BAB V
A. PENDAHULUAN
V/3
yang mendukung peningkatan pendapatan nyata petani dan terjangkau
oleh daya beli masyarakat. Ketersediaan rata-rata energi dan protein
per kapita per hari sejak tahun 1993 sampai dengan tahun 1996
meningkat masing-masing dengan rata-rata 3,4 persen dan 3,5 persen
setiap tahunnya. Dengan perkembangan tersebut, ketersediaan rata-
rata energi dan protein per kapita per hari pada tahun 1996 masing-
masing telah mencapai 3.208 kilokalori energi dan 73,1 gram protein.
Ketersediaan ini sudah melampaui angka kecukupan yang dianjurkan
yaitu 2.500 kilokalori energi dan 55 gram protein per kapita per hari.
V/4
Secara umum pembangunan pangan dan perbaikan gizi sampai
dengan tahun ketiga Repelita VI telah memberikan hasil cukup
menggembirakan terutama dalam rangka makin memperkukuh sistem
pangan nasional yang andal sebagai landasan peningkatan kualitas
sumber daya manusia Indonesia yang berkelanjutan. Untuk menjamin
mantapnya pembangunan pangan dan perbaikan gizi pada tahap selan-
jutnya, perlu langkah-langkah terpadu serta adanya keterkaitan erat
antarsektor.
B. PANGAN
V/5
tidak sesuai dengan keyakinan masyarakat. Sasaran selanjutnya adalah
makin mantapnya kelembagaan pangan yang antara lain dicerminkan
oleh adanya peraturan perundangan yang mengatur keamanan pangan,
yang juga dapat memberikan dasar hukum yang lebih mantap bagi
pelaksanaan koordinasi pembangunan pangan.
V/6
2. Pelaksanaan dan Hasil Pembangunan Tahun Ketiga
Repelita VI
a. Program Pokok
a) Harga Dasar
Pada tahun 1996 harga dasar gabah kering panen (GKP), gabah
kering simpan (GKS) dan gabah kering giling (GKG) berturut-turut
adalah sebesar Rp330,-; Rp385; dan Rp450,- per kilogram telah
meningkat sebesar 15,8 persen, 13,2 persen dan 12,5 persen
dibanding harga dasar gabah pada tahun 1995 (Tabel V-1). Penetapan
V/7
kenaikan harga dasar ini merupakan wujud nyata dari upaya untuk
terus menerus meningkatkan pendapatan petani.
V/8
tahun 1996 dan penyempurnaan kebijaksanaan operasional pengadaan
beras seperti peningkatan pelayanan dengan membuka gudang-gudang
Depo Logistik (Dolog) menjadi 7 hari kerja, percepatan penyelesaian
administrasi di Dolog/Sub Dolog, percepatan penyelesaian pemba-
yaran di bank dan pemberian insentif ongkos angkut.
V/9
1996/97 menunjukkan kenaikan, namun situasi harga beras tetap
stabil.
V/10
V-8). Kenaikan ini merupakan konsekuensi dari kenaikan harga dasar
gabah sekaligus untuk mendorong pedagang melakukan perdagangan
antarpulau dan antardaerah. Daerah surplus meliputi seluruh Jawa,
Sulawesi Selatan dan Nusa Tenggara Barat. Daerah swasembada
meliputi seluruh Sumatera (kecuali Riau dan Bengkulu), Kalimantan
Selatan, Bali dan Sulawesi Tengah, sedangkan daerah lainnya tergo-
long daerah defisit.
c) Sarana Penyangga
V/11
dengan kapasitas 4,0 juta ton. Jumlah dan kapasitas gudang tersebut
mengalami penurunan masing-masing sebesar 6,1 persen dan 10,8
persen dari tahun sebelumnya (Tabel V-10).
V/12
terutama oleh penurunan produksi tebu dan beberapa pabrik gula di
Jawa masih melakukan relokasi ke luar Jawa.
V/13
dibanding tahun sebelumnya. Di samping itu ketersediaan jagung dan
ubi kayu pada tahun 1996 juga menunjukkan peningkatan masing-
masing sebesar 30,5 persen dan 14,5 persen. Hal ini menunjukkan
bahwa ketersediaan pangan selain beras terus meningkat. Namun
demikian, dalam penyediaan susu per kapita per tahun terjadi penuru-
nan sebesar 18,6 persen disebabkan antara lain oleh penurunan impor
yang cukup tajam sedangkan produksi dalam negeri tidak menunjuk-
kan kenaikan yang berarti.
V/14
Penilaian ketersediaan pangan baik dalam jumlah, mutu maupun
keragaman dan keseimbangan antarkelompok pangan diukur melalui
PPH. Dalam Repelita VI nilai skor PPH menunjukkan kecenderungan
yang mendekati sasaran skor mutu pangan 72,0 yang diharapkan
tercapai pada akhir Repelita VI. Skor PPH pada tahun ketiga Repelita
VI mencapai 71,7 yang berarti mengalami penurunan 2,6 persen bila
dibandingkan tahun sebelumnya (Tabel V-14). Sumbangan padi-
padian terhadap skor PPH pada tahun 1996 mencapai 45,2 persen atau
meningkat jika dibanding tahun 1995 yaitu 42,4 persen. Sumbangan
umbi-umbian juga menunjukkan peningkatan dari 4,5 persen pada
tahun 1995 menjadi 4,9 persen pada tahun 1996. Tampak bahwa
proporsi penyediaan pangan pada tahun 1996 semakin baik dan
mengarah pada penyediaan pangan dengan mutu gizi yang lebih
seimbang.
b. Program Penunjang
V/15
untuk meningkatkan kemampuan industri pengolahan pangan dalam
menghasilkan produk yang berkualitas dan bergizi tinggi. Pelaksanaan
pelatihan tersebut didukung oleh Pusat Pengkajian Mutu Pangan di
Tambun dan Pusat Pengkajian Hasil Olahan Kedele di Cibitung.
V/16
pokok; serta penelitian dan pengembangan industri pengolahan pangan
serealia.
V/17
Sebagai hasil kerjasama dengan perguruan tinggi dalam pengem-
bangan makanan tradisional, telah dibentuk tiga PKMT, yaitu di
Institut Pertanian Bogor, Universitas Gajah Mada dan Universitas
Brawijaya. Ketiga PKMT tersebut diharapkan dapat mendorong
peningkatan kualitas penelitian makanan tradisional yang mencakup
aspek teknologi, seni kuliner, gizi dan kesehatan, sosial budaya, dan
ekonomi.
V/18
TABEL V – 1
HARGA DASAR GABAH DI TINGKAT KUD 1)
1993, 1994 – 1996
(Rp/Kg)
1) Tahun perhitungan yang semula tahun fiscal menjadi tahun kalender, karena
menyesuaikan dengan masa berlakunya harga dasar yaitu mulai tanggal 1
Januari sampai dengan 31 Desember
2) Mulai berlaku sejak 7 Pebruari 1996
V/19
TABEL V – 2
HASIL PEMBELIAN GABAH DAN BERAS DALAM NEGERI
MENURUT DAERAH TINGKAT I
1993/94, 1994/95 – 1996/97
(ton setara beras)
V/20
TABEL V – 3
PERKEMBANGAN HARGA RATA-RATA GABAH
DI PERDESAAN INDONESIA 1)
1993/94, 1994/95 – 1996/97
(Rp/Kg)
V/21
TABEL V – 4
PERBEDAAN ANTARA HARGA RATA-RATA GABAH DIMUSIM PANEN
DAN MUSIM PACEKLIK DI DAERAH PERDESAAN 1)
1993/94, 1994/95 – 1996/97
(Rp/Kg)
1) Pencatatan dilakukan dalam bentuk Gabah Kering Panen di konversiokan Menjadi Gabah Kering
Giling dengan menggunakan koefisien berupa persentase Harga dasar Gabah Kering Giling terhadap
realisasi harga rata-rata dari Gabah Kering Panen selama musim panen (April, Mei, Juni) dalam tahun
yang Bersangkutan
V/22
TABEL V – 5
PERBEDAAN ANTARA HARGA RATA-RATA BERAS DI MUSIM PANEN
DAN MUSIM PACEKLIK DI BEBERAPA KOTA PENTING
1993/94, 1994/95 – 1996/97
(Rp/Kg)
V/23
TABEL V – 6
HARGA RATA-RATA TERTIMBANG BERAS BULANAN DI BEBERAPA KOTA PENTING
1993/94, 1994/95 – 1996/97
(Rp/Kg)
V/24
TABEL V – 7
PERBANDINGAN ANTARA HARGA BERAS TERTINGGI DAN TERENDAH
DENGAN HARGA RATA-RATA DI BEBERAPA KOTA PENTING
1993/94, 1994/95 – 1996/97
(Rp/Kg)
1) Angka diperbaiki
V/25
TABEL V – 8
HARGA BATAS TERTINGGI BERAS
1993/94, 1994/95 – 1996/97
(Rp/Kg)
V/26
TABEL V – 9
JUMLAH PENYALURAN BERAS
1993/94, 1994/95 – 1996/97
(ribu ton)
1) Angka diperbaiki
V/27
TABEL V – 10
JUMLAH GUDANG GABAH/BERAS DI JAKARTA DAN DI DAERAH-DAERAH 1)
1993/94, 1994/95 – 1996/97
V/28
TABEL V – 11
IMPOR DAN PENYALURAN GANDUM
1993/94, 1994/95 – 1996/97
(ribu ton)
1) Angka diperbaiki
V/29
TABEL V – 12
PENYEDIAAN BEBERAPA
KOMODISTAS PANGAN PENTING
1993, 1994 – 1996
(Kg/kapita/tahun)
1) Angka diperbaiki
V/30
TABEL V – 13
JUMLAH ENERGI DAN PROTEIN YANG TERSEDIA
UNTUK DIKONSUMSI BERDASARKAN KELOMPOK JENIS BAHAN MAKANAN
1993, 1994 – 1996
1) Angka diperbaiki
Keterangan : Energi dalam kkal/kapita/hari
Protein dalam gram/kapita/hari
V/31
TABEL V – 14
PERKEMBANGAN PENYEDIAAN PANGAN
DIUKUR DENGAN SKOR POLA PANGAN HARAPAN (PPH)
1993, 1994 – 1996
1) Angka diperbaiki
V/32
Secara lebih terinci, pelaksanaan program perbaikan gizi ini akan
diuraikan pada sub-bab perbaikan gizi.
C. PERBAIKAN GIZI
V/33
Sehubungan dengan itu, pokok kebijaksanaan upaya perbaikan
gizi dalam Repelita Vl adalah meningkatkan penyuluhan gizi pada
masyarakat; meningkatkan kegiatan upaya penanggulangan masalah
gizi-kurang (GAKI, AGB, KVA, dan KEP); meningkatkan kualitas
dan kuantitas pengelolaan upaya perbaikan gizi melalui peningkatan
jumlah dan mutu tenaga gizi yang profesional untuk berbagai jenjang
dan tingkatan, peningkatan kegiatan penelitian unggulan, pengem-
bangan penerapan teknologi pascapanen untuk memenuhi kebutuhan
konsumsi pangan yang beraneka ragam dan bergizi, dan peningkatan
kemitraan antara dunia usaha, masyarakat, lembaga kemasyarakatan
dan pemerintah.
V/34
a. Program Pokok
V/35
tayangan. Penurunan frekwensi penayangan penyuluhan gizi melalui
RRI ini disebabkan oleh karena kegiatan ini lebih banyak diintegra-
sikan dengan kegiatan penyuluhan yang lain baik melalui penyuluhan
kesehatan masyarakat maupun melalui kegiatan penyuluhan dari
sektor yang terkait.
V/36
gizi masyarakat perdesaan, pelayanan gizi posyandu, dan peningkatan
pemanfaatan lahan pekarangan.
V/37
duduk, menurun dibandingkan tahun 1995/96 (sebanyak 12,5 juta
penduduk). Penurunan ini disebabkan karena belum seluruh penca-
paian target dilaporkan, mengingat sampai saat ini distribusi kapsul
iodium masih terus berlangsung. Selain dengan pemberian kapsul
iodium yang diberikan setahun sekali, pencegahan GAKI juga dilaku-
kan melalui peningkatan kualitas garam beriodium yang memenuhi
standar (kadar KI03 diatas 30 ppm).
V/38
Upaya penanggulangan masalah anemia gizi besi (AGB) dengan
cara pemberian tablet besi bagi ibu hamil resiko tinggi di desa-desa
tertinggal terus dilanjutkan. Pada tahun 1996/97 jumlah pemberian
tablet besi mencapai 2,6 juta ibu hamil jika dibandingkan dengan
tahun 1995/96 sekitar 2,9 juta ibu hamil (Tabel V-16). Penurunan ini
karena belum semua target tercapai dan distribusi tablet besi masih
berlangsung. Untuk meningkatkan kemandirian masyarakat dalam
penanggulangan AGB pada ibu hamil, telah dilakukan penyuluhan
tentang manfaat tablet besi dan sumber pangan yang kaya akan zat
besi melalui media cetak dan elektronika. Selain itu penyediaan tablet
besi dilaksanakan di pusat-pusat pelayanan kesehatan dan pos obat
desa (POD) di perdesaan. Dengan demikian masyarakat akan semakin
mudah memperoleh tablet besi.
V/39
pemberian paket pertolongan gizi seperti kapsul iodium, vitamin A,
dan obat cacing terus ditingkatkan.
V/40
memperbaiki gizi keluarga dan meningkatkan pendapatan keluarga.
Pendekatan pengembangannya dilakukan melalui partisipasi masya-
rakat secara berkelompok. Pembinaan dilakukan melalui penyuluhan
lapangan secara langsung terhadap KTNA yang dilengkapi dengan
pemberian sarana produksi sebagai bagian dari paket penyuluhan.
V/41
Pada tahun 1996/97 sasaran UPGI adalah lembaga-lembaga
pendidikan terutama sekolah-sekolah, asrama haji, panti sosial, dan
pabrik. Kegiatannya meliputi pembinaan teknis, pelatihan, penyu-
luhan, dan intervensi langsung.
V/42
Dalam rangka peningkatan pengelolaan gizi di institusi, pada
tahun 1996/97 telah dilaksanakan pelatihan kepada 80 orang pengelola
gizi asrama haji di 6 embarkasi (DKI Jakarta, Sumatera Utara, Jawa
Tengah, Jawa Timur, Sulawesi Selatan, dan Kalimantan Barat). Hal
ini meningkat jika dibandingkan dengan tahun 1995/96 yang baru
mencakup asrama haji di 2 embarkasi (Sumatera Utara dan Kaliman-
tan Timur).
V/43
e) Penerapan dan Pengembangan Sistem Kewaspadaan
Pangan dan Gizi
Sejak tahun 1994/95 SKPG dibagi atas tiga sub sistem yaitu sistem
kewaspadaan produksi dan penyediaan pangan (SKPP) yang
dilaksanakan oleh Departemen Pertanian, sistem kewaspadaan
distribusi dan harga pangan (SKDP) dilaksanakan oleh BULOG, dan
sistem kewaspadaan konsumsi dan status gizi masyarakat (SKKG)
yang dilaksanakan oleh Departemen Kesehatan. Ketiga sub sistem ini
dikoordinasikan oleh Kantor Menteri Negara Urusan Pangan dan
digunakan sebagai dasar bagi perencanaan, pengelolaan dan evaluasi
program pangan dan perbaikan gizi.
V/44
Pemantauan konsumsi gizi masyarakat menunjukkan rata-rata
konsumsi energi dan protein per kapita per hari selama tiga tahun
terakhir meningkat dengan rata-rata kenaikan masing-masing sebesar
2,4 persen dan 6,2 persen per tahun. Pada tahun 1996, konsumsi
energi dan protein masing-masing telah mencapai 2.019,8 kilokalori
per kapita per hari dan 54,5 gram per kapita per hari. Dengan
demikian konsumsi energi telah semakin menuju pada angka yang
dianjurkan yaitu sebesar 2.150 kilokalori per kapita per hari,
sedangkan konsumsi protein telah melampaui angka kecukupan
konsumsi protein yang dianjurkan yaitu 46,2 gram per kapita per hari.
V/45
Info Pangan dan Gizi volume 1 - 4, lembar berita JIPG volume 1 - 4,
dan buku pedoman JIPG. Buku-buku ini disebarluaskan ke 27 propinsi
pada berbagai tingkat pemerintahan, perguruan tinggi dan lembaga
penelitian.
b. Program Penunjang
V/46
Pelaksanaan pengawasan makanan dan minuman telah mempu-
nyai landasan hukum yang kuat, yaitu Undang-undang Nomor 23
Tahun 1992 tentang Kesehatan dan Undang-Undang Nomor 7 tahun
1996 tentang Pangan. Undang-undang tersebut merupakan pedoman
bagi produsen untuk menghasilkan produk-produk yang aman bagi
masyarakat. Selain itu pada tahun 1996/97 Rancangan Peraturan
Pemerintah (RPP) tentang Label dan Iklan Pangan, dan RPP tentang
Keamanan Pangan sedang dalam proses pembahasan.
V/47
bingan dan dorongan agar produsen makanan dan minuman menerap-
kan sistem jaminan mutu misalnya Hazard Analysis Critical Control
Points (HACCP). Dalam mengantisipasi pemenuhan standar-standar
tersebut pada tahun 1996/97 telah disusun berbagai materi pelatihan
terutama untuk meningkatkan kemampuan tenaga pengawas makanan
dan dunia usaha.
V/48
TABEL V – 15
KEGIATAN USAHA PERBAIKAN GIZI KELUARGA
1993/94, 1994/95 – 1996/97
V/49
TABEL V – 16
PELAKSANAAN PENCEGAHAN GONDOK ENDEMIK ANEMIA GIZI , DAN 1)
KEKURANGAN VITAMIN A
1993/94, 1994/95 – 1996/97
1) Angka tahunan
2) Angka sementara
V/50