Anda di halaman 1dari 13

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Tentang Sayur Kangkung

Secara umum, kangkung merupakan tumbuhan jenis sayuran yang dapat

dikonsumsi yang tumbuh di darat dan di air. Sayur kangkung memiliki ciri

khas yaitu batang yang berongga dan bentuk daun yang memanjang.

Sedangkan, menurut KBBI kangkung adalah tumbuhan jenis sayuran yang

menjalar, batangnya berair, bertangkai panjang dan daun yang meruncing

dibagian ujungnya. Selain itu, para ahli menyatakan bahwa sayur kangkung

merupakan sayuran yang memiliki kandungan gizi yang tinggi dan bermanfaat

bagi kesehatan manusia (Anggriawan, 2018).

2.1.1 Morfologi Sayur Kangkung

Sayur kangkung terdiri dari batang, daun, buah, biji, bunga, akar.

Berikut ini adalah morfologi kangkung menurut bagin – bagiannya.

2.1.1.1 Batang

Bagian batang kangkung cukup unik, yaitu berongga. Batang kangkung

darat memiliki warna putih kehijauan dan ruas yang besar, sedangkan

kangkung air memiliki warna batang lebih hijau dan memiliki ruas yang

tidak terlalu besar (Anggriawan, 2018).

2.1.1.2 Daun

Kangkung darat memiliki daun yang lebih kecil daripada kangkung air.

Selain itu warna daun pada kangkung darat lebih tua dari kangkung air

yang memiliki warna daun lebih pucat (Anggriawan, 2018).


2.1.1.3 Buah

Sayur kangkung memiliki buah berbentuk bulat kecil yang besarnya kurang

lebih 10 mm. Setiap buah terdapat 3 buah biji didalamnya. Buah pada sayur

kangkung bewarna hijau dan akan menghitam jika sudah menua dan buah

ini tidak akan bertahan lama (Unknown, 2018)

2.1.1.4 Biji

Kangkung darat memiliki jumlah dan ukuran biji yang lebih banyak dan

besar dari kangkung air, maka dari itu kangkung darat lebih mudah untuk

dibudidayakan daripada kangkung air. Kangkung darat dibudidayakan

dengan menggunakan biji sedangkan kangkung air dengan cara stek batang

(Anggriawan, 2018).

2.1.1.5 Bunga

Semua jenis kangkung memiliki bunga, pada kangkung darat bunga

bewarna putih hingga merah muda, sedangkn pada kangkung air bewarna

putih kemerah – merahan (Unknown, 2018).

2.1.1.6 Akar

Akar kangkung memiliki jenis akar tunggang yang terdapat akar – akar

kecil disekitarnya. Kangkung darat bisa mencapai 100 cm dibawah tanah.

Kangkung air memiliki panjang akar sekitar 150 cm lebih dibawah air

(Anggriawan, 2018).

2.1.2 Macam – Macam Sayur Kangkung

Menurut habitatnya kangkung dibedakan menjadi dua jenis yaitu,

kangkung darat dan kangkung air. Karena kangkung merupakan jenis


sayuran yang mudah tumbuh disegala kondisi. Cara penanaman kedua jenis

kangkung ini cukup berbeda (Anggriawan, 2018).

Kangkung darat melalui proses pemilihan biji yang berkualitas,

penyemaian, perawatan hingaa persiapan lahan, pemindahan bibit,

penyulaman, perawatan, hingga masa panen. Hingga hasil dari kangkung ini

bisa dikirimkan atau diperjual belikan ke konsumen (Anggriawan, 2018).

Sedangkan pada kangkung air ini berbeda dengan kangkung darat

yang menggunakan biji. Kangkung air untuk mendapatkan bibit perlu

dilakukan cara stek batang, yang bisa didapatkan di took pertanian yang

memiliki bibit yang berukuran 20 – 30 cm. untuk memasuki masa panen

kangkung air tidak memerlukan waktu yang lama cukup dengan waktu

sebelas hari setelah waktu penanam (Anggriawan, 2018).

Pada saat memanen kita tidak bisa mengambil seluruh bagian pada

batang kangkung tersebut, cukup dengan menyisakan 2 sampai 3 cm agar

kangkung air bisa tumbuh lagi tanpa perlu membeli stek batang dari took

pertanian (Anggriawan, 2018).

2.1.3 Klasifikasi Sayur Kangkung

Kingdom : Plantae

Sub Kingdom : Tracheobionta

Infra Kingdom : Streptophyta

Super Divisi : Spermatophyta

Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliapsida

Sub Kelas : Asteridae

Ordo : SolaNales

Famili : Convolvulaceae

Genus : Ipoemea

Spesies : Ipomea reptans poir (Kangkung Darat), Ipomoea aquatica forks

(Kangkung Air)

2.1.4 Kandungan Manfaat dan Gizi

2.1.4.1 Manfaat

- Pencegahan anemia

- Pencegahan terhadap penyakit diabetes

- Sebagai obat yang dapat menyehatkan mata

- Meningkatkan kualitas otak

- Menjaga kesehatan jantung

- Menjaga sistem imun

- Mengurangi kolesterol

2.1.4.2 Komposisi Zat Gizi Per 100 gram Sayur Kangkung

Tabel 1

Zat Gizi Kadar


Kalori 30,00 Cal
Protein 3,90 gr
Lemak 0,60 gr
Karbohidrat 4,40 gr
Serat 1,40 gr
Kalsium 71,00 mg
Fosfor 67,00 mg
Zat Besi 3,20 mg
Natrium 49,00 mg
Kalium 458,00 mg

Vitamin A 4825,00 S.I


Vitamin B1 0,09 mg
Vitamin B2 0,24 mg
Vitamin C 59,00 mg
Niacin 1,30 mg
Air -
Sumber : digilib.umg.ac.id

2.1.5 Kontaminasi Telur

2.2 Tinjauan Ascaris lumbricoides

Ascaris lumbricoides dikenal sebagai cacing gelang yang tersebar luas

di daerah tropis dan sub tropis yang memiliki kelembapan udaranya yang

tinggi. Infeksi cacing di Indonesia berbagai daerah mencapai lebih dari 60%.

Cacing dewasa hidup di usus halus manusia, namun kadang dijumpai di

bagian usus lainnya (Soedarto, 2016).

2.2.1 Klasifikasi

Kingdom : Animalia

Phylum : Nemathelminthes

Kelas : Nematoda

Sub kelas : Phasmida

Ordo : Rhabdidata
Sub Ordo : Ascaridata

Famili : Ascarididae

Genus : Ascaris

Spesies : Ascaris lumbricoides (Irianto, 2013: 233)

2.2.2 Morfologi

Gambar

Sumber : https://webmediums.com/wellness-and-health/what-is-

ascaris-lumbricoides-vxl1690wkxyg

Cacing dewasa nematoda ini bewarna putih kecoklatan, atau putih

pucat dan berukuran besar. Bagian tubuh cacing ditutupi oleh kutikula yang

halus. Ukuran cacing jantan memang lebih kecil dari cacing betina dengan

ukuran cacing jantan 10 – 31 cm sedangkan pada betina memiliki ukuran 22

– 35 cm. Pada cacing dewasa Ascaris lumbricoides ini memiliki tiga buah

bibir yaitu, sebagian terletak pada dorsal dan dua bibir terletak pada

subventral (Soedarto, 2016).


Cacing jantan selain memiliki tubuh yang lebih kecil dari cacing

betina, cacing jantan memiliki ekor yang melengkung kearah ventral dan

juga ujung posterior yang runcing. Pada ujung posterior terdapat papil – papil

yang berukuran kecil, dan pada bagian posterior juga terdapat dua spikulum

dengan panjang 2 mm (Soedarto, 2016).

Sedangkan, bentuk dari cacing betina yaitu selain besar dan panjang

bagian tubuh cacing dewasa juga bulat dan bagian ekor yang lurus, tidak

melengkung seperti cacing jantan (Soedarto, 2016).

2.3 Telur Ascaris lumbricoides

2.3.1 Telur Fertil


Gambar 2

Sumber : http://repository.unimus.ac.id/1028/3/BAB%20II.pdf

Memiliki bentuk yang agak lonjong dan dinding yang tebal bewarna

coklat karena efek dari zat empedu, memiliki 3 lapisan, salah satunya yaitu

albuminoid yang menyebabkan dinding bagian luar bergerigi. Ukuran telur

sekitar 60 – 45 mikron (Ideham dan Pusarawati, 2009).

2.3.2 Telur Infertil

Gambar 3

Sumber : cdc.gov
Bentuknya lebih lonjong dari pada telur fertile, memiliki

lapisan albuminoid yang tipis sehingga bagian luar dinding tidak

bergerigi. Pada bagian dalam dipenuhi oleh granula (Ideham dan

Pusarawati, 2009).

2.3.3 Telur Infektif

Morfologinya seperti telur fertile. Namun bagian dalam telur

terdapat larva rhabditioid yang sudah menjadi matang pada saat berada

di dalam tanah selama kurang lebih 3 minggu (Ideham dan Pusarawati,

2009).

2.4 Siklus Hidup

Gambar

Sumber : https://www.cdc.gov/dpdx/ascariasis/index.html
Cacing betina yang hidup di usus kecil mengeluarkan telur sebanyak

200.000 per hari, yang akan dikeluarkan bersama tinja. Telur yang tidak

dibuahi bisa tertelan langsung oleh manusia namun, tidak infektif. Telur yang

belum infektif akan berubah menjadi infektif di tanah setelah 18 hari sampai

beberapa minggu tergantung kondisi tanah ( kelembapan, hangat, tanah yang

teduh ), setelah menjadi infektif telur tertelan oleh manusia. Kemudian larva

menetas di dalam tubuh manusia hingga menyerang mukosa usus dan dibawa

melalui portal hinga sirkulasi sistemik ke paru – paru. Larva matang yang

telah berada di paru – paru selama 10 – 14 hari kemudian larva menembus ke

dinding alveolar dan naik ke pohon bronkial hingga ke tenggorokan dan

akhirnya turun kelambung dan akhirnya sampai ke usus halus. Kemudian

larva berganti kulit dan tumbuh menjadi cacing dewasa. Cacing dewasa dapat

hidup di dalam usus halus selama 1 sampai 2 tahun (CDC, 2018)

2.5 Penyebaran geografik

Parasit ini termasuk jenis komopolit, lebih banyak ditemukan di daerah

beriklim panas dan lembab. Diberbagai tempat di Indonesia jumlah infeksi

masih sangat tinggi yaitu sekitar 60 – 90% (Sutanto, 2015)

2.6 Hospes dan Nama Penyakit

Hospes dari Ascaris lumbricoides satu – satunya adalah manusia.

Askariasis merupakan jenis penyakit yang disebabkan oleh Ascaris

lumbricoides (Sutanto, 2015).


2.7 Patologi dan Gejala Klinis

Gejala yang disebabkan cacing dewasa di dalam usus dan tersebarnya

di dalam darah akan menyebabkan perubahan pada jaringan dan organ

penderita. Larva yang berada pada paru – paru menyebabkan pneumonia

dengan gejala klinis seperti demam, batuk, sesak, dan dahak yang berdarah,

pada darah tepi ditemukan eosinophil sampai 20%. Gejala yang dialami

seperti ini sering disebut dengan alergi Sindrom Loeffler atau Ascaris

pneumonia (Soedarto, 2016)

Jika terjadi infeksi askariasis yang berat (Hiperinfeksi), sering terjadi

terutama pada anak – anak akan terjadi gangguan penyerapan protein dan

gangguan pencernaan sehingga dapat mengakibatkan gangguan pertumbuhan

dan anemia akibat kurangg gizi. Dalam jumlah besar cacing dewasa terdapat

di dalam lumen usus halus juga dapat mengakibatkan terjadinya sumbatan

atau obstruksi usus dan intususepsi, dan juga dapat menimbulkan perforasi

ulkus yang ada di usus (Soedarto, 2016).

Cacing dewasa bisa melakukan migrasi ke organ diluar usus seperti

lambung, usofagus, mulut, hidung, rima glottis atau bronkus yang

mengakibatkan penyumbatan pernafasan. Selain itu juga dapat mengakibatkan

sumbatan saluran empedu, apendisitis, abses hati, dan pankreatitis akut

(Soedarto, 2016)
2.8 Diagnosa

Menegakkan diagnose dengan cara pemeriksaan pada feses secara

langsung, dengan adanya telur pada feses tersebut. Ada juga diagnosis dapat

ditegakkan dengan keluar dengan sendirinya larva melalui feses, mulut atau

hidung karena muntah (Sutanto, 2015)

2.9 Pencegahan dan Pemberantasan

Untuk mencegah penyakit askariasis dapat melakukan dan

melaksanakan prinsip kesehatan lingkungan dengan baik. Membuat sanitasi

yang baik agar tanah tidak tercemari tinja yang penderita, mencegah telur

cacing mencemari makanan dengan cara memasak makanan dan minuman

sebelum dimakan ataupun diminum dan serta dapat menjaga kebersihan

perseorangan (Soedarto, 2016).

Melakukan pengobatan secara masal dengan menggunakan obat

cacing di daerah endemis, ini dapat memutuskan rantai daur hidup cacing

nematoda usus. Memberikan pembelajaran tentang kebersihan perseorangan

maupun lingkungan dapat menunjang pemberantasan dan pencegahan

penyakit askariasis.

2.10 Pengobatan

Ada obat yang masih efektif untuk mengobatan penyakit askariasis ini

sebagai berikut :

- Albendazol
- Mebendazole

- Ivermectin

- Nitazoxanit

- Pyrantel pamoat

- Levamisole (Soedarto, 2016)

Anda mungkin juga menyukai