Anda di halaman 1dari 25

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian
Hiperplasia prostat jinak (BPH) adalah pembesanan prostat yang jinak
bervariasi berupa hiperplasia kelenjar atauhiperplasia fibromuskular. Namun
orang sering menyebutnya dengan hipertropi prostat namun secarahistologi
yang dominan adalah hyperplasia (Sabiston, David C,2004)
BPH (Hiperplasia prostat benigna) adalah suatu keadaan di mana
kelenjar prostat mengalami pembesaran, memanjang ke atas ke dalam
kandung kemih dan menyumbat aliran urin dengan menutup orifisium uretra.
BPH merupakan kondisi patologis yang paling umum pada pria. (Smeltzer dan
Bare, 2002)

B. Etiologi
Penyebab yang pasti dari terjadinya BPH sampai sekarang belum
diketahui. Namun yang pasti kelenjar prostat sangat tergantung pada hormon
androgen. Faktor lain yang erat kaitannya dengan BPH adalah proses penuaan
Ada beberapa factor kemungkinan penyebab antara lain :
1. Dihydrotestosteron
Peningkatan 5 alfa reduktase dan reseptor androgen menyebabkan epitel
dan stroma dari kelenjar prostat mengalami hiperplasi .
2. Perubahan keseimbangan hormon estrogen – testoteron
Pada proses penuaan pada pria terjadi peningkatan hormon estrogen dan
penurunan testosteron yang mengakibatkan hiperplasi stroma.
3. Interaksi stroma – epitel
Peningkatan epidermal gorwth factor atau fibroblast growth factor dan
penurunan transforming growth factor beta menyebabkan hiperplasi stroma
dan epitel.
4. Berkurangnya sel yang mati
Estrogen yang meningkat menyebabkan peningkatan lama hidup stroma
dan epitel dari kelenjar prostat
5. Teori sel stem
Sel stem yang meningkat mengakibatkan proliferasi sel transit

C. Manifestasi Klinis
1. Gejala iritatif meliputi  :
a. Peningkatan frekuensi berkemih
b. Nokturia (terbangun pada malam hari untuk miksi)
c. Perasaan ingin miksi yang sangat mendesak/tidak dapat ditunda
(urgensi)
d. Nyeri pada saat miksi (disuria)
2. Gejala obstruktif meliputi :
a. Pancaran urin melemah
b. Rasa tidak puas sehabis miksi, kandung kemih tidak kosong dengan
baik
c. Kalau mau miksi harus menunggu lama
d. Volume urin menurun dan harus mengedan saat berkemih
e. Aliran urin tidak lancar/terputus-putus
f. Urin terus menetes setelah berkemih
g. Waktu miksi memanjang yang akhirnya menjadi retensi urin dan
inkontinensia karena penumpukan berlebih.
h. Pada gejala yang sudah lanjut, dapat terjadi Azotemia (akumulasi
produk sampah nitrogen) dan gagal ginjal dengan retensi urin kronis
dan volume residu yang besar.
3. Gejala generalisata seperti seperti keletihan, anoreksia, mual dan muntah,
dan rasa tidak nyaman pada epigastrik.
Berdasarkan keluhan dapat dibagi menjadi :
a. Derajat I : penderita merasakan lemahnya pancaran berkemih, kencing
tak puas, frekuensi kencing bertambah terutama pada malam hari
b. Derajat II : adanya retensi urin maka timbulah infeksi. Penderita akan
mengeluh waktu miksi terasa panas (disuria) dan kencing malam
bertambah hebat.
c. Derajat III : timbulnya retensi total. Bila sudah sampai tahap ini maka
bisa timbul aliran refluk ke atas, timbul infeksi ascenden menjalar ke
ginjal dan dapat menyebabkan pielonfritis, hidronefrosis.

D. PATOFISIOLOGI
Perubahan mikroskopik pada prostat telah terjadi pada pria usia  30-40
tahun. Bila perubahan mikroskopik ini berkembang, akan terjadi perubahan
patologi anatomi yang ada pada pria usia 50 tahunan. Perubahan hormonal
menyebabkan hiperplasia jaringan penyangga stromal dan elemen glandular 
pada prostat.
Teori-teori tentang terjadinya BPH :
1. Teori Dehidrosteron (DHT)
Aksis hipofisis testis dan reduksi testosteron menjadi dehidrosteron
(DHT) dalam sel prostat menjadi faktor terjadinya penetrasi DHT ke
dalam inti sel yang menyebabkan inskripsi pada RNA sehingga
menyebabkan terjadinya sintesa protein.
2. Teori hormone
Pada orang tua bagian tengah kelenjar prostat mengalami hiperplasia
yamg disebabkan oleh sekresi androgen yang berkurang, estrogen
bertambah relatif atau aabsolut. Estrogen berperan pada kemunculan dan
perkembangan  hiperplasi prostat.
3. Faktor interaksi stroma dan epite
Hal ini banyak dipengaruhi oleh Growth factor. Basic fibroblast growth
factor (-FGF) dapat menstimulasi sel stroma dan ditemukan dengan
konsentrasi yang lebih besar pada pasien dengan pembesaran prostat
jinak. Proses reduksi ini difasilitasi oleh enzim 5-a-reduktase. -FGF
dapat dicetuskan oleh mikrotrauma karena miksi, ejakulasi dan infeksi.
4. Teori kebangkitan kembali (reawakening) atau reinduksi dari kemampuan
mesenkim sinus urogenital untuk berploriferasi dan membentuk jaringan
prostat.
Proses pembesaran prostat terjadi secara perlahan-lahan sehingga
perubahan pada saluran kemih juga terjadi secara perlahan-lahan. Pada tahap
awal setelah terjadi pembesaran prostat, resistensi urin pada leher buli-buli
dan daerah prostat meningkat, serta otot detrusor menebal dan merenggang
sehingga timbul sakulasi atau divertikel. Fase penebalan detrusor ini disebut
fase kompensasi. Apabila keadaan berlanjut, maka detrusor menjadi lelah dan
akhirnya mengalami dekompensasi dan tidak mampu lagi untuk berkontraksi
sehingga terjadi retensi urin yang selanjutnya dapat menyebabkan
hidronefrosis dan disfungsi saluran kemih atas. Adapun patofisiologi dari
masing-masing gejala yaitu :

1. Penurunan kekuatan dan aliran yang disebabkan resistensi uretra adalah


gambaran awal dan menetap dari BPH. Retensi akut disebabkan oleh
edema yang terjadi pada prostat yang membesar.
2. Hesitancy (kalau mau miksi harus menunggu lama), terjadi karena
detrusor membutuhkan waktu yang lama untuk dapat melawan resistensi
uretra.
3. Intermittency (kencing terputus-putus), terjadi karena detrusor tidak dapat
mengatasi resistensi uretra sampai akhir miksi. Terminal dribbling dan
rasa belum puas sehabis miksi terjadi karena jumlah residu urin yang
banyak dalam buli-buli.
4. Nocturia miksi pada malam hari) dan frekuensi terjadi karena
pengosongan yang tidak lengkap pada tiap miksi sehingga interval antar
miksi lebih pendek.
5. Frekuensi terutama terjadi pada malam hari (nokturia) karena hambatan
normal dari korteks berkurang dan tonus sfingter dan uretra berkurang
selama tidur.
6. Urgensi (perasaan ingin miksi sangat mendesak) dan disuria (nyeri pada
saat miksi) jarang terjadi. Jika ada disebabkan oleh ketidak stabilan
detrusor sehingga terjadi kontraksi involunter,
7. Inkontinensia bukan gejala yang khas, walaupun dengan berkembangnya
penyakit urin keluar sedikit-sedikit secara berkala karena setelah buli-buli
mencapai complience maksimum, tekanan dalam buli-buli akan cepat
naik melebihi tekanan spingter.
8. Hematuri biasanya disebabkan oleh oleh pecahnya pembuluh darah
submukosa pada prostat yang membesar.
9.  Lobus yang mengalami hipertropi dapat menyumbat kolum vesikal atau
uretra prostatik, sehingga menyebabkan pengosongan urin inkomplit atau
retensi urin. Akibatnya terjadi dilatasi ureter (hidroureter) dan ginjal
(hidronefrosis) secara bertahap, serta gagal ginjal.
10. Infeksi saluran kemih dapat terjadi akibat stasis urin, di mana sebagian
urin tetap berada dalam saluran kemih dan berfungsi sebagai media untuk
organisme infektif.
11. Karena selalu terdapat sisa urin dapat terbentuk batu endapan dalam buli-
buli, Batu ini dapat menambah keluhan iritasi dan menimbulkan
hematuri. Batu tersebut dapat pula menimbulkan sistiitis dan bila terjadi
refluks dapat terjadi pielonefritis.
12. Pada waktu miksi pasien harus mengedan sehingga lama kelamaan dapat
menyebabkan hernia dan hemoroid
E. Pemeriksaan Penunjang
1. Urinalisa
Analisis urin dan mikroskopik urin penting untuk melihat adanya sel
leukosit, sedimen, eritrosit, bakteri dan infeksi. Bila terdapat hematuri
harus diperhitungkan adanya etiologi lain seperti keganasan pada saluran
kemih, batu, infeksi saluran kemih, walaupun BPH sendiri dapat
menyebabkan hematuri.
Elektrolit, kadar ureum dan kreatinin darah merupakan informasi dasar
dari fungsi ginjal dan status metabolik.
Pemeriksaan prostate spesific antigen (PSA) dilakukan sebagai dasar
penentuan perlunya biopsi atau sebagai deteksi dini keganasan. Bila nilai
PSA < 4 ng/ml tidak perlu biopsi. Sedangkan bila nilai PSA 4-10 ng/ml,
dihitung Prostate specific antigen density (PSAD) yaitu PSA serum dibagi
dengan volume prostat. Bila PSAD > 0,15, sebaiknya dilakukan biopsi
prostat, demikian pula bila nilai PSA > 10 ng/ml
2. Pemeriksaan darah lengkap
Karena perdarahan merupakan komplikasi utama pasca operatif maka
semua defek pembekuan harus diatasi. Komplikasi jantung dan pernafasan
biasanya menyertai penderita BPH karena usianya yang sudah tinggi maka
fungsi jantung dan pernafasan harus dikaji.
Pemeriksaan darah mencakup Hb, leukosit, eritrosit, hitung jenis
leukosit, CT, BT, golongan darah, Hmt, trombosit, BUN, kreatinin serum.
3. Pemeriksaan radiologis
Biasanya dilakukan foto polos abdomen, pielografi intravena, USG,
dan sitoskopi. Tujuan pencitraan untuk memperkirakan volume BPH,
derajat disfungsi buli, dan volume residu urin. Dari foto polos dapat
dilihat adanya batu pada traktus urinarius, pembesaran ginjal atau buli-
buli. Dapat juga dilihat lesi osteoblastik sebagai tanda metastase dari
keganasan prostat serta osteoporosis akibat kegagalan ginjal. Dari
Pielografi intravena dapat dilihat supresi komplit dari fungsi renal,
hidronefrosis dan hidroureter, gambaran ureter berbelok-belok di vesika
urinaria, residu urin. Dari USG dapat diperkirakan besarnya prostat,
memeriksa massa ginjal, mendeteksi residu urin dan batu ginjal.
BNO /IVP untuk menilai apakah ada pembesaran dari ginjal apakah
terlihat bayangan radioopak daerah traktus urinarius. IVP untuk
melihat /mengetahui fungsi ginjal apakah ada hidronefrosis. Dengan IVP
buli-buli dapat dilihat sebelum, sementara dan sesudah isinya
dikencingkan. Sebelum kencing adalah untuk melihat adanya tumor,
divertikel. Selagi kencing (viding cystografi) adalah untuk melihat adanya
refluks urin. Sesudah kencing adalah untuk menilai residual urin.
F. Komplikasi
Komplikasi yang sering terjadi pada pasien BPH antara lain: sering
dengan semakin beratnya BPH, dapatterjadi obstruksi saluran kemih, karena
urin tidak mampu melewati prostat. Hal ini dapat menyebabkan infeksisaluran
kemih dan apabila tidak diobati, dapat mengakibatkan gagal ginjal. (Corwin,
2000).
Kerusakan traktus urinarius bagian atas akibat dari obstruksi kronik
mengakibatkan penderita harusmengejan pada miksi yang menyebabkan
peningkatan tekanan intraabdomen yang akan menimbulkan herniadan
hemoroid. Stasis urin dalam vesiko urinaria akan membentuk batu endapan
yang menambah keluhan iritasidan hematuria. Selain itu, stasis urin dalam
vesika urinaria menjadikan media pertumbuhan mikroorganisme,yang dapat
menyebabkan sistitis dan bila terjadi refluks menyebabkan pyelonefritis
(Sjamsuhidajat, 2005).
BPH (BENIGNA PROSTAT HIPERPLASIA)

G. Penatalaksanaan medis
Rencana pengobatan tergantung pada penyebab, keparahan obstruksi,
dan kondisi pasien. Jika pasien masuk RS dengan kondisi darurat  karena ia
tidak dapat berkemih maka kateterisasi segera dilakukan. Pada kasus yang
berat mungkin digunakan kateter logam dengan tonjolan kurva prostatik.
Kadang suatu insisi dibuat ke dalam kandung kemih (sitostomi supra pubik)
untuk drainase yang adekuat.
Jenis pengobatan pada BPH  antara lain:
1. Observasi (watchfull waiting)
Biasa dilakukan pada pasien dengan keluhan ringan. Nasehat
yang diberikan adalah mengurangi minum setelah makan malam untuk
mengurangi nokturia, menghindari obat-obat dekongestan,
mengurangi minum kopi dan tidak diperbolehkan minum alcohol agar
tidak terlalu sering miksi. Setiap 3 bulan dilakukan control keluhan,
sisa kencing, dan pemerikasan colok dubur.
2. Terapi medikamentosa
a. Penghambat adrenergik a (prazosin, tetrazosin) : menghambat
reseptor pada otot polos di leher vesika, prostat sehingga
terjadi relaksasi. Hal ini akan menurunkan tekanan pada uretra
pars prostatika sehingga gangguan aliran air seni dan gejala-
gejala berkurang.
b. Penghambat enzim 5-a-reduktase, menghambat pembentukan
DHT sehingga prostat yang membesar akan mengecil.
3. Terapi bedah
Tergantung pada beratnya gejala dan komplikasi. Indikasi absolut
untuk terapi bedah yaitu :
a. Retensi urin berulang
b. Hematuri
c. Tanda penurunan fungsi ginjal
d. Infeksi saluran kemih berulang
e. Tanda obstruksi berat seperti hidrokel
f. Ada batu saluran kemih
H. Pengelolaan pasien
1. Pre operasi
a. Pemerikasaan darah lengkap (Hb minimal 10g/dl, Golongan
Darah, CT, BT, AL)
b. Pemerikasaan EKG, GDS mengingat penderita BPh
kebanyakan lansia
c. Pemeriksaan Radiologi: BNO, IVP, Rongen thorax
d. Persiapan sebelum pemeriksaan BNO puasa minimal 8 jam.
Sebelum pemeriksaanpasien diberikan diet bubur kecap 2 hari,
lavemen puasa minimal 8 jam, dan mengurangi berbicara untuk
meminimalkan masuknya udara.
2. Post operas
a. Irigasi /Spoling dengan Nacl
b. Post operasi hari 0 : 80 tetes/menit
c. Hari 1 post operasi : 60 tetes/menit
d. Hari 2 post operasi : 40 tetes/menit
e. Hari 3 post operasi : 20 tetes/menit
f. Hari 4 post operasi diklem
g. Hari 5 post operasi dilakukan aff irigasi bila tidak ada maslah
(urin dalam kateter bening)
h. Hari 6 post operasi dilakukan aff drain bila tidak ada masalah
(cairan serohemoragis<50cc)
i. Infus diberikan untuk maintenance dan memberikan obat
injeksi selama 2 hari, bila pasien sudah mampu makan dan
minum dengan baik obat injeksi bias diganti dengan obat oral.
j. Tirah baring selama 24 jam pertama. Mobilitas setelah 24 jam
post operasi
k. Dilakukan perawatan luka dan perawatan DC hari ke-3 post
operasi dengan betadin
l. Anjurkan banyak minum (2-31/hari)
m. DC bias dilepas hari ke-9 post operasi
n. Hecting aff pada hari ke-10 post operasi
o. Cek Hb post operasi bila kurang dari 10 berikan tranfusi
p. Jika terjadi spasme kandung kemih pasien dapat merasakan
dorongan untuk berkemih, merasakan tekanan atau sesak pada
kandung kemih dan perdarahan dari uretral sekitar kateter.
Medikasi yang dapat melemaskan otot polos dapat membantu
menghilangkan spasme. Kompres hangat pada pubi dapat
membuat menghilangkan spasme.
q. Jika pasien dapat bergerak bebas pasien didorong untuk
berjalan-jalan tapi tidak duduk terlalu lama karena dapat
meningkatkan tekanan abdomen, perdarahan
r. Latihan perineal dilakukan untuk membantu mencapai kembali
kontrol berkemih. Latihan perineal harus dilanjutkan sampai
passien mencapai kontrol berkemih.
s. Drainase diawali sebagai urin berwarna merah muda
kemerahan kemudian jernih hingga sedikit merah muda dalam
24 jam setelah pembedahan.
t. Perdarahan merah terang dengan kekentalan yang meningkat
dan sejumlah bekuan biasanya menandakan perdarahan arteri.
Darah vena tampak lebih gelap dan kurang kental. Perdarahan
vena diatasi dengan memasang traksi pada kateter sehingga
balon yang menahan kateter pada tempatnya memberikan
tekannan pada fossa prostatik.
I. Pengkajian
1. Pre Operasi
a. Data Subjektif
1) Klien mengatakan nyeri saat berkemih
2) Sulit kencing
3) Frekuensi berkemih meningkat
4) Sering terbangun pada malam hari untuk miksi
5) Keinginan untuk berkemih tidak dapat ditunda
6) Nyeri atau terasa panas pada saat berkemih
7) Pancaran urin melemah
8) Merasa tidak puas sehabis miksi, kandung kemih tidak kosong
dengan baik
9) Kalau mau miksi harus menunggu lama
10) Jumlah urin menurun dan harus mengedan saat berkemih
11) Aliran urin tidak lancar/terputus-putus
12) Urin terus menetes setelah berkemih
13) Merasa letih, tidak nafsu makan, mual dan muntah
14) Klien merasa cemas dengan pengobatan yang akan dilakukan
b. Data Objektif
1) Ekspresi wajah tampak menahan nyeri
2) Terpasang kateter
2. Post Operasi
a. Data Subjektif
1) Klien mengatakan nyeri pada luka post operasi
2) Klien mengatakan tidak tahu tentang diet dan pengobatan setelah
operasi
b. Data Obyektif
1) Ekspresi tampak menahan nyeri
2) Ada luka post operasi tertutup balutan
3) Tampak lemah
4) Terpasang selang irigasi, kateter, infus
3. Riwayat kesehatan : riwayat penyakit dahulu, riwayat penyakit sekarang,
riwayat penyakit keluarga, pengaruh BPH terhadap gaya hidup, apakah
masalah urinaria yang dialami pasien.
4. Pengkajian fisik
a. Gangguan dalam berkemih seperti
1) Sering berkemih
2) Terbangun pada malam hari untuk berkemih
3) Perasaan ingin miksi yang sangat mendesak
4) Nyeri pada saat miksi, pancaran urin melemah
5) Rasa tidak puas sehabis miksi
6) Jumlah air kencing menurun dan harus mengedan saat berkemih
7) Aliran urin tidak lancar/terputus-putus, urin terus menetes
setelah berkemih.
8) Nyeri saat berkemih
9) Ada darah dalam urin
10) Kandung kemih terasa penuh
11) Nyeri di pinggang, punggung, rasa tidak nyaman di perut.
12) Urin tertahan di kandung kencing, terjadi distensi kandung
kemih
a. Gejala umum seperti keletihan, tidak nafsu makan, mual muntah, dan
rasa tidak nyaman pada epigastrik
b. Kaji status emosi : cemas, takut
c. Kaji urin : jumlah, warna, kejernihan, bau
d. Kaji tanda- tanda vital
5. Kaji pemeriksaan diagnostik
a. Pemeriksaan radiografi
b. Urinalisa
c. Lab seperti kimia darah, darah lengkap, urin
6. Kaji tingkat pemahaman dan pengetahuan klien dan keluarga tentang
keadaan dan proses penyakit, pengobatan dan cara perawatan di rumah.
J. Diagnosa Keperawatan Yang Mungkin Muncul
Kolaborasi Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada pasien BPH
yaitu:
1. Gangguan eleminasi urin berhubungan dengan obstruks anatomik (BPH)
ditandai dengan BAK frekuensi sering namun sedikit-sedikit, nokturia,
dysuria, retensi urine, urgensy (dorongan berkemih), anyang-anyangan,
dan dribling.
2. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis (BPH) ditandai
dengan melaporkan nyeri secara verbal, peningkatan denyut nadi,
peningkatan frekuensi pernapasan, peningkatan tekanan darah, meringis,
melokalisasi nyeri.
3. Risiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif (pemasangan kateter).
4. Kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan prosedur pembedahan
ditandai dengan adanya luka insisi pembedahan. e) Defisiensi pengetahuan
berhubungan dengan kurang pajanan informasi ditandai dengan
pengungkapan masalah.
K. Intervensi Keperawatan
Diagnosa
No Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional Evaluasi
Keperawatan
1 Gangguan Setelah diberikan asuhan NIC Label: Urinary Urinary Elimination S: pasien mengatakan
eleminasi urin keperawatan selama…. x 24 Elimination Management Management sudah bisa berkemih
berhubungan jam, diharapkan pasien 1. Monitor eleminasi urin 1. Memonitor adanya dengan lancar, tidak
dengan obstruks dapat berkemih dengan termasuk frequensi, perubahan pola eliminasi mengalami nokturia,
anatomik (BPH) kriteria hasil: konsistensi, bau, volume, 2. Prevensi terjadinya retensi tidak nyeri saat
ditandai dengan NOC Label : Urinary dan warna jika urin yang berat berkemih, perasaan
BAK frekuensi Elimination diperlukan 3. Mengurangi kejadian puas saat berkemih
sering namun a. Pola eleminasi klien 2. Monitor tanda dan gejala ketidaknyamanan (pengosingan VU
sedikit-sedikit, teratur dari retensi urinary 4. Mengevaluasi sempurna)
nokturia, b. Jumlah urin dalam 3. Identifikasi factor keseimbangan input dan
dysuria, retensi rentang normal (0.5 – 1 kontribusi yang output cairan O: pola eliminasi pasien
urine, urgensy cc/kgBB/jam) menyebabkan 5. Untuk mengetahui pola teratur, jumlah output
(dorongan c. Tidak nyeri saat gangguaneliminasi urine berkemih klien urine dalam rentang
berkemih), berkemih 4. Instruksikan klien dan normal, tidak ada tanda-
anyang- d. Tidak mengalami keluarga mencatat tanda distensi abdomen,
anyangan, dan nokturia urinary output jika Urinary Retention Care karakteristik urine
dribling e. Tidak mengalami retensi diperlukan 1. Memberikan perawatan normal
urine 5. Catat waktu berkemih yang lebih spesifik untuk
f. Warna urine jernih Urinary Retention Care mengatasi inkontinensia A: tujuan tercapai
kekuningan 1. Rangsang refleks klien
g. Pengosongan kandung kandung kemih dengan 2. Membantu mengosongkan P: pertahankan kondisi
kemih yang sempurna mengaplikasikan kompres kandung kemih dengan pasien
h. Tidak ada darah ketika dingin di perut, mengelus teknik nonfarmakologis
berkemih paha bagian dalam atau 3. Membantu klien untuk
i. Pasien tidak merasa dengan air mengalir mengosongkan kandung
panas ketika berkemih 2. Minta klien dan keluarga kemih
memperhatikan input dan 4. Memandirikan klien dan
output cairan klien keluarga
3. Memonitor input dan 5. Memastikan apakah output
output cairan klien sesuai dengan input cairan
Urinary Catheterization klien
1. Jelaskan prosedur
pemasangan kateter Urinary Catheterization
2. Gunakan teknik sterile 1. Meningkatkan pengetahuan
ketika melakukan klien dan keluarga serta
pemasangan kateter menurunkan kecemasan
3. Gunakan selang kateter klien terhadap prosedur
dengan ukuran yg paling yang akan dilakukan
kecil, tidak memaksakan 2. Mencegah terjadinya
ukuran yang besar infeksi
4. Tunjukkan dan ajarkan 3. Menurunkan rasa nyeri
pasien untuk melakukan pada saat prosedur
perawatan kateter atau dilakukan, mencegah
pengosongan urin bag. terjadinya ruptur pembuluh
Medication Management darah pada saluran kemih.
1. Berikan obat apa yang 4. Mencegah terjadinya
dibutujkan dan infeksi akibat pemasangan
diadministrasikan kateter
menurut resep dan
prosedur Medication Management
2. Monitor efek therapeutik 1. Penanganan farmakologis
dari obat untuk penyebab gangguan
3. Monitor tanda dan gejala 2. Memantau keefektifan
adanya efek toksik pemberian medikasi
4. Monitor efek samping 3. Menghindari adanya
dari obat respon yang merugikan
5. Pantau ketaatan pasien 4. Menghindari efek yang
terhadap regiment tidak diinginkan
medication 5. Monitoring perbaikan
6. Kaji pengetahuan klien prilaku untuk mempercepat
tentang obat penyembuhan
7. Ajarkan klien dan 6. Meningkatkan
keluarga prosedur terapi pengetahuan klien tentang
obat medikasi yang diberikan
8. Ajarkan klien tanda dan 7. Meningkatkan pemahaman
gelaja dari efek terapi, klien dan keluarga
efek samping dan efek mengenai cara penggunaan
toksik dari regimen terapi obat
8. Agar klien paham tentang
Bladder Irrigation efek samping dan
penanganannya
1. Pastikan apakah irigasi
akan terus berkelanjutan
Bladder Irrigation
atau intermiten (sesuai
kebutuhan) 1. Agar tindakan yang
2. Lakukan irigasi dengan dilakukan benar dan tidak
teknik steril membahayakan kondisi
3. Bersihkan tempat untuk pasien
memasukan dan cairan 2. Untuk mencegah terjadinya
mengeluarkan cairan infeksi
dengan alkohol 3. Tujuan membersihkannya
4. Monitor dan pertahankan adalah agar tidak ada
kecepatan aliran yang kontaminasi bakteri yang
sesuai dapat menyebabkan infeksi
5. Catat cairan yang apabila masuk ke tubuh
digunakan, karakteristik pasien
output dan jumlahnya. 4. Agar cairan yang masuk
tidak kurang dan tidak lebih
serta sesuai dengan kondisi
bladder pasien.
5. Jumlah cairan yang masuk
harus seimbang dengan
yang keluar sehingga tidak
ada cairan yang tertahan di
dalam tubuh pasien.
Karakteristik output
mencerminkan keadaan
bladder pasien
2 Nyeri akut Setelah dilakukan asuhan NIC Label : Pain Pain Management S: pasien mengatakan
berhubungan keperawatan selama ...x 24 Management nyeri yang dialami
1 Nyeri merupakan
dengan agen jam diharapkan nyeri klien sudah berkurang sampai
1 Kaji nyeri secara pengalaman subjektif dan
cedera biologis dapat teratasi dengan koprehensif (lokasi, harus dijelaskan oleh pasien. hilang
(BPH) ditandai kriteria hasil karakteristik, durasi, Identifikasi karakteristik
dengan frekuensi, kualitas dan nyeri dan factor yang O: tidak ada respon
NOC Label : Pain Level
melaporkan factor presipitasi) berhubungan dengan nyeri nonverbal yang
nyeri secara 1. Pasien melaporkan skala 2 Eliminasi factor yang merupakan hal yang penting menunjukkan adanya
verbal, nyeri berkurang memicu terjadinya nyeri untuk dikaji, untuk memilih nyeri pada pasien
peningkatan 2. Pasien tidak tampak 3 Kalaborasi pemberian intervensi yang tepat dan
denyut nadi, melokalisasi nyeri dan terapi analgetik secara mengevaluasi keefektifan A: tujuan tercapai
peningkatan tidak tampak meringis tepat dari terapi yang diberikan
frekuensi 3. Respiration rate pasien 4 Anjurkan teknik 2 Faktor pencetus nyeri dapat P: pertahankan kondisi
pernapasan, normal (16-20x /menit) nonfarmakologi seperti meningkatkan nyeri pasien pasien
peningkatan 4. Tekanan darah normal relaksasi, distraksi, napas 3 Agen- agen analgetik secara
tekanan darah, (120/80 mmHg) dalam sebelum nyeri sistemik dapat menghasilkan

meringis, 5. Nadi normal (60- terjadi atau meningkat relaksasi umum

melokalisasi 100x/menit) 5 Gunakan strategi 4 Tindakan distraksi dan relaksasi


memungkinkan klien untuk
nyeri komunikasi terapeutik
mengontrol rasa nyeri rasa
NOC Label : Pain contol untuk memberikan terapi
nyeri yang muncul secara
Nonfarmakologi
1 Menggunakan analgetik mandiri
NIC Label : Vital Sign
seperti yang tidak 5 Komunikasi terapeutik

direkomendasikan 1. Pantau tanda-tanda vital diperlukan dalam menjalin


BHSP dan memudahkan
2 Pasien dapat melaporkan pasien (tekanan darah,
perawat dalam memberikan
ketika tidak dapat nadi, suhu dan respirasi)
intervensi
mengontrol nyeri
Vital Sign

1. Tanda-tanda vital mampu


menentukan perubahan-
perubahan yang terjadi dalam
tubuh pasien.
3 Risiko infeksi Setelah dilakukan tindakan NIC Label : Infection NIC Label : Infection Control S: pasien mengatakan
berhubungan keperawatan selama .....x24 Control 1. Mencegah terjadinya tidak mengalami tanda-
dengan prosedur jam status kekebalan pasien 1. Bersihkan lingkungan infeksi nosocomial yang tanda infeksi seperti
invasive meningkat dengan kriteria setelah dipakai pasien dapat memperburuk kondisi kemerahan, serta
(pemasangan hasil: lain pasien baru bengkak
kateter) NOC Label: 2. Batasi pengunjung bila 2. Mengurangi resiko infeksi
Risk Control : Infectious perlu yang mungkin ditularkan O: tidak ada
Process 3. Instruksikan pengunjung oleh pengunjung peningkatan WBC
a. Dapat mengidentifikasi untuk mencuci tangan 3. Mengurangi kuman yang
factor risiko infeksi saat berkunjung dan ditularkan melalui tangan A: tujuan tercapai
b. Mampu melaksanakan setelah berkunjung pengunjung
peningkatan waktu 4. Gunakan sabun anti 4. Membantu membunuh P: pertahankan kondisi
istirahat mikroba untuk cuci kuman yang ditularkan pasien
c. Mampu tangan melalui tangan
mempertahankan 5. Cuci tangan sebelum dan 5. Mencegah terjadinya
kebersihan lingkungan sesudah tindakan infeksi selama melakukan
d. Mengetahui risiko keperawatan intervensi keperawatan
infeksi personal 6. Gunakan universal 6. Mengurangi resiko
e. Mengetahui kebiasaan precaution dan gunakan terjadinya infeksi akibat
yang berhubungan sarung tangan selama kontak dengan kulit yang
dengan risiko infeksi kontak dengan kulit yang tidak utuh
tidak utuh 7. Nutrisi dan cairan dapat
7. Tingkatkan intake nutrisi meningkatkan imunitas
dan cairan pasien
8. Berikan terapi antibiotik 8. Mengurangi infeksi yang
bila perlu dialami pasien
9. Observasi dan laporkan 9. Agar dapat melakukan
tanda dan gejal infeksi penanganan infeksi dengan
seperti kemerahan, segera
panas, nyeri, tumor 10. Perubahan temperature
10. Kaji temperatur tiap 4 merupakan salah satu
jam indicator terjadinya infeksi
11. Catat dan laporkan hasil 11. Peningkatan WBC
laboratorium, WBC menunjukkan terjadinya
12. Istirahat yang adekuat infeksi pada pasien
13. Kaji warna kulit, turgor 12. Istirahat yang cukup dapat
dan tekstur, cuci kulit membantu meningkatkan
dengan hati-hati imunitas pasien
14. Ajarkan klien dan 13. Memantau adanya tanda-
anggota keluarga tanda infeksi
bagaimana mencegah 14. Karena mencegahan infeksi
infeksi harus dilakukan oleh semua
pihak
4 Kerusakan Setelah dilakukan asuhan NIC Label: Wound Care Wound Care S: klien mengatakan
integritas keperawatan selama ....x 24 1. Monitor karakteristik 1. Untuk mengetahui jenis lebih merasa nyaman
jaringan jam diharapkan terjadi luka termasuk drainase, luka dan keadaan luka
berhubungan perluasan regenerasi sel warna, ukuran, dan bau. pasien. O: tidak ada drainase
dengan prosedur dengan kriteria hasil : 2. Bersihkan luka dengan 2. Cairan normal saline purulen, tidak terjadi
pembedahan NOC Label: Wound normal saline merupakan cairan fisiologis peningkatan temperatur
ditandai dengan Healing: Primary menggunakan teknik (mirip cairan tubuh) kulit, jaringan granulasi
adanya luka Intention steril sehingga aman untuk mulai terbentuk, tidak
insisi a. Pembentukan jaringan 3. Rawat kulit di sekitar digunakan, teknik steril ada bau pada luka.
pembedahan granulasi (luka mulai luka digunakan untuk mencegah
menutup) 4. Gunakan obat salep kulit terjadinya infeksi. A: tujuan tercapai
b. Tidak ditemukan eksudat sesuai kebutuahan 3. Mencegah terjadinya iritasi P: pertahankan kondisi
purulen dan serousa apabila diindikasikan. pada kulit dan membantu pasien.
c. Tidak ada pembekakan, 5. Terapkan balutan yang mempercepat proses
eritema, dan bau pada disesuaikan dengan tipe penyembuhan luka.
luka luka 4. Untuk membantu proses
6. Ajarkan pasien dan penyembuhan luka dan
keluarga tentang menjaga kelembaban kulit
NOC Label: Tissue
prosedur perawatan luka 5. Menjaga luka tetap tertutup
Integrity
7. Monitor keadaan luka serta tidak terpapar
1. Perfusi jaringan normal mikroorganisme.
2. ketebalan dan tekstur 6. Agar pasien dan keluarga
NIC Label: Infection
jaringan normal dapat melakukan secara
Protection
mandiri terutama saat
1. Monit dirawat di rumah.
or adanya tanda dan 7. Mengetahui perkembangan
gejala sistemik atau local luka
dari infeksi
2. Anjur
Infection Protection
kan pemberian antibiotic
sesuai resep dokter bila 1. Mengetahui terjadinya
diperlukan infeksi
3. Ajarka 2. Pemberian antibiotic
n pasien dan keluarga adalah untuk membantu
tentang tanda dan gejala melawan mikroorganisme
infeksi pathogen penyebab infeksi
4. Ajarka 3. Agar dapat segera
n pasien untuk mencegah melaporkan ke pelayanan
terjadinya infeksi kesehatan serta mencegah
terjadinya komplikasi
4. Agar tidak terjadi infeksi.

6 Defisiensi Setelah dilakukan tindakan NIC Label : Teaching : Teaching : Disease Process S: pasien mengatakan
pengetahuan keperawatan selama .....x24 Disease Proces 1. Tingkat pengetahuan pasien sudah mengetahui
berhubungan jam pasien mengetahui 1. Berikan penilaian tentang akan mempengaruhi tentang penyakit yang
dengan kurang tentang proses penyakit tingkat pengetahuan perilaku sehat pasien dideritanya
pajanan ditandai dengan kriteria hasil: pasien tentang proses 2. Meningkatkan pengetahuan
dengan NOC Label: Knowledge : penyakit yang spesifik pasien mengenai penyakit O: pasien terlihat
pengungkapan Disease Process 2. Jelaskan patofisiologi yang dialaminya mampu menjalani
masalah a. Pasien dan keluarga dari penyakit dan 3. Mengajarkan pasien untuk perawatan dengan
familiar dengan nama bagaiman hal ini mengenal tanda dan gejala disiplin
penyakit berhubungan dengan yang mungkin terjadi
b. Pasien dan keluarga anatomi dan fisiologi 4. Meningkatkan pengetahuan A: tujuan tercapai
mampu 3. Gambarkan tanda dan pasien mengenai penyakit
mendeskripsikan proses gejala yang biasa muncul yang dialaminya P: pertahankan kondisi
penyakit, faktor pada penyakit 5. Mengetahui penyebab pasien
penyebab, faktor risiko, 4. Gambarkan proses penyakit sehingga
efek penyakit, tanda dan penyakit pengobatan yang diberikan
gejala, perjalanan 5. Identifikasi kemungkinan dapat tepat sasaran
penyakit. penyebab dengan cara 6. Agar pasien mengetahui
c. Pasien dan keluarga yang tepat kondisi penyakit yang
mampu 6. Sediakan informasi sedang dialaminya
mendeskripsikan tentang kondisi pasien 7. Agar keluarga mengetahui
tindakan untuk 7. Sediakan keluarga kemajuan pengobatan yang
menurunkan informasi tentang dijalani pasien
progresifitas penyakit. kemajuan pasien 8. Perubahan gaya hidup dapat
8. Diskusikan perubahan membantu mempercepat
gaya hidup yang mungkin proses penyembuhan
diperlukan untuk 9. Pilihan terapi yang tepat
mencegah komplikasi di akan mempercepat proses
masa yang akan datang penyembuhan pasien
dan atau proses 10. Meningkatkan pengetahuan
pengontrolan penyakit pasien dan keluarga
9. Diskusikan pilihan terapi mengenai intervensi yang
10. Gambarkan rasional diberikan sehingga mampu
rekomendasi manajemen menjalani intervensi dengan
terapi disiplin

Anda mungkin juga menyukai