Tax Treaty Indo-Usd
Tax Treaty Indo-Usd
Cetak
PERSETUJUAN
ANTARA
PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
DAN
perjanjian untuk penghindaran pajak berganda dan pencegahan pengelakan pajak yang berkenaan dengan
Pasal 1
Perjanjian ini berlaku terhadap orang dan badan yang menjadi penduduk salah satu atau kedua Negara Pihak
pada Perjanjian.
Pasal 2
(1) Perjanjian ini diterapkan terhadap pajak-pajak yang berlaku sekarang ini, yaitu :
Penghasilan Tahun 1984, Pajak Perseroan Tahun 1925, dan Pajak atas Bunga, Dividen, dan
Code (undang-undang pajak Amerika Serikat) namun tidak termasuk the accumulated earnings
tax (sanksi perpajakan atas penumpukan laba), the personal holding company tax (pajak
yang dikenakan terhadap perusahaan yang lebih dari 50% (lima puluh persen) nilai sahamnya
dimiliki oleh lima atau kurang dari lima orang pribadi), dan sosial security taxes (pajak yang
(2) Perjanjian ini berlaku pula terhadap pajak-pajak yang serupa atau yang pada dasarnya sama yang
diberlakukan kemudian sebagai tambahan terhadap, atau sebagai pengganti dari, pajak-pajak yang
Pasal 3
PENGERTIAN UMUM
(1) Kecuali jika dari hubungan kalimatnya harus diartikan lain, untuk kepentingan Perjanjian ini :
Bangsa-Bangsa Tahun 1982 (United Nations Convention on the Law of the Sea).
(b) Istilah "Amerika Serikat," jika digunakan dalam pengertian geografis, meliputi wilayah negara-
negara bagiannya, Distrik Columbia, dan setiap wilayah daratan dan lautan di mana Amerika
Serikat memiliki kedaulatan, hak-hak kedaulatan, atau hak-hak lain sesuai dengan hukum
internasional.
(c) Istilah "Negara Pihak pada Perjanjian" dan "Negara Pihak lainnya pada Perjanjian" berarti
yang belum terbagi (estate), perwalian (trust), atau kumpulan-kumpulan lain dari orang-orang
dan/atau badan-badan.
(e) Istilah "perusahaan" berarti setiap badan hukum atau lembaga lainnya yang untuk tujuan
(ii) Dalam hal Amerika Serikat, Menteri Keuangan atau wakilnya yang sah.
(g) Istilah "Pajak Indonesia" berarti pajak yang dikenakan oleh Pemerintah Indonesia di mana
Perjanjian ini dapat diterapkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dan istilah "Pajak
Amerika Serikat" berarti pajak yang dikenakan oleh Pemerintah Amerika Serikat di mana
(h) Istilah "jalur internasional" berarti setiap pengangkutan dengan kapal laut atau pesawat
udara, kecuali jika kapal laut atau pesawat udara tersebut semata-mata dioperasikan di
(2) Istilah-istilah lain yang tidak didefinisikan namun digunakan dalam Perjanjian ini, kecuali jika dari
hubungan kalimatnya harus diartikan lain, mempunyai arti yang sesuai dengan perundang-undangan
Negara Pihak pada Perjanjian yang akan menetapkan pajak. Menyimpang dari ketentuan tersebut,
jika arti dari suatu istilah menurut perundang-undangan salah satu Negara Pihak pada Perjanjian
berbeda dengan arti menurut perundang-undangan Negara Pihak lainnya pada Perjanjian, atau jika
arti dari suatu istilah tersebut tidak dapat segera ditentukan menurut perundang-undangan salah satu
Negara Pihak pada Perjanjian, maka pejabat-pejabat yang berwenang dari kedua Negara Pihak pada
Perjanjian tersebut, untuk mencegah pengenaan pajak berganda atau untuk tujuan lain dari
Perjanjian ini, dapat menetapkan arti umum dari suatu istilah tersebut untuk kepentingan Perjanjian
ini.
Pasal 4
TEMPAT KEDUDUKAN
(1) Dalam Perjanjian ini, istilah "penduduk suatu Negara Pihak pada Perjanjian" berarti setiap orang/
badan, yang menurut perundang-undangan Negara tersebut, dapat dikenakan pajak di Negara
tersebut berdasarkan domisili, tempat kediaman, tempat pendirian, tempat kedudukan manajemen,
atau dasar lainnya yang sifatnya serupa. Untuk kepentingan perpajakan Amerika Serikat, dalam hal
partnership, estate, atau trust, istilah "penduduk suatu Negara Pihak pada Perjanjian" ini hanya
berlaku sepanjang penghasilan yang diperoleh partnership, estate, atau trust tersebut dapat
dikenakan pajak Amerika Serikat sebagaimana penghasilan yang diperoleh penduduk, baik
penghasilan tersebut ada di tangannya maupun penghasilan tersebut ada di tangan pihak lain
(2) Jika berdasarkan ketentuan-ketentuan dalam ayat (1) orang pribadi menjadi penduduk di kedua
Negara Pihak pada Perjanjian, maka:
(a) ia akan dianggap sebagai penduduk Negara Pihak pada Perjanjian di mana ia mempunyai
tempat tinggal tetap. Apabila ia mempunyai tempat tinggal tetap di kedua Negara Pihak pada
Perjanjian atau sama sekali tidak mempunyai tempat tinggal tetap di salah satu Negara
tersebut, ia akan dianggap sebagai penduduk Negara Pihak pada Perjanjian di mana ia
mempunyai hubungan-hubungan pribadi dan ekonomi yang lebih erat (tempat yang menjadi
pusat perhatiannya);
(b) jika Negara Pihak pada Perjanjian yang menjadi pusat perhatiannya tidak dapat ditentukan, ia
akan dianggap sebagai penduduk Negara Pihak pada Perjanjian di mana ia mempunyai
(c) jika ia mempunyai tempat kebiasaan berdiam di kedua Negara Pihak pada Perjanjian atau
dama sekali tidak mempunyainya di salah satu Negara tersebut, ia akan dianggap sebagai
penduduk Negara Pihak pada Perjanjian di mana ia menjadi warga negara; dan
(d) jika ia menjadi warga negara dari kedua Negara Pihak pada Perjanjian atau sama sekali tidak
menjadi warga negara salah satu Negara tersebut, maka pejabat-pejabat yang berwenang
dari Negara Pihak pada Perjanjian akan menyelesaikan masalahnya berdasarkan persetujuan
bersama.
(3) Untuk kepentingan ayat ini, tempat tinggal tetap adalah tempat di mana orang pribadi menetap
bersama keluarganya. Orang pribadi yang dianggap sebagai penduduk salah satu Negara Pihak pada
Perjanjian dan bukan sebagai penduduk Negara Pihak lainnya pada Perjanjian berdasarkan ketentuan-
ketentuan ayat (2) hanya akan dianggap sebagai penduduk Negara yang disebutkan pertama untuk
(4) Apabila berdasarkan ketentuan-ketentuan ayat (1) suatu perusahaan menjadi penduduk pada kedua
Negara Pihak pada Perjanjian, maka perusahaan tersebut akan dianggap sebagai penduduk Negara
Pasal 5
(1) Untuk kepentingan Perjanjian ini, istilah "bentuk usaha tetap" berarti suatu tempat usaha tetap di
mana seluruh atau sebagian usaha penduduk salah satu Negara Pihak pada Perjanjian dijalankan.
(b) suatu cabang;
(c) suatu kantor;
(d) suatu pabrik;
(e) suatu bengkel;
(g) suatu gudang;
(h) suatu tambang, sumur minyak atau gas, tempat penggalian, atau tempat pengambilan
(i) suatu bangunan atau konstruksi atau perakitan atau proyek instalasi, atau kegiatan
pengawasan yang berhubungan dengannya, atau suatu instalasi atau anjungan pengeboran
atau kapal yang digunakan untuk eksplorasi atau untuk mengeluarkan sumber daya alam,
yang ada atau berlangsung untuk suatu masa lebih dari 120 (seratus dua puluh) hari;
(j) pemberian jasa-jasa, termasuk jasa konsultasi, melalui pegawai atau orang lain untuk tujuan
tersebut, namun hanya jika kegiatan-kegiatan tersebut berlangsung (untuk proyek yang sama
atau yang berhubungan) lebih dari 120 (seratus dua puluh) hari dalam jangka waktu 12 (dua
belas) bulan, sepanjang tidak terdapat suatu bentuk usaha tetap pada tahun pajak di
mana jasa-jasa tersebut dilakukan di Negara tersebut untuk suatu masa atau masa-masa
yang keseluruhannya kurang dari 30 (tiga puluh) hari pada tahun pajak itu.
(3) Menyimpang dari ketentuan-ketentuan ayat (1) dan (2), suatu bentuk usaha tetap tidak dianggap ada
(b) pengurusan suatu persediaan barang-barang atau barang dagangan milik penduduk semata-
(c) pengurusan suatu persediaan barang-barang atau barang dagangan milik penduduk semata-
(d) pengurusan suatu tempat usaha tetap semata-mata dengan maksud untuk melakukan
pembelian barang-barang atau barang dagangan, atau untuk mengumpulkan informasi, bagi
keperluan penduduk;
(e) pengurusan suatu tempat usaha tetap semata-mata untuk tujuan periklanan, penyediaan
informasi, riset ilmiah, atau untuk kegiatan-kegiatan serupa yang bersifat sebagai kegiatan
(4) Orang/badan yang bertindak di salah satu Negara Pihak pada perjanjian atas nama penduduk Negara
Pihak lainnya pada Perjanjian, selain agen yang mempunyai kedudukan bebas di mana ayat (5)
berlaku, akan dianggap sebagai suatu bentuk usaha tetap di Negara yang disebut pertama jika orang/
badan tersebut:
(a) di Negara yang disebutkan pertama, mempunyai dan biasa menjalankan wewenang untuk
menutup kontrak-kontrak atas nama penduduk tersebut, kecuali kegiatan tersebut hanya
terbatas pada hal yang dimaksud dalam ayat (3) yang, jika dilakukan melalui suatu tempat
usaha tetap, tidak akan membuat tempat usaha tetap tersebut menjadi suatu bentuk usaha
(b) di Negara yang disebut pertama, tidak memiliki wewenang semacam itu, namun biasa
mengurus suatu persediaan barang-barang atau barang dagangan milik penduduk tersebut di
mana ia secara teratur memenuhi pesanan-pesanan atau melakukan pengiriman atas nama
penduduk tersebut dan kegiatan-kegiatan tambahan yang dilakukan di Negara tersebut atas
nama penduduk tersebut telah memberikan kontribusi terhadap penjualan barang-barang atau
(5) Penduduk salah satu Negara Pihak pada Perjanjian tidak akan dianggap mempunyai suatu bentuk
usaha di Negara Pihak lainnya pada Perjanjian hanya semata-mata karena penduduk tersebut
menjalankan usaha di Negara Pihak lainnya pada Perjanjian melalui makelar, komisioner umum, atau
agen lainnya yang mempunyai kedudukan bebas, di mana makelar atau agen tersebut bertindak
(6) Bahwa suatu perusahaan yang merupakan penduduk suatu Negara Pihak pada Perjanjian menguasai
atau dikuasai oleh perusahaan yang merupakan penduduk Negara Pihak lainnya pada Perjanjian atau
menjalankan usaha di Negara Pihak lainnya tersebut (baik melalui suatu bentuk usaha tetap maupun
dengan suatu cara lain), tidak dengan sendirinya mengakibatkan salah satu dari perusahaan tersebut
(7) Perusahaan asuransi yang merupakan penduduk salah satu Negara Pihak pada Perjanjian, selain yang
berkenaan dengan reasuransi, akan dianggap mempunyai suatu bentuk usaha tetap di Negara Pihak
lainnya pada Perjanjian jika perusahaan tersebut memungut premi atau menanggung risiko di wilayah
Negara Pihak lainnya tersebut melalui orang/badan selain yang dijelaskan dalam ayat (5).
Pasal 6
(1) Penghasilan dari harta tidak bergerak, termasuk penghasilan yang diperoleh dari pertambangan,
sumur-sumur minyak atau gas, penggalian, atau sumber daya alam lainnya dan laba yang diperoleh
dari penjualan, pertukaran, atau bentuk lain pengalihan harta tidak bergerak tersebut atau hak yang
menimbulkan penghasilan tadi, dapat dikenakan pajak oleh Negara Pihak pada Perjanjian di mana
harta tidak bergerak, pertambangan, sumur-sumur minyak atau gas, penggalian, atau sumber daya
alam lainnya terletak. Untuk kepentingan Perjanjian ini, bunga atas utang yang dijamin oleh harta
tidak bergerak atau oleh hak yang menimbulkan penghasilan yang berhubungan dengan kegiatan
pertambangan, penggalian, atau sumber daya alam lainnya tidak akan dianggap sebagai penghasilan
(2) Ketentuan-ketentuan dalam ayat (1) berlaku terhadap penghasilan yang diperoleh dari hak
pemanfaatan (usufruct), penggunaan secara langsung, penyewaan, atau bentuk lain penggunaan harta
tidak bergerak.
(3) Ketentuan-ketentuan dalam ayat (1) dan (2) berlaku pula terhadap penghasilan dari harta tidak
bergerak suatu perusahaan dan terhadap penghasilan dari harta tidak bergerak yang dipergunakan
Pasal 7
SUMBER PENGHASILAN
(1) Dividen yang dibayarkan oleh penduduk suatu Negara Pihak pada Perjanjian dianggap sebagai
(2) Bunga akan dianggap sebagai penghasilan yang bersumber di suatu Negara Pihak pada Perjanjian
hanya apabila yang membayarkan bunga tersebut adalah Negara itu sendiri, bagian
ketatanegaraannya, pemerintah daerahnya, atau penduduk Negara Pihak pada Perjanjian tersebut.
Namun demikian, apabila orang/badan yang membayar bunga tersebut (tanpa memandang apakah
orang/badan tersebut merupakan penduduk Negara Pihak pada Perjanjian atau tidak) memiliki suatu
bentuk usaha tetap di salah satu Negara Pihak pada Perjanjian dan bunga yang dibayarkan menjadi
beban bentuk usaha tetap tersebut, maka bunga tersebut akan dianggap bersumber di Negara Pihak
(3) Royalti, sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 13 (Royalti) ayat (3), sehubungan dengan penggunaan,
atau hak untuk menggunakan, barang atau hak-hak sebagaimana disebutkan dalam ayat tadi yang
berada di suatu Negara Pihak pada Perjanjian akan diperlakukan sebagai penghasilan yang bersumber
(4) Penghasilan dari harta tidak bergerak, termasuk penghasilan dari kegiatan pertambangan, sumur
minyak, penggalian, atau sumber daya alam lainnya (termasuk keuntungan yang diperoleh dari
penjualan harta tidak bergerak atau hak yang menimbulkan penghasilan tersebut), akan diperlakukan
sebagai penghasilan yang bersumber di suatu Negara Pihak pada Perjanjian hanya jika harta tidak
(5) Penghasilan dari penyewaan harta gerak berwujud, selain kapal atau pesawat udara atau peti kemas
yang digunakan dalam jalur internasional, akan dianggap sebagai penghasilan yang bersumber di
suatu Negara Pihak pada Perjanjian hanya jika harta gerak berwujud tersebut terletak di Negara Pihak
(6) Penghasilan yang diterima oleh orang pribadi karena pekerjaan atau pemberian jasa-jasa pribadi yang
dilakukannya, baik itu sebagai pegawai atau pekerja bebas, akan diperlakukan sebagai penghasilan
yang bersumber di suatu Negara Pihak pada Perjanjian hanya sepanjang jasa-jasa tersebut dilakukan
di Negara Pihak pada Perjanjian tersebut. Penghasilan dari jasa-jasa pribadi yang dilakukan diatas
kapal atau pesawat udara yang dioperasikan oleh penduduk salah satu Negara Pihak pada Perjanjian
dalam jalur internasional akan diperlakukan sebagai penghasilan yang bersumber di Negara Pihak
pada Perjanjian tersebut jika jasa-jasa tersebut dilakukan oleh anggota dari awak kapal atau awak
pesawat udara tersebut. Untuk kepentingan ayat ini, penghasilan dari pekerjaan atau jasa-jasa pribadi
mencakup pensiun [sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 21 (Pensiun Swasta dan Pembayaran
Berkala) ayat (4)] yang dibayarkan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa-jasa tersebut.
Menyimpang dari ketentuan-ketentuan sebelumnya dari ayat ini, imbalan sebagaimana dijelaskan
dalam Pasal 22 (Pembayaran Jaminan Sosial) akan diperlakukan di suatu Negara Pihak pada
Perjanjian hanya jika imbalan tersebut dibayarkan oleh atau dari dana-dana publik dari Negara
(7) Penghasilan dari penjualan, pertukaran, atau bentuk lain pengalihan harta sebagaimana dijelaskan
dalam Pasal 14 (Keuntungan dari Pengalihan Harta) ayat (1) (a) atau (b) akan diperlakukan sebagai
(8) Menyimpang dari ayat (1) sampai (6), laba usaha yang diterima oleh penduduk salah satu Negara
Pihak pada Perjanjian dari bentuk usaha tetap yang dimilikinya di Negara Pihak lainnya pada
Perjanjian, termasuk penghasilan yang diperoleh dari harta tidak bergerak dan sumber daya alam
dan dividen, bunga, royalti [sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 13 (Royalti) ayat (3)], dan
keuntungan dari pengalihan harta, akan dianggap sebagai penghasilan yang bersumber di Negara
Pihak lainnya pada Perjanjian, namun hanya jika harta atau hak yang menimbulkan penghasilan,
dividen, bunga, royalti, atau keuntungan dari pengalihan harta tersebut mempunyai hubungan efektif
(9) Sumber dari suatu penghasilan yang tidak dapat ditentukan berdasarkan ayat (1) sampai (8) akan
ditentukan oleh masing-masing Negara Pihak pada Perjanjian sesuai dengan perundang-undangannya.
Menyimpang dari kalimat sebelumnya, jika sumber penghasilan menurut perundang-undangan salah
satu Negara Pihak pada Perjanjian berbeda dari sumber penghasilan menurut perundang-undangan
Negara Pihak lainnya pada Perjanjian atau jika sumber penghasilan tersebut tidak dapat segera
ditentukan menurut perundang-undangan salah satu Negara Pihak pada Perjanjian, maka pejabat-
pejabat yang berwenang dari kedua Negara Pihak pada Perjanjian, untuk mencegah pengenaan pajak
berganda atau untuk tujuan lain dari Perjanjian ini, dapat menetapkan sumber yang lazim dari suatu
Pasal 8
LABA USAHA
(1) Laba usaha penduduk salah satu Negara Pihak pada Perjanjian akan dikecualikan dari pengenaan
pajak oleh Negara Pihak lainnya pada Perjanjian kecuali jika penduduk tersebut menjalankan usaha
di Negara Pihak lainnya pada Perjanjian tersebut melalui suatu bentuk usaha tetap. Jika penduduk
tersebut menjalankan usahanya sebagaimana dimaksud di atas, maka atas laba usaha penduduk
tersebut dapat dikenakan pajak oleh Negara Pihak lainnya tetapi hanya atas bagian laba usaha yang
berasal dari bentuk usaha tetap tersebut atau atas bagian laba usaha yang bersumber di Negara Pihak
lainnya dari penjualan barang-barang atau barang dagangan yang jenisnya sama dengan yang dijual
melalui bentuk usaha tetap atau atas bagian laba yang berasal dari transaksi-transaksi usaha lainnya
yang sama jenisnya dengan yang dilakukan melalui bentuk usaha tetap.
(2) Jika penduduk salah satu Negara Pihak pada Perjanjian menjalankan usaha di Negara Pihak lainnya
pada Perjanjian melalui suatu bentuk usaha tetap, maka yang akan diperhitungkan sebagai laba usaha
bentuk usaha tetap tersebut oleh masing-masing Negara Pihak pada Perjanjian ialah laba usaha yang
akan diperolehnya bila bentuk usaha tetap tersebut merupakan suatu perusahaan tersendiri yang
melakukan kegiatan-kegiatan yang sama atau serupa dalam keadaan yang sama atau serupa dan
mengadakan hubungan yang sepenuhnya bebas dengan penduduk yang memiliki bentuk usaha tetap
tersebut.
(3) Dalam menentukan besarnya laba usaha suatu bentuk usaha tetap, dapat dikurangkan biaya-biaya
yang berkaitan dengan laba usaha tersebut, termasuk biaya-biaya pimpinan dan administrasi umum,
baik yang dikeluarkan di Negara Pihak pada Perjanjian di mana bentuk usaha tetap tersebut berada
maupun yang dikeluarkan di tempat lain. Namun demikian, tidak diperkenankan untuk dikurangkan
biaya-biaya, jika ada, yang dibayarkan (selain penggantian biaya-biaya yang benar-benar terjadi)
oleh bentuk usaha tetap kepada kantor pusatnya atau kantor-kantor lain milik kantor pusatnya, dalam
bentuk royalti, ongkos, atau pembayaran serupa lainnya sehubungan dengan penggunaan paten atau
hak-hak lain, atau dalam bentuk komisi untuk jasa-jasa tertentu atau untuk manajemen, atau dalam
bentuk bunga atas uang yang dipinjamkan kepada bentuk usaha tetap tersebut. Sebaliknya, tidak
perlu diperhitungkan dalam penentuan laba bentuk usaha tetap, jumlah yang ditagihkan (selain
penggantian biaya-biaya yang benar-benar terjadi) oleh bentuk usaha tetap kepada kantor pusatnya
atau kantor-kantor lain milik kantor pusatnya, dalam bentuk royalti, ongkos, atau pembayaran serupa
lainnya sehubungan dengan penggunaan paten atau hak-hak lain, atau dalam bentuk komisi untuk
jasa-jasa tertentu atau untuk manajemen, atau dalam bentuk bunga atas uang yang dipinjamkan
(4) Bentuk usaha tetap milik penduduk salah satu Negara Pihak pada Perjanjian yang berada di Negara
Pihak lainnya pada Perjanjian tidak akan dianggap memperoleh laba hanya karena kegiatan
pembelian barang-barang atau barang dagangan yang dilakukan oleh bentuk usaha tetap tersebut,
atau oleh penduduk yang merupakan bentuk usaha tetap, untuk kepentingan penduduk tersebut.
(5) Jika laba usaha mencakup jenis-jenis penghasilan yang diatur tersendiri pada pasal-pasal lain dari
Perjanjian ini, maka ketentuan-ketentuan dalam pasal-pasal tersebut, kecuali apabila pada pasal-pasal
Pasal 9
(1) Menyimpang dari Pasal 8 (Laba Usaha), penduduk suatu Negara Pihak pada Perjanjian akan
dikecualikan oleh Negara Pihak lainnya pada Perjanjian dari pengenaan pajak yang berkenaan dengan
penghasilan yang diperoleh penduduk tersebut dari pengoperasian kapal laut atau pesawat udara
(2) Untuk kepentingan ayat (1), penghasilan dari pengoperasian kapal laut atau pesawat udara dalam
(a) penghasilan dari penyewaan kapal laut atau pesawat udara atas dasar full basis dalam jalur
(b) penghasilan dari penyewaan pesawat udara atas dasar bareboat basis jika pesawat udara
(c) penghasilan dari penyewaan kapal laut tanpa awak jika kapal tersebut dioperasikan dalam
jalur lalu lintas internasional dan penyewanya bukan penduduk Negara Pihak lainnya pada
Perjanjian atau bentuk usaha tetap di Negara Pihak lainnya tersebut; atau
(d) penghasilan dari penggunaan atau penyelenggaraan peti kemas (dan peralatan yang terkait
dengan pengangkutan peti kemas) yang digunakan dalam jalur lalu lintas internasional jika
penghasilan tersebut berhubungan dengan penghasilan yang dijelaskan dalam ayat (1).
(3) Menyimpang dari Pasal 14 (Keuntungan dari Pengalihan Harta), keuntungan yang diperoleh penduduk
suatu Negara Pihak pada Perjanjian dari pengalihan kapal laut atau pesawat udara yang dioperasikan
dalam jalur lalu lintas internasional atau peti kemas (dan peralatan yang terkait dengan pengangkutan
peti kemas) yang digunakan dalam jalur lalu lintas internasional hanya akan dikenakan pajak di
Negara tersebut.
Pasal 10
(1) Apabila antara penduduk salah satu Negara Pihak pada Perjanjian dan orang/badan lainnya terdapat
hubungan istimewa dan apabila pihak-pihak yang memiliki hubungan istimewa tersebut membuat
pengaturan atau menerapkan kondisi-kondisi tertentu di antara mereka sendiri yang berbeda dengan
pengaturan atau kondisi-kondisi yang dibuat oleh pihak-pihak yang mempunyai kedudukan bebas,
maka atas penghasilan, pengurangan, pengkreditan, atau pencadangan yang didasarkan pada
pengaturan atau kondisi-kondisi tersebut, yang telah diperhitungkan dalam menentukan penghasilan
(atau kerugian) atau pajak yang terutang oleh orang/badan yang memiliki hubungan istimewa
tersebut, dapat dihitung kembali untuk menentukan penghasilan kena pajak dan pajak yang terutang
(2) Orang/badan dianggap memiliki hubungan istimewa dengan orang/badan lainnya jika salah satu
orang/badan secara langsung maupun tidak langsung turut berpartisipasi dalam manajemen,
pengendalian, atau permodalan orang/badan lainnya, atau jika terdapat pihak ketiga yang turut
berpartisipasi secara langsung maupun tidak langsung dalam manajemen, pengendalian, atau
permodalan dari kedua orang/badan tersebut. Untuk kepentingan ini, istilah "pengendalian" mencakup
semua jenis pengendalian, berdasarkan hukum atau tidak, dan bagaimanapun cara pelaksanaannya.
(3) Apabila suatu Negara Pihak pada Perjanjian mencantumkan laba penduduk Negara tersebut, dan
mengenakan pajaknya, padahal atas laba tersebut penduduk Negara Pihak lainnya pada Perjanjian
telah dikenakan pajak di Negara Pihak lainnya tersebut, dan laba yang dicantumkan tadi adalah laba
yang memang seharusnya diperoleh penduduk Negara yang disebutkan pertama seandainya kondisi-
kondisi yang dibuat oleh kedua penduduk tersebut sama dengan kondisi-kondisi yang dibuat oleh
pihak-pihak yang mempunyai kedudukan bebas, maka Negara Pihak lainnya tersebut akan membuat
penyesuaian seperlunya terhadap jumlah pajak yang telah dikenakan terhadap laba tersebut. Dalam
melakukan penyesuaian tersebut, ketentuan-ketentuan lain dari Perjanjian ini tetap harus diperhatikan
dan bila perlu pejabat-pejabat yang berwenang dari kedua Negara Pihak pada Perjanjian dapat saling
berkonsultasi.
Pasal 11
DIVIDEN
(1) Dividen yang bersumber di salah satu Negara Pihak pada Perjanjian yang diperoleh penduduk Negara
Pihak lainnya pada Perjanjian dapat dikenakan pajak oleh kedua Negara Pihak pada Perjanjian.
(2) Namun demikian, apabila penerima dividen adalah pemilik saham yang menikmati dividen itu adalah
penduduk Negara Pihak lainnya pada Perjanjian, maka pajak yang dikenakan oleh Negara yang
disebutkan pertama tersebut tidak boleh melebihi 15% (lima belas persen) dari jumlah bruto dividen
(3) Ayat (2) tidak berlaku apabila penerima dividen, yang merupakan penduduk salah satu Negara Pihak
pada Perjanjian, mempunyai suatu bentuk usaha tetap atau tempat tetap di Negara Pihak lainnya pada
Perjanjian dan saham yang menghasilkan dividen tersebut mempunyai hubungan efektif dengan
bentuk usaha tetap atau tempat tetap tersebut. Dalam hal demikian, ketentuan-ketentuan dalam Pasal
(4) Apabila suatu perusahaan yang merupakan penduduk suatu Negara Pihak pada Perjanjian memiliki
suatu bentuk usaha tetap di Negara Pihak lainnya tersebut dapat mengenakan pajak tambahan sesuai
dengan perundang-undangannya atas laba bentuk usaha tetap tersebut (setelah dikurangi dengan
pajak perseroan dan pajak-pajak penghasilan lainnya yang dikenakan oleh Negara Pihak lainnya
tersebut) dan atas pembayaran bunga oleh bentuk usaha tetap tersebut, namun besarnya pajak
(5) Tarif pajak yang diatur dalam ayat (4) dari Pasal ini tidak akan mempengaruhi tarif pajak tambahan
yang terdapat dalam kontrak bagi hasil dan kontrak karta (atau kontrak-kontrak serupa lainnya) yang
berkenaan dengan minyak dan gas bumi atau produk mineral lainnya yang diperundingkan oleh
lain yang ada di dalamnya dengan orang/badan yang merupakan penduduk Amerika Serikat.
Pasal 12
BUNGA
(1) Bunga yang bersumber di salah satu Negara Pihak pada Perjanjian yang diperoleh penduduk Negara
Pihak lainnya pada Perjanjian dapat dikenakan pajak oleh kedua Negara Pihak pada Perjanjian.
(2) Tarif pajak yang dikenakan oleh salah satu Negara Pihak pada Perjanjian atas bunga yang bersumber
di Negara Pihak pada Perjanjian tersebut dan dimiliki oleh pemberi pinjaman yang menikmati bunga
yang merupakan penduduk Negara Pihak lainnya pada Perjanjian tidak akan melebihi 15% (lima belas
(3) Menyimpang dari ayat (1) dan (2), bunga yang bersumber di salah satu Negara Pihak pada Perjanjian
yang diperoleh Negara Pihak lainnya pada Perjanjian atau perantara atau perwakilan dari Negara
Pihak lainnya tersebut yang bukan merupakan subjek dari pengenaan pajak penghasilan di Negara
Pihak lainnya tersebut akan dikecualikan dari pajak di Negara yang disebutkan pertama.
(4) Ayat (2) tidak berlaku jika penerima bunga, yang merupakan penduduk salah satu Negara Pihak pada
Perjanjian, mempunyai suatu bentuk usaha tetap atau tempat tetap di Negara Pihak lainnya pada
Perjanjian dan piutang yang menghasilkan bunga tersebut mempunyai hubungan efektif dengan
bentuk usaha tetap atau tempat tetap tersebut. Dalam hal demikian, ketentuan-ketentuan dalam
(5) Jika jumlah bunga yang dibayarkan kepada orang/badan yang mempunyai hubungan istimewa
melebihi jumlah bunga seandainya dibayarkan kepada orang/badan yang tidak mempunyai hubungan
istimewa, ketentuan-ketentuan dalam Pasal ini akan berlaku hanya atas jumlah bunga seandainya
tidak dipengaruhi oleh hubungan istimewa. Dalam hal demikian, jumlah kelebihan pembayaran
tersebut dapat dikenakan pajak oleh masing-masing Negara Pihak pada Perjanjian sesuai dengan
(6) Istilah "bunga" yang digunakan dalam Perjanjian ini berarti penghasilan dari obligasi, surat utang,
surat berharga pemerintah, atau bukti-bukti utang lainnya, baik yang dijamin dengan hipotik atau
surat berharga lainnya maupun tidak dan baik yang mempunyai hak atas pembagian laba maupun
tidak, dan segala bentuk tagihan utang, serta semua bentuk penghasilan yang menurut perundang-
undangan pajak Negara Pihak pada Perjanjian di mana penghasilan tersebut bersumber dapat
Pasal 13
ROYALTI
(1) Royalti yang bersumber di salah satu Negara Pihak pada Perjanjian yang diperoleh penduduk Negara
Pihak lainnya pada Perjanjian dapat dikenakan pajak oleh kedua Negara tersebut.
(2) Tarif pajak yang dikenakan oleh suatu Negara Pihak pada Perjanjian atas royalti yang bersumber di
Negara Pihak pada Perjanjian tersebut dan dimiliki oleh pihak yang menikmati royalti tersebut yang
merupakan penduduk Negara Pihak lainnya pada Perjanjian tidak akan melebihi 15% (lima belas
persen) dari jumlah bruto royalti yang dijelaskan dalam ayat 3 (a) dan 10% (sepuluh persen) dari
(3) (a) Istilah "royalti" yang digunakan dalam Pasal ini berarti segala bentuk pembayaran yang
dibuat sehubungan dengan penggunaan, atau hak untuk menggunakan, hak cipta atas karya
sastra, kesenian, atau karya ilmiah (termasuk hak cipta atas gambar bergerak, film, pita
rekaman, atau alat reproduksi lainnya yang digunakan untuk penyiaran radio atau televisi),
paten, desain, model, rencana, formula atau proses rahasia, merek dagang, atau informasi
mengenai pengalaman di bidang industri, perniagaan, atau ilmu pengetahuan. Royalti juga
mencakup keuntungan yang diperoleh dari penjualan, pertukaran, atau bentuk lain
pengalihan harta tidak berwujud atau hak-hak tersebut sepanjang jumlah yang direalisasi dari
produktivitas, penggunaan, atau pengalihan harta tidak berwujud atau hak-hak tersebut.
(b) Istilah "royalti" yang digunakan dalam Pasal ini juga mencakup pembayaran-pembayaran oleh
penduduk salah satu Negara Pihak pada Perjanjian sehubungan dengan penggunaan, atau hak
tidak termasuk kapal, pesawat udara, atau petikemas yang penghasilan darinya dikecualikan
dari pajak oleh Negara Pihak lainnya pada Perjanjian berdasarkan Pasal 9 (Pelayaran dan
Penerbangan).
(4) Ayat (2) tidak berlaku apabila penerima royalti, yang merupakan penduduk salah satu Negara Pihak
pada Perjanjian, mempunyai suatu bentuk usaha tetap atau tempat tetap di Negara Pihak lainnya pada
Perjanjian dan harta atau hak-hak yang menghasilkan royalti tersebut mempunyai hubungan efektif
dengan bentuk usaha tetap atau tempat tetap tersebut. Dalam hal demikian, ketentuan-ketentuan
dalam Pasal 8 (Laba Usaha) atau Pasal 15 (Pekerjaan Bebas) akan berlaku.
(5) Jika jumlah royalti yang dibayarkan kepada orang/badan yang mempunyai hubungan istimewa
melebihi jumlah royalti seandainya dibayarkan kepada orang/badan yang tidak mempunyai hubungan
istimewa, ketentuan-ketentuan dalam Pasal ini akan berlaku hanya atas jumlah royalti seandainya
tidak dipengaruhi oleh hubungan istimewa. Dalam hal demikian, jumlah kelebihan pembayaran
tersebut dapat dikenakan pajak oleh masing-masing Negara Pihak pada Perjanjian sesuai dengan
Pasal 14
(1) Keuntungan yang diperoleh penduduk suatu Negara Pihak pada Perjanjian dari pengalihan harta yang
dijelaskan dalam Pasal 6 (Penghasilan dari Harta Tidak Bergerak) dan yang terletak di Negara Pihak
lainnya pada Perjanjian dapat dikenakan pajak di Negara Pihak lainnya tersebut. Istilah "harta yang
dijelaskan dalam Pasal 6 (Penghasilan dari Harta Tidak Bergerak) dan yang terletak di Negara Pihak
(a) Dalam hal Indonesia adalah Negara Pihak lainnya pada Perjanjian, suatu penyertaan dalam
(b) Dalam hal Amerika Serikat adalah Negara Pihak lainnya pada Perjanjian, suatu penyertaan
(2) Penduduk salah satu Negara Pihak pada Perjanjian akan dikecualikan dari pengenaan pajak oleh
Negara Pihak lainnya pada Perjanjian atas keuntungan yang diperoleh dari penjualan, pertukaran,
atau bentuk lain pengalihan capital assets selain harta-harta yang dijelaskan dalam ayat (1) kecuali :
(a) Penerima keuntungan dari pengalihan harta tersebut memiliki suatu bentuk usaha tetap atau
tempat tetap di Negara Pihak lainnya pada Perjanjian dan harta yang menghasilkan
keuntungan tersebut mempunyai hubungan efektif dengan bentuk usaha tetap atau tempat
tetap tersebut, yang dalam hal ini ketentuan-ketentuan dalam Pasal 8 (Laba Usaha) atau
(b) Penerima keuntungan dari pengalihan harta tersebut adalah orang pribadi yang berada di
Negara Pihak lainnya pada Perjanjian untuk suatu masa atau masa-masa yang
keseluruhannya berjumlah 120 (seratus dua puluh) hari atau lebih selama tahun pajak.
(3) Menyimpang dari ayat (2), keuntungan yang diperoleh penduduk suatu Negara Pihak pada Perjanjian
dari pengalihan harta-harta yang dijelaskan dalam Pasal 5 (Bentuk Usaha Tetap) ayat (2) (i) dan
digunakan untuk eksplorasi atau eksploitasi sumber daya minyak dan gas bumi hanya akan dikenakan
Pasal 15
PEKERJAAN BEBAS
(1) Penghasilan yang diperoleh penduduk suatu Negara Pihak pada Perjanjian sehubungan dengan jasa-
jasa profesional atau pekerjaan bebas lainnya hanya akan dikenakan pajak di Negara
tersebut kecuali dalam keadaan-keadaan berikut, yaitu ketika penghasilan tersebut dapat juga
(a) Jika penduduk tersebut mempunyai suatu tempat tetap di Negara Pihak lainnya pada
dalam hal demikian, hanya atas penghasilan yang berhubungan dengan tempat tetap tersebut
yang dapat dikenakan pajak di Negara Pihak lainnya pada Perjanjian tersebut; atau
(b) Jika penduduk tersebut berada di Negara Pihak lainnya pada Perjanjian untuk suatu masa
atau masa-masa yang keseluruhannya berjumlah 120 (seratus dua puluh) hari atau lebih
dalam suatu masa 12 (dua belas) bulan yang berurutan; dalam hal ini, hanya atas
penghasilan yang diperoleh dari kegiatan-kegiatan yang dilakukan di Negara Pihak lainnya
(2) Istilah "jasa-jasa profesional" terutama meliputi kegiatan-kegiatan bebas di bidang ilmu pengetahuan,
dilakukan oleh para dokter, pengacara, insinyur, arsitek, dokter gigi, dan akuntan.
Pasal 16
(1) Upah, gaji, dan imbalan serupa yang diperoleh orang pribadi penduduk salah satu Negara Pihak pada
Perjanjian dari pekerjaannya atau dari jasa-jasa pribadi yang dilakukannya dalam kedudukannya
sebagai pegawai, termasuk penghasilan dari jasa-jasa yang dilakukan oleh pegawai suatu badan
hukum atau perusahaan, dapat dikenakan pajak oleh Negara tersebut. Kecuali sebagaimana diatur
dalam ayat (2), upah, gaji, dan imbalan serupa yang bersumber di Negara Pihak lainnya pada
Perjanjian dapat juga dikenakan pajak di Negara Pihak lainnya pada Perjanjian tersebut.
(2) Imbalan sebagaimana dijelaskan dalam ayat (1) yang diperoleh orang pribadi penduduk salah satu
Negara Pihak pada Perjanjian akan dikecualikan dari pengenaan pajak oleh Negara Pihak lainnya pada
Perjanjian jika:
(a) orang tersebut berada di Negara Pihak lainnya pada Perjanjian untuk suatu masa atau masa-
masa yang keseluruhannya berjumlah kurang dari 120 (seratus dua puluh) hari dalam suatu
(b) imbalan tersebut dibayarkan oleh, atau atas nama, pemberi kerja yang bukan merupakan
(c) imbalan tersebut tidak menjadi beban bagi, atau diganti pembayarannya oleh, suatu bentuk
usaha tetap yang dimiliki oleh pemberi kerja di Negara Pihak lainnya tersebut.
(3) Menyimpang dari ayat (2), imbalan yang diperoleh orang pribadi karena pekerjaan atau pemberian
jasa-jasa pribadi yang dilakukannya sebagai pegawai pada kapal laut atau pesawat udara yang
dioperasikan oleh penduduk salah satu Negara Pihak pada Perjanjian dalam jalur lalu lintas
internasional akan dikecualikan dari pengenaan pajak oleh Negara Pihak lainnya pada Perjanjian jika
orang pribadi tersebut adalah awak kapal atau pesawat udara tersebut.
Pasal 17
(1) Menyimpang dari ketentuan-ketentuan dalam Pasal 15 (Pekerjaan Bebas) dan 16 (Pekerjaan dalam
Hubungan Kerja), penghasilan yang diperoleh para penghibur, seperti para artis teater, gambar
bergerak, radio, atau televisi, dan musisi, serta atlet, dari kegiatan-kegiatannya sebagai artis dan
atlet, dapat dikenakan pajak di Negara Pihak pada Perjanjian di mana kegiatan-kegiatan tersebut
dilakukan jika jumlah bruto imbalannya, termasuk biaya-biaya yang diganti pembayarannya atau yang
dibuat atas namanya, secara keseluruhan melebihi US$ 2,000 (dua ribu dolar Amerika Serikat) atau
setaranya dalam rupiah dalam suatu masa 12 (dua belas) bulan yang berurutan.
(2) Apabila penghasilan yang berkenaan dengan kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh artis atau atlet
tidak diterima oleh artis atau atlet itu sendiri tetapi oleh orang/badan lain, maka penghasilan tersebut,
menyimpang dari ketentuan-ketentuan yang diatur dalam Pasal 8 (Laba Usaha) dan 15 (Pekerjaan
Bebas), dapat dikenakan pajak di Negara Pihak pada Perjanjian jika Perjanjian di mana kegiatan-
(3) Ketentuan-ketentuan dalam ayat (1) dan (2) tidak berlaku terhadap imbalan atau laba yang diperoleh
dari kegiatan-kegiatan yang dilakukan di suatu Negara Pihak pada Perjanjian jika kunjungan ke
Negara tersebut dibiayai oleh Negara Pihak lainnya pada Perjanjian dan dinyatakan memenuhi syarat,
oleh pejabat yang berwenang dari Negara pengirim, berdasarkan ketentuan dalam pasal ini.
Pasal 18
PEGAWAI PEMERINTAH
(1) (a) Imbalan, selain pensiun, yang dibayarkan oleh suatu Negara Pihak pada Perjanjian atau
dengan jasa-jasa yang diberikan kepada Negara tersebut atau bagian ketatanegaraannya atau
(b) Namun demikian, imbalan tersebut hanya akan dikenakan pajak di Negara Pihak lainnya pada
Perjanjian jika jasa-jasa tersebut diberikan di Negara Pihak lainnya tersebut dan
(ii) tidak menjadi penduduk negara itu semata-mata dengan tujuan untuk memberikan
jasa-jasa tersebut.
(2) Pensiun yang dibayarkan oleh, atau berasal dari dana yang dibentuk oleh, suatu Negara Pihak pada
Perjanjian atau bagian ketatanegaraannya atau pemerintah daerahnya kepada orang pribadi
sehubungan dengan jasa-jasa yang diberikan kepada Negara tersebut atau bagian ketatanegaraannya
(3) Ketentuan-ketentuan dalam Pasal 15 (Pekerjaan Bebas), 16 (Pekerjaan dalam Hubungan Kerja), dan
21 (Pensiun Swasta dan Pembayaran Berkala) berlaku terhadap imbalan atau pensiun yang berkenaan
dengan jasa-jasa yang diberikan sehubungan dengan perdagangan atau usaha yang dilakukan oleh
suatu Negara Pihak pada Perjanjian atau bagian ketatanegaraannya atau pemerintah daerahnya.
Pasal 19
(1) (a) Orang pribadi yang sesaat sebelum melakukan kunjungan ke Negara Pihak lainnya pada
Perjanjian merupakan penduduk suatu Negara Pihak pada Perjanjian dan untuk sementara
(i) sebagai pelajar pada universitas, akademi, sekolah, atau lembaga pendidikan serupa
(ii) sebagai penerima bea siswa, penghargaan, atau hadiah dari Pemerintah salah satu
Negara Pihak pada Perjanjian yang diberikan oleh Pemerintah salah satu Negara
Pihak pada Perjanjian yang tujuan utamanya adalah untuk belajar, penelitian, atau
kependidikan, keagamaan, atau sosial, atau dari program bantuan teknis yang
akan dikecualikan dari pengenaan pajak di Negara Pihak lainnya tersebut untuk suatu masa
yang tidak melebihi 5 (lima) tahun sejak tanggal kedatangannya di Negara Pihak lainnya
(i) seluruh penerimaan dari luar negeri untuk biaya hidup, pendidikan, belajar,
(ii) jumlah dari bea siswa, penghargaan, atau hadiah; dan (iii) setiap imbalan yang tidak
melebihi US$ 2,000 (dua ribu dolar Amerika Serikat) atau setaranya dalam rupiah
setiap tahunnya sehubungan dengan jasa-jasa yang diberikan di Negara Pihak lainnya
belajar, penelitian, atau pelatihan, atau yang diperlukan untuk biaya hidupnya.
(2) Orang pribadi yang sesaat sebelum melakukan kunjungan ke Negara Pihak lainnya pada Perjanjian
merupakan penduduk suatu Negara Pihak pada Perjanjian dan untuk sementara berada di Negara
Pihak lainnya tersebut semata-mata sebagai pemagang di bidang bisnis maupun teknik akan
dikecualikan dari pengenaan pajak di Negara Pihak lainnya tersebut untuk suatu masa yang tidak
melebihi dua belas bulan yang berurutan atas penghasilannya dari jasa-jasa pribadi yang setara
keseluruhannya berjumlah tidak melebihi US$ 7,500 (tujuh ribu lima ratus dolar Amerika Serikat) atau
Pasal 20
(1) Orang pribadi yang sesaat sebelum melakukan kunjungan ke Negara Pihak lainnya pada Perjanjian
merupakan penduduk suatu Negara Pihak pada Perjanjian dan yang, atas undangan dari universitas,
akademi, sekolah, atau lembaga pendidikan serupa lainnya, mengunjungi Negara Pihak lainnya
tersebut semata-mata untuk tujuan mengajar dan/atau melakukan penelitian pada lembaga
pendidikan tadi akan dikecualikan dari pengenaan pajak di Negara Pihak lainnya tersebut atas
imbalan dari kegiatan mengajar atau penelitiannya tersebut untuk suatu masa yang tidak melebihi 2
(dua) tahun sejak kedatangannya di Negara Pihak lainnya tersebut. Orang pribadi berhak menikmati
(2) Pasal ini tidak berlaku untuk penghasilan dari kegiatan penelitian jika penelitian tersebut dilaksanakan
Pasal 21
(1) Kecuali sebagaimana diatur dalam Pasal 18 (Pegawai Pemerintah), pensiun dan imbalan serupa
lainnya sehubungan dengan pekerjaan di masa lampau yang bersumber di salah satu Negara Pihak
pada Perjanjian yang diperoleh penduduk Negara Pihak lainnya pada Perjanjian dapat dikenakan
pajak oleh kedua Negara Pihak pada Perjanjian tersebut. Jika pemilik manfaat dari pensiun dan
imbalan serupa lainnya tersebut merupakan penduduk Negara Pihak lainnya pada Perjanjian, besarnya
pajak yang dikenakan tidak boleh melebihi 15% (lima belas persen) dari jumlah brutonya.
(2) Pembayaran berkala yang dibayarkan kepada orang pribadi penduduk salah satu Negara Pihak pada
(3) Pembayaran alimony (tunjangan kepada mantan isteri/suami) dan child support (tunjangan untuk
keperluan pemeliharaan anak) yang dilakukan oleh orang pribadi penduduk salah satu Negara Pihak
pada Perjanjian kepada orang pribadi penduduk Negara Pihak lainnya pada Perjanjian akan
dikecualikan dari pengenaan pajak di Negara Pihak lainnya tersebut.
(4) Istilah "pensiun dan imbalan serupa lainnya", sebagaimana digunakan dalam Pasal ini, berarti
pembayaran yang dibuat sehubungan dengan masa pensiun atau kematian sebagai balasan atas
jasa-jasa yang telah diberikan, atau pembayaran ganti rugi atas kecelakaan yang berhubungan
(5) Istilah "pembayaran berkala", sebagaimana digunakan dalam Pasal ini, berarti suatu jumlah tertentu
yang dibayarkan secara berkala pada waktu tertentu selama hidup, atau selama jangka waktu
tertentu, berdasarkan suatu kewajiban untuk melakukan pembayaran yang merupakan pengganti
(6) Istilah "alimony", sebagaimana digunakan dalam Pasal ini, berarti pembayaran berkala yang
dilakukan dalam rangka mentaati keputusan perceraian, perjanjian pemberian nafkah, atau perjanjian
Pasal 22
Pembayaran jaminan sosial dan kenikmatan-kenikmatan serupa yang berasal dari dana publik oleh salah satu
Negara Pihak pada Perjanjian kepada orang pribadi penduduk Negara Pihak lainnya pada Perjanjian atau
warga negara Amerika Serikat hanya akan dikenakan pajak di Negara yang disebutkan pertama. Pasal ini
tidak berlaku atas pembayaran-pembayaran yang dijelaskan dalam Pasal 18 (Pegawai Pemerintah).
Pasal 23
Pengenaan pajak berganda atas penghasilan akan dihindarkan dengan cara-cara sebagai berikut :
Serikat, yang berlaku dari waktu ke waktu, Pemerintah Amerika Serikat akan mengizinkan warga
negara atau penduduknya untuk mengkreditkan pajak Indonesia dalam jumlah yang sepadan
terhadap pajak Amerika Serikat. Besarnya kredit pajak tersebut didasarkan pada jumlah pajak yang
dibayarkan kepada Indonesia, namun kredit pajak tersebut tidak melebihi batasan yang ditetapkan
oleh perundang-undangan Amerika Serikat untuk tahun pajak yang bersangkutan. Untuk keperluan
penerapan pengkreditan terhadap pajak Amerika Serikat yang berhubungan dengan pajak yang
dibayarkan kepada Indonesia, ketentuan-ketentuan yang diatur dalam Pasal 7 (Sumber Penghasilan)
akan diterapkan untuk menentukan sumber penghasilan, namun tetap tunduk pada aturan-aturan
tentang sumber penghasilan yang ada dalam perundang-undangan domestik yang diterapkan semata-
yang berlaku dari waktu ke waktu, Pemerintah Indonesia akan mengizinkan penduduknya untuk
mengkreditkan dalam jumlah sepadan pajak penghasilan yang dibayarkan kepada Amerika Serikat
terhadap pajak Indonesia Besarnya kredit pajak tersebut didasarkan pada jumlah pajak yang
dibayarkan kepada Amerika Serikat namun tidak melebihi batasan yang ditetapkan oleh perundang-
undangan Indonesia untuk tahun pajak yang bersangkutan. Untuk keperluan penerapan pengkreditan
terhadap pajak Indonesia yang berhubungan dengan pajak yang dibayarkan kepada Amerika Serikat,
ketentuan-ketentuan yang diatur dalam Pasal 7 (Sumber Penghasilan) akan diterapkan untuk
Pasal 24
NON-DISKRIMINASI
(1) Warga negara salah satu Negara Pihak pada Perjanjian yang merupakan penduduk Negara Pihak
lainnya pada Perjanjian tidak akan dikenakan di Negara Pihak lainnya tersebut pajak atau
persyaratan-persyaratan terkait yang lebih memberatkan dibanding dengan yang dikenakan terhadap
warga negara dari Negara Pihak lainnya pada Perjanjian yang juga merupakan penduduk Negara
(2) Kecuali sebagaimana diatur dalam Pasal 11 (Dividen) ayat (4), suatu bentuk usaha tetap yang dimiliki
oleh penduduk salah satu Negara Pihak pada Perjanjian di Negara Pihak lainnya pada Perjanjian tidak
akan dikenakan di Negara Pihak lainnya tersebut pajak atau persyaratan-persyaratan terkait yang
lebih memberatkan dibanding dengan yang dikenakan terhadap penduduk Negara Pihak lainnya
tersebut yang melakukan kegiatan yang sama. Ayat ini tidak boleh ditafsirkan sebagai mewajibkan
suatu Negara Pihak pada Perjanjian untuk memberikan kepada penduduk Negara Pihak lainnya pada
Perjanjian suatu kelonggaran, keringanan, atau pengurangan dalam pengenaan pajak yang
didasarkan pada status kependudukan atau tanggung jawab keluarga seperti yang diberikan kepada
penduduknya sendiri.
(3) Suatu badan hukum dari salah satu Negara Pihak pada Perjanjian, yang sebagian atau seluruh
modalnya dimiliki atau dikuasai oleh penduduk Negara Pihak lainnya pada Perjanjian, tidak akan
dikenakan di Negara yang disebut pertama pajak atau persyaratan-persyaratan terkait yang berada
atau lebih memberatkan dibanding dengan pajak atau persyaratan-persyaratan terkait yang
dikenakan terhadap badan hukum dari Negara yang disebut pertama, yang sebagian atau seluruh
modalnya dimiliki atau dikuasai oleh penduduk Negara yang disebut pertama, yang melakukan
(4) Kecuali di mana berlaku ketentuan-ketentuan dalam Pasal 10 (Orang/Badan yang Memiliki Hubungan
Istimewa) ayat (1), Pasal 12 (Bunga) ayat (5), atau Pasal 13 (Royalti) ayat (5), bunga, royalti, dan
pengeluaran lain yang dibayarkan oleh penduduk suatu Negara Pihak pada Perjanjian kepada
penduduk Negara Pihak lainnya pada Perjanjian, untuk menentukan laba yang dapat dikenakan pajak
dari penduduk Negara yang disebutkan pertama, dapat dikurangkan berdasarkan kondisi yang sama
(termasuk peraturan yang mengatur besarnya rasio utang terhadap modal yang diizinkan) seandainya
Demikian pula, utang-utang penduduk Negara Pihak pada Perjanjian kepada penduduk Negara Pihak
lainnya pada Perjanjian, untuk menentukan modal yang dapat dikenakan pajak dari penduduk Negara
yang disebutkan pertama, dapat dikurangkan berdasarkan kondisi yang sama (termasuk peraturan
yang mengatur besarnya rasio utang terhadap modal yang diizinkan) seandainya utang-utang tersebut
(5) Untuk kepentingan Pasal ini, menyimpang dari ketentuan-ketentuan dalam Pasal 2 (Pajak-Pajak yang
Dicakup dalam Perjanjian), Perjanjian akan berlaku terhadap setiap jenis pajak yang dikenakan oleh
Pasal 25
(1) Apabila penduduk suatu Negara Pihak pada Perjanjian menganggap bahwa tindakan-tindakan salah
satu Negara Pihak pada Perjanjian atau kedua-duanya mengakibatkan atau akan mengakibatkan
pengenaan pajak yang tidak sesuai dengan Perjanjian ini, maka penduduk tersebut, menyimpang dari
cara-cara penyelesaian yang diatur oleh perundang-undangan nasional dari masing-masing Negara
tersebut, dapat mengajukan masalahnya kepada pejabat yang berwenang dari Negara Pihak pada
Perjanjian di mana ia menjadi penduduk atau, jika masalah tersebut diatur dalam Pasal 24 (Non-
diskriminasi) ayat (1), kepada pejabat yang berwenang dari Negara Pihak pada Perjanjian di mana ia
menjadi warga negara. Masalah tersebut harus diajukan dalam jangka waktu 3 (tiga) tahun sejak
adanya pemberitahuan pertama tentang tindakan yang mengakibatkan pengenaan pajak yang tidak
sesuai dengan Perjanjian tersebut. Apabila keputusan-keputusan atau tindakan-tindakan yang diambil
oleh kedua Negara Pihak pada Perjanjian menghasilkan pengenaan pajak yang tidak sesuai dengan
ketentuan-ketentuan dalam Perjanjian, masa 3 (tiga) tahun dimulai sejak pemberitahuan pertama
(2) Jika ada pengajuan keberatan kepada pejabat yang berwenang dan jika pejabat yang berwenang itu
sendiri tidak dapat menemukan penyelesaian yang tepat, maka pejabat yang berwenang tersebut
akan berusaha untuk menyelesaikan masalah tersebut melalui persetujuan bersama dengan pejabat
yang berwenang dari Negara Pihak lainnya pada Perjanjian. Persetujuan yang dicapai akan
diimplementasikan tanpa memandang batasan waktu atau batasan prosedural lainnya yang ada pada
(3) Pejabat-pejabat yang berwenang dari kedua Negara Pihak pada Perjanjian, melalui persetujuan
bersama, akan berusaha untuk menyelesaikan kesulitan-kesulitan yang timbul dalam penerapan
Perjanjian ini. Pejabat-pejabat yang berwenang tersebut dapat juga berunding bersama untuk
mencegah pengenaan pajak berganda dalam masalah-masalah yang tidak diatur dalam Perjanjian.
(4) Pejabat-pejabat yang berwenang dari kedua Negara Pihak pada Perjanjian dapat berkomunikasi satu
sama lain secara langsung guna mencapai suatu persetujuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal ini.
Apabila dipandang perlu, demi mencapai persetujuan, pejabat-pejabat yang berwenang dapat
Pasal 26
PERTUKARAN INFORMASI
(1) Pejabat-pejabat yang berwenang dari kedua Negara Pihak pada Perjanjian akan melakukan
pertukaran informasi yang diperlukan untuk melaksanakan ketentuan-ketentuan dalam Perjanjian ini
tersebut yang berkenaan dengan pajak-pajak yang dicakup dalam Perjanjian ini sepanjang
dengan Perjanjian ini. Pertukaran informasi tidak dibatasi oleh ketentuan-ketentuan dalam Pasal 1
(Orang dan Badan yang Dicakup dalam Perjanjian). Setiap informasi yang diterima oleh suatu Negara
Pihak pada Perjanjian harus dijaga kerahasiaannya seperti halnya informasi yang diperoleh
berdasarkan perundang-undangan domestik Negara tersebut dan hanya akan diungkapkan kepada
penuntutan, atau penentuan permohonan banding yang berkenaan dengan pajak-pajak yang dicakup
oleh Perjanjian ini. Pihak-pihak atau instansi-instansi yang berwenang tersebut hanya boleh
menggunakan informasi tadi untuk tujuan-tujuan tersebut di atas. Mereka boleh mengungkapkan
informasi tadi dalam proses pengadilan atau dalam pembuatan keputusan pengadilan.
(2) Ketentuan-ketentuan dalam ayat (1) sama sekali tidak dapat ditafsirkan sedemikian rupa sehingga
atau praktik administratif yang berlaku di Negara tersebut atau di Negara Pihak lainnya pada
Perjanjian;
dalam praktik administratif yang lazim di Negara tersebut atau di Negara Pihak lainnya pada
Perjanjian;
perniagaan, atau keahlian atau yang mengungkapkan proses perdagangan, atau informasi
(3) Jika informasi diminta oleh suatu Negara Pihak pada Perjanjian berdasarkan Pasal ini, Negara Pihak
lainnya pada Perjanjian akan mencarikan informasi yang berhubungan dengan permintaan tersebut
dengan cara yang sama dan dalam taraf yang sama apabila pajak Negara yang disebutkan pertama
adalah pajak Negara Pihak lainnya dan dikenakan oleh Negara Pihak lainnya tersebut. Jika secara
spesifik diminta oleh pejabat yang berwenang dari suatu Negara Pihak pada Perjanjian, pejabat yang
berwenang dari Negara Pihak lainnya pada Perjanjian akan menyediakan informasi berdasarkan Pasal
ini dalam bentuk penjelasan dari para saksi dan salinan otentik dari dokumen asli yang belum diedit
(termasuk buku, paper, laporan, catatan, rekening, dan karya tulis lainnya), dalam taraf yang sama
dengan penjelasan dan dokumen yang dapat diperoleh berdasarkan perundang-undangan dan praktik
administratif dari Negara Pihak lainnya tersebut yang berkenaan dengan perpajakannya sendiri.
(4) Pertukaran informasi akan dilakukan baik secara rutin maupun atas dasar permintaan dengan
menunjuk hal-hal khusus. Pejabat-pejabat yang berwenang dari kedua Negara Pihak pada Perjanjian
dapat membuat persetujuan tentang daftar informasi yang akan diberikan secara rutin.
(5) Para pejabat yang berwenang dari kedua Negara Pihak pada Perjanjian akan saling memberitahukan
publikasi dari Negara masing-masing yang berkenaan dengan penerapan Perjanjian ini, baik dalam
(6) Untuk kepentingan Pasal ini, menyimpang dari ketentuan-ketentuan dalam Pasal 2 (Pajak-pajak yang
Dicakup dalam Perjanjian), Perjanjian akan berlaku terhadap setiap jenis pajak yang dikenakan oleh
Pasal 27
Perjanjian ini tidak akan mempengaruhi hak-hak istimewa di bidang fiskal dari anggota-anggota misi
diplomatik dan konsuler berdasarkan peraturan umum dari hukum internasional maupun berdasarkan
Pasal 28
(1) Penduduk salah satu Negara Pihak pada Perjanjian dapat dikenakan pajak oleh Negara Pihak lainnya
pada Perjanjian atas penghasilan yang bersumber di Negara Pihak lainnya pada Perjanjian tersebut
dan hanya atas penghasilan tersebut, namun tetap tunduk pada batasan-batasan yang diatur dalam
Perjanjian ini. Untuk kepentingan ini, ketentuan-ketentuan yang diatur dalam Pasal 7 (Sumber
(2) Ketentuan-ketentuan dalam Perjanjian ini tidak dapat ditafsirkan sebagai pembatasan dalam bentuk
(a) oleh perundang-undangan salah satu Negara Pihak pada Perjanjian dalam menentukan pajak
(b) oleh persetujuan lain antara kedua Negara Pihak pada Perjanjian tersebut.
(3) Menyimpang dari setiap ketentuan dalam Perjanjian ini, kecuali ayat (4), suatu Negara Pihak pada
Perjanjian dapat mengenakan pajak terhadap warga negara atau penduduk Negara Pihak pada
Perjanjian tersebut seolah-olah Perjanjian ini tidak ada pengaruhnya. Untuk kepentingan ini, istilah
"warga negara" mencakup mantan warga negara yang kehilangan kewarganegaraannya dengan salah
satu tujuan utamanya untuk penghindaran pajak tetapi hanya untuk masa 10 (sepuluh) tahun setelah
(a) manfaat-manfaat yang diberikan oleh suatu Negara Pihak pada Perjanjian berdasarkan Pasal
10 (Orang/Badan yang Memiliki Hubungan Istimewa) ayat (3), Pasal 21 (Pensiun Swasta dan
(b) manfaat-manfaat yang diberikan oleh suatu Negara Pihak pada Perjanjian berdasarkan Pasal
18 (Pegawai Pemerintah), Pasal 19 (Pelajar dan Pemagang), Pasal 20 (Guru dan Peneliti), dan
Pasal 27 (Pejabat-Pejabat Diplomatik dan konsuler) kepada orang pribadi yang bukan warga
negara maupun memiliki status imigran di Negara Pihak pada Perjanjian tersebut.
(5) Pejabat-pejabat yang berwenang dari kedua Negara Pihak pada Perjanjian dapat membuat peraturan-
(6) Kecuali sebagaimana diatur dalam ayat (7), orang/badan (selain orang pribadi) yang merupakan
penduduk suatu Negara Pihak pada Perjanjian tidak berhak, berdasarkan Perjanjian ini, untuk
50% dari jumlah lembar tiap-tiap kelompok saham perusahaan] dimiliki secara langsung atau
(b) penghasilan orang/badan tersebut tidak digunakan dalam jumlah yang berarti, langsung atau
tidak langsung, untuk membayar utang (termasuk utang bunga atau utang royalti) kepada
orang/badan selain yang dirinci dalam sub-ayat (a) (i) sampai (v).
diperdagangkan secara reguler dalam jumlah yang berarti di suatu bursa efek yang diakui;
atau
(b) pendirian, perolehan, dan pengelolaan dari orang/badan tersebut serta tujuan utama dari
(8) Untuk kepentingan ayat (7) (a), istilah "bursa efek yang diakui" berarti :
(a) Sistem NASDAQ yang dimiliki oleh the National Association of Securities Dealers, Inc., dan
setiap bursa efek yang terdaftar pada the Security and Exchange Commission sebagai suatu
bursa sekuritas nasional sebagaimana dimaksud dalam the Securities Exchange Act of 1934;
dan
(c) Bursa efek lainnya yang disepakati bersama oleh para pejabat yang berwenang dari kedua
Pasal 29
BANTUAN PENAGIHAN
(1) Masing-masing Negara Pihak pada Perjanjian, atas nama Negara Pihak lainnya pada Perjanjian, akan
berusaha untuk melakukan penagihan pajak-pajak yang dikenakan oleh Negara Pihak lainnya
tersebut dan akan memastikan bahwa setiap pengecualian atau pengurangan tarif pajak yang
diberikan berdasarkan Perjanjian ini oleh Negara Pihak lainnya pada Perjanjian tidak akan dinikmati
oleh orang/badan yang tidak berhak atas manfaat-manfaat tersebut. Para pejabat yang berwenang
dari kedua Negara Pihak pada Perjanjian dapat berunding dalam rangka memberlakukan Pasal ini.
(2) Pasal ini sama sekali tidak dapat ditafsirkan sedemikian rupa sehingga membebani suatu Negara Pihak
menyimpang dari peraturan-peraturan dan praktik-praktik dari salah satu Negara Pihak pada
Perjanjian atau akan bertentangan dengan kedaulatan, keamanan, atau kebijaksanaan publik dari
Pasal 30
BERLAKUNYA PERJANJIAN
Perjanjian ini mengharuskan adanya ratifikasi (pengesahan) dan instrumen ratifikasi tersebut akan
dipertukarkan di Washington sesegera mungkin. Perjanjian ini akan mulai berlaku satu bulan setelah tanggal
pertukaran instrumen ratifikasi. Ketentuan-ketentuan dalam Perjanjian ini untuk pertama kali akan mulai
berlaku, terhadap pajak-pajak yang dipungut di Negara sumbernya sesuai dengan Pasal 11 (Dividen), Pasal
12 (Bunga) dan 13 (Royalti), atas jumlah yang dibayarkan atau dikreditkan pada atau setelah hari pertama
dari bulan kedua setelah hari mulai berlakunya Perjanjian, dan terhadap pajak-pajak lainnya dalam tahun
takwim atau tahun pajak, pada atau setelah 1 Januari pada tahun di mana Perjanjian ini mulai berlaku.
Pasal 31
BERAKHIRNYA PERJANJIAN
Perjanjian ini akan tetap berlaku sampai diakhiri oleh salah satu Negara Pihak pada Perjanjian. Salah satu
Negara Pihak pada Perjanjian dapat mengakhiri Perjanjian sewaktu-waktu setelah masa 5 (lima) tahun sejak
tanggal Perjanjian mulai berlaku sepanjang dalam waktu paling lambat 6 (enam) bulan sebelumnya
memberitahukan rencana penghentian tersebut melalui saluran-saluran diplomatik. Dalam hal demikian,
Perjanjian akan tidak berlaku lagi dan tidak mempunyai pengaruh lagi terhadap penghasilan pada tahun
takwim atau tahun pajak yang dimulai pada atau setelah 1 Januari yang datang setelah berakhirnya masa 6
(enam) bulan.
DIBUAT di Jakarta, dalam rangkap dua, dalam bahasa Inggris, tanggal 11 Juli 1988.
Saat ini pemanfaatan jasa luar negeri makin sering terjadi karena kebutuhan perusahaan dalam
negeri untuk mengembangkan sektor tertentu sangat dibutuhkan. Terutama terkait peningkatan
kualitas dan kuantitas pemanfaatan jasa berdasarkan permintaan pengguna jasa. Salah satu jenis
transaksi yang sangat sering terjadi adalah pembayaran atas jasa luar negeri terkait dengan
pemanfaatan jasa konsultasi atau marketing yang melibatkan perusahaan operator hotel jaringan
internasional. Pada dasarnya berdasarkan peraturan perpajakan di Indonesia setiap jenis
pembayaran yang diterima oleh wajib pajak luar negeri harus dikenakan PPh Pasal 26 sebesar
20%. Namun karena adanya tax treaty, negara harus rela melepaskan sebagian atau seluruh hak
pemajakan yang ada.
Landasan Hukum
Ketika sebuah negara ingin memanfaatkan tarif tax treaty dengan wajib pajak pemotong di
Indonesia, maka perlu untuk memperhatikan Per-10/PJ/2017 tentang Tata Cara Pemanfaatan
Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda. Setiap wajib pajak luar negeri diharuskan melampirkan
form DGT 1 sebagai syarat administratif dan memenuhi persyaratan tertentu lainnya yaitu tidak
melakukan penyalahgunaan treaty (treaty abuse) dan yang menerima penghasilan merupakan
penerima manfaat yang sesungguhnya atau lebih dikenal dengan Beneficial Owner.
Pemotong dan/atau Pemungut Pajak melakukan pemotongan dan/atau pemungutan pajak sesuai
dengan ketentuan yang diatur dalam tax treaty dalam hal:
a. terdapat perbedaan antara ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang PPh
dan ketentuan yang diatur dalam P3B;
(1) Penyalahgunaan P3B sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf e terjadi dalam hal
tujuan utama atau salah satu tujuan utama pengaturan transaksi adalah untuk mendapatkan
Manfaat P3B serta bertentangan dengan maksud dan tujuan dibentuknya P3B.
(2) Penyalahgunaan P3B sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak terjadi dalam hal WPLN
memiliki:
(3) Kegiatan atau usaha aktif sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf f adalah kegiatan atau
usaha yang dilakukan secara aktif oleh WPLN sesuai keadaan yang sebenarnya yang
ditunjukkan dengan adanya biaya yang dikeluarkan, upaya yang dilakukan, atau pengorbanan
yang terjadi, yang berkaitan secara langsung dengan usaha atau kegiatan dalam rangka
mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan, termasuk kegiatan signifikan yang
dilakukan WPLN untuk mempertahankan kelangsungan entitas.
(4) Dalam hal terdapat perbedaan antara bentuk hukum (legal form) suatu struktur/skema
transaksi dengan substansi ekonomisnya (economic substance), perlakuan perpajakan
diterapkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku berdasarkan substansi ekonomisnya
(substance over form) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2) huruf a.
Berdasarkan Pasal 10 Per-10/PJ/2017 tentang Beneficial Owner harus memenuhi ketentuan
sebagai berikut:
(1) WPLN memenuhi ketentuan sebagai Beneficial owner sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2
ayat (2) huruf f dalam hal:
a. bagi WPLN orang pribadi, tidak bertindak sebagai Agen atau Nominee; atau
b. bagi WPLN badan, tidak bertindak sebagai Agen, Nominee, atau Conduit, yang harus
memenuhi ketentuan:
1. mempunyai kendali untuk menggunakan atau menikmati dana, aset, atau hak
yang mendatangkan penghasilan dari Indonesia;
2. tidak lebih dari 50% penghasilan badan digunakan untuk memenuhi kewajiban
kepada pihak lain;
3. menanggung risiko atas aset, modal atau kewajiban yang dimiliki; dan
4. tidak mempunyai kewajiban baik tertulis maupun tidak tertulis untuk meneruskan
sebagian atau seluruh penghasilan yang diterima dari Indonesia kepada pihak
lain.
(2) Yang dimaksud dengan penghasilan badan sebagaimana dimaksud pada ayat (I) huruf b
angka 2 yaitu seluruh penghasilan WPLN dengan nama dan dalam bentuk apapun serta dari
sumber manapun, sesuai dengan laporan keuangan nonkonsolidasi WPLN.
(3) Untuk menentukan nilai 50% penghasilan yang digunakan memenuhi kewajiban
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b angka 2 tidak termasuk:<
a. pemberian imbalan kepada karyawan yang diberikan secara wajar dalam hubungan
pekerjaan;
b. biaya lain yang lazim dikeluarkan oleh WPLN dalam menjalankan usahanya; dan
c. keuntungan dalam bentuk dividen kepada pemegang saham.
Contoh Kasus
Ada suatu skema transaksi di mana sebuah perusahaan asing tidak dapat memanfaatkan tarif tax
treaty karena melakukan treaty abuse melalui salah satu contoh kasus yang sering ditemukan
sebagai berikut:
· ABC Inc: Perusahaan yang bergerak dibidang jasa perhotelan, berdomisili di negara bagian
Delaware, Amerika Serikat
· PT. XYZ: Perusahaan pengguna jasa operator hotel jaringan internasional, berdomisili di Bali,
Indonesia
· DEF International Inc: Perusahaan operator hotel jaringan internasional, berdomisili di Maryland,
Amerika Serikat
a) ABC Inc mengirimkan invoice sebesar USD 8.500 ke PT. XYZ atas sebuah transaksi berupa
pembayaran jasa marketing
b) ABC Inc seharusnya dikenakan PPh pasal 26 sebesar 20% melalui pemotongan pajak oleh
pemotong pajak wajib pajak dalam negeri yaitu PT. XYZ.
c) ABC Inc ingin memanfaatkan tarif tax treaty Indonesia – Amerika Serikat, di mana atas sebuah
pemberian jasa yang tidak melalui Bentuk Usaha Tetap (BUT) di Indonesia dan/atau tidak
melewati time test 120 hari berdasarkan Pasal 5 ayat (2) huruf (j) tax treaty Indonesia – Amerika
Serikat tentang Permanent Establishment (BUT), tidak akan dikenakan pajak di Indonesia dan
hanya akan dikenakan pajak di Amerika Serikat berdasarkan Pasal 8 tax treaty Indonesia – Amerika
Serikat tentang business profit.
d) ABC Inc kemudian mengirimkan dokumen berupa form DGT 1 dilengkapi dengan Certificate of
Residence ke PT XYZ dan telah ditandasahkan oleh Kantor Pelayanan Pajak tempat PT XYZ
terdaftar.
e) Secara administratif dokumen untuk memanfaatkan tarif tax treaty sudah dapat diterapkan. Namun
fiskus melihat ada perbedaan antara alamat dalam form DGT 1 yang dicantumkan pada bagian
wajib pajak luar negeri penerima penghasilan dan alamat yang tercantum dalam Invoice
f) Alamat ABC Inc dalam form DGT 1 berlokasi di negara bagian Maryland, Amerika Serikat
h) Secara ringkas mungkin itu bukanlah suatu masalah, karena kedua alamat sama-sama di Amerika
Serikat jadi tax treaty Indonesia – Amerika Serikat masih dapat diberlakukan. Namun ada satu
kondisi di mana perbedaan alamat ini ternyata mengakibatkan dampak yang krusial bagi
penerimaan negara.
Analisis
a) Ketika perbedaan alamat wajib pajak luar negeri berbeda antara yang tercantum dalam form DGT 1
dan invoice, langkah awal, wajib pajak pemotong harus meneliti alamat wajib pajak luar negeri yang
tertera dalam invoice adalah subjek yang sama dengan alamat yang tercantum dalam form DGT 1.
Cara meneliti cukup dengan mengetik alamat di mesin pencarian (google.com) dan setelah itu hasil
pencarian akan mengarah ke satu alamat website biasanya situs web perusahaan. Dan hal ini juga
perlu diperkuat dengan apakah benar situs web tersebut adalah resmi milik perusahaan ABC Inc.
b) Langkah pertama adalah cek alamat yang tercantum dalam DGT 1. Mengapa kebenaran alamat
dalam DGT 1 lebih perlu difokuskan? karena untuk memanfaatkan tarif tax treaty setiap wajib pajak
luar negeri wajib mengisi form DGT 1 sebagai syarat administratif. Fiskus menemukan bahwa
ternyata alamat yang tertera dalam form DGT 1 bukan merupakan ABC Inc melainkan sebut saja
DEF International Inc, sebuah perusahaan operator hotel jaringan internasional. Dari data ini, Fiskus
semakin ingin tahu lebih dalam siapa sesungguhnya penerbit Invoice yang perusahaanya terdaftar
di negara bagian Delaware, Amerika Serikat.
c) Selanjutnya adalah penelitian alamat dalam invoice. Ternyata perusahaan ABC Inc yang berdomisili
di negara Delaware, Amerika Serikat dengan alamat detail 1209 N Orange St, Wilmington,
DE, adalah bukan lokasi ABC Inc yang berdiri sendiri, melainkan merujuk ke sebuah
perusahaan yang menjadi payung atas 285.000 bisnis lainnya dengan nama CT
Corporation. Intinya kedua alamat tersebut merujuk ke subjek yang berbeda. Berikut merupakan
salah satu artikel yang dimuat dalam New York Times mengenai CT Corporation tersebut:
“NOTHING about 1209 North Orange Street hints at the secrets inside. It’s a humdrum office building, a low-
slung affair with a faded awning and a view of a parking garage. Hardly worth a second glance. If a first one.
But behind its doors is one of the most remarkable corporate collections in the world: 1209 North Orange, you
see, is the legal address of no fewer than 285,000 separate businesses.
Its occupants, on paper, include giants like American Airlines, Apple, Bank of America, Berkshire Hathaway,
Cargill, Coca-Cola, Ford, General Electric, Google, JPMorgan Chase, and Wal-Mart. These companies do
business across the nation and around the world. Here at 1209 North Orange, they simply have a dropbox.
What attracts these marquee names to 1209 North Orange and to other Delaware addresses also attracts
less-upstanding corporate citizens. For instance, 1209 North Orange was, until recently, a business address of
Timothy S. Durham, known as “the Midwest Madoff.” On June 20, Mr. Durham was found guilty of bilking
5,000 mostly middle-class and elderly investors out of $207 million. It was also an address of Stanko Subotic,
a Serbian businessman and convicted smuggler — just one of many Eastern Europeans drawn to the state.
Big corporations, small-time businesses, rogues, scoundrels and worse — all have turned up at Delaware
addresses in hopes of minimizing taxes, skirting regulations, plying friendly courts or, when needed, covering
their tracks. Federal authorities worry that, in addition to the legitimate businesses flocking here, drug
traffickers, embezzlers and money launderers are increasingly heading to Delaware, too. It’s easy to set up
shell companies here, no questions asked…………….”
d) Skema penghindaran pajak tersebut dikenal dengan nama Delaware Loophole. Jadi ketika sebuah
perusahaan asing memiliki akta pendirian di negara bagian Delaware, Amerika Serikat dan
berdomisili di alamat 1209 N Orange St, Wilmington dapat dipastikan mereka adalah
perusahaan yang berusaha menghindari pajak. Dan Delaware sendiri telah memenuhi karakterisk
sebagai tax haven karena hal-hal seperti kemudahan membuat perusahaan diberbagai negara,
memungkinkan untuk memanfaatkan pembebasan pajak atas penghasilan dari hak kekayaan
intelektual (intangible asset), bahkan dapat menyembunyikan identitas stockholder atau depositor.
Salah satu keuntungan yang dapat mereka manfaatkan adalah bahwa tarif pajak di negara bagian
Delaware, Amerika Serikat hanya berkisar antara 0% sampai dengan 8%. Khusus untuk kota
Willmington (tempat di mana ABC Inc terdaftar sama dengan alamat CT Corporation) mengenakan
pajak atas nett income dengan tarif rata yaitu 1,25% saja. (Article 2 section 202 Earned Income Tax
Regulations of The City of Wilmington).
e) Adapun salah satu strategi lain yang digunakan oleh perusahaan yang didirikan di Delaware agar
tidak dipajaki adalah dengan mendirikan sebuah perusahaan yang dikenal dengan Pasive
Investment Company (PIC) dan melakukan transfer atas kepemilikan intangible asset. Setiap
pembayaran ke PIC tersebut yang diterima atas penggunaan intangible asset tidak akan dipajaki di
negara bagian Delaware, Amerika Serikat sesuai dengan Section 1902(b)(8), title 30 of the
Delaware General Corporation Law (DGCL). Lebih rinci dapat dilihat salah satu kutipan jurnal
sebagai berikut:
“…………..The Delaware corporate tax rate is 8.7%, higher than the average state
corporate tax rate across the United States. Not all income, however, is taxed at this
rate in Delaware. Section 1902(b)(8), title 30 of the Delaware General Corporation Law
(DGCL) specifically exempts from corporate taxation any income from “corporations
whose activities within the state are confined to the maintenance and
management of their intangible investments … and the collection and the
distribution of the income from such investments.” Thus, income generated on
intangible assets located in Delaware is exempt from state taxation, allowing a business
to reduce its overall state income tax burden. The Delaware entity holding such assets
is the PIC……………………….
Kesimpulan
Jadi dari skema transaksi di atas dapat diambil beberapa asumsi sebagai berikut:
a) Asumsi I
ABC Inc dan DEF International, Inc adalah perusahaan dengan hubungan istimewa (associated
enterprise) karena ditemukan data dengan alamat yang berbeda saat ingin memanfaatkan tarif tax
treaty ke satu wajib pajak dalam negeri yang sama yaitu PT XYZ. Ternyata hal tersebut
membuktikan adanya perbedaan entitas perusahaan asing antara yang tertera dalam invoice dan
form DGT 1. Jadi seharusnya penerapan tarif tax treaty tidak dapat dilakukan karena yang
bersangkutan bukan merupakan wajib pajak yang sama sesuai dengan yang tercantum dalam form
DGT 1 sebagai syarat administratif memanfaatkan tarif tax treaty meskipun keduanya berdomisili di
negara yang sama. Selain itu praktik yang terjadi di Delaware, Amerika Serikat sudah dapat
dipastikan melakukan treaty abuse berdasarkan Pasal 9 Per-10/PJ/2017 yang merinci beberapa
tindakan yang termasuk dalam treaty abuse. Pemotongan PPh Pasal 26 atas invoice USD 8.500
dengan tarif 20% harus diterapkan dengan dasar melakukan treaty abuse.
b) Asumsi II
ABC Inc merupakan agent yang didirikan oleh DEF International Inc dalam menghindari
pemotongan pajak di Indonesia dan pemajakan di Amerika Serikat (khususnya pemajakan atas DEF
International Inc yang lebih tinggi karena berdiri di negara bagian Maryland). Hal ini dilakukan
dengan cara ketika ABC Inc menerbitkan invoice ke PT XYZ, sejumlah pembayaran yang tertera
tersebut dalam invoice akan menjadi biaya atau sebagai pengurang penghasilan oleh PT XYZ
dalam pembukuannya, sehingga tidak dipajaki di Indonesia. Selanjutnya atas jumlah penghasilan
yang diterima oleh ABC Inc (yang sebenarnya Beneficial Owner dari penghasilan tersebut adalah
DEF International Inc) dipajaki sangat rendah bahkan mungkin tidak dipajaki sama sekali di negara
bagian Delaware, Amerika Serikat. Jadi atas transaksi lain yang mengharuskan adanya
syarat Beneficial Owner sebagai penerima penghasilan, ABC Inc pun tidak berhak memanfaatkan
tarif tax treaty Indonesia – Amerika Serikat, dan atas seluruh pembayaran yang dibayarkan PT. XYZ
ke ABC Inc wajib dilakukan pemotongan 20% sesuai dengan tarif PPh Pasal 26 atas dasar
bukan Beneficial Owner.
Saran
Adapun saran yang dapat diberikan kepada fiskus dan wajib pajak dalam negeri jika
menghadapi permasalahan di atas adalah sebagai berikut:
a) Fiskus harus lebih menguasai setiap potensi yang ada atas sebuah transaksi
antarnegara yang terjadi. Karena kesalahan penulisan alamat meskipun masih di
negara yang sama seharusnya bisa menjadi dasar untuk dilakukan pemotongan pajak
sejumlah 20% berdasarkan PPh Pasal 26.
b) Wajib pajak harus lebih teliti dalam menilai kelengkapan administratif dan persyaratan
tertentu lainnya saat ingin memanfaatkan tarif tax treaty (sesuai dengan Per-
10/PJ/2017) karena jika tidak sesuai, misalnya terdapat perbedaan antara alamat yang
tercantum dalam form DGT 1 dan invoice yang ternyata keduanya adalah entitas yang
berbeda dapat dipastikan bahwa wajib pajak luar negeri penerima penghasilan dari
Indonesia tersebut, bukan subjek yang berhak memanfaatkan tarif tax treaty. Jika
melihat skenario transaksi diatas maka dapat disimpulkan bahwa ABC Inc melakukan
penyalahgunaan tax treaty dan bukan merupakan Beneficial Owner (jika dapat
dibuktikan), terlihat dari publikasi yang selama ini ada dan Delaware itu sendiri telah
dikatakan sebagai tax haven. Sehingga ABC Inc seharusnya tidak berhak
memanfaatkan tax treaty dan PT XYZ wajib melakukan pemotongan pajak 20% atas
pembayaran jasa marketing ke ABC Inc.
Penutup
Ada banyak sekali transaksi yang seharusnya menjadi potensi penerimaan negara melalui
pemotongan pajak atas transaksi dengan pihak asing. Namun selama ini karena kelihaian
perusahaan multinasional memanfaatkan celah yang terdapat dalam tax treaty dan hukum domestik
suatu negara, menjadi penyebab utama kehilangan potensi penerimaan perpajakan di Indonesia.
Belum lagi jika perusahaan Indonesia bekerjasama dengan perusahaan yang memanfaatkan
wilayah yang masuk dalam karakteristik tax haven yang jika diteliti sebenarnya masuk dalam
kategori melakukan treaty abuse sehingga hukum pajak Indonesia harus ditegakan. Sebut saja
negara bagian Delaware, Amerika Serikat khususnya Kota Wilmington, yang memiliki peraturan
khusus bahwa atas penghasilan yang diperoleh melalui intangible investments (cakupan
pengertian intangible asset yang lebih luas), tidak akan dipajaki di Amerika Serikat. Di Indonesia pun
tidak akan dipajaki karena menurut wajib pajak berdasarkan sistem self
assessment menerjemahkan transaksi tersebut bukan sebagai pembayaran atas bentuk intangible
asset atau passive income namun sebagai service sehingga transaksi tersebut sepanjang tidak
melewati time test di Indonesia, tidak akan dipajaki di Indonesia.
Pada akhirnya kerjasama antara fiskus dan wajib pajak dalam negeri sangat dibutuhkan dalam
situasi seperti ini. Peraturan perpajakan Indonesia yang telah berlaku tetap harus menjadi landasan
utama dalam menjalankan amanah menghimpun penerimaan negara. Kesadaran akan pentingnya
penerimaan negara untuk kemudian dimanfaatkan seluas-luasnya demi kepentingan rakyat adalah
kunci utama dalam membangun bangsa. (*)
*) Tulisan ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi penulis
bekerja.
[3] Dyreng SD, Lindsey BP, Thornock JR. Delaware and the Passive Investment Company. CPA
Journal. 2016;86(10):44. https://e-resources.perpusnas.go.id:2057/login?
url=https://search.ebscohost.com/login.aspx?direct=true&db=vsh&AN=119217630&site=eds-live.
Diakses pada tanggal 19 November 2018.