Pengukuran Konsentrasi Debu-Kelompok 7

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 19

PRAKTIKUM KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA

Pengukuran Konsentrasi Debu

Oleh :
Mia Luise Hafellina 171000108
Michael J. Panggabean 171000121
Viktoryan M. Tarigan 171000158

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAT


UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2020
KATA PENGANTAR

Puji Syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan rahmat dan
karunia-Nya kepada kita semua, sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas Praktikum K3
yang berjudul “Pengukuran Konsentrasi Debu”. Ucapan terima kasih penulis sampaikan
kepada Bapak Ir. Gerry Silaban selaku dosen yang telah memberikan bimbingannya kepada
penulis dan kepada semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyusun tugas ini.

Penulis menyadari dalam penyusunan tugas ini masih banyak terdapat kekurangan,
kelemahan, dan keterbatasan. Oleh karena itu penulis mengharapkan sumbangan pikiran,
saran, dan kritikan yang konstruktif demi kesempurnaan penyusunan makalah selanjutnya.
Semoga dengan tugas yang sederhana ini dapat memenuhi harapan kita semua dan
memberikan manfaat bagi pembaca, sehingga dapat menambah ilmu pengetahuan. Terima
kasih.

Medan, 20 Maret 2020

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ....................................................................................................... i


DAFTAR ISI...................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN.............................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang........................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah...................................................................................... 1
1.3 Tujuan Penulisan....................................................................................... 2
BAB II HASIL DAN PEMBAHASAN........................................................................... 3
2.1 Definisi Debu............................................................................................. 3
2.2 Konsentrasi Debu (NAB) di tempat kerja................................................. 4
2.3 Efek Debu Terhadap Kesehatan................................................................ 4
2.4 Alat Ukur Debu ........................................................................................ 6
2.5 Cara Pengukuran Debu di Tempat Kerja .................................................. 8
2.6 Pengendalian Debu sesuai dengan tingkat kebutuhan di tempat kerja...... 13
KESIMPULAN DAN SARAN .......................................................................................... 15
Kesimpulan ................................................................................................................... 15

DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................... 16

ii
BAB I
PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang


Perkembangan dan pertambahan penduduk Indonesia yang semakin
pesatmengakibatkan munculnya program-program pembangunan di segala bidang
kehidupan. Salah satu ciri pelaksanaan dari program pembangunan tersebut
yaitu berkembangnya sektor industri dan transportasi. Perkembangan di sektor industri
dan transportasi dapat memberikan dampak positif terhadap meningkatnya taraf hidup
manusia. Namun demikian, aktivitas industri dan transportasi yanpa diiringi penanganan
emisi yang kurang baik dapat berpotensi menjadi sumber pencemaran udara di
lingkungan. Pencemaran udara mengakibatkan penurunan mutu atau kualitas udara
sehingga udara ambien tidak dapat memenuhi fungsinya. Dampak negatif pada tenaga
kerja salah satunya adalah timbulnya gangguan pada saluran pernafasan karena terpapar
oleh bahan yang dihasilkan selama proses produksi seperti debu.

Menurut International Labor Organization (ILO), setiap hari terjadi 1.1 juta kematian
yang disebakan karena penyakit atau kecelakaan akibat hubungan pekerjaan. Dari data
ILO tahun 1999, penyakit saluran pernapasaan merupakan salah satu penyebab kematian
yang angkanya mencapai 21%. Di Amerika penyakit paru akibat kerja merupakan
penyakit akibat kerja nomor satu yang dikaitkan dengan frekuensi, tingkat keparahan dan
kemampuan pencegahannya. Biasanya disebabkan oleh paparan, iritasi atau bahan
toksik yang dapat menyebabkan gangguan pernapasan akut maupun kronis. Pada tahun
2002 tercatat 294.500 kasus baru. Sedangkan di Indonesia penyakit atau gangguan paru
akibat kerja disebabkan oleh debu dan angka ini diperkirakan cukup banyak. Debu
merupakan partikel zat kimia padat yang disebabkan oleh kekuatan alami atau mekanis
seperti pengolahan, penghancuran, pelembutan, pengepakan yang cepat, peledakan dan
lain-lain dari benda, baik organis maupun anorganis, misalnya batu, kayu, biji, logam,
batu bara, butir-butir zat dan sebagainya (Suma’mur, 2009).

I.2 Rumusan Masalah


1. Apakah yang dimaksud dengan debu ?
2. Bagaimana standar konsentrasi debu (NAB) di tempat kerja ?
3. Bagaimana efek debu terhadap kesehatan ?

1
4. Alat apa yang digunakan untuk mengukur konsentrasi debu ditempat kerja ?
5. Bagaimana cara pengukuran konsentrasi debu di tempat kerja ?
6. Bagaimana pengendalian debu sesuai dengan tingkat kebutuhan ditempat kerja ?

I.3 Tujuan penulisan


1. Untuk mengetahui definisi debu
2. Untuk mengetahui standar konsentrasi debu (NAB) di tempat kerja
3. Untuk mengetahui efek debu terhadap kesehatan
4. Untuk mengetahui alat yang digunakan untuk mengukur konsentrasi debu ditempat
kerja
5. Untuk mengetahui cara pengukuran konsentrasi debu di tempat kerja
6. Untuk mengetahui pengendalian debu sesuai dengan tingkat kebutuhan ditempat
kerja

2
BAB II
HASIL DAN PEMBAHASAN

2.1 Definisi Debu


Debu adalah butiran-butiran padat yang dihasilkan oleh proses mekanisme
seperti penghancuran, pelembutan, pengepakan yang cepat, peledakan, pengolahan
dan lain-lain dari bahan organik dan anorganik, contohnya debu kayu, logam, arang
batu, batu, butir-butir zat dan sebagainya. (Suma’mur, 2014).
Debu terbentuk dari aktivitas manusia yang dapat tersebar di udara karena
adanya angin dan letusan gunung berapi (IUPAC, 1990).
Debu terdiri atas partikel padat kecil yang terbawa oleh aliran udara. Partikel
halus ini dihasilkan oleh proses-proses penghancuran, seperti penggilingan,
peremukan, dan penumbukan. Dari berbagai proses penghancuran tersebut, akan
dihasilkan debu dalam berbagai ukuran. Partikel dengan ukuran besar akan
terendapkan, sedangkan ukuran yang kecil akan berada diudara. Ukuran debu
dinyatakan dalam mikrometer (mikron).
Berbagai jenis aktivitas manusia dapat menghasilkan debu, baik industri,
domestik, konstruksi, pertambangan, maupun pertanian. Tambang, pertanian, dan
konstruksi merupakan kegiatan yang menghasilkan debu ke atmosfer paling besar.
Kategori jenis debu berdasarkan tingkat bahayanya (Mengkidi, 2006), yaitu:
1) Debu karsinogenik, adalah debu yang dapat merangsang terjadinya sel
kanker. Contohnya adalah debu arsenik, debu hasil peluruhan radon, dan asbes.
2) Debu fibrogenik, adalah debu yang dapat menimbul fibrosis pada istem
pernapasan. Contohnya adalah debu asbes, debu silika, dan batubara.
3) Debu radioaktif, adalah debu yang memiliki paparan radiasi alfa dan beta.
Contohnya bijih-bijih torium.
4) Debu eksplosif, adalah debu yang pada suhu dan kondisi tertentu mudah
untuk meledak. Contohnya debu metal, batubara, debu organik.
5) Debu yang memiliki racun terhadap organ atau jaringan tubuh. Contohnya
debu mercuri, nikel, timbal, dan lain-lain.
6) Debu inert, adalah debu yang memiliki kandungan 10 µ yang hanya
tertahan di hidung.
7) Inhalable dust atau irrespirable dust, adalah debu yang berukuran >10 µ
yang hanya tertahan di hidung.
3
8) Respirable dust, adalah partikel debu yang berukuran <10 µ dan dapat
masuk kerongga hidung hingga ke dalam paru-paru.

2.2 Konsentrasi Debu (NAB) di tempat kerja


Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
:1405/MENKES/SK/XI/2002 tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Kerja
Perkantoran dan Industri yaitu kandungan debu maksimal di dalam ruangan adalah
10 mg/m3.
Dalam SNI 19-0232-2005 Tentang Nilai Ambang Batas (NAB) Zat Kimia di
Udara Tempat Kerja juga menetapkan Nilai Ambang Batas (NAB) untuk kadar debu
total ditempat kerja adalah 10 mg/m.
Kemudian NAB – berdasarkan Peraturan Menteri Tenaga Kerja Dan
Transmigrasi Nomor Per.13/Men/X/2011 Tahun 2011 Tentang Nilai Ambang Batas
Faktor Fisika Dan Faktor Kimia Di Tempat Kerja dan TLV menurut ACGIH untuk
beberapa zat tampak pada tabel 1.1 berikut ini.

Tabel 1.1 NAB TLV berbagai Penyebab Pneumoconiosis

TLV ACGIH
Penyebab NAB (Indonesia)
Pneumoconiosis 1993-1994 2007
Silika/kuarsa 0,1 mg/m3 0,1 mg/m3 0,025 mg/m3
Asbestos, krisotil 0,1 serat/ml 2 serat /cc 1 serat/cc
Karbon black 3,5 mg/m3 3,5 mg/m3 3,5 mg/m3

2.3 Efek Debu Terhadap Kesehatan


Efek debu terhadap kesehatan manusia ditentukan oleh beberapa faktor sebagai
berikut :
1. Komposisi debu, baik secara kimia maupun fisika
2. Konsentrasi debu :
 Berdasarkan berat : mg debu/m3 udara;
 Berdasarkan jumlah partikel : juta partikel/ft 3 udara (million particles
per cubic foot of air-mppcf)

4
3. Ukuran dan bentuk partikel:
 Distribusi ukuran partikel beberapa dalam rentang debu terespirasi;
 Fiberous atau spherical dan
4. Lama paparan.

1. Komposisi Debu
Efek debu terhadap kesehatan ditentukan oleh jenis materi atau senyawa
penyusun debu itu. Debu inert (sulit bereaksi) akan berada di dalam paru-paru
lebih lama dibandingkan dengan debu batu kapur yang mudah terlarut sehingga
dapat menghilang tanpa efek berbahaya. Kandungan silika dalam debu
menentukan keparahan penyakit pneumoconiosis. Jenis penyakit pneumoconiosis
yang terjadi tergantung pada jenis senyawa debu, silika akan menyebabkan
silikosis, asbes akan menyebabkan asbestosis, antrasit dan silika akan
menyebabkan anthracosilicosis.
Debu toksik lainnya dapat terdiri atas logam, seperti arsen, antimoni,
cadmium, kromium, timah, mangan, merkuri, selenium, telurium, talium,
uranium, dan lainnya. Debu radioaktif juga berbahaya bagi kesehatan. Selain
bahaya radiasi, debu radioaktif juga dapat bersifat toksik secara kimiawi. Debu
pengganggu adalah debu yang tidak memberikan efek secara langsung, tetapi
tetap harus dijaga agar konsentrasi diudara tidak melebihi batas.

2. Konsentrasi debu
Ambang batas bagi debu toksik dan mineral dihitung berdasarkan paparan
yang diizinkan untuk 8 (delapan) jam kerja per hari dan 5 (lima) hari per minggu.
Konsentrasi debu dapat diukur dalam bentuk jumlah partikel atau berdasarkan
berat partikel.
Konsentrasi debu akan menentukan efek yang terjadi pada manusia;
konsentrasi tinggi dapat menimbulkan efek akut, sedangkan konsentrasi rendah
perlu dilihat efek kronisnya yang akan terjadi. Persentase kadar silika bebas SiO 2
dalam debu menentukan keparahan penyakit pneumoconiosis yang akan di derita.

3. Ukuran dan Bentuk Partikel

5
Kebanyakan industri menghasilkan debu dengan ukuran variatif dengan
partikel ukuran halus yang lebih banyak daripada partikel besar. Debu yang
terlepas ke udara belum tentu mempunyai komposisi yang sama dengan senyawa
asal (induk). Hal ini ditentukan oleh ukuran partikel dan densitas komponen
senyawa asal masing-masing serta kekerasan senyawa.
Luas permukaan debu akan semakin besar dengan semakin halus ukuran
debu. Misalnya 1 cm3 kuarsa murni berbentuk kubus; bila di tumbuk halus,
kuarsa itu menjadi kubus ukuran 1 mikron maka akan terbentuk debu sebanyak
1012 dengan luas permukaan total 6 m2 dibanding dengan luas permukaan asal
kubus asal seluas 6 cm2.

4. Lama Paparan
Paparan yang berlebih dan dalam jangka waktu lama terhadap debu
terspirasi akan menyebabkan penyakit pneumoconiosis. Faktor yang
menentukan adalah usia, lama kerja dan konsentrasi debu di udara.

2.4 Alat Ukur Debu


Pengukuran kadar debu di udara bertujuan untuk mengetahui apakah kadar debu
pada suatu lingkungan kerja berada pada konsentrasi yang sesuai dengan kondisi
lingkungan kerja aman dan sehat bagi pekerja. Hal ini penting dilaksanakan
mengingat bahwa hasil pengukuran ini dapat dijadikan pedoman pihak pengusaha
maupun instansi terkait lainnya dalam membuat kebijakan yang tepat untuk
menciptakan lingkungan kerja yang sehat bagi pekerja, sekaligus menekan angka
prevalensi penyakit akibat kerja.
Pengambilan/pengukuran kadar debu di udara biasanya dilakukan dengan metode
gravimetric, yaitu dengan cara menghisap dan melewatkan udara dalam volume
tertentu melalui saringan serat gelas/kertas saring. Alat-alat yang biasa digunakan
untuk pengambilan sampel debu total (TSP) di udara seperti:

1. High Volume Air Sampler


Alat ini menghisap udara ambien dengan pompa berkecepatan 1,1 – 1,7 m³/menit,
partikel debu berdiameter 0,1-10 mikron akan masuk bersama aliran udara melewati
saringan dan terkumpul pada permukaan serat gelas. Alat ini dapat digunakan untuk

6
pengambilan contoh udara selama 24 jam, dan bila kandungan partikel debu sangat
tinggi maka waktu pengukuran dapat dikurangi menjadi 6 – 8 jam.

2. Low Volume Air Sampler


Low Volume Air Sampler merupakan alat yang berfungsi untuk mengukur intensitas
paparan debu di area kerja. LVAS terdiri dari pompa hisap, tempat filter penyaring
udara dan flow meter (BSN, 2004). Pompa hisap ini sendiri berfungsi untuk
menghisap udara yang berada luar ke dalam alat tersebut. Pada alat ini terdapat flow
meter yang berfungsi untuk mengatur laju volume udara yang dihisap sehingga
nantinya volume udara yang dihisap dapat dihitung. Filter holder berfungsi untuk
menyimpan partikulat yang dihisap. Alat ini dapat mengnangkap debu yang
berukuran hingga 10 𝜇 dengan flowrate 20 liter/menit.

7
3. Low Volume Dust Sampler
Alat ini mempunyai prinsip kerja dan metode yang sama dengan alat low volume air
sampler.

4. Personal Dust Sampler.


Alat ini biasa digunakan untuk menentukan Respiral Dust (RD) di udara atau debu
yang dapat lolos melalui filter bulu hidung manusia selama bernafas. Untuk flow rate
2 liter/menit dapat menangkap debu yang berukuran < 10 mikron. Alat ini biasanya
dugunakan pada lingkungan kerja dan dipasang pada pinggang pekerja karena
ukurannya yang sangat kecil.

2.5 Cara Pengukuran Debu di Tempat Kerja


Dalam hal ini, pengukuran dilakukan dengan menggunakan alat berupa Personal
Dust Sampler.
1. Alat Dan Bahan
a. Alat tulis
b. Exicator
c. Personal Dust Sampler (PDS)
d. Timbangan Analitik

8
e. Kertas Filter
f. Silika Gel
g. Pinset
2. Prinsip Kerja
1. Menangkap debu ditempat kerja menggunakan personal dust sampler
2. Membandingkan berat kertas filter sesudah dan sebelum menggunakan metode
gravimetri
3. Menganalisis hasil dan membandingkannya dengan NAB kadar debu
4. Membuat kesimpulan dan saran
3. Cara Kerja
1. Mengambil kertas filter dengan pinset, kemudian memasukkan ke dalam
timbangan analitik.
2. Melihat pada display berapa berat filter awal atau disebut filter kosong,
kemudian mencatatnya.
3. Mengambil filter tersebut dari timbangan analitik, kemudian memasukkannya
ke exicator.
4. PDS di-on-kan dengan  flow meter berada pada posisi 2 liter/menit.
5. Memasang holder pada krah baju pekerja meubel, kemudian menunggu
sampai 3 jam 27 menit.
6. Mematikan PDS setelah batas waktu telah selesai.
7. Mengambil filter dengan pinset, kemudian menimbangnya pada timbangan
analitik kembali
8. Melihat pada display berapa berat filter setelah proses pengukuran.
9. Menghitung selisih antara berat filter sesudah dengan sebelum pengukuran
debu di industry/ Tempat kerja yang diperiksa
10. Memasukkan selisih yang diketahui kedalam rumus Gravimetry untuk
mengetahui kadar debunya.
11.  Menganalisis hasil dan membuat laporan

9
Perhitungan:
Kadar debu respirabel di udara tempat kerja dihitung dengan rumus berikut:
C = (W2 – W1) – (B2 – B2) x 103mg/m3
V
V =fxt

Keterangan:
C : kadar debu respirabel (mg/m3)
W2 : berat filter sampel setelah pengambilan sampel (mg)
W1 : berat filter sampel sebelum pengambilan sampel (mg)
B2 : berat filter blanko sebelum pengambilan sampel (mg)
B1 : berat filter blanko sebelum pengambilan sampel (mg)
V : volume udara pada waktu pengambilan sampel (I)
f : kecepatan aliran udara pada waktu pengambilan sampel (I / menit)
t : waktu pengambilan sampel (menit)

10
Contoh Formulir:

11
12
2.6 Pengendalian Debu sesuai dengan tingkat kebutuhan di tempat kerja
Pengendalian dilakukan secara berurutan dari yang paling efektif ialah sebagai
berikut :
1. Substitusi
2. Isolasi
3. Ventilasi setempat/LEV, menghilangkan sumber secara langsung;
4. Ventilasi umum, apabila diperlukan, dalam arti sudah dilakukan
pengendalian lainnya tetapi hasilnya belum sempurna
5. APD.

1. Substitusi
Substitusi merupakan pergantian material ataupun proses sehingga
tidak/kurang menghasilkan debu ataupun mengganti material yang berbahaya dengan
yang kurang berbahaya. Misalnya, asbes diganti dengan keramik ataupun proses
mekanis sehingga pekerja tidak terpajan. Bila sumber tidak ada, bahaya tereleminasi.
2. Isolasi
Metode paling efektif mengendalikan debu ialah pada sumbernya; dalam hal
ini, debu isolasi disertai dengan LEV dan ruang yang bertekanan negatif sehingga
debu tidak keluar seandainya pintu tidak terbuka. Hal ini tidak selalu memungkinkan,
terutama apabila pekerja harus berada dekat alat. Sebaliknya, bila alat yang besar
tidak harus diperhatikan pekerja, alat tadi dapat diisolasi seluruhnya. Bila perlu,
pekerja diberikan APD hanya untuk dipakai apabila ia memasuki ruang demikian.
Contoh isolasi yang merupakan enclosure total ialah glovebox, dimanfaatkan di
laboratorium dan pekerjaan dengan zat radioaktif.
3. Local Exhaust Ventilation (LEV)/ ventilasi setempat
LEV diperlukan ditempat debu diproduksi dalam jumlah besar, debu toksik.
LEV yang dikombinasikan dengan ruang penutup menjadi sangat efektif.
4. Ventilasi Umum
Ventilasi umum yang dimaksud ialah ventilasi –dilusi, artinya ada suplai dan
ada udara yang dikeluarkan. Mengenai ventilasi dilusi ini, penting untuk
memperhatikan lokasi udara masuk dan keluar terhadap posisi pekerja dan arah
dispersi polutan/debu.
5. Alat Pengamanan/Pelindung Diri

13
APD yang relevan ialah respirator/alat untuk proteksi sistem pernapasan.
Kenyamanan menjadi sangat penting agar pekerja mau menggunakannya. Apabila
jumlah/konsentrasi debu tinggi, penggunaan respirator menjadi suatu keharusan dan
dipakai hanya sesaat saja. Kesulitan penggunaan respirator ialah dalam memenuhi
standar yang berlaku.

14
KESIMPULAN

Debu adalah butiran-butiran padat yang dihasilkan oleh proses mekanisme seperti
penghancuran, pelembutan, pengepakan yang cepat, peledakan, pengolahan dan lain-lain dari
bahan organik dan anorganik, contohnya debu kayu, logam, arang batu, batu, butir-butir zat
dan sebagainya. (Suma’mur, 2014).
Debu terdiri atas partikel padat kecil yang terbawa oleh aliran udara. Efek debu
terhadap kesehatan manusia ditentukan oleh beberapa faktor diantaranya, Komposisi debu
baik secara kimia maupun fisika, Konsentrasi debu, Berdasarkan berat, Berdasarkan jumlah
partikel, Ukuran dan bentuk partikel, Distribusi ukuran partikel dan Lama paparan.

Ada beberapa alat yang dapat digunakan untuk mengukur debu, diantaranya adalah
High Volume Air Sampler, Low Volume Air Sampler, Low Volume Dust Sampler, dan
Personal Dust Sampler.
Pengendalian debu dilakukan secara berurutan dari yang paling efektif ialah
substitusi, isolasi, ventilasi setempat/LEV, menghilangkan sumber secara langsung, ventilasi
umum dan APD.

SARAN

15
DAFTAR PUSTAKA

Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor :


1405/MENKES/SK/XI/2002 Tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Kerja Perkantoran
dan Industri
Peraturan Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Nomor Per.13/Men/X/2011
Tahun 2011 Tentang Nilai Ambang Batas Faktor Fisika Dan Faktor Kimia Di Tempat Kerja
Standart Naional Indonesia SNI 19-0232-2005 Nilai Ambang Batas (NAB) zat
kimia di udara tempat kerja, Badan Standardisasi Nasional
Standart Naional Indonesia SNI 7325:2009 Metoda Pengukuran Kadar Debu
Respirabel di Udara Tempat Kerja Secara Perorangan, Badan Standardisasi Nasional

https://dspace.uii.ac.id/bitstream/handle/123456789/14136/05.2%20bab%202.pdf?
sequence=6&isAllowed=y

16

Anda mungkin juga menyukai