Anda di halaman 1dari 5

Alat Kardiotokografi (CTG) atau juga disebut Fetal  Monitor adalah alat yang digunakan untuk memeriksa

kondisi kesehatan janin. Pemeriksaan umumnya dapat dilakukan pada usia kehamilan 7-9 bulan dan
pada saat persalinan. Pemeriksaan CTG diperoleh informasi berupa signal irama denyut jantung janin
(DJJ), gerakan janin dan kontraksi rahim. Pada saat bersalin kondisi janin dikatakan normal apabila
denyut jantung janin dalam keadaan reaktif, gerakan janin aktif dan dibarengi dengan kontraksi rahim
yang adekuat.

Apabila kemungkinan terdapat masalah pada janin maka dokter akan melakukan pemeriksaan NST (non
stress test) dengan memberikan infus oksitosin untuk menimbulkan kontraksi rahim (his) dan denyut
jantung janin diperiksa dengan CTG. Apabila tampak kelainan pada hasil pemeriksaan CTG maka dokter
kandungan akan melakukan tindakan persalinan dengan segera.

Pemeriksaan dengan CTG sangat diperlukan pada fasilitas pelayanan persalinan. Dengan adanya
kemajuan teknologi dan produksi harga peralatan CTG dapat menjadi lebih ekonomis. Dahulu hanya
rumah sakit yang menyediakannya. Sekarang tidak lagi! Agar pelayanan pemantauan pada ibu hamil dan
bersalin berjalan dengan baik rumah bersalin, klinik dokter bahkan bidan praktek swasta sebaiknya
memiliki CTG agar tidak ada kasus keterlambatan dalam mendiagnosis adanya masalah pada ibu hamil
dan melahirkan.

A. Pengertian

Kardiotokografi menyajikan kesejahteraan janin. Kardio artinya denyut jantung dan Toko artinya
kontraksi uterus

Keduanya disajikan pada waktu yang bersamaan, denyut jantung terdapat dibagian atas catatan dan
kontraksi dibawahnya

Cardiotokografi adalah suatu metoda elektronik untuk memantau kesejahteraan janin dalam kehamilan
dan atau dalam persalinan. Dilakukan untuk menilai apakah bayi merespon stimulus secara normal dan
apakah bayi menerima cukup oksigen. Umumnya dilakukan pada usia kandungan minimal 26-28 minggu,
atau kapanpun sesuai dengan kondisi bayi.

Cardiotokografi merupakan pemeriksaan denyut jantung janin untuk menilai kesejahteraanya (fetal-
wellbeing).

Dalam Cardiotokografi terdapat 3 hal yang di catat :

1. Denyut jantung janin


2. Kontraksi Rahim
3. Gerakan janin

Yang dinilai adalah gambaran denyut jantung janin (djj) dalam hubungannya dengan gerakan atau
aktivitas janin. Pada janin sehat yang bergerak aktif dapat dilihat peningkatan frekuensi denyut
jantung janin. Sebaliknya, bila janin kurang baik, pergerakan bayi tidak diikuti oleh peningkatan
frekuensi denyut jantung janin.
Jika pemeriksaan menunjukkan hasil yang meragukan, hendaknya diulangi dalam waktu 24 jam.
Atau dilanjutkan dengan pemeriksaan CST (Contraction Stress Test). Bayi yang tidak bereaksi belum
tentu dalam bahaya, walau begitu pengujian lebih lanjut mungkin diperlukan.

B. Indikasi

Pemeriksaan Cardiotokografi biasanya dilakukan pada kehamilan resiko tinggi, dan indikasinya terdiri
dari :

1. Ibu
a. Pre-eklampsia
b. Ketuban pecah
c. Diabetes mellitus
d. Kehamilan > 40 minggu
e. Vitium cordis
f. Asthma bronkhiale
g. Inkompatibilitas Rhesus atau ABO
h. Infeksi TORCH
i. Bekas SC
j. Induksi atau akselerasi persalinan
k. Persalinan preterm
l. Hipotensi
m. Perdarahan antepartum
n. Ibu perokok
o. Ibu berusia lanjut
p. Lain-lain : sickle cell, penyakit kolagen, anemia, penyakit ginjal, penyakit paru, penyakit
jantung, dan penyakit tiroid.
2. Janin
a. Pertumbuhan janin terhambat (PJT)
b. Gerakan janin berkurang
c. Suspek lilitan tali pusat
d. Aritmia, bradikardi, atau takikardi janin
e. Hidrops fetalis
f. Kelainan presentasi, termasuk pasca versi luar.
g. Mekoneum dalam cairan ketuban
h. Riwayat lahir mati
i. Kehamilan ganda
C. Syarat Pemeriksaan Cardiotokografi
1. Usia kehamilan > 28 minggu.
2. Ada persetujuan tindak medik dari pasien (secara lisan).
3. Punktum maksimum denyut jantung janin (DJJ) diketahui.
4. Prosedur pemasangan alat dan pengisian data pada komputer (pada Cardiotokografi
terkomputerisasi) sesuai buku petunjuk dari pabrik.
D. Kontra Indikasi Cardiotokografi
Sampai saat ini belum ditemukan kontra-indikasi pemeriksaan Cardiotokografi terhadap ibu maupun
janin.
E. Persiapan Pasien
1. Persetujuan tindak medik (Informed Consent) : menjelaskan indikasi, cara pemeriksaan dan
kemungkinan hasil yang akan didapat. Persetujuan tindak medik ini dilakukan oleh dokter
penanggung jawab pasien (cukup persetujuan lisan).
2. Kosongkan kandung kencing.
3. Periksa kesadaran dan tanda vital ibu.
4. Ibu tidur terlentang, bila ada tanda-tanda insufisiensi utero-plasenter atau gawat janin, ibu tidur
miring ke kiri dan diberi oksigen 4 liter / menit.
5. Lakukan pemeriksaan Leopold untuk menentukan letak, presentasi dan punctum maksimum DJJ
6. Hitung DJJ selama satu menit; bila ada his, dihitung sebelum dan segera setelah kontraksi
berakhir.
7. Pasang transduser untuk tokometri di daerah fundus uteri dan DJJ di daerah punktum
maksimum.
8. Setelah transduser terpasang baik, beri tahu ibu bila janin terasa bergerak, pencet bel yang telah
disediakan dan hitung berapa gerakan bayi yang dirasakan oleh ibu selama perekaman
cardiotokografi.
9. Hidupkan komputer dan Cardiotokograf.
10. Lama perekaman adalah 30 menit (tergantung keadaan janin dan hasil yang ingin dicapai).
11. Lakukan pencetakkan hasil rekaman Cardiotokografi.
12. Lakukan dokumentasi data pada disket komputer (data untuk rumah sakit).
13. Matikan komputer dan mesin kardiotokograf. Bersihkan dan rapikan kembali alat pada
tempatnya.
14. Beri tahu pada pasien bahwa pemeriksaan telah selesai.
15. Berikan hasil rekaman cardiotokografi kepada dokter penanggung jawab atau paramedik
membantu membacakan hasi interpretasi komputer secara lengkap kepada dokter.
F. Cara Melakukan
Persiapan tes tanpa kontraksi :
Sebaiknya pemeriksaan dilakukan pagi hari 2 jam setelah sarapan dan tidak boleh diberikan
sedativa.
Prosedur pelaksanaan :
1. Pasien ditidurkan secara santai semi fowler 45 derajat miring ke kiri
2. Tekanan darah diukur setiap 10 menit
3. Dipasang kardio dan tokodinamometer
4. Frekuensi jantung janin dicatat
5. Selama 10 menit pertama supaya dicatat data dasar bunyi
6. Pemantauan tidak boleh kurang dari 30 menit
7. Bila pasien dalam keadaan puasa dan hasil pemantauan selama 30 menit tidak reaktif, pasien
diberi larutan 100 gram gula oral dan dilakukan pemeriksaan ulang 2 jam kemudian (sebaiknya
pemeriksaan dilakukan pagi hari setelah 2 jam sarapan)
8. Pemeriksaan NST ulangan dilakukan berdasarkan pertimbangan hasil NST secara individual
G. Cara Membaca
Pembacaan hasil :
1. Reaktif, bila :
a. Denyut jantung basal antara 120-160 kali per menit
b. Variabilitas denyut jantung 6 atau lebih per menit
c. Gerakan janin terutama gerakan multipel dan berjumlah 5 gerakan atau lebih dalam 20
menit
d. Reaksi denyut jantung terutama akselerasi pola ”omega” pada NST yang reaktif berarti janin
dalam keadaan sehat, pemeriksaan diulang 1 minggu kemudian
e. Pada pasien diabetes melitus tipe IDDM pemeriksaan NST diulang tiap hari, tipe yang lain
diulang setiap minggu
2. Tidak reaktif, bila :
a. Denyut jantung basal 120-160 kali per menit
b. Variabilitas kurang dari 6 denyut /menit
c. Gerak janin tidak ada atau kurang dari 5 gerakan dalam 20 menit
d. Tidak ada akselerasi denyut jantung janin meskipun diberikan rangsangan dari luar

Antara hasil yang reaktif dan tidak reaktif ini ada bentuk antar yaitu kurang reaktif. Keadaan
ini interpretasinya sukar, dapat diakibatkan karena pemakaian obat seperti : barbiturat,
demerol, penotiasid dan metildopa.

Pada keadaan kurang reaktif dan pasien tidak menggunakan obat-obatan dianjurkan CTG
diulang keesokan harinya. Bila reaktivitas tidak membaik dilakukan pemeriksaan tes dengan
kontraksi (OCT)

3. Sinusoidal, bila :
a. Ada osilasi yang persisten pada denyut jantung asal
b. Tidak ada gerakan janin
c. Tidak terjadi akselerasi, janin dalam keadaan bahaya. Bila paru-paru janin matur, janin
dilahirkan. Gambaran ini didapatkan pada keadaan isoimunisasi-RH

Jika pemeriksaan menunjukkan hasil yang meragukan, hendaknya diulangi dalam waktu 24
jam. Atau dilanjutkan dengan pemeriksaan CST (Contraction Stress Test). Bayi yang tidak
bereaksi belum tentu dalam bahaya, walau begitu pengujian lebih lanjut mungkin diperlukan.

4. Hasil pemeriksaan CTG disebut abnormal (baik reaktif ataupun non reaktif) apabila ditemukan :
a. Bradikardi
b. Deselerasi 40 atau lebih di bawah (baseline), atau djj mencapai 90 dpm, yang lamanya 60
detik atau lebih

Pada pemeriksaan ini sebaiknya dilakukan terminasi kehamilan bila janin sudah viable atau
pemeriksaan ulang setiap 12-24 jam bila janin belum viable.
Hasil CTG yang reaktif biasanya diikuti oleh keadaan janin yang masih baik sampai 1 minggu
kemudian (dengan spesifitas sekitar 90%), sehingga pemeriksaan ulang dianjurkan  1 minggu
kemudian. Namun bila ada faktor resiko seperti hipertensi/gestosis, DM, perdarahan atau
oligohidramnion  hasil CTG yang reaktif tidak menjamin bahwa keadaan janin akan masih tetap
baik sampai 1 minggu kemudian, sehingga pemeriksaan ulang harus lebih sering (1 minggu).
Hasil CTG non reaktif mempunyai nilai prediksi positif yang rendah <30%, sehingga perlu
dilakukan pemeriksaan lanjutan dengan CST atau pemeriksaan yang mempunyai nilai prediksi
positif yang lebih tinggi (Doppler-USG). Sebaiknya CTG tidak dipakai sebagai parameter tunggal
untuk menentukan intervensi atau terminasi kehamilan oleh karena tingginya angka positif
palsu tersebut (dianjurkan untuk menilai profil biofisik janin yang lainnya).

5. Saat persalinan
a. Hasil tekanan positif menunjukkan penurunan fungsi plasenta janin, hal ini mendorong
untuk melakukan seksio sesarea.
b. Gawat janin relatif cukup banyak (14,7%) dan terutama pada persalinan, sehingga
memerlukan pengawasan dengan kardiotokografi
c. Hal – hal yang diperhatikan untuk indikasi Seksio sesarea ,dilakukan bila terdapat :
1) Deselarasi lambat berulang
2) Variabilitas yang abnormal (< 5 dpm)  
3) pewarnaan mekonium
4) Gerakan janin yang abnormal (<5/20 menit )
5) Kelainan obstetri (berat bayi >4000g, Kelainan posisi, partus > 18 jam)

http://dikamed.com/kardiotokografi-ctg-alat-memantau-kesejahteraan-janin-yang-wajib-dimiliki-
fasilitas-pelayanan-persalinan/

http://citraabadi2010.blogspot.com/2012/02/cardiotokografi.html

Anda mungkin juga menyukai