I. PENDAHULUAN
1.2. TujuanMagang
1.2.1. Tujuan Umum
Tujuan umum dari pelaksanaan magang ini, yaitu untuk mendapatkan pengalaman
dan ketrampilan kerja praktis mahasiswa sesuai dengan kegiatan yang dilakukan di lokasi
magang, sehingga dapat menjadi bekal ilmu yang diterapkan pada lapangan.
II.TINJAUAN PUASTAKA
tersedia bagi mereka. Akar yang dimiliki tumbuhan ini adalah akar serabut dan
membentuk suatu struktur berbentuk seperti keranjang dan dikelilingi gelembung udara,
sehingga meningkatkan daya apung tumbuhan tersebut.
Hal ini menunjukkan bentuk fisiologi adaptasi yang dilakukan tumbuhan apu-apu
untuk mampu hidup diarea perairan dan tetap mendapatkan cahaya matahari dan udara
untuk proses fotosintesis. Selain itu, letak daun berupa rosset (susunan daun yang
melingkar dan rapat berimpitan) dan bentuk daun yang cenderung melebar membantu
tumbuhan ini untuk dapat mengapung dipermukaan air karena luas kontak dengan air
lebih luas, serta daun yang lebar membantu tanaman ini untuk melakukan penguapan air
secara berlebih (Mulyohardjo. 1984).
Menurut Firdaus (1998) bahwa daun tumbuhan apu-apu memiliki struktur
berongga-rongga, dan bila dilihat secara histologis, maka nampak bahwa terdapat rongga
kosong pada jaringan mesofilnya yang disebut jaringan aerenkim. Hal ini menunjukkan
cara apu-apu untuk beradaptasi dengan lingkungan hidupnya yaitu perairan atau lahan
basah, yang bertujuan agar dapat mengapung di permukaan air. Selain itu, berdasarkan
pengamatan terhadap phytochemical screening maka menunjukkan bahwa tumbuhan apu-
apu (Pistia Stratiotes L.) mengandung alkaloid, tanin, flavonoid, saponin, minyak, lemak
dan glikosid (Kumar et al., 2010; Verheji & CoronelL, 2011; Leal & Coppens, 2013).
Gulma apu-apu dapat berperan sebagai sumber pupuk organic (Sebanyang, 2010).
menunjukkan bahwa apu-apu dapat digunakan sebagai penyerap unsur nitrogen di alam,
seperti terlihat pada kandungan nitrogen apu-apu. Apu-apu memiliki kadar air yang
tinggi (Iram, 2011). kadar air apu-apu yaitu sekitar 94%. Hal ini menunjukkan perlunya
bahan tambahan yang kering apabila apu-apu dikomposkan.
kandungan C organik dan N total yang cukup tinggi pada apu-apu, yaitu 40,5% dan
1,8%. Hal ini diharapkan mampu menyumbang unsur hara ke dalam tanah sehingga dapat
mengurangi penggunaan pupuk anorganik. Berdasarkan hasil analisis bahan organik yang
dilakukan bahwa kandungan Bahan organic kompos apu – apu lebih besar dibanding
kandungan apu – apu segar (Pinaria, A., Baihaki, A., Setiamihardja, R. & Darajat, A. A.
1995.)
6
2.4. Tanah
Tanah adalah sumber mikroorganisme dalam pembuatan kompos. Sehingga
membantu proses penguraian atau dekomposer kompos.
8
ini adalah teknik pembuatan bokashi Apu – apu adapun pelaksanaan magang
menggunakan beberapa pendekatan yaitu
8. Setelah di aduk percikkan larutan gula merah dan EM4 yang telah dibuat
sebelumnya secara merata di atas permukaan campuran.
9. Setelah itu di tutup serapat mungkin guna mempercepat aktifitas mikroorganisme
yang berlangsung.
BADAN PENGURUS
PENGHUBUNG KARYAWAN
MANAJEMEN
SUKARELAWAN
PENDUKUNG DAN
STAFF
PENGHUBUNG KARYAWAN
PENGHUBUNG
PENGHUBUNG KARYAWAN KARYAWAN
FINANSIAL DAN
ADMINISTRASI
PENGHUBUNG
KARYAWAN
CATATAN
Direksi, Supervisi termasuk Komunikasi dan Kolaborasi
Komunikasi, Koordinasi, dan Kolaborasi
13
5.2. Pembahasan
Berdasarkan hasil pengamatan suhu Bokashi yang dilakukan 2 kali sekali selama
proses pengomposan atau proses dekomposisi kompos (2 minggu) dapat dilihat pada
Gambar 3.
SUHU
4542
40 38
35 33
30 31
30 28 28 27
SUHU
25
20
15
10
0
Hari 1 Hari 3 Hari 5 Hari 7 Hari 9 Hari 11 Hari 13 Hari 15
mengurangi kebutuhan pupuk dan pestisida kimia. kandungan EM4 tersusun dari bakteri
fotosintentik, bakteri asam laktat, antynomycetes dan jamur fermentasi.
Untuk sebagian besar campuran kompos, 55-60% kelembaban campuran adalah
merupakan kelembaban awal terbesar. Komposisi awal dari bahan kompos biasanya ada
pada kondisi ini, lalu dengan berlangsungnya proses pengomposan akan terjadi
pengeringan sebagai akibat dari aktivitas mikrobia menimbulkan panas dan akan terjadi
penguapan dari air yang ada (Lumbanraja, 2014). Kelembaban optimum untuk peroses
pengomposan aerobik sekitar 50-60 % setelah bahan organik dicampur (Eriyanti, 2016).
Kisaran pH ideal untuk pembuatan kompos biasa antara 6 dan 8 (Kusumawati, 2011).
Aerasi ditentukan oleh porositas dan kandungan air bahan (kelembapan). Apabila
aerasi terhambat, maka akan terjadi proses anaerob yang akan menghasilkan bau yang
tidak sedap. Aerasi dapat ditingkatkan dengan melakukan pembalikan atau mengalirkan
udara di dalam tumpukan kompos. Oleh karena itu peneliti melakukan pembalikan dan
penyiraman sebanyak 2 kali seminggu untuk menjaga kondisi yang sesuai untuk
pengomposan.
Pengomposan hari ke 1 suhu 42oC, hari ke 3 suhu 38oC, hari ke 5 suhu 33oC, hari ke 7
suhu 30oC pada minggu pertama tersebut suhu pengomposan turun dikarenakan
berkurangnya bahan organik yang dapat diurai oleh mikroorganisme, dan
mengindikasikan kompos mulai matang. Pada saat kondisi suhu menurun,
mikroorganisme mesofilik berkembang menggantikan mikroorganisme termofilik
(Amalia & Widiyaningrum , 2006). Tetapi hari ke 9 suhu kompos naik menjadi 31 oC dan
hal ini dikarenakan pada hari ke 7 dilakukan pembalikan kompos. Pembalikan kompos
berfungsi agartidak terlalu lembab atau mengurangi kadar air pada bahan organik.
Kelembaban memiliki peranan yang sangat penting dalam proses metabolisme mikroba
dan suplai oksigen. Jika kompos terlalu lembab maka akan menyebabkan proses
pengomposan berlangsung lebih lama dan jika kelembaban terlalu rendah maka efisiensi
degradasi akan menurun karena kurangnya air untuk melarutkan bahan organik yang akan
didekomposisi oleh mikroorganisme sebagai sumber energi (Trivana dan pradana, 2017).
18
5.2.2. Warna
Hasil pengamatan warna pada kompos sebelum pengomposan adalah berwarna
hijau kuning kecoklatan dan setelah pengomposan hari ke 14 kompos berwarna coklat
kehitaman hal ini sesuai dengan hasil penelitian Jannahet al, 2014.Dimana setelah
pengomposan dihasilkan warna coklat kehitaman.
Perubahan warna terjadi karena adanya proses dekomposisi oleh mikroorganisme
yang mengubah bahan organik dengan rantai C kompleks menjadi bentuk C sederhana.
Proses dekomposisi akan menyebabkan bahan yang dikomposkan (daun) kehilangan
pigmen warna daun sehingga warnanya berubah kehitaman sesuai warna unsur
penyusunnya (Kumalasari & Zulaika, 2016).
5.2.3. Bau
Hasil pengamatan pada bau kompos, hari ke 5 kompos berbau busuk menyengat
kemudian berubah pada hari ke 14 berbau tanah. Senyawa yang menimbulkan bau mudah
terbentuk dalam kondisi anaerob seperti tumpukan kompos yang masih basah, senyawa
amonia dapat tercium walau dalam konsetrasi yang sangat kecil. Untuk H2S, kadar 0,47
mg/l (dapus) atau dalam konsentrasi part per million (ppm). Kadar rendah yang dapat
terdeteksi baunya adalah 5 ppm.Perubahan bau pada kompos menandakan telah terjadi
proses dekomposisi. Bau yang dihasilkan semakin lama akan semakin berkurang dan bau
busuk pada awal pengomposan akan digantikan oleh bau tanah yang mengindikasikan
kompos telah matang.Hal ini sesuai dengan parameter yang menyatakan bahwa kompos
yang telah matang memiliki bau seperti tanah (Kumalasari & Zulaika, 2016).
19
5.2.4. Tekstur
Berdasarkan hasil pengamatan tekstur yang dilakukan tiga hari sekali selama
proses dekomposisi terjadi perubahan tekstur kompos. Pada hari ke 1 dan hari ke 3 tekstur
kompos menggumpal.Hal ini karena proses dekomposisi dan kelembapan bahan
campuran kompos sehingga kompos lembab dan menggumpal. Pada hari ke 5, hari ke 7
dan hari ke 9 kompos kasar. Hal ini karena kelembapan kompos sudah berkurang akibat
aktivias mikroorganisme yang menghasilkan panas. Pada hari ke 11 sampai hari ke 13
tekstur kompos terurai kasar dan ukuran kompos menjadi lebih kecil dibandingkan pada
awal pengomposan. Hal ini menandakan bahwa ada aktivitas degradasi oleh bakteri
Azotobacter dalam kompos. Kompos menjadi lebih hancur, tetapi masih sedikit kasar.
Kompos tersebut apabila digenggam tidak lagi menempel di tangan (remah). Parameter
ini sesuai dengan standar kompos matang, yaitu bertekstur remah (Kumalasari& Zulaika,
2016).
Berdasarkan hasil pengamatan hasil pengomposan sifat fisik kompos selama dua
minggu memiliki warna coklat kehitaman, berbau tanah atau tidak berbau, bentuk remah
atau terurai kasar, dengan suhu 27oC hal ini sesuai dengan hasil penelitian pembuatan
kompos bokashi oleh berwarna kehitaman, tidak berbau, bentuk remah dengan suhu 27oC
Sifat Kompos matang
Menurut Simamora (2008). Kompos dikatakan bagus dan siap diaplikasikan jika
tingkat kematangannya sempurna. Kompos yang matang dapat dikenali dengan
memperhatikan keadaan bentuk fisiknya, sebagai berikut.
1. Apabila diraba, suhu tumpukkan sudah mendekati suhu ruangan.
2. Tidak mengeluarkan bau busuk lagi.
3. Bentuk fisiknya sudah menyerupai bentuk tanah yang berwarna kehitaman.
4. Strukturnya remah, tidak menggumpal.
5. Suhu Relatif Dingin (27oC)
Pupuk kandang termasuk pupuk yang lambat tersedia bagi tanaman. Pupuk kandang
yang masih baru dan banyak berisi sisa-sisa pakan ternak yang masih mentah diberikan
satu sampai dengan empat minggu terlebih dahulu pada tanah baru dilakukan penanaman
20
maka ada kemungkinan bokashi yang ditambahkan belum terserap secara optimal oleh
tanaman caisin karena jarak waktu antara pemberian pada tanah dan jarak penanamannya
sanggat singkat hanya berselang tiga hari. Jadi pertumbuhan tanam caisin juga kurang
optimal.
Menurut (dapus) peranan bakteri dalam EM4 adalah sebagai berikut : (1) Bakteri
fotosintetik : dapat mensintesis senyawa nitrogen dan hasilnya dapat diserap secara
langsung oleh tanaman, (2) Bakteri Asam Laktat, Lactobacillus sp. merupakan bahan
sterilisasi yang kuat yang dapat menekan mikroorganisme berbahaya dan dapat
menguraikan bahan organik dengan cepat, (3) Streptomyces sp.mengeluarkan enzim yang
bersifat racun terhadap hama dan penyakit yang merugikan, (4) ragi (yeast) :
menghasilkan bakteri yang berguna untuk pertumbuhan sel dan pembelahan akar, (5)
Actinomycetes sp .bertugas untuk mengendalikan bakteri patogen, menekan jamur dan
bakteri. Selain itu juga dapat menciptakan kondisi yang baik untuk perkembangan
mikroorganisme.
21
VI. PENUTUP
6.1. Kesimpulan
Yayasan Usaha Mulia (YUM) Tangkiling, Provinsi Kalimantan Tengah. Palangka
Raya memiliki tugas pokok dan fungsi di bidang Pelayanan Penyuluhan pertanian pada
masyarakat dimana YUM melakukan kunjungan terhadap beberapa desa yang ada pada
tangkiling untuk memberi arahan tentang ruang lingkup pertanian secara organik dan
berperan sebagai lembaga pemberdayaan masyarakat di YUM juga terdapat beberapa
penerapan pertanian organik seperti halnya pembuatan bokashi apu – apu. Kegiatan
tersebut dilakukan dalam mendukung ketersediaan tanaman pangan dan Holtikultura baik
secara regional di Kalimantan Tengah
Pembuatan bokashi apu – apu dilakukan dengan menggabungkan beberapa bahan
seperti tanaman apu – apu, Kotoran ayam mengandung unsur hara lengkap yang
dibutuhkan oleh tanaman untuk pertumbuhan seperti nitrogen (N), fosfor (P) dan kalium
(K), kalsium (Ca), magnesium (Mg) dan sulfur (S) dan EM4 dimana bahan tersebut
mempunyai dosis masing masing 2 : ½ : ¼ : ¼. Perbandingan tersebut di buat
berdasarkan versi yang digunakan pihak YUM dalam permbuatan bokashi
6.2. Saran
1. Pelaksanaan magang yang dilakukan dengan waktu yang singkat menyebabkan
mahasiswa belum maksimal memanfaatkan waktu dengan baik
2. Pada proses pembuatan bokashi kurangnya perhatian dari pihak YUM sehingga
menyebabkan mahasiswa susah mendapat referensi yang sesuai
3. Alat – alat yang digunakan selama di lokasi masih tergolong sederhana di harapkan
kepada pihak Yayasan Usaha Mulia untuk memperhatikan dan menyediakan alat
yang lebih modern.
22
DAFTAR PUSTAKA
Amalia, D. & Widiyaningrum, P. 2016. Penggunaan EM4 dan mol limbah tomat sebagai
bioaktivator pada pembuatan kompos. Jurnal Life Science 5 (1) : 18- 24.
Aprianis,Y. 2011. Produksi dan Laju Dekomposisi Seresah Acacia crassicarpaA. Cunn
di PT. ARARAABADI. Jurnal Tekno Hutan Tanaman 4 (1) :41 – 47.
Badan Pusat Statistik. 2018. Badan Pusat Statistik Populasi Tanaman Gulma. Kalimantan
Tengah.
Collins.1960. The Pineapple. Word Crops Series. Leonard Hill Intercience Inc. 294p.
Dariah, A., Mftuah, E., & maswar. 2004. Karakteristik Lahan Gambut. Panduan
Pengelolaan berkelanjutan Lahan Gambut terdegradasi. Banjar Baru.
Erlita, Y.2017. Pengolahan Limbah Kulit Nenas Sebagai Pakan Alternatif Pada Ternak
Ruminansia. Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan.
FAOSTAT, 2007. Food and Agriculture Organization of the United Nations. [10 April
2010]
Firdaus, M.A. 2016. Teknik Pembuatan Kompos. Peneliti di Balai Pengkajian Teknologi
Pertanian (BPTP) Kalimantan Tengah. Pdf
Galinging, R. Y. 2005. Analisis Keragaman 20 Genotipe Pepaya Berdasarkan Marka
Morfologi dan RAPD (random Amplifed Polymorphic DNA). Tesis. Sekolah
Pasca Sarjana Institut Pertnanian Bogor. Bogor
Istiqomah, N. 2013. Aplikasi Pupuk Kandang Kotoran Ayam Pada Penyetekan Kunyit
Putih. Jurnal Ziraa’ah 37 (2) : 6 – 13.
Jannah, W., Zul, D., & Fibriarti, B. L. 2014. Aplikasi Mikroorganisme Lignoselulolitik
Indigenus Asal Tanah Gambut Riau Dalam Pembuatan Kompos Dari Limbah
Tandan Kosong Kelapa Sawit (Elaeis guineensis jacq). Jurnal JOMP FMIPA 1
(2) : 543-553.
Mandrianti, U. N., Lastuti, N. D. R., & Nurhajati, T. 2013. The decreasing of crude fiber
and the increasing of crude protein content of pineapple peel (ananas comosus l.
merr) which fermented by cellulolytic bacteria (actinobacillus sp. ml-08). Jurnal
Agroveteriner 1 (2) : 46 – 54.
Pinaria, A., Baihaki, A., Setiamihardja, R. & Darajat, A. A. 1995. Variabilitas genetik
dan heritabilitas karakter karakter biomassa 53 genotip kedelai. Zuriat 6(2):80-87
Sholikah, M.H., Suyono, & Wikandari, P. R. 2013. Efektivitas kandungan unsur hara N
pada pupuk kandang hasilfermentasi kotoran ayam terhadap pertumbuhan
tanaman terung (solanum melongena L.) Journal of Chemistry 2 (1) : 131 –136.
Sriharti & Salim, T. 2007. Pemanfaatan Limbah Nanas Untuk Pembuatan Kompos
Menggunakan Komposter Rotary Drum. Jurnal Purifikasi 8 (1) : 19-24.
Suparta, Sulistiyanto, Y., Zubaidah, S., & Sustiyah. 2012. Pengaruh pemberian bokashi
kayambang terhadap pertumbuhan bibitkelapa sawit (Elaeis guineensis jacq)
pada tanah gambut. Jurnal Agri Peat 16 (2) : 95 – 106.
24
Sutanto, A. & Lubis, D. 2018. Zerro waste management PT great giant pineapple (GGP)
Lampung Indonesia. Prosiding Konferensi Nasional Ke- 5 Asosiasi Program
Pascasarjana Perguruan.
Tata, M., Laksana, D. D., & Alam, S. 2014. Aplikasi kompos kotoran ayam untuk
meningkatkan hasil tanaman mentimun (Cucumis sativus l.) Di tanah masam.
Jurnal agroteknos 4 (2) : 119-126.
Trivana, L. & Pradhana, A.Y. 2017. Optimalisasi Waktu Pengomposan dan Kualitas
Pupuk Kandang dari Kotoran Kambing dan Debu Sabut Kelapa dengan
Bioaktivator PROMI dan Orgadec. Jurnal Sain Veteriner 35 (1) : 136 – 144.
Universitas Sumatera Utara. Medan
LAMPIRAN
A c
B D
Gambar 4. Gambar 5.
Lampiran 2. Pengumpulan Bahan dan
Gambar
Mencampur Kompos dengan Dolomit Gambar
6. 7.
Membuat Bedengan
Proses Pembuatan Bokashi Membersihkan
MenaburkanBedengan
Kompos
B
A
Gambar 8. Gambar 9.
Mengumpulkan Apu - apuMenghaluskan Apu – apu
26
C D
A B
C D
A B
A B
29
C D