Anda di halaman 1dari 15

TUGAS PERBAIKAN

(KEBEBASAN DAN TANGGUNG JAWAB)

Dosen Pengampu : Nur Azezah, M.Pd

DESTA EMILIA
190261048
Ekonomi Syariah 1B

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM (STAI) TULANG BAWANG


TAHUN PELAJARAN
2019/2020
 Pengertian Kebebasan
Ada banyak pengertian ‘kebebasan’ dan pengertian yang paling
sederhana dan klasik adalah ‘tidak adanya larangan.’ Meskipun demikian,
konsep dasar ‘kebebasan’ juga harus memperhatikan ‘tidak adanya
intervensi’ dari kebebasan yang telah dilakukan tersebut terhadap
kebebasan orang lain. Jadi ada dua kebebasan yang seimbang, yakni
bebas untuk melakukan dan bebas untuk tidak diintervensi oleh tindakan
tersebut.
Didalam konteks hubungan antara pemerintah dan warga negara,
kebebasan ini lebih menekankan pada tidak adanya intervensi atau
larangan dari negara terhadap kebebasan warga negaranya. Kebebasan
warga negara tidak boleh diintervensi baik oleh kebijakan yang diambil
oleh pemerintah maupun produk perundang-undangan sekalipun. Praktik-
praktik yang mengandung unsur ‘intervensi’ terhadap kebebasan individu
harus memperhatikan asas proporsionalitas untuk menghindari praktik-
praktik yang diskriminatif. Oleh karena itu,  kebebasan untuk memiliki
semua hak yang telah diatur didalam hak asasi manusia harus diberikan
oleh negara kepada semua individu yang ada didalam wilayah
kedaulatannya.
Lebih jauh, Kamus John Kersey mengartikan bahwa ‘kebebasan’ adalah
sebagai ‘kemerdekaan, meninggalkan atau bebas meninggalkan.’ Artinya,
semua orang bebas untuk tidak melakukan atau melakukan suatu hal.
Pengertian yang lebih banyak memiliki unsur-unsur hukum bisa dilihat dari
definisi ‘kebebasan’ dari Kamus Hukum Black. Menurut Black,
‘kebebasan’ diartikan sebagai sebuah kemerdekaan dari semua bentuk-
bentuk larangan kecuali larangan yang telah diatur didalam undang-
undang. Kesimpulannya adalah manusia mempunyai hak
untuk bebas selama hak-hak tersebut tidak bertentangan dengan larangan
yang ada didalam hukum. Berkaitan dengan pendapat sebelumnya bahwa
larangan atau intervensi hanya boleh dilakukan dengan memperhatikan
asas proporsionalitas dan non diskriminasi.
Berdasarkan definisi-definisi tersebut diatas, kebebasan didalam hak
asasi manusia adalah kebebasan untuk meninggalkan atau mengerjakan
sesuatu hal seperti yang telah diatur didalam instrumen-instrumen
internasional tentang hak asasi manusia. Dalam kaitannya dengan
kebebasan beragama, setiap individu mempunyai kebebasan seperti yang
diatur didalam instrumen internasional seperti hak untuk menganut,
berpindah, mempertahankan atau tidak memeluk suatu keyakinan apapun
seperti yang telah diatur didalam instrumen internasional tentang hak atas
kebebasan beragama.
Memang kebebasan manusia harus diatur didalam perundang-undangan.
Tetapi jika ternyata sebuah produk perundang-undangan tersebut
mengandung intervensi yang diskriminatif, maka selayaknya perundang-
undangan itu tidak bisa diterapkan. Ini dikarenakan dimensi kebebasan
tersebut akan terbatasi oleh peraturan-peraturan yang bisa
menghilangkan kebebasan manusia.
Isaiah Berlin membedakaan ‘kebebasan’ dalam dua bentuk, yaitu
kebebasan dalam bentuk yang positif dan kebebasan dalam bentuk yang
negatif. Kebebasan dalam bentuk yang positif artinya ‘apa atau siapa’
yang bertindak sebagai sumber hukum, yang bisa menentukan seseorang
untuk menjadi, melakukan atau mendapatkan sesuatu ‘kebebasan.’
Sedangkan kebebasan dalam bentuknya yang negatif bersinggungan
dengan ruang lingkup dimana seseorang harus dihormati atau dilindungi
untuk menjadi atau melakukan sesuatu seperti yang dikehendakinya
tanpa ada paksaan atau larangan dari pihak lain. Kebebasan dalam arti
yang negatif ini sesuai dengan pengertian kebebasan dari Kamus Kersey
sedangkan kebebasan dalam bentuknya yang positif lebih condong ke
pengertian yang diajukan oleh Kamus Hukum Black.
 
Instrumen internasional hak asasi manusia yang mengatur kebebasan
positif adalah Kovenan Hak Sipil dan Politik. Pasal 2 (3) dari Kovenan
tersebut berbunyi;
setiap negara anggota Kovenan ini berjanji:
1. a) Menjamin bahwa setiap orang yang hak-hak atau kebebasannya
diakui dalam Kovenan ini dilanggar, harus memperoleh upaya
pemulihan yang efektif, walaupun pelanggaran tersebut dilakukan
oleh orang-orang yang bertindak dalam kapasitas resmi;
2. b) Menjamin, bahwa setiap orang yang menuntut upaya pemulihan
tersebut harus ditentukan hak-haknya itu oleh lembaga peradilan,
administratif, atau legislatif yang berwenang, atau oleh lembaga
berwenang lainnya yang diatur oleh sistem hukum negara tersebut,
dan untuk mengembangkan segala kemungkinan upaya
penyelesaian peradilan;
3. c) Menjamin, bahwa lembaga yang berwenang tersebut harus
melaksanakan penyelesaian hukum apabila dikabulkan
Negara, didalam konteks ini bebas melakukan semua jenis kebijakannya
selama tidak melanggar hak dan kebebasan warga negaranya. Ketika
kebijakan tersebut melanggar, maka negara berdasarkan aturan yang ada
di pasal 2 (3) Kovenan berkewajiban untuk menyediakan seperangkat
kebijakan lainnya untuk memulihkan pelanggaran tersebut.
Oleh karena itu, ketentuan hukum dari instrumen internasional dan
penafsiran dari badan-badan yang berwenang terdiri dari peraturan-
peraturan yang menentukan seseorang untuk melakukan sesuatu hal atau
menjadi seperti yang dia inginkan. Kebebasan dalam bentuknya yang
positif menekankan ‘konsep kebebasan’ sebagai sebuah ‘bentuk
kebebasan yang menentukan’ seseorang untuk bisa mengatur bentuk-
bentuk kehidupan manusia yang diinginkannya. Contohnya, sebuah
produk perundang-undangan, kebijakan pemerintah, moralitas atau nilai-
nilai yang mengatur tentang jenis-jenis tindakan yang bisa dilakukan oleh
seseorang digolongkan sebagai sebuah sumber hukum yang berisi unsur
kebebasan positif.
Sedangkan kebebasan dalam bentuknya yang negatif terdiri dari unsur
‘bebas untuk’ melakukan semua hal yang bisa membuat seseorang
menjadi ‘manusia yang bebas.’ Hukum, moralitas atau nilai-nilai sosial
yang mengatur tentang dilarangnya semua jenis intervensi mengandung
unsur kebebasan negatif. Aturan-aturan tersebut melindungi hak
seseorang untuk bebas dari semua bentuk intervensi yang dapat
mengganggu kebebasannya. Misalnya, aturan hukum yang melarang
intervensi negara yang bisa mengganggu kebebasan individu-individu
didalam jurisdiksinya. Berdasarkan konsep kebebasan negatif ini,
kebebasan setiap individu untuk menjadi atau melakukan apa yang
mereka inginkan harus dilindungi dan dijamin oleh negara. Beberapa cara
yang bisa dilakukan adalah untuk menjamin hak tersebut adalah melalui
perundang-undangan. Selain itu, perlindungan hukum tersebut harus
dibuktikan dengan tindakan nyata pemerintah berupa kebijakan-kebijakan
negara yang ditujukan untuk menegakan hukum.
Kebebasan dalam bentuknya yang negatif juga bisa dilihat dari Komentar
Umum Komite HAM lainnya yang menyatakan bahwa negara-negara
anggota harus menahan diri untuk melakukan pelanggaran terhadap hak-
hak yang diatur didalam kovenan. Pembatasan-pembatasan dalam bentuk
apapun oleh negara yang bisa mengakibatkan terganggunya hak asasi
yang diakui oleh Kovenan tidak dibenarkan oleh hukum. Hal ini
dikarenakan sifat dan ruang lingkup hak asasi manusia adalah universal,
melintasi batas-batas norma-norma yang ada di masyarakat seperti
tradisi, agama dan budaya. Oleh karena itu, negara-negara anggota harus
memberikan kebebasan secara penuh kepada warga negaranya atau
warga negara asing yang berdomisili di wilayah kedaulatannya untuk
menikmati hak-hak fundamental dan hak-hak lainnya seperti yang diatur
didalam instrumen internasional tentang hak asasi manusia.
 
Berkenaan dengan kebebasan dalam bentuk yang positif, pasal tersebut
mengharuskan negara anggota Kovenan untuk ‘berjanji’ didalam
menjamin hak dan kebebasan yang diatur didalam Kovenan. Klausul
‘berjanji’ didalam terminologi hukum adalah negara harus tunduk kepada
ketentuan yang ada didalam sebuah perundang-undangan yang
mengikatnya. Artinya, negara yang meratifikasi Kovenan ini diwajibkan
untuk menjaga dan memberikan hak dan kebebasan semua individu-
individu yang ada didalam wilayah hukumnya.
Sedangkan mengenai kebebasan dalam bentuk yang negatif, pasal ini
mewajibkan negara untuk menghargai dan menghormati hak asasi
manusia di wilayah kedaulatannya, bukan saja untuk warga negaranya
melainkan juga terhadap warga negara asing yang ada didalam jurisdiksi
kedaulatan negaranya. Jika kebebasan dalam bentuk yang positif lebih
menekankan pada peran aktif pemerintah didalam menjamin hak dan
kebebasan individu melalui perundang-undangan dan tindakan nyata,
kebebasan dalam bentuknya yang negatif lebih menekankan pada
‘ketidak adanya’ intervensi pemerintah terhadap hak dan kebebasan
individu. Negara harus bisa menahan diri untuk tidak mencampuri
kebebasan individu yang telah diatur didalam Kovenan. Salah satu
sebabnya adalah hak dan kebebasan tersebut merupakan manifestasi
dari hukum alam atau memuat unsur-unsur jus cogens yang sudah
senyatanya dimiliki oleh setiap individu.
Didalam memberikan hak asasi manusia, negara juga harus
memperhatikan karakter dasar hak asasi manusia dan status manusia
sebagai dua prasyarat untuk mendapatkan hak asasi manusia. Dua
prasyarat tersebut utama terebut saling terkait dan tidak bisa dipisahkan
didalam kerangka penegakan hak asasi manusia. Artinya, ketika status
manusia sebagai makhluk yang bermartabat dihargai dan dihormati, maka
seseorang telah memiliki hak asasi manusia. Begitu juga sebaliknya jika
manusia telah memiliki hak asasi manusia, maka martabatnya telah
dihormati dan dihargai. Dalam arti lain, tidak menghargai martabat
manusia sama halnya telah melanggar hak asasi manusia orang tersebut.
 Jenis-jenis kebebasan
1) Kebebasan untuk diterima orang lain (sosial),artinya Kebebasan yang
tidak menghina dan melampui kebebasan orang lain. Tidak mengambil
hak orang lain dan juga kebebasan yang bertanggung jawab bukan
kebebasan yang seenaknya tanpa aturan.
2) Kebebasan untuk menentukan diri kita sendiri (eksistensial),artinya
kebebasan seseorang untuk menentukan kegiatan dan perilaku
seseorang dan ambil keputusan dan mengintropeksi diri sendiri untuk
menjadi lebih baik dari sebelum
3) Kebebasan fisik makhluk-makhluk yang berjuang secara sadar
(manusia dan binatang) dan bahkan tumbuh-tumbuhan , meskipun
dalam derajat yang lebih rendah menikmati kebebasan fisik sejauh
rintangan-rintangan eksternal yang bersifat fisik atau material tidak
menghalangi makhluk-makhluk tersebut.
4) Kebebasan Moral, dalam arti luas : Tercapai karena kemampuan untuk
menentukan sendiri sesuatu tanpa di hambat oleh sebab luar misalnya
(ancaman-ancaman) yang bertindak secara batin (interior) pada pikiran
(dengan jalan imajinasi)
Dalam arti sempit : Tercapai karena kemampuan untuk memutuskan
sendiri sesuatu tanpa berpapasan dengan kewajiban yang
bertentangan ( misalnya pergi ke bioskop)
5) Kebebasan Psikologis, tidak mengecualikan tetapi sesungguhnya
mengandaikan pembatasan pembatasan psikis dan kewajiban-
kewajiban moral.Kebebasan ini tercapai karena kemampuan
menentukan sendiri sesuatu tanpa tekanan-tekanan psikis mana pun,
yang mendahului keputusan yang akan memaksa secara jelas
kehendak dalam satu jurusan yang sudah di tentukan. Deengan kata
lain, Kebebasan Psikologis tercapai karena kemampuan “untuk
memilih sebagaimana seseoang inginkan” tanpa keunggulan tertentu
dari yang batinlah atas lahiriah, yang tidak ada dalam dunia inorganis,
seseorang tidak pantas menyebut “bebasan”
6) Kebebasan yang dapat dimengerti, tercapai karena fakta bahwa
kehendak, yang tidak tergantung pada semua pengaruh dorongan
indera, ditentukan oleh akal budi murni belaka.Sejauh ditentukan oleh
akalbudi murni sendiri, kehendak menaati imperatif kategoris dan
karenanya secara niscaya merupakan kehendak moral. Dalam dunia
yang tampak kehendak mampu menjadi efektif (Inilah satus-atunya
postulat akalbudi praktis) karena kausalitasnya yang dapat dimengerti
seakan-akan berdiri didalam hubungan diagonal dengan serangkaian
penampakan kausal yang niscaya. Kant gagal melihat bahwa akalbudi
yang seimbang,meskipun selalu condong kepada nilai-nilai moral.
Tidak secara niscaya menentukan bahwa nilai-nilai moral ini akan
direalisir dengan satu cara. Dia tidak berhasil melihat bahwa nilai
objektif keinginan-keinginan sensual tidak meniscayakan
akalbudi.Kecocokan (compatibility) kausalitas intelijibel dan empiris
hanya mungkin bila kausalitas empiris tidak niscaya secara mutlak.
7) Kebebasan Eksistensial, kebebasan yang menyeluruh yang
menyangkut seluruh pribadi manusia dan tidak terbatas pada salah
satu aspek saja. Kebebasan ekstensial adalah kebebasan tertinggi.
Kebebasan ekstensial adalah konteks etis. Kebebasan ini terutama
merupakan suatu ideal atau cita-cita yang bisa memberi arah dan
makna kepada kehidupan manusia.
Orang yang bebas secara eksistensial seolah-olah “memiliki dirinya
sendiri.” Ia mencapai taraf otonomi, kedewasaan, otentisitas dan
kematangan rohani. Ia lepas dari segala alienasi atau keterasingan,
yakni keadaan di mana manusia terasing dari dirinya dan justru tidak
“memiliki” dirinya sendiri. Kebebasan ini selalu patut dikejar, tapi jarang
akan terealisasi sepenuhnya.
8) Kebebasan Yuridis, kebebasan ini berkaitan dengan hukum dan harus
dijamin oleh hukum. Kebebasan yuridis merupakan sebuah aspek dari
hak-hak manusia. Sebagaimana tercantum pada Deklarasi Universal
tentang Hak-hak Asasi Manusia (HAM), yang dideklarasikan oleh PBB
tahun 1948.
Kebebasan dalam artian ini adalah syarat-syarat fisis dan sosial yang
perlu dipenuhi agar kita dapat menjalankan kebebasan kita secara
konkret. Kebebasan yuridis menandai situasi kita sebagai manusia.
Kebebasan ini mengandalkan peran negara, yang membuat undang-
undang yang cocok untuk keadaan konkret.
9) Kebebasan Sosial Politik, dalam perspektif etika, kebebasan juga bisa
dibagi antara kebebasan sosial-politik dan kebebasan individual.
Subyek kebebasan sosial-politik –yakni, yang disebut bebas di sini—
adalah suatu bangsa atau rakyat. Kebebasan sosial-politik sebagian
besarnya merupakan produk perkembangan sejarah, atau persisnya
produk perjuangan sepanjang sejarah.
 
 Pengertian tanggung jawab
Tanggung jawab menurut kamus umum Bahasa Indonesia adalah,
keadaan wajib menanggung segala sesuatunya. Sehingga bertanggung
jawab menurut kamus Bahasa Indonesia adalah berkewajiban
menanggung, memikul jawab,mananggung segala sesuatunya, atau
memberikan jawab dan menanggung akibatnya.
Tanggung jawab adalah kesadaran manusia akan tingkah laku atau
perbuatan yang disengaja maupun yang tidak di sengaja. Tanggung jawab
juga berarti berbuat sebagai perwujudan kesadaran akan kewajibannya.
Tanggung jawab itu bersifat kodrati, artinya sudah menjadi bagian
kehidupan manusia, bahwa setiap manusia pasti dibebani dengan
tanggung jawab. Apabila ia tidak mau bertanggung jawab, maka ada pihak
lain yang memaksakan tanggung jawab itu. Dengan demikian tanggung
jawab itu dapat dilihat dari dua sisi, yaitu dari sisi pihak yang berbuat dan
dari sisi kepentingan pihak lain.
Tanggung jawab adalah ciri manusia beradab (berbudaya). Manusia
merasa bertanggung jawab karena ia menyadari akibat baik atau buruk
perbuatannya itu, dan menyadari pula bahwa pihak lain memerlukan
mengabdian atau pengorbanannya. Untuk memperoleh atau
meningkatkan kesadaran bertanggung jawab perlu ditempuh usaha
melalui pendidikan, penyuluhan, keteladanan, dan takwa kepada Tuhan
Yang Maha Esa.

 Jenis-jenis tanggung jawab.


Tanggung jawab itu dapat dibedakan menurut keadaan manusia atau
hubungan yang dibuatnya, atas dasar ini, lalu dikenal beberapa jenis
tanggung jawab, yaitu :
1) Tanggung Jawab Terhadap Diri Sendiri
Tanggung jawab terhadap diri sendiri menuntut kesadaran setiapp
orang untuk memenuhi kewajibannya sendiri dalam
mengembangkan kepribadian sebagai manusia pribadi. Dengan
demikian bisa memecahkan masalah-masalah kemanusian
mengenai dirinya sendiri. Contohnya: Rudi membaca sambil
berjalan. Meskipun sebentar-bentar ia melihat ke jalan tetap juga ia
lengah dan terperosok ke sebuah lubang. Ia harus beristirahat
diruma beberapa hari. Konsekuensi tinggal dirumah beberapa hari
merupakan tanggung jawab ia sendiri akan kelengahannya.
2) Tanggung Jawab kepada Keluarga
Keluarga merupakan masyarakat kecil. Keluarga terdiri dari suami-
istri, ayah-ibu dan anak-anak, dan juga orang lain yang menjadi
anggota keluarga. Tiap anggota keluarga wajib bertanggung jawab
kepada keluarganya. Tanggung jawab ini menyangkut nama baik
keluarga. Tetapi tanggung jawab juga merupakan kesejahteraan,
keselamatan, pendidikan, dan kehidupan. Contohnya: Dalam
sebuah keluarga biasanya memiliki peraturan-peraturan sendiri
yang bersifat mendidik, suatu hal peraturan tersebut dilanggar oleh
salah satu anggota keluarga. Sebagai kepala keluarga (Ayah)
berhak menegur atau bahkan memberi hukuman. Hukuman
tersebut merupakan tanggung jawab terhadap perbuatannya.
3) Tanggung Jawab terhadap Masyarakat
Pada hakekatnya manusia tidak bisa hidup tanpa bantuan manusia
lain, sesuai dengan kedudukannya sebagai makhluk sosial. Karena
membutuhkan manusia lain maka ia harus berkomunikasi denhan
manusia lain tersebut. Sehingga dengan demikian manusia di sini
merupakan anggota masyarakat yang tentunya mempunyai
tanggung jawab tersebut. Wajarlah apabila segala tingkah laku dan
perbuatannya harus dipertanggung jawabkan kepada masyarakat.
Contohnya: Safi’i terlalu congkak dan sombong, ia mengejek dan
menghina orang lain yang mungkin lebih sederhana dari pada dia.
Karena ia termasuk dalam orang yang keya dikampungnya. Ia
harus bertanggung jawab atas kelakuannya tersebut. Sebagai
konsekuensi dari kelakuannya tersebut, Safi’i dijauhi oleh
masyarakat sekitar.
4) Tanggung Jawab Terhadap Bangsa dan Negara
Suatu kenyataan lagi, bahwa setiiap manusia, tiap individu adalah
warga negara suatu negara. Dalam berfikir, berbuat, bertindak,
bertinggah laku manusia terikat oleh norma-norma atau ukuran-
ukuran yang dibuat oleh negara. Manusia tidak dapat berbuat
semaunya sendiri. Bila perbuatan manusia itu salah, maka ia harus
bertanggung jawab kepada negara. Contohnya: Dalam novel “Jalan
Tak Ada Ujung” karya Muchtar Lubis, Guru Isa yang terkenal
sebagai guru yang baik, terpaksa mencuri barang-barang milik
sekolah demi rumah tangganya. Perbuatan guru Isa ini harus pula
dipertanggungjawabkan kepada pemerintah, kali perbuatan itu
diketahui ia harus berurusan dengan pihak kepolisian dan
pengadilan.
 
 Hubungan antara kebebasan dan tanggung jawab
Tanggung jawab secara sempit yaitu suatu usaha seseorang yang
diamanahkan,  harus dilakukan.  Tanggung jawab merupakan amanah.
Secara luas tanggung jawab diartikan sebagai usaha manusia untuk
melakukan amanah secara cermat, teliti, memikirkan akibat baik dan
buruknya, untung rugi dan segala hal yang berhubungan dengan hal
tersebut secara transparan menyebabkan orang percaya dan yakin,
sehingga perbuatan tersebut mendapat imbalan baik maupun pujian dari
orang lain.
Tanggung jawab berkaitan dengan “penyebab”. Yang bertanggung jawab
hanya yang menyebabkan atau yang melakukan tindakan. Tidak ada
tanggungjawab tanpa kebebasan dan sebaliknya. Bertanggung jawab
berarti dapat menjawab, bila ditanyai tentang perbuatan-perbuatan yang
dilakukan. Orang yang bertanggung jawab dapat diminta penjelasan
tentang tingkah lakunya dan bukan saja ia bisa menjawab tetapi juga
harus menjawab.
Tanggung jawab berarti bahwa orang tidak boleh mengelak bila diminta
penjelasan tentang tingkah laku atau perbuatannya. Dalam tanggung
jawab terkandung pengertian penyebab. Orang bertanggung jawab atas
sesuatu yang disebabkan olehnya. Orang yang tidak menjadi penyebab
suatu akibat maka dia tidak harus bertanggung jawab juga. Tanggung
jawab bisa berarti langsung atau tidak langsung.
Kebebasan mengandaikan tanggung jawab. Tanpa tanggung
jawab,kebebasan menjadi lepas kendali, dimana kebebasan dilahirkan
dan tanggung jawab di tuntut. Kebebasan membuat orang bertanggung
jawab terhadap tindakan sejauh tindakan itu dikehendaki, bahwa
walaupun kesalahan dan tanggung jawab dari suatu tindkan dapat
berkurang atau kadang-kadang karena ketidaktahuan, kelalaian, paksaan
dengan kekerasan, ketakuatan, kelekatan yang tidak teratur, atau
kebiasaan.
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 Contoh konkrit hubungan kebebasan dan tanggung jawab
(Kebebasan Beragama)
Selama bertahun-tahun ini banyak kasus pelanggaran atas kebebasan
beragama dan berkeyakinan yang tidak tertangani sehingga akhirnya
menumpuk begitu saja. Salah satu kendala pemecahan masalah ini
adalah pemahaman aparat pemerintah mengenai prinsip-prinsip hak
kebebasan beragama yang masih minim.
 
Kerukunan umat beragama adalah suatu bentuk sosialisasi yang damai
dan tercipta berkat adanya toleransi agama. Toleransi agama adalah
suatu sikap saling pengertian dan menghargai tanpa adanya diskriminasi
dalam hal apapun, khususnya dalam masalah agama. Lalu, adakah
pentingnya kerukunan umat beragama di Indonesia ? Jawabannya adalah
iya.
 
Kerukunan umat beragama adalah hal yang sangat penting untuk
mencapai sebuah kesejahteraan hidup di negeri ini. Seperti yang kita
ketahui, Indonesia memiliki keragaman yang begitu banyak. Tak hanya
masalah adat istiadat atau budaya seni, tapi juga termasuk agama.Walau
mayoritas penduduk Indonesia memeluk agama Islam, ada beberapa
agama lain yang juga dianut penduduk ini. Kristen, Khatilik, Hindu, dan
Budha adalah contoh agama yang juga banyak dipeluk oleh warga
Indonesia. Setiap agama tentu punya aturan masing-masing dalam
beribadah. Namun perbedaan ini bukanlah alasan untuk berpecah belah.
Sebagai satu saudara dalam tanah air yang sama, kita harus menjaga
kerukunan umat beragama di Indonesia agar negara ini tetap menjadi satu
kesatuan yang utuh.
 
Tri kerukunan umat beragama merupakan konsep yang digulirkan oleh
pemerintah Indonesia dalam upaya menciptakan kehidupan masyarakat
antar umat beragama yang rukun. Istilah lainnya adalah “trikerukunan”.
 
Kemajemukan bangsa Indonesia yang terdiri atas puluhan etnis , budaya,
suku, dan agama. Membutuhkan konsep yang memungkinkan terciptanya
masyarakat yang damai dan rukun. Dipungkiri atau tidak, perbedaan
sangat beresiko pada kecenderungan konflik. Terutama dipacu oleh
pihak-pihak yang menginginkan kekacauan di masyarakat.
 
Perbedaan atau kebhinekaan Nusantara tidaklah diciptakan dalam satu
waktu saja. Proses perjalanan manusia di muka bumi Indonesia dengan
wilayah yang luas menciptakan keberagaman suku dan etnis manusia.
Maka lahir pula sekian puluh kepercayaan dan agama yang berkembang
di setiap suku -suku di Indonesia.
 
Maka dari itu bagaimana kita sebagai manusia yang berada di dalam
sebuah negara yang kebinekaannya tinggi dapat mempertanggung
jawabkan perbedaanras, suku, dan agama agar bias menjadi satu
kesatuan demi menciptakan sebuah Negara yang aman damai dan
sejahtera.
DAFTAR PUSTAKA

http://blog.isi-dps.ac.id/ramapratama/kebebasan-dan-tanggung-jawab

Anda mungkin juga menyukai