Anda di halaman 1dari 17

BAB I PENDAHULUAN 

1.Latar Belakang Teknik perbanyakan tanaman secara in vitro melalui metode kultur
jaringan telah lama berkembang. Di Indonesia, teknik ini telah dikenal sejak tahun
80-an. Berbagai tanaman telah dikembangbiakkan secara in vitro, baik dalam bidang
pertanian, perkebunan, tanaman hias, tanaman obat serta tanaman pangan.
Perbanyakan tanaman secara in vitro ini dianggap sangat membantu dalam
menghasilkan tanaman baru, karena teknik ini memiliki beberapa kelebihan,
diantaranya : teknik kultur jaringan akan mampu menghasilkan anakan dalam jumlah
sangat banyak, sehingga dapat memenuhi kebutuhan masyarakat terutama petani
dalam pemenuhan kebutuhan bibit tanaman, waktu yang dibutuhkan dalam
perbanyakan tergolong singkat dengan hasil yang banyak jika dibandingkan dengan
perbanyakan secara vegetative biasa dilakukan sehari-hari, tanaman anakan yang
dihasilkan juga identik dengan tanaman induk, meskipun bagian tanaman yang
digunakan dalam perbanyakan sangat kecil dan perbanyakan tanaman yang
dilakukan secara in vitro dapat menjadi alternative apabila suatu tanaman tidak
dapat diperbanyak dengan cara vegetative biasa. Perkembangan kultur jaringan di
Indonesia terasa sangat lambat, bahkan hampir dikatakan jalan di tempat jika
dibandingkan dengan negara-negara lainnya. Tidak heran jika berbicara masalah
teknologi yang menunjang dalam perkembangan Kultur Jaringan, karna Indonesia
sangat jauh ketinggalan dari bangsa-bangsa lain ketika berbicara masalah teknologi.
Kesenjangan teknologi, baik dilihat dari segi akademis, lembaga penelitian, dan juga
public yang menjadi subjek dalam praktek kultur jaringan. Salah satu penyebab
lambatnya perkembangan teknologi yang menunjang praktek kultur jaringan ini
adalah persepsi yang mengatakan bahwa modal dasar memulai usaha kultur
jaringan sangatlah mahal. Sehingga sebagian masyarakat di Indonesia menganggap
bahwa teknik kultur jaringan hanya cocok bagi perusahaan saja. 
2. Rumusan Masalah 
1. Apa itu kultur jaringan? 
2. Bagaimana prinsip- prinsip dalam suatukultur jaringan? 
3. Bagaimana tahap – tahap yang akan dilalui dalam proses pengkuluran?
4. Metode apa saja yang digunaan dalam kultur jaringan? 
5. Media apa yang digunakan dalam kultur jaringan? 
6. Apa manfaat, kelebihan dan keuntungan dari kultur jaringan? 
7. Apa produk dari kultur jaringan itu? 
3. Tujuan Penulisan 
1. Mengetahui apa itu kultur jaringan 
2. Mengetahui prinsip- prinsip dalam suatukultur jaringan 
3. Mengetahui tahap – tahap yang akan dilalui dalam proses pengkuluran 
4. Mengetahui metode apa saja yang digunaan dalam kultur jaringan 
5. Mengetahui media apa yang digunakan dalam kultur jaringan 
6. Mengetahui manfaat, kelebihan dan keuntungan dari kultur jaringan 
7. Mengetahui produk dari kultur jaringan itu 
 BAB II ISI 
1.Kultur Jaringan 
Kultur jaringan adalah suatu metode untuk mengisolasi bagian dari tanaman seperti
protoplasma, sel, sekelompok sel, jaringan organ, serta menumbuhkannya dalam
kondisi aseptik, sehingga bagian-bagian tersebut dapat memperbanyak diri dan
beregenerasi menjadi tanaman utuh kembali. Pada mulanya, orientasi teknik kultur
jaringan hanya pada pembuktian teori totipotensi sel. Kemudian teknik kultur
jaringan berkembang menjadi sarana penelitian di bidang fisiologi tanaman dan
aspek-aspek biokimia tanaman. Dewasa ini, setelah mengalami banyak
perkembangan dan penyempurnaan, teknik kultur jaringan telah dipergunakan
dalam aspek indrustri (Syahmi,edi,2014.hal 28). Kultur jaringan sudah diketahui
sebagai metode baru dalam perbanyakan tanaman. Tanaman yang pertama berhasil
diperbanyak besar-besaran melalui kultur jaringan adalah anggrek. Menyusul
berbagai tanaman hias dan tanaman hortikultura lainnya, yang terakhir adalah
perbanyakan tanaman kehutanan. Jenis tanaman yang secara ekonomi
menguntungkan untuk diperbanyak secara kultur jaringan ( Livy,winata,1987.hal 5-
6). 
2.Teori Dasar Kultur Jaringan 
Teori yang mendasari teknik kultur jaringan adalah teori sel ole Schawann dan
Scheleiden (1838) yang menyatakan sifat totipotensi ( total genetic potential ) sel,
yaitu bahwa setiap sel tanaman yang hidup dilengkapi dengan informasi genetik dan
perangkat fisiologi yang lengkap untuk tumbuh berkembang menjadi tanaman utuh
jika kondisinya sesuai. Totipetensi adalah kemampuan setiap sel dari mana saja sel
tersebut diambil, apabila diletakkan dalam lingkungan yang sesuai akan tumbuh
menjadi tanaman yang sempurna. Aplikasi kultur jaringan pada awalnya ialah untuk
propagasi tanaman. Selanjutnya kultur jaringan lebih berkembang lagi untuk
menghasilkan tanaman yang bebas penyakit, koleksi plasma nutfah, memperbaiki
sifat genetika tanaman yang bermanfaat dari sel-sel yang dikulturkan
(Leqi.wordpress.com). 
3.Prinsip Dasar Kultur Jaringan 
Kultur jaringan merupakan suatu metode untuk mengisolasi bagian dari tumbuhan
seperti protoplasma, sekelompok sel, jaringan atau organ serta menumbuhkannya
dalam kondisi aseptik sehingga bagian-bagian tersebut dapat memperbanyak diri
dan beregenerasi menjadi tanaman lengkap kembali. Teori yang mendasari tehnik
kultur jaringan adalah teori sel oleh Schawann dan Scheleiden (1838) yang
menyatakan sifat totipotensi (total genetic potential) sel, yaitu bahwa setiap sel
tanaman yang hidup dilengkapi dengan informasi genetik dan perangkat fisiologis
yang lengkap untuk tumbuh dan berkembang menjadi tanaman utuh, jika kondisinya
sesuai. Prinsip Perbanyakan Melalui Kultur Jaringan Sangat Perlu Dalam Tanaman-
Tanaman: • persentase perkecambahan biji rendah • tanaman hibrida yang berasal
dari tetua yang tidak menunjukan male sterility • hibrida-hibrida yang unik •
perbanyakan pohon-pohon elit dan pohon untuk batang bawah • tanaman yang
selalu diperbanyak secara vegetatif seperti:kentang,pisang,strawberry dan
sebagainya,(Edi,2014) 
4.Syarat Pokok Pelaksanaan Kultur Jaringan 
Teknik kultur jaringan menuntut syarat-syarat tertentu yang harus dipenuhi dalam
pelaksanaannya. Syarat pokok pelaksanaan kultur jaringan adalah laboratorium
dengan segala fasilitasnya. Laboratorium harus menyediakan alat-alat kerja, sarana
pendukung terciptanya kondisi aseptik terkendali dan fasilitas dasar seperti, air listrik
dan bahar bakar,(Edi,2014). Pelaksanaan kultur jaringan memerlukan juga
perangkat lunak yang memenuhi syarat. Dalam melakukan pelaksanaan kultur
jaringan, pelaksana harus mempunyai latar belakang ilmu-ilmu dasar tertentu yaitu
botani, fisiologi tumbuhan ZPT, kimia dan fisika yang memadai. Pelaksana akan
berkecimpung dalam pekerjaan yang berhubungan erat dengan ilmu-ilmu dasar
tersebut. Pelaksana akan banyak berhubungan dengan berbagai macam bahan
kimia, proses fisiologi tanaman (biokimia dan fisika) dan berbagai macam pekerjaan
analitik. Kadang-kadang latar belakang pengetahuan tentang mikrobiologi, sitologi
dan histologi. Pelaksana juga dituntut dalam hal ketrampilan kerja, ketekunan dan
kesabaran yang tinggi . Pekerjaan kultur jaringan meliputi: persiapan media, isolasi
bahan tanam (eksplan), sterilisasi eksplan, inokulasi eksplan, aklimatisasi dan usaha
pemindahan tanaman hasil kultur jaringan ke lapang. Pelaksana harus bekerja
dengan teliti dan serius, karena setiap tahapan pekerjaan tersebut memerlukan
penanganan tersendiri dengan dasar pengetahuan tersendiri. 
5.Tahapan Kultur Jaringan 
a. Pembuatan Media 
Merupakan faktor penentu dalam perbanyakan dengan kultur jaringan. Komposisi
media yang digunakan tergantung dengan jenis tanaman yang akan diperbanyak.
Media yang digunakan biasanya terdiri dari garam mineral, vitamin, dan hormon.
Selain itu, diperlukan juga bahan tambahan seperti agar, gula, dan lain-lain. Zat
pengatur tumbuh(hormon) yang ditambahkan juga bervariasi, baik jenisnya maupun
jumlahnya, tergantung dengan tujuan dari kultur jaringan yang dilakukan. Media
yang digunakan juga harus disterilkan dengan cara memanaskannya dengan
autoklaf pada suhu 121°C selama 45 menit. 
b. Sterilisasi Eksplant Inisiasi Kultur (Culture Estabilishment) 
 Sterilisasi eksplan merupakan bagian yang paling sulit dalam proses produksi bibit
melalui kultur jaringan. Sterilisasi biasanya dilakukan dqlam beberapa tahap.
Pertama-tama eksplan dicuci dengan deterjen atau bahan pencuci lain, selanjutnya
direndam dalam bahan-bahan sterilan baik yang bersifat sistemik atau desinfektan.
Nahan-bahan yang biasa digunakan untuk sterilisasi antara lain clorox, kaporit, atau
sublimat. 
c. Penumbuhan eksplant dalam media cocok 
Setelah disterilkan eksplan ditumbuhkan dalam media kultur. Media yang banyak
digunakan sampai saat ini adalah Media MS. Untuk mengarahbiakan pada
organogenesis yang diinginkan, kedalam media ditambahkan zat pengatur tumbuh. 
d. Multipliksi atau Perbanyakan Planlet 
Proses penggandaan tanaman dimana tanaman di potong-potong pada bagian
tertentu menjadi ukuran yang lebih kecil kemudian ditanam kembali. Proses ini
dilakukan secara berulang setiap tanggal dan waktu tertentu. Pada setiap siklusnya
tanaman dopotong dan menghasilkan perbanyakan dengan tingkat RM (Rate of
Multiplication) tertentu yang berbeda-beda untuk setiap tanaman. 
e. Pemanjangan Tunas, Induksi dan Perkembangam Akar Merupakan proses
induksi (perangsangan) bagi sistem perakaran tanaman. 
Hasil dari proses ini adalah tanaman dari kondisi sempurna. Tahapan ini tidak
berlaku untuk semua jenis tanaman. Pengakaran adalah fase dimana planlet akan
menunjukkan adanya pertumbuhan akar yang mana biasanya hanya berupa
penambahan zat pemacu pertumbuhan dari golongan auksin. f. Aklimatisasi planlet
kelingkungan luar Aklimatisasi adalah proses penyesuaian planlet dari kondisi mikro
dalam botol (heterotrof) ke kondisi lingkungan luar(Hipma.2013). Melalui teknik kultur
jaringan dapat dilakukan manipulasi sebagai berikut : 1.Manipulasi jumlah kromosom
melalui bahan kimia atau meregenerasi jaringan tertentu dalam tanaman seperti :
endosperma yang mempunyai kromosom 3n. 2. Tanaman haploid dan double
haploid yang homogeneous melalui kultur anther atau mikrospora. 3. Polinasi in vitro
dan pertumbuhan embrio yang secara normal abortif. 4. Hibridisasi somatic melalui
teknik fusi protoplasma baik intraspesifik maupun interspesifik 5. Variasi somaklonal
6. Transfer DNA atau organel untuk memperoleh sifat tertentu (Edi.2014: 29) 

6.Mikropropagasi 
Perbanyakan mikro secara umum dapat diartikan sebagai usaha menumbuhkan
bagian tanaman dalam media aseptik kemudian memperbanyak bagian tanaman
tersebut sehingga dihasilkan tanaman sempurna dalam jumlah banyak.Tujuan
utamanya adalah memproduksi tanaman dalam jumlah besar dan waktu yang
singkat ( Edi,2015). Tahapan mikropropagasi ini yaitu: 1. Pembuatan kultur aseptik
Yaitu dimulai dari menyeleksian sumber eksplan, permudaan sumber eksplan,
pemeliharaan sumber eksplan, sterilisasi eksplan, inisiasi tunaa in vitro,penanganan
getah, 2. Multipliksai tunas 3. Induksi perakaran yang dilakukan secara invitro dan
exvitro 4. Aklimatisasi Manfaat Teknik Mikropropagasi Manfaat Mikropropagasi
dalam Pemuliaan Tanaman Teknik mikropropagasi dalam pemuliaan tanaman pada
umumnya digunakan antara lain, untuk: 1)Menghasilkan tanaman bebas penyakit
(nematoda, mycoplasma, viroid, virus,dan jamur) 2)Menghasilkan kultivar baru atau
tanaman superior, hybrid baru, seleksi dan klon lokal, dan genotip elit
3)Menghasilkan galur tetua jantan steril 4)Menghasilkan induksi mutan secara
spontan 5)Membuat variasi genetik. Selain manfaatnya tersebut, perbanyakan
dengan teknik kultur jaringan ini juga memiliki kelemahan antara lain agar usaha ini
berhasil diperlukan ketrampilan khusus, fasilitas pendukung produksi yang khusus,
diperlukan metode-metode khusus untuk mengoptimalkan produksi masing-masing
varietas tanaman dan spesies, dan karena metode yang dewasa ini tersedia
membutuhkan banyak tenaga kerja maka biaya produksinya umumnya tinggi. Selain
hal tersebut dapat terjadi variasi tanaman yang dihasilkan dari perbanyakan secara
invitro sehingga tanaman yang dihasilkan berbeda dengan induknya. Variasi ini
dikenal dengan istilah variasi somaklonal karena variasi muncul pada klon yang
dihasilkan dari organ-organ somatik (vegetatif). Hal ini dapat terjadi karena tanaman
terus menerus dan dalam waktu lama ditanam dan diperbanyak dalam media yang
mengandung hormon pertumbuhan tertentu. Variasi ini juga timbul bilamana eksplan
ditanam dalam media yang memungkinkan terbentuknya kalus. Pembelahan sel
yang sangat cepat pada kalus dapat mengakibatkan perubahan genetis sel-sel kalus
akibat penyimpangan informasi genetis yang diterima oleh masing-masing sel kalus
tersebut. Variasi somaklonal ini dapat dikurangi dengan cara: 1)Membatasi jumlah
sub-kultur dan perbanyakannya, 2)Menanam dalam medium tanpa hormon
pertumbuhan untuk satu atau dua periode sub kultur dan 3)Jika memungkinkan
menghindari perbanyakan melalui kultur kalus. Namun pada beberapa jenis
tanaman, terutama tanaman yang tidak bisa diperbanyak dengan stek dan sulit
dirangsang pembentukan tunas-tunas adventifnya maka kultur kalus yang
diregenerasikan melalui organogenesis dan embryogenesis merupakan alternatif
perbanyakan yang memungkinkan. Apabila variasi somaklonal tidak dapat dihindari,
perlu dilakukan pengujian sifat-sifat tanaman yang diregenerasikan sebelum klon
dijual secara komersial.
 b. Metode Perbanyakan Mikro Secara Invitro Metode perbanyakan vegetatif
tanaman secara invitro adalah merupakan pengembangan dari teknik-teknik
perbanyakan vegetatif yang telah dilakukan secara konvensional seperti stek,
layering dan cangkok. Tujuan perbanyakan konvensional, misalnya stek, adalah
merangsang terbentuknya organ adventif (akar pada stek batang, akar dan tunas
pada stek daun dan stek akar) pada bahan stek dan jumlah bibit yang diperoleh dari
satu bahan stek umumnya hanya satu. Pada perbanyakan vegetatif secara invitro
umumnya digunakan tidak hanya untuk merangsang terbentuknya organ tanaman
(akar, batang dan daun) namun juga memperbanyaknya sebelum tanaman kecil
(plantlet) ini dipindahkan dari tabung kultur ke lapangan. Metode yang dapat
dilakukan dalam mikropropagasi tanaman dilakukan secara bertahap sejak tahap
persiapan dan perlakukan stok tanaman (tahap 0) sampai tahap aklimatisasi (tahap
IV). Di atas telah dijelaskan bahwa mikropropagasi dilakukan dalam beberapa
tahapan. Tahapan-tahapan ini bukan hanya menjelaskan prosedur mikropropagasi,
namun juga menjelaskan saat perubahan pada lingkungan kultur misalnya
perubahan komposisi dan konsentrasi zat pengatur tumbuh yang digunakan dalam
media. Ada lima tahapan dalam mikropropagasi, yaitu: Tahap 0: tahap persiapan
(preparasi) Tahap 1: tahap induksi (pemacuan) Tahap 2: tahap multiplikasi
(perbanyakan) Tahap 3: tahap pengakaran Tahap 4: tahap transplantasi
(pemindahahan) ke media terrestrial. Tahap 0: persiapan (preparasi), seleksi dan
persiapan pohon induk Tahapan ini dilakukan sebelum eksplan diambil untuk
perbanyakan. Pohon induk yang akan digunakan sebagai sumber eksplan harus
dipilih secara hati-hati. Pohon ini adalah pohon dari spesies atau verietas yang akan
diperbanyak, mempunyai vigor yang sehat dan bebas dari gejala serangan hama
atau penyakit. Pohon induk atau bagian tanaman yang akan diambil sebagai eksplan
perlu diperlakukan khusus agar mikropropagasi berhasil. Perlakuan-perlakuan
tersebut antara lain : 1)Penanaman di green house atau pot untuk mengurangi
sumber kontaminan 2)Pemberian lingkungan yang sesuai atau perlakuan kimia
untuk meningkatkan kecepatan multiplikasi dalam kondisi invitro 3)Indexing atau
prosedur lain untuk mengetahui adanya penyakit sistemik oleh virus atau bakteri
4)Perangsangan pertumbuhan tunas-tunas dorman. Pada permulaan pengerjaan
kultur jaringan problem terbesar yang dihadapi adalah mengatasi kontaminasi.
Tempat pengambilan eksplan sangat berpengaruh terhadap besarnya resiko
kontaminasi oleh infeksi jamur. Eksplan yang diambil dari rumah kaca yang terjamin
kondisi kehegienisannya akan jauh dapat mengurangi resiko terkontaminasi oleh
infeksi jamur dibanding bila eksplan diambil dari lapangan. Namun ada yang lebih
sulit untuk menghindari kontaminasi terhadap bakteri, karena sering sulit untuk
membedakan apakah kontaminasi tersebut berasal dari bakteri endogin atau
eksogin. Idealnya tanaman induk yang akan dijadikan sebagai eksplan sebaiknya
ditanam di dalam rumah kaca yang terjaga kehegienisannya. Ini tidak hanya dapat
mereduksi populasi jumlah mikroorganisme yang hidup di permukaan tanaman,
tetapi juga membantu untuk memproduksi tanaman berkualitas. Pada tahap 0
termasuk juga beberapa intervensi yang dapat membuat eksplan lebih sesuai atau
lebih siap sebagai material awal. Faktor-faktor yang berpengaruh dalam tanaman
induk yang dimikropropagasi adalah cahaya, temperatur dan zat pengatur tumbuh.
Tahap 1 : tahap awal atau induksi (inisiasi) Tahap awal ini sangat penting dan
menentukan bagi keberhasilan mikropropagasi. Keberhasilan tahap ini pertama kali
terlihat dari keberhasilan penanaman eksplan pada kondisi aseptis (bebas dari
segala kontaminan) dan harus diikuti dengan pertumbuhan awal eksplan sesuai
tujuan penanamannya (misalnya: perpanjangan pucuk, pertumbuhan awal tunas,
atau pertumbuhan kalus pada eksplan). Setelah 1–2 minggu inkubasi, kultur yang
terkontaminasi oleh bakteri atau jamur (baik pada media maupun eksplannya)
dibuang. Tahap ini selesai dan kultur bisa dipindahkan ke tahap berikutnya bila
eksplan yang tidak terkontaminasi telah tumbuh sesuai dengan harapan (misalnya
tunas lateral atau tunas adventif tumbuh). Untuk eksplan yang mengalami
kontaminasi berat atau yang sulit untuk disterilisasi maka eksplan terlebih dahulu
dapat ditanam pada media inkubasi atau establishment yaitu media yang hanya
mengandung gula dan agar saja dengan tujuan untuk isolasi eskplan yang tidak
terkontaminasi sebelum diinisiasi pada tahap 1 mikropropagasi. Tujuan dari tahap ini
adalah memproduksi kultur axenic. Untuk kebanyakan pekerjaan mikropropagasi,
eksplan yang dipilih adalah tunas aksilar atau terminal. Faktor-faktor yang
berpengaruh pada keberhasilan pada tahap ini adalah: 1)Umur tanaman induk
2)Umur fisiologis dari eksplan 3)Tahap perkembangan dari eksplan 4)Ukuran dari
eksplan. Reaksi hipersensitif Ketika jaringan tanaman diekspos pada situasi stress
seperti luka mekanikal, metabolisme fenolik komplek terstimulasi. Intervensi ini
menyebabkan reaksi hipersensitif, seperti: 1)Melepaskan isi sel-sel yang rusak
2)Reaksi-reaksi di dalam sel-sel tetangganya tetapi tanpa menunjukkan gejala
adanya luka itu sendiri 3)Dan/atau mati prematur dari sel-sel yang spesifik dalam
lingkungan luka atau tempat infeksi. Pada umumnya metabolisme fenolik komplek
mempunyai 3 tipe reaksi dalam merespon stress atau luka, yaitu: 1)Oksidasi dari
terbentuknya fenolik komplek (munculnya senyawa quinon dan material
polymerisasi) 2)Pembentukan turunan monomerik 3)Pembentukan turunan polimer
fenolik. Pembentukan monomer fenolik di dalam jaringan dapat memacu untuk
mengakumulasi sejumlah besar produk, atau munculnya produk baru yang berperan
dalam mekanisme proteksi dari jaringan yang luka. Peranan dari pruduk ini dapat
membentuk pembatas fisik melawan invasi (seperti lignin), atau senyawa inhibitor
dari pertumbuhan mikrobia (seperti quinon atau fitoalexin). Umumnya, jaringan
mengandung senyawa fenolik komplek berkonsentrasi tinggi, maka jaringan tersebut
sulit untuk dikulturkan. Senyawa fenol adalah produk yang labil dan sangat mudah
teroksidasi dan fenol teroksidasi dapat menjadi fitotoksit. Strategi untuk mereduksi
atau menghilangkan senyawa fenolik komplek tersebut adalah: 1)Mencuci atau
membersihkan produk senyawa fenolik komplek dengan membersihkannya dengan
merendam kedalam air pada jangka yang panjang atau mengabsorbsinya dengan
arang aktif atau senyawa polyvinylpyrrolidone) 2)Menghambat kerja enzim fenolase
menggunakan agen khelat 3)Mereduksi aktifitas fenolase dan kemampuan substrat
dengan menggunakan pH rendah, dengan penambahan senyawa antioksidan
seperti: asam askorbat, asam sitrat atau menginkubasikan kultur di dalam ruang
gelap 4)Mereduksi terjadinya stress pada eksplan, terutama pada waktu sterilisasi
atau penanaman, induk tanaman yang higienis dapat mengurangi stress
5)Penggunaan mikroelemen tertentu dapat menstimulasi terbentuknya senyawa
fenol, seperti Mn2+ (berperan sebagai cofactor peroksidasi) dan Cu2+ (merupakan
bagian dari enzim fenolase komplek). Oleh karena itu untuk jaringan yang
menghasilkan fenolik komplek berlebihan disarankan untuk mengurangi konsentrasi
atau tidak menggunakan unsur tersebut dalam media. 6)Menginkubasikan kultur
dalam ruangan yang bersuhu rendah 7)Sebaiknya sebelum eksplan ditanam pada
media perlakuan ditempatkan pada media tanpa zat pengatur tumbuh untuk
mengurangi terjadinya pencoklatan atau penghitaman pada eksplan. Tahap 2: tahap
perbanyakan (multiplikasi) Tujuan dari tahapan ini adalah untuk memperoleh dan
memperbanyak tunas. Kultur axenik yang telah dihasilkan pada tahap 1 dan pada
tahap 2 dipindahkan pada media yang kaya akan sitokinin agar eksplan dapat
menghasilkan tunas yang banyak yang selanjutnya pada tahap 3 nanti tunas-tunas
tersebut dipindahkan pada media pengakaran untuk memacu pertumbuhan akar.
Pada tahap ini, eksplan dapat juga membentuk kalus (callogenesis) atau
membentuk tunas (caulogenesis). Pada pertumbuhan kalus sering dihasilkan
embrioid dan setiap embrioid nantinya akan membentuk individu tanaman baru
(somatic embriogenesis), atau kadang memproduksi meristemoid yang akan tumbuh
menjadi tunas (organogenesis). Callogenesis sering menimbulkan terjadinya aberasi
genetik yang dikenal dengan istilah variasi somaklonal, sehingga tanaman yang
dihasilkan tidak identik dengan tanaman induknya. Tunas yang diperoleh pada
tahapan ini digunakan sebagai bahan perbanyakan berikutnya, oleh karena itu pada
tahapan ini dilakukan banyak sub kultur untuk melipatgandakan jumlah plantlet yang
dihasilkan. Pada tahapan ini, tunas yang dihasilkan dipotong-potong dengan teknik
single-node/multiple node culture maupun dengan mengambil pucuknya sebagai
eksplan untuk perbanyakan. Bahan tersebut kemudian ditanam pada media baru
yang umumnya mengandung sitokinin pada konsentrasi yang lebih tinggi dari
auksin. Pada tahap ini dapat digunakan media cair (media tanpa agar), semi padat
maupun media padat. Dengan modifikasi media yang sesuai, tunas-tunas baru akan
tumbuh dari potongan eksplan. Tahapan ini umumnya dilakukan sebanyak 8–10 kali
sehingga akan dapat dihasilkan sejumlah besar tunas (ribuan tunas) dari satu
eksplan pada tahapan inisiasi. Tunas tersebut selanjutnya dibesarkan atau
diakarkan pada tahap mikropropagasi berikutnya. Tahap 3: persiapan plantlet
sebelum aklimatisasi (tahapan penangkaran) Tunas atau plantlet yang dihasilkan
dari tahapan ke 2 tersebut umumnya masih sangat kecil atau tunas yang belum
dilengkapi dengan akar sehingga belum mampu untuk mendukung pertumbuhannya
dalam kondisi invivo. Oleh karena itu, dalam tahap ini masing-masing plantlet yang
dihasilkan ditumbuhkan untuk pembesaran, pengakaran dan perangsangan aktifitas
fotosintesisnya. Teknik untuk mendapatkan plantula yang siap untuk di pindahkan ke
media terrestrial pada tahap 4 antara lain, adalah: 1) Media untuk pengakaran dan
perpanjangan tunas. Media perakaran yang digunakan tanpa penambahan zat
pengatur tumbuh. Kluster tunas yang dihasilkan pada tahap 2 disimpan pada media
tanpa ZPT dengan kelembaban yang sangat tinggi 2) Individu tunas (propagul)
disubkultur ke media dengan mengurangi konsentrasi atau tanpa penambahan
sitokinin dan menambah konsentrasi auksin serta kadang dengan mengurangi
konsentrasi senyawa anorganik. Pada beberapa jenis tanaman pengakaran dapat
dilakukan dengan cara menempakan tunas hasil tahap 2 (propagul) diletakkan pada
aerasi media cair lebih baik dari pada pada media padat. Atau dengan cara
memindahkan propagul ke media yang berisi auksin selama 1-2 hari, kemudian
disubkultur lagi ke media tanpa auksin (induksi akar dipacu oleh adanya auksin,
tetapi pertumbuhan akar dapat dihambat oleh keberadaan auksin dalam media).
Atau propagul dicelupkan dalam larutan pangakaran (auksin) sebentar dan
selanjutnya ditanam dalam medium tanpa auksin 3) Tahapan pemanjangan ini dapat
ditempuh dengan cara meletakkan propagul pada medium agar tanpa sitokinin atau
dengan konsentrasi yang sangat rendah selamas 2-4 minggu. Pada beberapa
tanaman menggunakan penambahan GA3 dalam medium. Selanjutnya propagul
dipindahkan ke media lainnya seperti teknik sebelumnya 4) Penggunaan media
praaklimatisasi dan lingkungan kultur dengan penyinaran yang lebih intensitas
cahayanya untuk perangsangan aktifitas fotosintesis misalnya penggunaan media
dengan konsentrasi gula rendah/tanpa gula, penambahan intensitas cahaya, dan
perlakuan dengan carbon dioksida. Tahap 4 : aklimatisasi Tahapan aklimatisasi ini
adalah tahap pemindahan plantet dari kondisi invitro ke kondisi invivo. Tahap ini
sangat penting dan harus dilakukan secara hati-hati, karena jika tidak dilakukan
dengan baik maka sebagian besar plantet yang dihasilkan dapat mati/musnah.
Plantlet dikeluarkan dari botol dan agar yang melekat pada akarnya dibersihkan,
direndam dalam larutan fungisida, lalu ditanam dalam kompos atau medium porous
yang bersih untuk merangsang pembentukan akar-akar serabutnya. Untuk
mencegah kematian plantlet akibat transpirasi, plantlet disungkup dengan plastik
atau ditempatkan pada ruangan dengan kelembaban tinggi, dengan suhu ruangan
dan diletakkan ditempat yang ternaungi dengan intensitas cahaya 30%. Pada kasus
tertentu, daun tanaman disemprot dengan anti transpirant (misalnya Abscicic acid)
untuk mencegah penguapan yang terlalu besar dari daun. Secara perlahan,
kelembaban dikurangi dan intensitas cahaya ditambah untuk merangsang
fotosintesis. Gambar. Teknik Mikropropagasi: dari eksplan diinisiasi langsung untuk
membentuk multiplikasi tunas; eksplan dapat berasal dari jaringan meristem, pucuk
atau tunas samping (sumber: Taji, Kumar & Lakshmanan, 2002). Faktor-faktor yang
Berpengaruh pada Keberhasilan Mikropropagasi 1)Genotip tanaman Salah satu
faktor yang sangat mempengaruhi pertumbuhan dan morfogenesis eksplan dalam
kultur invitro adalah genotip tanaman asal eksplan diisolasi. Hasil-hasil penelitian
menunjukkan bahwa respon masing-masing eksplan tanaman sangat bervariasi
tergantung dari spesies, bahkan varietas, atau tanaman asal eksplan tersebut.
Pengaruh genotip ini umumnya berhubungan erat dengan faktor-faktor lain yang
mempengaruhi pertumbuhan eksplan, seperti kebutuhan nutrisi, zat pengatur
tumbuh, dan lingkungan kultur. Oleh karena itu, komposisi media, zat pengatur
tumbuh dan lingkungan pertumbuhan yang dibutuhkan oleh masing-masing varietas
tanaman bervariasi meskipun teknik kultur jaringan yang digunakan sama.
Perbedaan respon genotip tanaman tersebut dapat diamati pada perbedaan eksplan
masing-masing varietas untuk tumbuh dan beregenerasi. Masing-masing varietas
tanaman berbeda kemampuannya dalam merangsang pertumbuhan tunas aksilar,
baik jumlah tunas maupun kecepatan pertumbuhan tunas aksilarnya. Hal serupa
juga terjadi pada pembentukan kalus, laju pertumbuhan kalus serta regenerasi kalus
menjadi tanaman lengkap baik melalui pembentukan organ-organ adventif maupun
embrio somatik. Regenerasi dan perkembangan organ adventif dan embrio somatik
juga sangat ditentukan oleh varietas tanaman induk. Perbedaan pengaruh genetik ini
disebabkan karena perbedaan kontrol genetik dari masing-masing varietas serta
jenis kelamin tanaman induk. 2)Media kultur Perbedaan komposisi media, komposisi
zat pengatur tumbuh dan jenis media yang digunakan akan sangat mempengaruhi
pertumbuhan dan regenerasi eksplan yang dikulturkan. a)Komposisi media.
Perbedaan komposisi media, seperti jenis dan komposisi garam-garam anorganik,
senyawa organik, zat pengatur tumbuh sangat mempengaruhi respon eksplan saat
dikulturkan. Perbedaan komposisi media biasanya sangat mempengaruhi arah
pertumbuhan dan regenerasi eksplan. Meskipun demikian, media yang telah
diformulasikan tidak hanya berlaku untuk satu jenis eksplan dan tanaman saja.
Beberapa jenis formulasi media bahkan digunakan secara umum untuk berbagai
jenis eksplan dan varietas tanaman, seperti media MS. Namun ada juga beberapa
jenis media yang diformulasikan untuk tanaman-tanaman tertentu misalnya WPM,
VW dll. Media-media tersebut dapat digunakan untuk berbagai tujuan seperti
perkecambahan biji, kultur pucuk, kultur kalus, regenerasi kalus melalui
organogenesis dan embriogenesis. Media yang dibutuhkan untuk perkecambahan
biji, perangsangan tunas-tunas aksilar umumnya lebih sederhana dibandingkan
dengan media untuk regenerasi kalus baik melalui organogenesis maupun
embryogenesis. b)Komposisi hormon pertumbuhan. Komposisi dan konsentrasi
hormon pertumbuhan yang ditambahkan dalam media sangat mempengaruhi arah
pertumbuhan dan regenerasi eksplan yang dikulturkan. Komposisi dan konsentrasi
hormon pertumbuhan yang ditambahkan ke dalam media kultur sangat tergantung
dari jenis eksplan yang dikulturkan dan tujuan pengkulturannya. Konsentrasi hormon
pertumbuhan optimal yang ditambahkan ke dalam media tergantung pula dari
eksplan yang dikulturkan serta kandungan hormon pertumbuhan endogen yang
terdapat pada eksplan tersebut. Komposisi yang sesuai ini dapat diperkirakan
melalui percobaan-percobaan yang telah dilakukan sebelumnya disertai percobaan
untuk mengetahui komposisi hormon pertumbuhan yang sesuai dengan kebutuhan
dan arah pertumbuhan eksplan yang diinginkan. Hormon pertumbuhan yang
digunakan untuk perbanyakan secara invitro adalah golongan auksin, sitokinin,
giberelin, dan growth retardant. Auksin yang umum dipakai adalah IAA (Indole Acetic
Acid), IBA (Indole Butyric Acid), NAA (Naphtalena Acetic Acid), dan 2,4-D (2,4-
dichlorophenoxy Acetic Acid). Selain itu beberapa peneliti pada beberapa tanaman
menggunakan juga CPA (Chlorophenoxy Acetic Acid). Sitokinin yang banyak dipakai
adalah Kinetin (Furfuryl Amino Purine), BAP/BA (Benzyl Amino Purine/Benzyl
Adenine), 2 i-P (2-isopentenyl Adenin). Beberapa sitokinin lainnya yang juga
digunakan adalah zeatin, thidiazuron dan PBA (6(benzylamino)-9-(2-
tetrahydropyranyl)-9H-purine). Hormon pertumbuhan golongan giberellin yang paling
umum digunakan adalah GA3, selain itu ada beberapa peneliti yang menggunakan
GA4 dan GA7, sedangkan growth retardant yang sering digunakan adalah
Ancymidol, Paraclobutrazol dan TIBA, AbA dan CCC. c)Keadaan fisik media. Media
yang umum digunakan dalam kultur jaringan adalah medium padat, medium semi
padat dan medium cair. Keadaan fisik media akan mempengaruhi pertumbuhan
kultur, kecepatan pertumbuhan dan diferensiasinya. Keadaan fisik media ini
mempengaruhi pertumbuhan antara lain karena efeknya terhadap osmolaritas
larutan dalam media serta ketersediaan oksigen bagi pertumbuhan eksplan yang
dikulturkan. Media yang umum digunakan dalam mikropropagasi adalah media
semi-solid (semi padat) dengan cara menambahkan agar. Media semi padat ini
digunakan karena beberapa alasan antara lain: eksplan yang kecil mudah terlihat
dalam media padat; selama kultur eksplan tetap berada pada orientasi yang sama;
eksplan berada di atas permukaan media sehingga tidak diperlukan teknik aerasi
tambahan pada kultur; orientasi pertumbuhan tunas dan akar tetap; dan kalus tidak
pecah seperti jika ditempatkan pada media cair. Namun penambahan agar dalam
beberapa kasus dapat menghambat pertumbuhan karena: agar mungkin
mengandung senyawa penghambat yang dapat menghambat morfogenesis
beberapa kultur atau memperlambat pertumbuhan kultur; eksudasi fenolik dari
eksplan terserap oleh media yang menempel dengan eksplan sehingga dapat
mempengaruhi pertumbuhan eksplan; agar harus dicuci bersih dari akar sebelum
diaklimatisasi; dan perlu waktu yang lebih banyak untuk mencuci gelas kultur
misalnya botol-botol harus diautoclave untuk melarutkan agar sebelum dicuci.
3)Lingkungan Tumbuh a)Suhu. Tanaman umumnya tumbuh pada lingkungan
dengan suhu yang tidak sama setiap saat, misalnya pada siang dan malam hari
tanaman mengalami kondisi dengan perbedaan suhu yang cukup besar. Keadaan
demikian bisa dilakukan dalam kultur invitro dengan mengatur suhu siang dan
malam di ruang kultur, namun laboratorium kultur jaringan selama ini mengatur suhu
ruang kultur yang konstan baik pada siang maupun malam hari. Umumnya
temperatur yang digunakan dalam kultur invitro lebih tinggi dari kondisi suhu invivo.
Tujuannya adalah untuk mempercepat pertumbuhan dan morfogenesis eksplan.
Pada sebagian besar laboratorium, suhu yang digunakan adalah konstan, yaitu 25°C
(kisaran suhu 17-32°C). Tanaman tropis umumnya dikulturkan pada suhu yang
sedikit lebih tinggi dari tanaman empat musim, yaitu 27°C (kisaran suhu 24-32°C).
Bila suhu siang dan malam diatur berbeda, maka perbedaan umumnya adalah 4-
8°C, variasi yang biasa dilakukan adalah 25°C siang dan 20°C malam, atau 28°C
siang dan 24°C malam. Meskipun hampir semua tanaman dapat tumbuh pada
kisaran suhu tersebut, namun kebutuhan suhu untuk masing-masing jenis tanaman
umumnya berbeda-beda. Tanaman dapat tumbuh dengan baik pada suhu
optimumnya. Pada suhu ruang kultur dibawah optimum, pertumbuhan eksplan lebih
lambat, namun pada suhu diatas optimum pertumbuhan tanaman juga terhambat
akibat tingginya laju respirasi eksplan. b) Kelembaban relatif. Kelembaban relatif
dalam botol kultur dengan mulut botol yang ditutup umumnya cukup tinggi, yaitu
berkisar antara 80-99%. Jika mulut botol ditutup agak longgar maka kelembaban
relatif dalam botol kultur dapat lebih rendah dari 80%. Sedangkan kelembaban relatif
di ruang kultur umumnya adalah sekitar 70%. Jika kelembaban relatif ruang kultur
berada dibawah 70% maka akan mengakibatkan media dalam botol kultur (yang
tidak tertutup rapat) akan cepat menguap dan kering sehingga eksplan dan plantlet
yang dikulturkan akan cepat kehabisan media. Namun kelembaban udara dalam
botol kultur yang terlalu tinggi menyebabkan tanaman tumbuh abnormal yaitu daun
lemah, mudah patah, tanaman kecil-kecil namun terlampau sukulen. Kondisi
tanaman demikian disebut vitrifikasi atau hiperhidrocity. Sub-kultur ke media lain
atau menempatkan planlet kecil ini dalam botol dengan tutup yang agak longgar,
tutup dengan filter, atau menempatkan silica gel dalam botol kultur dapat membantu
mengatasi masalah ini. c) Cahaya. Seperti halnya pertumbuhan tanaman dalam
kondisi invivo, kuantitas dan kualitas cahaya, yaitu intensitas, lama penyinaran dan
panjang gelombang cahaya mempengaruhi pertumbuhan eksplan dalam kultur
invitro. Pertumbuhan organ atau jaringan tanaman dalam kultur invitro umumnya
tidak dihambat oleh cahaya, namun pertumbuhan kalus umumnya dihambat oleh
cahaya. Pada perbanyakan tanaman secara invitro, kultur umumnya diinkubasikan
pada ruang penyimpanan dengan penyinaran. Tunas-tunas umumnya dirangsang
pertumbuhannya dengan penyinaran, kecuali pada teknik perbanyakan yang diawali
dengan pertumbuhan kalus. Sumber cahaya pada ruang kultur ini umumnya adalah
lampu flourescent (TL). Hal ini disebabkan karena lampu TL menghasilkan cahaya
warna putih, selain itu sinar lampu TL tidak meningkatkan suhu ruang kultur secara
drastis (hanya meningkat sedikit). Intensitas cahaya yang digunakan pada ruang
kultur umumnya jauh lebih rendah (1/10) dari intensitas cahaya yang dibutuhkan
tanaman dalam keadaan normal. Intensitas cahaya dalam ruang kultur untuk
pertumbuhan tunas umumnya berkisar antara 600-1000 lux. Perkecambahan dan
inisiasi akar umumnya dilakukan pada intensitas cahaya lebih rendah. Selain
intensitas cahaya, lama penyinaran atau photoperiodisitas juga mempengaruhi
pertumbuhan eksplan yang dikulturkan. Lama penyinaran umumnya diatur sesuai
dengan kebutuhan tanaman sesuai dengan kondisi alamiahnya. Periode terang dan
gelap umumnya diatur pada kisaran 8-16 jam terang dan 16-8 jam gelap tergantung
varietas tanaman dan eksplan yang dikulturkan. Periode siang/malam (terang/gelap)
ini diatur secara otomatis menggunakan timer yang ditempatkan pada saklar lampu
pada ruang kultur. Dengan teknik ini penyinaran dapat diatur konstan sesuai
kebutuhan tanaman. 4) Kondisi Eksplan Pertumbuhan dan morfogenesis dalam
mikropropagasi sangat dipengaruhi oleh keadaan jaringan tanaman yang digunakan
sebagai eksplan. Selain faktor genetis eksplan yang telah disebutkan di atas, kondisi
eksplan yang mempengaruhi keberhasilan teknik mikropropagasi adalah jenis
eksplan, ukuran, umur dan fase fisiologis jaringan yang digunakan sebagai eksplan.
Meskipun masing-masing sel tanaman memiliki kemampuan totipotensi, namun
masing-masing jaringan memiliki kemampuan yang berbeda-beda untuk tumbuh dan
beregenerasi dalam kultur jaringan. Oleh karena itu, jenis eksplan yang digunakan
untuk masing-masing kultur berbeda-beda tergantung tujuan pengkulturannya. Umur
eksplan sangat berpengaruh terhadap kemampuan eksplan tersebut untuk tumbuh
dan beregenerasi. Umumnya eksplan yang berasal dari jaringan tanaman yang
masih muda (juvenil) lebih mudah tumbuh dan beregenerasi dibandingkan dengan
jaringan yang telah terdiferensiasi lanjut. Jaringan muda umumnya memiliki sel-sel
yang aktif membelah dengan dinding sel yang belum kompleks sehingga lebih
mudah dimodifikasi dalam kultur dibandingkan jaringan tua. Oleh karena itu, inisiasi
kultur biasanya dilakukan dengan menggunakan pucuk-pucuk muda, kuncup-kuncup
muda, hipokotil, inflorescence yang belum dewasa, dll. Jika eksplan diambil dari
tanaman dewasa, rejuvenilisasi tanaman induk melalui pemangkasan atau
pemupukan dapat membantu untuk memperoleh eksplan muda agar kultur lebih
berhasil. Ukuran eksplan juga mempengaruhi keberhasilan kultur. Eksplan dengan
ukuran kecil lebih mudah disterilisasi dan tidak membutuhkan ruang serta media
yang banyak, namun kemampuannya untuk beregenerasi juga lebih kecil sehingga
dibutuhkan media yang lebih kompleks untuk pertumbuhan dan regenerasinya.
Sebaliknya semakin besar eksplan, maka semakin besar kemungkinannya untuk
membawa penyakit dan makin sulit untuk disterilkan, membutuhkan ruang dan
media kultur yang lebih banyak. Ukuran eskplan yang sesuai sangat tergantung dari
jenis tanaman yang dikulturkan, teknik dan tujuan pengkulturannya. Macam-macam
Mikropropagasi 1) Produksi tanaman dari tunas-tunas aksilar Produksi tanaman
dengan merangsang terbentuknya tunas-tunas aksilar merupakan teknik
mikropropagasi yang paling umum dilakukan. Ada 2 (dua) metode produksi tunas
aksilar yang dilakukan yaitu kultur pucuk (shoot culture atau shoot-tip culture) dan
kultur mata tunas (satu mata tunas: single-node culture; lebih dari satu mata tunas:
multiple-node culture). Kedua teknik kultur ini berdasarkan pada prinsip
perangsangan terbentuknya atau munculnya tunas-tunas samping dengan cara
mematahkan dominasi apikal dari meristem apikal. 2) Kultur pucuk (shoot culture
atau shoot-tip culture) Kultur pucuk (shoot culture) adalah teknik mikropropagasi
yang dilakukan dengan cara mengkulturkan eksplan yang mengandung meristem
pucuk (apikal dan lateral) dengan tujuan perangsangan dan perbanyakan tunas-
tunas/cabang-cabang aksilar. Tunas-tunas aksilar tersebut selanjutnya diperbanyak
melalui prosedur yang sama seperti eksplan awalnya dan selanjutnya diakarkan dan
ditumbuhkan dalam kondisi invivo. Istilah yang digunakan untuk teknik kultur pucuk
ini tergantung dari eksplan yang digunakan. Jika eksplan yang digunakan adalah
ujung pucuk-pucuk apikal (panjang ±20 mm) saja maka tekniknya disebut sebagai
shoot-tip culture, namun bila eksplan yang digunakan adalah ujung pucuk apikal
beserta bagian tunas lain dibawahnya disebut sebagai shoot culture. Besar kecilnya
eksplan yang digunakan mempengaruhi keberhasilan kultur pucuk. Semakin kecil
eksplan, semakin kecil kemungkinannya untuk terkontaminasi oleh mikroorganisme
namun semakin kecil juga kemampuannya untuk beregenerasi dan memperbanyak
diri. Sebaliknya, semakin besar eksplan yang digunakan maka semakin besar
kemampuannya untuk beradaptasi dalam kondisi invitro, namun makin besar juga
kemungkinannya untuk terkontaminasi, makin banyak kebutuhannya akan media
dan makin besar wadah/botol kultur yang diperlukan. Oleh karena itu perlu diketahui
ukuran eksplan yang sesuai untuk masing-masing varietas dan spesies tanaman.
Pertumbuhan pucuk, inisiasi dan perbanyakan tunas aksilar yang dihasilkan
umumnya dirangsang dengan cara menambahkan hormon pertumbuhan (umumnya
sitokinin) ke dalam media pertumbuhannya. Perlakuan ini dapat merangsang
pertumbuhan tunas samping dan mematahkan dominasi apikal dari pucuk yang
dikulturkan. Selain itu, dominasi apikal juga dapat dihilangkan dengan perlakuan-
perlakuan lain misalnya pemangkasan daun-daun yang terdapat pada buku-buku
tunas atau meletakkan eskpan dalam posisi horisontal. Tunas-tunas aksilar yang
dihasilkan selanjutnya digunakan sebagai stek miniatur bagi proses perbanyakan
berikutnya. Dengan teknik ini dan disertai dengan sub kultur dapat diperoleh banyak
sekali plantet dari satu eksplan. Dengan membatasi jumlah sub kultur sampai
maksimal 8–10 kali dapat diperoleh klon tanaman yang true-to-type. 3) Kultur mata
tunas/Single-node atau multiple-node culture (Invitro Layering) Kultur mata tunas ini
merupakan salah satu teknik invitro yang digunakan untuk perbanyakan tanaman
dengan merangsang munculnya tunas-tunas aksilar dari mata tunas yang
dikulturkan. Seperti halnya kultur pucuk, eksplan yang digunakan dalam kultur mata
tunas dapat berasal dari tunas lateral, tunas samping atau bagian dari batang yang
mengandung satu atau lebih mata tunas (mengandung satu atau lebih buku).
Dikenal dua teknik kultur mata tunas yaitu eksplan yang mengandung mata tunas
lebih dari satu ditanam secara horisontal di atas medium padat (teknik invitro
layering) atau tiap buku yang mengandung satu mata tunas dipotong-potong dan
ditanam secara terpisah dalam tiap-tiap botol kultur. Seperti halnya teknik kultur
pucuk, pertumbuhan tunas-tunas aksilar juga berdasarkan pada prinsip pematahan
dominasi apikal. Oleh karena itu, pertumbuhan tunas-tunas aksilar ini terjadi jika
eksplan (mata tunas) ditanam pada media yang mengandung sitokinin dalam
konsentrasi cukup tinggi sehingga sitokinin ini dapat menghentikan dominasi pucuk
apikal dan menyebabkan berkembangnya tunas-tunas aksilar. Tunas aksilar yang
terbentuk selanjutnya dipisah-pisahkan dan dapat langsung ditanam pada media
pengakaran sehingga diperoleh tanaman baru yang sempurna atau digunakan
kembali sebagai bahan tanam untuk perbanyakan selanjutnya. Tunas-tunas tersebut
selanjutnya diakarkan, diaklimatisasi dan selanjutnya ditanam di lapangan. 4)
Induksi pembentukan tunas dari meristem bunga Meristem bunga dapat juga
dirangsang untuk membentuk tunas-tunas vegetatif dalam kondisi invitro. Eksplan
yang digunakan adalah inflorescence bunga yang belum matang (immature
inflorescences) yaitu yang belum membentuk organ-organ kelamin jantan dan
betinanya. Penggunaan infloresence yang telah dewasa akan menghasilkan
pembentukan organ bunga bukan kuncup vegetatif. 5) Inisiasi langsung tunas
adventif Tunas adventif adalah tunas yang terbentuk dari eksplan pada bagian yang
bukan merupakan tempat asal terbentuknya (bukan dari mata tunas atau buku).
Tunas-tunas adventif ini dapat terbentuk langsung dari eksplan tanpa melalui proses
terbentuknya kalus terlebih dahulu. Teknik ini merupakan salah satu teknik
mikropropagasi yang juga banyak dilakukan dan dapat menghasilkan plantlet dalam
jumlah jauh lebih banyak dari teknik terdahulu (pembentukan tunas aksilar). Proses
pembentukan tunas adventif langsung dari jaringan eksplan seperti akar, pucuk dan
bunga disebut organogenesis. Terjadinya organogenesis dipacu oleh adanya
komponen-komponen seperti medium, komponen endogen selama eksplan mulai
dikulturkan, dan senyawa-senyawa yang terbawa selama inisiasi eskplan. Selain itu
organogenesis dipacu juga oleh keberadaan zat pengatur tumbuh eksogen di dalam
medium. Sebagai contoh rasio antara auksin yang tinggi: sitokinin akan menginduksi
eksplan kearah pembentukan akar pada kalus tanaman tembakau tetapi sebaliknya
jika pemberian auksin rendah: sitokinin akan memacu kearah tunas. Tunas dan akar
terbentuk pada beberapa lapis sel tipis pada eksplan beberapa spesies oleh adanya
perbedaan konsentrasi antara auksin dan sitokinin. Inisiasi akar dapat dipacu
dengan penambahan NAA dan zeatin dan pembentukan tunas dipacu dengan
penambahan sitokinin seperti zeatin atau benzylaminopurine tanpa penambahan
auksin. Menurut Torrey (1966 dalam Dodds dan Roberts, 1983) membuat hipotesis
bahwa organogenesis dari kalus diinisiasi dengan pembentukan kluster sel-sel
meristem (meristemoid) mampu merespon pada faktor-faktor dalam jaringan untuk
memproduksi primordium. Inisiasi pembentukan akar, tunas dan embrioid juga
dipengaruhi oleh faktor-faktor internal alamiah. Beberapa faktor yang berpengaruh
terhadap rhizogenesis termasuk auksin, karbohidrat, pencahayaan, dan fotoperiode.
Pada beberapa kultur jaringan auksin memacu pembentukan akar, sedangkan
adanya auksin eksogen dapat menghambatnya dan rhizogenesis dapat distimulasi
oleh anti-auksin. Keberhasilan pembentukan tunas adventif secara langsung ini
sangat tergantung pada bagian tanaman yang digunakan sebagai eksplan serta
sangat dipengaruhi oleh spesies atau varietas tanaman asal eskplan tersebut. Pada
tanaman yang responsif, hampir semua bagian tanaman (daun, akar, batang,
meristem, dll.) dapat dirangsang membentuk organ adventif, namun pada tanaman
lainnya tunas adventif ini hanya dapat terbentuk pada bagian-bagian tanaman
tertentu saja seperti umbi lapis, embryo atau kecambah. Seperti halnya teknik
mikropropagasi lainnya, tunas adventif secara langsung ini terbentuk melalui
serangkaian tahap mulai inisiasi (Tahap 1). Setelah eksplan berada pada kondisi
aseptis dan tunas mulai tumbuh, eksplan dapat langsung disubkulturkan ke media
perbanyakan (atau media yang sama dengan inisiasi: tergantung varietas) untuk
memperbanyak tunas-tunas adventif dari mata tunas adventif yang telah terbentuk
pada tahap sebelumnya. Tunas-tunas tersebut selanjutnya dipisahkan, diakarkan
dan diaklimatisasi untuk memproduksi tanaman lengkap dan utuh yang dapat
tumbuh dalam keadaan alamiah. 6) Somatik embryogenesis langsung Embrio
aseksual atau embrio somatik (somatic embryo) adalah embrio yang terbentuk
bukan dari penyatuan sel-sel gamet jantan dan betina atau dengan kata lain embrio
yang terbentuk dari jaringan vegetatif/somatik. Embrio ini dapat terbentuk dari
jaringan tanaman yang dikulturkan tanpa melalui proses yang dikenal dengan nama
somatic embryogenesis. Jika proses ini terbentuk langsung pada eksplan tanpa
melalui proses pembentukan kalus terlebih dahulu, maka prosesnya disebut somatic
embryogenesis langsung (direct somatic embryogenesis). 7) Pembentukan organ
penyimpan cadangan makanan mikro Beberapa jenis tanaman dapat
dikembangbiakan secara vegetatif dengan menggunakan organ penyimpanan
seperti tuber, rhizome, bulbus, dll. Organ-organ penyimpanan ini juga bisa dihasilkan
pada tanaman-tanaman yang memang secara alamiah memproduksi organ
penyimpanan tersebut. Teknik untuk mendapatkan organ penyimpanan ini sangat
bervariasi tergantung pada jenis jaringan yang dikulturkan. Organ penyimpanan
mikro ini dapat digunakan sebagai bibit untuk penanaman langsung di lapangan atau
ditanam untuk produksi umbi-umbi bibit (http://bit.ly/copynwin). 7.Metode
Perbanyakan Mikro Secara Invitro 
Metode perbanyakan vegetatif tanaman secara invitro adalah merupakan
pengembangan dari teknik-teknik perbanyakan vegetatif yang telah dilakukan secara
konvensional seperti stek, layering dan cangkok. Tujuan perbanyakan konvensional,
misalnya stek, adalah merangsang terbentuknya organ adventif (akar pada stek
batang, akar dan tunas pada stek daun dan stek akar) pada bahan stek dan jumlah
bibit yang diperoleh dari satu bahan stek umumnya hanya satu. Pada perbanyakan
vegetatif secara invitro umumnya digunakan tidak hanya untuk merangsang
terbentuknya organ tanaman (akar, batang dan daun) namun juga
memperbanyaknya sebelum tanaman kecil (plantlet) ini dipindahkan dari tabung
kultur ke lapangan (Adriana,2010). 
8.Metode kultur jaringan (berdasar media tanam) 
Metode padat 
 Tujuan : mendapatkan kalus dan kemudian dengan medium diferensiasi yang
berguna untuk menumbuhkan akar dan tunas sehingga kalus dapat tumbuh menjadi
planlet. Merupakan media yang mengandung semua komponen kimia yang
dibutuhkan oleh tanaman dan kemudian dipadatkan dengan menambahkan zat
pemadat ( agar-agar batangan maupun bubuk ). Metode padat dapat digunakan
untuk metode kloning, untuk menumbuhkan protoplas setelah diisolasikan, untuk
menumbuhkan planlet dari protokormus stelah dipindahkan dari suspensi sel, dan
untuk menumbuhkan planlet dari prtoplas yang sudah difusikan (digabungkan)
(Adriana,2010).
Metode cair 
Penggunaan metode cair ini kurang praktis dibandingkan dengan metode padat,
karena untuk menumbuhkan kalus langsung dari ekspaln sangat sulit sehingga
keberhasilannya sangat kecil dan hana tanaman-tanaman tertentu yang dapat
berhasil. Oleh karena itu, penggunaan media cair lebih ditekankan untuk suspensi
sel, yaitu untuk menumbuhkan plb (protocorm like bodies). Dari protokormus ini
nantinya dapat tumbuh menjadi planlet apabila dipindahkan kedalam media padat
yang sesuai.Pembuatan media cair jauh lebih cepat daripada media padat, karena
kita tidak p erlu memanaskannya untuk melarutkan agar-agar. Media cair juga tidak
memerlukan zat pemadat sehingga keadaannya tetap berupa larutan nutrein
(Adriana,2010). 
9.Media Kultur Jaringan 
Media merupakan faktor penentu dalam perbanyakan dengan kultur jaringan.
Komposisi media yang digunakantergantung dengan jenis tanaman yang akan
diperbanyak. Media yang biasa digunakan terdiri dari garam mineral ,vitamin, dan
hormon.selain itu,diperlukan juga bahan tambahan seperti agar-agar,gula,dan lain-
lain. Za pengatur tumbuh ( hormon)yang ditambahkan juga bervariasi, baik itu
jenisnya maupun jumlahnya yang tergantung dengan tujuan dari kultur jaringan itu
sendiri. Media yang digunakan yang telah jadi, ditempatkan pada tabung reaksi atau
botol kaca.dimana media yang digunakan harus disterilkan dengan cara
memanaskannya dengan alat yaitu autoklaf (Purwantara, 2012). Komponen utama
penyusun media kultur jaringan yaitu : • Air destilasi Air destilasi adalah air yang
dihasilkan dari penyulingan, dimana air tersebut merupakan air bebas mineral atau
senyawa organik ( Purwantara, 2012). • Garam mineral Hara Makro: C,H,O,
N,S,P,K,Ca,Mg Mikro : Fe,Mn,B,Zn, Cu,Mo,Cl dan Co. Unsur hara makro & mikro
diberikan dalam bentuk Garam anorganik pada media.Perbaikan pada penambahan
garam mineral NO3 & Mio-inositol (vit.tanaman) untuk mem perbaiki pertumbuhan
Thiamine(B1) yang paling sering dan penting digunakan. Piridoksin ( B 6 ) ,
as.nikotianat untuk kultur akar. K Menunjang pertumbuhan kalus,pertumbuhan
pucuk dan embriogenesis pada banyak tanaman. • Sumber karbon: glukosa 2-4%
dan sukrosa (terbaik) • Vitamin : Tiamin, piridoksin,as.nikotinat dan mio-inositol. &
Vit.E juga dapat merangsang pembentukan kalus dalam kultur embrio jagung. •
Pengatur tumbuh: untuk menginduksi pembelahan sel Auksin :
IAA,NAAmorfogenesis & Meningkatkan sintesis etilen (Suliatiani,E dan
Ahmad,S.2012).  Menginduksi pertumbuhan tunas apikal  Menginduksi kalus 
Menginduksi akar 2,4-Diklrofenoksi- asetat(2,4-D) dimana ia digunakan untuk
merangsang pertumbuhan kalus. Peranan auksin dalam teknik kultur jaringan :
Sitokinin : kinetin, benziladenin(BA), 6-benzilaminopurin (BAP) Sangat penting
dalam pembelahan sel dan morfogenesis. Konsentrasi sitokinin yang terlalu tinggi ,
akan merusak pertumbuhan tanaman. Karena menyebabkan pertumbuhan tunas
tidak normal. Gliberilin kadang membantu morfogenesis Sitokinin yg biasa
digunakan : Kinetin, Zeatin, ZiP,BAP & BA (benzyladenine ) ( Purwantara, 2012). •
Pelengkap organik: dapat merangsang laju pertumbuhan sel. ( Anita,2008).
Biasanya, komposisi media yang digunakan adalah sebagai berikut : • Ammonium
nitrate (NH4NO3) 1,650 mg/l • Boric acid (H3BO3) 6.2 mg/l • Calcium chloride
(CaCl2 • H2O) 440 mg/l • Cobalt chloride (CoCl2 • 6H2O) 0.025 mg/l • Magnesium
sulfate (MgSO4 • 7H2O) 370 mg/l • Cupric sulfate (CuSO4 • 5H2O) 0.025 mg/l •
Potassium phosphate (KH2PO4) 170 mg/l • Ferrous sulfate (FeSO4 • 7H2O) 27.8
mg/l • Potassium nitrate (KNO3) 1,900 mg/l • Manganese sulfate (MnSO4 • 4H2O)
22.3 mg/l • Potassium iodine (KI) 0.83 mg/l • Sodium molybdate (Na2MoO4 • 2H2O)
0.25 mg/l • Zinc sulfate (ZnSO4 • 7H2O) 8.6 mg/l • Na2EDTA • 2H2Oa 37.2 mg/lb
(Sugiarto,2015). Selain komponen utama dibutuhkan juga bahan tambahan dlam
media kultur ini . Bahan pemadat media yang paling banyak digunakan adalah agar
agar mengandung Ca,Mg,K dan Na.Keuntungan pemakaian agar-agar : 1.membeku
pd suhu 45 C dan cair pd suhu 100 C. 2.Tidak dicerna oleh enzim tanaman. 3.Tdk
bereaksi dgn penyusun media yang lain.Konsentrasi agar-agar : 0,1-1,0%
Konsentrasi agar yang terlalu tinggi dapat mengurangi difusi persenyawaan dari dan
ke arah eksplan sehingga pengambilannya kurang sedangkan zat penghambat dari
eksplan tetap berkumpul disekitar eksplan. ( Anita,2008) . 
Media semi padat ini digunakan karena beberapa alasan antara lain: eksplan yang
kecil mudah terlihat dalam media padat; selama kultur eksplan tetap berada pada
orientasi yang sama; eksplan berada di atas permukaan media sehingga tidak
diperlukan teknik aerasi tambahan pada kultur; orientasi pertumbuhan tunas dan
akar tetap; dan kalus tidak pecah seperti jika ditempatkan pada media cair. Namun
penambahan agar dalam beberapa kasus dapat menghambat pertumbuhan karena:
agar mungkin mengandung senyawa penghambat yang dapat menghambat
morfogenesis beberapa kultur atau memperlambat pertumbuhan kultur; eksudasi
fenolik dari eksplan terserap oleh media yang menempel dengan eksplan sehingga
dapat mempengaruhi pertumbuhan eksplan; agar harus dicuci bersih dari akar
sebelum diaklimatisasi dilakukan (Adriana,2010). 10. Manfaat, Kelemahan dan
Keuntungan Kultur Jaringan Manfaat Kultur Jaringan • Melestarikan sifat tanaman
induk • Menghasilkan tanaman yang memiliki sifat sama • Menghasilkan tanaman
baru dalam jumlah banyak dalam waktu yang singkat • Dapat menghasilkan
tanaman yang bebas virus • Dapat dijadikan sarana untuk melestarikan plasma
nutfah • Untuk menciptakan varietas baru melalui rekayasa genetika. Sel yang telah
direkayasa dikembangkan melalui kultur jaringan sehingga menjadi tanaman baru
secara lengkap • Pelaksanaannya tidak tergantung pada musim. • Mendapatkan
tanaman baru dalam jumlah banyak dalam waktu yang relatif singkat, yang
mempunyai sifat fisiologi dan morfologi sama persis dengan induknya. • Dapat
diperoleh sifat-sifat tanaman yang dikehendaki • Metabolit sekunder tanaman segera
didapat tanpa perlu menunggu tanaman dewasa • Produksi tanaman bebas virus
dengan teknik kultur meristem. • Pelestarian plasma nutfah tanaman juga dapat
dilakukan dengan teknik kultur jaringan dengan penyimpanan untuk jangka panjang.
• Untuk dapat menghasilkan tanaman dengan jumlah banyak dan beragam. •
Perbanyakan tanaman secara besar-besaran telah dibuktikan keberhasilannya pada
perkebunan kelapa sawit dan tebu. • Usaha yang paling tepat untuk melestarikan
tanaman yang terancam punah. • Kultur jaringan juga mempunyai manfaat yang
besar dibidang farmasi, karena dari usaha ini dapat dihasilkan metabolit skunder
upaya untuk pembuatan obat-obatan. • Melalui perbanyakan vegetatif dengan kultur
jaringan ternyata juga berpengaruh terhadap devisa negara. Misalnya, dengan
terlaksananya ekspor tanaman anggrek ke negara lain, maka akan menaikkan
devisan negara dibidang pertanian. Kelemahan Kultur Jaringan • Diperlukan biaya
awal yang relatif tinggi • Hanya mampu dilakukan oleh orang-orang tertentu, karena
memerlukan keahlian khusus • Bibit hasil kultur jaringan memerlukan proses
aklimatisasi, karena terbiasa dalam kondisi lembap dan aseptik. Keuntungan Kultur
Jaringan • Pengadaan bibit tidak tergantung musim • Bibit dapat diproduksi dalam
jumlah banyak dengan waktu yang relatif lebih cepat (dari satu mata tunas yang
sudah respon dalam 1 tahun dapat dihasilkan minimal 10.000 planlet/bibit) • Bibit
yang dihasilkan seragam • Bibit yang dihasilkan bebas penyakit (menggunakan
organ tertentu) • Biaya pengangkutan bibit relatif lebih murah dan mudah • Dalam
proses pembibitan bebas dari gangguan hama, penyakit, dan deraan lingkungan •
Dapat diperoleh sifat-sifat yang dikehendaki • Metabolit sekunder tanaman segera
didapat tanpa perlu menunggu tanaman dewasa,( http://hotjen-
siallagan.blogspot.com/2010/04/kultur-jaringan.html) 11.
Produk Kultur Jaringan Perbanyakan tanaman melalui teknik kultur jaringan
memeiliki beberapa keuntungan, yaitu diperolehnya bibit yang seragam dalam
jumlah besar. Teknik ini sangat bermanfaat untuk tanaman-tanaman yang
diperbanyak secara vegatatif. Adapun tanaman yang telah berhasil diperbanyak
antara lain tanaman hias (misal: anggrek dan mawar), tanaman obat (misal:
purwoceng dan bidara upas), tanaman berkayu (misal: jati dan cendana), serta
tanaman buah-buahan (misal: pisang dan manggis). Indonesia memiliki kekayaan
plasma nutfah yang besar yang perlu dilestarikan. Pelestarian di alam secara
konvensional menghadapi kedala hilangnya tanaman tersebut akibat kondisi
lingkungan. Penyimpanan secara kultur jaringan memberikan alternatif pemecahan
kendala tersebut, terutama untuk tanaman yang diperbanyak secara vegetatif.
Penyimpanan secara kultur jaringan dapat dilakukan dengan menggunakan teknik
pertumbuhan minimal (minimal growth) dan kriopreservasi. Perbanyakan tanaman
melalui kultur jaringan diaplikasikan terutama pada tanaman-tanaman yang sulit
dikembangbiakan secara generatif, akan dieksploitasi secara besar-besaran (seperti
lada, jahe, pisang, jati, kapolaga, panili, abaka, berbagai tanaman obat dan tanaman
hortikultura, pada tanaman tahunan penyerbuk silang, (seperti jambu mente,
cengkeh, melinjo, asam dan kapuk), pada berbagai tanaman tahunan seperti
tanaman kehutanan (jati, cendana) dan tanaman buah-buahan. Pada tanaman-
tanaman tersebut perbanyakan melalui kultur jaringan, bila berhasil dapat lebih
menguntungkan karena sifatnya akan sama dengan induknya, seragam, dalam
waktu yang singkat bibit dapat diproduksi dalam jumlah banyak dan bebas penyakit.
Contoh-Contoh Produk Kultur Jaringan 1. Kultur Jaringan Pada Tanaman Pisang
Tumbuhan pisang dapat dengan mudah dikulturkan dengan cara : • Kultur kalus
Kultur tunas → lebih mudah propagasi • Kelebihan : - Bebas patogen tertentu kecuali
penyakit virus : BBTV dan mosaic - Relatif seragam • Kelemahan : Kurang tahan
penyakit karena terbiasa diperlakukan penuh nutrisi. • Eksplan Syarat-syarat eksplan
yang baik: 1. Berasal dari induk yang sehat dan subur. 2. Berasal dari induk yang
diketahui jenisnya 3. Tempat tumbuh pada lingkungan yang baik. 4. kurang tunas
optimal sekitar 5 cm tingginya (biasanya ukuran tunas yang bisa dipakai sebagai
eksplan adalah tunas yang berukuran antara 5 – 10 cm), bukan tunas yang baru
tumbuh atau yang sudah kelewat besar. 5. Untuk pisang kapok sering tunas perlu
digali lebih dalam dari dalam tanah. 6. Untuk pisang jenis lain baiknya tunas yang
kelihatan dari tanah 7. Tunas langsung diproses sesegar mungkin dan bila terpaksa
jangan dimasukkan ke dalam kulkas. Contoh eksplan pisang 2. Produk Kultur
Jaringan Estie's Orchid Dunia penganggrekkan sampai saat ini merupakan salah
satu peluang agribisnis yang sangat menjanjikan.Hal tersebut dibuktikan dengan
adanya permintaan anggrek yang semakin meningkat, baik bibit maupun anggrek
yang sudah berbunga. Estie's Orchid merupakan salah satu produsen tanaman
anggrek khususnya Kultur Jaringan di Kota Depok. Estie's Orchid mempunyai
beberapa produk antara lain : 1. bibit anggrek botolan kultur jaringan 2. bibit anggrek
botolan hibridisasi 3. seedling 4. kompot 5. tanaman anggrek remaja 6. tanaman
anggrek berbunga Gambar produk pada Anggrek 3. Produk Kultur Jaringan Manggis
(Garcinia mangostana L.) adalah tanaman tropis yang mempunyai prospek cerah
sebagai komoditas ekspor. Dari tahun ke tahun, ekspor manggis terus meningkat.
Menurut Tridjaya (2003), pada tahun 1999 volume ekspor manggis tercatat
sebanyak 4.743 ton dengan nilai US$ 3.887.816 dan pada tahun 2000 meningkat
menjadi 7.182 ton dengan nilai US$ 5.885.038 atau sekitar 44% dari total ekspor
buah-buahan di Indonesia. Tanaman manggis di sentra produksi tidak tumbuh
berkelompok secara monokultur tetapi bercampur dengan pohon-pohon lain dan
umumnya sudah tua umurnya. Peremajaan belum banyak dilakukan karena
lambatnya pertumbuhan dan lamanya tanaman mulai berbuah. Perbanyakan melalui
biji menghadapi berbagai kendala. Tanaman manggis berasal dari biji baru dapat
dipanen buahnya pertama kali setelah berumur 15-17 tahun. Biji manggis bersifat
rekalsitran sehingga biji tidak dapat bertahan lama dan perbanyakan tidak dapat
dilakukan sepanjang tahun. Perbanyakan tanaman manggis secara vegetatif masih
belum berhasil dengan baik. Tanaman yang diperbanyak vegetatif mempunyai
ukuran yang bervariasi, lemah, tumbuh sangat lambat, dan tidak mampu
mempercepat waktu pembungaan (Normah et al. 1995; Cruz 2001). Perbanyakan
tanaman manggis dari bibit susuan pada semai manggis dengan tanaman manggis
yang sudah berbuah dapat menyebabkan tanaman berbuah pada umur enam tahun.
Cara perbanyakan demikian membutuhkan banyak cabang entris. Perbanyakan
melalui sambung pucuk telah dilakukan dengan keberhasilan 48%. Perbanyakan
manggis dengan cara in vitro diharapkan dapat menyediakan bibit manggis secara
masal, seragam, dan sepanjang tahun. Penelitian di Malaysia menunjukkan bahwa
media MS ditambah BA memberikan multiplikasi tunas terbaik. Tujuan penelitian
adalah memperoleh teknik perbanyakan tanaman manggis melalui kultur in vitro
dengan tingkat multiplikasi tunas dan formasi akar, serta tingkat keberhasilan
aklimatisasi yang tinggi. gambar kultur jaringan pada Manggis (Hipma. 2013) 
BAB III KESIMPULAN DAN SARAN 
1.Kesimpulan 
Dari rumusan diatasa dapat disimpulkan: • Kultur jaringan adalah suatu metode
untuk mengisolasi bagian dari tanaman seperti protoplasma, sel, sekelompok sel,
jaringan organ, serta menumbuhkannya dalam kondisi aseptik, sehingga bagian-
bagian tersebut dapat memperbanyak diri dan beregenerasi menjadi tanaman utuh
kembali. • Tahapan pembuatan kultur jaringan yaitu dimulai dari pembuatan media,
sterilisasi eksplant, penumbhan eksplan, multiplikasi, pemanjangan tunas, induksi
dan perkembangam akar, aklimatisasi plantlet. • Metode yang dapat dilakuka yaitu
metode perbanyakan mikro, metodepadat dan cair • Media yangdigunakan harus
mengandung garam mineral, menggunakan air destilasi, vitamin, serta hormone ZPT
juga bahan tambahan seperti agar-agar. • Kelebihan dan keuntungan dari kultur
jaringan ini yaitu kita dapat memperolek hasil produksi tanaman kultur dengan cepat
dalam jumlah yang banyak. Sedangkan kelemahan dari kultur jaringan ini
memerlukan dana awal yang cukup besar, dan hanya dapat dilakukan oleh ahli. •
Produk dari kultur jaringan ini seperiti pada pisang, anggrek, dan manggis. 
2.Saran 
 Saran yang dapat diberikan penulis dalam hal kultur jaringan ini, hendaknya kita
dapat mengapresiasikannya dalam kehidupan dengan cara langsung melakukan
praktik lapangan. Serta bagi parapembaca maupun penulis untuk tidak hanya
terfokus pada makalah ini dalam perihal pengetahuan mengenai kultur jaringan,
namun alangkah baiknya jika mencari literature lain yang dapat mendukung atau
lebih melengkapi materi makalah ini. 

Anda mungkin juga menyukai