Anda di halaman 1dari 14

GOLONGAN DARAH

(Laporan Praktikum Genetika)

Oleh
Tata Zettya Parawita
1413024073

PENDIDIKAN BIOLOGI
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
2016
A. TINJAUAN PUSTAKA

Darah merupakan bagian dari cairan ekstrasel yang berfungsi untuk


mengambil O2 dari paru-paru, bahanbahan nutrisi dari saluran cerna, dan
mengangkut hormon dari kelenjar endokrin. Bahan-bahan tersebut diangkut
ke seluruh sel dan jaringan, dimana bahan-bahan tersebut akan berdifusi dari
kapiler ke jaringan interstitial, masuk ke dalam sel dan selanjutnya akan
dipergunakan untuk semua aktifitas sel. Sehingga dapat disimpulkan bahwa
darah mempunyai tiga peranan penting yaitu: fungsi transport, fungsi regulasi
dan fungsi pertahanan tubuh. Darah terdiri dari tiga jenis unsur sel khusus,
eritrosit, leukosit dan trombosit yang terendam dalam cairan kompleks
plasma, dimana masing-masing sel ini memiliki fungsi yang saling
menunjang dalam melaksanakan kerja dari darah tersebut (Siregar, 1995:68).

Fungsi darah antara lain:


1. Sebagai alat transportasi yaitu pembawa zat-zat makanan dari sistem
pencernaan keseluruh sel tubuh;
2. Mengangkut oksigen dari sistem pernapasan, yaitu paru-paru keseluruh
tubuh;
3. Mengangkut sisa-sisa metabolisme, misalnya karbondioksida, dari
seluruh sel tubuh ke organ ekskresi, misalnya paru-paru;
4. Mengangkut hormon dari kelenjar hormon ke organ sasaran;
5. Memelihara keseimbangan cairan tubuh;
6. Mempertahankan tubuh terhadap penyakit menular dan infeksi kuman-
kuman atau antibody (oleh sel-sel darah putih);
7. Mengatur keseimbangan asam dan basa, untuk menghindari kerusakan-
kerusakan jaringan.

Darah selalu dihubungkan dengan kehidupan, baik berdasarkan kepercayaan


saja maupun secara langsung kedalam pembuluh darah juga sudah lama pula
dilakukan, paling tidak sejak abad pertengahan. Pada mulanuya, pemberian
darah seperti ini dan yang kini dikenal sebagai transfuse tidak dilakukan
dengan landasan ilmiah, tidak mempunyai indikasi yang jelas dan dilakukan
secara sembarang saja. Tindakan ini lebih banyak dilakukan atas dasar yang
lebih bersifat kepercayaan, misalnya darah sebagai lambang kehidupan.
Indikasi juga tidak jelas, Pelaksanaan juga tidak didasarkan atas pengetahuan
yang cukup. Oleh karena itu tidak heran bila pada masa itu banyak korban
karena tindakan yang dilakukan secara sembarang ini, baik pada donor
maupun pada penerima darah. Bahkan pernah ada suatu masa, tepatnya abad
ke-17 dan 18, transfuse dilarang dilakukan di Eropa. Akan tetapi Dr.Karl
Landsteiner dalam tahun 1901 yang bekerja di laboratorium di Wina
menemukan bahwa sel-sel darah merah (eritrosit) dari beberapa individu akan
menggumpal (beraglutinasi) dalam kelompok-kelompok yang dapat dilihat
dengan mata telanjang, apabila dicampur dengan serum dari beberapa orang,
tetapi tidak dengan semua orang.Kemudian diketahui bahwa dasar dari
menggumpalnya eritrosit tadi ialah adanya reaksi antigen-antibodi. Apabila
suatu substansi asing (disebut antigen) disuntikkan ke dalam aliran darah dari
seekor hewan akan mengakibatkan terbentuknya antibodi tertentu yang akan
bereaksi dengan antigen (Suryo, 1997:345).

Ahli imunologi (ilmu kekebalan tubuh) kebangsaan Austria bernama Karl


Landsteiner (1868-1943) mengelompokan golongan darah manusia.
Penemuan Karl Landsteiner diawali dari penelitiannya, yaitu ketika eritrosit
seseorang dicampur dengan serum darah orang lain, maka terjadi
penggumpalan (aglutinasi). Tetapi pada orang lain, campuran itu tidak
menyebabkan penggumpalan darah. Aglutinogen (aglutinin) yang terdapat
pada eritrosit orang tertentu dapat bereaksi dengan zat aglutinin (antibodi)
yang terdapat pada serum darah. Aglutinogen dibedakan menjadi dua yaitu:
Aglutinogen A: memiliki enzim glikosil transferase yang mengandung
glutiasetil glukosamin pada rangka glikoproteinnya. Aglutinogen B: memiliki
enzim galaktose pada rangka glikoproteinnya. Aglutinin dibedakan menjadi
aglutinin α dan β . Darah seseorang memungkinkan dapat mengandung
aglutinogen A saja atau aglutinogen B saja. Tetapi kemungkinan juga dapat
mengandung aglutinogen A dan B. Ada juga yang tidak mengandung
aglutinogen sama sekali. Adanya aglutinogen dan aglutinin inilah yang
menjadi dasar penggolongan darah manusia berdasarkan sistem ABO.
Berdasarkan ada atau tidaknya aglutinogen, golongan darah dikelompokkan
menjadi:
1. Golongan darah A, yaitu jika eritrosit mengandung aglutinogen-A dan
aglutinin-b dalam plasma darah.
2. Golongan darah B, yaitu jika eritrosit mengandung aglutinogen-B dan
aglutinin-a dalam plasma darah.
3. Golongan darah AB, yaitu jika eritrosit mengandung aglutinogen-A dan
B, dan plasma darah tidak memiliki aglutinin.
4. Golongan darah O, yaitu jika eritrosit tidak memiliki aglutinogen-A dan
B, dan plasma darah memiliki aglutinin-a dan b.

Frekuensi populasi dari keempat golongan ini menunjukkan bahwa mereka


diwariskan, dan menuntun ke hipotesis bahwa mereka menentukan oleh tiga
gen alelik, alel A yang menentukan kekhususan A, alel B yang menentukan
kekhususan B, dan alel O yang tak aktif. Sesuai dengan pengertian ini, maka
individu golongan O semuanya homozigot OO dan individu golongan AB
semuanya heterozigot AB. Tetapi individu golongan A mungkin homozigot
AA maupun heterozigot AO, dan individu golongan B mungkin homozigot
BB maupun heterozigot BO (Harris, 1994:402).

Setelah darah ditetesi serum, maka akan terjadi beberapa kemungkinan yang
akan menunjukkan golongan darah tersebut. Beberapa kemungkinan tersebut,
yaitu jika serum anti-A menyebabkan aglutinasi pada tetes darah, maka
individu tersebut memiliki aglutinogen tipe A (golongan darah A). Jika serum
anti-B menyebabkan aglutinasi, individu tersebut memiliki aglutinogen tipe B
(golongan darah B). Jika kedua serum anti-A dan anti-B menyebabkan
aglutinasi induvidu tersebut memiliki aglutinogen tipe A dan tipe B
(golongan darah AB). Jika kedua serum anti-A dan anti-B tidak
mengakibatkan aglutinasi,maka individu tersebut tidak memiliki aglutinogen
(golongan darah O) (Wijaya. 2009).
B. HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN

Tabel Golongan Darah Mahasiswa Pendidikan Biologi 2014.


Golongan Jumlah Anti-A Anti-B Anti-AB
Darah
A 8 + - +
B 11 - + +
AB 4 + + +
O 13 - - -
Jumlah 36
Keterangan: (+) menggumpal, (-) tidak menggumpal

PEMBAHASAN

Pada percobaan tentang golongan darah, prosedur kerja yang dilakukan, yaitu
masing-masing mahasiswa mengambil kartu golongan darah dari asisten.
Kemudian mensterilkan salah satu ujung jari (misalnya menggunakan jari
tengah), dengan cara mengusapkan kapas yang telah ditetesi alkohol.
Selanjutnya, ujung jari yang telah steril tersebut ditusuk dengan
menggunakan blood lanset sehingga darah menetes keluar. Lalu meneteskan
darah tersebut pada ke-empat kolom yang telah tersedia pada kartu golongan
darah. Langkah selanjutnya, dilakukan dengan meneteskan serum anti-A pada
kolom pertama, meneteskan serum anti-B pada kolom kedua, meneteskan
serum anti-AB pada kolom ketiga, dan meneteskan serum anti-Rh pada
kolom rhesus. Masing-masing kolom tersebut diaduk menggunakan tusuk
gigi dengan hati-hati. Setelah itu mengamati kolom mana yang mengalami
penggumpalan.

Berdasarkan tabel hasil pengamatan, diperoleh hasil yaitu dari 36 mahasiswa,


terdapat 8 orang yang bergolongan darah A, yang menunjukkan anti-A
menggumpal (+), anti-B tidak menggumpal (-), dan anti-AB menggumpal
(+); 11 orang yang bergolongan darah B menunjukkan anti-A tidak
menggumpal (-), anti-B menggumpal (+), dan anti-AB menggumpal (+); 4
orang bergolongan darah AB menunjukkan anti-A menggumpal (+), anti-B
menggumpal (+), dan anti-AB menggumpal (+); sedangkan sisanya yaitu 13
orang yang bergolongan darah O menunjukkan anti-A tidak menggumpal (-),
anti-B tidak menggumpal (-), dan anti-AB juga tidak menggumpal (-).

Berdasarkan teori, setelah darah ditetesi serum, maka akan terjadi beberapa
kemungkinan yang akan menunjukkan golongan darah tersebut. Beberapa
kemungkinan tersebut, yaitu jika serum anti-A menyebabkan aglutinasi pada
tetes darah, maka individu tersebut memiliki aglutinogen tipe A (golongan
darah A). Jika serum anti-B menyebabkan aglutinasi, individu tersebut
memiliki aglutinogen tipe B (golongan darah B). Jika kedua serum anti-A dan
anti-B menyebabkan aglutinasi induvidu tersebut memiliki aglutinogen tipe A
dan tipe B (golongan darah AB). Jika kedua serum anti-A dan anti-B tidak
mengakibatkan aglutinasi, maka individu tersebut tidak memiliki aglutinogen
(golongan darah O) (Wijaya, 2009). Hal tersebut menunjukkan bahwa
prosedur kerja dan hasil pengamatan dalam praktikum yang telah dilakukan
sudah sesuai dengan teori yang ada.

Dalam sistem ABO, golongan darah manusia terbagi atas golongan darah A,
B, AB, dan O. Golongan darah A mengandung antigen A dalam eritrosit dan
aglutinin β dalam plasma. Golongan darah B mengandung antigen B dalam
eritrosit dan aglutinin α pada plasma. Golongan darah AB mengandung
antigen A dan B dalam eritrosit tetapi tidak satupun terdapat aglutinin α dan
β. Sedangkan golongan darah O tidak mengandung antigen Adan B dalam
eritrosit, tetapi terdapat kedua aglutinin  α dan β dalam plasma (Yatim, 1987:
212).

Seorang pria bergolongan darah A heterozigot menikahi wanita bergolongan


darah B heterozigot. Maka kemungkinan darah anak-anak mereka:
P = ♀B >< ♂A
IB Io IAIo
F1 =
IB Io

IA IAIB IAIo
Gol. Darah AB Gol. Darah A
o
I IB Io IoIo
Gol. Darah B Gol. Darah O

Penggolongan Darah Sistem MN. Pada 1927, K. Landsteiner dan P Levine


menemukan antigen baru yang disebut antigen-M dan antigen-N. Sel darah
merah manusia dapat mengandung salah satu atau kedua antigen tersebut
sehingga terdapat golongan darah M, MN, dan N. Pada darah manusia, tidak
terdapat aglutinin (zat penggumpal) untuk antigen-antigen ini sehingga
transfusi darah tidak dipengaruhi sistem golongan darah ini (Suryo, 2001:
262)

Sistem golongan darah Rhesus (Rh) pertama kali ditemukan pada jenis kera
Macaca Rhesus pada tahun 1940 oleh K. Landsteiner dan Wiener. Pada jenis
ini ditemukan antigen Rhesus pada eritrositnya. Sistem penggolongan darah
rhesus juga berlaku pada manusia karena antigen Rhesus juga dimiliki oleh
manusia. Orang yang memilki antigen rhesus dinamakan rhesus positif (Rh+),
sedangkan yang tidak memilikinya dinamakan rhesus negative (Rh–). Sistem
rhesus ini dikendalikan oleh gen dengan alel Rh dan rh. Alel Rh bersifat
dominan terhadap alel rh. Pada wanita Rh– , kalau mengandung embrio
bergolongan Rh+, untuk kandungan pertama tidak apa-apa. Tetapi untuk
kandungan kedua bergolongan Rh+ juga, maka akan terjadi eritroblastolis
fetalis, artinya bayi yang lahir akan menderita anemia yang parah dan di dalam
darah bayi banyak beredar eritroblast, yaitu eritrosit yang belum matang
sehingga tubuh menjadi kuning. Hal ini disebabkan karena eritrosit janin akan
kemasukan zat antibodi Rh+ dari darah dan mengaglutinasi eritrosit janin
(Waluyo, 2006: 180-181).
Alat dan bahan yang digunakan pada saat praktikum, antara lain blood lanset,
serum anti-A, serum anti-B, serum anti-Rh, kartu golongan darah, pipet tetes,
alkohol, kapas, dan tusuk gigi. Blood lanset berfungsi untuk menusuk ujung
jari agar darah dapat keluar. Serum anti-A dan serum anti-B berfungsi untuk
mengetahui golongan darah seseorang, dengan cara meneteskannya dan
mencampurnya dengan darah seseorang agar mengetahui apakah terjadi
penggumpalan atau tidak . Serum anti-RH berfungsi untuk menguji Rh
seseorang, (+) apabila darah menggumpal, dan (-) bila darah tidak
menggumpal. Kartu golongan darah berfungsi sebagai tempat meneteskan
darah dan mencampurnya dengan serum, yang terdiri dari 4 kolom, yaitu anti-
A, anti-B, anti-AB, dan anti-Rh. Pipet tetes digunakan untuk meneteskan
serum ke kertas golongan darah. Alkohol dan kapas berfungsi untuk
mensterilkan ujung jari yang akan ditusuk. Sedangkan tusuk gigi digunakan
sebagai pengaduk antara darah dengan serum agar bercampur dengan baik.

Kelainan yang dapat terjadi dalam darah, antara lain: anemia, thalassemia,
leukimia, dan hemofilia. Anemia adalah rendahnya kadar hemoglobin
dalam darah. Hal ini akan mengganggu lancarnya pengangkutan oksigen.
Anemia disebabkan oleh beberapa hal diantaranya: kehilangan banyak darah,
misalnya karena pendarahan hebat, luka bakar, infeksi cacing tambang;
gangguan pembentukan darah, misalnya karena kekurangan vitamin dan zat-
zat makanan tertentu; ada gangguan dan kerusakan pada sumsum tulang
sehingga pembentukan sel darah merah (eritrosit) terhambat; dan
penghancuran sel-sel darah merah yang terlalu cepat dan banyak, misalnya
karena penyakit malaria; Untuk mengatasi anemia maka dilakukan transfusi
darah. Thalassemia adalah penyakit anemia hemolitik atau kondisi kelainan
genetika dimana tubuh tidak mampu memproduksi globin, suatu protein
pembentuk hemoglobin. Kalaupun penderita thalasemia mampu memproduksi
eritrosit, biasanya usia sel darahnya lebih singkat dan lebih rapuh atau lebih
mudah rusak. Penyakit ini bersifat genetis, artinya diturunkan dari kedua
orang tua kepada anak-anaknya,secara resesif. Leukemia ditandai dengan
meningkatnya jumlah leukosit secara tajam, mencapai 1 juta per mm darah
atau lebih. Keadaan ini sangat berbahaya karena sel-sel pada sumsum tulang
yang menghasilkan eritrosit digantikan oleh leukosit sehingga menghambat
pembentukan eritrosit.Untuk mengatasi leukemia, selain pemberian obat-
obatan, pasien diberi transfusidarah atau dilakukan transplantasi sumsum
tulang belakang. Hemofilia adalah kelainan yang bersifat genetis. Penderita
tidak mampu melakukan proses pembekuan darah pada saat luka atau
pembuluh darahnya pecah, atau proses pembekuannya sangat lama sehingga
darah terus mengalir. Hal ini terjadi karena tubuh tidak memiliki faktor
pembeku darah, seperti AHG (Anti Hemophilic Globulin) atau PTC (Plasma
Thromboplastin Component). Hemofili dapat diatasi dengan cara transfusi
darah selama penderita mengalami pendarahan.

Transfusi darah adalah pemberian darah seseorang kepada orang lain. Orang


yang berperan sebagai pemberi darah disebut dengan donor, sedangkan yang
menerima darah disebut resipien. Donor perlu memperhatikan jenis
aglutinogen di dalam eritrosit, sedangkan resipien perlu memperhatikan
jenis aglutinin dalam plasma darah. Sebelum melakukan transfusi darah,
perlu menentukan golongan darah resipien dan golongan darah pendonor.
Proses penentuan golongan darah dilakukan dengan cara tes darah. Setelah
diketahui jenis golongan darah antara donor dan resipien barulah proses
transfusi darah dapat dilakukan. Dalam setiap tindakan transfusi darah perlu
diusahakan mencari darah yang cocok/compatible supaya tidak terjadi
penolakan (rejection) dari resipien, yang dalam transfusi biasanya disebut
reaksi transfusi/hemolytic. Bila resipien diberi golongan darah yang tidak
cocok dengan golongan darahnya, maka akan terjadi dua reaksi. Interaksi
antibodi dengan antigen dapat menyebabkan aglutinasi dan hemolisis.
Aglutinasi dapat menyebabkan penyumbatan pembuluh darah. Selain itu juga
dapat menyebabkan kegagalan ginjal, karena terjadi pembebasan hemoglobin
dari eritrosit. Saat ini, orang yang bergolongan darah A hanya dapat menerima
donor darah dari orang yang bergolongan darah A saja; orang yang
bergolongan darah B hanya dapat menerima donor darah dari orang yang
bergolongan darah B; orang yang bergolongan darah AB hanya dapat
menerima donor darah dari orang yang bergolongan darah AB; dan orang
yang bergolongan darah O hanya dapat menerima donor darah dari orang yang
bergolongan darah O. Selian memperhatikan golongan darah, transfusi darah
juga harus memperhatikan sistem Rh agar tidak terjadi aglutinasi (Guyton,
1990).

C. KESIMPULAN
D. DAFTAR PUSTAKA

Harris, H. 1994. Dasar-dasar Genetika Biokemis Manusia. Gadjah


Mada University Press. Yogyakarta.
Siregar, H., Yusuf, I. & Gani, A. 1995 Fisiologi Sel dan Cairan Tubuh. Universitas
Hasanuddin. Makassar.
Suryo. 1997. Genetika. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Suryo. 2001. Genetika Manusia Cetakan Kesembilan. Gadjah Mada
University Press. Yogyakarta.
Waluyo, Joko. 2006. Biologi Dasar. University Press. Jember.
Yatim, Wildan. 1990. Biologi Modern Nistologi. Tarsito. Bandung.

Bandarlampung, 04 April 2016


Mengetahui,
Praktikan Asisten

Tata Zettya Parawita Hanna Benedicta S.


NPM 1413024073 NPM 1313024038

LAMPIRAN
E. DISKUSI

1. Tuliskan kemungkinan golongan darah anak hasil perkawinan seorang


laki-laki bergolongan darah A dengan perempuan bergolongan darah.
Tuliskan semua persilangannya!
Jawab:
a. Apabila laki-laki bergolongan darah A (homozigot) menikah dengan
perempuan bergolongan darah B (homozigot), maka persilangannya:
P = ♀B >< ♂A
IB IB IAIA
F1 =
IB IB

IA IAIB IAIB
Gol. Darah AB Gol. Darah AB
A
I IAIB IAIB
Gol. Darah AB Gol. Darah AB
Maka kemungkinan anaknya bergolongan darah AB.
b. Apabila laki-laki bergolongan darah A (homozigot) menikah dengan
perempuan bergolongan darah B (heterozigot), maka persilangannya:
P = ♀B >< ♂A
IB Io IAIA
F1 =
IB Io

IA IAIB IAIo
Gol. Darah AB Gol. Darah A
A
I IAIB IAIo
Gol. Darah AB Gol. Darah A
Maka kemungkinan anaknya bergolongan darah AB dan A.
c. Apabila laki-laki bergolongan darah A (heterozigot) menikah dengan
perempuan bergolongan darah B (homozigot), maka persilangannya:
P = ♀B >< ♂A
IB IB IAIo
F1 =
IB IB

IA IAIB IAIB
Gol. Darah AB Gol. Darah AB
Io IB Io IBIo
Gol. Darah B Gol. Darah B
Maka kemungkinan anaknya bergolongan darah AB dan B.
d. Apabila laki-laki bergolongan darah A (heterozigot) menikah dengan
perempuan bergolongan darah B (heterozigot), maka persilangannya:
P = ♀B >< ♂A
IB Io IAIo
F1 =
IB Io

IA IAIB IAIo
Gol. Darah AB Gol. Darah A
Io IB Io IoIo
Gol. Darah B Gol. Darah O
Maka kemungkinan anaknya bergolongan darah AB, A, B, dan O.

2. Peristiwa munculnya sifat apabila dalam keadaan heterozigot disebut...


Jawab:
Peristiwa intermediet, dimana salah satu ada yang dominan dan yang
satunya lagi memiliki sifat resesif.

3. Selain golongan darah ABO, dikenal juga penggolongan darah Rh. Rh+
dominan terhadap Rh-. Apabila seseorang perempuan bergolongan darah
Rh- kawin dengan seorang pria Rh+, apakah yang akan terjadi pada
anaknya?
Jawab:
Apabila perempuan itu hamil, maka bayi di dalam kandungan bersifat Rh+.
Darah bayi mengalir melalui plasenta ke tubuh ibunya membawa eritrosit
yang mengandung antigen Rh. Serum dan plasma darah itu distimulir
untuk membentuk anti-Rh, sehingga darah ibu yang mengalir kembali ke
tubuh bayi memiliki anti-Rh. Sel darah merah dari bayi diliputi oleh anti-
Rh, sehingga rusak dan bayi menderita anemia. Jika ibu hamil pertama
kali, maka anti-Rh yang dibentuk oleh ibu masih sedikit, sehingga
konsentrasinya belum membahayakan bagi bayi dan bayi dapat selamat.
Akan tetapi, apabila ibu hamil untuk kedua kalinya, dan tentunya bayi
akan bersifat Rh+ lagi, maka serum dan plasma darah ibu akan
mengandung lebih banyak anti-Rh. Eritrosit bayi bertambah banyak yang
rusak dan darah bayi mengandung sejumlah besar eritroblast. Biasanya
bayi mati dalam kandungan ibu. Apabila bayi lahir, maka sel yang rusak
akan menghasilkan bilirubin dalam jumlah besar, yang menyebabkan
kuning. Apabila tidak ditangani akan merusak otak dan berakibat fatal.

4. Manakah yang lebih aman bagi keturunannya:


a. Seorang laki-laki bergolongan darah A, Rh+ kawin dengan seorang
perempuan bergolongan darah B, Rh+?
b. Seorang laki-laki bergolongan darah A, Rh+ kawin dengan seorang
perempuan bergolongan darah B, Rh-?
Berikan alasannya!
Jawab:
Yang lebih aman, yaitu seorang laki-laki bergolongan darah A, Rh+ kawin
dengan seorang perempuan bergolongan darah B, Rh+. Hal ini dikarenakan
status rhesus (termasuk janin) ditentukan oleh kombinasi dari status rhesus
kedua orangtuanya., dimana Rh+ lebih dominan terhadap Rh-. Apabila ibu
hamil memiliki Rh- dan suaminya Rh+, belum tentu bayinya akan memiliki
Rh+, sebab masih ada kemungkinan ayah memiliki Rh- yang tidak dominan
(tidak muncul), namun diturunkan pada anaknya dan berkombinasi dengan
Rh- dari ibu sehingga menjadikan anaknya Rh-. Jadi, kehawatirannya
justru bukan pada situasi dimana kedua suami istri memiliki status rhesus
yang sama. Jika kedua suami istri Rh-, maka janinnya pasti juga Rh- dan
tidak ada kekhawatiran penyakit seperti yang dialami bayi pada soal
nomor 3. Jika kedua suami istri Rh+, maka juga tidak perlu dikhawatirkan
sebab apapun status rhesus janinnya, sistem imunitas ibu yang telah
memiliki Rh+ tidak akan secara berlebihan terpicu untuk membentuk
antibodi anti-Rh hanya dikarenakan janinnya memiliki Rh+.

Anda mungkin juga menyukai