Anda di halaman 1dari 40

Signed Date : 11 Juli 1988

Effective Date : 01 Februari 1997


Languange Version : En - Id

   Cetak
 

                                                                    PERSETUJUAN

                                                                        ANTARA

                                                    PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA

                                                                          DAN

                                                      PEMERINTAH REPUBLIK AMERIKA

                        UNTUK PENGHINDARAN PAJAK BERGANDA DAN PENCEGAHAN PENGELAKAN 

                                   PAJAK YANG BERKENAAN DENGAN PAJAK ATAS PENGHASILAN 

Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Amerika Serikat, berhasrat untuk mengadakan suatu

perjanjian untuk penghindaran pajak berganda dan pencegahan pengelakan pajak yang berkenaan dengan

pajak atas penghasilan, telah menyetujui sebagai berikut:

                                                                        Pasal 1

                                    ORANG DAN BADAN YANG DICAKUP DALAM PERJANJIAN

Perjanjian ini berlaku terhadap orang dan badan yang menjadi penduduk salah satu atau kedua Negara Pihak

pada Perjanjian.

                                                                        Pasal 2

                                        PAJAK-PAJAK YANG DICAKUP DALAM PERJANJIAN

(1)        Perjanjian ini diterapkan terhadap pajak-pajak yang berlaku sekarang ini, yaitu :

            (a)        Dalam hal Indonesia, pajak penghasilan yang dikenakan berdasarkan Undang-Undang Pajak

                        Penghasilan Tahun 1984, Pajak Perseroan Tahun 1925, dan Pajak atas Bunga, Dividen, dan

                        Royalti Tahun 1970.


            (b)        Dalam hal Amerika Serikat, pajak penghasilan yang dikenakan berdasarkan Internal Revenue

                        Code (undang-undang pajak Amerika Serikat) namun tidak termasuk the accumulated earnings

                        tax (sanksi perpajakan atas penumpukan laba), the personal holding company tax (pajak

                        yang dikenakan terhadap perusahaan yang lebih dari 50% (lima puluh persen) nilai sahamnya

                        dimiliki oleh lima atau kurang dari lima orang pribadi), dan sosial security taxes (pajak yang

                        digunakan untuk membiayai jaminan sosial).

(2)        Perjanjian ini berlaku pula terhadap pajak-pajak yang serupa atau yang pada dasarnya sama yang

            diberlakukan kemudian sebagai tambahan terhadap, atau sebagai pengganti dari, pajak-pajak yang

            berlaku sekarang ini.

                                                                        Pasal 3

                                                                PENGERTIAN UMUM

(1)        Kecuali jika dari hubungan kalimatnya harus diartikan lain, untuk kepentingan Perjanjian ini :

            (a)        Istilah "Indonesia" meliputi wilayah Republik Indonesia dan perairan di sekitarnya di mana

                        Republik Indonesia memiliki kedaulatan, hak-hak kedaulatan, atau yurisdiksi (kewenangan

                        untuk mengatur) sesuai dengan ketentuan-ketentuan Konvensi Hukum Laut Perserikatan

                        Bangsa-Bangsa Tahun 1982 (United Nations Convention on the Law of the Sea).

            (b)        Istilah "Amerika Serikat," jika digunakan dalam pengertian geografis, meliputi wilayah negara-

                        negara bagiannya, Distrik Columbia, dan setiap wilayah daratan dan lautan di mana Amerika

                        Serikat memiliki kedaulatan, hak-hak kedaulatan, atau hak-hak lain sesuai dengan hukum

                        internasional.

            (c)        Istilah "Negara Pihak pada Perjanjian" dan "Negara Pihak lainnya pada Perjanjian" berarti

                        Indonesia atau Amerika Serikat, tergantung dari hubungan kalimatnya.

            (d)        Istilah "orang/badan" mencakup orang pribadi, persekutuan (partnership), perusahaan, warisan

                        yang belum terbagi (estate), perwalian (trust), atau kumpulan-kumpulan lain dari orang-orang

                        dan/atau badan-badan.

            (e)        Istilah "perusahaan" berarti setiap badan hukum atau lembaga lainnya yang untuk tujuan

                        perpajakan diperlakukan sebagai badan hukum.

            (f)         Istilah "pejabat yang berwenang" berarti :

                        (i)         Dalam hal Indonesia, Menteri Keuangan atau wakilnya yang sah, dan

                        (ii)        Dalam hal Amerika Serikat, Menteri Keuangan atau wakilnya yang sah.
            (g)        Istilah "Pajak Indonesia" berarti pajak yang dikenakan oleh Pemerintah Indonesia di mana

                        Perjanjian ini dapat diterapkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dan istilah "Pajak

                        Amerika Serikat" berarti pajak yang dikenakan oleh Pemerintah Amerika Serikat di mana

                        Perjanjian ini dapat diterapkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2.

            (h)        Istilah "jalur internasional" berarti setiap pengangkutan dengan kapal laut atau pesawat

                        udara, kecuali jika kapal laut atau pesawat udara tersebut semata-mata dioperasikan di

                        antara tempat-tempat di Negara Pihak lainnya pada Perjanjian.

(2)        Istilah-istilah lain yang tidak didefinisikan namun digunakan dalam Perjanjian ini, kecuali jika dari

            hubungan kalimatnya harus diartikan lain, mempunyai arti yang sesuai dengan perundang-undangan

            Negara Pihak pada Perjanjian yang akan menetapkan pajak. Menyimpang dari ketentuan tersebut,

            jika arti dari suatu istilah menurut perundang-undangan salah satu Negara Pihak pada Perjanjian

            berbeda dengan arti menurut perundang-undangan Negara Pihak lainnya pada Perjanjian, atau jika

            arti dari suatu istilah tersebut tidak dapat segera ditentukan menurut perundang-undangan salah satu

            Negara Pihak pada Perjanjian, maka pejabat-pejabat yang berwenang dari kedua Negara Pihak pada

            Perjanjian tersebut, untuk mencegah pengenaan pajak berganda atau untuk tujuan lain dari

            Perjanjian ini, dapat menetapkan arti umum dari suatu istilah tersebut untuk kepentingan Perjanjian

            ini.

                                                                        Pasal 4

                                                             TEMPAT KEDUDUKAN

(1)        Dalam Perjanjian ini, istilah "penduduk suatu Negara Pihak pada Perjanjian" berarti setiap orang/

            badan, yang menurut perundang-undangan Negara tersebut, dapat dikenakan pajak di Negara

            tersebut berdasarkan domisili, tempat kediaman, tempat pendirian, tempat kedudukan manajemen,

            atau dasar lainnya yang sifatnya serupa. Untuk kepentingan perpajakan Amerika Serikat, dalam hal

            partnership, estate, atau trust, istilah "penduduk suatu Negara Pihak pada Perjanjian" ini hanya

            berlaku sepanjang penghasilan yang diperoleh partnership, estate, atau trust tersebut dapat

            dikenakan pajak Amerika Serikat sebagaimana penghasilan yang diperoleh penduduk, baik

            penghasilan tersebut ada di tangannya maupun penghasilan tersebut ada di tangan pihak lain

            (partners atau beneficiaries).

(2)        Jika berdasarkan ketentuan-ketentuan dalam ayat (1) orang pribadi menjadi penduduk di kedua
            Negara Pihak pada Perjanjian, maka:

            (a)        ia akan dianggap sebagai penduduk Negara Pihak pada Perjanjian di mana ia mempunyai

                        tempat tinggal tetap. Apabila ia mempunyai tempat tinggal tetap di kedua Negara Pihak pada

                        Perjanjian atau sama sekali tidak mempunyai tempat tinggal tetap di salah satu Negara

                        tersebut, ia akan dianggap sebagai penduduk Negara Pihak pada Perjanjian di mana ia

                        mempunyai hubungan-hubungan pribadi dan ekonomi yang lebih erat (tempat yang menjadi

                        pusat perhatiannya);

            (b)        jika Negara Pihak pada Perjanjian yang menjadi pusat perhatiannya tidak dapat ditentukan, ia

                        akan dianggap sebagai penduduk Negara Pihak pada Perjanjian di mana ia mempunyai

                        tempat yang biasa ia gunakan untuk berdiam;

            (c)        jika ia mempunyai tempat kebiasaan berdiam di kedua Negara Pihak pada Perjanjian atau

                        dama sekali tidak mempunyainya di salah satu Negara tersebut, ia akan dianggap sebagai

                        penduduk Negara Pihak pada Perjanjian di mana ia menjadi warga negara; dan

            (d)        jika ia menjadi warga negara dari kedua Negara Pihak pada Perjanjian atau sama sekali tidak

                        menjadi warga negara salah satu Negara tersebut, maka pejabat-pejabat yang berwenang

                        dari Negara Pihak pada Perjanjian akan menyelesaikan masalahnya berdasarkan persetujuan

                        bersama.

(3)        Untuk kepentingan ayat ini, tempat tinggal tetap adalah tempat di mana orang pribadi menetap

            bersama keluarganya. Orang pribadi yang dianggap sebagai penduduk salah satu Negara Pihak pada

            Perjanjian dan bukan sebagai penduduk Negara Pihak lainnya pada Perjanjian berdasarkan ketentuan-

            ketentuan ayat (2) hanya akan dianggap sebagai penduduk Negara yang disebutkan pertama untuk

            keperluan Perjanjian ini, termasuk Pasal 28 (Ketentuan-Ketentuan Umum Perpajakan).

(4)        Apabila berdasarkan ketentuan-ketentuan ayat (1) suatu perusahaan menjadi penduduk pada kedua

            Negara Pihak pada Perjanjian, maka perusahaan tersebut akan dianggap sebagai penduduk Negara

            di mana perusahaan tersebut dikelola atau didirikan.

                                                                        Pasal 5

                                                             BENTUK USAHA TETAP

(1)        Untuk kepentingan Perjanjian ini, istilah "bentuk usaha tetap" berarti suatu tempat usaha tetap di

            mana seluruh atau sebagian usaha penduduk salah satu Negara Pihak pada Perjanjian dijalankan.
 

(2)        Istilah "bentuk usaha tetap" meliputi namun tidak terbatas pada :

            (a)        suatu tempat kedudukan manajemen;

            (b)        suatu cabang;

            (c)        suatu kantor;

            (d)        suatu pabrik;

            (e)        suatu bengkel;

            (f)         suatu pertanian atau perkebunan;

            (g)        suatu gudang;

            (h)        suatu tambang, sumur minyak atau gas, tempat penggalian, atau tempat pengambilan

                        sumber daya alam lainnya;

            (i)         suatu bangunan atau konstruksi atau perakitan atau proyek instalasi, atau kegiatan

                        pengawasan yang berhubungan dengannya, atau suatu instalasi atau anjungan pengeboran

                        atau kapal yang digunakan untuk eksplorasi atau untuk mengeluarkan sumber daya alam,

                        yang ada atau berlangsung untuk suatu masa lebih dari 120 (seratus dua puluh) hari;

            (j)         pemberian jasa-jasa, termasuk jasa konsultasi, melalui pegawai atau orang lain untuk tujuan

                        tersebut, namun hanya jika kegiatan-kegiatan tersebut berlangsung (untuk proyek yang sama

                        atau yang berhubungan) lebih dari 120 (seratus dua puluh) hari dalam jangka waktu 12 (dua

                        belas) bulan, sepanjang tidak terdapat suatu bentuk usaha tetap pada tahun pajak di

                        mana jasa-jasa tersebut dilakukan di Negara tersebut untuk suatu masa atau masa-masa

                        yang keseluruhannya kurang dari 30 (tiga puluh) hari pada tahun pajak itu.

(3)        Menyimpang dari ketentuan-ketentuan ayat (1) dan (2), suatu bentuk usaha tetap tidak dianggap ada

            sehubungan dengan hal-hal berikut:

            (a)        penggunaan fasilitas-fasilitas semata-mata dengan maksud untuk menyimpan atau

                        memamerkan barang-barang atau barang dagangan milik penduduk;

            (b)        pengurusan suatu persediaan barang-barang atau barang dagangan milik penduduk semata-

                        mata dengan maksud untuk disimpan atau dipamerkan;

            (c)        pengurusan suatu persediaan barang-barang atau barang dagangan milik penduduk semata-

                        mata dengan maksud untuk diolah oleh pihak lain;

            (d)        pengurusan suatu tempat usaha tetap semata-mata dengan maksud untuk melakukan

                        pembelian barang-barang atau barang dagangan, atau untuk mengumpulkan informasi, bagi

                        keperluan penduduk;

            (e)        pengurusan suatu tempat usaha tetap semata-mata untuk tujuan periklanan, penyediaan
                        informasi, riset ilmiah, atau untuk kegiatan-kegiatan serupa yang bersifat sebagai kegiatan

                        persiapan atau kegiatan penunjang, bagi keperluan penduduk.

(4)        Orang/badan yang bertindak di salah satu Negara Pihak pada perjanjian atas nama penduduk Negara

            Pihak lainnya pada Perjanjian, selain agen yang mempunyai kedudukan bebas di mana ayat (5)

            berlaku, akan dianggap sebagai suatu bentuk usaha tetap di Negara yang disebut pertama jika orang/

            badan tersebut:

            (a)        di Negara yang disebutkan pertama, mempunyai dan biasa menjalankan wewenang untuk

                        menutup kontrak-kontrak atas nama penduduk tersebut, kecuali kegiatan tersebut hanya

                        terbatas pada hal yang dimaksud dalam ayat (3) yang, jika dilakukan melalui suatu tempat

                        usaha tetap, tidak akan membuat tempat usaha tetap tersebut menjadi suatu bentuk usaha

                        tetap berdasarkan ketentuan-ketentuan dalam ayat tersebut; atau

            (b)        di Negara yang disebut pertama, tidak memiliki wewenang semacam itu, namun biasa

                        mengurus suatu persediaan barang-barang atau barang dagangan milik penduduk tersebut di

                        mana ia secara teratur memenuhi pesanan-pesanan atau melakukan pengiriman atas nama

                        penduduk tersebut dan kegiatan-kegiatan tambahan yang dilakukan di Negara tersebut atas

                        nama penduduk tersebut telah memberikan kontribusi terhadap penjualan barang-barang atau

                        barang dagangan tadi.

(5)        Penduduk salah satu Negara Pihak pada Perjanjian tidak akan dianggap mempunyai suatu bentuk

            usaha di Negara Pihak lainnya pada Perjanjian hanya semata-mata karena penduduk tersebut

            menjalankan usaha di Negara Pihak lainnya pada Perjanjian melalui makelar, komisioner umum, atau

            agen lainnya yang mempunyai kedudukan bebas, di mana makelar atau agen tersebut bertindak

            sesuai dengan kelaziman dalam usahanya.

(6)        Bahwa suatu perusahaan yang merupakan penduduk suatu Negara Pihak pada Perjanjian menguasai

            atau dikuasai oleh perusahaan yang merupakan penduduk Negara Pihak lainnya pada Perjanjian atau

            menjalankan usaha di Negara Pihak lainnya tersebut (baik melalui suatu bentuk usaha tetap maupun

            dengan suatu cara lain), tidak dengan sendirinya mengakibatkan salah satu dari perusahaan tersebut

            merupakan bentuk usaha tetap dari perusahaan lainnya.

(7)        Perusahaan asuransi yang merupakan penduduk salah satu Negara Pihak pada Perjanjian, selain yang

            berkenaan dengan reasuransi, akan dianggap mempunyai suatu bentuk usaha tetap di Negara Pihak

            lainnya pada Perjanjian jika perusahaan tersebut memungut premi atau menanggung risiko di wilayah
            Negara Pihak lainnya tersebut melalui orang/badan selain yang dijelaskan dalam ayat (5).

                                                                        Pasal 6

                                             PENGHASILAN DARI HARTA TIDAK BERGERAK

(1)        Penghasilan dari harta tidak bergerak, termasuk penghasilan yang diperoleh dari pertambangan,

            sumur-sumur minyak atau gas, penggalian, atau sumber daya alam lainnya dan laba yang diperoleh

            dari penjualan, pertukaran, atau bentuk lain pengalihan harta tidak bergerak tersebut atau hak yang

            menimbulkan penghasilan tadi, dapat dikenakan pajak oleh Negara Pihak pada Perjanjian di mana

            harta tidak bergerak, pertambangan, sumur-sumur minyak atau gas, penggalian, atau sumber daya

            alam lainnya terletak. Untuk kepentingan Perjanjian ini, bunga atas utang yang dijamin oleh harta

            tidak bergerak atau oleh hak yang menimbulkan penghasilan yang berhubungan dengan kegiatan

            pertambangan, penggalian, atau sumber daya alam lainnya tidak akan dianggap sebagai penghasilan

            dari harta tidak bergerak.

(2)        Ketentuan-ketentuan dalam ayat (1) berlaku terhadap penghasilan yang diperoleh dari hak

            pemanfaatan (usufruct), penggunaan secara langsung, penyewaan, atau bentuk lain penggunaan harta

            tidak bergerak.

(3)        Ketentuan-ketentuan dalam ayat (1) dan (2) berlaku pula terhadap penghasilan dari harta tidak

            bergerak suatu perusahaan dan terhadap penghasilan dari harta tidak bergerak yang dipergunakan

            untuk menjalankan pekerjaan bebas.

                                                                        Pasal 7

                                                            SUMBER PENGHASILAN

Untuk kepentingan Perjanjian ini:

(1)        Dividen yang dibayarkan oleh penduduk suatu Negara Pihak pada Perjanjian dianggap sebagai

            penghasilan yang bersumber di Negara tersebut.

(2)        Bunga akan dianggap sebagai penghasilan yang bersumber di suatu Negara Pihak pada Perjanjian
            hanya apabila yang membayarkan bunga tersebut adalah Negara itu sendiri, bagian

            ketatanegaraannya, pemerintah daerahnya, atau penduduk Negara Pihak pada Perjanjian tersebut.

            Namun demikian, apabila orang/badan yang membayar bunga tersebut (tanpa memandang apakah

            orang/badan tersebut merupakan penduduk Negara Pihak pada Perjanjian atau tidak) memiliki suatu

            bentuk usaha tetap di salah satu Negara Pihak pada Perjanjian dan bunga yang dibayarkan menjadi

            beban bentuk usaha tetap tersebut, maka bunga tersebut akan dianggap bersumber di Negara Pihak

            pada Perjanjian di mana bentuk usaha tetap tersebut berada.

(3)        Royalti, sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 13 (Royalti) ayat (3), sehubungan dengan penggunaan,

            atau hak untuk menggunakan, barang atau hak-hak sebagaimana disebutkan dalam ayat tadi yang

            berada di suatu Negara Pihak pada Perjanjian akan diperlakukan sebagai penghasilan yang bersumber

            di Negara Pihak pada Perjanjian tersebut.

(4)        Penghasilan dari harta tidak bergerak, termasuk penghasilan dari kegiatan pertambangan, sumur

            minyak, penggalian, atau sumber daya alam lainnya (termasuk keuntungan yang diperoleh dari

            penjualan harta tidak bergerak atau hak yang menimbulkan penghasilan tersebut), akan diperlakukan

            sebagai penghasilan yang bersumber di suatu Negara Pihak pada Perjanjian hanya jika harta tidak

            bergerak tersebut terletak di Negara Pihak pada Perjanjian tersebut.

(5)        Penghasilan dari penyewaan harta gerak berwujud, selain kapal atau pesawat udara atau peti kemas

            yang digunakan dalam jalur internasional, akan dianggap sebagai penghasilan yang bersumber di

            suatu Negara Pihak pada Perjanjian hanya jika harta gerak berwujud tersebut terletak di Negara Pihak

            pada Perjanjian tersebut.

(6)        Penghasilan yang diterima oleh orang pribadi karena pekerjaan atau pemberian jasa-jasa pribadi yang

            dilakukannya, baik itu sebagai pegawai atau pekerja bebas, akan diperlakukan sebagai penghasilan

            yang bersumber di suatu Negara Pihak pada Perjanjian hanya sepanjang jasa-jasa tersebut dilakukan

            di Negara Pihak pada Perjanjian tersebut. Penghasilan dari jasa-jasa pribadi yang dilakukan diatas

            kapal atau pesawat udara yang dioperasikan oleh penduduk salah satu Negara Pihak pada Perjanjian

            dalam jalur internasional akan diperlakukan sebagai penghasilan yang bersumber di Negara Pihak

            pada Perjanjian tersebut jika jasa-jasa tersebut dilakukan oleh anggota dari awak kapal atau awak

            pesawat udara tersebut. Untuk kepentingan ayat ini, penghasilan dari pekerjaan atau jasa-jasa pribadi

            mencakup pensiun [sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 21 (Pensiun Swasta dan Pembayaran

            Berkala) ayat (4)] yang dibayarkan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa-jasa tersebut.
            Menyimpang dari ketentuan-ketentuan sebelumnya dari ayat ini, imbalan sebagaimana dijelaskan

            dalam Pasal 22 (Pembayaran Jaminan Sosial) akan diperlakukan di suatu Negara Pihak pada

            Perjanjian hanya jika imbalan tersebut dibayarkan oleh atau dari dana-dana publik dari Negara

            tersebut atau bagian ketatanegaraannya atau pemerintah daerahnya.

(7)        Penghasilan dari penjualan, pertukaran, atau bentuk lain pengalihan harta sebagaimana dijelaskan

            dalam Pasal 14 (Keuntungan dari Pengalihan Harta) ayat (1) (a) atau (b) akan diperlakukan sebagai

            penghasilan yang bersumber di Indonesia atau Amerika Serikat, tergantung pada masalahnya.

(8)        Menyimpang dari ayat (1) sampai (6), laba usaha yang diterima oleh penduduk salah satu Negara

            Pihak pada Perjanjian dari bentuk usaha tetap yang dimilikinya di Negara Pihak lainnya pada

            Perjanjian, termasuk penghasilan yang diperoleh dari harta tidak bergerak dan sumber daya alam

            dan dividen, bunga, royalti [sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 13 (Royalti) ayat (3)], dan

            keuntungan dari pengalihan harta, akan dianggap sebagai penghasilan yang bersumber di Negara

            Pihak lainnya pada Perjanjian, namun hanya jika harta atau hak yang menimbulkan penghasilan,

            dividen, bunga, royalti, atau keuntungan dari pengalihan harta tersebut mempunyai hubungan efektif

            dengan bentuk usaha tetap tersebut.

(9)        Sumber dari suatu penghasilan yang tidak dapat ditentukan berdasarkan ayat (1) sampai (8) akan

            ditentukan oleh masing-masing Negara Pihak pada Perjanjian sesuai dengan perundang-undangannya.

            Menyimpang dari kalimat sebelumnya, jika sumber penghasilan menurut perundang-undangan salah

            satu Negara Pihak pada Perjanjian berbeda dari sumber penghasilan menurut perundang-undangan

            Negara Pihak lainnya pada Perjanjian atau jika sumber penghasilan tersebut tidak dapat segera

            ditentukan menurut perundang-undangan salah satu Negara Pihak pada Perjanjian, maka pejabat-

            pejabat yang berwenang dari kedua Negara Pihak pada Perjanjian, untuk mencegah pengenaan pajak

            berganda atau untuk tujuan lain dari Perjanjian ini, dapat menetapkan sumber yang lazim dari suatu

            penghasilan untuk kepentingan Perjanjian ini.

                                                                        Pasal 8

                                                                    LABA USAHA

(1)        Laba usaha penduduk salah satu Negara Pihak pada Perjanjian akan dikecualikan dari pengenaan

            pajak oleh Negara Pihak lainnya pada Perjanjian kecuali jika penduduk tersebut menjalankan usaha
            di Negara Pihak lainnya pada Perjanjian tersebut melalui suatu bentuk usaha tetap. Jika penduduk

            tersebut menjalankan usahanya sebagaimana dimaksud di atas, maka atas laba usaha penduduk

            tersebut dapat dikenakan pajak oleh Negara Pihak lainnya tetapi hanya atas bagian laba usaha yang

            berasal dari bentuk usaha tetap tersebut atau atas bagian laba usaha yang bersumber di Negara Pihak

            lainnya dari penjualan barang-barang atau barang dagangan yang jenisnya sama dengan yang dijual

            melalui bentuk usaha tetap atau atas bagian laba yang berasal dari transaksi-transaksi usaha lainnya

            yang sama jenisnya dengan yang dilakukan melalui bentuk usaha tetap.   

(2)        Jika penduduk salah satu Negara Pihak pada Perjanjian menjalankan usaha di Negara Pihak lainnya

            pada Perjanjian melalui suatu bentuk usaha tetap, maka yang akan diperhitungkan sebagai laba usaha

            bentuk usaha tetap tersebut oleh masing-masing Negara Pihak pada Perjanjian ialah laba usaha yang

            akan diperolehnya bila bentuk usaha tetap tersebut merupakan suatu perusahaan tersendiri yang

            melakukan kegiatan-kegiatan yang sama atau serupa dalam keadaan yang sama atau serupa dan

            mengadakan hubungan yang sepenuhnya bebas dengan penduduk yang memiliki bentuk usaha tetap

            tersebut.   

(3)        Dalam menentukan besarnya laba usaha suatu bentuk usaha tetap, dapat dikurangkan biaya-biaya

            yang berkaitan dengan laba usaha tersebut, termasuk biaya-biaya pimpinan dan administrasi umum,

            baik yang dikeluarkan di Negara Pihak pada Perjanjian di mana bentuk usaha tetap tersebut berada

            maupun yang dikeluarkan di tempat lain. Namun demikian, tidak diperkenankan untuk dikurangkan

            biaya-biaya, jika ada, yang dibayarkan (selain penggantian biaya-biaya yang benar-benar terjadi)

            oleh bentuk usaha tetap kepada kantor pusatnya atau kantor-kantor lain milik kantor pusatnya, dalam

            bentuk royalti, ongkos, atau pembayaran serupa lainnya sehubungan dengan penggunaan paten atau

            hak-hak lain, atau dalam bentuk komisi untuk jasa-jasa tertentu atau untuk manajemen, atau dalam

            bentuk bunga atas uang yang dipinjamkan kepada bentuk usaha tetap tersebut. Sebaliknya, tidak

            perlu diperhitungkan dalam penentuan laba bentuk usaha tetap, jumlah yang ditagihkan (selain

            penggantian biaya-biaya yang benar-benar terjadi) oleh bentuk usaha tetap kepada kantor pusatnya

            atau kantor-kantor lain milik kantor pusatnya, dalam bentuk royalti, ongkos, atau pembayaran serupa

            lainnya sehubungan dengan penggunaan paten atau hak-hak lain, atau dalam bentuk komisi untuk

            jasa-jasa tertentu atau untuk manajemen, atau dalam bentuk bunga atas uang yang dipinjamkan

            kepada kantor pusatnya atau kantor-kantor lain milik kantor pusatnya.

(4)        Bentuk usaha tetap milik penduduk salah satu Negara Pihak pada Perjanjian yang berada di Negara

            Pihak lainnya pada Perjanjian tidak akan dianggap memperoleh laba hanya karena kegiatan
            pembelian barang-barang atau barang dagangan yang dilakukan oleh bentuk usaha tetap tersebut,

            atau oleh penduduk yang merupakan bentuk usaha tetap, untuk kepentingan penduduk tersebut.

(5)        Jika laba usaha mencakup jenis-jenis penghasilan yang diatur tersendiri pada pasal-pasal lain dari

            Perjanjian ini, maka ketentuan-ketentuan dalam pasal-pasal tersebut, kecuali apabila pada pasal-pasal

            tersebut ditentukan lain, akan menggantikan ketentuan-ketentuan dalam Pasal ini.

                                                                        Pasal 9

                                                       PELAYARAN DAN PENERBANGAN

(1)        Menyimpang dari Pasal 8 (Laba Usaha), penduduk suatu Negara Pihak pada Perjanjian akan

            dikecualikan oleh Negara Pihak lainnya pada Perjanjian dari pengenaan pajak yang berkenaan dengan

            penghasilan yang diperoleh penduduk tersebut dari pengoperasian kapal laut atau pesawat udara

            dalam jalur lalu lintas internasional.

(2)        Untuk kepentingan ayat (1), penghasilan dari pengoperasian kapal laut atau pesawat udara dalam

            jalur lalu lintas internasional mencakup:

            (a)        penghasilan dari penyewaan kapal laut atau pesawat udara atas dasar full basis dalam jalur

                        lalu lintas internasional;

            (b)        penghasilan dari penyewaan pesawat udara atas dasar bareboat basis jika pesawat udara

                        tersebut dioperasikan dalam jalur lalu lintas internasional;

            (c)        penghasilan dari penyewaan kapal laut tanpa awak jika kapal tersebut dioperasikan dalam

                        jalur lalu lintas internasional dan penyewanya bukan penduduk Negara Pihak lainnya pada

                        Perjanjian atau bentuk usaha tetap di Negara Pihak lainnya tersebut; atau 

            (d)        penghasilan dari penggunaan atau penyelenggaraan peti kemas (dan peralatan yang terkait

                        dengan pengangkutan peti kemas) yang digunakan dalam jalur lalu lintas internasional jika

                        penghasilan tersebut berhubungan dengan penghasilan yang dijelaskan dalam ayat (1).

(3)        Menyimpang dari Pasal 14 (Keuntungan dari Pengalihan Harta), keuntungan yang diperoleh penduduk

            suatu Negara Pihak pada Perjanjian dari pengalihan kapal laut atau pesawat udara yang dioperasikan

            dalam jalur lalu lintas internasional atau peti kemas (dan peralatan yang terkait dengan pengangkutan

            peti kemas) yang digunakan dalam jalur lalu lintas internasional hanya akan dikenakan pajak di

            Negara tersebut.
 

                                                                        Pasal 10

                                          ORANG/BADAN YANG MEMILIKI HUBUNGAN ISTIMEWA

(1)        Apabila antara penduduk salah satu Negara Pihak pada Perjanjian dan orang/badan lainnya terdapat

            hubungan istimewa dan apabila pihak-pihak yang memiliki hubungan istimewa tersebut membuat

            pengaturan atau menerapkan kondisi-kondisi tertentu di antara mereka sendiri yang berbeda dengan

            pengaturan atau kondisi-kondisi yang dibuat oleh pihak-pihak yang mempunyai kedudukan bebas,

            maka atas penghasilan, pengurangan, pengkreditan, atau pencadangan yang didasarkan pada

            pengaturan atau kondisi-kondisi tersebut, yang telah diperhitungkan dalam menentukan penghasilan

            (atau kerugian) atau pajak yang terutang oleh orang/badan yang memiliki hubungan istimewa

            tersebut, dapat dihitung kembali untuk menentukan penghasilan kena pajak dan pajak yang terutang

            oleh orang/badan yang memiliki hubungan istimewa tersebut.

(2)        Orang/badan dianggap memiliki hubungan istimewa dengan orang/badan lainnya jika salah satu

            orang/badan secara langsung maupun tidak langsung turut berpartisipasi dalam manajemen,

            pengendalian, atau permodalan orang/badan lainnya, atau jika terdapat pihak ketiga yang turut

            berpartisipasi secara langsung maupun tidak langsung dalam manajemen, pengendalian, atau

            permodalan dari kedua orang/badan tersebut. Untuk kepentingan ini, istilah "pengendalian" mencakup

            semua jenis pengendalian, berdasarkan hukum atau tidak, dan bagaimanapun cara pelaksanaannya.

(3)        Apabila suatu Negara Pihak pada Perjanjian mencantumkan laba penduduk Negara tersebut, dan

            mengenakan pajaknya, padahal atas laba tersebut penduduk Negara Pihak lainnya pada Perjanjian

            telah dikenakan pajak di Negara Pihak lainnya tersebut, dan laba yang dicantumkan tadi adalah laba

            yang memang seharusnya diperoleh penduduk Negara yang disebutkan pertama seandainya kondisi-

            kondisi yang dibuat oleh kedua penduduk tersebut sama dengan kondisi-kondisi yang dibuat oleh

            pihak-pihak yang mempunyai kedudukan bebas, maka Negara Pihak lainnya tersebut akan membuat

            penyesuaian seperlunya terhadap jumlah pajak yang telah dikenakan terhadap laba tersebut. Dalam

            melakukan penyesuaian tersebut, ketentuan-ketentuan lain dari Perjanjian ini tetap harus diperhatikan

            dan bila perlu pejabat-pejabat yang berwenang dari kedua Negara Pihak pada Perjanjian dapat saling

            berkonsultasi.

 
                                                                        Pasal 11

                                                                        DIVIDEN

(1)        Dividen yang bersumber di salah satu Negara Pihak pada Perjanjian yang diperoleh penduduk Negara

            Pihak lainnya pada Perjanjian dapat dikenakan pajak oleh kedua Negara Pihak pada Perjanjian.

(2)        Namun demikian, apabila penerima dividen adalah pemilik saham yang menikmati dividen itu adalah

            penduduk Negara Pihak lainnya pada Perjanjian, maka pajak yang dikenakan oleh Negara yang

            disebutkan pertama tersebut tidak boleh melebihi 15% (lima belas persen) dari jumlah bruto dividen

            yang benar-benar didistribusikan.

(3)        Ayat (2) tidak berlaku apabila penerima dividen, yang merupakan penduduk salah satu Negara Pihak

            pada Perjanjian, mempunyai suatu bentuk usaha tetap atau tempat tetap di Negara Pihak lainnya pada

            Perjanjian dan saham yang menghasilkan dividen tersebut mempunyai hubungan efektif dengan

            bentuk usaha tetap atau tempat tetap tersebut. Dalam hal demikian, ketentuan-ketentuan dalam Pasal

            8 (Laba Usaha) atau Pasal 15 (Pekerjaan Bebas) akan berlaku.

(4)        Apabila suatu perusahaan yang merupakan penduduk suatu Negara Pihak pada Perjanjian memiliki

            suatu bentuk usaha tetap di Negara Pihak lainnya tersebut dapat mengenakan pajak tambahan sesuai

            dengan perundang-undangannya atas laba bentuk usaha tetap tersebut (setelah dikurangi dengan

            pajak perseroan dan pajak-pajak penghasilan lainnya yang dikenakan oleh Negara Pihak lainnya

            tersebut) dan atas pembayaran bunga oleh bentuk usaha tetap tersebut, namun besarnya pajak

            tambahan tersebut tidak akan melebihi 15% (lima belas persen).

(5)        Tarif pajak yang diatur dalam ayat (4) dari Pasal ini tidak akan mempengaruhi tarif pajak tambahan

            yang terdapat dalam kontrak bagi hasil dan kontrak karta (atau kontrak-kontrak serupa  lainnya) yang

            berkenaan dengan minyak dan gas bumi atau produk mineral  lainnya yang diperundingkan oleh

            Pemerintah Republik Indonesia,  perwakilannya, perusahaan minyak negara, atau lembaga-lembaga

            lain yang ada di dalamnya dengan orang/badan yang merupakan penduduk Amerika Serikat.

                                                                        Pasal 12

                                                                         BUNGA

(1)        Bunga yang bersumber di salah satu Negara Pihak pada Perjanjian yang diperoleh penduduk Negara
            Pihak lainnya pada Perjanjian dapat dikenakan pajak oleh kedua Negara Pihak pada Perjanjian.

(2)        Tarif pajak yang dikenakan oleh salah satu Negara Pihak pada Perjanjian atas bunga yang bersumber

            di Negara Pihak pada Perjanjian tersebut dan dimiliki oleh pemberi pinjaman yang menikmati bunga

            yang merupakan penduduk Negara Pihak lainnya pada Perjanjian tidak akan melebihi 15% (lima belas

            persen) dari jumlah bruto bunga tersebut.

(3)        Menyimpang dari ayat (1) dan (2), bunga yang bersumber di salah satu Negara Pihak pada Perjanjian

            yang diperoleh Negara Pihak lainnya pada Perjanjian atau perantara atau perwakilan dari Negara

            Pihak lainnya tersebut yang bukan merupakan subjek dari pengenaan pajak penghasilan di Negara

            Pihak lainnya tersebut akan dikecualikan dari pajak di Negara yang disebutkan pertama.

(4)        Ayat (2) tidak berlaku jika penerima bunga, yang merupakan penduduk salah satu Negara Pihak pada

            Perjanjian, mempunyai suatu bentuk usaha tetap atau tempat tetap di Negara Pihak lainnya pada

            Perjanjian dan piutang yang menghasilkan bunga tersebut mempunyai hubungan efektif dengan

            bentuk usaha tetap atau tempat tetap tersebut. Dalam hal demikian, ketentuan-ketentuan dalam

            Pasal 8 (Laba Usaha) atau Pasal 15 (Pekerjaan Bebas) akan berlaku.

(5)        Jika jumlah bunga yang dibayarkan kepada orang/badan yang mempunyai hubungan istimewa

            melebihi jumlah bunga seandainya dibayarkan kepada orang/badan yang tidak mempunyai hubungan

            istimewa, ketentuan-ketentuan dalam Pasal ini akan berlaku hanya atas jumlah bunga seandainya

            tidak dipengaruhi oleh hubungan istimewa. Dalam hal demikian, jumlah kelebihan pembayaran

            tersebut dapat dikenakan pajak oleh masing-masing Negara Pihak pada Perjanjian sesuai dengan

            perundang-undangannya, termasuk ketentuan-ketentuan dalam Perjanjian ini.

(6)        Istilah "bunga" yang digunakan dalam Perjanjian ini berarti penghasilan dari obligasi, surat utang,

            surat berharga pemerintah, atau bukti-bukti utang lainnya, baik yang dijamin dengan hipotik atau

            surat berharga lainnya maupun tidak dan baik yang mempunyai hak atas pembagian laba maupun

            tidak, dan segala bentuk tagihan utang, serta semua bentuk penghasilan yang menurut perundang-

            undangan pajak Negara Pihak pada Perjanjian di mana penghasilan tersebut bersumber dapat

            dipersamakan dengan penghasilan yang diperoleh dari uang yang dipinjamkan.

                                                                        Pasal 13
                                                                        ROYALTI

(1)        Royalti yang bersumber di salah satu Negara Pihak pada Perjanjian yang diperoleh penduduk Negara

            Pihak lainnya pada Perjanjian dapat dikenakan pajak oleh kedua Negara tersebut.

(2)        Tarif pajak yang dikenakan oleh suatu Negara Pihak pada Perjanjian atas royalti yang bersumber di

            Negara Pihak pada Perjanjian tersebut dan dimiliki oleh pihak yang menikmati royalti tersebut yang

            merupakan penduduk Negara Pihak lainnya pada Perjanjian tidak akan melebihi 15% (lima belas

            persen) dari jumlah bruto royalti yang dijelaskan dalam ayat 3 (a) dan 10% (sepuluh persen) dari

            jumlah bruto royalti yang dijelaskan dalam ayat 3 (b).

(3)        (a)        Istilah "royalti" yang digunakan dalam Pasal ini berarti segala bentuk pembayaran yang

                        dibuat sehubungan dengan penggunaan, atau hak untuk menggunakan, hak cipta atas karya

                        sastra, kesenian, atau karya ilmiah (termasuk hak cipta atas gambar bergerak, film, pita

                        rekaman, atau alat reproduksi lainnya yang digunakan untuk penyiaran radio atau televisi),

                        paten, desain, model, rencana, formula atau proses rahasia, merek dagang, atau informasi

                        mengenai pengalaman di bidang industri, perniagaan, atau ilmu pengetahuan. Royalti juga

                        mencakup keuntungan yang diperoleh dari penjualan, pertukaran, atau bentuk lain

                        pengalihan harta tidak berwujud atau hak-hak tersebut sepanjang jumlah yang direalisasi dari

                        penjualan, pertukaran, atau bentuk pengalihan lainnya tersebut bergantung kepada

                        produktivitas, penggunaan, atau pengalihan harta tidak berwujud atau hak-hak tersebut.

            (b)        Istilah "royalti" yang digunakan dalam Pasal ini juga mencakup pembayaran-pembayaran oleh

                        penduduk salah satu Negara Pihak pada Perjanjian sehubungan dengan penggunaan, atau hak

                        untuk menggunakan, perlengkapan industri, perdagangan, atau ilmu pengetahuan, namun

                        tidak termasuk kapal, pesawat udara, atau petikemas yang penghasilan darinya dikecualikan

                        dari pajak oleh Negara Pihak lainnya pada Perjanjian berdasarkan Pasal 9 (Pelayaran dan

                        Penerbangan).

(4)        Ayat (2) tidak berlaku apabila penerima royalti, yang merupakan penduduk salah satu Negara Pihak

            pada Perjanjian, mempunyai suatu bentuk usaha tetap atau tempat tetap di Negara Pihak lainnya pada

            Perjanjian dan harta atau hak-hak yang menghasilkan royalti tersebut mempunyai hubungan efektif

            dengan bentuk usaha tetap atau tempat tetap tersebut. Dalam hal demikian, ketentuan-ketentuan

            dalam Pasal 8 (Laba Usaha) atau Pasal 15 (Pekerjaan Bebas) akan berlaku.

 
(5)        Jika jumlah royalti yang dibayarkan kepada orang/badan yang mempunyai hubungan istimewa

            melebihi jumlah royalti seandainya dibayarkan kepada orang/badan yang tidak mempunyai hubungan

            istimewa, ketentuan-ketentuan dalam Pasal ini akan berlaku hanya atas jumlah royalti seandainya

            tidak dipengaruhi oleh hubungan istimewa. Dalam hal demikian, jumlah kelebihan pembayaran

            tersebut dapat dikenakan pajak oleh masing-masing Negara Pihak pada Perjanjian sesuai dengan

            perundang-undangannya, termasuk ketentuan-ketentuan dalam Perjanjian ini.

                                                                        Pasal 14

                                                  KEUNTUNGAN DARI PENGALIHAN HARTA

(1)        Keuntungan yang diperoleh penduduk suatu Negara Pihak pada Perjanjian dari pengalihan harta yang

            dijelaskan dalam Pasal 6 (Penghasilan dari Harta Tidak Bergerak) dan yang terletak di Negara Pihak

            lainnya pada Perjanjian dapat dikenakan pajak di Negara Pihak lainnya tersebut. Istilah "harta yang

            dijelaskan dalam Pasal 6 (Penghasilan dari Harta Tidak Bergerak) dan yang terletak di Negara Pihak

            lainnya pada Perjanjian" mencakup:

            (a)        Dalam hal Indonesia adalah Negara Pihak lainnya pada Perjanjian, suatu penyertaan dalam

                        harta tidak bergerak yang terletak di Indonesia; dan

            (b)        Dalam hal Amerika Serikat adalah Negara Pihak lainnya pada Perjanjian, suatu penyertaan

                        dalam harta tidak bergerak Amerika Serikat.

(2)        Penduduk salah satu Negara Pihak pada Perjanjian akan dikecualikan dari pengenaan pajak oleh

            Negara Pihak lainnya pada Perjanjian atas keuntungan yang diperoleh dari penjualan, pertukaran,

            atau bentuk lain pengalihan capital assets selain harta-harta yang dijelaskan dalam ayat (1) kecuali :

            (a)        Penerima keuntungan dari pengalihan harta tersebut memiliki suatu bentuk usaha tetap atau

                        tempat tetap di Negara Pihak lainnya pada Perjanjian dan harta yang menghasilkan

                        keuntungan tersebut mempunyai hubungan efektif dengan bentuk usaha tetap atau tempat

                        tetap tersebut, yang dalam hal ini ketentuan-ketentuan dalam Pasal 8 (Laba Usaha) atau

                        Pasal 15 (Pekerjaan Bebas) akan berlaku; atau

            (b)        Penerima keuntungan dari pengalihan harta tersebut adalah orang pribadi yang berada di

                        Negara Pihak lainnya pada Perjanjian untuk suatu masa atau masa-masa yang

                        keseluruhannya berjumlah 120 (seratus dua puluh) hari atau lebih selama tahun pajak.

(3)        Menyimpang dari ayat (2), keuntungan yang diperoleh penduduk suatu Negara Pihak pada Perjanjian
            dari pengalihan harta-harta yang dijelaskan dalam Pasal 5 (Bentuk Usaha Tetap) ayat (2) (i) dan

            digunakan untuk eksplorasi atau eksploitasi sumber daya minyak dan gas bumi hanya akan dikenakan

            pajak di Negara tersebut.

                                                                        Pasal 15

                                                                  PEKERJAAN BEBAS

(1)        Penghasilan yang diperoleh penduduk suatu Negara Pihak pada Perjanjian sehubungan dengan jasa-

            jasa profesional atau pekerjaan bebas lainnya hanya akan dikenakan pajak di Negara

            tersebut kecuali dalam keadaan-keadaan berikut, yaitu ketika penghasilan tersebut dapat juga

            dikenakan pajak di Negara Pihak lainnya pada Perjanjian:

            (a)        Jika penduduk tersebut mempunyai suatu tempat tetap di Negara Pihak lainnya pada

                        Perjanjian yang tersedia secara teratur baginya untuk menjalankan kegiatan-kegiatannya;

                        dalam hal demikian, hanya atas penghasilan yang berhubungan dengan tempat tetap tersebut

                        yang dapat dikenakan pajak di Negara Pihak lainnya pada Perjanjian tersebut; atau

            (b)        Jika penduduk tersebut berada di Negara Pihak lainnya pada Perjanjian untuk suatu masa

                        atau masa-masa yang keseluruhannya berjumlah 120 (seratus dua puluh) hari atau lebih

                        dalam suatu masa 12 (dua belas) bulan yang berurutan; dalam hal ini, hanya atas

                        penghasilan yang diperoleh dari kegiatan-kegiatan yang dilakukan  di Negara Pihak lainnya

                        tersebut yang dapat dikenakan pajak di Negara Pihak lainnya tersebut.

(2)        Istilah "jasa-jasa profesional" terutama meliputi kegiatan-kegiatan bebas di bidang ilmu pengetahuan,

            kesusasteraan, kesenian, kependidikan, atau pengajaran serta pekerjaan-pekerjaan bebas yang

            dilakukan oleh para dokter, pengacara, insinyur, arsitek, dokter gigi, dan akuntan.

                                                                        Pasal 16

                                                 PEKERJAAN DALAM HUBUNGAN KERJA

(1)        Upah, gaji, dan imbalan serupa yang diperoleh orang pribadi penduduk salah satu Negara Pihak pada

            Perjanjian dari pekerjaannya atau dari jasa-jasa pribadi yang dilakukannya dalam kedudukannya

            sebagai pegawai, termasuk penghasilan dari jasa-jasa yang dilakukan oleh pegawai suatu badan

            hukum atau perusahaan, dapat dikenakan pajak oleh Negara tersebut. Kecuali sebagaimana diatur
            dalam ayat (2), upah, gaji, dan imbalan serupa yang bersumber di Negara Pihak lainnya pada

            Perjanjian dapat juga dikenakan pajak di Negara Pihak lainnya pada Perjanjian tersebut.

(2)        Imbalan sebagaimana dijelaskan dalam ayat (1) yang diperoleh orang pribadi penduduk salah satu

            Negara Pihak pada Perjanjian akan dikecualikan dari pengenaan pajak oleh Negara Pihak lainnya pada

            Perjanjian jika:

            (a)        orang tersebut berada di Negara Pihak lainnya pada Perjanjian untuk suatu masa atau masa-

                        masa yang keseluruhannya berjumlah kurang dari 120 (seratus dua puluh) hari dalam suatu

                        masa 12 (dua belas) bulan yang berurutan; dan

            (b)        imbalan tersebut dibayarkan oleh, atau atas nama, pemberi kerja yang bukan merupakan

                        penduduk Negara Pihak lainnya tersebut, dan

            (c)        imbalan tersebut tidak menjadi beban bagi, atau diganti pembayarannya oleh, suatu bentuk

                        usaha tetap yang dimiliki oleh pemberi kerja di Negara Pihak lainnya tersebut.

(3)        Menyimpang dari ayat (2), imbalan yang diperoleh orang pribadi karena pekerjaan atau pemberian

            jasa-jasa pribadi yang dilakukannya sebagai pegawai pada kapal laut atau pesawat udara yang

            dioperasikan oleh penduduk salah satu Negara Pihak pada Perjanjian dalam jalur lalu lintas

            internasional akan dikecualikan dari pengenaan pajak oleh Negara Pihak lainnya pada Perjanjian jika

            orang pribadi tersebut adalah awak kapal atau pesawat udara tersebut.

                                                                        Pasal 17

                                                                 ARTIS DAN ATLET

(1)        Menyimpang dari ketentuan-ketentuan dalam Pasal 15 (Pekerjaan Bebas) dan 16 (Pekerjaan dalam

            Hubungan Kerja), penghasilan yang diperoleh para penghibur, seperti para artis teater, gambar

            bergerak, radio, atau televisi, dan musisi, serta atlet, dari kegiatan-kegiatannya sebagai artis dan

            atlet, dapat dikenakan pajak di Negara Pihak pada Perjanjian di mana kegiatan-kegiatan tersebut

            dilakukan jika jumlah bruto imbalannya, termasuk biaya-biaya yang diganti pembayarannya atau yang

            dibuat atas namanya, secara keseluruhan melebihi US$ 2,000 (dua ribu dolar Amerika Serikat) atau

            setaranya dalam rupiah dalam suatu masa 12 (dua belas) bulan yang berurutan.

(2)        Apabila penghasilan yang berkenaan dengan kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh artis atau atlet

            tidak diterima oleh artis atau atlet itu sendiri tetapi oleh orang/badan lain, maka penghasilan tersebut,
            menyimpang dari ketentuan-ketentuan yang diatur dalam Pasal 8 (Laba Usaha) dan 15 (Pekerjaan

            Bebas), dapat dikenakan pajak di Negara Pihak pada Perjanjian jika Perjanjian di mana kegiatan-

            kegiatan artis atau atlet tersebut dilakukan.

(3)        Ketentuan-ketentuan dalam ayat (1) dan (2) tidak berlaku terhadap imbalan atau laba yang diperoleh

            dari kegiatan-kegiatan yang dilakukan di suatu Negara Pihak pada Perjanjian jika kunjungan ke

            Negara tersebut dibiayai oleh Negara Pihak lainnya pada Perjanjian dan dinyatakan memenuhi syarat,

            oleh pejabat yang berwenang dari Negara pengirim, berdasarkan ketentuan dalam pasal ini.

                                                                        Pasal 18

                                                              PEGAWAI PEMERINTAH

(1)        (a)        Imbalan, selain pensiun, yang dibayarkan oleh suatu Negara Pihak pada Perjanjian atau

                        bagian ketatanegaraannya  atau pemerintah daerahnya kepada orang pribadi sehubungan

                        dengan jasa-jasa yang diberikan kepada Negara tersebut atau bagian ketatanegaraannya atau

                        pemerintah daerahnya hanya akan dikenakan pajak di Negara tersebut.

            (b)        Namun demikian, imbalan tersebut hanya akan dikenakan pajak di Negara Pihak lainnya pada

                        Perjanjian jika jasa-jasa tersebut diberikan di Negara Pihak lainnya tersebut dan

                        penerimanya adalah penduduk Negara Pihak lainnya tersebut yang :

                        (i)         merupakan warga negara dari negara itu; atau

                        (ii)        tidak menjadi penduduk negara itu semata-mata dengan tujuan untuk memberikan

                                    jasa-jasa tersebut.

(2)        Pensiun yang dibayarkan oleh, atau berasal dari dana yang dibentuk oleh, suatu Negara Pihak pada

            Perjanjian atau bagian ketatanegaraannya atau pemerintah daerahnya kepada orang pribadi

            sehubungan dengan jasa-jasa yang diberikan kepada Negara tersebut atau bagian ketatanegaraannya

            atau pemerintah daerahnya hanya akan dikenakan pajak di Negara tersebut.

(3)        Ketentuan-ketentuan dalam Pasal 15 (Pekerjaan Bebas), 16 (Pekerjaan dalam Hubungan Kerja), dan

            21 (Pensiun Swasta dan Pembayaran Berkala) berlaku terhadap imbalan atau pensiun yang berkenaan

            dengan jasa-jasa yang diberikan sehubungan dengan perdagangan atau usaha yang dilakukan oleh

            suatu Negara Pihak pada Perjanjian atau bagian ketatanegaraannya atau pemerintah daerahnya.

 
 

                                                                        Pasal 19

                                                              SISWA DAN PEMAGANG

(1)        (a)        Orang pribadi yang sesaat sebelum melakukan kunjungan ke Negara Pihak lainnya pada

                        Perjanjian merupakan penduduk suatu Negara Pihak pada Perjanjian dan untuk sementara

                        berada di Negara Pihak lainnya tersebut semata-mata:

                        (i)         sebagai pelajar pada universitas, akademi, sekolah, atau lembaga pendidikan serupa

                                    lainnya yang diakui di Negara Pihak lainnya tersebut; atau

                        (ii)        sebagai penerima bea siswa, penghargaan, atau hadiah dari Pemerintah salah satu

                                    Negara Pihak pada Perjanjian yang diberikan oleh Pemerintah salah satu Negara

                                    Pihak pada Perjanjian yang tujuan utamanya adalah untuk belajar, penelitian, atau

                                    pelatihan; atau dari organisasi yang bergerak di bidang ilmu pengetahuan,

                                    kependidikan, keagamaan, atau sosial, atau dari program bantuan teknis yang

                                    diberikan oleh pemerintah.

                        akan dikecualikan dari pengenaan pajak di Negara Pihak lainnya tersebut untuk suatu masa

                        yang tidak melebihi 5 (lima) tahun sejak tanggal kedatangannya di Negara Pihak lainnya

                        tersebut atas jumlah yang dijelaskan dalam sub ayat (b).

            (b)        Jumlah yang dimaksud dalam sub ayat (a) adalah:

                        (i)         seluruh penerimaan dari luar negeri untuk biaya hidup, pendidikan, belajar,

                                    penelitian, atau pelatihan;

                        (ii)        jumlah dari bea siswa, penghargaan, atau hadiah; dan  (iii) setiap imbalan yang tidak

                                    melebihi US$ 2,000 (dua ribu dolar Amerika Serikat) atau setaranya dalam rupiah

                                    setiap tahunnya sehubungan dengan jasa-jasa yang diberikan di Negara Pihak lainnya

                                    tersebut, sepanjang jasa-jasa yang diberikan tersebut terkait dengan kegiatan

                                    belajar, penelitian, atau pelatihan, atau yang diperlukan untuk biaya hidupnya.

(2)        Orang pribadi yang sesaat sebelum melakukan kunjungan ke Negara Pihak lainnya pada Perjanjian

            merupakan penduduk suatu Negara Pihak pada Perjanjian dan untuk sementara berada di Negara

            Pihak lainnya tersebut semata-mata sebagai pemagang di bidang bisnis maupun teknik akan

            dikecualikan dari pengenaan pajak di Negara Pihak lainnya tersebut untuk suatu masa yang tidak

            melebihi dua belas bulan yang berurutan atas penghasilannya dari jasa-jasa pribadi yang setara

            keseluruhannya berjumlah tidak melebihi US$ 7,500 (tujuh ribu lima ratus dolar Amerika Serikat) atau

            setaranya dalam rupiah.


 

                                                                        Pasal 20

                                                              GURU DAN PENELITI

(1)        Orang pribadi yang sesaat sebelum melakukan kunjungan ke Negara Pihak lainnya pada Perjanjian

            merupakan penduduk suatu Negara Pihak pada Perjanjian dan yang, atas undangan dari universitas,

            akademi, sekolah, atau lembaga pendidikan serupa lainnya, mengunjungi Negara Pihak lainnya

            tersebut semata-mata untuk tujuan mengajar dan/atau melakukan penelitian pada lembaga

            pendidikan tadi akan dikecualikan dari pengenaan pajak di Negara Pihak lainnya tersebut atas

            imbalan dari kegiatan mengajar atau penelitiannya tersebut untuk suatu masa yang tidak melebihi 2

            (dua) tahun sejak kedatangannya di Negara Pihak lainnya tersebut. Orang pribadi berhak menikmati

            manfaat dari ketentuan ini hanya satu kali.

(2)        Pasal ini tidak berlaku untuk penghasilan dari kegiatan penelitian jika penelitian tersebut dilaksanakan

            terutama untuk kepentingan orang/badan tertentu saja.

                                                                        Pasal 21

                                          PENSIUN SWASTA DAN PEMBAYARAN BERKALA

(1)        Kecuali sebagaimana diatur dalam Pasal 18 (Pegawai Pemerintah), pensiun dan imbalan serupa

            lainnya sehubungan dengan pekerjaan di masa lampau yang bersumber di salah satu Negara Pihak

            pada Perjanjian yang diperoleh penduduk Negara Pihak lainnya pada Perjanjian dapat dikenakan

            pajak oleh kedua Negara Pihak pada Perjanjian tersebut. Jika pemilik manfaat dari pensiun dan

            imbalan serupa lainnya tersebut merupakan penduduk Negara Pihak lainnya pada Perjanjian, besarnya

            pajak yang dikenakan tidak boleh melebihi 15% (lima belas persen) dari jumlah brutonya.

(2)        Pembayaran berkala yang dibayarkan kepada orang pribadi penduduk salah satu Negara Pihak pada

            Perjanjian hanya akan dikenakan pajak di Negara tersebut.

(3)        Pembayaran alimony (tunjangan kepada mantan isteri/suami) dan child support (tunjangan untuk

            keperluan pemeliharaan anak) yang dilakukan oleh orang pribadi penduduk salah satu Negara Pihak

            pada Perjanjian kepada orang pribadi penduduk Negara Pihak lainnya pada Perjanjian akan
            dikecualikan dari pengenaan pajak di Negara Pihak lainnya tersebut.

(4)        Istilah "pensiun dan imbalan serupa lainnya", sebagaimana digunakan dalam Pasal ini, berarti

            pembayaran yang dibuat sehubungan dengan masa pensiun atau kematian sebagai balasan atas

            jasa-jasa yang telah diberikan, atau pembayaran ganti rugi atas kecelakaan yang berhubungan

            dengan pekerjaan di masa lampau.

(5)        Istilah "pembayaran berkala", sebagaimana digunakan dalam Pasal ini, berarti suatu jumlah tertentu

            yang dibayarkan secara berkala pada waktu tertentu selama hidup, atau selama jangka waktu

            tertentu, berdasarkan suatu kewajiban untuk melakukan pembayaran yang merupakan pengganti

            nafkah yang layak dan utuh (selain dari pemberian jasa-jasa).

(6)        Istilah "alimony", sebagaimana digunakan dalam Pasal ini, berarti pembayaran berkala yang

            dilakukan dalam rangka mentaati keputusan perceraian, perjanjian pemberian nafkah, atau perjanjian

            berpisah atau pemeliharaan anak.

                                                                        Pasal 22

                                                        PEMBAYARAN JAMINAN SOSIAL

Pembayaran jaminan sosial dan kenikmatan-kenikmatan serupa yang berasal dari dana publik oleh salah satu

Negara Pihak pada Perjanjian kepada orang pribadi penduduk Negara Pihak lainnya pada Perjanjian atau

warga negara Amerika Serikat hanya akan dikenakan pajak di Negara yang disebutkan pertama. Pasal ini

tidak berlaku atas pembayaran-pembayaran yang dijelaskan dalam Pasal 18 (Pegawai Pemerintah).

                                                                        Pasal 23

                                                     PENGHINDARAN PAJAK BERGANDA

Pengenaan pajak berganda atas penghasilan akan dihindarkan dengan cara-cara sebagai berikut :

(1)        Sesuai dengan ketentuan-ketentuan dan tunduk pada batas-batas perundang-undangan Amerika

            Serikat, yang berlaku dari waktu ke waktu, Pemerintah Amerika Serikat akan mengizinkan warga

            negara atau penduduknya untuk mengkreditkan pajak Indonesia dalam jumlah yang sepadan
            terhadap pajak Amerika Serikat. Besarnya kredit pajak tersebut didasarkan pada jumlah pajak yang

            dibayarkan kepada Indonesia, namun kredit pajak tersebut tidak melebihi batasan yang ditetapkan

            oleh perundang-undangan Amerika Serikat untuk tahun pajak yang bersangkutan. Untuk keperluan

            penerapan pengkreditan terhadap pajak Amerika Serikat yang berhubungan dengan pajak yang

            dibayarkan kepada Indonesia, ketentuan-ketentuan yang diatur dalam Pasal 7 (Sumber Penghasilan)

            akan diterapkan untuk menentukan sumber penghasilan, namun tetap tunduk pada aturan-aturan

            tentang sumber penghasilan yang ada dalam perundang-undangan domestik yang diterapkan semata-

            mata untuk membatasi kredit pajak luar negeri.

(2)        Sesuai dengan ketentuan-ketentuan dan tunduk pada batas-batas perundang-undangan Indonesia,

            yang berlaku dari waktu ke waktu, Pemerintah Indonesia akan mengizinkan penduduknya untuk

            mengkreditkan dalam jumlah sepadan pajak penghasilan yang dibayarkan kepada Amerika Serikat

            terhadap pajak Indonesia Besarnya kredit pajak tersebut didasarkan pada jumlah pajak yang

            dibayarkan kepada Amerika Serikat namun tidak melebihi batasan yang ditetapkan oleh perundang-

            undangan Indonesia untuk tahun pajak yang bersangkutan. Untuk keperluan penerapan pengkreditan

            terhadap pajak Indonesia yang berhubungan dengan pajak yang dibayarkan kepada Amerika Serikat,

            ketentuan-ketentuan yang diatur dalam Pasal 7 (Sumber Penghasilan) akan diterapkan untuk

            menentukan sumber penghasilan.

                                                                        Pasal 24

                                                              NON-DISKRIMINASI

(1)        Warga negara salah satu Negara Pihak pada Perjanjian yang merupakan penduduk Negara Pihak

            lainnya pada Perjanjian tidak akan dikenakan di Negara Pihak lainnya tersebut pajak atau

            persyaratan-persyaratan terkait yang lebih memberatkan dibanding dengan yang dikenakan terhadap

            warga negara dari Negara Pihak lainnya pada Perjanjian yang juga merupakan penduduk Negara

            Pihak lainnya tersebut dalam kondisi dan keadaan yang sama.

(2)        Kecuali sebagaimana diatur dalam Pasal 11 (Dividen) ayat (4), suatu bentuk usaha tetap yang dimiliki

            oleh penduduk salah satu Negara Pihak pada Perjanjian di Negara Pihak lainnya pada Perjanjian tidak

            akan dikenakan di Negara Pihak lainnya tersebut pajak atau persyaratan-persyaratan terkait yang

            lebih memberatkan dibanding dengan yang dikenakan terhadap penduduk Negara Pihak lainnya

            tersebut yang melakukan kegiatan yang sama. Ayat ini tidak boleh ditafsirkan sebagai mewajibkan
            suatu Negara Pihak pada Perjanjian untuk memberikan kepada penduduk Negara Pihak lainnya pada

            Perjanjian suatu kelonggaran, keringanan, atau pengurangan dalam pengenaan pajak yang

            didasarkan pada status kependudukan atau tanggung jawab keluarga seperti yang diberikan kepada

            penduduknya sendiri.

(3)        Suatu badan hukum dari salah satu Negara Pihak pada Perjanjian, yang sebagian atau seluruh

            modalnya dimiliki atau dikuasai oleh penduduk Negara Pihak lainnya pada Perjanjian, tidak akan

            dikenakan di Negara yang disebut pertama pajak atau persyaratan-persyaratan terkait yang berada

            atau lebih memberatkan dibanding dengan pajak atau persyaratan-persyaratan terkait yang

            dikenakan terhadap badan hukum dari Negara yang disebut pertama, yang sebagian atau seluruh

            modalnya dimiliki atau dikuasai oleh penduduk Negara yang disebut pertama, yang melakukan

            kegiatan yang sama.

(4)        Kecuali di mana berlaku ketentuan-ketentuan dalam Pasal 10 (Orang/Badan yang Memiliki Hubungan

            Istimewa) ayat (1), Pasal 12 (Bunga) ayat (5), atau Pasal 13 (Royalti) ayat (5), bunga, royalti, dan

            pengeluaran lain yang dibayarkan oleh penduduk suatu Negara Pihak pada Perjanjian kepada

            penduduk Negara Pihak lainnya pada Perjanjian, untuk menentukan laba yang dapat dikenakan pajak

            dari penduduk Negara yang disebutkan pertama, dapat dikurangkan berdasarkan kondisi yang sama

            (termasuk peraturan yang mengatur besarnya rasio utang terhadap modal yang diizinkan) seandainya

            pengeluaran-pengeluaran tersebut dibayarkan kepada penduduk Negara yang disebutkan pertama.

            Demikian pula, utang-utang penduduk Negara Pihak pada Perjanjian kepada penduduk Negara Pihak

            lainnya pada Perjanjian, untuk menentukan modal yang dapat dikenakan pajak dari penduduk Negara

            yang disebutkan pertama, dapat dikurangkan berdasarkan kondisi yang sama (termasuk peraturan

            yang mengatur besarnya rasio utang terhadap modal yang diizinkan) seandainya utang-utang tersebut

            diberikan kepada penduduk Negara yang disebutkan pertama.

(5)        Untuk kepentingan Pasal ini, menyimpang dari ketentuan-ketentuan dalam Pasal 2 (Pajak-Pajak yang

            Dicakup dalam Perjanjian), Perjanjian akan berlaku terhadap setiap jenis pajak yang dikenakan oleh

            Negara Pihak pada Perjanjian.

                                                                        Pasal 25

                                                  TATA CARA PERSETUJUAN BERSAMA

 
(1)        Apabila penduduk suatu Negara Pihak pada Perjanjian menganggap bahwa tindakan-tindakan salah

            satu Negara Pihak pada Perjanjian atau kedua-duanya mengakibatkan atau akan mengakibatkan

            pengenaan pajak yang tidak sesuai dengan Perjanjian ini, maka penduduk tersebut, menyimpang dari

            cara-cara penyelesaian yang diatur oleh perundang-undangan nasional dari masing-masing Negara

            tersebut, dapat mengajukan masalahnya kepada pejabat yang berwenang dari Negara Pihak pada

            Perjanjian di mana ia menjadi penduduk atau, jika masalah tersebut diatur dalam Pasal 24 (Non-

            diskriminasi) ayat (1), kepada pejabat yang berwenang dari Negara Pihak pada Perjanjian di mana ia

            menjadi warga negara. Masalah tersebut harus diajukan dalam jangka waktu 3 (tiga) tahun sejak

            adanya pemberitahuan pertama tentang tindakan yang mengakibatkan pengenaan pajak yang tidak

            sesuai dengan Perjanjian tersebut. Apabila keputusan-keputusan atau tindakan-tindakan yang diambil

            oleh kedua Negara Pihak pada Perjanjian menghasilkan pengenaan pajak yang tidak sesuai dengan

            ketentuan-ketentuan dalam Perjanjian, masa 3 (tiga) tahun dimulai sejak pemberitahuan pertama

            tentang tindakan atau keputusan terkini.

(2)        Jika ada pengajuan keberatan kepada pejabat yang berwenang dan jika pejabat yang berwenang itu

            sendiri tidak dapat menemukan penyelesaian yang tepat, maka pejabat yang berwenang tersebut

            akan berusaha untuk menyelesaikan masalah tersebut melalui persetujuan bersama dengan pejabat

            yang berwenang dari Negara Pihak lainnya pada Perjanjian. Persetujuan yang dicapai akan

            diimplementasikan tanpa memandang batasan waktu atau batasan prosedural lainnya yang ada pada

            perundang-undangan domestik kedua Negara Pihak pada Perjanjian.

(3)        Pejabat-pejabat yang berwenang dari kedua Negara Pihak pada Perjanjian, melalui persetujuan

            bersama, akan berusaha untuk menyelesaikan kesulitan-kesulitan yang timbul dalam penerapan

            Perjanjian ini. Pejabat-pejabat yang berwenang tersebut dapat juga berunding bersama untuk

            mencegah pengenaan pajak berganda dalam masalah-masalah yang tidak diatur dalam Perjanjian.

(4)        Pejabat-pejabat yang berwenang dari kedua Negara Pihak pada Perjanjian dapat berkomunikasi satu

            sama lain secara langsung guna mencapai suatu persetujuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal ini.

            Apabila dipandang perlu, demi mencapai persetujuan, pejabat-pejabat yang berwenang dapat

            mengadakan pertemuan untuk saling tukar pendapat secara lisan.

                                                                        Pasal 26

                                                           PERTUKARAN INFORMASI
 

(1)        Pejabat-pejabat yang berwenang dari kedua Negara Pihak pada Perjanjian akan melakukan

            pertukaran informasi yang diperlukan untuk melaksanakan ketentuan-ketentuan dalam Perjanjian ini

            atau untuk melaksanakan ketentuan-ketentuan dalam perundang-undangan domestik kedua Negara

            tersebut yang berkenaan dengan pajak-pajak yang dicakup dalam Perjanjian ini sepanjang

            pengenaan pajak menurut perundang-undangan Negara yang bersangkutan tidak bertentangan

            dengan Perjanjian ini. Pertukaran informasi tidak dibatasi oleh ketentuan-ketentuan dalam Pasal 1

            (Orang dan Badan yang Dicakup dalam Perjanjian). Setiap informasi yang diterima oleh suatu Negara

            Pihak pada Perjanjian harus dijaga kerahasiaannya seperti halnya informasi yang diperoleh

            berdasarkan perundang-undangan domestik Negara tersebut dan hanya akan diungkapkan kepada

            pihak-pihak atau instansi-instansi yang berwenang (termasuk pengadilan dan badan-badan

            administratif) yang terlibat dalam penaksiran, penagihan, pengadministrasian, penegakan hukum,

            penuntutan, atau penentuan permohonan banding yang berkenaan dengan pajak-pajak yang dicakup

            oleh Perjanjian ini. Pihak-pihak atau instansi-instansi yang berwenang tersebut hanya boleh

            menggunakan informasi tadi untuk tujuan-tujuan tersebut di atas. Mereka boleh mengungkapkan

            informasi tadi dalam proses pengadilan atau dalam pembuatan keputusan pengadilan.

(2)        Ketentuan-ketentuan dalam ayat (1) sama sekali tidak dapat ditafsirkan sedemikian rupa sehingga

            membebani suatu Negara Pihak pada Perjanjian suatu kewajiban untuk :

            (a)        melaksanakan tindakan-tindakan administratif yang menyimpang dari perundang-undangan

                        atau praktik administratif yang berlaku di Negara tersebut atau di Negara Pihak lainnya pada

                        Perjanjian;

            (b)        memberikan informasi yang tidak mungkin diperoleh berdasarkan perundang-undangan atau

                        dalam praktik administratif yang lazim di Negara tersebut atau di Negara Pihak lainnya pada

                        Perjanjian;

            (c)        memberikan informasi yang mengungkapkan rahasia di bidang perdagangan, usaha, industri,

                        perniagaan, atau keahlian atau yang mengungkapkan proses perdagangan, atau informasi

                        lainnya yang pengungkapannya akan bertentangan dengan kebijaksanaan umum.

(3)        Jika informasi diminta oleh suatu Negara Pihak pada Perjanjian berdasarkan Pasal ini, Negara Pihak

            lainnya pada Perjanjian akan mencarikan informasi yang berhubungan dengan permintaan tersebut

            dengan cara yang sama dan dalam taraf yang sama apabila pajak Negara yang disebutkan pertama

            adalah pajak Negara Pihak lainnya dan dikenakan oleh Negara Pihak lainnya tersebut. Jika secara

            spesifik diminta oleh pejabat yang berwenang dari suatu Negara Pihak pada Perjanjian, pejabat yang
            berwenang dari Negara Pihak lainnya pada Perjanjian akan menyediakan informasi berdasarkan Pasal

            ini dalam bentuk penjelasan dari para saksi dan salinan otentik dari dokumen asli yang belum diedit

            (termasuk buku, paper, laporan, catatan, rekening, dan karya tulis lainnya), dalam taraf yang sama

            dengan penjelasan dan dokumen yang dapat diperoleh berdasarkan perundang-undangan dan praktik

            administratif dari Negara Pihak lainnya tersebut yang berkenaan dengan perpajakannya sendiri.    

(4)        Pertukaran informasi akan dilakukan baik secara rutin maupun atas dasar permintaan dengan

            menunjuk hal-hal khusus. Pejabat-pejabat yang berwenang dari kedua Negara Pihak pada Perjanjian

            dapat membuat persetujuan tentang daftar informasi yang akan diberikan secara rutin.    

(5)        Para pejabat yang berwenang dari kedua Negara Pihak pada Perjanjian akan saling memberitahukan

            publikasi dari Negara masing-masing yang berkenaan dengan penerapan Perjanjian ini, baik dalam

            bentuk undang-undang, peraturan pemerintah, keputusan pemerintah, atau keputusan pengadilan

            dengan mengirimkannya dalam tahun takwim di mana publikasi tersebut diberlakukan.

(6)        Untuk kepentingan Pasal ini, menyimpang dari ketentuan-ketentuan dalam Pasal 2 (Pajak-pajak yang

            Dicakup dalam Perjanjian), Perjanjian akan berlaku terhadap setiap jenis pajak yang dikenakan oleh

            suatu Negara Pihak pada Perjanjian.

                                                                        Pasal 27

                                            PEJABAT-PEJABAT DIPLOMATIK DAN KONSULER

Perjanjian ini tidak akan mempengaruhi hak-hak istimewa di bidang fiskal dari anggota-anggota misi

diplomatik dan konsuler berdasarkan peraturan umum dari hukum internasional maupun berdasarkan

ketentuan-ketentuan dalam suatu persetujuan khusus.

                                                                        Pasal 28

                                           KETENTUAN-KETENTUAN UMUM PERPAJAKAN

(1)        Penduduk salah satu Negara Pihak pada Perjanjian dapat dikenakan pajak oleh Negara Pihak lainnya

            pada Perjanjian atas penghasilan yang bersumber di Negara Pihak lainnya pada Perjanjian tersebut

            dan hanya atas penghasilan tersebut, namun tetap tunduk pada batasan-batasan yang diatur dalam
            Perjanjian ini. Untuk kepentingan ini, ketentuan-ketentuan yang diatur dalam Pasal 7 (Sumber

            Penghasilan) akan diterapkan untuk menentukan sumber penghasilan.

(2)        Ketentuan-ketentuan dalam Perjanjian ini tidak dapat ditafsirkan sebagai pembatasan dalam bentuk

            apapun terhadap setiap pengecualian, pembebasan, pengurangan, pengkreditan, atau kemudahan

            lainnya yang diberikan saat ini atau kemudian:

            (a)        oleh perundang-undangan salah satu Negara Pihak pada Perjanjian dalam menentukan pajak

                        yang dikenakan oleh Negara Pihak pada Perjanjian tersebut, atau

            (b)        oleh persetujuan lain antara kedua Negara Pihak pada Perjanjian tersebut.

(3)        Menyimpang dari setiap ketentuan dalam Perjanjian ini, kecuali ayat (4), suatu Negara Pihak pada

            Perjanjian dapat mengenakan pajak terhadap warga negara atau penduduk Negara Pihak pada

            Perjanjian tersebut seolah-olah Perjanjian ini tidak ada pengaruhnya. Untuk kepentingan ini, istilah

            "warga negara" mencakup mantan warga negara yang kehilangan kewarganegaraannya dengan salah

            satu tujuan utamanya untuk penghindaran pajak tetapi hanya untuk masa 10 (sepuluh) tahun setelah

            hilangnya kewarganegaraan tersebut.

(4)        Ketentuan-ketentuan dalam ayat (3) tidak akan mempengaruhi :

            (a)        manfaat-manfaat yang diberikan oleh suatu Negara Pihak pada Perjanjian berdasarkan Pasal

                        10 (Orang/Badan yang Memiliki Hubungan Istimewa) ayat (3), Pasal 21 (Pensiun Swasta dan

                        Pembayaran Berkala) ayat (3), Pasal 22 (Pembayaran Jaminan Sosial), Pasal 23

                        (Penghindaran Pajak Berganda), Pasal 24 (Non-diskriminasi), dan Pasal 25 (Tata Cara

                        Persetujuan Bersama); dan

            (b)        manfaat-manfaat yang diberikan oleh suatu Negara Pihak pada Perjanjian berdasarkan Pasal

                        18 (Pegawai Pemerintah), Pasal 19 (Pelajar dan Pemagang), Pasal 20 (Guru dan Peneliti), dan

                        Pasal 27 (Pejabat-Pejabat Diplomatik dan konsuler) kepada orang pribadi yang bukan warga

                        negara maupun memiliki status imigran di Negara Pihak pada Perjanjian tersebut.

(5)        Pejabat-pejabat yang berwenang dari kedua Negara Pihak pada Perjanjian dapat membuat peraturan-

            peraturan yang diperlukan untuk melaksanakan ketentuan-ketentuan dari Perjanjian ini.

(6)        Kecuali sebagaimana diatur dalam ayat (7), orang/badan (selain orang pribadi) yang merupakan

            penduduk suatu Negara Pihak pada Perjanjian tidak berhak, berdasarkan Perjanjian ini, untuk

            dibebaskan dari perpajakan di Negara Pihak lainnya pada Perjanjian kecuali :


            (a)        lebih dari 50% dari kepemilikan orang/badan tersebut [atau dalam hal perusahaan, lebih dari

                        50% dari jumlah lembar tiap-tiap kelompok saham perusahaan] dimiliki secara langsung atau

                        tidak langsung oleh suatu kombinasi dari satu atau lebih :

                        (i)         orang pribadi penduduk Amerika Serikat;

                        (ii)        warga negara Amerika Serikat;

                        (iii)       orang pribadi penduduk Indonesia;

                        (iv)       perusahaan-perusahaan sebagaimana dijelaskan dalam ayat (7) (a); dan

                        (v)        Negara-negara Pihak pada Perjanjian; dan

            (b)        penghasilan orang/badan tersebut tidak digunakan dalam jumlah yang berarti, langsung atau

                        tidak langsung, untuk membayar utang (termasuk utang bunga atau utang royalti) kepada

                        orang/badan selain yang dirinci dalam sub-ayat (a) (i) sampai (v).

(7)        Ketentuan-ketentuan dalam ayat 6 tidak akan berlaku jika :

            (a)        orang/badan tersebut adalah suatu perusahaan di mana kelompok utama sahamnya

                        diperdagangkan secara reguler dalam jumlah yang berarti di suatu bursa efek yang diakui;

                        atau

            (b)        pendirian, perolehan, dan pengelolaan dari orang/badan tersebut serta tujuan utama dari

                        pelaksanaan kegiatan orang/badan tersebut tidak dimaksudkan untuk memperoleh manfaat-

                        manfaat dari Perjanjian ini.

(8)        Untuk kepentingan ayat (7) (a), istilah "bursa efek yang diakui" berarti :

            (a)        Sistem NASDAQ yang dimiliki oleh the National Association of Securities Dealers, Inc., dan

                        setiap bursa efek yang terdaftar pada the Security and Exchange Commission sebagai suatu

                        bursa sekuritas nasional sebagaimana dimaksud dalam the Securities Exchange Act of 1934;

                        dan

            (b)        Bursa Efek Jakarta; dan

            (c)        Bursa efek lainnya yang disepakati bersama oleh para pejabat yang berwenang dari kedua

                        Negara Pihak pada Perjanjian.

                                                                        Pasal  29

                                                            BANTUAN PENAGIHAN

(1)        Masing-masing Negara Pihak pada Perjanjian, atas nama Negara Pihak lainnya pada Perjanjian, akan
            berusaha untuk melakukan penagihan pajak-pajak yang dikenakan oleh Negara Pihak lainnya

            tersebut dan akan memastikan bahwa setiap pengecualian atau pengurangan tarif pajak yang

            diberikan berdasarkan Perjanjian ini oleh Negara Pihak lainnya pada Perjanjian tidak akan dinikmati

            oleh orang/badan yang tidak berhak atas manfaat-manfaat tersebut. Para pejabat yang berwenang

            dari kedua Negara Pihak pada Perjanjian dapat berunding dalam rangka memberlakukan Pasal ini.

(2)        Pasal ini sama sekali tidak dapat ditafsirkan sedemikian rupa sehingga membebani suatu Negara Pihak

            pada Perjanjian suatu kewajiban untuk melaksanakan tindakan-tindakan administratif yang

            menyimpang dari peraturan-peraturan dan praktik-praktik dari salah satu Negara Pihak pada

            Perjanjian atau akan bertentangan dengan kedaulatan, keamanan, atau kebijaksanaan publik dari

            Negara Pihak pada Perjanjian yang disebutkan pertama.

                                                                        Pasal 30

                                                           BERLAKUNYA PERJANJIAN

Perjanjian ini mengharuskan adanya ratifikasi (pengesahan) dan instrumen ratifikasi tersebut akan

dipertukarkan di Washington sesegera mungkin. Perjanjian ini akan mulai berlaku satu bulan setelah tanggal

pertukaran instrumen ratifikasi. Ketentuan-ketentuan dalam Perjanjian ini untuk pertama kali akan mulai

berlaku, terhadap pajak-pajak yang dipungut di Negara sumbernya sesuai dengan Pasal 11 (Dividen), Pasal

12 (Bunga) dan 13 (Royalti), atas jumlah yang dibayarkan atau dikreditkan pada atau setelah hari pertama

dari bulan kedua setelah hari mulai berlakunya Perjanjian, dan terhadap pajak-pajak lainnya dalam tahun

takwim atau tahun pajak, pada atau setelah 1 Januari pada tahun di mana Perjanjian ini mulai berlaku.

                                                                        Pasal 31

                                                            BERAKHIRNYA PERJANJIAN

Perjanjian ini akan tetap berlaku sampai diakhiri oleh salah satu Negara Pihak pada Perjanjian. Salah satu

Negara Pihak pada Perjanjian dapat mengakhiri Perjanjian sewaktu-waktu setelah masa 5 (lima) tahun sejak

 tanggal Perjanjian mulai berlaku sepanjang dalam waktu paling lambat 6 (enam) bulan sebelumnya

memberitahukan rencana penghentian tersebut melalui saluran-saluran diplomatik. Dalam hal demikian,

Perjanjian akan tidak berlaku lagi dan tidak mempunyai pengaruh lagi terhadap penghasilan pada tahun

takwim atau tahun pajak yang dimulai pada atau setelah 1 Januari yang datang setelah berakhirnya masa 6
(enam) bulan.

DIBUAT di Jakarta, dalam rangkap dua, dalam bahasa Inggris, tanggal 11 Juli 1988.

            Untuk Pemerintah Republik Indonesia                              Untuk Pemerintah Amerika Serikat


Pembagian hak pemajakan dalam suatu perjanjian penghindaran pajak berganda (selanjutnya
disebut sebagai tax treaty) bukanlah merupakan sebuah kerugian negara. Sebaliknya, dapat
menjadi keuntungan yang lebih besar karena ketika negara memutuskan menjalin kerjasama
dengan negara lain, khususnya melalui tax treaty, selanjutnya muncul kewajiban diantara mereka
untuk saling berkoordinasi satu sama lain dalam hal menghindari pemajakan berganda atas sebuah
transaksi antarnegara. Kepastian atas berlangsungnya kerjasama yang baik dalam hal pemajakan
sebuah transaksi antarnegara akan meningkatkan kredibilitas suatu negara, yang kemudian
berdampak pada ketertarikan para investor asing untuk berinvestasi.[1]

Saat ini pemanfaatan jasa luar negeri makin sering terjadi karena kebutuhan perusahaan dalam
negeri untuk mengembangkan sektor tertentu sangat dibutuhkan. Terutama terkait peningkatan
kualitas dan kuantitas pemanfaatan jasa berdasarkan permintaan pengguna jasa. Salah satu jenis
transaksi yang sangat sering terjadi adalah pembayaran atas jasa luar negeri terkait dengan
pemanfaatan jasa konsultasi atau marketing yang melibatkan perusahaan operator hotel jaringan
internasional. Pada dasarnya berdasarkan peraturan perpajakan di Indonesia setiap jenis
pembayaran yang diterima oleh wajib pajak luar negeri harus dikenakan PPh Pasal 26 sebesar
20%. Namun karena adanya tax treaty, negara harus rela melepaskan sebagian atau seluruh hak
pemajakan yang ada.

Landasan Hukum

Ketika sebuah negara ingin memanfaatkan tarif tax treaty dengan wajib pajak pemotong di
Indonesia, maka perlu untuk memperhatikan Per-10/PJ/2017 tentang Tata Cara Pemanfaatan
Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda. Setiap wajib pajak luar negeri diharuskan melampirkan
form DGT 1 sebagai syarat administratif dan memenuhi persyaratan tertentu lainnya yaitu tidak
melakukan penyalahgunaan treaty (treaty abuse) dan yang menerima penghasilan merupakan
penerima manfaat yang sesungguhnya atau lebih dikenal dengan Beneficial Owner.

Berdasarkan Pasal 2 Per-10/PJ/2017 ayat 2:

Pemotong dan/atau Pemungut Pajak melakukan pemotongan dan/atau pemungutan pajak sesuai
dengan ketentuan yang diatur dalam tax treaty dalam hal:
a.      terdapat perbedaan antara ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang PPh
dan ketentuan yang diatur dalam P3B;

b.      penerima penghasilan bukan subjek pajak dalam negeri Indonesia;

c.       penerima penghasilan merupakan orang pribadi atau badan yang merupakan


subjek pajak dalam negeri dari negara mitra atau yurisdiksi mitra P3B;

d.      WPLN menyampaikan SKD WPLN yang telah memenuhi persyaratan


administratif dan persyaratan tertentu lainnya;

e.      tidak terjadi penyalahgunaan P3B; dan

f.       penerima penghasilan merupakan beneficial owner, dalam hal dipersyaratkan


dalam P3B.

Berdasarkan Pasal 9 Per-10/PJ/2017 sebuah perusahaan tidak melakukan treaty abuse dengan


kondisi sebagai berikut:

(1) Penyalahgunaan P3B sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf e terjadi dalam hal
tujuan utama atau salah satu tujuan utama pengaturan transaksi adalah untuk mendapatkan
Manfaat P3B serta bertentangan dengan maksud dan tujuan dibentuknya P3B.
(2) Penyalahgunaan P3B sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak terjadi dalam hal WPLN
memiliki:

a. substansi ekonomi (economic substance) dalam pendirian entitas atau pelaksanaan


transaksi;
b. bentuk hukum (legal form) yang sama dengan substansi ekonomi (economic substance)
dalam pendirian entitas atau pelaksanaan transaksi;
c. kegiatan usaha yang dikelola oleh manajemen sendiri dan manajemen tersebut
mempunyai kewenangan yang cukup untuk menjalankan transaksi;
d. aset tetap dan aset tidak tetap, yang cukup dan memadai untuk melaksanakan kegiatan
usaha di negara mitra atau yurisdiksi mitra P3B selain aset yang mendatangkan
penghasilan dari Indonesia;
e. pegawai dalam jumlah yang cukup dan memadai dengan keahlian dan keterampilan
tertentu yang sesuai dengan bidang usaha yang dijalankan perusahaan; dan
f. kegiatan atau usaha aktif selain hanya menerima penghasilan berupa dividen, bunga
dan/atau royalti yang bersumber dari Indonesia.

(3) Kegiatan atau usaha aktif sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf f adalah kegiatan atau
usaha yang dilakukan secara aktif oleh WPLN sesuai keadaan yang sebenarnya yang
ditunjukkan dengan adanya biaya yang dikeluarkan, upaya yang dilakukan, atau pengorbanan
yang terjadi, yang berkaitan secara langsung dengan usaha atau kegiatan dalam rangka
mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan, termasuk kegiatan signifikan yang
dilakukan WPLN untuk mempertahankan kelangsungan entitas.
(4) Dalam hal terdapat perbedaan antara bentuk hukum (legal form) suatu struktur/skema
transaksi dengan substansi ekonomisnya (economic substance), perlakuan perpajakan
diterapkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku berdasarkan substansi ekonomisnya
(substance over form) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2) huruf a.
Berdasarkan Pasal 10 Per-10/PJ/2017 tentang Beneficial Owner harus memenuhi ketentuan
sebagai berikut:

(1) WPLN memenuhi ketentuan sebagai Beneficial owner sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2
ayat (2) huruf f dalam hal:

a. bagi WPLN orang pribadi, tidak bertindak sebagai Agen atau Nominee; atau
b. bagi WPLN badan, tidak bertindak sebagai Agen, Nominee, atau Conduit, yang harus
memenuhi ketentuan:
1. mempunyai kendali untuk menggunakan atau menikmati dana, aset, atau hak
yang mendatangkan penghasilan dari Indonesia;
2. tidak lebih dari 50% penghasilan badan digunakan untuk memenuhi kewajiban
kepada pihak lain;
3. menanggung risiko atas aset, modal atau kewajiban yang dimiliki; dan
4. tidak mempunyai kewajiban baik tertulis maupun tidak tertulis untuk meneruskan
sebagian atau seluruh penghasilan yang diterima dari Indonesia kepada pihak
lain.

(2) Yang dimaksud dengan penghasilan badan sebagaimana dimaksud pada ayat (I) huruf b
angka 2 yaitu seluruh penghasilan WPLN dengan nama dan dalam bentuk apapun serta dari
sumber manapun, sesuai dengan laporan keuangan nonkonsolidasi WPLN.
(3) Untuk menentukan nilai 50% penghasilan yang digunakan memenuhi kewajiban
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b angka 2 tidak termasuk:<

a. pemberian imbalan kepada karyawan yang diberikan secara wajar dalam hubungan
pekerjaan;
b. biaya lain yang lazim dikeluarkan oleh WPLN dalam menjalankan usahanya; dan
c. keuntungan dalam bentuk dividen kepada pemegang saham.

Contoh Kasus

Ada suatu skema transaksi di mana sebuah perusahaan asing tidak dapat memanfaatkan tarif tax
treaty karena melakukan treaty abuse melalui salah satu contoh kasus yang sering ditemukan
sebagai berikut:

Para pihak yang bertransaksi:

·        ABC Inc: Perusahaan yang bergerak dibidang jasa perhotelan, berdomisili di negara bagian
Delaware, Amerika Serikat

·         PT. XYZ: Perusahaan pengguna jasa operator hotel jaringan internasional, berdomisili di Bali,
Indonesia
·         DEF International Inc: Perusahaan operator hotel jaringan internasional, berdomisili di Maryland,
Amerika Serikat

a)      ABC Inc mengirimkan invoice sebesar USD 8.500 ke PT. XYZ atas sebuah transaksi berupa
pembayaran jasa marketing

b)      ABC Inc seharusnya dikenakan PPh pasal 26 sebesar 20% melalui pemotongan pajak oleh
pemotong pajak wajib pajak dalam negeri yaitu PT. XYZ.

c)      ABC Inc ingin memanfaatkan tarif tax treaty Indonesia – Amerika Serikat, di mana atas sebuah
pemberian jasa yang tidak melalui Bentuk Usaha Tetap (BUT) di Indonesia dan/atau tidak
melewati time test 120 hari berdasarkan Pasal 5 ayat (2) huruf (j) tax treaty Indonesia – Amerika
Serikat tentang Permanent Establishment (BUT), tidak akan dikenakan pajak di Indonesia dan
hanya akan dikenakan pajak di Amerika Serikat berdasarkan Pasal 8 tax treaty Indonesia – Amerika
Serikat tentang business profit.

d)      ABC Inc kemudian mengirimkan dokumen berupa form DGT 1 dilengkapi dengan Certificate of
Residence ke PT XYZ dan telah ditandasahkan oleh Kantor Pelayanan Pajak tempat PT XYZ
terdaftar.

e)      Secara administratif dokumen untuk memanfaatkan tarif tax treaty sudah dapat diterapkan. Namun
fiskus melihat ada perbedaan antara alamat dalam form DGT 1 yang dicantumkan pada bagian
wajib pajak luar negeri penerima penghasilan dan alamat yang tercantum dalam Invoice

f)       Alamat ABC Inc dalam form DGT 1 berlokasi di negara bagian Maryland, Amerika Serikat

g)      Alamat ABC Inc dalam invoice berlokasi di negara bagian Delaware, Amerika Serikat

h)      Secara ringkas mungkin itu bukanlah suatu masalah, karena kedua alamat sama-sama di Amerika
Serikat jadi tax treaty Indonesia – Amerika Serikat masih dapat diberlakukan. Namun ada satu
kondisi di mana perbedaan alamat ini ternyata mengakibatkan dampak yang krusial bagi
penerimaan negara.

Analisis

a)     Ketika perbedaan alamat wajib pajak luar negeri berbeda antara yang tercantum dalam form DGT 1
dan invoice, langkah awal, wajib pajak pemotong harus meneliti alamat wajib pajak luar negeri yang
tertera dalam invoice adalah subjek yang sama dengan alamat yang tercantum dalam form DGT 1.
Cara meneliti cukup dengan mengetik alamat di mesin pencarian (google.com) dan setelah itu hasil
pencarian akan mengarah ke satu alamat website biasanya situs web perusahaan. Dan hal ini juga
perlu diperkuat dengan apakah benar situs web tersebut adalah resmi milik perusahaan ABC Inc.
b)      Langkah pertama adalah cek alamat yang tercantum dalam DGT 1. Mengapa kebenaran alamat
dalam DGT 1 lebih perlu difokuskan? karena untuk memanfaatkan tarif tax treaty setiap wajib pajak
luar negeri wajib mengisi form DGT 1 sebagai syarat administratif. Fiskus menemukan bahwa
ternyata alamat yang tertera dalam form DGT 1 bukan merupakan ABC Inc melainkan sebut saja
DEF International Inc, sebuah perusahaan operator hotel jaringan internasional. Dari data ini, Fiskus
semakin ingin tahu lebih dalam siapa sesungguhnya penerbit Invoice yang perusahaanya terdaftar
di negara bagian Delaware, Amerika Serikat.

c)     Selanjutnya adalah penelitian alamat dalam invoice. Ternyata perusahaan ABC Inc yang berdomisili
di negara Delaware, Amerika Serikat dengan alamat detail 1209 N Orange St, Wilmington,
DE, adalah bukan lokasi ABC Inc yang berdiri sendiri, melainkan merujuk ke sebuah
perusahaan yang menjadi payung atas 285.000 bisnis lainnya dengan nama CT
Corporation. Intinya kedua alamat tersebut merujuk ke subjek yang berbeda. Berikut merupakan
salah satu artikel yang dimuat dalam New York Times mengenai CT Corporation tersebut:

How Delaware Thrives as a Corporate Tax Haven[2]

“NOTHING about 1209 North Orange Street hints at the secrets inside. It’s a humdrum office building, a low-
slung affair with a faded awning and a view of a parking garage. Hardly worth a second glance. If a first one.

But behind its doors is one of the most remarkable corporate collections in the world: 1209 North Orange, you
see, is the legal address of no fewer than 285,000 separate businesses.

Its occupants, on paper, include giants like American Airlines, Apple, Bank of America, Berkshire Hathaway,
Cargill, Coca-Cola, Ford, General Electric, Google, JPMorgan Chase, and Wal-Mart. These companies do
business across the nation and around the world. Here at 1209 North Orange, they simply have a dropbox.

What attracts these marquee names to 1209 North Orange and to other Delaware addresses also attracts
less-upstanding corporate citizens. For instance, 1209 North Orange was, until recently, a business address of
Timothy S. Durham, known as “the Midwest Madoff.” On June 20, Mr. Durham was found guilty of bilking
5,000 mostly middle-class and elderly investors out of $207 million. It was also an address of Stanko Subotic,
a Serbian businessman and convicted smuggler — just one of many Eastern Europeans drawn to the state.

Big corporations, small-time businesses, rogues, scoundrels and worse — all have turned up at Delaware
addresses in hopes of minimizing taxes, skirting regulations, plying friendly courts or, when needed, covering
their tracks. Federal authorities worry that, in addition to the legitimate businesses flocking here, drug
traffickers, embezzlers and money launderers are increasingly heading to Delaware, too. It’s easy to set up
shell companies here, no questions asked…………….”
d)      Skema penghindaran pajak tersebut dikenal dengan nama Delaware Loophole. Jadi ketika sebuah
perusahaan asing memiliki akta pendirian di negara bagian Delaware, Amerika Serikat dan
berdomisili di alamat 1209 N Orange St, Wilmington  dapat dipastikan mereka adalah
perusahaan yang berusaha menghindari pajak. Dan Delaware sendiri telah memenuhi karakterisk
sebagai tax haven karena hal-hal seperti kemudahan membuat perusahaan diberbagai negara,
memungkinkan untuk memanfaatkan pembebasan pajak atas penghasilan dari hak kekayaan
intelektual (intangible asset), bahkan dapat menyembunyikan identitas stockholder atau depositor.
Salah satu keuntungan yang dapat mereka manfaatkan adalah bahwa tarif pajak di negara bagian
Delaware, Amerika Serikat hanya berkisar antara 0% sampai dengan 8%. Khusus untuk kota
Willmington (tempat di mana ABC Inc terdaftar sama dengan alamat CT Corporation) mengenakan
pajak atas nett income dengan tarif rata yaitu 1,25% saja. (Article 2 section 202 Earned Income Tax
Regulations of The City of Wilmington).

e)      Adapun salah satu strategi lain yang digunakan oleh perusahaan yang didirikan di Delaware agar
tidak dipajaki adalah dengan mendirikan sebuah perusahaan yang dikenal dengan Pasive
Investment Company (PIC) dan melakukan transfer atas kepemilikan intangible asset. Setiap
pembayaran ke PIC tersebut yang diterima atas penggunaan intangible asset tidak akan dipajaki di
negara bagian Delaware, Amerika Serikat sesuai dengan Section 1902(b)(8), title 30 of the
Delaware General Corporation Law (DGCL). Lebih rinci dapat dilihat salah satu kutipan jurnal
sebagai berikut:

Delaware and the Passive Investment Company

Surveying the State Tax Planning Landscape[3]

“…………..The Delaware corporate tax rate is 8.7%, higher than the average state
corporate tax rate across the United States. Not all income, however, is taxed at this
rate in Delaware. Section 1902(b)(8), title 30 of the Delaware General Corporation Law
(DGCL) specifically exempts from corporate taxation any income from “corporations
whose activities within the state are confined to the maintenance and
management of their intangible investments … and the collection and the
distribution of the income from such investments.” Thus, income generated on
intangible assets located in Delaware is exempt from state taxation, allowing a business
to reduce its overall state income tax burden. The Delaware entity holding such assets
is the PIC……………………….

…………DGCL section 1902(b) defines qualifying intangible investments as


“investments in stocks, bonds, notes, and other debt obligations (including debt
obligations of affiliated corporations), patents, patent applications, trademarks, traded
names, and similar types of intangible assets.”……………

To implement the strategy, a company typically incorporates a new Delaware


subsidiary, the PIC, and transfers ownership of an intangible asset to it. The company
then directs one or more separate subsidiaries in high-tax states to make a royalty
payment to the PIC for use of the intangible asset. In certain states, the royalty payment
is even deductible from the company’s income tax liability, and the company does not
pay taxes to any state on the income shifted to the PIC.”

Kesimpulan

Jadi dari skema transaksi di atas dapat diambil beberapa asumsi sebagai berikut:

a)      Asumsi I

ABC Inc dan DEF International, Inc adalah perusahaan dengan hubungan istimewa (associated
enterprise) karena ditemukan data dengan alamat yang berbeda saat ingin memanfaatkan tarif tax
treaty ke satu wajib pajak dalam negeri yang sama yaitu PT XYZ. Ternyata hal tersebut
membuktikan adanya perbedaan entitas perusahaan asing antara yang tertera dalam invoice dan
form DGT 1. Jadi seharusnya penerapan tarif tax treaty tidak dapat dilakukan karena yang
bersangkutan bukan merupakan wajib pajak yang sama sesuai dengan yang tercantum dalam form
DGT 1 sebagai syarat administratif memanfaatkan tarif tax treaty meskipun keduanya berdomisili di
negara yang sama. Selain itu praktik yang terjadi di Delaware, Amerika Serikat sudah dapat
dipastikan melakukan treaty abuse berdasarkan Pasal 9 Per-10/PJ/2017 yang merinci beberapa
tindakan yang termasuk dalam treaty abuse. Pemotongan PPh Pasal 26 atas invoice USD 8.500
dengan tarif 20% harus diterapkan dengan dasar melakukan treaty abuse.

b)      Asumsi II

ABC Inc merupakan agent yang didirikan oleh DEF International Inc dalam menghindari
pemotongan pajak di Indonesia dan pemajakan di Amerika Serikat (khususnya pemajakan atas DEF
International Inc yang lebih tinggi karena berdiri di negara bagian Maryland). Hal ini dilakukan
dengan cara ketika ABC Inc menerbitkan invoice ke PT XYZ, sejumlah pembayaran yang tertera
tersebut dalam invoice akan menjadi biaya atau sebagai pengurang penghasilan oleh PT XYZ
dalam pembukuannya, sehingga tidak dipajaki di Indonesia. Selanjutnya atas jumlah penghasilan
yang diterima oleh ABC Inc (yang sebenarnya Beneficial Owner dari penghasilan tersebut adalah
DEF International Inc) dipajaki sangat rendah bahkan mungkin tidak dipajaki sama sekali di negara
bagian Delaware, Amerika Serikat. Jadi atas transaksi lain yang mengharuskan adanya
syarat Beneficial Owner sebagai penerima penghasilan, ABC Inc pun tidak berhak memanfaatkan
tarif tax treaty Indonesia – Amerika Serikat, dan atas seluruh pembayaran yang dibayarkan PT. XYZ
ke ABC Inc wajib dilakukan pemotongan 20% sesuai dengan tarif PPh Pasal 26 atas dasar
bukan Beneficial Owner.

Saran
Adapun saran yang dapat diberikan kepada fiskus dan wajib pajak dalam negeri jika
menghadapi permasalahan di atas adalah sebagai berikut:

a)      Fiskus harus lebih menguasai setiap potensi yang ada atas sebuah transaksi
antarnegara yang terjadi. Karena kesalahan penulisan alamat meskipun masih di
negara yang sama seharusnya bisa menjadi dasar untuk dilakukan pemotongan pajak
sejumlah 20% berdasarkan PPh Pasal 26.

b)      Wajib pajak harus lebih teliti dalam menilai kelengkapan administratif dan persyaratan
tertentu lainnya saat ingin memanfaatkan tarif tax treaty (sesuai dengan Per-
10/PJ/2017) karena jika tidak sesuai, misalnya terdapat perbedaan antara alamat yang
tercantum dalam form DGT 1 dan invoice yang ternyata keduanya adalah entitas yang
berbeda dapat dipastikan bahwa wajib pajak luar negeri penerima penghasilan dari
Indonesia tersebut, bukan subjek yang berhak memanfaatkan tarif tax treaty. Jika
melihat skenario transaksi diatas maka dapat disimpulkan bahwa ABC Inc melakukan
penyalahgunaan tax treaty dan bukan merupakan Beneficial Owner (jika dapat
dibuktikan), terlihat dari publikasi yang selama ini ada dan Delaware itu sendiri telah
dikatakan sebagai tax haven. Sehingga ABC Inc seharusnya tidak berhak
memanfaatkan tax treaty dan PT XYZ wajib melakukan pemotongan pajak 20% atas
pembayaran jasa marketing ke ABC Inc.

Penutup

Ada banyak sekali transaksi yang seharusnya menjadi potensi penerimaan negara melalui
pemotongan pajak atas transaksi dengan pihak asing. Namun selama ini karena kelihaian
perusahaan multinasional memanfaatkan celah yang terdapat dalam tax treaty dan hukum domestik
suatu negara, menjadi penyebab utama kehilangan potensi penerimaan perpajakan di Indonesia.

Belum lagi jika perusahaan Indonesia bekerjasama dengan perusahaan yang memanfaatkan
wilayah yang masuk dalam karakteristik tax haven yang jika diteliti sebenarnya masuk dalam
kategori melakukan treaty abuse sehingga hukum pajak Indonesia harus ditegakan. Sebut saja
negara bagian Delaware, Amerika Serikat khususnya Kota Wilmington, yang memiliki peraturan
khusus bahwa atas penghasilan yang diperoleh melalui intangible investments (cakupan
pengertian intangible asset yang lebih luas), tidak akan dipajaki di Amerika Serikat. Di Indonesia pun
tidak akan dipajaki karena menurut wajib pajak berdasarkan sistem self
assessment menerjemahkan transaksi tersebut bukan sebagai pembayaran atas bentuk intangible
asset atau passive income namun sebagai service sehingga transaksi tersebut sepanjang tidak
melewati time test di Indonesia, tidak akan dipajaki di Indonesia.

Pada akhirnya kerjasama antara fiskus dan wajib pajak dalam negeri sangat dibutuhkan dalam
situasi seperti ini. Peraturan perpajakan Indonesia yang telah berlaku tetap harus menjadi landasan
utama dalam menjalankan amanah menghimpun penerimaan negara. Kesadaran akan pentingnya
penerimaan negara untuk kemudian dimanfaatkan seluas-luasnya demi kepentingan rakyat adalah
kunci utama dalam membangun bangsa. (*)

*) Tulisan ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi penulis
bekerja.

[1] Arel-Bundock V. The Unintended Consequences of Bilateralism: Treaty Shopping and


International Tax Policy. International Organization. 2017;71(2):349-371.
doi:10.1017/S0020818317000108. Diakses pada tanggal 20 November 2018.

[2]Leslie, Wayne. How Delaware Thrives as a Corporate Tax


Haven.  https://www.nytimes.com/2012/07/01/business/how-delaware-thrives-as-a-corporate-tax-
haven.html. Diakses pada tanggal 20 November 2018.

[3] Dyreng SD, Lindsey BP, Thornock JR. Delaware and the Passive Investment Company. CPA
Journal. 2016;86(10):44. https://e-resources.perpusnas.go.id:2057/login?
url=https://search.ebscohost.com/login.aspx?direct=true&db=vsh&AN=119217630&site=eds-live.
Diakses pada tanggal 19 November 2018.

Anda mungkin juga menyukai