rontok, dan tubuh menjadi kurus.
Lebih lanjut gejala lain yang muncul akibat kanker payudara dan
perawatannya adalah gangguan tidur, nyeri, kelelahan, hilangnya fungsi fisik,
sarcopenia, cachexia, pengeroposan tulang dan gangguan kognitif (Mustian,
Cole, Lin & Asare, 2016). Pada kondisi seperti itu, pasien memerlukan asuhan
keperawatan yang holistik untuk memenuhi kebutuhan dasar yaitu kebutuhan
biologis, psikologis, sosial, kultural, dan spiritual. Dimana kebutuhan biologis
meliputi nutrisi, cairan, dan pakaian. Kebutuhan psikologis meliputi perhatian
dan dukungan dari keluarga serta orang disekitar. Kebutuhan sosial meliputi
interaksi dengan kelurga, teman dan masyarakat. Kebutuhan kultural yang
meliputi kebiasaan dan budaya yang dianut oleh pasien. Dan kebutuhan
spiritual meliputi kebutuhan pasien terhadap kepercayaan yang dianut serta
hubungannya dengan Tuhan (Fan dan Chow, 2007; Costa et al, 2013; Oteami,
2014).

Pengobatan atau terapi yang bisa dilakukan untuk mengatasi kanker payudara
antara lain pemberian kemoterapi (sitostatika ), radioterapi (penyinaran),
hormon, dan operasi pengangkatan payudara ( mastektomi ) (Purwoastuti,
2008). Tipe mastektomi dan penanganan kanker payudara bergantung pada
beberapa faktor, yakni usia, kesehatan secara menyeluruh, status menopause,
dimensi tumor, tahapan tumor dan seberapa luas penyebarannya, stadium
4

tumor dan keganansannya, status reseptor hormon tumor, dan penyebaran


tumor, apakah telah mencapai simpul limfe atau belum (Pamungkas, 2011)

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang diatas penulis mengambil rumusan masalah
sebagai berikut
“ Bagaimanakah asuhan keperawatan perioperatif dengan tindakan wide
excision atas indikasi kanker payudara di ruang operasi Rumah sakit Urip
Sumoharjo ?“

1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan umum
Menggambarkan pelaksanaan asuhan keperawatan perioperatif dengan
tindakan wide excision atas indikasi kanker payudara di ruang operasi
Rumah Sakit Urip Sumoharjo.

1.3.2 Tujuan Khusus


a. Menggambarkan asuhan keperawatan pre operasi dengan tindakan
wide excision atas indikasi kanker payudara di ruang operasi Rumah
Sakit Urip Sumoharjo
b. Menggambarkan asuhan keperawatan intra operasi dengan tindakan
wide excision atas indikasi kanker payudara di ruang operasi Rumah
Sakit Urip Sumoharjo
c. Menggambarkan asuhan keperawatan post operasi dengan tindakan
wide excision atas indikasi kanker payudara di ruang operasi Rumah
Sakit Urip Sumoharjo
BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1 Kanker Payudara


2.1.1 Definisi
Kanker payudara merupakan gangguan dalam pertumbuhan sel normal
mammae dimana sel abnormal timbul dari sel-sel normal, berkembang biak
dan menginfiltrasi jaringan limfe dan pembuluh darah [ CITATION NIC13 \l
1033 ]

Kanker payudara adalah karsinoma yang berasal dari duktus atau tubulus
payudara, merupakan masalah global dan isu kesehatan internasional yang
penting [ CITATION DrS10 \l 1033 ] Kanker payudara terjadi karena adanya
pertumbuhan abnormal sel pada payudara. Organ-organ dan kelenjar dalam
tubuh (termasuk payudara) terdiri dari jaringan-jaringan, berisi sel.
Umumnya, pertumbuhan sel normal mengalami pemisahan, dan mati ketika
sel menua dan digantikan dengan sel-sel baru. Tapi, ketika sel-sel lama tidak
mati dan sel-sel baru terus tumbuh meski belum diperlukan. Jumlah sel yang
berlebihan tersebut berkembang tidak terkendali sehingga membentuk
tumor. Namun tidak semua tumor merupakan kanker, terutama pada
payudara. Ada jenis tumor jinak (non kanker) ada juga tumor ganas (kanker)
[ CITATION WhS14 \l 1033 ].

2.1.2 Tanda dan Gejala


Adapun tanda dan gejala kanker payudara adalah :
1. Ada benjolan yang keras di payudara dengan atau tanpa rasa sakit
2. Bentuk puting berubah (retraksi nipple atau terasa sakit terus-menerus)
atau puting mengeluarkan cairan/darah (nipple discharge)
3. Ada perubahan pada kulit payudara di antaranya berkerut seperti kulit
jeruk (peau’u d’orange), melekuk ke dalam (dimpling) dan ulkus

5
6

4. Adanya benjolan-benjolan kecil di dalam atau kulit payudara (nodul


satelit)
5. Ada luka di puting payudara yang sulit sembuh
6. Payudara terasa panas, memerah dan bengkak
7. Terasa sakit/ nyeri
8. Benjolan yang keras itu tidak bergerak dan biasanya pada awal-awalnya
tidak terasa sakit
9. Apabila benjolan itu kanker, awalnya biasanya hanya pada satu payudara
10. Adanya benjolan di aksila dengan atau tanpa masa di payudara [ CITATION
DrS10 \l 1033 ]

2.1.3 Faktor Resiko


1. Kanker payudara yang terdahulu terjadi malignitas sinkron di payudara
lain karena mammae adalah organ berpasangan
2. Keluarga, diperkirakan 5% semua kanker adalah predisposisi keturunan
ini, dikuatkan bila 3 anggota keluarga terkena carsinoma mammae
3. Kelainan payudara (benigna) kelainan fibrokistik (benigna) terutama pada
periode fertil, telah ditunjukkan bahwa wanita yang menderita / pernah
menderita yang porliferatif sedikit meningkat
4. Makanan, berat badan dan faktor resiko lain. Status sosial yang tinggi
menunjukkan resiko yang meningkat, sedangkan berat badan yang
berlebihan ada hubungan dengan kenaikan tumor yang berhubungan
dengan estrogen pada wanita post menopause
5. Faktor endokrin dan reproduksi graviditas matur kurang dari 20 tahun dan
gradivitas lebih dari 30 tahun, menarche kurang dari 12 tahun
6. Obat anti konseptiva oral, penggunaan pil anti konsepsi jangka panjang
lebih dari 12 tahun [ CITATION NIC13 \l 1033 ]

2.1.4 Pemeriksaan Penunjang


1. Ultrasonografi (USG) Payudara
7

Pada USG, lesi hypoechoic dengan margin irregular dan shadowing


disertai orientasi vertical kemungkinan merupakan lesi maligna. Lesi ini
terkadang menunjukkan adanya infiltrasi ke jaringan lemak di
sekitarnya.Lesi solid benigna dengan batas tegas dan lobulated yang
terlihat sebagai lesi hypoechoic homogeny dan orientasi horizontal diduga
adalah fibroadenoma. USG secara umum diterima sebagai metode terpilih
untuk membedakan masa kistik dengan solid dan sebagai guide untuk
biopsy. Disamping untuk pemeriksaan pasien usia muda (kurang dari 30
tahun).
2. Mamografi memegang peranan mayor dalam deteksi dini kanker payudara,
sekitar 75% kanker terdeteksi paling tidak satu tahun sebelum tahun
sebelum ada ada gejala atau tanda. Lesi dengan ukuran 2mm sudah dapat
dideteksi dengan mamografi. Akurasi mamografi untuk prediksi malignasi
adalah 70%-80%.
3. MRI (Magnetic Resonance Imaging)
MRI sangat baik untuk deteksi local recurrence pasca BCT atau
augmentasi payudara dengan implant, deteksi multifocal cancer dan
sebagai tambahan terhadap mamografi pada kasus tertentu. MRI sangat
berguna dalam skrining pasien usia muda dengan densitas payudara yang
padat yang memiliki resiko kanker payudara yang tinggi. Sensitivitas MRI
mencapai 98%.
4. Biopsi
Biopsi pada payudara memberikan informasi sitologi atau histopatologi.
FNAB (Fine needle Aspiration Biopsy) merupakan salah satu prosedur
diagnosis awal, untuk evaluasi lesi kistik. Masa persisten atau rekurren
setelah aspirasi berulang adalah indikasi untuk biopsi terbuka (insisi atau
eksisi).

5. Bone scan, foto toraks, USG abdomen


Pemeriksaan bone scanbertujuan untuk evaluasi metastasi di tulang. Bone
scan secara rutin tidak dianjurkan pada stadium dini yang asimtommatis
8

karena berdasarkan beberapa penelitian hanya 2% hasil yang positif pada


kondisi ini, berbeda dengan halnya pada yang simtomatis stadium III,
insiden posistif bone scan mencapai 25% oleh karenanya pemeriksaan
bone scan secara rutin sangat bermanfaat.

6. Pemeriksaan laboratorium dan marker


Pemeriksaan laboratorium darah yang dianjurkan adalah darah rutin,
alkaline phospatase, SGOT, SGPT dan tumor marker.Tumor marker untuk
kanker payudara yang dianjurkan adalah carcinoembryonic antigen (CEA),
cancer antigen (CA) 15-3, dan CA 27-29 [ CITATION DrS10 \l 1033 ].

2.1.5 Staging Kanker Payudara


Sistem staging atau tahapan kanker payudara ini sangat berguna untuk
menentukan prognosis nya. Terdapat perbedaan yang signifikan di antara
stadium kanker payudara.
1. Stage 0 : pada tahap ini sel kanker payudara tetap di dalam kelenjar
payudara, tanpa invasi ke dalam jaringan payudara normal yang
berdekatan
2. Stage I : terdapat tumor dengan ukuran 2 cm atau kurang dan batas yang
jelas (kelenjar getah bening normal)
3. Stage IIA : tumor tidak ditemukan pada payudara tapi sel-sel kanker
ditemukan di kelenjar getah bening ketiak, atau tumor dengan ukuran 2
cmatau kurang dan telah menyebar ke kelenjar getah bening ketiak/
aksiller, atau tumor yang lebih besar dari 2 cm, tapi tidak lebih besar dari 5
cm dan belum menyebar ke kelenjar getah bening ketiak.
4. Stage IIB : tumor dengan ukuran 2-5 cmdan telah menyebar ke kelenjar
getah bening yang berhubungan dengan ketiak, atau tumor yang lebih
besar dari 5 cm tapi belum menyebar ke kelenjar getah bening ketiak
5. Stage IIIA : tidak ditemukan tumor di payudara. Kanker ditemukan di
kelenjar getah bening ketiak melekat bersama atau dengan struktur
lainnya, atau kanker ditemukan di kelenjar getah bening di dekat tulang
9

dada, atau tumor dengan ukuran berapa pun yang telah menyebar ke
kelenjar getah bening ketiak, terjadi perlengketan dengan struktur lainnya,
atau kanker ditemukan di kelenjar getah bening di dekat tulang dada
6. Stage IIIB : tumor dengan ukuran tertentu dan telah menyebar ke dinding
dada dan/ atau kulit payudara dan mungkin telah menyebar ke kelenjar
getah bening ketiak yang terjadi pelekatan dengan struktur lainnya, atau
kanker mungkin telah menyebar ke kelenjar getah bening di dekat tulang
dada. Kanker payudara inflamatori (berinflamasi) dipertimbangkan paling
tidak pada tahap IIIB
7. Stage IIIC : ada atau tidak tanda kanker di payudara mungkin telah
menyebar ke dinding dada dan/ atau kulit payudara dan kanker telah
menyebar ke kelenjar getah bening baik di atas atau di bawah tulang
belakang dan kanker mungkin telah menyebar ke kelenjar getah bening
ketiak atau ke kelenjar getah bening di dekat tulang dada
8. Stage IV : kanker telah menyebar atau metastasis ke bagian lain dari tubuh
[ CITATION Drd10 \l 1033 ].

2.1.6 Penatalaksanaan
Pengobatan kanker payudara bertujuan untuk mendapatkan kesembuhan
yang tinggi dengan kualitas hidup yang baik.Oleh karena itu terapi dapat
bersifat kuratif atau paliatif.Terapi kuratif ditandai oleh adanya periode
bebas penyakit (disases free interval) dan peningkatan harapan hidup
(overall survival), dilakukan pada kanker payudara stadium I, II, dan III
.terapi paliatif bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup tanpa adanya
periode bebas penyakit, umumnya dilakukan pada stadium IV.
Kesembuhan yang tinggi dengan kualitas hidup yang baik akan tercapai
bila kanker diterapi pada stadium dini. Adapun modalitas terapi kanker
payudara secara umum meliputi : operasi, kemoterapi, radioterapi, terapi
hormonal dan terapi target.
10

2.1.6.1 Kemoterapi
Kemoterapi adalah penggunaan obat anti kanker (sitotastika) untuk
menghancurkan sel kanker.obat ini umumnya bekerja dengan menghambat
atau mengganggu sintesa DNA dalam siklus sel. Pengobatan kemoterapi
bersifat sistemik, berbeda dengan pembedahan atau radiasi yang lebih
bersifat lokal/ setempat. Obat sitostatika dibawa melalui aliran darah atau
diberikan langsung ke dalam tumor , jarang menembus blood-brain barrier
sulit mencapai system syaraf pusat. Ada 3 jenis setting kemoterapi yakni
adjuvant, neoadjuvant dan primer (paliatif).

2.1.6.2 Radioterapi
Radioterapi (RT) merupakan modalitas terapi yang cukup penting pada
kanker payudara. Mekanisme utama kematian sel karena radiasi adalah
kerusakan DNA dengan gangguan proses replikasi. RT menurunkan
jangan panjang penderita kanker payudara. Walaupun beberapa studi
memperlihatkan bahwa RT setelah kemoterapi menghasilkan long term
survival yang lebih baik di banding sebaliknya, namun studi terbaru oleh
Bellon et al dan Joint Center randomized trial memperlihatkan tidak ada
perbedaan yang bermakna antara kemoterapi pertama dan RT pertama.

2.1.6.3 Hormonal Terapi


Hormonal terapi yang mulai dikembangkan sejak satu abad yang lalu,
masih paling efektif dan paling jelas targetnya dari terapi sistemik untuk
kanker payudara. Adjuvant hormonal terapi diindikasikan hanya pada
payudara yang menunjukkan ekspresi positif estrogen reseptor (ER) dan
atau progesterone reseptor (PR) tanpa memandang usia, status menopause,
status kelenjar getah bening aksila maupun ukuran tumor. ER positif pada
sepertiga penderita kanker payudara dan sepertiga kasus rekurren sedang
PR positif pada 50% ER positif. Pemberian terapi hormonal pada ER atau
PR negatif tidak akan memperbaiki overall survival ataupun diases free
survival dan bahkan merugikan pada premenopause.
11

2.1.6.4 Operasi
Operasi merupakan modalitas utama untuk penatalaksanaan kanker
payudara. Modalitas ini memberikan kontrol lokoregional yang dapat
dibuktikan dengan pemeriksaan histopatologi dan dari spesimen operasi
dapat ditentukan tipe dan grading tumor , status kelenjar getah bening
aksila, faktor prediktif dan faktor prognosis tumor (semua faktor diatas
tidak bisa diperoleh dari modalitas lain). Berbagai jenis operasi pada
kanker payudara adalah Classic Radical Mastectomy (CRM), Modified
Radical Mastectomy (MRM), Skin Sparing Mastectomy (SSM), Nipple
Sparing Mastectomy (NSP), dan Breast Conserving Treatment (BCT).
Jenis-jenis ini memiliki indikasi dan keuntungan serta kerugian yang
berbeda-beda. SSM dan NSP mermelukan rekonstruksi langsung tapi
kualitas hidup lebih baik dengan kuratifitas yang hamper sama dengan
MRM.
1. CRM (Classic Radical Mastectomy) adalah operasi pengangkatan seluruh
jaringan payudara beserta tumor, nipple areola komplek, kulit diatas
tumor, otot pektoralis mayor dan minor serta diseksi aksila level I-III.
Operasi ini dilakukan bila ada infiltrasi tumor ke fasia atau otot pectoral
tanpa ada metastasis jauh. Jenis operasi ini mulai ditinggalkan karena
morbiditas tinggi sementara nilai kuratif sebanding dengan MRM.
2. MRM (Modified Radical Mastectomy) adalah operasi pengangkatan
seluruh jaringan payudara beserta tumor, nipple aerola kompleks, kulit di
atas tumor dan fascia pektoral serta diseksi aksila level I-II. Operasi ini
dilakukan pada kanker payudara stadium dini dan lokal lanjut. Merupakan
jenis operasi yang banyak dilakukan. Kuratif sebanding dengan CRM.
3. SSM (Skin Sparing Mastectomy) adalah operasi pengangkatan seluruh
jaringan payudara beserta tumor dan nipple aerola kompleks dengan
mempertahankan kulit sebanyak mungkin serta diseksi aksila level I-II.
Operasi ini harus disertai rekonstruksi payudara secara langsung yang
umumnya TRAM flap (transverse rektus abdominis musculotaneus flap),
12

LD flap (latissimus dorsi flap) atau implant (silicon). Dilakukan pada


tumor stadium dini dengan jarak tumor ke kulit jauh (>2cm) atau stadium
dini yang tidak memenuhi syarat untuk BCT.
4. NSP (Nipple Sparing Mastectomy) adalah operasi pengangkatan seluruh
jaringan payudara beserta tumor dengan mempertahankan nipple aerola
kompleks dan kulit serta diseksi aksila level I-II. Operasi ini juga harus
disertai rekonstruksi payudara secara langsung yang umumnya adalah
TRAM flap (transverse rektus abdominis musculotaneus flap), LD flap
(latisssimus dorsi flap) atau implant (silicon). Dilakukan tumor stadium
dini dengan ukuran 2 cm atau kurang, lokasi perifer, secara klinis NAC
tidak terlibat, kelenjar getah bening N0, histopatologi baik, dan potong
beku sub aerola : bebas tumor
5. BCT (Breast Conserving Treatment) adalah terapi yang kompenannya
terdiri dari lumpektomi atau segmentektomi atau kuadrantektomi dan
diseksi aksila serta radioterapi. Jika terdapat fasilitas, lymphatic mapping
dengan Sentinel Lymph Node Biopsy (SNLB) dapat dilakukan untuk
menggantikan diseksi aksila. Terapi ini memberikan survival yang sama
dengan MRM namun rekurensinya lebih besar.
6. WE (Wide Excision) atau eksisi luas merupakan tindakan bedah untuk
menghilangkan keseluruhan tumor.

2.1.6.5 Cara mengukur tingkat kecemasan


Menurut saryono (2010) tingkat kecemasan dapat diukur dengan
menggunakan alat ukur ( instrument yang dikenal dengan nama Hamilton
rating scale anxiety (HRS-A) yang terdiri dari 14 kelompok gejala antara
lain perasaan cemas, ketegangan, ketakutan, gangguan tidur, gangguan
kecerdasan perasaan depresi, gejala somatik/fisik (otot), gejala somatic?
fisik (sensorik), gejala kardiovaskuler, gejala respiratori, gejala
gastrointestinal, gejala urogenital, gejala autonom dan tingkah laku.
Menurut saryono 2010 masing-masing kelompok gejala diberi penilaian
angka skore 0-4 (tidak ada gejala sampai gejala sangat berat).
13

2.1.6.6 Konsep Asuhan Keperawatan perioperatif


Keperawatan perioperatif tidak lepas dari salah satu ilmu medis yaitu ilmu
bedah. Menurut Muttaqin (2009), keperawatan perioperatif terdiri dari
beberapa fase, diantaranya pre, intra, dan post operatif. Berikut dijelaskan
konsep asuhan keperawatan perioperatif berdasarkan fase pre, intra, dan post
operatif:
1. Pengkajian
a. Pengkajian fase pre operatif
1. Pengkajian Psikologis, meliputi perasaan takut/cemas dan keadaan
emosi pasien
2. Pengkajian Fisik, pengkajian tanda-tanda vital : tekanan darah,
nadi, pernafasan dan suhu.
3. Sistem integument, apakah pasien pucat, sianosis dan adakah
penyakit kulit di area badan.
4. Sistem Kardiovaskuler, apakah ada gangguan pada sisitem cardio,
validasi apakah pasien menderita penyakit jantung ?, kebiasaan
minum obat jantung sebelum operasi., Kebiasaan merokok, minum
alcohol, Oedema, Irama dan frekuensi jantung.
5. Sistem pernafasan, Apakah pasien bernafas teratur dan batuk
secara tiba-tiba di kamar operasi.
6. Sistem gastrointestinal, apakah pasien diare ?
7. Sistem reproduksi, apakah pasien wanita mengalami menstruasi ?
8. Sistem saraf, bagaimana kesadaran ?
9. Validasi persiapan fisik pasien, apakah pasien puasa, lavement,
kapter, perhiasan, Make up, Scheren, pakaian pasien perlengkapan
operasi dan validasi apakah pasien alaergi terhadap obat ?

b. Pengkajian fase intra operatif


Hal-hal yang dikaji selama dilaksanakannya operasi bagi pasien yang
diberi anaesthesi total adalah yang bersifat fisik saja, sedangkan pada
14

pasien yang diberi anaesthesilokal ditambah dengan pengkajian


psikososial. Secara garis besar yang perlu dikaji adalah :
1. Pengkajian mental, bila pasien diberi anaesthesi lokal dan pasien
masih sadar / terjagamaka sebaiknya perawat menjelaskan prosedur
yang sedang dilakukan terhadapnya danmemberi dukungan agar
pasien tidak cemas/takut menghadapi prosedur tersebut.
2. Pengkajian fisik, tanda-tanda vital (bila terjadi ketidaknormalan
maka perawat harusmemberitahukan ketidaknormalan tersebut
kepada ahli bedah).
3. Transfusi dan infuse, monitor flabot sudah habis apa belum.
4. Pengeluaran urin, normalnya pasien akan mengeluarkan urin
sebanyak 1 cc/kg BB/jam.

c. Pengkajian fase post operatif


1. Status respirasi, meliputi : kebersihan jalan nafas, kedalaman
pernafasaan, kecepatan dan sifat pernafasan dan bunyi nafas.
2. Status sirkulatori, meliputi : nadi, tekanan darah, suhu dan warna
kulit.
3. Status neurologis, meliputi tingkat kesadaran.
4. Balutan, meliputi : keadaan drain dan terdapat pipa yang harus
disambung dengan sistem drainage.
5. Kenyamanan, meliputi : terdapat nyeri, mual dan muntah
6. Keselamatan, meliputi : diperlukan penghalang samping tempat
tidur, kabel panggil yang mudah dijangkau dan alat pemantau
dipasang dan dapat berfungsi.
7. Perawatan, meliputi : cairan infus, kecepatan, jumlah cairan,
kelancaran cairan. Sistem drainage : bentuk kelancaran pipa,
hubungan dengan alat penampung, sifat dan jumlah drainage.
8. Nyeri, meliputi : waktu, tempat, frekuensi, kualitas dan faktor yang
memperberat /memperingan.
15

2. Diagnosa keperawatan perioperatif


a. Pre operatif
1. Cemas berhubungan dengan krisis situasional operasi
2. Kurang pengetahuan berhubungan dengan keterbatasan informasi
tentang penyakit dan proses informasi
3. Nyeri akut berhubungan dengan proses penyakit
b. Intra operatif
1. Resiko perdarahan berhubungan dengan proses pembedahan
2. Resiko cedera berhubungan dengan prosedur pembedahan
3. Resiko syok hipovolemik berhubungan dengan perdarahan
c. Post operatif
1. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan efek samping dari
anestesi
2. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan luka post operasi
3. Nyeri akut berhubungan dengan proses pembedahan
3. Intervensi keperawatan perioperatif
NO DIAGNOSA TUJJUAN INTERVENSI
1. Pre Operatif Setelah dilakukan 1. Bina hubungan saling percaya dengan pasien dan keluarga
Cemas b.d krisis tindakan keperawatan 2. Kaji tingkat kecemasan pasien
situasional Operasi diharapkan cemas dapat 3. Tenangkan pasien dan dengarkan keluhan pasien dengan
terkontrol, dengan atesi
kriteria hasil: 4. Jelaskan semua prosedur tindakan kepada pasien setiap akan
1. Secara verbal dapat melakukan tindakan
mendemonstrasikan 5. Dampingi pasien dan ajak berkomunikasi yang terapeutik
teknik menurunkan 6. Berikan kesempatan kepada pasien untuk mengungkapkan
cemas perasaannya
2. Mencari informasi 7. Ajarkan teknik relaksasi
yang dapat 8. Bantu pasien untuk mengungkapkan hal – hal yang membuat
menurunkan cemas cemas
3. Menggunakan teknik 9. Kolaborasi dengan tim kesehatan lain untuk pemberian obat
relaksasi unntuk penenang
menurunkan cemas
4. Menerima status
kesehatan
2. Pre Operatif Setelah dilakukan 1. Kaji tingkat pengetahuan pasien

16
Kurang pengetahuan tindakan keperawatan 2. Jelaskan proses terjadinya penyakit, tanda dan gejala serta
b.d keterbatasan diharapkan komplikasi yang mungkin terjadi.
informasi tentang bertambahnya 3. Berikan informasi kepada keluarga tentang perkembangan
penyakit dan proses pengetahuan pasien pasien
operasi tentang penyakitnya, 4. Berikan informasi pada pasien dan keluarga tentang tindakan
dengan kriteria hasil: yang akan dilakukan
1. Pasien mampu 5. Diskusikan pilihan terapi
menjelaskan 6. Berikan penjelasan tentang pentingnya ambulasi dini
penyebab, 7. Jelaskan komplikasi kronik yang mungkin akan muncul
komplikasi, dan cara
pencegahannya
2. Pasien dan keluarga
kooperatif saat
dilakukan tindakan
3. Pre Operatif Setelah dilakukan 1. Kaji nyeri secara komprehensif ( lokasi, karakteristik, durasi,
Nyeri akut b.d proses tindakan keperawatan frekuensi, kualitas dan fase presipitasi)
penyakit diharapkan nyeri 2. Observasi tanda – tanda vital
berkurang dengan 3. Atur posisi pasien senyaman mungkin
kriteria hasil: 4. Latih teknik relaksasi napas dalam

17
1. Pasien mengatakan 5. Anjurkan pasien menggunakan teknik relaksasi napas dalam
nyeri berkurag saat nyeri timbul
2. Pasien tampak rileks 6. Gunakan teknik distraksi
3. Tanda – tanda vital 7. Kolaborasi dengan dokter dalam terapi obat analgesik
dalam batas normal 8. Persiapan pasien untuk tindakan operasi
9. Dokumentasikan semua hal yang dilakukan
4. Intra Operatif Setelah dilakukan 1. Posisikan pasien dalam posisi yang aman sesuai dengan
Resiko perdarahan tindakan keperawatan indikasi
b.d proses diharapkan resiko 2. Lindungi sekitar kulit dan anatomi yang sesuai seperti kasa
pembedahan perdarahan tidak terjadi, 3. Pantau pemasukan dan pengeluaran cairan selama
dengan kriteria hasil: pembedahan
1. Tidak ada tanda – 4. Pastikan keamanan alat – alat yang digunakan selama
tanda perdarahan prosedur operasi
hebat
5. Intra Operatif Setelah dilakukan 1. Pastikan posisi pasien yang sesuai dengan tindakan operasi
Resiko cedera b.d tindakan keperawatan 2. Cek integritas kulit
prosedur pembedahan diharapkan cedera tidak 3. Cek daerah penekanan pada tubuh pasien selama operasi
terjadi, dengan kriteria 4. Hitung jummlah kasa, jarum, bisturi, depper, dan hitung
hasil: instrumen bedah
1. Tubuh pasien bebas 5. Lakukan time out

18
dari cedera 6. Lakukan sign out
6. Intra Operatif Setelah dilakukan 1. Mengobservasi tanda – tanda vital
Risiko syok tindakan keperawatan 2. Mengobservasi pemasukan dan pengeluaran cairan selama
hipovolemik b.d diharapkan syok prosedur operasi
perdarahan hipovolemik dapat 3. Memastikan keamanan elektrikal dan alat – alat yang
dicegah dengan kriteria digunakan
hasil: 4. Menghentikan perdarahan bila terjadi, menggunakan kassa
a. Perdarahan dapat atau couter
diatasi
b. Tanda – tanda vital
dalam batas normal
7. Post Operatif Setelah dilakukan 1. Kaji bunyi paru, frekuensi napas, kedalaman usaha napas
Gangguan pertukaran tindakan keperawatan 2. Auskultasi bunyi napas, tandai area penurunan atau hilangnya
gas b.d efek samping diharapkan kerusakan ventilasi, dan adanya bunyi tambahan
dari anaesthesi pertukaran gas tidak 3. Pantau hasil gas darah dan kadar elektrolit
terjadi, dengan kriteria 4. Pantau status mental
hasil: 5. Observasi terhadap sianosis, terutama membran mukosa
1. Status neorologis mulut
dalam batas normal 6. Pantau status pernapasan dan oksigenasi
2. Dispnea tidak ada 7. Ajarkan teknik relaksasi napas dalam

19
3. Tidak ada gelisah, 8. Kolaborasi dalam pemberian oksigen sesuai dengan
sianosi, dan keletihan kebutuhan

8. Post Operatif Setelah dilakukan 1. Catat karakteristik luka post operasi


Kerusakan integritas tindakan keperawatan 2. Catat karakteristik dari beberapa drainase
kulit b.d luka post diharapkan kerusakan 3. Bersihkan luka post operasi tiap hari
operasi integritas kulit tidak 4. Gunakan unnit TENS (Transcutaneous Elektric Nerve
terjadi, dengan kriteria Stimulation) untuk peningkatan penyembuhan luka post
hasil: operasi yang sesuai
1. Kerusakan kulit tidak 5. Pertahankan teknik septik dan antiseptik dalam perawatan
ada luka post operasi
2. Eritema kulit tidak 6. Pantau luka setiap mengganti perban
ada 7. Bandingkan dan catat secara teratur perubahan – perubahan
3. Luka tidak ada pus pada luka
4. Suhu tubuh dalam 8. Ajarkan pasien dan keluarga dalam proses perawatan luka
batas normal
9. Post Operatif Setelah dilakukan 1. Kaji nyeri secara komprehensif ( lokasi, karakteristik, durasi,
Nyeri akut b.d proses tindakan keperawatan frekuensi, kualitas dan fase presipitasi)
pembedahan diharapkan nyeri 2. Observasi reaksi ekspresi wajah dari ketidak nyamanan

20
berkurang/teratasi, 3. Monitor tanda – tanda vital pasien
dengan kriteria hasil: 4. Gunakan komunikasi terapeutik untuk mengetahui
1. Pasien melaporkan pengalaman nyeri pasien
nyeri berkurang 5. Kontrol faktor lingkungan yang mempengaruhi nyeri seperti
dengan skala nyeri 2- suhu ruangan, pencahayaan, dan kebisingan
0 6. Ajarkan pasien teknik relaksasi napas dalam untuk
2. Ekspresi wajah mengontrol nyeri
pasien tenang 7. Kolaborasi dengan tim kesehatan lainnya dalam pemberian
3. Pasien dapat istirahat analgesik untuk mengurangi nyeri
dan tidur dengan 8. Evaluasi tindakan pengurangan nyeri
nyaman

21
BAB III
TINJAUAN KASUS

2.1 Tinjauan Kasus (Pengkajian)


Identitas Pasien
Nama : Ny.S
Umur : 55 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Suku/Bangsa : Jawa
Agama : Islam
Pekerjaan : Petani
Pendidikan : SD
Gol.Darah : B+
Alamat : Kemiling
Tanggunagn : BPJS
No.RM : 510523
Tgl Masuk Rs : 29 September 2019
Tglpengkajian : 30 September 2019
Diagnosa : Ca.Mamae

A. Riwayat Praoperatif
1. Pasien mulai dirawat tgl : 29 september 2019 Diruang KHJ 1
2. Keluhan Utama : Pasien mengatakan cemas
3. Ringkasan hasil anamnesa preoperatif :
Pasien mengatakan 1 tahun yang lalu dirinya pernah menjalani operasi
penganggakatan payudara sebelah kiri, namun setelah 6 bulan kemudian
mulai tumbuh lagi benjolan di payudara kirinya, awalnya benjolan hanya
muncul sebesar kelereng namun kemudian bertambah besar seiring
berjalannya waktu. Kemudian pasien langsung berobat ke RS Urip
Sumohrjo untuk menjalani pemeriksaan ulang dan di lakukan tindakan
operasi yang kedua untuk mengangkat jaringan tumor yang mulai tumbuh
kembali di payudara kirinya.
23

4. Hasil Pemeriksaan Fisik


a. Tanda-tanda vital :
Tanggal 30 September 2019 Pukul : 10.00 WIB
Kesadaran : Composmentis GCS : 15 Orientasi : Baik
TD : 130/80 mmHg
Nadi : 86 x/m
Suhu : 36,7 0C
Pernafasan : 23 x/m

b. Pemeriksaan Fisik
1. Kepala Dan Leher :
1) INSPEKSI
Tidak ada lesi , tidak ada pembengkakan , tidak ada jejas ,
warna sama dengan warna kulit lain.
2) PALPASI
Tidak ada nyeri tekan pada mata , hidung, mulut . Tidak ada
nyeri tekan pada telinga, tidak ada distensi vena jugularis dan
tidak ada pembesaran tiroid
2. Thorax ( Jantung Dan Paru ) :
1) INSPEKSI
Simetris, terdapat bekas luka post op mastektomi pada
payudara sebelah kiri, diameter kurang lebih 8 cm , terdapat
benjolan pada dada sebelah kiri, diameter kurang lebih 4 cm
2) PALPASI
Terdapa nyeri tekan, pada dada sebelah kiri
3) PERKUSI
Suara perkusi sonor
4) AUSKULTASI
Suara jantung S1 dan S2 reguler , tidak ada suara tambahan ,
suara nafas vesikuler.
24

3. Abdomen :
1) INSPEKSI
Simetris kiri dan kanan, tidak ada lesi, tidak ada distensi
abdomen
2) AUSKULTASI
Suaru bising usus 17x/m
3) PALPASI
Tidak ada nyeri tekan, tidak ada distensi abdomen
4) PERKUSI
Suara perkusi timpani
4. Ekstremitas ( atas dan bawah)
Tidak ada lesi pada ekstremitas atas dan bawah , tidak ada
pembengkakan , tidak ada nyeri tekan, kekuatan otot
5 5
5 5

1. PEMERIKSAAN PERSISTEM KEBUTUHAN


1. Pola pemenuhan kebutuhan
a. Nutrisi dan cairan
Klien mengatakan selama dirinya sakit dan dirawat dirumah sakit
kliendalam sehari bisa 3 kali makan dan menyisakan makanan ¼ porsi,
pasien makan makanan dari luar seperti kue. Klien juga mengatakan
kalau minum dalam sehari 5 gelas (lebih kurang 1000cc) Saat ini klien
terapasang infus (3 flabot dalam 24 jam ).
b. Eliminasi
BAK klien mengatakan selama dirinya berada di rumahsakit BAK 5
kali dalam sehari, dibantu keluarga.
c. Pola Istirahat Tidur
Klien mengatakan, selama dirawat dirumah sakit klien tidur pada
malam hari 8jam/hari, klien mengatakan hanya sulit untuk memulai
tidur dikarenakan sulit menyesuaikan diri.
25

d. Pola kebersihan diri


Klien mengatakan kebersihan diri di bantu keluarga, di lakukan
dikamar mandi yang telah di sediakan.

2. Riwayat psikologi
a. Emosional
Klien mengatakan saat ada masalah dirinya selalu menceritakan
kepada suaminya secara baik baik, klien merasa sedih diakibatkan
penyakit yang dialaminya
Klien juga mengatakan dirinya bahagia jika keluarga dan tetangganya
selalu menyemangati akan penyakit yang di deritanya.
b. Gaya komunikasi
Klien tidak tampak hati-hati dalam bicara, Pola komunikasinya
spontan, Klien juga tidak menolak diajak komunikasi, Komunikasi
klien pun jelas, Tipe kepribadian terbuka
c. Pola pertahanan
Klien mengatakan jika klien mempunyai masalah klien mengatasinya
dengan cara mengobrol / curhat kepada keluarga
d. Kondisi emosi / perasaa nklien
Suasana hati klien saat ini cemas

3. Riwayat social
Saat ini klien berinteraksi dengan keluarga terdekatnya yaitu suaminya
,keluarganya anaknya, dan perawat
Klien mengatakan orang yang paling dekat di percaya oleh kliena dalah
suaminya
Klien aktif berinteraksi
Klien mengatakan sebelum sakit dirinya mengikuti kegiatan-kegiatan
yang ada di lingkungan rumahnya
26

4. Riwayat spiritual
Klien mengatakan selama dirawat klien berdo akepada Allah semoga
segera diangkat penyakitnya

c. Pemeriksaan Penunjang
Hasil Laboratorium
Nama Pasien :Ny.S Tgl pemeriksaan : 29 september 2019

No RM : 510527 Diagnosa : CaMamae

PEMERIKSAAN HASIL SATU KETERANGAN


AN
HEMATOLOGI
Hematologirutin
Leukosit 5,39 /ul 5- 10
Eritrosit 2,92 /ul 3,09- 5,05
Hemaglobin 10,7 g/dl 12-16
Hematokrit 26,2 % 37-48
MCV 89,9 fl 80-92
MCH 30,5 Pg 27- 31
MCHC 34,0 g/dl 32- 36
Trombosit 508 /ul 150-450
RDW 13,5 % 12,4 -14,4
MPV 7,7 Fl 7,3- 9
HEMOSTATIS
Masapendarahan 300 Menit 100- 600
Masapembekuan 1300 Menit 900-1500
KIMIA KLINIK
Ureum 50,6 Mg/dl 15- 40
Kreatinin 1,41 Mg/dl 0,6- 40
IMUNOLOGI
HBsAg Non reaktif Non reaktif

Ket :
27

Pasien mengatakan benjolan yang ada di payudara kirinya tidak terasa


nyeri

d. Prosedur Khusus Sebelum Pembedahan


No Prosedur Ya Tdk Wk Ket
t
1. Tindakan persiapan psikologis pasien 

2. Lembar informed consent 

3. Puasa 

4. Pembersihan kulit ( pencukuran 


rammbut)
5. Pembersihan saluran pencernaan 
( lavement/obat pencahar)
6. Pengosongan kandung kemih 

7. Transfusi darah 

8. Terapi cairan infus 

9. Penyimpanan perhiasan, acsesoris, 


kacamata, anggota tubuh palsu
10. Memakai baju khusu operasi 

e. Pasien dikirim keruang operasi


Pasien dikirim pada tanggal 30 september 2019 pikul 10.00 WIB.
Pasien datang dengan kesadaran composmentis ( GCS 15)
Keterangan : Saat tiba diruang operasi pasien tampak cemas, pasien
tampak terus menanyakan prosedur yang akan dilakukan , pasien
mengatakan ia takut untuk melakukan prosedur operasi. Pasien juga
megatakan ini adalah operasinya yang kedua kali tetapi dirinya tetap
merasa cemas dan takut .
28

B. Intraoperatif
a. Tanda-tanda vital
Tanggal : 30 september 2019 Pukul : 11.45 WIB
TD : 140/92 mmHg
Nadi : 100 x/m
Suhu : 35,20C
Pernafasan : 22 x/m
b. Posisi pasien di meja operasi : Supine
c. Jenis operasi : Mayor
Nama operasi :Wide Excision
Area/bagian tubuh yang dibedah : Payudara kiri
d. Tenaga medis dan perawat di ruang operasi :
5. Dokter anastesi, Asisten dokter anastesi, Dokter bedah, Asisten
bedah, Perawat instrumentator dan Perawat sirkuler

SURGICAL PATIENT SAFETY CHEKLIST


SIGN IN TIME OUT SIGN OUT
Pasien telah dikonfirmasi :  Setiap anggota tim Melakukan
operasi pengecekan:
 Identitas pasien
memperkenalkan
 Prosedur Sisi operasi  Prosedur
diri dan peran
sudah benar sudah dicatat
masing-masing.
 Persetujuan untuk  Kelengkapan
 Tim operasi
operasi telah diberikan spons
memastikan bahwa
 Sisi yang akan dioperasi  Penghitungan
semua orang di
telahd itandai instrumen
ruang operasi saling
 Ceklist keamanan  Pemberian lab
kenal.
anestesi telah dilengkapi Pl padas
 Oksimeter pulse pada Sebelum melakukan pesimen
pasien berfungsi sayatan pertama pada  Kerusakan
kulit : alat atau
29

Apakah pasien memiliki Tim mengkonfirmasi masalah lain


alergi ? dengan suara yang yang perlu
keras mereka ditangani.
Ya
melakukan :  Tim bedah
 Tidak membuat
 Operasi yang benar
Apakah risiko kesulitan  Padapasien perencanaan
yang
jalan nafas / aspirasi ? post operasi
benar.
sebelum
 Tidak  Antibiotik
memindahkan
profilaksis telah
Ya, telah disiapkan pasien dari
diberikan dalam 60
peralatan kamar operasi
menit sebelumnya.

Risiko kehilanga ndarah>


500 ml pada orang dewasaa
tau> 7 ml/kg BB pad aanak-
anak

 Tidak

Ya, peralatan akses cairan


telah direncanakan

e. Pemberian obat anastesi


Dilakukan anastesi general
Tgl/Jam Nama Obat Dosis Rute
30 September SA 0,25 mg Intravena
2019
11.50
11.50 Dexamethasone 10 mg Intravena
11.50 Propofol 100 mg Intravena
11.50 Petidine 50 mg Intravena

f. Tahap-tahap /kronologis pembedahan


30

Waktu/Tahap Kegiatan
Alat-alat
Linen set :
 Duk besar 2
 Duk sedang 2
 Jas operasi 4
 Duk meja mayo 2

Instrumen :
 Sponge holding forceps 1
 Bengkok 1
 Kom 2
 Hemostatic forceps 4
 Kocher 5
 Needle holder 2
 Duk klem 4
 Handle mess no 3 1
 Handle mess no 10 1
 Gunting jaringan 1
 Gunting benang 1
 Pinset anatomis 2
 Pinset cirugis 2
 Mata couter 1

Bahan habis pakai :


 Handscone steril 4
 Benang catgut chromic 2/0 tapper 2
 Benang monocyn 2/0 tapper 1
 Benang silk , braided 2/0 tapper 1
 Kassa steril 30
 Povidon iodin 1
 Alkohol 70% 1
 Nacl 0,9% 1
 Hipafix 1

Tahapan prosedur operasi :


Posisikan pasien dengan posisi supinasi , kemudian
dilakukan sign in sebelum pasien di anastesi , dilakukan
general anastesi oleh penata anastesi kemudian tim bedah
melakukan cuci tangan bedah dan dilanjutkan dengan
gowning dan gloving kemudian perawat instrumen
menyiapkan instrumen operasi yg akan digunakan dan
31

asisten melakukan tindakan aseptik dengan alkohol 70% dan


povidon iodine , setelah itu dilakukan drapping , kemudian
dilakukan time out oleh perawat sirkuler , kemudian
dilakukan insisi 6 cm, kemudian dilakukan kontrol
perdarahan dengan menggunakan kassa, jepit ujung
pembuluh darah menggunakan klem arteri lalu digunakan
ESU untuk koagulasi kemudian menjepit subkutis dengan
arteri klem , wide excisiondimulai. Setelah insisi selesai
dilakukan kemudian mengangkat jaringan tumor. Setelah
jaringan slsai di angkat lalu luka di bersihkan menggunakan
cairan Nacl. Kemudian dilakukan penjahitan subkutis
dengan chromic 2/0 tapper kemudian menjahit kulit dengan
monosy 2/0 tapper . Kemudian luka dibersihkan sisa darah
dibersihkan dan ditutup kassa dan hypapix.

g. Tindakan bantuan yang diberikan selama pembedahan


 Pemberian oksigen
 Pemberian suction
 Pemasangan intubasi
 Lain-lain : Pasien mengalami perdarahan intraopersi kurang lebih 450
cc
h. Pembedahan berlangsung selama 1 jam
i. Komplikasi dini setelah pembedahan (saat pasien masih berada diruang
operasi) : Tidak terdapat komplikasi saat pembedahan

C. Post Operasi
a.Pasien dipindahkan keruang PACU/RR pukul 13.10
b.Keluhan saat di RR/PACU : Pasien mengeluh dingin
c.Airway : Tidak ada masalah pada jalan nafas
d.Breathing : Pasien terpasang O2 nasal kanul 3 l/m
SPO2 : 98%
e.Sirkulasi : pasien terpasang infus RL 26 tt/m
32

f.Observasi Recovery Room :

ALDRETE SCORE (DEWASA)


NO KRITERIA SCORE SCORE
1. Warna Kulit
 Kemerahan/normal 2
 Pucat 1 2

 Sianosis 0
2. Aktifitas Motorik
 Gerak 4 anggota tubuh 2
 Gerak 2 anggota tubuh 1 2

 Tidak ada gerakan 0


3. Pernafasan
 Nafas dalam , batuk dan 2
tangis kuat 1 2
 Nafas dangkal da adekuat 0
 Apnea atau nafas tidak
adekuat
4. Tekanan Darah
 ± 20 mmHg dari pre operasi 2
 20-50 mmHg dari pre 1 2
operasi 0
 ± 50 mmHg dari pre operasi
5. Kesadaran
 Sadar penuh mudah 2
dipanggil 1 1
 Bangun jika dipanggil 0
 Tidak ada respon
Jumlah 9

g. Keadaan Umum : Sedang


h. Tanda-tanda vital
 TD : 130/90 mmHg
 Nadi : 96 x/m
33

 Suhu : 35,80C
 Pernafasan : 25 x/m
 Saturasi O2 : 98 %
i. Kesadaran : composmentis
Pukul Intake Jml (cc) Output Jml (cc)
Oral - Urine -
Enteral - Muntah 80cc
Parenteral IWL
800cc 15x55/24=34/
jam
Jumlah 800 cc Jumlah 114

j. Survey sekunder, lakukan secara head to toe secara prioritas :


Normal Jika tidak normal, jelaskan
YA TIDAK
Kepala 
Leher 
Dada  Terdapat jahitan luka pada
payudara sebelah kiri
Abdomen 
Genetalia  Pasien terpasang kateter , urine
±700 cc
Integumen  Terhadap jahitan luka pada
payudara kiri
Ekstremitas 

2.2 Analisis Data


Data Subyektif Dan Obyektif Masalah Etiologi
Keperawatan
Pre Operasi Ansietas Prosedur
DS : Tindakan
 Pasien mengatakan cemas Operasi
 Pasien mengatakan khawatir dengan
akibat yang akan dialaminya
 Pasien mengatakan ini adalah
34

operasinya yang kedua, namun


masih merasa takut

DO :
 Pasien tampak cemas
 Pasien tampak menanyakan terus-
menerus tentang prosedur yang akan
dilakukan
 TTV :
TD : 130/90 mmHg
Nadi : 92 x/m
Suhu : 36,3 0C
Pernafasan : 23 x/m

Intra Operasi Resiko Suhu


DS : - Hipotermi Ruangan
DO : Rendah
 Terapi cairan tidak di hangatkan
 Proses pembedahan 1 jam
 Suhu ruangan26,8°C
 Akral dingin
 TTV
TD : 140/92 mmHg
Nadi : 100 x/m
Suhu : 35,2 0C
Pernafasan : 22 x/m

Post Operasi / di RR Hipotermi Pasca


DS : Pasien mengeluh kedinginan Pembedahan
DO :
 Pasien tampak menggigil
kedinginan
35

 Warna kulit pucat


 Suhu tubuh 35,8

2.3 Daftar Diagnosa Keperawatan


Tahapan Masalah Etiologi
Keperawatan
Pre Operasi Ansietas Prosedur Tindakan
Operasi
Intra Operasi Resiko Hipotermi Suhuruanganrendah
Post Operasi Hipotermi Pasca Pembedahan
2.4 Rencana Keperawatan
No Diagnosa Keperawatan Tujuan Intervensi
1. Ansietas b.d Prosedur Setelah dilakukan asuhan keperawatan 1. Monitor tanda-tanda ansietas
Tindakan Operasi diharapkan Ansietas berkurang dengan 2. Monitor TTV
KH : 3. Ciptakan suasana teraupetik untuk
1. Pasien tampak rileks menumbuhkan kepercayaan
2. Pasien mengatakan tidak 4. Temani pasien untuk mengurangi kecemasan
cemas lagi 5. Anjurkan pasien mengungkapkan apa ang
3. TTV dalam batas normal dirasakan
6. Gunakan pendekatan yang tenang dan
meyakinkan
7. Ajarkan teknik relaksasi nafas dalam
8. Jelaskan prosedur termasuk sensasi yang
mungkin dialami

2. Resiko Hipotermi b.d Setelah dilakukan tindakan 1. Monitor TTV tiap 10 menit
Suhu Ruangan Rendah keperawatan diharapkan hipotermi 2. Pantau tanda-tanda hipotermi
tidak terjadi dengan kriteria hasil : 3. Selimuti pasien dengan selimu thangat
1. Suhu tubuh dalam batas Pantau suhu ruangan
normal

36
2. Akral hangat
3. Hipotermi b.d Setelah dilakukan tindakan 1. Observasi TTV
pascapembedahan keperawatan diharapkan hipotermi 2. Atur suhu ruangan
teratasi dengan kriteria hasil : 3. Beri selimut hangat
1. Pasien mengatakan tidak
dingin lagi
2. Pasien tidak menggigil
kedinginan
3. Suhu tubuh pasien 36,5-
37,5

2.5 Catatan Perkembangan


No Implementasi Evaluasi

37
1. 1. Memonitor tanda-tanda ansietas S:
2. Memonitor TTV  Pasien mengatakan cemas berkurang dan sudah lebih rileks
3. Menciptakan suasana teraupetik untuk O :
menumbuhkan kepercayaan  TTV
4. Menemani pasien untuk mengurangi TD : 130/80 mmHg
kecemasan Nadi : 92 x/m
5. Menganjurkan pasien mengungkapkan apa Suhu : 36,3 0C
ang dirasakan Pernafasan : 23 x/m
6. Menggunakan pendekatan yang tenang dan  Pasien tampak lebih rileks
meyakinkan  Pasien mengungkapkan apa yang diraskan
7. Ajarkan teknik relaksasi nafas dalam
 Pasien sudah melakukan relaksasi nafas dalam
8. Jelaskan prosedur termasuk sensasi yang
 Pasien sudah mengerti tentang prosedur dan sensasi yang
mungkin dialami
mungkin dialami
A : Masalah ansietas teratasi
P:
1. Monitor TTV
2. Anjurkan pasien melakukanteknik distraksi dan relaksasi
3. Anjurkan pasien untuk berdoa

38
2. 1. Memonitor TTV tiap 10 menit S:-
2. Memantautanda-tandahipotermi
3. Menyelimutipasiendenganselimuthangat O:
4. Memantausuhuruangan  Suhuruangan 26,8 C
 TD 110/90 Mmhg
 RR 26X/ menit
 Suhu 36 C
 Nadi 90 x/menit
 Pasienterpasangselimut
 Akralhangat
 CRT 3 detik

A : Resiko hipotermi
P : Berikan pasien selimut hangat

3. 1. mengobservasi TTV S : pasien mengatakan sudah tidak dingin


2. Mengatur suhu ruangan
3. memberi selimut hangat elektrik ke O :
pasien  Suhu 36 C

39
 Pasien terpasang selimut
 Akral hangat
 CRT 3 detik

A :-
P:
1. observasi suhu tubuh pasien
2. pertahankan selimut pasien
3. pindahkan ke ruang rawat

40
BAB IV
PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil asuhan keperawatan perioperatif pada Ny.S di Ruang Bedah


RS. Urip Sumoharjo yang dilakukan pada tanggal 30 September 2019, dengan
hasil analisa data di dapatkan beberapa masalah keperawatan baik dalam fase pre,
intra, dan post operatif yang dijelaskan sebagai berikut :

A. Pengkajian
1. Identitas pasien
Pengkajian dilakukan pada tanggal 30 September 2019 jam 10.00 WIB
diperoleh data: Pasien bernama Ny.S, Umur: 55 tahun, Agama: Islam,
Alamat: Kemiling Bandar Lampung, NO RM : 510523.
2. Gambaran kasus
Pasien mengatakan 1 tahun yang lalu dirinya pernah menjalani operasi
penganggakatan payudara sebelah kiri, namun setelah 6 bulan kemudian
mulai tumbuh lagi benjolan di payudara kirinya, awalnya benjolan hanya
muncul sebesar kelereng namun kemudian bertambah besar seiring
berjalannya waktu. Kemudian pasien langsung berobat ke RS Urip
Sumoharjo untuk menjalani pemeriksaan ulang dan di lakukan tindakan
operasi yang kedua untuk mengangkat jaringan tumor yang mulai tumbuh
kembali di payudara kirinya.Saat tiba diruang operasi pasien tampak
cemas, pasien tampak terus menanyakan prosedur yang akan dilakukan ,
pasien mengatakan ia takut untuk melakukan prosedur operasi . Pasien
juga megatakan ini adalah operasinya yang kedua
Kesadaran : composmentis GCS: E5 V4 M6,
TD : 130/80 mmHg
Nadi : 86 x/m
Suhu : 36,7 0C
Pernafasan : 23 x/m
Pada saatdilakukan pemeriksaan fisik head to toe ditemukan data abnormal
pada bagian dada yaitu terdapat luka post op mastektomi dan benjolan
pada payudara sebelah kiri, diameter loka post op kurang lebih 8 cm dan
42

diameter benjolan kurang lebih 4 cmpasien mengatak tidak ada nyeri pada
payudara kirinya. Leukosit 11.400 u/l

Kanker payudara terjadi karena adanya pertumbuhan abnormal sel pada


payudara. Organ-organ dan kelenjar dalam tubuh (termasuk payudara)
terdiri dari jaringan-jaringan, berisi sel. Umumnya, pertumbuhan sel
normal mengalami pemisahan, dan mati ketika sel menua dan digantikan
dengan sel-sel baru. Tapi, ketika sel-sel lama tidak mati dan sel-sel baru
terus tumbuh meski belum diperlukan. Jumlah sel yang berlebihan tersebut
berkembang tidak terkendali sehingga membentuk tumor. Namun tidak
semua tumor merupakan kanker, terutama pada payudara. Ada jenis tumor
jinak (non kanker) ada juga tumor ganas (kanker) [ CITATION WhS14 \l
1033 ]

Pengobatan kanker payudara bertujuan untuk mendapatkan kesembuhan


yang tinggi dengan kualitas hidup yang baik.Oleh karena itu terapi dapat
bersifat kuratif atau paliatif. Terapi kuratif ditandai oleh adanya periode
bebas penyakit (disases free interval) dan peningkatan harapan hidup
(overall survival), dilakukan pada kanker payudara stadium I, II, dan III
.terapi paliatif bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup tanpa adanya
periode bebas penyakit, umumnya dilakukan pada stadium IV.
Kesembuhan yang tinggi dengan kualitas hidup yang baik akan tercapai
bila kanker diterapi pada stadium dini. Adapun modalitas terapi kanker
payudara secara umum meliputi :operasi, kemoterapi, radioterapi, terapi
hormonal danterapi target

Operasi merupakan modalitas utama untuk penatalaksanaan kanker


payudara. Modalitas ini memberikan kontrol lokoregional yang dapat
dibuktikan dengan pemeriksaan histopatologi dan dari specimen operasi
dapat ditentukan tipe dan grading tumor , status kelenjar getah bening
aksila, factor prediktif dan faktor prognosis tumor (semua actor diatas
tidak bias diperoleh dari modalitas lain). Berbagai jenis operasi pada
43

kanker payudara adalah Classic Radical Mastectomy (CRM), Modified


Radical Mastectomy (MRM), Skin Sparing Mastectomy (SSM), Nipple
Sparing Mastectomy (NSP), dan Breast Conserving Treatment (BCT).
Jenis-jenis ini memiliki indikasi dan keuntungan serta kerugian yang
berbeda-beda. SSM dan NSP mermelukan rekonstruksi langsung tapi
kualitas hidup lebih baik dengan kuratifitas dengan MRM.

B. Diagnosa keperawatan
Pasien datang di ruang bedah pada tanggal 30 September 2019 pukul 10.00
WIB. Perawat melakukan checking terhadap kelengkapan berkas dan inform
consent yang harus ditandatangani pasien atau keluarga.
1. Pre operasi
Persiapan pre operasi dilakukan dengan mengecek identitas pasien,
pemeriksaan fisik, hasil tes diagnostik, inform consent pembedahan dan
inform consent anastesi. Inform consent sudah ditandatangani oleh
penanggungjawab yaitu Tn.S. Pasien mengatakan tidak memiliki alergi
dan puasa sejak jam 24.00 WIB, pasien terpasang infus RL 20 tpm di
tangan kanan. Alat dan obat anastesi yang diberikan telah lengkap,
instrument pembedahan dalam keadaan steril, hasil USG dipasang pada X-
ray film viewer di ruang operasi sebagai wacana area yang akan dilakukan
insisi agar tidak mengalami kesalahan.

Pada hasil pengkajian diagnosa pre operasi yang ditemukan yaitu ansietas
b.d prosedur tindakan operasi data yang ditemukan yaitu pasien rencana
operasi wide excision atau mastektomy parsial, pasien mengatakan takut
untuk operasi, Pasien mengatakan takut operasinya gagal, Pasien tampak
cemas, Pasien tampak gelisah, Pasien tampak banyak bertanya tentang
tindakan operasi, pasien mengatakan ini operasi yang kedua. TD : 130/80
mmHg, Nadi : 86 x/m, Suhu : 36,7 0C, Pernafasan : 23 x/m

Menurut Wawan (2017), bahwaprosedur operasi merupakan salah satu


bentuk terapi medis yang dapat menimbulkan rasa takut, cemas hingga
44

stress, karena dapat mengancam integritas tubuh, jiwa dan dapat


menimbulkan rasa nyeri. Kecemasan adalah emosi, perasaan yang timbul
sebagai respon awal terhadap stress psikis dan ancaman terhadap nilai-
nilai yang berarti bagi individu.

C. Perencanaan
Pasien bedah perlu diikutsertakan dalam pembuatan rencana perawatan.
Dengan melibatkan pasien sejak awal, kesulitan pelaksanaan rencana
asuhan keperawatan bedah, resiko pembedahan dan komplikasi post
operasi dapat diminimalkan. (Muttaqin,2009)
Sesuai dengan literatur bahwa jika perawat sudah menegakkan diagnosa
maka rencana keperawatan dapat dirumuskan menggunakan SDKI untuk
menyelesaikan masalah keperawatan. Rencana keperawatan pada pasien
pre operasi eksisi tumor atas indikasi fibroadenoma mammae (FAM) yaitu
ukur ttv, kaji tingkat kecemasan, bantu pasien menyalurkan energy secara
komperhensif dengan cara berdoa, berikan informasi operasi secara detail
dan akurat, mengajarkan teknik relaksasi napas dalam.

D. Implementasi
Implementasi merupakan tindakan yang sudah direncanakan dalam
rencana keperawatan, tindakan keperawatan mencakup tindakan mandiri
(independen) dan tindakan kolaborasi (Tartowo & Wartonah, 2015).
Implementasi yang dilaksanakan yaitu mengkaji kecemasan klien,
membantu pasien menyalurkan energy secara komperhensif dengan cara
berdoa, memberikan informasi operasi secara detail dan akurat,
mengajarkan teknik relaksasi napas dalam.

E. Evaluasi
Evaluasi yang diharapkan pada pasien pre operasi meliputi TTV dalam
batas normal, respon nyeri tidak meningkat dan perdarahan dapat
terkontrol, tingkat kecemasan pasien menurun, pasien mendapat dukungan
psikologis dan secara singkat dapat menjelaskan secara ringkas prosedur
45

pembedahan.(Muttaqin,2009). Evaluasi merupakan tahap akhir dalam


proses keperawatan untuk dapat menentukan keberhasilan dalam asuhan
keperawatan (Tarwoto & Wartonah, 2015). Pada tahap ini, penulis
menggunakan metode pendokumentasian SOAP yaitu Subyektif(S),
Obyektif(O), Assesment(A), dan Planning(P).

Berdasarkan asuhan keperawatan perioperatif terhadap Ny.S dengan


tindakan Mastektomi Parsial dengan indikasi kanker payudara diruang
bedah Rumah Sakit Urip Sumoharjo telah dilakukan implementasi dan
evaluasi. Hal tersebut dilakukan untuk mengetahui perkembangan pasien
dan untuk mengetahui seberapa besar keberhasilan layanan asuhan
keperaatan yang telah diberikan dan pada evaluasi menggunakan
komponen SOAP. Kondisi pasien setelah dilakukan implementasi dan
evaluasi yaitu pasien mengatakan semoga operasinya berjalan dengan
lancar, pasien mengatakan lebih paham mengenai tindakan operasi, pasien
mengatakan siap di operasi, pasien tampak lebih tenang, pasien tampak
banyak berdoa dari pada bertanya, TD : 110/80 mmHg, Nadi : 80 x/m,
Suhu : 36,7 0C, Pernafasan : 22 x/m. Masalah keperawatan ansietas dan
rencana tindak lanjut monitor TTV setiap 30 menit.

2. Intra operasi
A. Pengkajian
Pengkajian intra operasi secara ringkas mengkaji hal-hal yang
berhubungan dengan pembedahan. Diantaranya adalah validasi
identitas dan prosedur jenis pembedahan yang dilakukan, serta
konfirmasi kelengkapan data penunjang laboratorium dan radiologi.
(Muttaqin,2009)

Pada saat pengkajian intra operasi data-data yang di dapat yaitu pasien
operasi eksisi tumor, posisi pasien supine, posisi tangan kanan
ekstensi, pasien anastesi general, durasi operasi ±45 menit, pasien
operasi menggunakan couter.warna kulit pucat, akral dingin, suhu
46

tubuh 35,2°C, suhu lingkungan 26,8°C, TD 140/92 Mmhg, Nadi 100


x/menit

Respon pengaturan posisi bedah terlentang akan menimbulkan


peningkatan resiko cedera peregangan, tekanan berlebihan pada
tonjolan-tonjolan tulang yang berda dibaah, tekanan pada vena
femoralis atau abdomen, dan cedera otot tungkai. Penurunan suhu
tubuh akibat suhu ruang operasi yang rendah, infus dengan cairan yang
dingin, inhalasi gas-gas yang dingin mengakibatkan penurunan laju
metabolisme. (Muttaqin,2009)

B. Diagnosa
Pasien yang dilakukan pembedahan akan melewati berbagai prosedur.
Prosedur pemberian anastesi, pengaturan posisi bedah, manajemen
asepsis dan prosedur bedah payudara aka memberikan implikasi pada
masalah keperawatan yang akan muncul. Diagnosis keperawatan intra
operasi bedah onkologi payudara yang lazim yaitu resiko cidera
berhubungan dengan pengaturan posisi bedah dan trauma prosedur
pembedahan, resiko infeksi berhubungan dengan adanya port de entree
luka pembedahan dan penurunan imunitas sekunder efek anastesi, serta
resiko hipotermi berhubungan dengan suhu ruangan rendah dan infus
dengan cairan yang dingin.(Muttaqin,2009)

Hasil pengkajian diagnosa intra operasi yang ditemukan yaitu resiko


hipotermi b.d suhu ruangan rendah data yang ditemukan yaitu suhu
ruangan 26,8°C, TD 140/92 Mmhg, Suhu 35,2 C, Nadi 100 x/menit,
bibir pucat dan akral dingin. Resiko hipotermi pada pasien intra
operasi disebabkan karena terpajan suhu lingkungan rendah. Sesuai
dengan teori Black (2009), hipotermi merupakan salah satu komplikasi
dari tindakan pembedahan. Hipotermi sangat sulit dihindari pada
pasien intra operasi. Hipotermi intra operasi sangat mengganggu
47

kenyamanan pasien dalam proses pemulihan. Hipotermi ini disebabkan


karena ruang operasi memiliki suhu yang rendah.

C. Perencanaan
Tujuan utama keperawatan pada jenis pembedahan bedah onkologi
payudara adalah menurunkan resiko cidera, mencegah kontaminasi
intra operasi dan optimalisasi hasil pembedahan.(Muttaqin, 2009)
Intervensi yang bisa dilakukan pada pasien intra operasi dengan
diagnosa resiko hipotermi b.d suhu ruangan rendah yaitu observasi
tanda – tanda vital pasien, atur suhu ruangan rendah dan beri selimut
hangat kepasien. Sesuai dengan intervensi pada SIKI 2018 yaitu
manajemen hipotermia, adapun tindakan yang dilakaukan adalah
monitor suhu tubuh, identifiksi penyebab hipotermi, monitor tanda dan
gejala hiportemi, sediakan lingkungan yang hangat, ganti pakaian/linen
yang basah, lakukan penghangatan pasif, lakukan penghangatan aktif
eksternal, lakukan penghangatan aktif internal dan anjurkan
makan/minum hangat.

D. Implementasi
Implementasi yang telah dilakukan pada pasien intra operasi
mastektomy parsial dengan indikasi kanker payudara dengan diagnosa
resiko cidera b.d tindakan operasi yaitu memberikan petunjuk
sederhana pada pasien tentang posisi operasi, meletakkan elektroda
penetral, menstabilkan meja operasi, melakukan fiksasi pada tubuh
pasien dengan meja operasi, diagnosa kedua yaitu resiko hipotermi b.d
suhu ruangan rendah tindakan yang dilakukan yaitu memonitor TTV
tiap 10 menit, memantau tanda-tanda hipotermi, menyelimuti pasien
dengan selimut hangat, memantau suhu ruangan.

E. Evaluasi
Evaluasi yang diharapkan pada pasien intra operasi meliputi kondisi
TTV dalam batas normal, tidak terdapat adanya cedera tekan sekunder
48

dari pengaturan posisi bedah dan luka post operasi tertutup kassa.
( Muttaqin,2009).

Berdasarkan asuhan keperawatan perioperatif terhadap Ny.S dengan


tindakanmastektomy parsialdiruang operasi RSUS Provinsi Lampung
telah dilakukan implementasi dan evaluasi. Hal tersebut dilakukan
untuk mengetahui perkembangan pasien dan untuk mengetahui
seberapa besar keberhasilan layanan asuhan keperawatan yang telah
diberikan dan pada evaluasi menggunakan komponen SOAP. Kondisi
pasien setelah dilakukan implementasi dan evaluasi yaitu Pasien posisi
supine, Pasien terpasang elektroda penetral, Tubuh pasien difiksasi
dengan meja operasi, Suhu ruangan 26,8 C, TD 110/90 Mmhg, RR
26x/m, Suhu 35,80c, Nadi 90 x/menit, Pasien terpasang selimut, Akral
dingin, CRT 3 detik. Masalah keperawatan resiko cidera dan resiko
hipotermi, rencana tindak lanjut stabilkan tempat tidur saat
memindahkan pasien dan berikan pasien selimut hangat.

3. Post operasi
A. Pengkajian
Pengkajian post operasi dilakukan secara sitematis mulai dari
pengkajian awal saat menerima pasien, pengkajian status respirasi,
status sirkulasi, status neurologis dan respon nyeri, status integritas
kulit dan status genitourinarius.(Muttaqin, 2009)

Pasien tiba di ruang recovery pada tanggal 30 September 2019 pukul


13.10 WIB, instruksi di ruang recovery: posisi supinasi, O2 3 lpm nasal
kanul, awasi tanda-tanda vita setiap 15 menit, infuse RL 20 tpm. Saat
diruang recovery penulis melakukan pengkajian data diperoleh hasil
keadaan umum baik, TD : 130/90mmHg, Nadi : 96 x/m, Suhu : 35,8 0C,
Pernafasan : 25 x/m, Saturasi O2 : 98 %, pasien tampak menggigil
kedinginan danpasien masih terpengaruh obat anastesi, pergerakan
dinding dada simetris, akral dingin.
49

B. Diagnosa Keperawatan
Pasien post operasi akan mengalami perubahan fisiologis sebagai efek
dari anastesi dan intervensi bedah. Efek dari anastesi umum akan
memberikan respon pada sistem respirasi dimana akan terjadi respon
depresi pernafasan sekunder dari sisa anastesi inhalasi, penurunan
kemampuan terhadap kontrol kepatenan jalan nafas dimana
kemampuan memposisikan lidah secara fisiologis masih belum
optimal, sehingga cenderung menutup jalan nafas dan juga penurunan
kemapuan untuk melakukan batuk efektif dan muntah masih belum
optimal. Kondisi ini memberikan manifestasi adanya masalah
keperawatan bersihan jalan nafas tidak efektif. (Muttaqin,2009)

Hasil pengkajian diagnosa post yang ditemukan yaitu Hipotermi


berhubungan dengan pasca pembedahanDiagnosa tersebut dirumuskan
berdasarkan data-data: pasien mengeluh kedinginan, pasien tampak
menggigil kedinginan, warna kulit pucat, suhu tubuh 36,0 0c. Menurut
penulis, berdasarkan data pada Ny.S tersebut, dirumuskan diagnosa
keperawatan hipotermi karena pasien pasca pembedahan sebagai
akibat sekunder dari suhu yang rendah di ruang operasi, aktivitas otot
yang menurun, usia yang lanjut atau agen obat-obatan yang digunakan
seperti anestesi dan vasodilator. Hal ini didukung oleh teori dari
Smeltzer (2011) yang mengatakan bahwa pasien pasca bedah dapat
mengalami hipotermi yang dapat terjadi pada periode peri-operasi
hingga berlanjut pada periode pasca operasi di ruang pemulihan,
sebagaiakibat sekunder dari suhu yang rendah di ruang operasi, infus
dengan cairan yang dingin, inhalasi dengan gas yang dingin, kavitas
atau luka yang terbuka, aktivitas otot yang menurun, usia yang lanjut
atau agen obat – obatan yang digunakan, seperti anestesi dan
vasodilator. Menurut SDKI tahun 2018, hipotermi adalah di mana suhu
tubuh berada dibawah batas rentang normal yaitu 36,50c.
50

C. Intervensi
Intervensi keperawatan bertujuan agar hipotermi teratasi dengan
kriteria hasil: pasien mengatakan tidak dingin lagi, pasien tidak
menggigil kedinginan, suhu tubuh pasien 36,5 – 37,50c. Adapun
intervensi keperawatan meliputi: observasi tanda – tanda vital pasien,
atur suhu ruangan rendah, beri selimut hangat elektrik kepasien.
Berdasarkan intervensi yang dirumuskan agar hipotermi teratasi,
penulis menggunakan intervensi pada SIKI tahun 2018. Hal ini sesuai
dengan teori Sjamsuhidajat & De Jong (2010), yang mengatakan
bahwa teknik terapi non farmakologis yang dapat dilakukan untuk
mengatasi hipotermi yaitu dengan memberikan selimut hangat,
mengatur suhu lingkunngan yang memadai, serta menggunakan
penghangat cairan untuk tranfusi dan cairan lain. Hal ini juga diperkuat
oleh penelitian yang dilakukan oleh Suswitha (2018), tentang
efektifitas penggunaan electricblanket pada pasien yang mengalami
hipotermi post operasi di instalasi bedah sentral (IBS) rumah sakit
umum daerah palembang bari, yang menjelaskan bahwa pasien dengan
diagnosa keperawatan hipotermi dapat diatasi dengan upaya
peningkatan suhu tubuh dengan intervensi electricblanket.

D. Implementasi
Implementasi merupakan tindakan yang sudah direncanakan dalam
rencana keperawatan, tindakan keperawatan mencakup tindakan
mandiri (independen) dan tindakan kolaborasi (Tartowo &
Wartonah, 2015). Implementasi yang dilakukan untuk mengatasi
hipotermi yaitu dengan mengobservasi tanda – tanda vital pasien,
mengatur suhu ruangan rendah, memberi selimut hangat elektrik
kepasien.

E. Evaluasi
Evaluasi merupakan tahap akhir dalam proses keperawatan untuk
dapat menentukan keberhasilan dalam asuhan keperawatan
51

(Tarwoto & Wartonah, 2015). Pada tahap ini, penulis


menggunakan metode pendokumentasian SOAP yaitu
Subyektif(S), Obyektif(O), Assesment(A), dan Planning(P).
Evaluasi dari diagnosa hipotermi diperoleh hasil: Subyektif: pasien
mengatakan sudah tidak dingin. Obyektif: terpasang selimut
elektrik pada pasien, tanda – tanda vital TD : 130/80 mmHg, HR :
90x/menit, RR : 22x/menit, suhu tubuh pasien: 36,30c. Assesment:
-. Planning: observasi suhu tubuh pasien, pertahankan selimut
pasien sampai suhu tubuh diatas 36,5 0c, pindahkan ke ruang rawat.
Hal ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakuakan oleh
Suswitha (2018), tentang efektifitas penggunaan electricblanket
pada pasien yang mengalami hipotermi post operasi di instalasi
bedah sentral (IBS) rumah sakit umum daerah palembang bari,
yang mengatakan bahwa electricblanket efektif untuk
meningkatkan suhu tubuh pasien post operasi dengan nilai pvalue
0,000.
Setelah dilakukan asuhan keperawatan dan pengawasan selama di
ruang recovery penulis melakukan penilaian dengan hitungan
Alderette Score dengan batasan skornya ≥ 8 pasien masuk diruang
rawat inap, jika Aldrette skornya < 8 pasien harus dimasukkan ke
dalam ruang ICU. Dari perhitungan dengan Alderette Score
diperoleh hasil: warna kulit kemerahan/normal, aktivitas motorik
gerak dengan 4 anggota tubuh, pernafasan dalam, batuk, tekanan
darah 130/80 mmHg, kesadaran bangun jika dipanggil. Hal tersebut
merupakan indikasi pasien dapat dipindahkan ke ruang perawatan.
Kemudian penulis melakukan operan ke perawat ruangan dengan
rincian sebagai berikut: posisi supinasi, O2 3 lpm nasal kanul, awasi
tanda-tanda vital setiap 15 menit, observasi drain, observasi nyeri,
observasi bising usus, pasien dipuasakan sampai bising usus
positif/platus, terapi obat: Ambacim inj 1gr/12 jam, Dexketoprofen
inj 25 mg/ 8 jam, Asam traneksamat inj 100 mg / 12 jam, dan IV
lien RL 20 tpm.
BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

1. Dalam kasus ini pengkajian yang didapatkan saat pre operasi adalah pasien
merasa cemas karena akan menjalani prosedur operasi, yang ditandai
dengan meningkatnya nilai TTV , saat intra operasi pasien megalami
resiko hipotermi , akral pasien dingin , dan pasien tampak pucat, suhu
35,20C, dan saat post operasi pasien mengeluh dingin, suhu 35,20C, akral
dingin.
2. Diagnosa yang muncul saat pre operasi adalah ansietas b.d krisis
situasional, intraoperasi resiko hipotermi b.d suhu lingkungan rendah , dan
post operasi, hipotermi b.d pasca pembedahan.
Sedangkan diagnosa yang tidak muncul sesuai teori untuk pre operasi yaitu
nyeri akut, dan defisit pengetahuan , untuk intra operasi resiko jatuh dan
resiko perdarahan, sedangkan untuk post perasi yaitu bersihan jalan nafas ,
nyeri akut, dan resiko jatuh .
1. Intervensi yang dilakukan untuk diagnosa kecemasan pre operasi adalah
memonitor tanda-tanda ansietas, monitor TTV, ciptakan suasana
teraupetik untuk menumbuhkan kepercayaan, temani pasien untuk
mengurangi kecemasan, anjurkan pasien mengungkapkan apa ang
dirasakan, gunakan pendekatan yang tenang dan meyakinkan, ajarkan
teknik relaksasi nafas dalam menjelaskan prosedur termasuk sensasi yang
mungkin dialami . Untuk diagnosa intraoperasi resiko hipotermi intervensi
yang dilakukan Monitor TTV tiap 10 menit, Pantau tanda-tanda hipotermi,
Selimuti pasien dengan selimut hangat Pantau suhu ruangan dan untuk
diagnosa post operasi hipotermi intervensinya adalah monitor TTV, beri
Selimut Penghangat, monitor suhu ruangan, atur suhu ruangan.
3. Implementasi tindakan dilaksanakan secara observasi , monitor, edukasi
dan kolaborasi sehingga tujuan rencana tindakan tercapai dan dilaksanakan
sesuai rencana .
53

4. Evaluasi dari setiap diagnosa yang muncul untuk pre operasi dengan
kecemasan , masalah teratasi karena kecemasan pasien hilang , pada
atahap intra operasi , resiko hipotermi tidak terjadi dan pada diagniosa post
operasi hipotermi tidak terjadi karena suhu tubuh pasien masih 360C.

4.2 Saran
1. Bagi rumah sakit
Diharapkan rumah sakit dapat meningkatkan dan memfasilitasi kinerja
perawat dalam pemberian asuhan keperawatan secara komprehensif baik
saat pre operasi, intra operasi , maupun post operasi .
2. Bagi perawat
Diharapkan dapat melakukan prosedur asuhan keperawatan sesuai dengan
standar yang berlaku sesuai dengan tahapan pengkajian, perumusan
diagnosa keperawatan, pembuatan intervensi keperawatan , pelaksanaan
implementasi dan evaluasi baik saat pre operasi, intra operasi , maupun
post operasi .
3. Bagi Institusi Poltekkes Tanjungkarang
Diharapkan agar mempertahankan mutu pembelajaran yang bermutu
tinggi terutama dalam bidang keperawatan perioperatif, dan diharapkan
hasil laporan tugas akhir ini dapat memperkaya literatur perpustakaan.

Anda mungkin juga menyukai