4/Juni/2015
5
Lex Crimen Vol. IV/No. 4/Juni/2015
melakukan penyidikan, penyidik wajib segera artikel-artikel hukum, dan berbagai sumber
menyerahkan berkas perkara itu kepada tertulis lainnya.
penuntut umum”. Hal ini untuk memenuhi asas
peradilan cepat, sederhana dan biaya ringan. PEMBAHASAN
Berkas perkara diterima oleh jaksa/penuntut A. Proses Pelaksanaan Prapenuntutan Dalam
umum kemudian jaksa memulai untuk Penanganan Perkara Tindak Pidana Korupsi
mempelajari dan meneliti kelengkapan berkas Menurut KUHAP
perkara hasil penyidikan tersebut, dan apabila Memeriksa dan meneliti sebagaimana diatur
terdapat kekurangan baik secara formil dalam KUHAP, adalah tindakan penuntut umum
maupun materiil maka jaksa/penuntut umum dalam mempersiapkan penuntutan apakah
segera memberitahukan kepada penyidik untuk orang dan atau benda yang tersebut dalam
dilengkapi dengan petunjuk-petunjuk yang hasil penyidikan telah sesuai ataukah telah
harus dilengkapi. Dan jika jaksa/penuntut memenuhi syarat pembuktian yang dilakukan
umum menyatakan berkas telah lengkap maka dalam rangka pemberian petunjuk kepada
perkara tersebut segera untuk dilimpahkan ke penyidik.8 Adapun pelaksanaan Prapenuntutan
pengadilan dan proses prapenuntutan telah dalam proses penyidikan adalah:
selesai kemudian masuk ke proses penuntutan. 1. Penyidik memberitahukan mulainya
Selain pemeriksaan tambahan yang dilakukan dilakukan tindak penyidikan.
oleh penyidik dalam tingkat prapenuntutan Dalam Pasal 109 ayat (1) dinyatakan bahwa
dengan pedoman pada petunjuk Jaksa “dalam hal Penyidik telah mulai melakukan
Penuntut Umum. Jaksa Penuntut Umum juga penyidikan suatu peristiwa yang merupakan
dapat melakukan pemeriksaan tambahan baik tindak pidana, Penyidik memberitahukan hal itu
yang dilakukan pada penyerahan tahap I dan kepada Penuntut Umum”. Berdasarkan pasal
setelah penyerahan tahap II (Penyerahan fisik, tersebut bahwa sepatutnya Penyidik
penyerahan tanggung jawab tersangka dan memberitahukan hal itu kepada Penuntut
barang bukti) yang dilakukan oleh pihak Umum bahwa status penyelidikan telah
penyidik kepada Penuntut Umum. ditingkatkan menjadi penyidikan.
B. Rumusan Masalah Sejak penyidik sudah mulai melakukan
1. Bagaimana proses pelaksanaan tindakan penyidikan, maka Penyidik yang
prapenuntutan dalam penanganan perkara bersangkutan wajib segera memberitahukan
tindak pidana korupsi menurut KUHAP? dimulainya penyidikan itu kepada Penuntut
2. Apa hambatan dan penyelesaian Umum dengan menggunakan formulir SERSE:
prapenuntutan dalam penanganan perkara A3 yang lazim dinamakan Surat Pemberitahuan
pidana? Dimulainya Penyidikan (SPDP) disertai lampiran
berupa Laporan Polisi/Surat Pengaduan.
C. Metode Penelitian Adanya Penyidik yang tidak
Penelitian ini merupakan penelitian memberitahukan tindakan penyidikan pada
normatif, yaitu dengan melihat hukum sebagai awal mulai melakukan penyidikan kepada
kaidah (norma). Penelitian hukum normatif Penuntut Umum jelas bertentangan dengan
atau penelitian kepustakaan adalah penelitian Pasal 109 ayat (1) KUHAP dan Instruksi Bersama
hukum yang dilakukan dengan cara meneliti Jaksa Agung RI dan Kapolda Kepolisian RI No.
bahan pustaka atau data sekunder belaka.7 ISTR-006/JA/10/1981 dan No. Pol. Ins-
Untuk menghimpun bahan digunakan metode 10/X/1981 tentang Peningkatan Usaha
penelitian kepustakaan (library research), yaitu Pengamanan dan Kelancaran Penyidangan
dengan mempelajari kepustakaan hukum yang Perkara-Perkara Pidana ditentukan bahwa
berkaitan dengan pokok permasalahan, pemberitahuan dimulainya penyidikan harus
himpunan peraturan perundang-undangan, segera diberitahukan kepada Penuntut Umum
dan pemberitahuan penghentian penyidikan
harus disertai alasan-alasan yang jelas.
7
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum
Normatif, Suatu Tinjauan Singkat, PT RajaGrafindo,Jakarta,
8
2004, hal 15.. Penjelasan atas KUHAP khususnya Pasal 138.
6
Lex Crimen Vol. IV/No. 4/Juni/2015
7
Lex Crimen Vol. IV/No. 4/Juni/2015
pihak, terutama pihak korban yang telah kembali berdasarkan alasan/fakta pembuktian
menderita “kerugian” tindak pidana. Begitu baru (novum) atau berdasarkan hakim
pula dari sisi manajemen dan administrasi praperadilan (Pasal 80 jo 82 ayat (3) KUHAP).
penyelesaian perkara, ketidakjelasan Dalam keadaan demikian maka tindakan
penanganan perkara ini menghambat arus penyidikan wajib dibuka kembali dan
penyelesaian perkara sehingga terjadi dilanjutkan sebagaimana mestinya.
penumpukan perkara. Selain itu pula ada
berkas perkara bolak-balik dari Penuntut B. Hambatan dan Penyelesaian
Umum kepada Penyidik, kemudian dari Prapenuntutan Dalam Perkara Pidana
Penyidik kepada Penuntut Umum berulangkali, Menurut KUHAP
pada akhirnya kasus tersebut tidak jelas. Berhasil tidaknya tugas penuntutan dari
Ketidakjelasan dari pihak Kepolisian dalam jaksa Penuntut Umum adalah penguasaannya
masih berlanjut atau tidaknya proses atas kasus yang ditangani. Hai ini secara
penyidikan atau malah sudah dilakukan teoretis hanya dapat dicapai jika jaksa telah ikut
penghentian terhadap penyidikan itu baik serta dalam proses pemeriksaan pendahuluan
secara tegas maupun secara diam-diam adalah (penyidikan). Apabila ia tidak diikutsertakan
membawa kerugian bagi pihak korban. dalam proses penyidikan tidak akan mampu
Proses penyidikan yang berlangsung, melakukan Penuntutan yang efektif. Dengan
berlarut-larut adalah merupakan kondisi demikian, Jaksa Penuntut Umum
penyimpangan terhadap asas peradilan cepat, ditempatkan dalam posisi lemah atau tidak
dalam undang-undang tentang Kekuasaan berkeyakinan dalam sidang pengadilan.
Kehakiman yang menyatakan bahwa peradilan Persoalan lain yang hingga kini masih menjadi
dilakukan dengan sederhana, cepat, tidak masalah adalah efektivitas Penyidikan Tindak
berlarut-larut, di mana hal ini harus diterapkan Pidana. Untuk berhasilnya penuntutan maka
dalam semua proses Peradilan, baik dimulai diperlukan penyidikan yang berhasil pula.
dalam tahap Penyelidikan, Penyidikan, Sebaliknya, kegagalan dalam penyidikan akan
Penuntutan hingga dalam Proses Persidangan.12 berakibat lemahnya berkas yang akan
Berdasarkan hal diatas, seharusnya pihak digunakan sebagai bahan pembuatan surat
Penyidik mempunyai ketegasan untuk dakwaan. Lemahnya berkas dakwaan yang
melakukan penghentian penyidikan mengakibatkan gagalnya jaksa dalam proses
berdasarkan alasan-alasan yang telah penuntutan di pengadilan. Dengan demikian,
ditentukan dalam pasal 109 ayat 92) KUHAP hukum acara pidana harus merumuskan
sehingga terdapat kepastian hukum mengenai ketentuan sedemikian rupa sehingga terdapat
status suatu perkara. Begitu pula dengan koordinasi dan hubungan fungsional yang erat
Penuntut Umum apabila dari hasil pemeriksaan antar dua lembaga penegak hukum yang
tambahan tersebut ternyata masih tetap dinilai bertanggung jawab pada masalah ini, yaitu
belum lengkap, maka Penuntut Umum segera Polisi dan Jaksa.
menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Dalam Prapenuntutan, KUHAP tidak
Penuntutan (SKPP/Formulir model P-26) mengatur mengenai sanksi atau akibat Hukum
berdasarkan Pasal 140 ayat (2) huruf a KUHAP apabila ketentuan yang diatur dalam Pasal 138
bahwa “Dalam hal Penuntut Umum Ayat (2) KUHAP dilanggar atau tidak dapat
memutuskan untuk menghentikan penuntutan dipenuhi sebagaimana mestinya oleh Penyidik.
karena tidak terdapat cukup bukti atau Selain itu pula KUHAP tidak mengatur
peristiwa tersebut ternyata bukan merupakan mengenai beberapa kali Penuntut Umum dapat
tidak pidana atau perkara ditutup demi hukum, mengembalikan Berkas Perkara kepada
Penuntut Umum menuangkan hal tersebut Penyidik karena yang menjadi kriterianya
dalam surat ketetapan. kelengkapan atau kesempurnaan Berkas
Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan Perkara secara formal dan materiil berdasarkan
(SKPP) tersebut dikemudian hari dapat dicabut penilaian dari Penuntut Umum. Sebagai solusi
Prapenuntutan untuk menghindari bolak-balik
12
Indonesia, Undang-Undang Nomor 4 tahun 2004 berkas perkara, diperlukan pola pengawasan
tentang kekuasaan kehakiman, Pasal 5 Ayat (2).
8
Lex Crimen Vol. IV/No. 4/Juni/2015
terhadap kinerja Penyidik dan Penuntut Umum. tindakan penyidikan dan penuntutan dapat
Pola pengawasan terhadap kinerja Penyidik dikoreksi. Koreksi tersebut dapat dilakukan
dapat dilakukan secara: terbatas pada ketentuan Pasal 77 huruf a
a) Pengawasan internal KUHAP.
b) Pengawasan external Selain sistem pengawasan eksternal melalui
c) Pengawasan Horizontal.13 mekanisme praperadilan, Undang-Undang No.
ad.a Pengawasan internal 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian republik
Pengawasan internal di dalam tubuh Indonesia telah menentukan keberadaan
kepolisian dilakukan melalui pengawasan Komisi Kepolisian. Keberadaan Komisi
melekat yang dilakukan oleh atasannya Kepolisian ini diatur dalam Bab VI yang terdiri
langsung dengan mengacu. pada Kode Etik dari Pasal 37 sampai dengan Pasal 40. Salah
Kepolisian. Kode etik profesi ini ditetapkan oleh satu tugas dari Komisi Kepolisian ini adalah
Kepala Kepolisian R.I., sebagaimana dinyatakan menerima saran dan pengaduan masyarakat
dalam Pasal 34 Ayat (1) Undang-Undang No. 2 mengenai kinerja kepolisian dan selanjutnya
Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara R.I. disampaikan kepada Presiden. Lembaga ini
Selanjutnya di dalam Pasal 35 Undang-Undang diharapkan dapat menjalankan fungsi
No. 2 Tahun 2002 ditentukan bahwa pengawasan eksternal yang baik dan
pelanggaran terhadap kode etik profesi bermanfaat bagi masyarakat.
Kepolisian diselesaikan oleh Komisi Kode Etik ad. c. Pengawasan horizontal
Kepolisian Negara Republik Indonesia, di mana Hubungan kepolisian dengan kejaksaan
susunan organisasi dan tata kerja komisi dalam rangka penegakan hukum dimulai
tersebut diatur pula dengan keputusan Kepala dengan tahap prapenuntutan. Tahap ini dimulai
Kepolisian R.I. saat Penuntut Umum menerima berkas perkara
Wewenang tertinggi pada Kepolisian R.I ada dari Penyidik. Dalam waktu tujuh hari Jaksa
pada Kepala Kepolisian R.I Tetapi kewenangan harus menentukan apakah berkas perkara
tertinggi di dalam melakukan pengawasan tersebut sudah lengkap. Lengkap dalam arti
terhadap setiap anggota kepolisian ada pada bukti-buktinya cukup dan berkasnya disusun
komisi etik kepolisian.14 Di dalam komisi menurut KUHAP. Kalau Penuntut Umum
tersebut seorang anggota polisi harus berpendapat berkasnya belum lengkap, maka
mempertanggungjawabkan seluruh harus mengembalikan kepada Penyidik disertai
perbuatannya yang berhubungan dengan dengan petunjuk-petunjuk.
pelanggaran kode etik profesi. Maka wewenang Dalam waktu empat belas hari Penyidik
untuk mempertahankan/melepaskan harus menyelesaikan penyidikan tambahan itu
keanggotaan seorang Polisi bukan kepala sesuai dengan petunjuk-petunjuk Penuntut
kepolisian, melainkan Komisi Kode Etik profesi. Umum. Sebaliknya, berkas perkara dianggap
ad. b. Pengawasan eksternal sudah lengkap apabila sejak penyerahan berkas
Pengawasan eksternal atas tugas lembaga tersebut Penuntut Umum tidak
kepolisian dalam sistem peradilan pidana mengembalikannya kepada Penyidik. Hal ini
dilakukan melalui mekanisme praperadilan. memperlihatkan hubungan yang ada di dalam
Berdasarkan ketentuan Pasal 77 huruf a KUHAP kepolisian maupun kejaksaan, di mana terdapat
dinyatakan bahwa pengadilan berwenang sistem saling mengawasi antara Penyidik dan
untuk memeriksa dan memutus, sesuai dengan Penuntut Umum dalam menangani suatu kasus
ketentuan yang diatur dalam undang-undang yang terjadi.
ini tentang sah atau tidaknya Penangkapan, Penyidik berkewajiban memberitahukan
Penahanan, Penghentian Penyidikan atau kepada Penuntut Umum dalam hal Penyidik
Penghentian Penuntutan. Ketentuan dalam telah mulai melakukan atau menghentikan
Pasal tersebut secara tegas menyatakan bahwa Penyidikan. Pada kenyataannya masih sering
terjadi Penuntut Umum menerima berkas
13
Ibid, hal. 30. perkara tanpa didahului dengan pemberitahuan
14
Indonesia, Undang-Undang No. 2 Tahun 2002 tentang tersebut dikirim kepada Penuntut Umum
Kepolisian Negara Republik Indonesia, Penjelasan Pasal 35 bersama-sama pengiriman berkas perkara.
ayat 1
9
Lex Crimen Vol. IV/No. 4/Juni/2015
10
Lex Crimen Vol. IV/No. 4/Juni/2015
mengeluarkan peraturan dalam rangka merupakan asas oportunitas yang dimiliki oleh
mendukung pelaksanaan penanganan perkara. Jaksa Agung. Asas oportunitas merupakan
Ketentuan tersebut tertuang di dalam kewenangan Jaksa Agung untuk
Keputusan Jaksa Agung Republik Indonesia mengesampingkan suatu perkara demi
Nomor: KEP-132/J.A/i1/1994 tanggal 7 Kepentingan Umum.16
November 1994 tentang Perubahan Keputusan Untuk mengoptimalkan kinerja Penyidik dan
Jaksa Agung Republik Indonesia Nomor: KEP- Penuntut Umum dalam melaksanakan
120/J.A/12/1992 tanggal 31 Desember 1992 prapenuntutan, maka yang perlu dilakukan,
tentang Administrasi Perkara Pidana. salah satunya adalah peningkatan kuantitas
Dengan ketentuan tersebut selain sebagai Penyidik dan Penuntut Umum, mengingat
sarana tertib administrasi dalam penanganan sumber daya manusia Penyidik dan Penuntut
perkara pidana, juga merupakan sarana Umum dari segi kualitas masih terbatas
pengawasan oleh atasannya atau unsur sehingga mempengaruhi proses pelaksanaan
pimpinan di Kejaksaan pada setiap tingkat Prapenuntutan.
proses penanganan perkara pidana mulai dari
tingkat penyelidikan, Penyidikan, Penuntutan PENUTUP
sempai eksekusi ataupun dalam tingkat upaya A. Kesimpulan
hukum dan juga laporannya. Dengan adanya 1. Penuntut umum setelah menerima hasil
keputusan Jaksa Agung tersebut yang efektif penyidikan dari penyidik segera
apabila dilaksanakan dengan baik. mempelajari dan menelitinya dan dalam
Apabila ditemukan penyimpangan dalam waktu tujuh hari wajib memberitahukan
penanganan suatu perkara pidana akan kepada penyidik apakah hasil penyidikan itu
dilakukan eksaminasi untuk mengetahui apakah sudah lengkap atau belum. Dalam hal hasil
benar telah terjadi penyimpangan atau tidak. penyidikan ternyata belum lengkap,
Bila ternyata benar telah terjadi penyimpangan penuntut umum mengembalikan berkas
maka akan diteliti apakah karena kurang perkara kepada penyidik disertai petunjuk
mampunya seorang jaksa/Penuntut Umum tentang hal yang hanya dilakukan untuk
dalam menangani suatu perkara pidana atau dilengkapi dan dalam waktu empat belas
karena telah melakukan perbuatan yang hari sejak tanggal penerimaan berkas,
tercela. Kalau yang terjadi penyimpangan penyidik harus sudah menyampaikan
(diskrepansi) tersebut karena jaksa/Penuntut kembali berkas perkara itu kepada
Umum dalam menangani perkara maka penuntut umum. Jaksa Penuntut Umum
diberikan petunjuk, bimbingan atau arahan, segera membuat surat dakwaan,
tetapi bila karena perbuatan tercela misalnya pembuatan surat dakwaan ini termasuk
menerima suap, maka kepada yang pula rangkaian tindakan prapenuntutan.
bersangkutan dilakukan pemeriksaan oleh 2. Hambatan dalam prapenuntutan adalah
pejabat pengawasan fungsional berdasarkan tidak adanya kewenangan jaksa dalam
ketentuan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor melakukan penyidikan pendahuluan, tidak
30 tahun 1980 ataupun diserahkan kepada tegasnya batas waktu penyidikan dalam
Penyidik untuk dilakukan Penyidikan. KUHAP, tidak ada sanksi apabila penyidik
Penjatuhan hukuman berdasarkan ketentuan tidak mengembalikan berkas perkara
PP No. 30 tahun 1980 dilakukan secara fair apabila lewat 14 hari, kualitas penyidik dan
berdasarkan kesalahannya. penuntut umum masih kurang, sedangkan
Pengawasan secara eksternal atas lembaga penyelesaian dalam penanganan perkara
kejaksaan saat ini dilakukan melalui mekanisme pidana yaitu dengan mengadakan kinerja
praperadilan. Berdasarkan ketentuan Pasal 80 penyidik dan Penuntut Umum.
KUHAP, Penyidik atau pihak ketiga yang
berkepentingan atas suatu perkara dapat B. Saran
mengajukan praperadilan mengenai sah atau
tidaknya penghentian penuntutan. Pengajuan
16
praperadilan tersebut secara tidak langsung Indonesia, Undang-Undang no. 8 tahun 1981 tentang
KUHAP, Pasal 80
11
Lex Crimen Vol. IV/No. 4/Juni/2015
1. Dalam proses pelaksanaan prapenuntutan Tresna R., Peradilan Di Indonesia Dari Abad Ke
dalam perkara pidana harus dioptimalkan Abad, Pradnya Paramita, Jakarta, 1986.
sesuai dengan ketentuan yang telah diatur Utrecht, Hukum Pidana, Universitas Padjajaran,
dalam KUHAP, perlunya revisi KUHAP Bandung, 1986.
tentang adanya sanksi apabila penyidik
tidak mengembalikan berkas perkara
setelah lewat waktu 14 hari. Sumber-sumber lain
http://berita.liputan6.com/lainlain/200807/191
DAFTAR PUSTAKA 136Berkas.Muchdi.PR.Dikem
Ali Achmad, Menjelaskan Kajian Empiris balikan.ke.Penvidik
Terhadap Hukum, PT. Yasrit Watampone, Undang-Undang no. 2 tahun 2002 tentang
Jakarta, 1998. kepolisian Negara Republik Indonesia
Arief Nanawi Barda, Penegakan Hukum di Undang-Undang no. 8 tahun 1981 tentang
Indonesia, Citra Aditia Bakti, Bandung, 1998. KUHAP
Gunawan Ilham, Peran Kejaksaan Dalam
Menegakkan Hukum dan Stabilitas Politik,
Sinar Grafika, Jakarta, 1994.
Hamzah Andi, Hukum Acara Pidana Indonesia,
Ghalia Indonesia, Jakarta, 1984.
Hamzah Andi, Perlindungan Hak Asasi Manusia
Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara
Pidana, Bina Cipta, Bandung, 1986.
Kuffal H.M.A, Penerapan KUHAP Dalam Praktek
Hukum, Universitas Muhammadiyah,
Malang, 2004.
Lev Daniel S, Institusi Hukum Dan Budaya
Hukum Di Indonesia, LP3ES, Jakarta, 1990.
Marpaung Leden, Proses Penanganan Perkara
(Penyelidikan Dan Penyidikan), Sinar Grafika,
Jakarta, 2008.
Prodjodikoro Wirjono, Hukum Acara Pidana di
Indonesia, Sumur Batu, Bandung, 1990.
Santoso Topo, Polisi Dan Jaksa Dalam Sistem
Peradilan Pidana Di Indonesia, Kejaksaan
Agung, 2006.
Sasangka Hari, Penyidikan, Penahanan,
Penuntutan dan Praperadilan Dalam Teori
Dan Praktek, Mandar Maju, Bandung, 2007.
Satriyo R., Ketidakterpaduan Antara Polisi Dan
Jaksa Dalam Penyidikan, Fisip Ui, Jakarta,
1996.
Simanjuntak Osman, Teknik Penuntutan Dan
Upaya Hukum Kejaksaan Agung RI, Jakarta,
2006.
Soekanto Soerjono, Faktor-Faktor Yang
Mempengaruhi Penegakan Hukum, Raja
Grafindo, Jakarta, 2002.
Soekanto Soerjono dan Mamudji Sri, Penelitian
Hukum Normatif; Suatu Tinjauan Singkat, PT
RajaGrafindo, Jakarta, 2004.
12