Anda di halaman 1dari 7

Mengaplikasikan teori interaksi sosial dalam layanan BK

1. Teori perbandingan sosial.

Menurut Sarlito (2008), pada umumnya yang dijadikan perbandingan adalah orang yang
dinilai mempunyai kasamaan atribut dengannya, misalnya sama dalam hal usia, jenis
kelamin, sikap, emosi, pendapat, kemampuan atau pengalaman. Melalui perbandingan
tersebut, seseorang akan memperoleh persamaan dan keunikan diri. Oleh karena itu, melalui
perbandingan sosial, orang tidak hanya mendapatkan penilaian diri saja tetapi juga dapat
mengembangkan pribadinya.

Konsekuensi dari pembandingan adalah adanya penilaian sesuatu lebih baik atau lebih
buruk dari yang lain. Melalui perbandingan sosial kita juga menyadari posisi kita di mata
orang lain dan masyarakat. Kesadaran akan posisi ini tidak akan melahirkan prasangka bila
kita menilai orang lain relatif memiliki posisi yang sama dengan kita. Prasangka terlahir
ketika orang menilai adanya perbedaan yang mencolok Dalam masyarakat yang perbedaan
kekayaan anggotanya begitu tajam prasangka cenderung sangat kuat. Sebaliknya bila status
sosial ekonomi relatif setara prasangka yang ada kurang kuat.

Para sosiolog menyebutkan bahwa prasangka dan diskriminasi adalah hasil dari
stratifikasi sosial yang didasarkan distribusi kekuasaan, status, dan kekayaan yang tidak
seimbang diantara kelompok-kelompok yang bertentangan Dalam masyarakat yang
terstruktur dalam stratifikasi yang ketat, kelompok dominan dapat menggunakan kekuasaan
mereka untuk memaksakan ideologi yang menjustifikasi praktek diskriminasi untuk
mempertahankan posisi menguntungkan mereka dalam kelompok sosial.

Hal ini membuat kelompok dominan berprasangka terhadap pihak-pihak yang dinilai bisa
menggoyahkan kepercayaan mereka. Sementara itu kelompok yang didominasi pun
berprasangka terhadap kelompok dominan karena kecemasan akan dieksploitasi.

A. Teori Inferensi Korespondensi.

Teori inferensi korespondensi adalah jika tingkah laku individu berhubungan dengan
sikap atau karakteristik seseorang, berarti seorang individu dapat melihat individu lain
berdasarkan sikap dan karakteristik individu yang di lihatnya. Teori ini dikembangkan oleh
Jones & davis pada tahun 1965. Teori ini pada dasarnya mencoba untuk menernagkan
kesimpulan yang ditarik oleh seorang pengamat (perceiver) dari pengamatannya atas perilaku
tertentu dari orang lain. Dengan perkataan lain pengamat mengadakan peramalan (inferences)
terhadap niat (intention) orang lain dari perilaku orang lain tersebut.
Tesis utama dari teori ini adalah sebagai berikut : perkiraan tentang intensi dari suatu
perbuatan tertentu bisa ditarik dengan mempertimbangkan kemungkinan-kemungkinan lain
yang dapat dilakukan oleh si pelaku.

a. Konsep Korespondensi
Istilah korespondensi digunakan oleh Jones & Davis jika suatu perilaku dari intensi yang
mendasari tingkah laku itu diperkirakan sama.Dengan perkataan lain, korespondensi dari
hubunganantara suatu perbuatan dan niat yang mendasari perbuatan itu akan meningkat jika
si pengamat menilai bahwa ciri-ciri perilaku tersebut berbeda atau menyimpang dari ciri-ciri
perilaku orang lain pada umumnya yang berada pada posisi yang sama.
b. Tindakan dan Efek
Tindakan (act) oleh Jones & Davis diberi definisi yang luas, yaitu keseluruhan respons
(reaksi) yang mencerminkan pilihan si pelaku dan yang mempunyai akibat (efek) terhadap
lingkungannya.Efek diartikan oleh Jones &Daivi sebagai perubahan-perubahan yang nyata
yang dihasilkan oleh tindakan. Efek dari suatu tindakan bisa satu bisa bermacam-macam.
Kalau suatu tindakan mempunyai efek ganda, maka inferensi akan jadi lebih sulit.

c. Korespondensi dan Keterlibatan Pribadi


Keterlibatan ini ada 2 macam yaitu : relevansi hedonik dan personalisme. Suatu
tindakan mempunyai relevansi hedonik buat pengamat jika tindakan itu mendorong atau
menghambat tercapainya tujuan-tujuan pengamat sendiri, jika tindakan itu menyenangkan
atau mengecewakan pengamat.Di lain pihak, suatu tindakan adalah personalistik jika
pengmat merasa yakin bahwa dirinya sendirilah yang dijadikan sasaran dari tindakan
termaksud.

B. Teori Atribusi Eksternal

Teori atribusi eksternal Menurut Sarlito (2008) adalah teori yang membahas tentang
prilaku seseorang. Apakah itu di sebabkan karena faktor internal, misalnya sifat, karakter,
sikap, dan sebagainya. Atau karena faktor eksternal, misalnya tekanan situasi atau keadaan
tertentu yang memaksa seseorang melakukan perbuatan tertentu. Sehingga pengamat dapat
mengambil kesimpulan atas prilaku yang sedang di tampilkan orang lain. Ini berarti setiap
individu pada dasarnya adalah seorang ilmuan semu yang berusaha mencari sebab kenapa
seseorang berbuat dengan cara tertentu.

Teori yang dikembangkan oleh Bernard Weiner ini merupakan gabungan dari dua bidang
minat utama dalam teori psikologi yakni motivasi dan penelitian atribusi. Teori yang diawali
dengan motivasi, seperti halnya teori belajar dikembangkan terutama dari pandangan
stimulus-respons yang cukup popular dari pertengahan 1930-an sampai 1950-an.

Sebenarnya istilah atribusi mengacu kepada penyebab suatu kejadian atau hasil menurut
persepsi individu. Dan yang menjadi pusat perhatian atau penekanan pada penelitian di
bidang ini adalah cara-cara bagaimana orang memberikan penjelasan sebab-sebab kejadian
dan implikasi dari penjelasan-penjelasan tersebut. Dengan kata lain, teori itu berfokus pada
bagaimana orang bisa sampai memperoleh jawaban atas pertanyaan “mengapa”?

Menurut Mahmudah (2010) teori atribusi, keberhasilan atau kegagalan seseorang dapat
dianalisis dalam tiga karakteristik, yakni :

a. Penyebab keberhasilan atau kegagalan mungkin internal atau eksternal.


Artinya, kita mungkin berhasil atau gagal karena factor-faktor yang kami
percaya memiliki asal usul mereka di dalam diri kita atau karena factor yang
berasal di lingkungan kita.
b. Penyebab keberhasilan atau kegagalan seseorang dapat berupa stabil atau tidak
stabil. Maksudnya, jika kita percaya penyebab stabil maka hasilnya mungkin
akan sama jika melakukan perilaku yang sama pada kesempatan lain.
c. Penyebab keberhasilan atau kegagalan dapat berupa dikontrol atau tidak
terkendali. Faktor terkendali adalah salah satu yang kami yakin kami dapat
mengubah diri kita sendiri jika kita ingin melakukannya.

Adapun factor tak terkendali adalah salah satu yang kita tidak percaya kita dengan
mudah dapat mengubahnya. Merupakan faktor internal yang dapat dikontrol, yakni kita dapat
mengendalikan usaha dengan mencoba lebih keras. Demikian juga factor eksternal dapat
dikontrol , misalnya seseorang gagal dalam suatu lembaga pelatihan , namun dapat berhasil
jika dapat mengambil pelatihan yang lebih mudah. Atau dapat disebut sebagai factor tidak
terkendali apabila kalkulus dianggap sulit karena bersifat abstrak, akan tetap abstrak, tidak
akan terpengaruh terhadap apa yang kita lakukan. Secara umum, ini berarti bahwa ketika
peserta didik berhasil di tugas akademik, mereka cenderung ingin atribut keberhasilan ini
untuk usaha mereka sendiri, tetapi ketika mereka gagal, mereka ingin atribut kegagalan
mereka untuk factor-faktor dimana mereka tidak memiliki kendali, sepeti mengajarkan hal
buruk atau bernasib buruk.

C. Teori Penilaian Sosial

Teori penilaian sosial adalah suatu teori yang memusatkan bagaimana kita membuat
penilaian tentang opini atau pendapat yang kita dengar dengan melibatkan ego dalam
pendapat tersebut.

Teori-teori ini dikemukakan oleh Sherif dan Hovland pada tahun 1961 mencoba
menggabungkan sudut pandangan psikologi, sosiologi dan antropologi.mereka mengatakan
bahwa dalil yan mendasar dari teorinya ini adalah yang membentuk situasi yang penting buat
dirinya. Jadi ia tidak ditentukan oleh factor intern (sikap, situasi dan motif) maupun ekstern
(obyek, orang-orang dan lingkungan fisik). Interaksi dan faktor intern dan ekstern inilah yang
menjadi kerangka acuan dari setiap perilaku. Pasokan-pasokan inilah yang dianalisis oleh
Sherif dalam teorinya dan dicari sejauh mana pengaruhnya terhadap penilaian sosial
dilakukan oleh individu.

Menurut Sears (1992) Jadi teori penilaian social ini khususnya mempelajari proses
psikologis yang mendasari pernyataan sikap dan perubahan sikap melalui komunikasi.
Anggapan dasarnya adalah bahwa dalam menilai manusia membuat deskripsi dan
kategorisasi khusus. Dalam kategorisasi manusia melakukan perbandingan-perbandingan
diantara berbagai alternatif yang disusun oleh individu untuk menilai stimulus-stimulus yang
dating dari luar.

Oleh karena itu kita harus memahami penilaian social dari segi:

1. Skala Penilaian
Dalam hal ini bagaimana terjadinya penilaian pada diri individu, Sherf
mengemukakan bahwa dalam percobaannya dia memerikkan sejumlah benda dan
setiap benda itu menyatakan mana yang lebih berat dan mana yang lebih ringan.
Disitlah jelas sifat yang akan dinilai dan makin jelas patokan-patokan yang akan
disusun agar penilaiana makin mantap.
9
Misalnya orang diberikan barang/benda yang dapat ditimabang yang beratnya
bervariasi antara 5-100gram. Dan orang percobaan tersebut disuruh menetapkan
50gram.sebagai patokannya, maka menggolongkan benda yang brat dan yang ringan
ini stabil. Sebaliknya kalau sifat yang ditimbang itu meragukan dan tidak ada patokan
jelas, maka penilaian akan labil.
2. Efek asimilsi dan kontras
Dalam kehidupan sehari-hari, kadang orang-orang haruse menggunakan patokan-
patokan diluar batas-batas yang diberikan oleh stimulus yang ada. Efek dari patokan
ini bergantung dari jauh dekatnya patokan dari stimulus. Jadi penilaian yang
mendekati patokan disebut asimilasi. Yaitu patokan yang dimasukkan kedalam
rangkaian stimulus dalam batas rangkaian stimulus diperbesar. Sehingga mencakupi
paotkan. Dan penilaian yang menyalahi patokan disebut kontras.
3. Garis lintang penerimaan, penolakan dan ketidakterlibatan
Perbedaan akan variasi antara individu akan mendorong timbulnyakonsep-konsep
tentang garis-garis lintang. Garis lintang penerimaan adalah rangakaian posisi sikap
yang dapat diberikan , diterima dan ditolerir oleh indivudu. Garis lintang penolakan
adalah rangkaian posisi sikap yang dapat tidak diberikan , tidak dapat diterima dan
tidak bias ditolerir oleh indivudu. Garis lintang ketidak terlibatan adalah posisi-posisi
yang termasuk dalam lintang yang pertama. Jari garis-garis lintang ini akan
menentukan sikap indiviru terhadap pernyataan dalam situasi tertentu.
D. Layanan BK dalam Membantu Mahasiswa dalam Memahami Teori

Menurut Prayitno (2004) adapun layanan BK yang dapat membantu mahasiswa dalam
memahami teori, yaitu sebagai berikut:

1. Layanan informasi
Layanan ini bertujuan agar mahasiswa dapat memperoleh pemahaman mengenai
teori-teori interaksi social dengan diberikannya oleh konselor kepada mahasiswa
mengenai informasi tentang teori-teori interaksi social.
2. Layanan penguasaan konten
Layanan ini diberikan konselor pada mahasiswa agar melatihkan konten-konten
tertentu khususnya berkaitan dengan penerapan teori interaksi sosial. Dengan begitu
mahasiswa akan paham mengenai praktik dari berbagai teori social tersebut.
3. Layanan konseling perorangan
Dalam hal ini, teori interaksi social dapat diterapkan, misalnya teori perbandingan
sosial. Dimana dalam hal ini, klien dapat membandingkan pemahaman tentang dirinya
sendiri serta menurut konselor.
4. Layanan konseling dan bimbingan kelompok
Berdasarkan hal yang diungkapkan sebelumnya, bahwa dalam penerapan teori
interaksi ocial, seseorang indivudu harus berinteraksi dengan orang lain, dalam hal
ini konselor dapat mengadakan layanan BKp atau KKp. Diharapkan nantinya secara
tidak langsung penerapan teori interaksi social terwujud.
DAFTAR PUSTAKA

Mahmudah. 2010. Psikologi sosial. Malang: UIN Press.

Prayitno dan Erman Amti . 2004 . Dasar-Dasar Bimbingan dan Konseling . Jakarta :
Rineka Cipta

Sarlito W.Sarwono. 2008. Teori-Teori Psikologi Sosial. Rajawali Pers. Jakarta.

Sears, David O. dkk. 1992. Psikologi Sosial jld 1 diterjemahkan Michael Adryanto. Jakarta:
Erlangga.
Tugas 4

PSIKOLOGI SOSIAL

“Teori interaksi sosial dalam layanan BK”

Dosen Pembina: Prof. Dr. Firman, M.S., kons.

Oleh,

Yashirly Azizah ( 19006136 )

BIMBINGAN DAN KONSELING

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS NEGERI PADANG

2020

Anda mungkin juga menyukai