OLEH
Alfian M. Hamzah
0723 14 11 003
Oleh
Nama : Alfian M. Hamzah
NIM : 0723 14 11 003
Program Studi : Teknik Sipil
Pembimbing I : Dr. Abdul Gaus, S.T., M.T.
Pembimbing II : Imran, S.T., M.Eng
Oleh
Alfian M. Hamzah
0723 14 11 003
Pembimbing I Pembimbing II
Mengetahui
Pembimbing I Penguji I
Dr. Abdul Gaus, S.T., M.T. Dr. Arbain Tata, S.T., M.T.
NIP : 197805022003121004 NIP : 197712092003121002
Pembimbing II Penguji II
Penguji III
Mengetahui
Koordinator Program Studi Teknik Sipil
Dengan ini menyatakan bahwa hasil penulisan skripsi yang telah saya buat ini
merupakan hasil karya sendiri dan benar keasliannya. Apabila ternyata dikemudian hari
penulisan skripsi ini merupakan hasil plagiat atau penjiplakan terhadap karya orang lain,
maka saya bersedia mempertanggungjawabkan sekaligus bersedia menerima sanksi
berdasarkan aturan tata tertib di Universitas Khairun.
Demikian pernyataan ini saya buat dalam keadaan sadar dan tidak dipaksakan.
Penulis
Alfian M. Hamzah
iv
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT tiada
daya dan upaya kecuali dengan izinNya hingga penulis diperkenankan menyelesaikan
Skripsi dengan judul “Perilaku Lentur Pada Kondisi Batas Balok yang Menggunakan Pasir
Apung dengan Tambahan Serat Polypropylene”. Skripsi ini diajukan untuk melengkapi
persyaratan akademik guna memperoleh gelar Sarjana Teknik Sipil Strata Satu (S1) pada
Program Studi Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Khairun Ternate.
Penulis menyadari bahwa terselesaikannya penulisan ini tidak terlepas dari
bantuan dan dorongan berbagai pihak, sehingga penulis patut menyampaikan rasa terima
kasih dan penghargaan kepada :
1. Kedua orang tua Muhammad Hamzah dan Alm. Jaina Arif
2. Kedua saudara Afriadi M. Hamzah dan Alfat M. Hamzah
3. Bapak Prof. Dr. Husen Alting, M.H. selaku Rektor Universitas Khairun
4. Ibu Lita Asyriati Latif, S.T., M.TM. selaku Dekan Fakultas Teknik Universitas Khairun
5. Bapak Muhammad Darwis, S.T., M.T. selaku Koordinator Program Studi Teknik Sipil
Fakultas Teknik Universitas Khairun
6. Bapak Dr. Abdul Gaus, S.T., M.T. selaku dosen pembimbing I
7. Bapak Imran, S.T., M.Eng. selaku dosen pembimbing II
8. Bapak Dr. Arbain Tata, S.T., M.T. selaku dosen penguji l
9. Bapak Muhammad Darwis, S.T., M.T. selaku dosen penguji ll
10. Ibu Nani Nagu, S.T., M.T. selaku dosen penguji lll
11. Saudara-saudara Mahasiswa Teknik Angkatan 2014
12. Saudara-saudara MAPALA E. S. A
13. Saudara-saudara Mahasiswa Teknik Sipil Angkatan 2017
Akhir kata semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak pada
umumnya dan mahasiswa pada khususnya.
Penulis
v
ABSTRAK
ALFIAN M. HAMZAH
Kata kunci: Beton serat, Serat polypropylene, Pasir apung, Kuat tekan beton karakteristik, Kuat
tarik belah beton, Kuat lentur, kondisi batas balok, Beban-lendutan, Momen-
kurvatur.
vi
DAFTAR ISI
halaman
HALAMAN JUDUL
LEMBAR PENGESAHAN
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN iv
KATA PENGANTAR v
ABSTRAK vi
DAFTAR ISI vii
DAFTAR TABEL xi
DAFTAR GAMBAR xiii
DAFTAR ARTI SIMBOL DAN SINGKATAN xvi
BAB I PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Rumusan Masalah 2
1.3 Tujuan Penelitian 2
1.4 Batasan Masalah 2
1.5 Sistematika Penulisan 3
vii
2.6.2 Beton ringan 10
2.6.3 Beton bertulang 11
2.6.3.1 Pengertian beton bertulang 11
2.6.3.2 Balok beton tanpa tulangan 11
2.6.3.3 Balok beton dengan tulangan 12
2.6.4 Beton serat 12
2.6.4.1 Pengertian serat 13
2.6.4.2 Serat polimer sintetis 13
2.6.4.3 Serat polypropylene 13
2.7 Penentuan Proporsi Bahan (Mix Desaign) 14
2.8 Pengerjaan Beton 15
2.9 Curing (Perawatan) Beton 15
2.10 Pengujian Kuat Tekan Beton 15
2.11 Pengujian Kuat Tarik Belah 16
2.12 Pengujian Kuat Kuat Lentur 16
2.13 Nilai Karakteristik 17
2.14 Elastisitas Linier dan Non Linier 17
2.15 Perletakan 20
2.16 Keadaan Batas Runtuh dan Keadaan Batas Pakai 21
2.17 Analisis Lentur Balok Beton Bertulang 22
2.17.1 Teori dasar 22
2.17.2 Dasar perhitungan kuat lentur nominal balok 26
2.17.3 Jenis-jenis keruntuhan lentur 28
2.18 Analisis Geser Balok Beton Bertulang 29
2.19 Kemampuan Layanan 31
2.19.1 Teori dasar 31
2.19.2 Analisis elastik penampang beton 31
2.19.2.1 Modulus elastisitas dan rasio modular 32
2.19.2.2 Penampang yang ditransformasikan 32
2.20 Hubungan Beban dan Lendutan 34
2.21 Kekakuan 35
2.22 Hubungan Momen dan Kurvatur 35
2.22.1 Momen kapasitas 35
2.22.2 Kurvatur 35
2.22.3 Perhitungan momen dan kurvatur 36
2.22.3.1 Karakteristik balok 36
2.22.3.2 kondisi sebelum retak 36
2.22.3.3 Kondisi setelah retak saat pertama leleh 37
2.22.3.4 Kondisi setelah retak saat ultimate 38
2.23 Penelitian Terdahulu 39
viii
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 41
3.1 Metode Penelitian 41
3.2 Tahapan Penelitian 41
3.2.1 Tahapan I : Persiapan bahan 41
3.2.2 Tahapan II : Pengujian bahan 41
3.2.3 Tahapan III : Perencanaan mix design 41
3.2.4 Tahapan IV : Pembuatan benda uji 42
3.2.4.1 Benda uji selinder 42
3.2.4.2 Benda uji balok 43
3.2.5 Tahapan V : Perawatan 44
3.2.6 Tahapan VI : Pengujian Benda Uji 44
3.2.6.1 Pengujian kuat tekan beton 44
3.2.6.2 Pengujian kuat tarik belah beton 44
3.2.6.3 Pengujian kuat lentur beton 45
3.2.7 Tahapan VII : Hasil dan pembahasan 45
3.2.8 Tahapan VIII : Kesimpulan dan Saran 45
3.3 Diagram Alir Penelitian 46
ix
4.3.5.4 Keadaan batas runtuh balok 62
4.3.5.5 Analisa keadaan batas runtuh balok BN 63
4.3.5.6 Ansalisa keadaan batas runtuh balok BPAS 65
4.3.5.7 Pola Retak Balok 65
4.3.5.8 Perhitungan tegangan lentur dan geser elastik 67
4.3.5.9 Hubungan Momen-Kurvatur balok 69
BAB V PENUTUP 71
5.1 Kesimpulan 71
5.2 Saran 71
DAFTAR PUSTAKA 72
LAMPIRAN
x
DAFTAR TABEL
halaman
xi
Tabel 4.21 Rekapitulasi beban yang bekerja pada benda uji balok BN 63
Tabel 4.22 Rekapitulasi output analisa SAP2000 balok BN 64
Tabel 4.23 Rekapitulasi beban yang bekerja pada benda uji balok BPAS 65
Tabel 4.24 Rekapan output analisa SAP2000 balok BPAS 65
Tabel 4.25 Beban yang bekerja pada benda uji balok BN 67
Tabel 4.26 Rekapan output analisa SAP2000 balok BN 67
Tabel 4.27 Rekapan perhitungan tegangan lentur balok BN 67
Tabel 4.28 Rekapan perhitungan tegangan Geser balok BN 67
Tabel 4.29 Beban yang bekerja pada benda uji balok balok BPAS 68
Tabel 4.30 Rekapan output analisa SAP2000 balok BPAS 68
Tabel 4.31 Rekapan perhitungan tegangan lentur balok BPAS 68
Tabel 4.32 Rekapan perhitungan tegangan Geser balok BPAS 68
Tabel 4.33 Hasil perhitungan momen-kurvatur balok BN 69
Tabel 4.34 Hasil perhitungan momen-kurvatur balok BPAS 69
xii
DAFTAR GAMBAR
halaman
xiii
Gambar 2.26 Penampang transformasi (belum retak) 33
Gambar 2.27 Penampang transformasi (retak) 33
Gambar 2.28 Hubungan antara beban dan lendutan 34
Gambar 2.29 Perilaku balok beton bertulang kondisi sebelum retak 37
Gambar 2.30 Perilaku balok beton bertulang kondisi pertama leleh 38
Gambar 2.31 Perilaku balok beton bertulang kondisi ultimate 39
Gambar 3.1 Sketsa pembuatan benda uji selinder 42
Gambar 3.2 Sketsa pembuatan benda uji balok 43
Gambar 3.3 Sketsa pengujian kuat lentur pada benda uji 45
Gambar 3.4 Diagram alir penelitian 46
Gambar 4.1 Grafik gradasi agregat halus pasir kalumata 48
Gambar 4.2 Grafik gradasi agregat halus pasir apung 50
Gambar 4.3 Grafik gradasi agregat kasar batu pecah 51
Gambar 4.4 Perbandingan σ'bk BN dan σ'bk BPAS 58
Gambar 4.5 Perbandingan kuat tarik belah f'crt BN dan f'crt BPAS 58
Gambar 4.6 Hubungan beban-lendutan balok BN2 60
Gambar 4.7 Hubungan beban-lendutan balok BN3 60
Gambar 4.8 Hubungan beban-lendutan balok BN4 60
Gambar 4.9 Hubungan beban-lendutan balok BPAS1 61
Gambar 4.10 Hubungan beban-lendutan balok BPAS2 62
Gambar 4.11 Hubungan beban-lendutan balok BPAS3 62
Gambar 4.12 Keadaan batas runtuh balok BN 62
Gambar 4.13 Keadaan batas runtuh balok BPAS 63
Gambar 4.14 Sketsa pemodelan pembebanan 64
Gambar 4.15 Output analisa SAP2000 balok BN2 64
Gambar 4.16 Pola retak balok BN1 65
Gambar 4.17 Pola retak balok BN2 66
Gambar 4.18 Pola retak balok BN3 66
Gambar 4.19 Pola retak balok BPAS1 66
Gambar 4.20 Pola retak balok BPAS2 66
Gambar 4.21 Pola retak balok BPAS3 66
xiv
Gambar 4.22 Tegangan lentur dan geser balok BN1 68
Gambar 4.23 Hubungan momen-kurvatur balok BN 69
Gambar 4.24 Hubungan momen-kurvatur balok BPAS 70
xv
DAFTAR ARTI SIMBOL DAN SINGAKATAN
Al2O3 alumina
AASHTO american assosiation of state highway and trasportation officials
A luas penampang (mm2)
As luas tampang (mm2)
BN.T beton normal kuat tekan
BN.TB beton normal kuat tarik belah
BPAS.T beton pasir apung+serat kuat tekan
BPAS.TB beton pasir apung+serat kuat tarik belah
BN.L beton normal kuat lentur
BPAS.L beton pasir apung+serat kuat lentur
BN beton normal
BPAS beto pasir apung serat polypropylene
b lebar penampang (mm)
CaO kapur
C faktor garis netral dari ujung atas balok
Cc gaya tekan beton
D diameter benda uji (mm)
d tinggi efektif (mm)
E modulus elastisitas atau modulus young
Es elastisitas baja (Mpa)
Ec elastisitas beton (Mpa)
FAS faktor air semen
fy mutu baja tulangan
f’c kuat tekan beton (Mpa)
fcr kuat tarik belah (Mpa)
Fe2O3 besi
fr modulus pecah beton (Mpa)
G faktor granular
h tinggi penampang (mm)
l momen inersia penampang (mm4)
JPK jenuh permukaan kering
jd jarak pusat total gaya tekan kepusat tulangan tarik
kd jarak garis netral dari ujung atas balok
K kekakuan (N/mm)
L panjang (mm)
MPa mega pascal
MHB modulus halus butir
xvi
MgO magnesium
M momen yang bekerja pada penampang (N.mm)
Mretak momen saat retak (N.mm)
My momen saat pertama leleh (N.mm)
Mu momen saat ultimate (N.mm)
Na2O+K2O soda/potash
N gaya longitudinal atau aksialn (kN)
n angka ekivalen
P beban benda uji (N/m)
PBI 1971 peraturan beton bertulang indonesia 1971 N.I. – 2
SNI stardar nasional indonesia
q beban merata (N)
Q statis momen penampang (mm3)
R koefisien modifikasi respons
SiO2 silika
SO3 sulfur
SSD saturated surface dry
Sd deviasi
y jarak dari sumbu netral (mm)
π PI (3,142)
σ tegangan normal atau lentur (N/mm2)
∆L perubahan panjang (mm)
ϵ regangan
τ tegangan geser (N/mm2)
V gaya geser (N)
δ lendutan (mm)
ρ rasio tulangan
ȳ jarak garis netral (mm)
φretak kurvatur saat retak (rad/mm)
Ɛs regangan tulangan tarik baja
Ɛc regangan beton bagian atas
φy kurvatur saat pertama leleh (rad/mm)
α tinggi blok tegangan beton
β nilai beta
φu kurvatur saat ultimate (rad/mm)
σ’bm kuat tekan rata-rata
σ’bmin kuat tekan minimum
σ’bmaks kuat tekan maksimum
σ’bk kuat tekan karakteristik
xvii
BAB I
PENDAHULUAN
1
2
terhadap abrasi (keausan), kuat tarik dan kuat lentur. Umumnya serat dari beton sendiri
berupa baja yang telah difabrikasi dan mempunyai ukuran tertentu. Jenis serat lain adalah
serat sintetik dari bahan nilon atau polypropylene.
1.2 Rumusan Masalah
Rumusan masalah penelitian sebagai berikut:
1. Berapa perbedaan berat beton pasir kalumata dan pasir apung dengan
tambahan serat polypropylene ?
2. Berapa perbedaan kuat tekan karakteristik beton pasir kalumata dan pasir apung
dengan tambahan serat polypropylene ?
3. Berapa perbedaan kuat tarik belah rata-rata beton pasir kalumata dan beton
pasir apung dengan tambahan serat polypropylene ?
4. Berapa besar beban pada keadaan batas runtuh balok beton bertulang pasir
kalumata dan pasir apung dengan tambahan serat polypropylene ?
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian sebagai berikut:
1. Mengetahui perbedaan berat beton pasir kalumata dan pasir apung dengan
tambahan serat polypropylene.
2. Mengetahui perbedaan kuat tekan karakteristik beton pasir kalumata dan pasir
apung dengan tambahan serat polypropylene.
3. Mengetahui perbedaan kuat tarik belah rata-rata beton pasir kalumata dan beton
pasir apung dengan tambahan serat polypropylene.
4. Mengetahui besar beban pada keadaan batas runtuh balok beton bertulang pasir
kalumata dan pasir apung dengan tambahan serat polypropylene.
1.4 Batasan Masalah
Sesuai tujuan yang diharapkan, maka dalam penulisan ini dilakukan beberapa
pembatasan masalah yang dikaji, yaitu:
1. Serat yang digunakan adalah serat polypropylene dan tidak melakukan uji
propertis terhadap serat.
2. Tidak dilakukan peninjauan secara mendalam terhadap reaksi kimia yang terjadi
pada campuran bahan-bahan yang digunakan dan pengaruh
temperatur/lingkungan.
3
4
5
Semen portland yang digunakan untuk pembutan beton, semen yang berbutir halus.
Kehalusan butir semen ini dapat diraba atau dirasakan dengan tangan. Semen yang
tercampur/mengandung gumpalan-gumpalan (meskipun kecil), tidak baik untuk pembuatan
beton. Dalam penelitian ini digunakan semen jenis I yang digunakan untuk tujuan umum.
2.3.2 Air
Fungsi air pada campuran beton adalah untuk membantu reaksi kimia yang
menyebabkan berlansungnya proses pengikatan serta sebagai pelicin antara campuran
agregat dan semen agar muadah dikerjakan. Air dipelukan pada pembentukan semen
yang berpengaruh terhadap sifat kemudahan pengerjaan adukan beton ( workability),
kekuatan, susut dan keawetan beton. Air yang diperlukan untuk bereaksi dengan semen
hanya sekitar 25% dari berat semen saja, namun dalam kenyataannya nilai faktor air
semen yang dipakai sulit jika kurang dari 0,35. Kelebihan air dari jumlah yang dibutuhkan
dipakai sebagai pelumas, tambahan air ini tidak boleh terlalu banyak karena kekuatan
beton menjadi rendah dan beton menjadi keropos.
Air untuk pembutan beton sebaiknya digunakan air bersih yang dapat diminum. Air
yang diambil dalam tanah (misalnya air sumur) atau air yang berasal dari Perusahaan Air
Minum. Pada umunya cukup baik bila dipakai untuk pembuatan beton.
2.3.3 Agregat
Agregat adalah butiran mineral alami yang berfungsi sebagai bahan pengisi dalam
campuran mortar atau beton. Agregat ini menepati sebanyak 60% - 80% dari volume
mortar atau beton, sehingga pemilihan agregat sangatlah penting karena akan
mempengaruhi sifat-sifat mortar atau beton.
7
Agregat yang digunakan dalam campuran beton dapat berupa agregat alam atau
artificial aggregates (agregat buatan). Secara umum, agregat dapat dibedakan
berdasarkan ukurannya, yaitu agregat kasar dan agregat halus. Batasan antara agregat
halus dan kasar berbeda antara disiplin ilmu antara satu dengan yang lainnya. Meskipun
demikian, dapat diberikan batasan ukuran antara agregat halus dengan agregat kasar
yaitu 4,80 mm (British Standard) atau 4,75 mm (Standar ASTM atau SNI). Agregat kasar
adalah batuan yang ukuran butirnya lebih besar dari 4,80 mm (4,75 mm) dan agregat
halus ada batuan yang lebih kecil dari 4,80 mm (4,75 mm). Agregat dengan ukuran lebih
besar dari 4,80 mm dibagi lagi menjadi dua, yang berdiameter antara 4,80 - 40 mm disebut
kerikil beton dan yang lebih besar dari 40 mm disebut kerikil kasar.
Agregat yang digunakan dalam campuran beton biasanya berukuran lebih kecil dari
40 mm. Agregat yang ukurannya lebih besar dari 40 mm digunakan untuk pekerjaan sipil
lainnya, misalnya untuk pekerjaan jalan, tanggul-tanggul penahan tanah, bronjong, atau
bendungan, dan lainnya. Agregat halus biasanya dinamakan pasir dan agregat kasar
dinamakan kerikil, spilit, batu pecah, kricak dan lainya.
2.4 Sifat-sifat Agregat Dalam Campuran Beton
Sifat-sifat agregat sangat berpengaruh pada mutu campuran beton. Untuk
menghasilkan beton yang mempunyai kekuatan seperti yang diinginkan. Sifat-sifat ini
harus diketahui dan dipelajari agar kita dapat mengambil tindakan yang positif dalam
mengatasi masalah-masalah yang timbul.
2.4.1 Serapan air dan kadar air agregat
Pada saat terbentuknya agregat kemungkinan ada terjadinya udara yang terjebak
dalam lapisan agregat atau terjadi karena dekomposisi mineral pembentuk akibat
perubahan cuaca, maka terbentuklah lubang, atau rongga kecil didalam butiran agregat
(pori). Pori dalam agregat mempunyai variasi yang cukup dan menyebar diseluruh tubuh
butiran. Pori-pori mungkin terjadi reservoir air bebas di dalam agregat. Persentase berat air
yang mampu diserap agregat di dalam air disebut sebagai serapan air, sedangkan
banyaknya air yang terkandung dalam agregat disebut kadar air.
8
(a) (b)
Gambar 2.4 Keruntuhan Saat Pengujian (a) Kuat Tekan (b) Kuat Tarik Belah
Sumber: Skripsi pengaruh penambahan serat polypropylene pada beton ringan dengan teknologi gas
terhadap kuat tekan, kuat tarik belah, dan modulus elastisitas. 2015.
Ada beberapa jenis serat yang sudah dikenal saat ini, antara lain:
1. Naturally occuring fibers atau serat alami yang berasal dari alam, seperti serat
tebu, serat kelapa, dan serat kayu.
2. Steel fibers atau serat baja, seperti kawat bendrat, seng, galvalum.
3. Fiberglass atau serat kaca.
4. Polimeric fiber atau serat polimer, yakni serat yang berasal dari serat sintetis.
Serat polimer terdiri dari polypropylene, polyethylene, polyester, nylon dan
carbon.
2.6.4.2 Serat polimer sintetis
Synthetic polymeric fiber (serat polimer sintetis) atau biasa disebut serat sintetis
adalah serat yang dibuat oleh manusia dari hasil riset dan pengembangan dalam industri
petrokimia dan tekstil (Balaguru dan Shah, 1992). Terdapat dua bentuk serat fisik, yaitu :
serat filamen tunggal dan serat yang dihasilkan dari pita filamen.
2.6.4.3 Serat polypropylene
Serat polypropylene sering di jumpai dalam kehidupan sehari-hari diantaranya
adalah plastik pembungkus makanan ringan, tali rafia, sedotan, kantong obat, dan lain
14
sebagainya. Gambar dan karakteristik serat polypropylene dapat dilihat pada Gambar 2.5
dan T abel 2.6.
Serat polypropylene didesain untuk meminimalisasi dan mengontrol penyusutan
retak plastik pada beton. Keuntungan, berkat kehalusan dan karakteristiknya secara
keseluruhan didistribusikan untuk memberikan perkuatan internal terhadap :
1. Mengurangi penyusutan beton pada saat plastis
2. Meningkatkan kohesi beton baru
3. Meningkatkan pengaruh dan ketahanan terhadap gesekan
4. Meningkatkan umur beton
Portland Cement Association, (3) Road Note No 4, (4) Britsh Standar Departement of
Engineering, (5) Departemen Pekerjaan Umum (SNI 03-2834-2000 dengan judul tata
cara pembuatan rencana campuran beton normal) dan (6) Cara coba – coba.
2.8 Pengerjaan Beton
Pencampuran bahan-bahan penyusun beton dilakukan agar diperoleh suatu
komposisi yang solid dari bahan-bahan penyusun berdasarkan rancangan campuran
beton. Komposisi yang baik akan menghasilkan mutu yang baik, tetapi jika
pelaksanaannya tidak dikontrol dengan baik, kemungkinan dihasilkannya beton yang tak
sesuai dengan rencana akan semakin besar. Cara pengolahan ini akan menentukan
kualitas dari beton yang akan dibuat. Adapun tahapan dalam pelaksanaa dapat dilihat
pada SNI 03-2493-1991 tentang metode pembuatan dan perwatan benda uji laboratorium.
2.9 Curing (Perawatan) Beton
Perawatan dilakukan setelah mencapai final setting, artinya beton telah mengeras
perawatan dilakukan agar proses hidrasi selanjutnya tidak megalami gangguan atau
menghindari panas hidrasi yang tidak diinginkan, yang terutama disebabkan oleh suhu.
Jika hal ini terjadi, beton akan mengalami keretakan karena kehilangan air yang begitu
cepat. Perawatan dilakukan minimal selama 7 hari dan beton berkekuatan awal tinggi
minimal selama 3 hari serta harus dipertahankan dalam kondisi tidak kering benar artinya
masih mengandung air (lembab). Kekuatan beton akan naik secara cepat sampai umur 28
hari tetapi setelah itu kenaikannya akan kecil.
2.10 Pengujian Kuat Tekan
Pengertian kuat tekan beton menurut SNI 03-1974-1990 adalah besarnya beban
persatuan luas yang menyebabkan benda uji beton hancur bila dibebani dengan gaya
tekan tertentu yang dihasilkan oleh mesin uji tekan. Kuat tekan beton mengidentifikasikan
mutu dari sebuah struktur. Semakin tinggi tingkat kekuatan struktur yang dikehendaki,
semakin tinggi pula mutu beton yang dihasilkan. Faktor yang mempengaruhi kuat
tekan beton adalah faktor air semen dan kepadatan, umur beton, jenis semen, jumlah
semen, serta sifat agregat. Kuat tekan beton dapat dihitung dengan menggunakan
Persamaan (2.1).
P P
f ' c= =
A 1 ( 2.1 )
( π D 2)
4
16
Keterangan:
f’c = kuat tekan beton yang didapat dari benda uji (MPa)
P = beban benda uji (N)
A = luas penampang (mm2)
d = diameter benda uji silinder (mm)
2.11 Pengujian Kuat Tarik Belah
Kuat tarik merupakan besarnya gaya tarik yang bekerja pada saat benda uji putus
dibagi dengan luas penampang benda uji. Berdasarkan SNI 03-2491-2002, besar nilai
tegangan tarik putus dapat dihitung dengan menggunakan Persamaan 2.2.
2P
fcr= (2.2)
LD
Keterangan:
fcr = kuat tarik belah, dalam Mpa
P = beban uji (kN)
L = panjang benda uji dalam mm
D = diameter benda uji
2.12 Pengujian Kuat Lentur
Kuat lentur adalah kemampuan benda uji untuk menahan gaya dengan arah tegak
lurus sumbu benda uji, yang diberikan padanya, sampai benda uji patah. Pengujian
ini berpatokan pada standar SNI 03-4431-2011 yaitu cara uji kuat lentur beton normal
dengan dua titik pembebanan, dan standar SNI 03-2493-1991 yaitu pembuatan dan
perawatan benda uji beton di Laboratorium. Skema pembebanan kuat lentur panel dapat
digambarkan menggunakan Gambar 2.6.
Perhitungan P atau beban maksimum pada uji kuat lentur ini mengasumsikan
bahwa besar momen yang dapat mematahkan benda uji adalah momen akibat
beban maksimum dari mesin pembebanan ditambah dengan berat sendiri dari benda uji
tersebut dan gravitasi dari benda uji.
2.13 Nilai Karakteristik
Suatu nilai tertentu misalnya harus dicapai setidak-tidaknya oleh 4% dari seluruh
pengamatan pengamatan, atau suatu nilai misalnya, yang tidak boleh dilampaui lebih dari
5% dari seluruh pengamatan, disebut sebagai nilai karakteristik. Untuk menentukan nilai
karakteristik beton dapat dilihat pada peraturan beton bertulang indonesia 1971 (PBI
1971).
2.14 Elastisitas Linier dan Non Linier
Bila kita hendak mengangkat ke atas sebuah peti tetapi kita tidak memiliki mesin
angkat, maka peti itu dapat diangkat dengan bantuan katrol dan tali. Apa yang terjadi pada
kasus ini ? peti bergantung pada salah satu ujung tali . Tali melewati puli katrol, dan ditarik
oleh orang pada ujung lainnya (Gambar 2.7). tali yang tertarik akan tegang sehingga balok
katrol dianggap sebagai suatu struktur. Dari teori kekuatan bahan, kita ketahui bahwa
tegangan tarik dapat ditentukan dengan membagi beban (berat peti) dengan luas
penampangan elemennya (tali), yang dinyatakan pada persamaan 2.3.
N
σ= ( 2.3 )
A
Keterangan:
σ = tegangan normal
N = gaya longitudinal atau aksial (kN)
A = luas penampang (mm2)
Beban yang menimbulkan gaya tarik pada tali, akan mengakibatkan pertambahan
panjang tali. Besar pertambahan panjang yang terjadi pada setiap keadaan tergantung
pada elastisitas bahannya. Misalnya kita tinjau sebuah batang dengan panjang l, dan
diberi beban N1, N2, N3, ...... yang semakin besar. Setiap beban N akan menimbulkan
pertambahan panjang ∆l, maka beban N1 menimbulkan ∆l1, beban N2 menimbulkan ∆l2,
dan seterusnya. Nilai N dapat dipetakan terhadap nilai pertambahan panjang seperti pada
Gambar 2.8a. Titik-titik yang dipetakan terletak pada satu garis lurus dan berbanding lurus
18
dengan N, sehingga dikatakan bahwa bahan itu ‘elastis linier’ (luas penampang A
dianggap tidak berubah sepanjang batang).
Gambar 2.8b mirip dengan gambar 2.8a, tetapi nilai pada sumbu vertikal
menyatakan tegangan σ bukan beban N, sedangkan nilai pada sumbu horisontal
menyatakan regangan ϵ, yang didefenisikan sebagai perubahan panjang (perpanjangan)
dibagi dengan panjang awal batang, yang dinyatakan pada persamaan 2.4.
∆l
ϵ= (2.4)
l
Keterangan:
ϵ = regangan
∆l = perubahan panjang atau pendek (mm)
L = panjang awal (mm)
Dengan demikian ϵ adalah sebuah nilai nisbi, yang dapat dinyatakan dalam
persen. Gaya tarik, seperti contoh ini, akan mengakibatkan regangan tarik, yaitu batang
19
mengalami perpanjangan. Sebuah batang yang mengalami beban tekan akan mengalami
perpendekan, dan dan regangan yang timbul disebut regangan tekan.
Gambar 2.8a Hubungan linier antara Gambar 2.8b Hubungan antara tegangan
beban dan perpanjangantegangan dan regangan untuk bahan elastis linier
Sumber: Buku dasar-dasar perencanaan beton bertulang, 1993
Seperti terlihat pada Gambar 2.8b, regangan ϵ berbanding lurus dengan tegangan
σ
total σ. Ini dinyatakan dengan rumus σ = E . ϵ atau ϵ = , dan dikenal dengan hukum
E
Hooke. Dalam rumus ini, E adalah modulus elastisitas atau modulus young. Modulus ini
adalah sebuah konstante bahan yang mempunyai nilai tertentu untuk suatu bahan tertentu.
Tiap bahan mempunyai modulus elastisitas E tersendiri yang memberi gambaran
mengenai perilaku bahan itu bila mengalami beban tarik atau beban tekan. Bila nilai E
semakin kecil, akan semakin mudah bagi bahan mengalami perpanjangan atau
σ
perpendekan. Seperti terlihat pada Gambar 2.8b: ϵ = = tan α. Andaikan batang dengan
E
panjang l ditarik hingga menjadi dua kali panjang semula dengan kata lain pertambahan
∆l
panjang yang dialami sama dengan panjang semula, maka ∆ l = l. Ini berarti ϵ = =1=
l
σ
dan σ = E. Maka terlihat besarnya tegangan yang akan timbul pada suatu bahan, bila
E
bahan itu terjadi dua kali panjang awal (dengan anggapan luas penampang tidak berubah).
σ tidak selalu berbanding lurus dengan ϵ . Pada contoh yang diberikan pada
Gambar 2.9a, titik-titik yang dipetakan berturut-turut tidak terletak pada satu garis lurus,
20
sehingga tidak terdapat kesebandingan antara tegangan dan regangan. Bahan yang
memiliki tegangan-regangan seperti ini disebut ‘elastis non linier’. Bahan ini jelas tidak
mengikuti hukum Hooke sehigga hubungan σ = E . ϵ tidak berlaku. Bahan ini tidak
mempunyai modulus elastisitas konstan. Ini berarti bahwa hitungan perencanaan untuk
bahan demikian harus menggunakan rumus yang berbeda dengan bahan-bahan
elastisitas linier. Gambar 2.9b menunjukan kemungkinan ketiga. Dalam hal ini terdapat
suatu kesebandingan antara tegangan dan regangan untuk nilai tegangan yang rendah
(dibawah σ2 pada diagram), tetapi pada tegangan yang tinggi bahan mempunyai kelakuan
non-linier. Bahan jenis ini juga mempunyai modulus elastisitas yang tidak konstan (setidak-
tidaknya di atas σ2).
Gambar 2.9a Hubungan non-linier Gambar 2.9b Hubungan linier antara tegangan
antara tegangan dan regangan dan regangan pada nilai tegangan yang
rendah; hubungan ini tidak lagi linier pada
tegangan yang lebih tinggi.
2.15 Perletakan
Balok katrol yang terlihat pada Gambar 2.10 dibayangkan sebagai kantilever, yaitu
sebuah balok dengan satu ujung bebas dan yang lain dijepit ditembok. Balok yang tejepit
penuh pada tembok akan tetap tegak lurus terhadap bidang tembok.
Ini merupakan suatu perletakan atau tumpuan, yang disebut ‘ujung terjepit atau
tumpuan tetap’ dan ditujukan secara skematis pada Gambar 2.11a.
Perletakan dapat juga berupa sendi atau pasak (Gambar 2.11b). Sifat tumpuan
bersendi adalah dapat berotasi tetapi tidak memungkinkan perpindahan horisontal
maupun vertikal. Jenis perletakan lain adalah rol (Gambar 2.11c) yang memungkinkan
rotasi dan perpindahan horisontal, akan tetapi perpindahan vertikal tidak mungkin. Kedua
perletakan terakhir ini yang tidak mampu melawan momen ‘tumpuan sederhana’.
Agar balok katrol terjepit sempurna, dinding atau struktur yang menahannya harus
membangkitkan gaya dan momen lentur yang melawan.
Ketiga jenis perletakan pada Gambar 2.11 adalah perletakan ideal. Pada struktur
bangunan kayu, baja, beton, atau bata jarang ditemukan rol, sendi atau ujung terjepit
sempura. Maka kita harus selalu mempertimbangkan, anggapan mengenai perilaku
bahwa suatu perletakan berupa ujung terjepit, sendi atau rol hanya dapat dipenuhi dalam
suatu struktur, harus selau dipertimbangkan.
Gambar 2.12 Dapatkah dia menyeberang melalui titian tanpa basah kakinya?
Sumber: Buku dasar-dasar perencanaan beton bertulang, 1993
bh3
I= (2.6)
12
Keterangan:
σ = tegangan lentur (N/mm2)
M = momen yang bekerja pada penampang (N.mm)
y = jarak dari sumbu netral (mm)
I = momen inersia penampang (mm4)
b = lebar penampang (mm)
h = tinggi penampang (mm)
Jika tidak ada gaya aksial yang bekerja pada penampang, maka pada penampang
seperti tersebut pada Gambar 2.13 berlaku:
M =C jd atau M =T jd ( 2.7 )
dan
C−T =0atau C=T ( 2.8 )
Keterangan:
C = gaya resultan tekan pada penampang
T = gaya resultan tarik pada penampang
jd = lengan momen
Teori balok σ = M.y/I di atas tidak sepenuhnya dapat digunakan dalam desain balok
beton bertulang karena:
Hubungan tegangan-regangan tekan beton pada dasarnya bersifat nonlinier
Kuat tarik beton yang rendah
Adanya tulangan baja pada penampang yang berfungsi untuk mentransfer gaya
tarik pada saat terjadi retak pada penampang beton.
Balok adalah elemen struktur yang utamanya menahan momen dan geser dalam.
Bila pada elemen struktur juga bekerja gaya aksial maka elemen struktur tersebut
24
dinamakan elemen balok-kolom. Secara garis besar, perilaku balok beton bertulang dalam
menahan lentur dapat dijelaskan seperti pada Gambar 2.14.
Gambar 2.15 memperlihatkan hubungan momen-kurvatur (kelengkungan) pada
penampang balok yang dibebani lentur. Pada saat awal, dimana retak belum terbentuk,
nilai regangan yang terjadi akibat momen bekerja sangat kecil, sehingga distribusi
tegangan normal yang diperoleh pada dasarnya masih linier (Gambar 2.16a). Pada kondisi
ini hubungan momen dan kelengkungan pada penampang juga bersifat linier (lihat segmen
O-B pada Gambar 2.15).
Jika beban yang bekerja terus ditingkatkan, retak akan terbentuk pada tepi bawah
penampang yang mengalami momen maksimum. Retak terjadi pada saat tegangan tarik
pada tepi bawah penampang mencapai kuat tarik beton. Pada saat retak terbentuk, gaya
tarik pada beton di lokasi retak akan ditransfer ke tulangan baja, sehingga efektifitas
penampang beton dalam menahan momen menjadi berkurang (Gambar 2.16b). Dalam hal
ini kekakuan balok juga berkurang (segmen B-C-D pada Gambar 2.15), namun distribusi
tegangan masih mendekati kondisi linier.
Jika beban terus ditingkatkan pada akhirnya baja tulangan akan leleh (Gambar
2.16c). Setelah baja tulangan leleh, kelengkungan balok meningkat dengan cepat dengan
sedikit peningkatan pada momen (segmen D-E pada Gambar 2.15), hingga tercapai
kondisi runtuh. Gambar 2.17 memperlihatkan mekanisme keruntuhan yang mungkin terjadi
pada balok.
Asumsi dasar pada teori lentur penampang beton berdasarkan SNI 2847-2013:
25
1. Penampang tegak lurus sumbu lentur yang berupa bidang datar sebelum lentur
akan tetap berupa bidang datar setelah lentur (Pasal 10.2.2)
2. Tidak terjadi slip antara beton dan tulangan baja (pada level yang sama,
regangan pada beton adalah sama dengan regangan pada baja) (Pasal 10.2.2)
3. Tegangan pada beton dan tulangan dapat dihitung dari regangan dengan
menggunakan hubungan tegangan-regangan beton dan baja (Pasal 10.2.4)
4. Untuk perhitungan kekuatan lentur penampang, kuat tarik beton diabaikan (Pasal
10.2.5)
5. Beton diaumsikan runtuh pada saat regangan tekannya mencapai regangan
batas tekan Ɛc = Ɛcu = 0,003 (Pasal 10.2.3)
6. Hubungan tegangan-regangan beton dapat diasumsikan persegi, trapesium atau
parabola atau lainnya (Pasal 10.2.6)
Gambar 2.18 Distribusi regangan dan tegangan beton pada kondisi ultimit
Sumber: Buku perencanaan dasar struktur beton bertulang, 2018
28
Jadi, hanya perlu digunakan dua parameter, yaitu d dan β1 untuk dapat
menggambarkan blok tegangan-tekan persegi ekivalen. Berdasarkan distribusi tegangan
tersebut, kekuatan lentur dihitung sebagai berikut.
C = 0,85 f’c αb ( 2.9 )
T = As fy ( 2.10 )
(tulangan diasumsikan sudah leleh sebelum beton mencapai regangan batas
tekannya)
Syarat keseimbangan yaitu C =T sehingga
As f y
α= ( 2.11 )
0,85 f ' c b
Sehingga,
a As f y
( )
M n= A s f y d−
2 (
= A s f y d−0,59
f 'cb ) ( 2.12 )
VQ
τ= (2.13)
Ib
h bh2
Q= bh x
( )
2 ()
=
2
(2.14)
Keterangan:
τ = tegangan geser (N/mm2)
V = gaya geser (N)
Q = statis momen penampang (mm3)
I = momen inersia penampang (mm4)
Ada dua jenis retak yang dapat terjadi pada balok yang diberi beban transversal
(Gambar 2.24 dan Gambar 2.25), yaitu:
1. Retak vertikal yang diakibatkan oleh tegangan lentur (terjadi pada tepi bawah
balok di mana nilai tegangan lentur adalah yang terbesar.
2. Retak miring pada daerah ujung balok yang diakibatkan oleh kombinasi
tegangan lentur dan geser (retak ini sering juga disebut sebagai retak tarik
diagonal)
ditransformasikan menjadi penampang baja semua atau penampang beton semua. Cara
yang kedua biasanya dipilih untuk analisis beton bertulang hal ini dilakukan dengan
menggantikan luas baja pada penampang dengan luas beton ekivalen yang mempunyai
kekakuan aksial EA yang sama. Karena Es/Ec = n, maka luas beton ekivalen dari suatu
tulangan baja seluas As akan menjadi nAs (Gambar 2.26).
Jika baja berada pada zona tekan atau pada zona tarik yang belum retak, luas
transformasi baja adalah n As. Namun, karena kehadiran baja sebenarnya menggantikan
sejumlah luasan beton maka luas transformasi baja menjadi (n-1) As (Gambar 2.26).
Sedangkan untuk baja yang berada di daerah tarik yang sudah retak maka luas
transformasi baja adalah n As (Gambar 2.27). Sumbu netral pada penampang retak terjadi
pada jarak c =kd dari tepi atas. Untuk penampang elastik, sumbu netral terjadi pada pusat
penampang; yang dapat dihitung sebagai titik dimana:
∑ A i ȳ i=0 (2.17)
Di mana ȳ i adalah jarak dari sumbu netral ke sumbu pusat luas Ai yang ditinjau.
mengalami defleksi tanpa adanya penambahan beban dan retaknya semakin terbuka
sehingga garis netral terus mendekati tepi yang tertekan. Pada akhirnya terjadi
keruntuhan tekan sekunder yang mengakibatkan kehancuran total pada beton daerah
momen maksimum dan segera diikuti dengan terjadi rupture.
2.21 Kekakuan
Stiffness (kekakuan) merupakan adalah ukuran tagangan yang dibutuhkan untuk
mengubah satuan bentuk suatu bahan. Besaran kekakuan suatu bahan adalah modulus
elastisitasnya, yang didapat dengan membagi tegangan satuan yang diterima bahan
dengan perubahan satuan betuk bahan tersebut. Sehingga didapat rumus 2.9.
P
K= (2.18)
δ
Keterangan:
K = kekakuan
P = beban
δ = lendutan
2.22 Hubungan Momen dan Kurvatur
2.22.1 Momen kapasitas
Momen adalah gaya yang dikali dengan jarak. Momen retak (Mcr), momen leleh
(My), dan momen batas atau ultimit (Mu), merupakan macam dari momen kapasitas yang
diantaranya dapat diselesaikan secara teoritis menggunakan persamaan momen kurvatur
dan diagram interaksi (perhatikan Gambar 2.15).
2.22.2 Kurvatur
Kurvatur (ϕ) adalah kelengkuan yang didapat dari hasil pembagian regangan pada
serat atas beton dengan jarak dengan jarak serat tekan terluar ke garis netral. Salah satu
parameter untuk mengetahui kedaktilan suatu elemen struktur yaitu berdasarkan nilai
kurvatur. Balok beton bertulang yang daktil adalah balok beton bertulang yang
mempertahankan momen yang terjadi pada saat tulangan baja mangalami leleh. Semakin
besar nilai kurvatur pada suatu balok, maka kedaktilan balok tersebut semakin tinggi.
Sebuah beton bertulang yang pada mulanya lurus namun akibat adanya momen
ujung dan gaya aksial maka balok menjadi lengkung seperti yang diperlihatkan pada
Gambar 2.15.
37
silinder dengan diameter 15 cm dan tinggi 30 cm dengan umur pengujian pada 28, 56,
dan 90 hari. Dari hasil penelitian didapatkan bahwa untuk campuran beton mutu normal
dan mutu tinggi mempunyai dosis penambahan polypropylene efektif pada 0,9 Kg/m 3.
Peningkatan kuat tarik belah yang terjadi pada beton normal sebesar 3,17 % dibandingkan
beton tanpa fiber dan pada beton mutu tinggi mengalami peningkatan sebesar 5,76 %
dibandingkan beton tanpa fiber.
Penelitian Yuri Khairizal dkk (2015), Pengaruh Serat Polypropylene terhadap Sifat
Mekanis Beton Normal. Pengujian kuat lentur beton dilakukan umur 28 hari. Benda uji
yang digunakan adalah benda uji berbentuk balok dengan ukuran 60 x 15 x 15 cm. Hasil
kuat lentur beton akan mengalami peningkatan seiring dengan penambahan serat
polypropylene ke dalam campuran beton. Peningkatan tertinggi terjadi pada penambahan
serat polypropylene sebanyak 1,0 kg/m3 sebesar 7,12 MPa atau meningkat sebesar
35,19% dibandingkan beton tanpa serat polypropylene.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
41
42
benda uji yaitu beton yang menggunakan pasir umum dan beton yang menggunakan pasir
apung serta serat polypropylene.
3.2.4 Tahap IV : pembuatan benda uji
Benda uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah selinder dan balok masing
memakai dua tipe campuran beton yaitu beton yang menggunakan pasir umum dan beton
yang menggunakan pasir apung dengan serat polypropylene.
3.2.4.1 Benda uji selinder
Selinder berukuran 15 cm x 30 cm, dengan jumlah masing-masing tipe benda uji 40
buah, dimana 20 buah untuk pengujian kuat tekan dan 20 buah untuk pengujian tarik
belah. Bentuk benda uji selinder dapat dilihat Gambar 3.1, sedangkan spesifikasi benda uji
kuat tekan, dan kuat tarik belah dapat dilihat pada Tabel 3.1.
2. Meletakkan benda uji silinder beton pada alat uji kuat tekan beton.
3. Menyalakan alat uji kuat tekan beton, beri beban hingga benda uji hancur.
4. Mencatat hasil pengujian.
3.2.6.3 Pengujian kuat lentur beton
Pengujian ini dilakukan berdasarkan SNI 4431-2011 untuk mengetahui kuat lentur
beton. Langkah-langkah pengujian kuat lentur beton adalah sebagai berikut :
1. Melakukan setting alat mesin uji lentur.
2. Membuat tanda (warna merah) tumpuan dan beban pada benda uji sesuai
gambar 3.3.
3. Meletakkan benda uji pada alat mesin uji lentur sesuai dengan tanda yang telah
dibuat.
4. Meletakan dial di antara 2 beban tepat ditengah-tengah.
5. Mencatat besarnya setiap beban dan lendutan setiap terjadi retak pada balok.
6. Mencatat besarnya beban maksimum yang mengkibatkan keruntuhan.
7. Melepaskan benda uji yang retak dan mengamati hasil pengujian.
47
48
Agregat halus pasir kalumata masuk pada gradasi no 4 atau daerah gradasi pasir
halus, akan tetapi yang lolos saringan 0,3 mm atau no 5 terjadi kelebihan yaitu sebesar
12%, hal ini menunjukan bahwa tidak serasinya gradasi atau susunan agregat halus pasir
kalumata dan akan berefek pada pengisian pori beton yang kurang baik.
Agregat halus pasir apung digunakan untuk pengganti pasir kalumata pada
campuran beton dimana sebagai beton penelitian yaitu beton pasir apung serat
polypropylene (BPAS). Hasil pemeriksaan agregat halus pasir apung di sajikan dalam
Tabel 4.3.
Tabel 4.3 Rekapitulasi hasil pemeriksaan agregat halus pasir apung
Uji bahan Hasil Standar Ket.
Kadar lumpur 2,50 % 0,2 % - 5 % Memenuhi
Kadar air 13,750 % 3%-5% Tidak
Penyerapan air 0,45 % 0,2 % - 2 % Memenuhi
Berat jenis kering oven, bulk 0,987 1,6 – 3,2 Tidak
Berat jenis kering permukaan 1,43 1,6 – 3,2 Tidak
Berat jenis semu 1,77 1,6 – 3,2 Memenuhi
Modulus halus butir 4,73 % 1,5 % - 3,8 % Tidak
Berat volume kondisi lepas 0,768 kg/ltr 1,4 kg/ltr – 1,9 kg/ltr Tidak
Berat volume kondisi padat 0,888 kg/ltr 1,4 kg/ltr – 1,9 kg/ltr Tidak
Sumber: Laboratorium struktur dan bahan, 2018.
Pengujian kadar air pada agregat pasir apung tidak memenuhi standar
hasilnya besar hal ini berarti bahwa air yang tekandung didalam agregat halus
pasir apung akan mempengaruhi jumlah air yang diperlukan campuran. Agregat
yang basah akan membuat campuran lebih basah dan akan meningkatkan FAS,
sehingga mutu yang ditargetkan akan menurun.
Pengujian berat jenis dan penyerapan agregat halus pasir apung tidak
memenuhi standar pasir untuk beton normal yaitu 2,5 sampai 2,7, dengan kata lain
berat jenis yang tidak normal yaitu di peruntukan untuk pemakaian non struktur dan
struktur ringan. Hal ini juga berefek pada penentuan berat isi beton dimana akan
tidak sesuai dengan berat isi beton yaitu 2200-2500 kg/m 3.
Pengujian modulus halus berbutir agregat halus pasir apung tidak memenuhi
standar nilainya lebih besar dengan selisih 0,930%, artinya butiran semakin besar dan
agregat halus pasir apung tidak efektif dalam mengisi pori beton.
Pengujian berat volume agregat halus pasir apung tidak memenuhi standar
sehigga akan berpengaruh pada saat pembuatan benda uji dimana akan
berpengaruh pada pemadatan beton, karena berat volume berhubungan dengan
kepadatan.
50
Seperti halnya pasir umum dilakuan pemeriksaan gradasi maka agregat halus pasir
apung juga demikian. Hasil pemeriksaan gradasi agregat halus pasir apung dapat di lihat
pada Tabel 4.4 dan Gambar 4.2.
Tabel 4.4 Hasil pemeriksaan gradasi agregat halus pasir apung
Diameter Berat Berat Komulatif berat Berat
No ayakan tertahan tertahan tertahan lolos
(mm) (kg) (%) (%) (%)
1 9,50 (3/8”) 0,000 0 0 100
2 4,75 (No. 4) 0,000 0 0 100
3 2,36 (No. 8) 0,153 31 31 69,5
4 1,18 (No. 16) 0,175 35 66 34,5
5 0,6 (No. 30) 0,100 20 86 14,5
6 0,3 (No. 50) 0,043 9 94 6,0
7 0,15 (No. 100) 0,018 4 98 2,5
8 0,075 (No. 200) 0,013 3 100 0,0
Jumlah (∑) 0,500 100 473
Sumber: Laboratorium struktur dan bahan, 2018.
Gradasi agregat halus pasir apung yang di tunjukan pada Tabel 4.4 dan Gambar 4.2
menunjukan bahwa masuk pada daerah gradasi no 1 artinya daerah pasir kasar. Untuk
semua saringan yang lolos tidak lebih atau kurang dari batas atas dan batas bawah.
4.1.2 Pemeriksaan agregat kasar batu pecah
Pemeriksaan agregat kasar yang dilaksanakan dalam penelitian ini meliputi
pemeriksaan kadar lumpur, kadar air, penyerapan air, berat jenis kering oven atau bulk,
berat jenis kering permukaan atau jenuh air, berat jenis semu, modulus halus butir, berat
volume kondisi padat dan lepas, keausan atau abrasi dan gradasi agregat halus. Agregat
51
kasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah batu pecah. Hasil pemeriksaan agregat
kasar yang dilakukan dalam penelitian ini di sajikan dalam Tabel 4.5.
Tabel 4.5 Rekapitulasi hasil pemeriksaan agregat kasar batu pecah
Uji bahan Hasil Standar Ket.
Kadar lumpur 0,75 % 0,2 % - 1 % Memenuhi
Kadar air 1,5 % 0,5 % - 2 % Memenuhi
Penyerapan air 0,83 % 0,2 % - 4 % Memenuhi
Berat jenis kering oven, bulk 2,5 1,6 – 3,2 Memenuhi
Berat jenis kering permukaan 2,53 1,6 – 3,2 Memenuhi
Berat jenis semu 2,56 1,6 – 3,2 Memenuhi
Modulus halus berbutir 6,0 % 5,5 % - 8,5 % Memenuhi
Berat volume kondisi lepas 1,727 kg/ltr 1,6 kg/ltr – 1,9 kg/ltr Memenuhi
Berat volume kondisi padat 1,891 kg/ltr 1,6 kg/ltr – 1,9 kg/ltr Memenuhi
Keausan/Ambrasi 31,500 % < 50% Memenuhi
Sumber: Laboratorium struktur dan bahan, 2018.
Hasil pemeriksaan gradasi agregat kasar termasuk pada ukuran butir maksimum
10 mm. Hasil pemeriksan gradasi agregat kasar dapat di lihat pada Tabel 4.6 dan Gambar
4.3.
Tabel 4.6 Hasil pemeriksaan gradasi agregat kasar batu pecah
Diameter Berat Berat Komulatif berat Berat
No ayakan tertahan tertahan tertahan lolos
(mm) (kg) (%) (%) (%)
1 63,5 (2 ½”) 0,000 0 0 100
2 37,5 (1 ½”) 0,000 0 0 100
3 19,1 (3/4”) 0,000 0 0 100
4 9,5 (3/8”) 0,025 5 5 95
5 4,75 (No. 4) 0,460 92 97 3
6 2,36 (No. 8) 0,015 3 100 0
Jumlah (∑) 0,500 100 102
Sumber: Laboratorium struktur dan bahan, 2018.
Gradasi agregat kasar batu pecah masuk pada ukuran butir maks 10 mm hal ini baik
untuk mutu beton karena agregat yang kecil akan mampu menghasilkan kepadatan yang
maksimum dan porositas yang minimum, akan tetapi gradasi susunan agregat kasar
kurang baik hal ini di tunjukan pada tabel 4.6 dan gambar 4.3 dimana pada lolos saringan
9,5 mm berlebih sebesar 10%, hal ini akan berpengaruh pada kepadatan yang berkurang
dan porositas beton yang akan bertambah.
4.2 Perhitungan Rencana Adukan Beton
Perhitungan rencana campuran adukan beton dilakukan untuk menentukan
kebutuhan semen, agregat halus, agregat kasar dan air. Dalam penelitian ini rencana
campuran berdasarkan pada SK SNI 03-2834-2000. Ada dua jenis rencana adukan beton
yaitu BN dan BPAS dengan mengunakan FAS yang sama yaitu 0,35.
4.2.1 Hasil perhitungan rencana adukan BN
Adapun hasil perhitungan bahan rencana adukan BN dapat di lihat pada Tabel
4.7 berikut ini:
Tabel 4.7 Komposisi rencana campuran BN
No Kebutuhan Bahan Berat (kg/m3) Rasio terhadap semen
1 Semen 457,143 1
2 Pasir 478, 200 1,046
3 Batu pecah 1229,657 2,690
4 Air 160 0,35
Jumlah (∑) 2325
√
2
Sd = ∑ ( σ ' b−σ ' bm)
n −1
n−1
68935,962
=
√ 20−1
= 60,2346 kg/cm2
√
2
Sd = ∑ ( σ ' b−σ ' bm)
n −1
n−1
14806,838
=
√ 20−1
= 27,9161 kg/cm2
√
2
Sd = ∑ ( f ' ct−f ' crt )
n −1
n−1
48,143
=
√20−1
= 1,592 MPa
57
√
2
Sd = ∑ ( f ' ct−f ' crt )
n −1
n−1
14,973
=
√20−1
= 0,888 Mpa
Berdasarkan Tabel 4.9 dan 4.10 memperlihatkan bahwa ada perbedaan nilai kuat tekan
antara BN dan BPAS dimana BN lebih tinggi nilai kuat tekannya baik σ’bm, σ’bmin, σ’bmaks, σ’bk.
Mutu beton digambarkan dengan nilai σ'bk sehingga besar nilai perbedaan kuat tekan beton dapat
dibandingkan melalui nilai σ'bk. Perbedaan mutu beton dapat dilihat pada Gambar 4.4, sehingga
penurunan mutu beton yaitu sebesar 23,7944 kg/cm2 atau 9,514% dibandingkan dengan BN.
4.3.4 Perbandingan f’crt BN dan f’crt BPAS
Perbandingan f’crt BN dan f’crt BPAS dapat di lihat pada Gambar 4.5.
Pada Tabel 4.11 dan 4.12 menunjukan perhitungan kuat tarik belah terdapat
perbedaan. Perbedaan kuat tarik belah diantaranya Sd, f’crt, f’ctmin, f’ctmaks. Untuk dijadikan
pembanding secara angka maka dipakai nilai f’crt. Hal ini dapat di lihat pada Gambar 4.5.
59
Sehingga penurunan f’crt BPAS yaitu sebesar 0,997 Mpa atau 15,551% dibandingkan
dengan BN.
4.3.5 Kuat lentur beton
4.3.5.1 Berat balok BN dan BPAS
Data hasil pengukuran dan perhitungan rata-rata berat balok dapat di lihat pada
Tabel 4.13 dan Tabel 4.14.
Tabel 4.13 Pengukuran berat balok BN
Kode sampel Berat
(kg)
BN1 36,430
BN2 36,400
BN3 36,350
Rata-rata 36,393
Sumber: Laboratorium struktur dan bahan, 2018.
Pada Tabel 4.13 dan Tabel 4.14 dapat dilihat perbedaan pengukuran berat pada
kedua benda uji dengan agregat halus yang berbeda menunjukan perbedaan benda uji
sangat signifikan, dimana berat rata-rata balok BN yaitu 36,393 kg, sedangkan berat rata-rata
balok BPAS yaitu 29,150 kg. Sehingga perbedaan berat beton yaitu 7 ,305 kg atau 19,903%
dibandingkan dengan BN.
4.3.5.2 Hubungan beban-lendutan BN
Data hasil pengujian dan perhitungan kekakuan balok BN tersebut dapat di lihat
pada Tabel 4.15 s/d Tabel 4.17, sedangkan hubungan beban-lendutan BN dapat di lihat
pada Gambar 4.6 dan Gambar 4.8.
Tabel 4.15 Hasil pengujian kuat lentur dan perhitungan kekakuan BN1
Kode Nomor Beban Lendutan Kekakuan
sampel retak (kN) (mm) (kN/mm)
1 20 22 0,9091
2 22,5 23 0,9783
3 27,5 31 0,8871
4 32,5 40 0,8125
60
Tabel 4.16 Hasil pengujian kuat lentur dan perhitungan kekakuan BN2
Kode Nomor Beban Lendutan Kekakuan
sampel retak (kN) (mm) (kN/mm)
1 35 62 0,5645
BN2 2 37,5 129 0,2907
3 45 327 0,1376
Sumber: Laboratorium struktur dan bahan, 2018.
Tabel 4.17 Hasil pengujian kuat lentur dan perhitungan kekakuan BN3
Kode Nomor Beban Lendutan Kekakuan
sampel retak (kN) (mm) (kN/mm)
1 40 173 0,2312
BN3 2 45 224 0,2009
3 47,5 324 0,1466
4 50 474 0,1055
Sumber: Laboratorium struktur dan bahan, 2018.
Tabel 4.19 Hasil pengujian kuat lentur dan perhitungan kekakuan BPAS2
Kode Nomor Beban Lendutan Kekakuan
sampel retak (kN) (mm) (kN/mm)
1 27,5 80 0,3438
2 37,5 89 0,4213
BPAS2 3 42,0 128 0,3281
4 45,0 227 0,1982
5 47 380 0,1184
Sumber: Laboratorium struktur dan bahan, 2018.
Tabel 4.20 Hasil pengujian kuat lentur dan perhitungan kekakuan BPAS3
Kode Nomor Beban Lendutan Kekakuan
sampel retak (kN) (mm) (kN/mm)
1 30 157 0,1911
2 40 233 0,1717
BPAS3 3 45 302 0,1490
4 47 412 0,1141
5 50 605 0,0826
Sumber: Laboratorium struktur dan bahan, 2018.
62
50 50
48
45
46 45
44
42
BN1
BN2
BN3
Dari Gambar 4.12 dapat diketahui bahwa beban terhadap keadaan batas balok BN,
beban terendah yang teramati adalah 45 kN dan beban (P) tertinggi teramati adalah 50 kN.
50.0 48 50
45
45.0
40.0
BPAS1
BPAS2
BPAS3
Dari Gambar 4.13 dapat di ketahui bahwa beban terhadap keadaan batas balok
BPAS, beban terendah yang teramati adalah 45 kN dan beban tertinggi teramati adalah 50
kN.
4.3.5.5 Analisa keadaan batas runtuh balok BN
Beban yang bekerja pada beban balok BN adalah berat balok atau berat sendiri dan
beban hasil pengujian kuat lentur. Berat sendiri balok dianggap bekerja merata dan beban
hasil pengujian kuat lentur bekerja terpusat dengan dua titik pembebanan.
Contoh untuk BN1 yaitu dengan berat balok 36,43 kg, karena bekerja merata maka
dijadikan beban merata dengan membagi jarak keseluruhan yaitu 0,6 m.
Sedangkan beban hasil pengujian kuat lentur yaitu 45 dalam satuan kilo newton
(kN), untuk menyamakan satuan maka dirubah ke kilo gram (kg) dengan mengalikan
101,97. Setelah itu dibagi dua, karena beban bekerja dua titik. Perhitungan beban merata
dan beban terpusat untuk sampel selanjutnya di rekap pada Tabel 4.21.
Setelah itu dianalisa dengan bantuan program SAP2000, dengan data dan patokan
pemodelan pada Tabel 4.21 dan Gambar 4.14.
Tabel 4.21 Rekapitulasi beban yang bekerja pada benda uji balok BN
Beban merata Beban terpusat
Sampel Q (kg) q (kg/m) P (kN) P (kg) 1/2 P (kg)
BN1 36,43 60,717 45 4588,650 2294,325
BN2 36,4 60,667 45 4588,650 2294,325
BN3 36,35 60,583 50 5098,500 2549,25
64
Setelah dianalisa menggunakan SAP2000, maka didapatkan nilai momen (M3) dan
lintang (D/V2) seperti pada Gambar 4.15.
Hasil momen dan lintang yang dianalisis menggunakan alat bantu aplikasi SAP200
yang selanjutnya di lakukan rekapitulasi pada Tabel 4.22.
Tabel 4.22 Rekapitulasi output analisa SAP2000 balok BN
Sampel Mmax Vmax
(N.mm) (N)
BN1 5087539,33 22678,27
BN2 5087518,65 22678,12
BN3 5649974,96 25177,84
Rata-rata 5275010,98 23511,41
65
Re
tak
Le
Gambar 4.16 Pola retak balok BN1 ntu
Sumber: Laboratorium struktur dan bahan, 2018.
r
66
Re
tak
Ge
ser Re
tak
Le
Re
ntu
tak
r-Gambar 4.17 Pola retak balok BN2
Ge
Ge
Sumber: Laboratorium struktur dan bahan, 2018.
ser
ser
Re
tak
Le
ntu
r-
Re Ge
tak ser
Gambar
Ge 4.18 Pola retak balok BN3
Sumber: Laboratorium struktur dan bahan, 2018.
ser
Re
tak
Le
nt
ur-
Gambar 4.19 Pola retak balok BPAS1 Ge
Sumber: Laboratorium struktur dan bahan, 2018.
Re se
tak r
Le Re
ntu tak
Le
Re r
ntu
tak
Re r-
Ge
tak Ge
ser
Le ser
ntu Gambar 4.20 Pola retak balok BPAS2
Sumber: Laboratorium struktur dan bahan, 2018.
r
Re
tak
Ge
Re ser
tak
Le
Gambar 4.21ntu Pola retak balok BPAS3
Sumber: Laboratorium struktur dan bahan, 2018.
r
67
Untuk balok yang selanjutnya gambar tegangan lentur dan geser pada balok dapat
digambar sesuai dengan Gambar 4.22, hanya berbeda pada nilai yang disesuaikan pada
hasil perhitungan kuat lentur dan geser balok.
Tabel 4.29 Beban yang bekerja pada benda uji balok BPAS
Beban merata Beban terpusat
Sampel Q (kg) q (kg/m) P (kN) P (kg) 1/2 P (kg)
BPAS1 29,275 48,792 35 3568,950 1784,475
BPAS2 29,095 48,492 22,5 2294,325 1147,163
BPAS3 29,08 48,467 25 2549,250 1274,625
20
10
0
-10 0 10 20 30 40 50
Kurvatur (φ x 10^6) (rad/mm)
30
20
10
0
-10 0 10 20 30 40 50
Kurvatur (φ x 10^6) (rad/mm)
Hubungan momen-kurvatur balok ini menampilkan tiga kondisi yaitu awal retak,
setelah retak saat pertama leleh, dan setelah retak saat beban ultimate. Kondisi awal retak
ini terjadi setelah kondisi elastis. Sedangkan setelah retak saat pertama leleh dan beban
ultimate adalah penentuan perilaku daktil atau perilaku getas. Dari hasil analisis (Gambar
2.23 dan Gambar 2.24) menunjukan bahwa kedua balok termasuk pada perilaku daktil.
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan penelitian yang telah dilakukan maka dapat
disimpulkan sebagai berikut :
1. Berat BPAS lebih ringan dibandingan dengan BN yaitu 7,305 kg atau 19,903%.
2. Penurunan kuat tekan karakteristik BPAS dibandingkan dengan BN tidak terlalu jauh
yaitu sebesar 23,7944 kg/cm2 atau 9,514%.
3. Penurunan kuat tarik belah rata - rata BPAS dibandingkan dengan BN tidak terlalu
jauh yaitu sebesar 0,997 Mpa atau 15,551%.
4. Beban pada keadaan batas runtuh balok beton bertulang normal yaitu BN1 45
kN, BN2 45 kN dan BN3 50 kN. Sedangkan balok beton bertulang pasir apung
dengan tambahan serat polypropylene yaitu BPAS1 47,5 kN, BPAS2 45 kN dan
BPAS3 50 kN
5.2 Saran
Dengan memperhatikan kesimpulan dan kesulitan-kesulitan yang diperoleh selama
penelitian, maka diberikan saran sebagai berikut:
1. Untuk menjaga agar tidak tejadi deviasi yang besar terhadap mutu beton maka
perlu agar bahan dasar pembentuk beton tetap konsisten pada saat pembuatan
benda uji terutama agregat yaitu tetap dalam kondisi SSD.
2. Untuk penelitian selanjutnya, bisa dilakukan penelitian pengaruh kadar atau
divariasi serat polypropylene terhadap mutu beton pasir apung.
3. Untuk penelitian selanjutnya, dilakukan pengujian baja tulangan sehigga mutu
baja tulangan dapat diketahui.
71
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 1971. Peraturan Beton Bertulang Indonesia 1971 N.1.-2 . Yayasan LPMB.
Bandung.
Anonim. 1991. Metode Pembuatan Dan Perawatan Benda Uji Beton Di Laboratorium SNI
03-2493-1991.
Anonim. 2000. Tata Cara Pembuatan Rencana Campuran Beton Normal SNI 03-2834-
2000. Badan Standardisasi Nasional.
Anonim. 2011. Cara Uji Kuat Lentur Beton Normal Dengan Dua Titik Pembebanan SNI
4431:2011. Badan Standardisasi Nasional. Jakarta.
Anonim. 2011. Cara Uji Kuat Tekan Beton Dengan Benda Uji Silinder SNI 1974:2011 .
Badan Standardisasi Nasional. Jakarta.
Anonim. 2013. Persyaratan Beton Struktural Untuk Bangunan Gedung SNI 2847:2013 .
Badan Standardisasi Nasional. Jakarta.
Anugrah, A. Besse. 2016. Kapasitas Lentur Balok Beton Bertulang dengan Menggunakan
Styrofoam. Skripsi. Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin. Makassar.
Asroni, Ali. 2010. Balok Dan Pelat Beton Bertulang. Edisi Pertama . Graha Ilmu.
Yogyakarta.
Imran, Iswandi dan Ediansjah Zulkifli. 2018. Perencanaan Dasar Struktur Beton Bertulang .
ITB Press. Bandung.
Kartini, Wahyu. 2007. Penggunaan Serat Polypropylene Untuk Meningkatkan Kuat Tarik
Belah Beton. Jurnal Rekayasa Perencanaan Vol. 4 No. 1, Oktober 2007
Khairiza, Yuri dkk. 2015. Pengaruh Penambahan Serat Polypropylene Terhadap Sifat
Mekanis Beton Normal. Jurnal Jom FTEKNIK. Universitas Riau. Riau.
Kuspadwati, Andriyani Budi. 2015. Uji Kuat Lentur Sandwich Panel Dengan Core Dari
Beton Menggunakan Limbah Plastik Pet Sebagai Agregat Kasar Dan Lapisan
Kulit Dari Resin. Skripsi. Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret. Surakarta.
72
Pratama, Fajar Rizky dkk. Analisis Kekakuan Struktur Balok Beton Bertulang Dengan
Lubang Hollow Core Pada Tengah Balok. Jurnal. Jurusan Teknik Sipil Fakultas
Teknik Universitas Brawijaya.
Priyono, Aris. 2015. Pengaruh Penambahan Serat Polypropylene Pada Beton Ringan
Dengan Teknologi Gas Terhadap Kuat Tekan, Kuat Tarik Belah, Dan Modulus
Elastisitas. Skripsi. Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret. Surakarta.
Riyanto, Heri. 2010. Perilaku Statis Struktur Beton Pracetak dengan Sistem Sambungan
Basah. Jurusan Teknik Sipil Universitas Bandar Lampung. Jurnal Teknik Sipil
UBL Vol. 1 No. 1. Oktober 2010.
Rokhman, Abdul. 2012. Pengaruh Terjadinya First Crack Terhadap Laju Peningkatan
Momen Negatif Tumpuan Pada Balok Beton . Jurnal Konstruksi Vol. 4 No. 1,
Desember 2012.
Vis, W. C dan Gideon Kusuma. 1993. Dasar-dasar Perencanaan Beton Bertulang Edisi
Kedua. Erlangga. Jakarta.
73
LABORATORIUM STRUKTUR DAN BAHAN
PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL - FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS KHAIRUN TERNATE
Kampus II Unkhair Jl. Pertamina Gambesi Kel. Gambesi Ternate Selatan
Hasil Pemeriksaan Kadar Lumpur Agregat Halus (Pasir Kalumata)
Pekerjaan : Penelitian Tugas Akhir
Sumb. Material : Kota Ternate, Kelurahan Kalumata
Jenis Material : Pasir Kalumata
Hasil
No. Uji Bahan Interval Ket.
Pengamatan
1 Kadar Lumpur 4.5 0,2% - 5% Memenuhi
2 Kadar air 5.0 3% - 5% Memenuhi
3 Penyerapan (Absorption) 0.19 0,2% - 2% Memenuhi
5 Berat jenis Bulk 1.9 1,6 -3,2 Memenuhi
6 Berat jenis kering permukaan 2.28 1,6 -3,2 Memenuhi
7 Berat jenis kering semu 3.015 1,6 -3,2 Memenuhi
8 Modulus kehalusan 2.45 1,5% - 3,8% Memenuhi
9 Berat volume ondisi lepas 1.4 1,4 kg/ltr - 1,9 kg/ltr Memenuhi
10 Berat volume kondisi padat 1.5 1,4 kg/ltr - 1,9 kg/ltr Memenuhi
Hasil
No. Uji Bahan Interval Ket.
Pengamatan
1 Kadar Lumpur 2.50 0,2% - 5% Memenuhi
2 Kadar air 13.750 3% - 5% Tidak
3 Penyerapan (Absorption) 0.45 0,2% - 2% Memenuhi
5 Berat jenis Bulk 0.987 1,6 -3,2 Tidak
6 Berat jenis kering permukaan 1.43 1,6 -3,2 Tidak
7 Berat jenis kering semu 1.77 1,6 -3,2 Memenuhi
8 Modulus kehalusan 4.73 1,5% - 3,8% Tidak
9 Berat volume ondisi lepas 0.768 1,4 kg/ltr - 1,9 kg/ltr Tidal
10 Berat volume kondisi padat 0.888 1,4 kg/ltr - 1,9 kg/ltr Tidak
Berat Berat
Rata2
Ukuran Berat Tertahan Kumulatif (A) Tertahan Kumulatif (B)
Lolos
Saringan Saringan Tiap Tiap
A&B
Saringan` Saringan
ASTM (mm) (kg) (kg) Tertahan ∑Tertahan Lolos (kg) Tertahan ∑Tertahan Lolos (%)
(%) (%) (%) (%) (%) (%)
1 25 0.615 0.000 0 0 100 0.000 0 0 100 100
3/4 19.1 0.480 0.000 0 0 100 0.000 0 0 100 100
3/8 9.5 0.505 0.020 4 4 96 0.030 6 6 94 95
4 4.75 0.405 0.465 93 97 3 0.455 91 97 3 3
Pan 0.345 0.015 3 100 0 0.015 3 100 0 0
Jumlah (∑) 2.350 0.5000 100 0.5000 100
Modulus Kehalusan (F): Sampel A = 6.000 Rata -rata Modulus Kehalusan (F) = 6.000
Sampel B = 6.000
Laboratorium Struktur dan Bahan
Fakultas Teknik Unkhair
Kepala Laboratorium
Nomor 1 2 Ket.
Sampel
Jumlah Putaran 500 500 kali
Jumlah Bola Baja 12 12 buah
Berat Kering Agregat (B.K.A) A 5 5 kg
Berat Kering Agregat Tertahan Saringan No.12 B 3.380 3.47 kg
A- B
Keausan x 100 32.400 30.600 %
A
Rata-rata 31.500 %
Hasil
No. Uji Bahan Interval Ket.
Pengamatan
1 Kadar Lumpur 0.75 0,2% - 1% Memenuhi
2 Kadar air 1.5 0,5% - 2% Memenuhi
3 Penyerapan (Absorption) 0.83 0,2% - 4% Memenuhi
5 Berat jenis Bulk 2.5 1,6 -3,2 Memenuhi
6 Berat jenis kering permukaan 2.53 1,6 -3,2 Memenuhi
7 Berat jenis kering semu 2.56 1,6 -3,2 Memenuhi
8 Modulus kehalusan 6.0 5,5% - 8,5% Memenuhi
9 Berat volume ondisi lepas 1.727 1,6 kg/ltr - 1,9 kg/ltr Memenuhi
10 Berat volume kondisi padat 1.891 1,6 kg/ltr - 1,9 kg/ltr Memenuhi
11 Keausan/Abrasi 31.5 < 50% Memenuhi
Hubungan momen-kurvatur BN
1. Gambar Penampang balok