Anda di halaman 1dari 29

1

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Tanaman apu-apu (Pistia stratiotes L.) menempati urutan ketiga dari sepuluh
gulma yang dapat menimbulkan masalah yang potensial di Asia Tenggara setelah
eceng gondok (Eichhornia crassipes) dan kiambang (Salvinia molesta).Unsur yang
terkandung dari apu-apu (Pistia stratiotes L.) diantaranya adalah N 2,83%, P 0,17%
K 0,96%, C/N 10 dan bahan organik 47,2 %. sehingga tanaman apu – apu dapat
dimanfaatkan menjadi kompos atau bokashi (Madrikarti & Indiyani, 2008).
Gulma merupakan tanaman yang merugikan yang tumbuh ditempat yang tidak
di kehendaki dan bersaing dengan tanaman budidaya untuk merebutkan nutrisi,
unsur hara, ruang dan cahaya matahari, Sehingga dalam pertanian gulma dianggap
memberikan dampak buruk baik secara lansung maupun tidak langsung terhadap
tumbuhan yang dibudidayakan. Karena sifatnya yang merugikan gulma menjadi
musuh petani. Pertumbuhan gulma di area tanaman budidaya akan berdampak
menurunkan produksi tanaman pokok. Ada berbagai macam jenis gulma yang
mengganggu tanaman budidaya, gulma yang terdapat di lahan sawah akan berbeda
jenis dengan gulma yang terdapat di lahan kering.
Tanaman apu apu (Pistia stratiotes L.) dimanfaatkan sebagai penghias (tanaman
hias air) dan sebagai tanaman pelindung akuarium. Fungsinya bisa untuk menyerap
logam - logam limbah dan penecemaran air lainnya. Tanaman apu apu juga bisa di
gunakan untuk tempat berkembang biak ikan, melindungi ikan dari terik matahari,
meningkatkan oksigen di dalam air, filter alami, cocok untuk tempat media bertelurnya
ikan.
Pupuk organik adalah pupuk yang tersusun dari materi mahluk hidup, seperti
pelapukan sisa – sisa tanaman, hewan dan manusia. pada umumnya pupuk organik
mempunyai kandungan hara makro N, P dan K yang rendah tetapi mengandung hara
mikro dalam jumlah cukup yang sangat diperlukan dalam pertumbuhan tanaman
2

Pupuk organik merupakan hasil dekomposisi bahan-bahan organik baik tumbuhan


kering (humus) maupun limbah dari kotoran ternak yang di urai (dirombak) oleh mikroba
hingga dapat menyediakan unsur hara yang dibutuhkan tanaman untuk pertumbuhan dan
perkembangan tanaman. Pupuk organik sangat penting artinya sebagai penyangga sifat
fisik, kimia, dan biologi tanah sehingga dapat meningkatkan efisiensi pupuk dan
produktivitas lahan (Aprianis, 2011).
Pupuk bokashi merupakan bahan-bahan organik yang difermentasikan menggunakan
EM-4 dapat meningkatkan tanah yang miskin unsur hara menjadi tanah yang produktif
melalui proses alamiah (Tata, 2000). Mikroorganisme efektif (EM) merupakan kultur
campuran berbagai jenis mikroorganisme yang bermanfaat (bakteri fotosintetik, bakteri
asam laktat, ragi, actinomycetes dan jamur peragian) yang dapat dimanfaatkan sebagai
inokulan untuk meningkatkan keragaman mikrobia tanah. Pupuk organik bokashi dibuat
dari bahan-bahan organik seperti jerami, sampah organik, pupuk kandang, sekam padi,
rumput dan limbah jamur merang yang telah difermentasikan oleh Effective
Microorganisme (Susanto, 2002).
Kandungan C organik dan N total yang cukup tinggi pada apu-apu, yaitu 40,5% dan
1,8%. Hal ini diharapkan mampu menyumbang unsur hara ke dalam tanah sehingga dapat
mengurangi penggunaan pupuk anorganik. Berdasarkan hasil analisis bahan organik yang
dilakukan di laboratorium Kimia Tanah Universitas Brawijaya menunjukkan bahwa
kandungan bahan organik kompos apu-apu adalah 22,8%, sedangkan kandungan bahan
organik apu-apu segar adalah 19,6% (Mamonto, 2013).
Dalam kegiatan magang pembuatan bokashi apu – apu terdapat bahan tambahan
seperti pupuk kandang ayam yang baru diambil dari kandang sebagai sumber
mikroorganisme dan bahan organik. Campuran gula merah dan EM4 yang berperan
mempercepat aktifitas mikroorganisme.
3

1.2. TujuanMagang
1.2.1. Tujuan Umum
Tujuan umum dari pelaksanaan magang ini, yaitu untuk mendapatkan pengalaman
dan ketrampilan kerja praktis mahasiswa sesuai dengan kegiatan yang dilakukan di lokasi
magang, sehingga dapat menjadi bekal ilmu yang diterapkan pada lapangan.

1.2.2. Tujuan Khusus


1. Untuk mengetahui teknik pembuatan Bokashi Apu - apu
2. Meningkatkan pengetahuan atau wawasan tentang kegiatan pertanian di Yayasan
Usaha Mulia (YUM) Km 30.
3. Meningkatkan kemampuan teknis lapangan dan wawasan mahasiswa tentang
pertanian organik.
4. Meningkatkan kemampuan professional mahasiswa dan kerja sama antar
mahasiswa sesuai kompetisinya dalam melaksanakan proses kerja nyata.
4

II.TINJAUAN PUASTAKA

2.1. Tanaman Apu – apu


Apu-apu (Pistia stratiotes L.). merupakan tumbuhan air yang biasa dijumpai
mengapung di perairan tenang atau kolam. Ia juga populer sebagai tumbuhan
pelindung akuarium Tumbuhan ini adalah satu-satunya anggota marga Pistia. Orang juga
mengenalnya sebagai kiambang/kayambang, tetapi penamaan ini salah kaprah, karena
mengacu pada tumbuhan air yang lain. Asal tumbuhan ini tidak jelas namun telah
diketahui menyebar di seluruh wilayah tropika dan subtropika. Apu - apu dapat digunakan
untuk menyerap logam - logam dalam limbah industri. Klasifikasi tanaman Apu – apu
(Collins, 1968; Samson, 1980; Nakasone & Paull, 1998).
Kingdom : Plantae ( Tumbuhan )
Subkingdom : Tracheobionta (Tumbuhan Berpelumbuh)
Superdivisi : Spermatophyta (Menghasilkan Biji)
Divisi : Magnoliophyta (Tumbuhan Berbunga)
Kelas : Liliopsida (Berkeping satu/monokotil)
Subkelas : Arecidae
Ordo : Arales
Famili : Araceae
Genus : Pistia
Spesies : Pistia stratiotes L.
Tumbuhan apu-apu atau water lettuce merupakan tumbuhan yang dapat
berkembang biak tidak hanya secara generatif yaitu melalui penyerbukan pada bunga,
selain itu dapat juga secara vegetatif. Perkembangbiakan vegetatif dapat dilakukan
karena mampu membentuk stolon (Galinging, R. Y. 2005). Stolon tersebut dapat
terpotong pada ujungnya dan akan terlepas dan tumbuh menjadi individu baru. Tumbuhan
ini dapat berkembangbiak dengan cepat, karena dapat dilakukan secara generatif dan juga
secara vegetatif dengan menggunakan stolon. tumbuhan ini dapat tumbuh dan
memperluas serta membentuk koloni besar yang menutupi seluruh permukaan yang
5

tersedia bagi mereka. Akar yang dimiliki tumbuhan ini adalah akar serabut dan
membentuk suatu struktur berbentuk seperti keranjang dan dikelilingi gelembung udara,
sehingga meningkatkan daya apung tumbuhan tersebut.
Hal ini menunjukkan bentuk fisiologi adaptasi yang dilakukan tumbuhan apu-apu
untuk mampu hidup diarea perairan dan tetap mendapatkan cahaya matahari dan udara
untuk proses fotosintesis. Selain itu, letak daun berupa rosset (susunan daun yang
melingkar dan rapat berimpitan) dan bentuk daun yang cenderung melebar membantu
tumbuhan ini untuk dapat mengapung dipermukaan air karena luas kontak dengan air
lebih luas, serta daun yang lebar membantu tanaman ini untuk melakukan penguapan air
secara berlebih (Mulyohardjo. 1984).
Menurut Firdaus (1998) bahwa daun tumbuhan apu-apu memiliki struktur
berongga-rongga, dan bila dilihat secara histologis, maka nampak bahwa terdapat rongga
kosong pada jaringan mesofilnya yang disebut jaringan aerenkim. Hal ini menunjukkan
cara apu-apu untuk beradaptasi dengan lingkungan hidupnya yaitu perairan atau lahan
basah, yang bertujuan agar dapat mengapung di permukaan air. Selain itu, berdasarkan
pengamatan terhadap phytochemical screening maka menunjukkan bahwa tumbuhan apu-
apu (Pistia Stratiotes L.) mengandung alkaloid, tanin, flavonoid, saponin, minyak, lemak
dan glikosid (Kumar et al., 2010; Verheji & CoronelL, 2011; Leal & Coppens, 2013).
Gulma apu-apu dapat berperan sebagai sumber pupuk organic (Sebanyang, 2010).
menunjukkan bahwa apu-apu dapat digunakan sebagai penyerap unsur nitrogen di alam,
seperti terlihat pada kandungan nitrogen apu-apu. Apu-apu memiliki kadar air yang
tinggi (Iram, 2011). kadar air apu-apu yaitu sekitar 94%. Hal ini menunjukkan perlunya
bahan tambahan yang kering apabila apu-apu dikomposkan.
kandungan C organik dan N total yang cukup tinggi pada apu-apu, yaitu 40,5% dan
1,8%. Hal ini diharapkan mampu menyumbang unsur hara ke dalam tanah sehingga dapat
mengurangi penggunaan pupuk anorganik. Berdasarkan hasil analisis bahan organik yang
dilakukan bahwa kandungan Bahan organic kompos apu – apu lebih besar dibanding
kandungan apu – apu segar (Pinaria, A., Baihaki, A., Setiamihardja, R. & Darajat, A. A.
1995.)
6

2.2. EFFECTIVE MICROORGANISME (EM 4)


Effective Mikroorganisme (EM 4) merupakan suatu cairan berwarna kecoklatan dan
beraroma manis asam (segar) yang di dalamnya berisi campuran beberapa
mikroorganisme hidup yang menguntungkan bagi proses penyerapan/persediaan unsur
hara dalam tanah. Miroorganisme menguntungkan tersebut (EM 4) telah lama ditemukan,
diteliti dan diseleksi terus menerus oleh seorang ahli pertanian bernama Profesor Teruo
Higa dari universitas Ryukyu Jepang.Dengan demikian EM4 bukan merupakan bahan
kimia yang berbahaya seperti pestisida,obat serangga atau pupuk kimia lainnya.
2.2.1 Manfaat EM4
Adapun manfaat dalam pembuatan kompos/bokashi dengan teknologi EM4 adalah
sebagai berikut :
a. Apabila mikroorganisme EM4 berada dalam tanah,maka mikroorganisme
menguntungkan sejenis yang sudah ada di dalam tanah berkembang dengan
baik.sedangkan mikroorganisme yang merugikan yang dapat menimbulkan penyakit
dapat ditekan.
b. EM4 mampu mengolah atau menguraikan bahan-bahan organik dengan cepat secara
fermentasi menjadi kompos sehingga tidak menimbulkan bau busuk melainkan
menimbulkan aroma yang segar.
2.2.2 Bahan Organik Tambahan
Adapun bahan tambahan dalam pembuatan kompos dengan teknologi EM4 adalah
sebagai berikut:
a. Dedak : Berfungsi untuk sumber makanan yang bergizi (vitamin)untuk
“membangunkan” EM4 dalam keadaan “tidur” non aktif di cairan biasa
b. Gula Pasir, gula merah atau tetes tebu : berfungsi untuk memeperoleh energi bagi
perkembangbiakan jumlah EM yang diaktifkan selama proses pembuatan kompos
(proses fermentasi 3-4 hari)
c. Sekam/Arang sekam, serbuk geregaji (bila ada) sangat baik untuk meningkatkan
kualitas kompos yang dihasilkan dari segi teksturnya
7

2.3. Pupuk Kandang Kotoran Ayam


Kotoran ayam merupakan limbah yang dihasilkan dari peternakan ayam yang dapat
menimbulkan masalah bagi lingkungan. Untuk mengurangi limbah tersebut, kotoran ayam
dapat dimanfaatkan sebagai pupuk (FAOSTAT, 2007).
Kotoran ayam mengandung unsur hara lengkap yang dibutuhkan oleh tanaman untuk
pertumbuhan seperti nitrogen (N), fosfor (P) dan kalium (K), kalsium (Ca), magnesium
(Mg) dan sulfur (S) (Tufailael, 2014). Pupuk kandang kotoran ayam mampu
memperbaiki struktur tanah agar lebih gembur sehingga pertumbuhan akar tanaman
menjadi lebih baik. Selain itu pupuk kandang juga berperan dalam meningkatkan daya
serap dan daya pegang tanah terhadap air sehingga ketersediaan air yang dibutuhkan
tanaman tercukupi (Istiqomah, 2013).
Dalam kegiatan magang menggunakan pupuk kandang kotoran ayam dalam
pembuatan kompos sebagai sumber mikroorganisme.

2.4. Tanah
Tanah adalah sumber mikroorganisme dalam pembuatan kompos. Sehingga
membantu proses penguraian atau dekomposer kompos.
8

III. BAHAN DAN METODE

3.1. Waktu dan Tempat


Kegiatan magang telah dilaksanakan pada tanggal 21 Oktober 2019 sampai 29
November 2019 bertempat di kebun RC 30 dan RC 37 milik Yayasan Usaha Mulia
(YUM), Jl. Bukit Tunggal Suka Mulia, RT 10/RW 3 Tangkiling, Palangka Raya,
Kalimantan Tengah.

3.2. Alat dan Bahan


Alat yang digunakan adalah cangkul, pisau, mesin pencacah, ember ukuran 80 liter,
palu, paku, kayu, terpal, thermometer, timbangan dan lain sebagainya yang menunjang
alat pembuatan kompos sedangkan bahan yang digunakan adalah Apu – apu yang sudah
dihaluskan sebanyak 2 karung seberat 50 kg sebagai sumber (N), Pupuk Kandang/kotoran
Ayam sebanyak ¼ karung sebagai sumber mikroorganisme, gula merah 10 gram, EM4 ¼
gelas takaran YUM dimana volume gelas 36,5 mL. Perbandingan pembuatan bokashi
sesuai metode yang diterapkan YUM yaitu 2 karung ukuran 50 kg tanaman apu – apu, ½
pupuk kandang, ¼ gelas EM4 dan ¼ gelas larutan gula merah (2 : ½ : ¼ : ¼) gelas takaran
yang disesuaikan pihak YUM. Bahan utama pembuatan bokashi adalah bahan basah dan
bahan kering dengan perbandingan ¾ : ¼ dimana bahan kering dalam pembuatan bokashi
adalah pupuk kandang/kotoran ayam.

3.3. Metode Kegiatan


Metode kegiatan magang ini dilakukan berdasarkan Kerangka Acuan Kerja (KAK)
yang dibuat oleh mahasiswa. namun dalam pelaksanaannya tidak terlepas dari bimbingan
staf YUM dan bantuan dari seluruh mahasiswa yang memprogramkan kegiatan magang di
YUM.
Kegiatan khusus adalah kegiatan inti magang yang dilakukan oleh mahasiswa
berdasarkan kerangka acuan yang telah dibuat. Kegiatan khusus dalam kegiatan magang
9

ini adalah teknik pembuatan bokashi Apu – apu adapun pelaksanaan magang
menggunakan beberapa pendekatan yaitu

3.3.1. Metode Observasi


Mahasiswa langsung ke lokasi magang untuk melihat dan mengamati keadaan
sebenarnya di lokasi magang dan ikut berpartisipasi dalam kegiatan yang ada di lokasi
magang.

3.3.2. Metode Wawancara


Mahasiswa mampu berdialog langsung dengan pihak terkait yang ada di ruang
lingkup YUM. Dan terhadap orang – orang yang terlibat langsung dalam Pembuatan
Pupuk Bokashi Tanaman Apu – apu (Pistia Stratiotes L.).

3.3.3. Metode Praktik Pembuatan Bokashi


Mahasiswa mampu melakukan pembuatan bokashi secara langsung campuran
tanaman apu – apu dan EM4 dan mengkombinasikan bahan yang lain sesuai dengan
prosedur yang ada di YUM. Adapun cara pembuatannya antara lain sebagai berikut :
1. Persiapkan alat dan bahan yang akan di gunakan dalam pembuatan bokashi
2. Rebus gula merah hingga larut kedalam 1 liter air
3. Setelah direbus diamkan sejenak atau masukkan kedalam mesin pendingin
(freezer) guna larutan tersebut cepat dingin.
4. Larutan yang sudah dingin dicampur EM4 dan tunggu kurang lebih 5 – 10 menit
agar mikroorganisme yang di dalam dapat bertumbuh
5. Siapkan terpal sebagai media pembuatan bokashi usahakan pembuatan bokashi di
tempat tertutup atau jauh dari pepohonan, di mana supaya mencegah akar pohon
merambat dan menyerap unsur hara didalam bokashi
6. Setelah terpal siap masukkan apu – apu yang telah di persiapkan bersama dengan
kotoran ayam sesuai dosis yang ditentukan
7. Aduk hingga merata apu – apu dan kotoran ayam dengan menggunakan sekop
10

8. Setelah di aduk percikkan larutan gula merah dan EM4 yang telah dibuat
sebelumnya secara merata di atas permukaan campuran.
9. Setelah itu di tutup serapat mungkin guna mempercepat aktifitas mikroorganisme
yang berlangsung.

3.4. Variabel Pengamatan


Variabel yang diamati selama proses pembuatan bokashi apu – apu terdapat
beberapa variabel seperti suhu, bau, kelembapan dan warna.
11

IV. KEADAAN UMUM LOKASI MAGANG

4.1. Nama Lembaga Magang


Yayasan Usaha Mulia (YUM) didirikan pada tahun 1975, dan telah bekerja di
Indonesia selama lebih dari 30 tahun, dengan senantiasa memberdayakan ratusan
masyarakat kurang mampu. Yayasan Usaha Mulia sangat bermanfaat bagi 15.000 orang
lebih di dalam proyek pengembangan masyarakat, pendidikan dan kesehatan yang
berfokus pada hasil yang berkelanjutan dan pemberdayaan masyarakat. Yayasan Usaha
Mulia adalah sebuah organisasi nirlaba yang terdaftar di Indonesia dan merupakan
anggota dari Asosiasi Susila Dharma Internasional yang bertindak sebagai badan
penasehat bersama Dewan Ekonomi dan Sosial Perserikatan Bangsa-Bangsa (ECOSOC),
dan anak-anak perserikatan bangsa bangsa (UNICEF), YUM juga terdaftar pada Badan
Koordinasi Kegiatan Kesejahteraan Sosial (BKKKS). Sejak tahun 2008, YUM termasuk
dalam Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang masuk pra-kualifikasi di United
Nations Development Programme (UNDP).
Yayasan Usaha Mulia (YUM) dikelola di bawah Dewan Direksi yang berkantor pusat
di Jakarta, dan juga memiliki kantor proyek di tiga lokasi lainnya, yaitu Aceh, Kalimantan
Tengah, dan Jawa Barat.
Visi YUM adalah untuk memperbaiki kualitas hidup masyarakat kurang mampu di
Indonesia dan misi YUM adalah bekerja sama dengan masyarakat. dalam menyediakan
sarana yang menyeluruh dan berkelanjutan, di bidang kesehatan, pendidikan, dan
pengembangan masyarakat.

Gambar 1. Hubungan YUM dengan bidang Pendidikan,


Kesehatan dan Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (LPM)
12

4.2. Struktur Organisasi


Struktur susunan organisasi YUM terdiri dari badan pengurus hingga staff umum.
Struktur organisasi YUM dapat dilihat pada Gambar dibawah ini.

BADAN PENGURUS

MANAJER MANAJEMEN PERTANIAN

PENGHUBUNG KARYAWAN
MANAJEMEN
SUKARELAWAN
PENDUKUNG DAN
STAFF
PENGHUBUNG KARYAWAN
PENGHUBUNG
PENGHUBUNG KARYAWAN KARYAWAN
FINANSIAL DAN
ADMINISTRASI

PENGHUBUNG
KARYAWAN

BIDANG BIDANG PENGEMBANGAN BIDANG PERTANIAN


BIDANG PENDIDIKAN
KESEHATAN MASYARAKAN (KREDIT MIKRO)
Koordinator/Karyawan : Koordinator/Karyawan :
Koordinator : Koordinator/Karyawan :
Staff Lapangan
Staff Lapangan Staff Lapangan
Staff Karyawan

STAFF UMUM (PENDUKUNG) STAFF UMUM (PENDUKUNG)


Staff UmumPembantu Penjaga Kebun km 30Pembantu km 30
Sukarelawan LokalSupir Petugas LapangSupir

Gambar 2. Struktur organisasi YUM

CATATAN
Direksi, Supervisi termasuk Komunikasi dan Kolaborasi
Komunikasi, Koordinasi, dan Kolaborasi
13

4.3. Kegiatan- kegiatan yang Ditangani YUM Agro


4.3.1. Proyek Yayasan Usaha Mulia
Yayasan Usaha Mulia pada umumnya mengelola berbagai proyek yang mencakup
pengembangan masyarakat, pendidikan, kesehatan, dan pertanian organik di Indonesia,
dimana untuk Kota Palangka Raya khususnya YUM Agro memiliki beberapa proyek
pertanian diantaranya, yaitu: Proyek Pertanian
Promosi dan pembentukan kebun menggunakan praktek pertanian berkelanjutan
atau organik untuk meningkatkan gizi dan mata pencaharian masyarakat di wilayah Bukit
Batu. Tujuan dari proyek ini adalah:
a. Pembentukan pusat pedesaan untuk penelitian dan demontrasi berkelanjutan
atau praktek pertanian organik, pendidikan, dan dukungan yang berkelanjutan.
b. Perbaikan kualitas tanah.
c. Peningkatan situasi ekonomi kelompok sasaran.
d. Penguatan tindakan kolektif dengan mendorong pembangunan kapasitas antar
peserta dan menghubungkan peserta dengan institusi-institusi terkait.

4.3.2. Proyek Multilapis Pertanian YUM


Tahun 2009, YUM mulai merancang sebuah proyek multilapis pertanian
berkelanjutan mengatasi kebutuhan pembangunan pertanian untuk mendukung
perekonomian, kesehatan, dan kehidupan masyarakat di Kecamatan Bukit Batu,
Kalimantan Tengah. Melalui kerja sama dengan masyarakat Bukit Batu, YUM telah
menyadari bahwa ada beberapa kesulitan atau kendala yang dihadapi oleh penduduk desa
yang mencoba untuk memiliki kebun sayur dengan rendahnya kualitas tanah dan biaya
serta pupuk. Maka dari itu YUM telah mencoba dan mengembangkan rencana untuk
mengatasi kesulitan dan kendala yang dihadapi oleh masyarakat desa dengan tujuan:
a. Meningkatkan kebutuhan gizi dan ekonomi kelompok sasaran.
b. Meningkatkan kualitas tanah di Kecamatan Bukit Batu, karena masyarakat
berpenghasilan rendah enggan untuk menggunakan teknik baru, atau tidak
terbukti ketika mata pencaharian keluarga mereka tergantung pada hal tersebut,
14

kemudian berpegang teguh pada metode yang tidak memadai meskipun


memberikan hasil yang rendah.
Yayasan Usaha Mulia juga menggembangkan kebun rumah yang akan digunakan
sebagai kebun percontohan untuk masyarakat desa binaan. Tujuan pengembangan kebun
rumah adalah untuk memanfaatkan lahan di sekitar rumah agar ditanami berbagai macam
sayuran untuk memenuhi kebutuhan konsumsi rumah tangga dan komersial. Konsep
kebun rumah yang dikembangkan YUM menunjukkan sistem yang prinsipnya self
regulated, yaitu sistem pertanian yang tidak memerlukan output dari luar, tapi dukungan
banyak dari dalam sistem tersebut, seperti pupuk organik dalam bentuk kompos yang
dihasilkan dari sampah - sampah organik di sekitar kebun, dan juga kotoran ternak.
Tujuan utama dari proyek kebun rumah atau home garden, yaitu mempromosikan
pada petani dan masyarakat yang tertarik melalui contoh-contoh praktek pertanian organik
yang berbeda, disesuaikan dengan kondisi tanah setempat termasuk air dan sistem
pengelolaan limbah. Selain kebun rumah, YUM juga mengembangkan peternakan skala
rumahan untuk mendukung kebutuhan protein keluarga dan juga bisa menjadi investasi
untuk dijual ke pasar.
15

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1. Hasil Pengamatan Bokashi Apu – apu (Pistia stratiotes L.)


Berdasarkan variabel yang diamati proses pembuatan bokashi selama 2 minggu
pengomposan dan warna bokashi sebelum dan sesudah pengomposan dapat dilihat dalam
Tabel 1.
Tabel 1. Pengamatan Suhu, Warna, Bau dan Tekstur Pada Bokashi Apu - apu
N Tanggal Suhu Warna Bau Tekstur
O
1. 1 November 2019 40oC hijau Busuk Menggumpal
Hari ke 1 kuning Menyengat
kecoklatan
2. 3 November 2019 35 oC Bau busuk Menggumpal
Hari ke 3
3. 5 November 2019 33 oC Menyengat Kasar
Hari ke 5
4. 7November 2019 30 oC menyengat Kasar
Hari ke 7
5. 9November 2019 31oC Menyengat Kasar
Hari ke 9
6. 11November 2019 28oC Agak Terurai kasar
Hari ke 11 Berbau
7. 13November 2019 27oC Tidak Terurai kasar
Hari ke 13 Berbau
8. 15November 2019 27oC Coklat Tidak Terurai kasar
Hari ke 15 Kehitaman Berbau
Setelah pencampuran bahan bokashi selesai kemudian dilakukan proses
pembalikan selama dua minggu tersebut sebanyak 2 kali. Waktu pembalikan kompos
dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Tanggal Pembalikan Kompos Selama 2 minggu
No Tanggal
1. 7 November 2018 (Pembalikan Pertama)
2. 11November 2018 (Pembalikan kedua)
16

5.2. Pembahasan
Berdasarkan hasil pengamatan suhu Bokashi yang dilakukan 2 kali sekali selama
proses pengomposan atau proses dekomposisi kompos (2 minggu) dapat dilihat pada
Gambar 3.

SUHU
4542

40 38
35 33
30 31
30 28 28 27
SUHU
25

20

15

10

0
Hari 1 Hari 3 Hari 5 Hari 7 Hari 9 Hari 11 Hari 13 Hari 15

Gambar 3. Grafik Hasil Pengamatan Suhu Bokashi Selama 2 Minggu


Pada hari pertama pembuatan bokashi suhu yang diperoleh dari hasil pengukuran
adalah 42oC Hal ini disebabkan mikroorganisme termofilik mulai aktif mendegradasi
bahan organik. Mikroorganisme ini mengkonsumsi karbohidrat serta protein bahan
kompos Suhu tinggi pada awal pengomposan sangat penting untuk membunuh mikroba
patogen, parasit dan biji gulma ( Srihartati & Salim, 2007).
Pada proses pengomposan EM4 berperan mempercepat proses pematangan pupuk
organik (kompos) atau dapat dihasilkan dalam waktu yang relatif singkat dibandingkan
dengan cara konvensional. EM4 juga dapat menekan pertumbuhan patogen tanah,
mempercepat fermentasi limbah dan sampah organik, meningkatkan ketersediaan unsur
hara pada tanaman. meningkatkan aktivitas mikroorganisme yang menguntungkan, serta
17

mengurangi kebutuhan pupuk dan pestisida kimia. kandungan EM4 tersusun dari bakteri
fotosintentik, bakteri asam laktat, antynomycetes dan jamur fermentasi.
Untuk sebagian besar campuran kompos, 55-60% kelembaban campuran adalah
merupakan kelembaban awal terbesar. Komposisi awal dari bahan kompos biasanya ada
pada kondisi ini, lalu dengan berlangsungnya proses pengomposan akan terjadi
pengeringan sebagai akibat dari aktivitas mikrobia menimbulkan panas dan akan terjadi
penguapan dari air yang ada (Lumbanraja, 2014). Kelembaban optimum untuk peroses
pengomposan aerobik sekitar 50-60 % setelah bahan organik dicampur (Eriyanti, 2016).
Kisaran pH ideal untuk pembuatan kompos biasa antara 6 dan 8 (Kusumawati, 2011).
Aerasi ditentukan oleh porositas dan kandungan air bahan (kelembapan). Apabila
aerasi terhambat, maka akan terjadi proses anaerob yang akan menghasilkan bau yang
tidak sedap. Aerasi dapat ditingkatkan dengan melakukan pembalikan atau mengalirkan
udara di dalam tumpukan kompos. Oleh karena itu peneliti melakukan pembalikan dan
penyiraman sebanyak 2 kali seminggu untuk menjaga kondisi yang sesuai untuk
pengomposan.
Pengomposan hari ke 1 suhu 42oC, hari ke 3 suhu 38oC, hari ke 5 suhu 33oC, hari ke 7
suhu 30oC pada minggu pertama tersebut suhu pengomposan turun dikarenakan
berkurangnya bahan organik yang dapat diurai oleh mikroorganisme, dan
mengindikasikan kompos mulai matang. Pada saat kondisi suhu menurun,
mikroorganisme mesofilik berkembang menggantikan mikroorganisme termofilik
(Amalia & Widiyaningrum , 2006). Tetapi hari ke 9 suhu kompos naik menjadi 31 oC dan
hal ini dikarenakan pada hari ke 7 dilakukan pembalikan kompos. Pembalikan kompos
berfungsi agartidak terlalu lembab atau mengurangi kadar air pada bahan organik.
Kelembaban memiliki peranan yang sangat penting dalam proses metabolisme mikroba
dan suplai oksigen. Jika kompos terlalu lembab maka akan menyebabkan proses
pengomposan berlangsung lebih lama dan jika kelembaban terlalu rendah maka efisiensi
degradasi akan menurun karena kurangnya air untuk melarutkan bahan organik yang akan
didekomposisi oleh mikroorganisme sebagai sumber energi (Trivana dan pradana, 2017).
18

Pada akhir pengomposan suhu mengalami penurunan meskipun dilakukan


pembalikan pada hari ke 11. Hal ini dikarenakan mikroorganisme sudah berkurang
beraktivitas dan kompos sudah matang

5.2.2. Warna
Hasil pengamatan warna pada kompos sebelum pengomposan adalah berwarna
hijau kuning kecoklatan dan setelah pengomposan hari ke 14 kompos berwarna coklat
kehitaman hal ini sesuai dengan hasil penelitian Jannahet al, 2014.Dimana setelah
pengomposan dihasilkan warna coklat kehitaman.
Perubahan warna terjadi karena adanya proses dekomposisi oleh mikroorganisme
yang mengubah bahan organik dengan rantai C kompleks menjadi bentuk C sederhana.
Proses dekomposisi akan menyebabkan bahan yang dikomposkan (daun) kehilangan
pigmen warna daun sehingga warnanya berubah kehitaman sesuai warna unsur
penyusunnya (Kumalasari & Zulaika, 2016).

5.2.3. Bau
Hasil pengamatan pada bau kompos, hari ke 5 kompos berbau busuk menyengat
kemudian berubah pada hari ke 14 berbau tanah. Senyawa yang menimbulkan bau mudah
terbentuk dalam kondisi anaerob seperti tumpukan kompos yang masih basah, senyawa
amonia dapat tercium walau dalam konsetrasi yang sangat kecil. Untuk H2S, kadar 0,47
mg/l (dapus) atau dalam konsentrasi part per million (ppm). Kadar rendah yang dapat
terdeteksi baunya adalah 5 ppm.Perubahan bau pada kompos menandakan telah terjadi
proses dekomposisi. Bau yang dihasilkan semakin lama akan semakin berkurang dan bau
busuk pada awal pengomposan akan digantikan oleh bau tanah yang mengindikasikan
kompos telah matang.Hal ini sesuai dengan parameter yang menyatakan bahwa kompos
yang telah matang memiliki bau seperti tanah (Kumalasari & Zulaika, 2016).
19

5.2.4. Tekstur
Berdasarkan hasil pengamatan tekstur yang dilakukan tiga hari sekali selama
proses dekomposisi terjadi perubahan tekstur kompos. Pada hari ke 1 dan hari ke 3 tekstur
kompos menggumpal.Hal ini karena proses dekomposisi dan kelembapan bahan
campuran kompos sehingga kompos lembab dan menggumpal. Pada hari ke 5, hari ke 7
dan hari ke 9 kompos kasar. Hal ini karena kelembapan kompos sudah berkurang akibat
aktivias mikroorganisme yang menghasilkan panas. Pada hari ke 11 sampai hari ke 13
tekstur kompos terurai kasar dan ukuran kompos menjadi lebih kecil dibandingkan pada
awal pengomposan. Hal ini menandakan bahwa ada aktivitas degradasi oleh bakteri
Azotobacter dalam kompos. Kompos menjadi lebih hancur, tetapi masih sedikit kasar.
Kompos tersebut apabila digenggam tidak lagi menempel di tangan (remah). Parameter
ini sesuai dengan standar kompos matang, yaitu bertekstur remah (Kumalasari& Zulaika,
2016).
Berdasarkan hasil pengamatan hasil pengomposan sifat fisik kompos selama dua
minggu memiliki warna coklat kehitaman, berbau tanah atau tidak berbau, bentuk remah
atau terurai kasar, dengan suhu 27oC hal ini sesuai dengan hasil penelitian pembuatan
kompos bokashi oleh berwarna kehitaman, tidak berbau, bentuk remah dengan suhu 27oC
Sifat Kompos matang
Menurut Simamora (2008). Kompos dikatakan bagus dan siap diaplikasikan jika
tingkat kematangannya sempurna. Kompos yang matang dapat dikenali dengan
memperhatikan keadaan bentuk fisiknya, sebagai berikut.
1. Apabila diraba, suhu tumpukkan sudah mendekati suhu ruangan.
2. Tidak mengeluarkan bau busuk lagi.
3. Bentuk fisiknya sudah menyerupai bentuk tanah yang berwarna kehitaman.
4. Strukturnya remah, tidak menggumpal.
5. Suhu Relatif Dingin (27oC)
Pupuk kandang termasuk pupuk yang lambat tersedia bagi tanaman. Pupuk kandang
yang masih baru dan banyak berisi sisa-sisa pakan ternak yang masih mentah diberikan
satu sampai dengan empat minggu terlebih dahulu pada tanah baru dilakukan penanaman
20

maka ada kemungkinan bokashi yang ditambahkan belum terserap secara optimal oleh
tanaman caisin karena jarak waktu antara pemberian pada tanah dan jarak penanamannya
sanggat singkat hanya berselang tiga hari. Jadi pertumbuhan tanam caisin juga kurang
optimal.
Menurut (dapus) peranan bakteri dalam EM4 adalah sebagai berikut : (1) Bakteri
fotosintetik : dapat mensintesis senyawa nitrogen dan hasilnya dapat diserap secara
langsung oleh tanaman, (2) Bakteri Asam Laktat, Lactobacillus sp. merupakan bahan
sterilisasi yang kuat yang dapat menekan mikroorganisme berbahaya dan dapat
menguraikan bahan organik dengan cepat, (3) Streptomyces sp.mengeluarkan enzim yang
bersifat racun terhadap hama dan penyakit yang merugikan, (4) ragi (yeast) :
menghasilkan bakteri yang berguna untuk pertumbuhan sel dan pembelahan akar, (5)
Actinomycetes sp .bertugas untuk mengendalikan bakteri patogen, menekan jamur dan
bakteri. Selain itu juga dapat menciptakan kondisi yang baik untuk perkembangan
mikroorganisme.
21

VI. PENUTUP

6.1. Kesimpulan
Yayasan Usaha Mulia (YUM) Tangkiling, Provinsi Kalimantan Tengah. Palangka
Raya memiliki tugas pokok dan fungsi di bidang Pelayanan Penyuluhan pertanian pada
masyarakat dimana YUM melakukan kunjungan terhadap beberapa desa yang ada pada
tangkiling untuk memberi arahan tentang ruang lingkup pertanian secara organik dan
berperan sebagai lembaga pemberdayaan masyarakat di YUM juga terdapat beberapa
penerapan pertanian organik seperti halnya pembuatan bokashi apu – apu. Kegiatan
tersebut dilakukan dalam mendukung ketersediaan tanaman pangan dan Holtikultura baik
secara regional di Kalimantan Tengah
Pembuatan bokashi apu – apu dilakukan dengan menggabungkan beberapa bahan
seperti tanaman apu – apu, Kotoran ayam mengandung unsur hara lengkap yang
dibutuhkan oleh tanaman untuk pertumbuhan seperti nitrogen (N), fosfor (P) dan kalium
(K), kalsium (Ca), magnesium (Mg) dan sulfur (S) dan EM4 dimana bahan tersebut
mempunyai dosis masing masing 2 : ½ : ¼ : ¼. Perbandingan tersebut di buat
berdasarkan versi yang digunakan pihak YUM dalam permbuatan bokashi

6.2. Saran
1. Pelaksanaan magang yang dilakukan dengan waktu yang singkat menyebabkan
mahasiswa belum maksimal memanfaatkan waktu dengan baik
2. Pada proses pembuatan bokashi kurangnya perhatian dari pihak YUM sehingga
menyebabkan mahasiswa susah mendapat referensi yang sesuai
3. Alat – alat yang digunakan selama di lokasi masih tergolong sederhana di harapkan
kepada pihak Yayasan Usaha Mulia untuk memperhatikan dan menyediakan alat
yang lebih modern.
22

DAFTAR PUSTAKA

Amalia, D. & Widiyaningrum, P. 2016. Penggunaan EM4 dan mol limbah tomat sebagai
bioaktivator pada pembuatan kompos. Jurnal Life Science 5 (1) : 18- 24.

Aprianis,Y. 2011. Produksi dan Laju Dekomposisi Seresah Acacia crassicarpaA. Cunn
di PT. ARARAABADI. Jurnal Tekno Hutan Tanaman 4 (1) :41 – 47.

Badan Pusat Statistik. 2018. Badan Pusat Statistik Populasi Tanaman Gulma. Kalimantan
Tengah.

Collins. 1960.The Pineapple, World Crops Series.London : Leonard Hill

Collins.1960. The Pineapple. Word Crops Series. Leonard Hill Intercience Inc. 294p.

Dariah, A., Mftuah, E., & maswar. 2004. Karakteristik Lahan Gambut. Panduan
Pengelolaan berkelanjutan Lahan Gambut terdegradasi. Banjar Baru.

Eriyanti, C. Y. 2016. Pembuatan pupuk kompos dari seresah dengan penambahan


aktivator trichoderma, ragi dan pupuk kandang. Karya Ilmiah.

Erlita, Y.2017. Pengolahan Limbah Kulit Nenas Sebagai Pakan Alternatif Pada Ternak
Ruminansia. Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan.
FAOSTAT, 2007. Food and Agriculture Organization of the United Nations. [10 April
2010]

Firdaus, M.A. 2016. Teknik Pembuatan Kompos. Peneliti di Balai Pengkajian Teknologi
Pertanian (BPTP) Kalimantan Tengah. Pdf
Galinging, R. Y. 2005. Analisis Keragaman 20 Genotipe Pepaya Berdasarkan Marka
Morfologi dan RAPD (random Amplifed Polymorphic DNA). Tesis. Sekolah
Pasca Sarjana Institut Pertnanian Bogor. Bogor

Hadiati, S & Indriyani, N. L. P. 2008. Petunjuk Teknis Budidaya Nenas. Balai


Penenelitian Tanaman Buah Tropika. Solok. Sumatera Barat.
Hadianti, S. &Indiyani K. C., 2008 Ulas Balik, analisis keragaman tanaman dengan
Teknik molekuler (analysis of plant genetik variation with molekular Hayati,
tehnique). 3 (1) : 7-11.
Hanifuddin. 2011. Pemanfaatan Tanaman Apu – apu Sebagai Kompos dengan
Menggunakan Metode Kompos Kotak. Skripsi. Program Studi Budidaya
23

Tanaman Perkebunan Jurusan Menejemen Pertanian, Politeknik Pertanian Negeri


Samarinda. Samarinda.

Istiqomah, N. 2013. Aplikasi Pupuk Kandang Kotoran Ayam Pada Penyetekan Kunyit
Putih. Jurnal Ziraa’ah 37 (2) : 6 – 13.
Jannah, W., Zul, D., & Fibriarti, B. L. 2014. Aplikasi Mikroorganisme Lignoselulolitik
Indigenus Asal Tanah Gambut Riau Dalam Pembuatan Kompos Dari Limbah
Tandan Kosong Kelapa Sawit (Elaeis guineensis jacq). Jurnal JOMP FMIPA 1
(2) : 543-553.

Kumalasari, R & Zulaika, E. 2016. Pengomposan Daun Menggunakan Konsorsium


Azotobacter. Jurnal Sains dan Seni ITS 5 (2) : 2337-3520.
Kusumawati, N. 2011. Evaluasi Perubahan Temperatur, pH dan Kelembaban Media Pada
Pembuatan Vermikompos Dari Campuran Jerami Padi dan Kotoran Sapi
Menggunakan Lumbricus Rubellus. Jurnal Inotek 15 (1) : 45-56.

Mandrianti, U. N., Lastuti, N. D. R., & Nurhajati, T. 2013. The decreasing of crude fiber
and the increasing of crude protein content of pineapple peel (ananas comosus l.
merr) which fermented by cellulolytic bacteria (actinobacillus sp. ml-08). Jurnal
Agroveteriner 1 (2) : 46 – 54.

Mamonto, P. 2006. Prinsip Dasar Pengomposan. Sekolah Pascasarjana

Mulyohardjo. 1984. Klasifikasi Apu – apu . Yogyakarta : Liberty.


Novianti, W. 2012. Pemanfaatan Limbah Kulit Nanas (Ananas comosusL. Merr) Menjadi
Kompos Di Desa Pampang Samarinda. Skripsi Program Studi Manajemen
Lingkungan Jurusan Manajemen Pertanian Politeknik Pertanian Negeri
Samarinda. Samarinda.

Pinaria, A., Baihaki, A., Setiamihardja, R. & Darajat, A. A. 1995. Variabilitas genetik
dan heritabilitas karakter karakter biomassa 53 genotip kedelai. Zuriat 6(2):80-87

Sholikah, M.H., Suyono, & Wikandari, P. R. 2013. Efektivitas kandungan unsur hara N
pada pupuk kandang hasilfermentasi kotoran ayam terhadap pertumbuhan
tanaman terung (solanum melongena L.) Journal of Chemistry 2 (1) : 131 –136.

Sriharti & Salim, T. 2007. Pemanfaatan Limbah Nanas Untuk Pembuatan Kompos
Menggunakan Komposter Rotary Drum. Jurnal Purifikasi 8 (1) : 19-24.
Suparta, Sulistiyanto, Y., Zubaidah, S., & Sustiyah. 2012. Pengaruh pemberian bokashi
kayambang terhadap pertumbuhan bibitkelapa sawit (Elaeis guineensis jacq)
pada tanah gambut. Jurnal Agri Peat 16 (2) : 95 – 106.
24

Susanto, P., D. & Halwani,W. 2002. Dekomposisi serasah dan keanekaragaman


makrofauna tanah pada hutan tanaman industri nyawai (Ficus variegate. Blume).
Journal of Forest Science : 212-223.

Sutanto, A. & Lubis, D. 2018. Zerro waste management PT great giant pineapple (GGP)
Lampung Indonesia. Prosiding Konferensi Nasional Ke- 5 Asosiasi Program
Pascasarjana Perguruan.

Syaifudin, L. N. 2013. Pemanfaatan limbah sayur-sayuran untuk pembuatan kompos


dengan penambahan air kelapa (Cocos nucifera) dan ampas teh sebagai
pengganti pupuk kimia pada pertumbuhan tanaman semangka (Citrullus vulgaris
L ). Skripsi. Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas
Muhammadiyah Surakarta.

Tata, M., Laksana, D. D., & Alam, S. 2014. Aplikasi kompos kotoran ayam untuk
meningkatkan hasil tanaman mentimun (Cucumis sativus l.) Di tanah masam.
Jurnal agroteknos 4 (2) : 119-126.

Trivana, L. & Pradhana, A.Y. 2017. Optimalisasi Waktu Pengomposan dan Kualitas
Pupuk Kandang dari Kotoran Kambing dan Debu Sabut Kelapa dengan
Bioaktivator PROMI dan Orgadec. Jurnal Sain Veteriner 35 (1) : 136 – 144.
Universitas Sumatera Utara. Medan

Utomo, P. P. 2011. Pemanfaatan nanas (Ananas comosus) sebagaibahan baku pembuatan


bioetanol dengan metodesakarifikasi dan fermentasi serentak. Jurnal Biopropal
Industri 2 (1) : 1 – 6.
Wahyuni, S. 2015. Pemanfaatan kulit nanas (Ananas comosus) sebagai bahan baku
pembuatan cuka dengan penambahan Acetobacter aceti. Skripsi. Program studi
pendidikan biologi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pengetahuan Universitas
Muhammadiyah Surakarta.

Wulandari, A. K. 2008. Pengaruh pertumbuhan vegetatif nanas terhadap pertumbuhan dan


hasil ubi jalar dalam sistem tumpang sari. Skripsi. Fakultas Pertanian Universitas
Sebelas Maret Surakarta.
25

LAMPIRAN

Lampiran 1. Pembuatan Kebun Organik Serta Pengelolahan Kompos

A c
B D
Gambar 4. Gambar 5.
Lampiran 2. Pengumpulan Bahan dan
Gambar
Mencampur Kompos dengan Dolomit Gambar
6. 7.
Membuat Bedengan
Proses Pembuatan Bokashi Membersihkan
MenaburkanBedengan
Kompos

B
A
Gambar 8. Gambar 9.
Mengumpulkan Apu - apuMenghaluskan Apu – apu
26

C D

Gambar 10. Gambar 11.


Mencampur Bahan Pembuatan bokashi Mengaduk Bahan yang sudah
dicampur suda
E F

Gambar 12. Gambar 13.


Pemberian EM4 Membungkus Bokashi

Lampiran 3. Pembuatan Pupuk Organik Cair (POC)

A B

Gambar 14. Gambar 15.


Pembuatan POC POC Daun Gamal
27

C D

Gambar 13. Gambar 14.


POC Serbuk Kelapa POC Batang Pisang

Lampiran 4. Penanaman Bibit Bayam dan Sawi pada Kebun Organik

A B

Gambar 15. Gambar 16.


Menanam Bibit Bayam Menanam Bibit Sawi
28

Lampiran 5. Kunjungan Dosen Pembimbing Pada Lokasi Magang

A B
29

C D

Anda mungkin juga menyukai