Anda di halaman 1dari 126

SKRIPSI

PERILAKU LENTUR PADA KONDISI BATAS BALOK YANG


MENGGUNAKAN PASIR APUNG DENGAN TAMBAHAN SERAT
POLYPROPYLENE

OLEH

Alfian M. Hamzah
0723 14 11 003

PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS KHAIRUN
TERNATE
2019
SKRIPSI
PERILAKU LENTUR PADA KONDISI BATAS BALOK YANG
MENGGUNAKAN PASIR APUNG DENGAN TAMBAHAN SERAT
POLYPROPYLENE

Oleh
Nama : Alfian M. Hamzah
NIM : 0723 14 11 003
Program Studi : Teknik Sipil
Pembimbing I : Dr. Abdul Gaus, S.T., M.T.
Pembimbing II : Imran, S.T., M.Eng

Diajukan Guna Melengkapi Syarat


dalam Mencapai Gelar Sarjana Strata Satu (S-1)

PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS KHAIRUN
TERNATE
2019
SKRIPSI
PERILAKU LENTUR PADA KONDISI BATAS BALOK YANG
MENGGUNAKAN PASIR APUNG DENGAN TAMBAHAN SERAT
POLYPROPYLENE

Oleh
Alfian M. Hamzah
0723 14 11 003

Telah dipertahankan di depan Dewan Penguji


pada tanggal 16 Januari 2019

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Abdul Gaus, S.T., M.T. Imran, S.T., M.Eng


NIP : 197805022003121004 NIP : 197904012005011003

Mengetahui

Dekan Fakultas Teknik Koordinator Program Studi Teknik Sipil


Universitas Khairun Universitas Khairun

Lita Asyriati Latif, S.T., M.TM. Muhammad Darwis, S.T., M.T.


NIP : 196903281995122001 NIP : 197412272005011001
SKRIPSI
PERILAKU LENTUR PADA KONDISI BATAS BALOK YANG
MENGGUNAKAN PASIR APUNG DENGAN TAMBAHAN SERAT
POLYPROPYLENE
Oleh
Alfian M. Hamzah
0723 14 11 003
Telah dipertahankan di depan Dewan Penguji
pada tanggal 16 Januari 2019

Susunan Dewan Penguji

Pembimbing I Penguji I

Dr. Abdul Gaus, S.T., M.T. Dr. Arbain Tata, S.T., M.T.
NIP : 197805022003121004 NIP : 197712092003121002

Pembimbing II Penguji II

Imran, S.T., M.Eng Muhammad Darwis, S.T., M.T.


NIP : 197904012005011003 NIP : 197412272005011001

Penguji III

Nani Nagu, S.T., M.T.


NIP : 197503232002122002

Mengetahui
Koordinator Program Studi Teknik Sipil

Muhammad Darwis, S.T., M.T.


NIP : 197412272005011001
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN

Yang bertanda tangan di bawah ini


Nama : Alfian M. Hamzah
NPM : 0723 14 11 003
Fakultas : Teknik
Jurusan/Program Studi : Teknik Sipil
Judul Skripsi : Perilaku Lentur Pada Kondisi Batas Balok Yang
Menggunakan Pasir Apung Dengan Tambahan Serat
Polypropylene.

Dengan ini menyatakan bahwa hasil penulisan skripsi yang telah saya buat ini
merupakan hasil karya sendiri dan benar keasliannya. Apabila ternyata dikemudian hari
penulisan skripsi ini merupakan hasil plagiat atau penjiplakan terhadap karya orang lain,
maka saya bersedia mempertanggungjawabkan sekaligus bersedia menerima sanksi
berdasarkan aturan tata tertib di Universitas Khairun.
Demikian pernyataan ini saya buat dalam keadaan sadar dan tidak dipaksakan.

Penulis

Alfian M. Hamzah

iv
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT tiada
daya dan upaya kecuali dengan izinNya hingga penulis diperkenankan menyelesaikan
Skripsi dengan judul “Perilaku Lentur Pada Kondisi Batas Balok yang Menggunakan Pasir
Apung dengan Tambahan Serat Polypropylene”. Skripsi ini diajukan untuk melengkapi
persyaratan akademik guna memperoleh gelar Sarjana Teknik Sipil Strata Satu (S1) pada
Program Studi Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Khairun Ternate.
Penulis menyadari bahwa terselesaikannya penulisan ini tidak terlepas dari
bantuan dan dorongan berbagai pihak, sehingga penulis patut menyampaikan rasa terima
kasih dan penghargaan kepada :
1. Kedua orang tua Muhammad Hamzah dan Alm. Jaina Arif
2. Kedua saudara Afriadi M. Hamzah dan Alfat M. Hamzah
3. Bapak Prof. Dr. Husen Alting, M.H. selaku Rektor Universitas Khairun
4. Ibu Lita Asyriati Latif, S.T., M.TM. selaku Dekan Fakultas Teknik Universitas Khairun
5. Bapak Muhammad Darwis, S.T., M.T. selaku Koordinator Program Studi Teknik Sipil
Fakultas Teknik Universitas Khairun
6. Bapak Dr. Abdul Gaus, S.T., M.T. selaku dosen pembimbing I
7. Bapak Imran, S.T., M.Eng. selaku dosen pembimbing II
8. Bapak Dr. Arbain Tata, S.T., M.T. selaku dosen penguji l
9. Bapak Muhammad Darwis, S.T., M.T. selaku dosen penguji ll
10. Ibu Nani Nagu, S.T., M.T. selaku dosen penguji lll
11. Saudara-saudara Mahasiswa Teknik Angkatan 2014
12. Saudara-saudara MAPALA E. S. A
13. Saudara-saudara Mahasiswa Teknik Sipil Angkatan 2017

Akhir kata semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak pada
umumnya dan mahasiswa pada khususnya.

Ternate, Januari 2019

Penulis

v
ABSTRAK

ALFIAN M. HAMZAH

PERILAKU LENTUR PADA KONDISI BATAS BALOK YANG MENGGUNAKAN PASIR


APUNG DENGAN TAMBAHAN SERAT POLYPROPYLENE

Kata kunci: Beton serat, Serat polypropylene, Pasir apung, Kuat tekan beton karakteristik, Kuat
tarik belah beton, Kuat lentur, kondisi batas balok, Beban-lendutan, Momen-
kurvatur.

Penelitian tentang penambahan serat polypropylene ke beton yang agregat


halusnya menggunakan pasir apung. Pembuatan beton ini dilatarbelakangi oleh
peningkatan kekuatan beton yaitu kuat tekan, kuat tarik belah, kuat lentur, ductility
(keliatan), ketahanan terhadap beban impact resistance (kejut), kekuatan terhadap
pengaruh shrinkage (susut), ketahanan terhadap abrasi (keausan). Penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui perbedaan berat beton pasir kalumata dan pasir apung dengan
tambahan serat polypropylene, mengetahui perbedaan kuat tekan karakteristik beton pasir
kalumata dan pasir apung dengan tambahan serat polypropylene, mengetahui perbedaan
kuat tarik belah rata-rata beton pasir kalumata dan beton pasir apung dengan tambahan
serat polypropylene, serta mengetahui besar beban pada keadaan batas runtuh balok
beton bertulang pasir kalumata dan pasir apung dengan tambahan serat polypropylene.
Penelitian ini menggunakan beton pasir kalumata (BN) dan beton pasir apung
dengan tambahan serat polypropylene (BPAS), dimana untuk kuat tekan masing-masing
20 sampel dan tarik belah 20 sampel dengan menggunakan silinder (15 cm x 30 cm),
sedang untuk kuat lentur masing-masing 3 sampel dengan menggunakan balok (15 cm x
15 cm x 70 cm).
Hasil penelitian menunjukan bahwa perbedaan berat BPAS lebih ringan
dibandingan dengan BN yaitu 7,305 kg atau 19,903%. Perbedaan kuat tekan karakteristik
sebesar 23,7944 kg/cm2 atau 9,514%. Kuat tarik belah rata-rata sebesar 0,997 Mpa atau
15,551%. Beban pada keadaan batas runtuh balok BN2 45 kN, BN3 45 kN dan BN4 50 kN
dan beban pada keadaan batas runtuh balok BPAS1 47,5 kN, BPAS2 45 kN dan BPAS3
50 kN.

vi
DAFTAR ISI

halaman
HALAMAN JUDUL
LEMBAR PENGESAHAN
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN iv
KATA PENGANTAR v
ABSTRAK vi
DAFTAR ISI vii
DAFTAR TABEL xi
DAFTAR GAMBAR xiii
DAFTAR ARTI SIMBOL DAN SINGKATAN xvi

BAB I PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Rumusan Masalah 2
1.3 Tujuan Penelitian 2
1.4 Batasan Masalah 2
1.5 Sistematika Penulisan 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4


2.1 Defenisi Beton 4
2.2 Kelebihan dan Kekurangan Beton 4
2.2.1 Kelebihan beton4
2.2.2 Kekurangan beton 5
2.3 Material Pembentuk Beton 5
2.3.1 Semen portland 5
2.3.2 Air 6
2.3.3 Agregat 6
2.4 Sifat-sifat Agregat dalam Campuran Beton 7
2.4.1 Serapan air dan kadar air agregat 7
2.4.1.1 Serapan air agregat 8
2.4.1.2 Kadar air agregat 8
2.4.2 Berat jenis dan daya serap agregat 8
2.4.3 Gradasi agregat 8
2.4.3.1 Gradasi agregat normal 9
2.4.3.2 Hubungan antara pori ... dengan kekuatan 9
2.4.4 Modulus halus butir 10
2.5 Pemeriksaan Mutu Agregat 10
2.6 Jenis-jenis Beton 10
2.6.1 Beton normal 10

vii
2.6.2 Beton ringan 10
2.6.3 Beton bertulang 11
2.6.3.1 Pengertian beton bertulang 11
2.6.3.2 Balok beton tanpa tulangan 11
2.6.3.3 Balok beton dengan tulangan 12
2.6.4 Beton serat 12
2.6.4.1 Pengertian serat 13
2.6.4.2 Serat polimer sintetis 13
2.6.4.3 Serat polypropylene 13
2.7 Penentuan Proporsi Bahan (Mix Desaign) 14
2.8 Pengerjaan Beton 15
2.9 Curing (Perawatan) Beton 15
2.10 Pengujian Kuat Tekan Beton 15
2.11 Pengujian Kuat Tarik Belah 16
2.12 Pengujian Kuat Kuat Lentur 16
2.13 Nilai Karakteristik 17
2.14 Elastisitas Linier dan Non Linier 17
2.15 Perletakan 20
2.16 Keadaan Batas Runtuh dan Keadaan Batas Pakai 21
2.17 Analisis Lentur Balok Beton Bertulang 22
2.17.1 Teori dasar 22
2.17.2 Dasar perhitungan kuat lentur nominal balok 26
2.17.3 Jenis-jenis keruntuhan lentur 28
2.18 Analisis Geser Balok Beton Bertulang 29
2.19 Kemampuan Layanan 31
2.19.1 Teori dasar 31
2.19.2 Analisis elastik penampang beton 31
2.19.2.1 Modulus elastisitas dan rasio modular 32
2.19.2.2 Penampang yang ditransformasikan 32
2.20 Hubungan Beban dan Lendutan 34
2.21 Kekakuan 35
2.22 Hubungan Momen dan Kurvatur 35
2.22.1 Momen kapasitas 35
2.22.2 Kurvatur 35
2.22.3 Perhitungan momen dan kurvatur 36
2.22.3.1 Karakteristik balok 36
2.22.3.2 kondisi sebelum retak 36
2.22.3.3 Kondisi setelah retak saat pertama leleh 37
2.22.3.4 Kondisi setelah retak saat ultimate 38
2.23 Penelitian Terdahulu 39

viii
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 41
3.1 Metode Penelitian 41
3.2 Tahapan Penelitian 41
3.2.1 Tahapan I : Persiapan bahan 41
3.2.2 Tahapan II : Pengujian bahan 41
3.2.3 Tahapan III : Perencanaan mix design 41
3.2.4 Tahapan IV : Pembuatan benda uji 42
3.2.4.1 Benda uji selinder 42
3.2.4.2 Benda uji balok 43
3.2.5 Tahapan V : Perawatan 44
3.2.6 Tahapan VI : Pengujian Benda Uji 44
3.2.6.1 Pengujian kuat tekan beton 44
3.2.6.2 Pengujian kuat tarik belah beton 44
3.2.6.3 Pengujian kuat lentur beton 45
3.2.7 Tahapan VII : Hasil dan pembahasan 45
3.2.8 Tahapan VIII : Kesimpulan dan Saran 45
3.3 Diagram Alir Penelitian 46

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 47


4.1 Pemeriksaan Bahan 47
4.1.1 Pemeriksaan agregrat halus 47
4.1.1.1 Agregrat halus pasir kalumata 47
4.1.1.2 Agregrat halus pasir apung 49
4.1.2 Pemeriksaan agregat kasar batu pecah 50
4.2 Perhitungan Rencana Adukan Beton 52
4.2.1 Hasil perhitungan rencana adukan BN 52
4.2.2 Hasil perhitungan rencana adukan BPAS52
4.2.3 Pembahasan rencana adukan beton 53
4.3 Pengujian Benda Uji Penelitian 54
4.3.1 Hasil kuat tekan beton 54
4.3.1.1 Kuat tekan BN 54
4.3.1.2 Kuat tekan BPAS 55
4.3.2 Hasil kuat tarik belah beton 56
4.3.2.1 Kuat tarik belah BN 56
4.3.2.2 Kuat tarik belah BPAS 57
4.3.3 Perbandingan σ'bk BN dan σ'bk BPAS 58
4.3.4 Perbandingan f’crt BN dan f’crt BPAS 58
4.3.5 Kuat lentur beton 58
4.3.5.1 Berat balok BN dan BPAS 58
4.3.5.2 Hubungan beban-lendutan BN 59
4.3.5.3 Hubungan beban-lendutan BPAS 61

ix
4.3.5.4 Keadaan batas runtuh balok 62
4.3.5.5 Analisa keadaan batas runtuh balok BN 63
4.3.5.6 Ansalisa keadaan batas runtuh balok BPAS 65
4.3.5.7 Pola Retak Balok 65
4.3.5.8 Perhitungan tegangan lentur dan geser elastik 67
4.3.5.9 Hubungan Momen-Kurvatur balok 69

BAB V PENUTUP 71
5.1 Kesimpulan 71
5.2 Saran 71

DAFTAR PUSTAKA 72

LAMPIRAN

x
DAFTAR TABEL

halaman

Tabel 2.1 Susunan unsur semen portland 5


Tabel 2.2 Jenis-jenis semen portland 6
Tabel 2.3 Batas gradasi agregat halus 9
Tabel 2.4 Batas gradasi agregat Kasar 9
Tabel 2.5 Klasifikasi kepadatan beton ringan 10
Tabel 2.6 Karakteristik serat polypropylene 14
Tabel 3.1 Nama dan spesifikasi benda uji selinder 42
Tabel 3.2 Nama dan spesifikasi benda uji balok 43
Tabel 4.1 Rekapitulasi hasil pemeriksaan agregat halus pasir kalumata 47
Tabel 4.2 Hasil pemeriksaan gradasi agregat halus pasir kalumata 48
Tabel 4.3 Rekapitulasi hasil pemeriksaan agregat halus pasir apung 49
Tabel 4.4 Hasil pemeriksaan gradasi agregat halus pasir apung 50
Tabel 4.5 Rekapitulasi hasil pemeriksaan agregat kasar batu pecah 51
Tabel 4.6 Hasil pemeriksaan gradasi agregat kasar batu pecah 51
Tabel 4.7 Komposisi rencana campuran BN 52
Tabel 4.8 Komposisi rencana campuran BPAS 52
Tabel 4.9 Hasil pengujian dan perhitungan kuat tekan BN 54
Tabel 4.10 Hasil pengujian dan perhitungan kuat tekan BPAS 55
Tabel 4.11 Hasil pengujian dan perhitungan kuat tarik belah BN 56
Tabel 4.12 Hasil pengujian dan perhitungan kuat tarik belah BPAS 57
Tabel 4.13 Pengukuran berat balok BN 59
Tabel 4.14 Pengukuran berat balok BPAS 59
Tabel 4.15 Hasil pengujian kuat lentur dan perhitungan kekakuan BN1 60
Tabel 4.16 Hasil pengujian kuat lentur dan perhitungan kekakuanBN2 60
Tabel 4.17 Hasil pengujian kuat lentur dan perhitungan kekakuan BN3 60
Tabel 4.18 Hasil pengujian kuat lentur dan perhitungan kekakuan BPAS1 61
Tabel 4.19 Hasil pengujian kuat lentur dan perhitungan kekakuan BPAS2 61
Tabel 4.20 Hasil pengujian kuat lentur dan perhitungan kekakuan BPAS3 61

xi
Tabel 4.21 Rekapitulasi beban yang bekerja pada benda uji balok BN 63
Tabel 4.22 Rekapitulasi output analisa SAP2000 balok BN 64
Tabel 4.23 Rekapitulasi beban yang bekerja pada benda uji balok BPAS 65
Tabel 4.24 Rekapan output analisa SAP2000 balok BPAS 65
Tabel 4.25 Beban yang bekerja pada benda uji balok BN 67
Tabel 4.26 Rekapan output analisa SAP2000 balok BN 67
Tabel 4.27 Rekapan perhitungan tegangan lentur balok BN 67
Tabel 4.28 Rekapan perhitungan tegangan Geser balok BN 67
Tabel 4.29 Beban yang bekerja pada benda uji balok balok BPAS 68
Tabel 4.30 Rekapan output analisa SAP2000 balok BPAS 68
Tabel 4.31 Rekapan perhitungan tegangan lentur balok BPAS 68
Tabel 4.32 Rekapan perhitungan tegangan Geser balok BPAS 68
Tabel 4.33 Hasil perhitungan momen-kurvatur balok BN 69
Tabel 4.34 Hasil perhitungan momen-kurvatur balok BPAS 69

xii
DAFTAR GAMBAR

halaman

Gambar 2.1 Skema material utama pembentuk beton 4


Gambar 2.2 Balok beton tanpa tulangan 12
Gambar 2.3 Balok beton bertulang 12
Gambar 2.4 Keruntuhan saat pengujian (a) kuat tekan (b) kuat tarik belah 13
Gambar 2.5 Serat polypropylene 14
Gambar 2.6 Sketsa pembeban kuat lentur 16
Gambar 2.7 Mengangkat peti dengan katrol 18
Gambar 2.8a Hubungan linier antara beban dan perpanjangan tegangan 19
Gambar 2.8b Hubungan antara tegangan dan regangan untuk bahan elastis linier
19
Gambar 2.9a Hubungan non-linier antara tegangan dan regangan 20
Gambar 2.9b Hubungan linier antara tegangan dan regangan 20
Gambar 2.10 Perubahan bentuk pada katrol 20
Gambar 2.11 Perletakan terjepit, sendi dan rol 21
Gambar 2.12 Dapatkah dia menyeberang melalui titian tanpa basah kakinya? 22
Gambar 2.13 Distribusi tegangan pada penampang akibat momen lentur 23
Gambar 2.14 Freebody diagram momen kopel tarik-tekan pada balok 24
Gambar 2.15 Diagram momen vs. kelengkungan 25
Gambar 2.16 Perilaku balok beton bertulang 25
Gambar 2.17 Bentuk keruntuhan pada balok 26
Gambar 2.18 Distribusi regangan dan tegangan beton pada kondisi ultimit 27
Gambar 2.19 Blok tegangan persegi ekivalen 27
Gambar 2.20 Blok tegangan ekivalen 28
Gambar 2.21 Jenis-jenis keruntuhan lentur 29
Gambar 2.22 Diagram momen dan geser pada balok 29
Gambar 2.23 Distribusi tegangan geser pada penampang persegi 30
Gambar 2.24 Retak pada balok 30
Gambar 2.25 Pola retak pada balok beton bertulang 31

xiii
Gambar 2.26 Penampang transformasi (belum retak) 33
Gambar 2.27 Penampang transformasi (retak) 33
Gambar 2.28 Hubungan antara beban dan lendutan 34
Gambar 2.29 Perilaku balok beton bertulang kondisi sebelum retak 37
Gambar 2.30 Perilaku balok beton bertulang kondisi pertama leleh 38
Gambar 2.31 Perilaku balok beton bertulang kondisi ultimate 39
Gambar 3.1 Sketsa pembuatan benda uji selinder 42
Gambar 3.2 Sketsa pembuatan benda uji balok 43
Gambar 3.3 Sketsa pengujian kuat lentur pada benda uji 45
Gambar 3.4 Diagram alir penelitian 46
Gambar 4.1 Grafik gradasi agregat halus pasir kalumata 48
Gambar 4.2 Grafik gradasi agregat halus pasir apung 50
Gambar 4.3 Grafik gradasi agregat kasar batu pecah 51
Gambar 4.4 Perbandingan σ'bk BN dan σ'bk BPAS 58
Gambar 4.5 Perbandingan kuat tarik belah f'crt BN dan f'crt BPAS 58
Gambar 4.6 Hubungan beban-lendutan balok BN2 60
Gambar 4.7 Hubungan beban-lendutan balok BN3 60
Gambar 4.8 Hubungan beban-lendutan balok BN4 60
Gambar 4.9 Hubungan beban-lendutan balok BPAS1 61
Gambar 4.10 Hubungan beban-lendutan balok BPAS2 62
Gambar 4.11 Hubungan beban-lendutan balok BPAS3 62
Gambar 4.12 Keadaan batas runtuh balok BN 62
Gambar 4.13 Keadaan batas runtuh balok BPAS 63
Gambar 4.14 Sketsa pemodelan pembebanan 64
Gambar 4.15 Output analisa SAP2000 balok BN2 64
Gambar 4.16 Pola retak balok BN1 65
Gambar 4.17 Pola retak balok BN2 66
Gambar 4.18 Pola retak balok BN3 66
Gambar 4.19 Pola retak balok BPAS1 66
Gambar 4.20 Pola retak balok BPAS2 66
Gambar 4.21 Pola retak balok BPAS3 66

xiv
Gambar 4.22 Tegangan lentur dan geser balok BN1 68
Gambar 4.23 Hubungan momen-kurvatur balok BN 69
Gambar 4.24 Hubungan momen-kurvatur balok BPAS 70

xv
DAFTAR ARTI SIMBOL DAN SINGAKATAN

Al2O3 alumina
AASHTO american assosiation of state highway and trasportation officials
A luas penampang (mm2)
As luas tampang (mm2)
BN.T beton normal kuat tekan
BN.TB beton normal kuat tarik belah
BPAS.T beton pasir apung+serat kuat tekan
BPAS.TB beton pasir apung+serat kuat tarik belah
BN.L beton normal kuat lentur
BPAS.L beton pasir apung+serat kuat lentur
BN beton normal
BPAS beto pasir apung serat polypropylene
b lebar penampang (mm)
CaO kapur
C faktor garis netral dari ujung atas balok
Cc gaya tekan beton
D diameter benda uji (mm)
d tinggi efektif (mm)
E modulus elastisitas atau modulus young
Es elastisitas baja (Mpa)
Ec elastisitas beton (Mpa)
FAS faktor air semen
fy mutu baja tulangan
f’c kuat tekan beton (Mpa)
fcr kuat tarik belah (Mpa)
Fe2O3 besi
fr modulus pecah beton (Mpa)
G faktor granular
h tinggi penampang (mm)
l momen inersia penampang (mm4)
JPK jenuh permukaan kering
jd jarak pusat total gaya tekan kepusat tulangan tarik
kd jarak garis netral dari ujung atas balok
K kekakuan (N/mm)
L panjang (mm)
MPa mega pascal
MHB modulus halus butir

xvi
MgO magnesium
M momen yang bekerja pada penampang (N.mm)
Mretak momen saat retak (N.mm)
My momen saat pertama leleh (N.mm)
Mu momen saat ultimate (N.mm)
Na2O+K2O soda/potash
N gaya longitudinal atau aksialn (kN)
n angka ekivalen
P beban benda uji (N/m)
PBI 1971 peraturan beton bertulang indonesia 1971 N.I. – 2
SNI stardar nasional indonesia
q beban merata (N)
Q statis momen penampang (mm3)
R koefisien modifikasi respons
SiO2 silika
SO3 sulfur
SSD saturated surface dry
Sd deviasi
y jarak dari sumbu netral (mm)
π PI (3,142)
σ tegangan normal atau lentur (N/mm2)
∆L perubahan panjang (mm)
ϵ regangan
τ tegangan geser (N/mm2)
V gaya geser (N)
δ lendutan (mm)
ρ rasio tulangan
ȳ jarak garis netral (mm)
φretak kurvatur saat retak (rad/mm)
Ɛs regangan tulangan tarik baja
Ɛc regangan beton bagian atas
φy kurvatur saat pertama leleh (rad/mm)
α tinggi blok tegangan beton
β nilai beta
φu kurvatur saat ultimate (rad/mm)
σ’bm kuat tekan rata-rata
σ’bmin kuat tekan minimum
σ’bmaks kuat tekan maksimum
σ’bk kuat tekan karakteristik

xvii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pembangunan ditujukan untuk meningkatkan kualitas hidup manusia dengan
pemanfaatan seluruh sumber daya yang ada secara optimal. Pembangunan tersebut tidak
hanya dalam skala nasional, namun juga dalam skala regional/wilayah. Sektor konstruksi
sebagai salah satu indikator dalam pembangunan, mempunyai peranan penting dan
strategis dalam pembangunan nasional, mengingat sektor ini menghasilkan produk akhir
berupa bangunan baik yang berupa sarana maupun prasarana yang berfungsi mendukung
peningkatan pertumbuhan dan perkembangan berbagai sektor, terutama sektor konstruksi
bangunan. Perkembangan pada sektor konstruksi akan semakin meningkat, maka dituntut
pula peningkatan mutu, efisiensi, dan produktivitas pada kreatifitas, material, dan
kinerjanya.
Konstruksi bangunan yang didirikan sebagian besar menggunakan komponen
berupa beton masih menjadi pilihan utama para pelaku konstruksi. Hal ini disebabkan
karena beton banyak beberapa kelebihan dibandingkan bahan-bahan lain. Dari segi
ekonomi, harga beton relatif murah karena material dasarnya dari bahan-bahan lokal.
Selain itu kuat beton yang tinggi, dapat dicetak menjadi bentuk yang beragam, serta
memilki ketahanan yang baik terhadap cuaca dan lingkungan. Kelebihan-kelebihan
tersebut yang menyebabkan beton masih menjadi pilihan utama, bahkan terus bertambah
dari waktu ke waktu. Akan tetapi beton juga memiliki kelemahan, diantaranya kuat tariknya
yang rendah dan bersifat brittle (getas). Sifat getas memungkinkan terjadinya keruntuhan
mendadak akibat terlampauinya batas, misalnya terjadi beban gempa.Sifat getas beton
perlu dikurangi agar bangunan beton tidak runtuh seketika saat terjadi gempa.
Untuk itu solusi kekurangan beton yaitu menggunakan micro reinforcement seperti
serat. Serat pada beton mampu menambah daya tahan dari keretakan saat saat beton
terjadi kerusakan. Selain itu, beton serat memilki beberapa kelebihan dari beton tanpa
serat dalam beberapa sifat strukturnya, yaitu ductility (keliatan), ketahanan terhadap beban
impact resistance (kejut), kekuatan terhadap pengaruh shrinkage (susut), ketahanan

1
2

terhadap abrasi (keausan), kuat tarik dan kuat lentur. Umumnya serat dari beton sendiri
berupa baja yang telah difabrikasi dan mempunyai ukuran tertentu. Jenis serat lain adalah
serat sintetik dari bahan nilon atau polypropylene.
1.2 Rumusan Masalah
Rumusan masalah penelitian sebagai berikut:
1. Berapa perbedaan berat beton pasir kalumata dan pasir apung dengan
tambahan serat polypropylene ?
2. Berapa perbedaan kuat tekan karakteristik beton pasir kalumata dan pasir apung
dengan tambahan serat polypropylene ?
3. Berapa perbedaan kuat tarik belah rata-rata beton pasir kalumata dan beton
pasir apung dengan tambahan serat polypropylene ?
4. Berapa besar beban pada keadaan batas runtuh balok beton bertulang pasir
kalumata dan pasir apung dengan tambahan serat polypropylene ?
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian sebagai berikut:
1. Mengetahui perbedaan berat beton pasir kalumata dan pasir apung dengan
tambahan serat polypropylene.
2. Mengetahui perbedaan kuat tekan karakteristik beton pasir kalumata dan pasir
apung dengan tambahan serat polypropylene.
3. Mengetahui perbedaan kuat tarik belah rata-rata beton pasir kalumata dan beton
pasir apung dengan tambahan serat polypropylene.
4. Mengetahui besar beban pada keadaan batas runtuh balok beton bertulang pasir
kalumata dan pasir apung dengan tambahan serat polypropylene.
1.4 Batasan Masalah
Sesuai tujuan yang diharapkan, maka dalam penulisan ini dilakukan beberapa
pembatasan masalah yang dikaji, yaitu:
1. Serat yang digunakan adalah serat polypropylene dan tidak melakukan uji
propertis terhadap serat.
2. Tidak dilakukan peninjauan secara mendalam terhadap reaksi kimia yang terjadi
pada campuran bahan-bahan yang digunakan dan pengaruh
temperatur/lingkungan.
3

1.5 Sistematika Penulisan


Secara garis besar, sistematika penulisan sebagai berikut:
BAB I. Pendahuluan
Bab ini membahas latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, batasan
masalah, dan sistematika penulisan.
BAB II. Tinjauan Pustaka dan Landasan Teori
Penulisan pada bab ini menguraikan tentang penelitian terdahulu dan teori-teori.
BAB III. Metodologi Penelitian
Bab ini membahas tentang melaksanakan penelitian
BAB IV. Hasil dan Pembahasan
Bab ini menguraikan hasil penelitian dan pembahasannya yang ditunjang oleh
BAB II
BAB V. Penutup
Bab ini berisi tentang kesimpulan dan saran.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Defenisi Beton


Concrete (Beton) adalah campuran semen portland atau semen hidrolis lainnya,
agregat dan air, dengan atau tanpa admixture (bahan tambahan). Campuran antara
semen dan air akan membentuk pasta semen, yang berfungsi sebagai bahan ikat.
Sedangkan pasir dan kerikil merupakan bahan agregat yang berfungsi sebagai bahan
pengisi dan sekaligus sebagai bahan yang diikat oleh pasta semen. Ikatan antara pasta
semen dengan agregat ini menjadi satu kesatuan yang kompak, dan akhirnya dengan
berjalannya waktu akan menjadi keras padat yang disebut beton. Skema bahan penyusun
beton dapat dilukiskan seperti Gambar 2.1.

Gambar 2.1 Skema material utama pembentuk beton


Sumber: Buku balok dan pelat beton bertulang, 2010

2.2 Kelebihan dan Kekurangan Beton


Dalam keadaan yang mengeras, beton memiliki kekuatan tinggi. Dalam keadaan
segar, beton dapat dibuat bermacam bentuk, sehingga dapat digunakan untuk membentuk
seni arsitektur atau semata-mata untuk tujuan dekoratif. Secara umum kelebihan dan
kekurangan beton adalah :
2.2.1 Kelebihan beton
1. Dapat dengan mudah dibentuk sesuai dengan kebutuhan konstruksi.
2. Mampu memikul beban yang berat.
3. Tahan terhadap tempratur tinggi.
4. Harganya lebih murah.
5. Biaya pemeliharaan atau perawatan kecil.

4
5

2.2.2 Kekurangan beton


1. Beton mempunyai kuat tarik yang rendah, sehingga mudah retak.
2. Konstruksi beton itu berat, sehingga jika dipakai pada bangunan harus
disediakan fondasi yang cukup besar/kuat.
3. Bentuk yang telah dibuat sulit untuk diubah.
4. Pelaksanaan pekerjaan membutuhkan ketelitian yang tinggi.
5. Berat dan daya pantul suara yang besar.
6. Untuk memperoleh hasil beton dengan mutu beton yang baik, perlu biaya
pengawasan sendiri.
7. Konstruksi beton tak dapat dipindahkan, disamping itu bekas ( rosokan) beton
tidak ada harganya.
2.3 Material Pembentuk Beton
2.3.1 Semen portland
Semen berfungsi untuk merekatkan butir-butir agregat agar terjadi suatu massa
yang padat dan juga mengisi rongga-rongga diantara butiran-butiran agregat. Salah
satu jenis semen yang biasa dipakai dalam pembuatan beton ialah semen portland.
Bahan dasar pembentuk semen portland terdiri dari kapur, silika, alumina dan oksida
besi. Oksida tersebut bereaksi membentuk suatu produk akibat peleburan. Unsur-unsur
pembentuk semen dapat dilihat pada Tabel 2.1 dan pada umumnya semen portland
diklasifikasikan menjadi 5 jenis, seperti yang tercantum pada Tabel 2.2.
Tabel 2.1 Susunan unsur semen portland
Oksida Persen (%)
Kapur (CaO) 60 – 65
Silika (SiO2) 17 – 25
Alumina (Al2O3) 3–8
Besi (Fe2O3) 0,5 – 6
Magnesium (MgO) 0,5 – 4
Sulfur (SO3) 1–2
Soda/potash (Na2O+K2O) 0,5 – 1
Sumber: Pengaruh Penambahan Serat Polypropylene Pada Beton
Ringan Dengan Teknologi Gas Terhadap Kuat Tekan, Kuat
Tarik Belah, Dan Modulus Elastisitas. 2015.
6

Tabel 2.2 Jenis-jenis semen portland


Jenis Semen Karakteristik Umum
Jenis I Semen Portland untuk penggunaan umum yang tidak
memerlukan persyaratan khusus.
Jenis II Semen Portland yang penggunaannya memerlukan ketahanan
terhadap sulfat dan panas hidrasi sedang.
Jenis III Semen Portland yang penggunaannya memerlukan persyaratan
kekuatan awal yang tinggi setelah pengikatan.
Jenis IV Semen Portland yang penggunaannya menuntut panas hidrasi
rendah.
Jenis V Semen Portland yang penggunaannya menuntut persyaratan
sangat tahan terhadap sulfat.
Sumber: Buku balok dan pelat beton bertulang, 2010

Semen portland yang digunakan untuk pembutan beton, semen yang berbutir halus.
Kehalusan butir semen ini dapat diraba atau dirasakan dengan tangan. Semen yang
tercampur/mengandung gumpalan-gumpalan (meskipun kecil), tidak baik untuk pembuatan
beton. Dalam penelitian ini digunakan semen jenis I yang digunakan untuk tujuan umum.
2.3.2 Air
Fungsi air pada campuran beton adalah untuk membantu reaksi kimia yang
menyebabkan berlansungnya proses pengikatan serta sebagai pelicin antara campuran
agregat dan semen agar muadah dikerjakan. Air dipelukan pada pembentukan semen
yang berpengaruh terhadap sifat kemudahan pengerjaan adukan beton ( workability),
kekuatan, susut dan keawetan beton. Air yang diperlukan untuk bereaksi dengan semen
hanya sekitar 25% dari berat semen saja, namun dalam kenyataannya nilai faktor air
semen yang dipakai sulit jika kurang dari 0,35. Kelebihan air dari jumlah yang dibutuhkan
dipakai sebagai pelumas, tambahan air ini tidak boleh terlalu banyak karena kekuatan
beton menjadi rendah dan beton menjadi keropos.
Air untuk pembutan beton sebaiknya digunakan air bersih yang dapat diminum. Air
yang diambil dalam tanah (misalnya air sumur) atau air yang berasal dari Perusahaan Air
Minum. Pada umunya cukup baik bila dipakai untuk pembuatan beton.
2.3.3 Agregat
Agregat adalah butiran mineral alami yang berfungsi sebagai bahan pengisi dalam
campuran mortar atau beton. Agregat ini menepati sebanyak 60% - 80% dari volume
mortar atau beton, sehingga pemilihan agregat sangatlah penting karena akan
mempengaruhi sifat-sifat mortar atau beton.
7

Agregat yang digunakan dalam campuran beton dapat berupa agregat alam atau
artificial aggregates (agregat buatan). Secara umum, agregat dapat dibedakan
berdasarkan ukurannya, yaitu agregat kasar dan agregat halus. Batasan antara agregat
halus dan kasar berbeda antara disiplin ilmu antara satu dengan yang lainnya. Meskipun
demikian, dapat diberikan batasan ukuran antara agregat halus dengan agregat kasar
yaitu 4,80 mm (British Standard) atau 4,75 mm (Standar ASTM atau SNI). Agregat kasar
adalah batuan yang ukuran butirnya lebih besar dari 4,80 mm (4,75 mm) dan agregat
halus ada batuan yang lebih kecil dari 4,80 mm (4,75 mm). Agregat dengan ukuran lebih
besar dari 4,80 mm dibagi lagi menjadi dua, yang berdiameter antara 4,80 - 40 mm disebut
kerikil beton dan yang lebih besar dari 40 mm disebut kerikil kasar.
Agregat yang digunakan dalam campuran beton biasanya berukuran lebih kecil dari
40 mm. Agregat yang ukurannya lebih besar dari 40 mm digunakan untuk pekerjaan sipil
lainnya, misalnya untuk pekerjaan jalan, tanggul-tanggul penahan tanah, bronjong, atau
bendungan, dan lainnya. Agregat halus biasanya dinamakan pasir dan agregat kasar
dinamakan kerikil, spilit, batu pecah, kricak dan lainya.
2.4 Sifat-sifat Agregat Dalam Campuran Beton
Sifat-sifat agregat sangat berpengaruh pada mutu campuran beton. Untuk
menghasilkan beton yang mempunyai kekuatan seperti yang diinginkan. Sifat-sifat ini
harus diketahui dan dipelajari agar kita dapat mengambil tindakan yang positif dalam
mengatasi masalah-masalah yang timbul.
2.4.1 Serapan air dan kadar air agregat
Pada saat terbentuknya agregat kemungkinan ada terjadinya udara yang terjebak
dalam lapisan agregat atau terjadi karena dekomposisi mineral pembentuk akibat
perubahan cuaca, maka terbentuklah lubang, atau rongga kecil didalam butiran agregat
(pori). Pori dalam agregat mempunyai variasi yang cukup dan menyebar diseluruh tubuh
butiran. Pori-pori mungkin terjadi reservoir air bebas di dalam agregat. Persentase berat air
yang mampu diserap agregat di dalam air disebut sebagai serapan air, sedangkan
banyaknya air yang terkandung dalam agregat disebut kadar air.
8

2.4.1.1 Serapan air agregat


Serapan air dihitung dari banyaknya air yang mampu diserap oleh agregat pada
kondisi jenuh permukaan kering (JPK) atau saturated surface dry (SSD), kondisi ini
merupakan:
1. Keadaan kebasahan agregat yang hampir sama dengan agregat dalam beton,
sehingga agregat tidak akan menambah maupun mengurangi air dari pastanya.
2. Kadar air dilapangan lebih banyak mendekati kondisi SSD dari pada kondisi
kering tungku.
2.4.1.2 Kadar air agregat
Kadar air adalah banyaknya air yang terkandung dalam suatu agregat. Kadar air
dapan dibedakan menjadi empat jenis. Pertama, kadar air kering tungku, yaitu keadaan
yang benar-benar tidak berair. Kedua, kadar air kering udara, yaitu kondisi agregat yang
permukaannya kering tetapi sedikit mengandung air dalam porinya dan masih dapat
menyerap air. Ketiga, JPK, yaitu keadaan dimana tidak ada air di permukaan agregat,
tetapi agregat tersebut masih mampu menyerap air. Pada kondisi ini, air dalam agregat
tidak akan menambah atau mengurangi air pada campuran beton. Keempat, kondisi
basah, yaitu kondisi dimana butir-butir agregat banyak mengandung air, sehingga akan
meyebabkan penambahan kadar air campuran beton.
2.4.2 Berat jenis dan daya serap agregat
Berat jenis digunakan untuk menentukan volume yang diisi oleh agregat. Berat jenis
dari agregat pada akhirnya akan menentukan berat jenis dari beton sehingga secara
lansung menentukan banyaknya campuran agregat dalam campuran beton. Hubungan
antara berat jenis dengan daya serap adalah jika semakin tinggi nilai berat jenis agregat
maka semakin kecil daya serap air agregat tersebut.
2.4.3 Gradasi agregat
Untuk mendapatkan campuran beton yang baik kadang-kadang kita harus
mencampur beberapa jenis agregat. Untuk itu pengetahuan mengenai gradasi inipun
menjadi penting. Dalam pekerjaan beton yang banyak dipakai adalah agregat normal
dengan gradasi yang harus memenuhi syarat standar, namun untuk keperluan yang
khusus sering dipakai agregat ringan ataupun agregat berat.
9

2.4.3.1 Gradasi agregat normal


SNI 03-2834-2000 memberikan syarat gradasi untuk agregat halus dan kasar.
Agregat halus dikelompokkan dalam empat zone (daerah), sedangkan agregat kasar
dikelompokkan dalam tiga ukuran. Seperti dalam Tabel 2.3 dan 2.4.
Tabel 2.3 Batas gradasi agregat halus
Diameter Persen berat butir yang lewat ayakan
No ayakan Pasir kasar Pasir sedang Pasir agak halus Pasir halus
(mm) I II III IV
1 9,50 (3/8’’) 100 100 100 100
2 4,75 (No. 4) 90 - 100 90 – 100 90 - 100 95 - 100
3 2,36 (No. 8) 60 – 95 75 – 100 85 - 100 95 - 100
4 1,18 (No. 16) 30 – 70 55 – 90 75 - 100 90 - 100
5 0,6 (No. 30) 15 – 34 35 – 59 60 - 79 80 - 100
6 0,3 (No. 50) 5 – 20 8 – 30 12 - 40 15 - 50
7 0,15 (No. 100) 0 – 10 0 – 10 0 - 10 0 - 15
8 0,075 (No. 200) 0 0 0 0
Sumber: Buku teknologi beton, 2003

Tabel 2.4 Batas gradasi agregat kasar


Diameter Persen berat butir yang lewat ayakan
No ayakan Maksimum Maksimum Maksimum
(mm) 10 mm 20 mm 40 mm
1 63,5 (2 ½”) 100 100 100
2 37,5 (1 ½”) 100 100 95 - 100
3 19,1 (3/4”) 100 95 – 100 35 - 70
4 9,50 (3/8”) 50 - 85 30 – 60 10 - 40
5 4,75 (No. 4) 0 - 10 0 – 10 0-5
6 2,36 (No. 8) 0 0 0
Sumber: : Buku teknologi beton, 2003

2.4.3.2 Hubungan antara pori dalam beton dengan kekuatan


Sekitar tahun 1897, R. Feret, salah seorang Insinyur Prancis, mengatakan bahwa
kekuatan beton akan bertambah jika kandungan pori dalam beton semakin kecil. Profesor
Arthur N. Talbot, menegaskan kembali bahwa terjadi hubungan lansung antara kekuatan
dengan kandungan pori dalam agregat. Semakin tinggi angka pori dalam agregat berarti
semakin tinggi angka pori dalam beton yang akhirnya akan menyebabkan turunnya
kekuatan beton.
10

2.4.4 Modulus halus butir


Finnes modulus (modulus halus butir ) atau biasa disingkat dengan MHB ialah suatu
indek yang dipakai untuk mengukur kehalusan atau kekasaran butir-butir agregat. MHB
didefinisikan sebagai jumlah persen kumulatif dari butir agregat yang tertinggal di atas satu
set ayakan, kemudian nilai tersebut dibagi dengan seratus. Makin besar nilai MHB suatu
agregat berarti semakin besar butiran agregatnya.
2.5 Pemeriksaan Mutu Agregat
Pemeriksaan mutu agregat dimaksud untuk mendapatkan bahan-bahan campuran
beton yang memenuhi syarat, sehingga beton yang dihasilkan nantinya sesuai dengan
yang diharapkan. Jika dilihat dari volume agregat dalam campuran beton, agregat
memberi kontribusi yang besar terhadap campuran.
2.6 Jenis-jenis Beton
2.6.1 Beton normal
Disebutkan SNI-03-2847-2002 bahwa beton normal adalah berat jenisnya 2200-
2500 kg/m3 dan dibuat menggunakan agregat alam atau dipecah atau tanpa dipecah.
Dipakai hampir pada semua bagian struktur bangunan. Beton normal biasanya
menggunakan agregat normal yaitu agregat yang berat jenisnya antara 2,5 - 2,7.
2.6.2 Beton ringan
Disebutkan SNI-03-2847-2002 bahwa beton ringan adalah beton yang mengandung
agregat ringan dan mempunyai berat satuan tidak lebih dari 1900 kg/m 3. Sedangkan SNI-
03-2847-2013 menyebutkan bahwa beton ringan adalah beton yang mengandung agregat
ringan dan equilibrium density (berat volume setimbang), sebagaimana ditetapkan oleh
ASTM C567, antara 1140 dan 1840 kg/cm 3. Beton ringan pada dasarnya memiliki
campuran sama dengan beton normal pada umunya, namun agregat kasar yang
menempati 60% dari seluruh komponen, direduksi berat jenisnya. Penggunaan beton
ringan juga disesuaikan dengan kepadatan dan kekuatannya sesuai Tabel 2.5.
Tabel 2.5 Klasifikasi kepadatan beton ringan
No Kategori Berat isi unit Tipikal kuat Tipikal aplikasi
3
beton ringan beton (kg/m ) tekan beton
1 Non struktur 300 – 1100 < 7 MPa Insulating material
2 Non struktur 1100 – 1600 7 – 14 MPa Unit masonry
3 Struktur 1450 – 1900 17 – 35 Mpa Struktural
Sumber: Skripsi uji kuat lentur sandwich panel dengan core dari beton menggunakan limbah plastik pet
sebagai agregat kasar dan lapisan kulit dari resin, 2015
11

2.6.3 Beton bertulang


2.6.3.1 Pengertian beton bertulang
Sifat utama dari beton, yaitu sangat kuat terhadap beban tekan, tetapi juga bersifat
getas/mudah patah atau rusak terhadap beban tarik. Dalam perhitungan struktur, kuat tarik
beton ini biasanya diabaikan.
Sifat utama dari baja tulangan, yaitu sangat kuat terhadap beban tarik maupun
tekan. Karena baja tulangan harganya mahal, maka sedapat mungkin dihindari
penggunaan baja tulangan untuk memikul beban tekan.
Dari sifat utama tersebut, maka jika kedua bahan (beton dan baja tulangan)
dipadukan menjadi satu kesatuan secara komposit, akan diperoleh bahan baru disebut
beton bertulang. Beton bertulang ini mempunyai sifat sesuai dengan sifat bahan
penyusunnya, yaitu sangat kuat terhadap beban tarik maupun beban tekan. Beban tarik
pada beton bertulang ditahan oleh baja, sedangkan beban tekan cukup ditahan oleh beton.
2.6.3.2 Balok beton tanpa tulangan
Sifat dari bahan beton, yaitu sangat kuat untuk menahan tekan, tetapi tidak kuat
untuk menahan tarik. Oleh karena itu, beton dapat mengalami retak jika beban yang dipikul
menimbulkan tegangan tarik yang melebihi kuat tariknya.
Jika sebuah balok tanpa tulangan ditumpu oleh tumpuan sederhana dengan
tumpuan sendi-rol, dan di atas balok tersebut bekerja beban terpusat P serta beban
merata q, maka akan timbul momen luar, sehingga balok akan melengkung ke bawah
seperti tanpak pada Gambar 2.2.
Pada balok yang melengkung kebawah akibat beban luar ini pada dasarnya ditahan
oleh kopel gaya-gaya dalam yang berupa tegangan tekan dan tarik. Jadi pada serat-serat
balok bagian tepi - atas akan menahan tegangan tekan, dan semakin kebawah tegangan
tekan tersebut semakin kecil. Sebaliknya, pada serat-serat bagian tepi bawah akan
menahan tegangan tarik, dan semakin ke atas tegangan tariknya akan semakin kecil pula
lihat Gambar 2.2. Pada bagian tengah, yaitu pada batas antara tegangan tekan dan tarik,
serat-serat tidak mengalami tegangan sama sekali (tegangan tekan maupun tariknya
bernilai nol). Serat-serat yang tidak mengalami tegangan tersebut membetuk suatu garis
yang disebut garis netral.
12

Gambar 2.2 Balok beton tanpa tulangan


Sumber: : Buku balok dan pelat beton bertulang, 2010

2.6.3.3 Balok beton dengan tulangan


Untuk menahan gaya tarik yang cukup besar pada serat-serat balok bagian tepi –
bawah, maka perlu diberikan baja tulangan sehingga disebut dengan istilah “beton
bertulang”. Pada balok beton bertulang ini, tulangan baja ditanam di dalam beton
sedemikian rupa, sehingga gaya tarik yang dibutuhkan untuk menahan momen pada
penampang retak dapat ditahan oleh baja tulangan. Seperti pada Gambar 2.3.

Gambar 2.3 Balok beton bertulang


Sumber: Buku balok dan pelat beton bertulang, 2010

2.6.4 Beton serat


Beton serat didefinisikan sebagai beton yang dibuat dari campuran semen, agregat,
air dan sejumlah serat yang disebar secara random atau tidak teratur.
Beberapa sifat-sifat beton dapat diperbaiki dengan penambahan serat, di antaranya
adalah meningkatnya daktilitas, ketahanan, kuat tarik dan lentur, ketahanan terhadap
kelelahan, ketahanan terhadap pengaruh susutan, ketahanan terhadap abrasi, ketahanan
terhadap pecahan atau fragmentasi, ketahanan terhadap pengelupasan.
Prinsip penambahan serat adalah memberi tulangan pada beton yang disebar
merata ke dalam adukan beton dengan orientasi random untuk mencegah terjadinya
retakan-retakan beton yang terlalu dini di daerah tarik akibat panas hidrasi maupun akibat
pembebanan. Penambahan serat pada beton diharapkan penambahan tulangan untuk
memikul beban yang sama pada suatu konstruksi yang dipikul oleh beton.
13

2.6.4.1 Pengertian serat


Serat merupakan bahan tambah yang dapat digunakan untuk memperbaiki sifat
atau kekuatan beton. Serat memiliki peranan yang penting dalam komposit karena
menentukan kinerja komposit secara keseluruhan. Serat pada beton akan berfungsi
sebagai pengisi dan pengunci agregat serta dapat menghambat terjadinya retak- retak
awal pada beton.

(a) (b)
Gambar 2.4 Keruntuhan Saat Pengujian (a) Kuat Tekan (b) Kuat Tarik Belah
Sumber: Skripsi pengaruh penambahan serat polypropylene pada beton ringan dengan teknologi gas
terhadap kuat tekan, kuat tarik belah, dan modulus elastisitas. 2015.

Ada beberapa jenis serat yang sudah dikenal saat ini, antara lain:
1. Naturally occuring fibers atau serat alami yang berasal dari alam, seperti serat
tebu, serat kelapa, dan serat kayu.
2. Steel fibers atau serat baja, seperti kawat bendrat, seng, galvalum.
3. Fiberglass atau serat kaca.
4. Polimeric fiber atau serat polimer, yakni serat yang berasal dari serat sintetis.
Serat polimer terdiri dari polypropylene, polyethylene, polyester, nylon dan
carbon.
2.6.4.2 Serat polimer sintetis
Synthetic polymeric fiber (serat polimer sintetis) atau biasa disebut serat sintetis
adalah serat yang dibuat oleh manusia dari hasil riset dan pengembangan dalam industri
petrokimia dan tekstil (Balaguru dan Shah, 1992). Terdapat dua bentuk serat fisik, yaitu :
serat filamen tunggal dan serat yang dihasilkan dari pita filamen.
2.6.4.3 Serat polypropylene
Serat polypropylene sering di jumpai dalam kehidupan sehari-hari diantaranya
adalah plastik pembungkus makanan ringan, tali rafia, sedotan, kantong obat, dan lain
14

sebagainya. Gambar dan karakteristik serat polypropylene dapat dilihat pada Gambar 2.5
dan T abel 2.6.
Serat polypropylene didesain untuk meminimalisasi dan mengontrol penyusutan
retak plastik pada beton. Keuntungan, berkat kehalusan dan karakteristiknya secara
keseluruhan didistribusikan untuk memberikan perkuatan internal terhadap :
1. Mengurangi penyusutan beton pada saat plastis
2. Meningkatkan kohesi beton baru
3. Meningkatkan pengaruh dan ketahanan terhadap gesekan
4. Meningkatkan umur beton

Gambar 2.5 Serat polypropylene


Sumber: Skripsi pengaruh penambahan serat polypropylene pada
beton ringan dengan teknologi gas terhadap kuat tekan,
kuat tarik belah, dan modulus elastisitas. 2015.

Tabel 2.6 Karakteristik serat polypropylene


Karakteristik Serat polypropylene
Warna Natural
Berat jenis 0,91 g/cm3
Panjang serat 12 mm
Diameter serat 18 micron – normal
Daya rentang 300 – 440 MPa
Modulus elastisitas 6000 – 9000 N/mm2
Penyerapan air Nol
Sumber: Skripsi pengaruh penambahan serat polypropylene pada beton ringan dengan
teknologi gas terhadap kuat tekan, kuat tarik belah, dan modulus elastisitas. 2015.

2.7 Penentuan Proporsi Bahan (Mix Design)


Proporsi campuran dari bahan-bahan penyusun beton ditentukan melalui
perancangan beton (mix design). Hal ini dimaksudkan agar proporsi dari campuran dapat
memenuhi syarat kekuatan serta dapat memenuhi aspek ekonomis. Metode perancangan
ini pada dasarnya menentukan komposisi dari bahan-bahan penyusun beton untuk kinerja
tertentu yang diharapkan. Penentuan proporsi campuran dapat digunakan dengan
beberapa metode yang dikenal, antara lain (1). Metode American Concrete Institute, (2)
15

Portland Cement Association, (3) Road Note No 4, (4) Britsh Standar Departement of
Engineering, (5) Departemen Pekerjaan Umum (SNI 03-2834-2000 dengan judul tata
cara pembuatan rencana campuran beton normal) dan (6) Cara coba – coba.
2.8 Pengerjaan Beton
Pencampuran bahan-bahan penyusun beton dilakukan agar diperoleh suatu
komposisi yang solid dari bahan-bahan penyusun berdasarkan rancangan campuran
beton. Komposisi yang baik akan menghasilkan mutu yang baik, tetapi jika
pelaksanaannya tidak dikontrol dengan baik, kemungkinan dihasilkannya beton yang tak
sesuai dengan rencana akan semakin besar. Cara pengolahan ini akan menentukan
kualitas dari beton yang akan dibuat. Adapun tahapan dalam pelaksanaa dapat dilihat
pada SNI 03-2493-1991 tentang metode pembuatan dan perwatan benda uji laboratorium.
2.9 Curing (Perawatan) Beton
Perawatan dilakukan setelah mencapai final setting, artinya beton telah mengeras
perawatan dilakukan agar proses hidrasi selanjutnya tidak megalami gangguan atau
menghindari panas hidrasi yang tidak diinginkan, yang terutama disebabkan oleh suhu.
Jika hal ini terjadi, beton akan mengalami keretakan karena kehilangan air yang begitu
cepat. Perawatan dilakukan minimal selama 7 hari dan beton berkekuatan awal tinggi
minimal selama 3 hari serta harus dipertahankan dalam kondisi tidak kering benar artinya
masih mengandung air (lembab). Kekuatan beton akan naik secara cepat sampai umur 28
hari tetapi setelah itu kenaikannya akan kecil.
2.10 Pengujian Kuat Tekan
Pengertian kuat tekan beton menurut SNI 03-1974-1990 adalah besarnya beban
persatuan luas yang menyebabkan benda uji beton hancur bila dibebani dengan gaya
tekan tertentu yang dihasilkan oleh mesin uji tekan. Kuat tekan beton mengidentifikasikan
mutu dari sebuah struktur. Semakin tinggi tingkat kekuatan struktur yang dikehendaki,
semakin tinggi pula mutu beton yang dihasilkan. Faktor yang mempengaruhi kuat
tekan beton adalah faktor air semen dan kepadatan, umur beton, jenis semen, jumlah
semen, serta sifat agregat. Kuat tekan beton dapat dihitung dengan menggunakan
Persamaan (2.1).
P P
f ' c= =
A 1 ( 2.1 )
( π D 2)
4
16

Keterangan:
f’c = kuat tekan beton yang didapat dari benda uji (MPa)
P = beban benda uji (N)
A = luas penampang (mm2)
d = diameter benda uji silinder (mm)
2.11 Pengujian Kuat Tarik Belah
Kuat tarik merupakan besarnya gaya tarik yang bekerja pada saat benda uji putus
dibagi dengan luas penampang benda uji. Berdasarkan SNI 03-2491-2002, besar nilai
tegangan tarik putus dapat dihitung dengan menggunakan Persamaan 2.2.
2P
fcr= (2.2)
LD
Keterangan:
fcr = kuat tarik belah, dalam Mpa
P = beban uji (kN)
L = panjang benda uji dalam mm
D = diameter benda uji
2.12 Pengujian Kuat Lentur
Kuat lentur adalah kemampuan benda uji untuk menahan gaya dengan arah tegak
lurus sumbu benda uji, yang diberikan padanya, sampai benda uji patah. Pengujian
ini berpatokan pada standar SNI 03-4431-2011 yaitu cara uji kuat lentur beton normal
dengan dua titik pembebanan, dan standar SNI 03-2493-1991 yaitu pembuatan dan
perawatan benda uji beton di Laboratorium. Skema pembebanan kuat lentur panel dapat
digambarkan menggunakan Gambar 2.6.

Gambar 2.6 Sketsa pembebanan kuat lentur


Sumber: Skripsi pengaruh penambahan serat polypropylene pada beton ringan dengan teknologi
gas terhadap kuat tekan, kuat tarik belah, dan modulus elastisitas. 2015.
17

Perhitungan P atau beban maksimum pada uji kuat lentur ini mengasumsikan
bahwa besar momen yang dapat mematahkan benda uji adalah momen akibat
beban maksimum dari mesin pembebanan ditambah dengan berat sendiri dari benda uji
tersebut dan gravitasi dari benda uji.
2.13 Nilai Karakteristik
Suatu nilai tertentu misalnya harus dicapai setidak-tidaknya oleh 4% dari seluruh
pengamatan pengamatan, atau suatu nilai misalnya, yang tidak boleh dilampaui lebih dari
5% dari seluruh pengamatan, disebut sebagai nilai karakteristik. Untuk menentukan nilai
karakteristik beton dapat dilihat pada peraturan beton bertulang indonesia 1971 (PBI
1971).
2.14 Elastisitas Linier dan Non Linier
Bila kita hendak mengangkat ke atas sebuah peti tetapi kita tidak memiliki mesin
angkat, maka peti itu dapat diangkat dengan bantuan katrol dan tali. Apa yang terjadi pada
kasus ini ? peti bergantung pada salah satu ujung tali . Tali melewati puli katrol, dan ditarik
oleh orang pada ujung lainnya (Gambar 2.7). tali yang tertarik akan tegang sehingga balok
katrol dianggap sebagai suatu struktur. Dari teori kekuatan bahan, kita ketahui bahwa
tegangan tarik dapat ditentukan dengan membagi beban (berat peti) dengan luas
penampangan elemennya (tali), yang dinyatakan pada persamaan 2.3.
N
σ= ( 2.3 )
A
Keterangan:
σ = tegangan normal
N = gaya longitudinal atau aksial (kN)
A = luas penampang (mm2)
Beban yang menimbulkan gaya tarik pada tali, akan mengakibatkan pertambahan
panjang tali. Besar pertambahan panjang yang terjadi pada setiap keadaan tergantung
pada elastisitas bahannya. Misalnya kita tinjau sebuah batang dengan panjang l, dan
diberi beban N1, N2, N3, ...... yang semakin besar. Setiap beban N akan menimbulkan
pertambahan panjang ∆l, maka beban N1 menimbulkan ∆l1, beban N2 menimbulkan ∆l2,
dan seterusnya. Nilai N dapat dipetakan terhadap nilai pertambahan panjang seperti pada
Gambar 2.8a. Titik-titik yang dipetakan terletak pada satu garis lurus dan berbanding lurus
18

dengan N, sehingga dikatakan bahwa bahan itu ‘elastis linier’ (luas penampang A
dianggap tidak berubah sepanjang batang).

Gambar 2.7 Mengangkat peti dengan katrol


Sumber: Buku dasar-dasar perencanaan beton bertulang, 1993

Gambar 2.8b mirip dengan gambar 2.8a, tetapi nilai pada sumbu vertikal
menyatakan tegangan σ bukan beban N, sedangkan nilai pada sumbu horisontal
menyatakan regangan ϵ, yang didefenisikan sebagai perubahan panjang (perpanjangan)
dibagi dengan panjang awal batang, yang dinyatakan pada persamaan 2.4.
∆l
ϵ= (2.4)
l
Keterangan:
ϵ = regangan
∆l = perubahan panjang atau pendek (mm)
L = panjang awal (mm)
Dengan demikian ϵ adalah sebuah nilai nisbi, yang dapat dinyatakan dalam
persen. Gaya tarik, seperti contoh ini, akan mengakibatkan regangan tarik, yaitu batang
19

mengalami perpanjangan. Sebuah batang yang mengalami beban tekan akan mengalami
perpendekan, dan dan regangan yang timbul disebut regangan tekan.

Gambar 2.8a Hubungan linier antara Gambar 2.8b Hubungan antara tegangan
beban dan perpanjangantegangan dan regangan untuk bahan elastis linier
Sumber: Buku dasar-dasar perencanaan beton bertulang, 1993

Seperti terlihat pada Gambar 2.8b, regangan ϵ berbanding lurus dengan tegangan

σ
total σ. Ini dinyatakan dengan rumus σ = E . ϵ atau ϵ = , dan dikenal dengan hukum
E
Hooke. Dalam rumus ini, E adalah modulus elastisitas atau modulus young. Modulus ini
adalah sebuah konstante bahan yang mempunyai nilai tertentu untuk suatu bahan tertentu.
Tiap bahan mempunyai modulus elastisitas E tersendiri yang memberi gambaran
mengenai perilaku bahan itu bila mengalami beban tarik atau beban tekan. Bila nilai E
semakin kecil, akan semakin mudah bagi bahan mengalami perpanjangan atau

σ
perpendekan. Seperti terlihat pada Gambar 2.8b: ϵ = = tan α. Andaikan batang dengan
E
panjang l ditarik hingga menjadi dua kali panjang semula dengan kata lain pertambahan

∆l
panjang yang dialami sama dengan panjang semula, maka ∆ l = l. Ini berarti ϵ = =1=
l

σ
dan σ = E. Maka terlihat besarnya tegangan yang akan timbul pada suatu bahan, bila
E
bahan itu terjadi dua kali panjang awal (dengan anggapan luas penampang tidak berubah).
σ tidak selalu berbanding lurus dengan ϵ . Pada contoh yang diberikan pada
Gambar 2.9a, titik-titik yang dipetakan berturut-turut tidak terletak pada satu garis lurus,
20

sehingga tidak terdapat kesebandingan antara tegangan dan regangan. Bahan yang
memiliki tegangan-regangan seperti ini disebut ‘elastis non linier’. Bahan ini jelas tidak
mengikuti hukum Hooke sehigga hubungan σ = E . ϵ tidak berlaku. Bahan ini tidak
mempunyai modulus elastisitas konstan. Ini berarti bahwa hitungan perencanaan untuk
bahan demikian harus menggunakan rumus yang berbeda dengan bahan-bahan
elastisitas linier. Gambar 2.9b menunjukan kemungkinan ketiga. Dalam hal ini terdapat
suatu kesebandingan antara tegangan dan regangan untuk nilai tegangan yang rendah
(dibawah σ2 pada diagram), tetapi pada tegangan yang tinggi bahan mempunyai kelakuan
non-linier. Bahan jenis ini juga mempunyai modulus elastisitas yang tidak konstan (setidak-
tidaknya di atas σ2).

Gambar 2.9a Hubungan non-linier Gambar 2.9b Hubungan linier antara tegangan
antara tegangan dan regangan dan regangan pada nilai tegangan yang
rendah; hubungan ini tidak lagi linier pada
tegangan yang lebih tinggi.

2.15 Perletakan
Balok katrol yang terlihat pada Gambar 2.10 dibayangkan sebagai kantilever, yaitu
sebuah balok dengan satu ujung bebas dan yang lain dijepit ditembok. Balok yang tejepit
penuh pada tembok akan tetap tegak lurus terhadap bidang tembok.

Gambar 2.10 Perubahan bentuk pada katrol


Sumber: Buku dasar-dasar perencanaan beton bertulang, 1993
21

Ini merupakan suatu perletakan atau tumpuan, yang disebut ‘ujung terjepit atau
tumpuan tetap’ dan ditujukan secara skematis pada Gambar 2.11a.
Perletakan dapat juga berupa sendi atau pasak (Gambar 2.11b). Sifat tumpuan
bersendi adalah dapat berotasi tetapi tidak memungkinkan perpindahan horisontal
maupun vertikal. Jenis perletakan lain adalah rol (Gambar 2.11c) yang memungkinkan
rotasi dan perpindahan horisontal, akan tetapi perpindahan vertikal tidak mungkin. Kedua
perletakan terakhir ini yang tidak mampu melawan momen ‘tumpuan sederhana’.
Agar balok katrol terjepit sempurna, dinding atau struktur yang menahannya harus
membangkitkan gaya dan momen lentur yang melawan.
Ketiga jenis perletakan pada Gambar 2.11 adalah perletakan ideal. Pada struktur
bangunan kayu, baja, beton, atau bata jarang ditemukan rol, sendi atau ujung terjepit
sempura. Maka kita harus selalu mempertimbangkan, anggapan mengenai perilaku
bahwa suatu perletakan berupa ujung terjepit, sendi atau rol hanya dapat dipenuhi dalam
suatu struktur, harus selau dipertimbangkan.

Gambar 2.11 Perletakan terjepit, sendi dan rol


Sumber: Buku dasar-dasar perencanaan beton bertulang, 1993

2.16 Keadaan Batas Runtuh dan Keadaan Batas Pakai


Sejauh ini, kita telah membahas tegangan. Tujuan perhitungan tegangan adalah
untuk menyakinkan bahwa struktur cukup kuat untuk melaksanakan fungsinya. Dengan
demikian perhitungan ini merupakan suatu ‘analisis kekuatan’. Dalam hubungannya
dengan perencaan struktur beton, perhitungan ini dilakukan dalam kedaan ini dimana
gaya-gaya dalam yang timbul didalam balok hampir tidak bisa mengimbangi gaya-gaya
luar yang bekerja padanya. Di sini struktur berada pada ambang runtuh yaitu struktur
berada pada ‘keadaan batas runtuh’
22

Selain keruntuhan struktur, perhitungan dapat saja dihubungkan dengan kriteria


lain yang terlihat pada contoh dibawah ini.
Pandanglah sebuah papan yang diletakkan sebagai titian untuk melintasi sebuah
parit (Gambar 2.12) agar supaya orang dapat menyeberangi parit tanpa basah kakinya.
Sewaktu menyeberang, papan melengkung akibat berat orang itu dan akan menimbulkan
momen lentur di dalam papan. Pada bagian bawah papan muncul tegangan tarik
sedangkan bagian atas papan muncul tegangan tekan. Bila papan melengkung dan
bagian tengah papan tercelup kedalam air, maka papan ini tidak lagi memenuhi syarat
yang dituntut agar orang dapat menyeberang tanpa membasahi kaki. Demikian pula
untuk struktur beton perlu diperhatikan keadaan struktur saat berda dalam ‘kedaan batas
pakai’. Perhitungan lendutan adalah suatu betuk ‘analisis kekakuan’. Untuk struktur beton,
analisis kekakuan selalu dilakukan dalam keadaan batas pakai.

Gambar 2.12 Dapatkah dia menyeberang melalui titian tanpa basah kakinya?
Sumber: Buku dasar-dasar perencanaan beton bertulang, 1993

2.17 Analisis Lentur Balok Beton Bertulang


2.17.1 Teori dasar
Hampir semua elemen struktur bangunan seperti balok, kolom dan pelat
mengalami aksi lentur akibat beban luar yang bekerja padanya. Pada umumnya, pada
elemen struktur yang mengalami lentur, berlaku hukum Bernoulli dimana distribusi
regangan disepanjang tinggi penampang dapat diasumsikan linier.
Berdasarkan teori balok elastik, distribusi tegangan normal pada penampang akibat
momen lentur (M) dapat ditulliskan sebagai berikut (perhatikan Gambar 2.13).
M.y
σ=
I
( 2.5 )
23

bh3
I= (2.6)
12
Keterangan:
σ = tegangan lentur (N/mm2)
M = momen yang bekerja pada penampang (N.mm)
y = jarak dari sumbu netral (mm)
I = momen inersia penampang (mm4)
b = lebar penampang (mm)
h = tinggi penampang (mm)
Jika tidak ada gaya aksial yang bekerja pada penampang, maka pada penampang
seperti tersebut pada Gambar 2.13 berlaku:
M =C jd atau M =T jd ( 2.7 )
dan
C−T =0atau C=T ( 2.8 )
Keterangan:
C = gaya resultan tekan pada penampang
T = gaya resultan tarik pada penampang
jd = lengan momen

Gambar 2.13 Distribusi tegangan pada penampang akibat momen lentur


Sumber: Buku perencanaan dasar struktur beton bertulang, 2018

Teori balok σ = M.y/I di atas tidak sepenuhnya dapat digunakan dalam desain balok
beton bertulang karena:
 Hubungan tegangan-regangan tekan beton pada dasarnya bersifat nonlinier
 Kuat tarik beton yang rendah
 Adanya tulangan baja pada penampang yang berfungsi untuk mentransfer gaya
tarik pada saat terjadi retak pada penampang beton.
Balok adalah elemen struktur yang utamanya menahan momen dan geser dalam.
Bila pada elemen struktur juga bekerja gaya aksial maka elemen struktur tersebut
24

dinamakan elemen balok-kolom. Secara garis besar, perilaku balok beton bertulang dalam
menahan lentur dapat dijelaskan seperti pada Gambar 2.14.
Gambar 2.15 memperlihatkan hubungan momen-kurvatur (kelengkungan) pada
penampang balok yang dibebani lentur. Pada saat awal, dimana retak belum terbentuk,
nilai regangan yang terjadi akibat momen bekerja sangat kecil, sehingga distribusi
tegangan normal yang diperoleh pada dasarnya masih linier (Gambar 2.16a). Pada kondisi
ini hubungan momen dan kelengkungan pada penampang juga bersifat linier (lihat segmen
O-B pada Gambar 2.15).

Gambar 2.14 Freebody diagram momen kopel tarik-tekan pada balok


Sumber: Buku perencanaan dasar struktur beton bertulang, 2018

Jika beban yang bekerja terus ditingkatkan, retak akan terbentuk pada tepi bawah
penampang yang mengalami momen maksimum. Retak terjadi pada saat tegangan tarik
pada tepi bawah penampang mencapai kuat tarik beton. Pada saat retak terbentuk, gaya
tarik pada beton di lokasi retak akan ditransfer ke tulangan baja, sehingga efektifitas
penampang beton dalam menahan momen menjadi berkurang (Gambar 2.16b). Dalam hal
ini kekakuan balok juga berkurang (segmen B-C-D pada Gambar 2.15), namun distribusi
tegangan masih mendekati kondisi linier.
Jika beban terus ditingkatkan pada akhirnya baja tulangan akan leleh (Gambar
2.16c). Setelah baja tulangan leleh, kelengkungan balok meningkat dengan cepat dengan
sedikit peningkatan pada momen (segmen D-E pada Gambar 2.15), hingga tercapai
kondisi runtuh. Gambar 2.17 memperlihatkan mekanisme keruntuhan yang mungkin terjadi
pada balok.
Asumsi dasar pada teori lentur penampang beton berdasarkan SNI 2847-2013:
25

1. Penampang tegak lurus sumbu lentur yang berupa bidang datar sebelum lentur
akan tetap berupa bidang datar setelah lentur (Pasal 10.2.2)
2. Tidak terjadi slip antara beton dan tulangan baja (pada level yang sama,
regangan pada beton adalah sama dengan regangan pada baja) (Pasal 10.2.2)
3. Tegangan pada beton dan tulangan dapat dihitung dari regangan dengan
menggunakan hubungan tegangan-regangan beton dan baja (Pasal 10.2.4)

Gambar 2.15 Diagram momen vs. kelengkungan


Sumber: Buku perencanaan dasar struktur beton bertulang, 2018
26

Gambar 2.16 Perilaku balok beton bertulang


Sumber: Buku perencanaan dasar struktur beton bertulang, 2018

4. Untuk perhitungan kekuatan lentur penampang, kuat tarik beton diabaikan (Pasal
10.2.5)
5. Beton diaumsikan runtuh pada saat regangan tekannya mencapai regangan
batas tekan Ɛc = Ɛcu = 0,003 (Pasal 10.2.3)
6. Hubungan tegangan-regangan beton dapat diasumsikan persegi, trapesium atau
parabola atau lainnya (Pasal 10.2.6)

Gambar 2.17 Bentuk keruntuhan pada balok


27

Sumber: Buku perencanaan dasar struktur beton bertulang, 2018

2.17.2 Dasar perhitungan kuat lentur nominal balok


Pada Gambar 2.18, d = tinggi efektif penampang yang diukur dari serat tekan
terluar ke centroid tulangan. Kuat lentur nominal penampang diasumsikan tercapai pada
saat regangan pada serat tekan terluar mencapai regangan batas beton. Pada saat hal ini
tercapai, regangan tarik pada baja tulangan As dapat mencapai nilai yang lebih besar
atau lebih kecil dari Ɛy; tergantung pada proporsi tulangan terhadap luas penampang
beton.
Seperti terlihat pada Gambar 2.19, betuk blok tegangan pada kondisi ultimit dapat
dinyatakan melalui 3 konstanta, yaitu:
K1 = rasio tegangan tekan rata-rata terhadap tegangan maksimum (rasio luas
tegangan yang diarsir pada Gambar 2.19c terhadap luas segiempat c K3 f’c)
K2 = rasio jarak antara serat tekan ekstrim ke resultan gaya tekan terhadap tinggi
daerah tekan, c
K3 = rasio tegangan maksimum f”c pada zona tekan, terhadap kuat silinder beton,
f’c. K3 = f”c/f’c

Gambar 2.18 Distribusi regangan dan tegangan beton pada kondisi ultimit
Sumber: Buku perencanaan dasar struktur beton bertulang, 2018
28

Gambar 2.19 Blok tegangan persegi ekivalen


Sumber: Buku perencanaan dasar struktur beton bertulang, 2018

Untuk distribusi blok tegangan di atas, K1 = 0,85 dan K2 = 0,425.


SNI 2847-2013 Pasal 10.2.7 mengizinkan penggunaan distribusi tegangan tekan
persegi ekivalen untuk perhitungan kuat ultimit penampang (Gambar 2.20).
Blok tegangan tekan persegi ekivalen tersebut didefinisikan sebagai berikut.
1. Tegangan tekan merata sebesar α1f’c (di mana α1 = 0,85) diasumsikan bekerja
di sepanjang zona tekan ekivalen yang berjarak α = β1.c dari serat tekan terluar
(ekstrem).
2. Jarak c ditentukan dari posisi serat tekan terluar ke sumbu netral, diukur tegak
lurus terhadap sumbu netral tersebut.
3. Nilai β1 diambil sebagai berikut.
a. Untuk f’c ≤ 30 Mpa, β1 = 0,85;
b. Untuk 30 < f’c ≤ 55 Mpa, β1 = 0,85 – 0,008 (f’c - 30);
c. Untuk f’c > 55 Mpa, β1 = 0,65.

Gambar 2.20 Blok tegangan ekivalen


Sumber: Buku perencanaan dasar struktur beton bertulang, 2018
29

Jadi, hanya perlu digunakan dua parameter, yaitu d dan β1 untuk dapat
menggambarkan blok tegangan-tekan persegi ekivalen. Berdasarkan distribusi tegangan
tersebut, kekuatan lentur dihitung sebagai berikut.
C = 0,85 f’c αb ( 2.9 )
T = As fy ( 2.10 )
(tulangan diasumsikan sudah leleh sebelum beton mencapai regangan batas
tekannya)
Syarat keseimbangan yaitu C =T sehingga
As f y
α= ( 2.11 )
0,85 f ' c b
Sehingga,
a As f y
( )
M n= A s f y d−
2 (
= A s f y d−0,59
f 'cb ) ( 2.12 )

2.17.3 Jenis-jenis keruntuhan lentur


Tergantung pada sifat-sifat penampang balok, bentuk-bentuk keruntuhan lentur
yang dapat terjadi adalah sebagai berikut.
1. Keruntuhan tarik, bersifat ductile (penampang terkontrol tarik).
Pada keruntuhan jenis ini, tulangan leleh sebelum beton hancur (yaitu mencapai
regangan batas tekannya). Keruntuhan jenis ini terjadi pada penampang dengan
rasio tulangan yang kecil. Balok yang mengalami keruntuhan ini disebut under-
reinfoced (Gambar 2.21b).
2. Keruntuhan tekan, bersifat brittle (getas) (penampang terkontrol tekan).
Di sini, beton hancur sebelum tulangan leleh. Keruntuhan seperti ini terjadi pada
penampang rasio tulangan yang besar. Balok yang mengalami keruntuhan ini
disebut over-reinforced (Gambar 2.21c).
3. Keruntuhan seimbangan (balance), bersifat brittle.
Pada keruntuhan jenis ini, kondisi beton hancur dan tulangan leleh terjadi secara
bersamaan. Balok seperti ini mempunyai tulangan yang balaced (seimbang)
(Gambar 2.21d).
30

Gambar 2.21 Jenis-jenis keruntuhan lentur


Sumber: Buku perencanaan dasar struktur beton bertulang, 2018

2.18 Analisis Geser Balok Beton Bertulang


Perhatikan diagram momen dan geser pada Gambar 2.22. Distribusi tegangan
geser pada balok persegi Gambar 2.23. Untuk balok yang bersifat homogen, elsatik, dan
tanpa retak, tegangan geser dapat dihitung sebagai berikut (Perhatikan Gambar 2.23):

Gambar 2.22 Diagram momen dan geser pada balok


Sumber: Buku perencanaan dasar struktur beton bertulang, 2018
31

Gambar 2.23 Distribusi tegangan geser pada penampang persegi


Sumber: Buku perencanaan dasar struktur beton bertulang, 2018

VQ
τ= (2.13)
Ib
h bh2
Q= bh x
( )
2 ()
=
2
(2.14)

Keterangan:
τ = tegangan geser (N/mm2)
V = gaya geser (N)
Q = statis momen penampang (mm3)
I = momen inersia penampang (mm4)
Ada dua jenis retak yang dapat terjadi pada balok yang diberi beban transversal
(Gambar 2.24 dan Gambar 2.25), yaitu:
1. Retak vertikal yang diakibatkan oleh tegangan lentur (terjadi pada tepi bawah
balok di mana nilai tegangan lentur adalah yang terbesar.
2. Retak miring pada daerah ujung balok yang diakibatkan oleh kombinasi
tegangan lentur dan geser (retak ini sering juga disebut sebagai retak tarik
diagonal)

Gambar 2.24 Retak pada balok


Sumber: Buku perencanaan dasar struktur beton bertulang, 2018
32

Gambar 2.25 Pola retak pada balok beton bertulang


Sumber: Buku perencanaan dasar struktur beton bertulang, 2018

2.19 Kemampuan Layanan


2.19.1 Teori dasar
Seperti dikatahui kondisi batas pada struktur beton bertulang dapat dibagi atas:
1. Kondisi batas ultimate, yang lebih mempertimbangkan keruntuhan sebagian
atau seluruh komponen struktur.
2. Kondisi batas layanan, yang lebih mempertimbangkan pemanfaatan fungsi
struktur.
a. Defleksi yang berlebih pada kondisi normal dapat menyebabkan
 Kerusakan elemen nonstruktur atau arsitektural, dan
 Tidak berfungsinya peralatan atau sistem mekanikal-elektrikal bangunan.
b. Lebar retak yang berlebih
 Dapat menyebabkan timbulnya korosi pada tulangan (akibat masuknya
air dan udara), degradasi kinerja bahan beton, dan lain-lain.
c. Getaran yang berlebih yang menyebabkan
 Terganggunya kanyamanan pengguna bangunan.
2.19.2 Analisis elastik penampang beton
Pada kondisi beban layan, perilaku tegangan-regangan pada zona tekan
penampang retak masih bersifat linier; begitupun halnya dengan perilaku baja. Oleh
karena itu, dalam kasus ini, perhitungan linier elastik tetap dapat digunakan untuk
memperkirakan harga tegangan yang bekerja pada beton dan baja dengan cukup akurat.
Perhitungan elastik ini biasanya juga diperlukan untuk:
33

1. Penentuan kekakuan EI penampang pada kondisi layan sehingga defleksi balok


dapat dihitung.
2. Penentuan tegangan pada baja tulangan sehingga lebar retak yang mungkin
terjadi dapat diperkirakan.
2.19.2.1 Modulus elastisitas dan rasio modular
Berdasarkan SNI 03-2847-2013 Pasal 8.5.1, modulus elastisitas beton dapat
ditentukan berdasarkan:
Ec =wc 1,5 x 0,043 √ f ' c (2.15)
Di mana wc = 1500-2500 kg/m3, untuk beton berat normal.
Untuk beton normal, modulus elastisitas beton dapat dihitung sebagai berikut:
Ec =4700 √ f ' c (2.16)
Modulus elastisitas ini didefinisikan sebagai kemiringan garis lurus yang ditarik dari
kondisi tegangan nol ke kondisi tegangan tekan sebesar 0,45 f’c pada diagram tegangan
regangan beton. Modulus elatisitas tulangan nonpratekan E, biasanya diambil sebesar
200.000 MPa.
Perbandingan antara modulus elastisitas tulangan baja dan beton, yaitu Es/Ec
disebut rasio modular n, yang mempunyai nilai antara 6,6-9,3, tergantung pada mutu
beton yang digunakan. Nilai rasio modular ini menunjukan bahwa untuk suatu nilai
regangan tertentu yang masih berada di bawah regangan leleh baja, tegangan pada baja
besarnya lebih kurang 6 sampai 9 kali tegangan yang bekerja pada beton yang
mengalami nilai regangan yang sama.
2.19.2.2 Penampang yang ditransformasikan
Pada kondisi beban layan, balok dapat dianggap berperilaku elastik. Asumsi dasar
dalam perilaku lentur elastik adalah regangan terdistribusi secara linier di sepanjang
tinggi penampang dan tegangan dapat dihitung dari regangan menggunakan hubungan σ
= EƐ. Persamaan ini menghasilkan persamaan lentur elastik σ = My/I. Jika penampang
yang terbuat dari bahan yang berbeda dibebani, perbedaan harga E dapat menyebabkan
perbedaan distribusi tegangan, karena material yang lebih kaku akan menerima tegangan
lebih besar untuk kondisi regangan yang sama.
Hal ini lah yang terjadi pada analisis penampang beton bertulang yang terbuat dari
dua bahan berbeda janis. Untuk mempermudah analisis, penampang dapat
34

ditransformasikan menjadi penampang baja semua atau penampang beton semua. Cara
yang kedua biasanya dipilih untuk analisis beton bertulang hal ini dilakukan dengan
menggantikan luas baja pada penampang dengan luas beton ekivalen yang mempunyai
kekakuan aksial EA yang sama. Karena Es/Ec = n, maka luas beton ekivalen dari suatu
tulangan baja seluas As akan menjadi nAs (Gambar 2.26).
Jika baja berada pada zona tekan atau pada zona tarik yang belum retak, luas
transformasi baja adalah n As. Namun, karena kehadiran baja sebenarnya menggantikan
sejumlah luasan beton maka luas transformasi baja menjadi (n-1) As (Gambar 2.26).

Gambar 2.26 Penampang transformasi (belum retak)


Sumber: Buku perencanaan dasar struktur beton bertulang, 2018

Sedangkan untuk baja yang berada di daerah tarik yang sudah retak maka luas
transformasi baja adalah n As (Gambar 2.27). Sumbu netral pada penampang retak terjadi
pada jarak c =kd dari tepi atas. Untuk penampang elastik, sumbu netral terjadi pada pusat
penampang; yang dapat dihitung sebagai titik dimana:
∑ A i ȳ i=0 (2.17)
Di mana ȳ i adalah jarak dari sumbu netral ke sumbu pusat luas Ai yang ditinjau.

Gambar 2.27 Penampang transformasi (retak)


Sumber: Buku perencanaan dasar struktur beton bertulang, 2018
35

2.20 Hubungan Beban dan Lendutan


Hubugan beban-defleksi balok beton bertulang pada dasarnya dapat
diidealisasikan menjadi bentuk trilinier sebelum terjadi rupture seperti pada diagram
Gambar 2.28.

Gambar 2.28 Hubungan antara beban dan lendutan


Sumber: Skripsi kapasitas lentur balok beton bertulang dengan menggunakan styrofoam, 2016.

Daerah l : taraf praretak, dimana batang-batangnya strukturnya bebas retak.


Segmen praretak dari kurva beban-defleksi berupa garis lurus yang memperlihatkan
perilaku elestis penuh. Tegangan tarik maksimum pada balok lebih kecil dari kekuatan
tariknya akibat lentur atau lebih kecil dari modulus rupture (fr) beton.
Daerah ll : taraf beban pascaretak, dimana batang-batang struktural mengalami
retak-retak terkontrol yang masih dapat diterima, baik distribusinya maupun lebarnya.
Balok pada tumpuan sederhana retak akan terjadi semakin lebar pada daerah lapangan,
sedangkan pada tumpuan hanya terjadi retak minor yang tidak lebar. Apabila sudah
terjadi retak lentur maka kontribusi kekuatan tarik beton sudah dapat dikatakan tidak ada
lagi. Ini berarti pula kekakuan lentur penampangnya telah berkurang sehingga kurva
beban-defleksi di daerah ini akan semakin landai dibandingkan pada taraf praretak.
Momen inersia retak disebut Icr.
Daerah lll : taraf retak pasca-serviceability, dimana tegangan pada tulangan tarik
sudah mencapai tegangan lelehnya. Diagram beban defleksi daerah lll jauh lebih datar
dibandingkan daerah sebelumnya. Ini diakibatkan oleh hilangnya kekuatan penampang
karena retak yang cukup banyak dan lebar sepanjang bentang. Jika beban terus
ditambah, maka tegangan Ɛs pada tulangan sisi yang tertarik akan terus bertambah
melebihi regangan lelehnya Ɛy tanpa adanya tegangan tambahan. Balok yang tulangan
tariknya telah leleh dikatakan telah runtuh secara struktural. Balok ini akan terus
36

mengalami defleksi tanpa adanya penambahan beban dan retaknya semakin terbuka
sehingga garis netral terus mendekati tepi yang tertekan. Pada akhirnya terjadi
keruntuhan tekan sekunder yang mengakibatkan kehancuran total pada beton daerah
momen maksimum dan segera diikuti dengan terjadi rupture.
2.21 Kekakuan
Stiffness (kekakuan) merupakan adalah ukuran tagangan yang dibutuhkan untuk
mengubah satuan bentuk suatu bahan. Besaran kekakuan suatu bahan adalah modulus
elastisitasnya, yang didapat dengan membagi tegangan satuan yang diterima bahan
dengan perubahan satuan betuk bahan tersebut. Sehingga didapat rumus 2.9.
P
K= (2.18)
δ
Keterangan:
K = kekakuan
P = beban
δ = lendutan
2.22 Hubungan Momen dan Kurvatur
2.22.1 Momen kapasitas
Momen adalah gaya yang dikali dengan jarak. Momen retak (Mcr), momen leleh
(My), dan momen batas atau ultimit (Mu), merupakan macam dari momen kapasitas yang
diantaranya dapat diselesaikan secara teoritis menggunakan persamaan momen kurvatur
dan diagram interaksi (perhatikan Gambar 2.15).
2.22.2 Kurvatur
Kurvatur (ϕ) adalah kelengkuan yang didapat dari hasil pembagian regangan pada
serat atas beton dengan jarak dengan jarak serat tekan terluar ke garis netral. Salah satu
parameter untuk mengetahui kedaktilan suatu elemen struktur yaitu berdasarkan nilai
kurvatur. Balok beton bertulang yang daktil adalah balok beton bertulang yang
mempertahankan momen yang terjadi pada saat tulangan baja mangalami leleh. Semakin
besar nilai kurvatur pada suatu balok, maka kedaktilan balok tersebut semakin tinggi.
Sebuah beton bertulang yang pada mulanya lurus namun akibat adanya momen
ujung dan gaya aksial maka balok menjadi lengkung seperti yang diperlihatkan pada
Gambar 2.15.
37

2.22.3 Perhitungan momen dan kurvatur


Model yang digunakan untuk analisa adalah balok tampang segi empat. Balok
berupa beton beton bertulang dengan tulangan tarik.
2.22.3.1 Karakteristik balok
1. Tinggi balok (h)
2. Lebar balok (b)
3. Jarak dari serat tekan terluar terhadap titik berat tulangan tarik / tinggi efektif (d)
4. Tulangan tarik (T)
a. Luas tampang (As)
1
A s = π ∅2 (2.19)
4
b. Rasio tulangan (p)
As
ρ= (2.20)
bd
5. Kuat tekan beton (f’c)
6. Kuat leleh baja (fy)
7. Elastisitas baja (Es)
Es = 200.000 Mpa (2.21)
2.22.3.2 Kondisi sebelum retak
1. Elastisitas beton (Ec)
Ec=4700 √ f ' c (2.22)
2. Rasio modular atau angka ekivalen (n)
Es
n= (2.23)
Ec
3. Jarak garis puast netral atau transformasi penampang ( ȳ)
h
ȳ=
( )
bh + ( n−1 ) A s d
2
( bh ) +(n−1) A s
(2.24)
Nilai ( ȳ) dihitung dari ujung atas balok
4. Jarak garis pusat netral ditinjau dari bawah ( ȳ dasar)
ȳ dasar = h - ȳ (2.25)
5. Momen inersia penampang beton bruto ( Igross)
1
I =( bh 3)+¿ (2.26)
12
6. Modulus pecah beton (fr)
f r=0,62 √ f ' c (2.27)
38

7. Momen sebelum retak (Mretak)


fr I
M retak = (2.28)
y dasar

8. Kurvatur sebelum retak (φ)


f r /I
φ retak = (2.29)
y dasar

Gambar 2.29 Perilaku balok beton bertulang kondisi sebelum retak


Sumber: Jurnal pengaruh terjadinya first crack terhadap laju peningkatan momen negatif
tumpuan pada balok beton, 2012.

2.22.3.3 Kondisi setelah retak saat pertama leleh


a. Faktor garis netral (k)
2
k =√ 2 ρn+ ( ρn ) − ρn (2.30)
b. Jarak garis netral dari ujing atas balok (kd)
kd =k x d (2.31)
c. Regangan tulangan tarik baja (Ɛs)
fy
ε s= (2.32)
Es
d. Regangan beton bagian atas (Ɛc)
kd
ε c =ε s (2.33)
d−kd
e. Tegangan beton (fc)
fc=ε c E c (2.34)
f. Gaya tekan beton (Cc)
1
C c = fc . b kd (2.35)
2
g. Jarak total gaya tekan dari ujung atas balok (y)
kd
C
3 c (2.36)
y=
Cc
39

h. Jarak pusat total gaya tekan kepusat tulangan tarik (jd)


jd=d − y (2.37)
i. Momen setelah retak, saat pertama leleh (M y)
M y = A s f y jd (2.38)

j. Kurvatur setelah retak, saat pertama leleh (φ y)


εs
φ y= (2.39)
d (1−k )

Gambar 2.30 Perilaku balok beton bertulang kondisi pertama leleh


Sumber: Jurnal pengaruh terjadinya first crack terhadap laju peningkatan momen negatif
tumpuan pada balok beton, 2012.

2.22.3.4 Kondisi setelah retak saat ultimate


a. Tinggi blok tegangan beton (a)
As f y
α= (2.40)
0,85 f ' c b
b. Menentukan nilai pembentuk tegangan beton tekan persegi ekivalen (β1)
 f'c ≤ 28 Mpa, nilai β1 = 0,85 (2.41)
 f'c > 28 Mpa, nilai β1 = 0,85 - 0,05 x ((f'c - 28 )/7) (2.42)
Tetapi β1 ≥ 0,65
c. Jarak garis netral ke tepi serat beton tekan (c)
a
c= (2.43)
β1
d. Jarak pusat total gaya tekan ke tepi serat beton tekan ( p)
a
p= (2.44)
2
e. Jarak pusat total gaya tekan ke pusat tulangan tarik ( jd)
jd =d −p (2.45)
40

f. Gaya tekan beton (Cc)


Cc=o , 85 f 'c ab (2.46)
g. Momen setelah retak, saat ultimate (Mu)
α
M u=Cc (d− ) (2.47)
2
h. Kurvatur setelah retak, saat ultimate (φu)
εc β 1 εc
φ u= = (2.48)
α c

Nilai Curvature ductility (daktilitas lengkung)


Secara matematis daktilitas lengkung dinyatakan dalam:
φu kurvatur ultimate
μ∅ = =¿ (2.49)
φy kurvatur saat leleh

Gambar 2.31 Perilaku balok beton bertulang kondisi ultimate


Sumber: Jurnal pengaruh terjadinya first crack terhadap laju peningkatan momen
negatif tumpuan pada balok beton, 2012.

2.23 Penelitian Terdahulu


Penelitian Wahyu Kartini (2007), Penggunaan Serat Polypropylene untuk
Meningkatkan Kuat Tarik Belah Beton. Nilai kuat tekan beton dengan kuat tariknya tidak
berbanding lurus, setiap usaha perbaikan mutu beton kekuatan tekan hanya disertai oleh
peningkatan kuat tarik berkisar antara 9 % - 15 % kuat tekannya. Nilai pastinya sulit diukur
( Ir. Tri M. 2004 ). Dalam penelitian ini digunakan penambahan polypropylene fiber
dengan panjang 12 mm sebesar 0 ; 0,3 ; 0,6 dan 0.9 Kg/m 3. Faktor air semen yang
digunakan adalah 0,55 dan 0,35, sedangkan metode yang digunakan dalam pencampuran
beton menggunakan metode ACI. Untuk pengujian kuat tarik belah ini digunakan benda uji
41

silinder dengan diameter 15 cm dan tinggi 30 cm dengan umur pengujian pada 28, 56,
dan 90 hari. Dari hasil penelitian didapatkan bahwa untuk campuran beton mutu normal
dan mutu tinggi mempunyai dosis penambahan polypropylene efektif pada 0,9 Kg/m 3.
Peningkatan kuat tarik belah yang terjadi pada beton normal sebesar 3,17 % dibandingkan
beton tanpa fiber dan pada beton mutu tinggi mengalami peningkatan sebesar 5,76 %
dibandingkan beton tanpa fiber.
Penelitian Yuri Khairizal dkk (2015), Pengaruh Serat Polypropylene terhadap Sifat
Mekanis Beton Normal. Pengujian kuat lentur beton dilakukan umur 28 hari. Benda uji
yang digunakan adalah benda uji berbentuk balok dengan ukuran 60 x 15 x 15 cm. Hasil
kuat lentur beton akan mengalami peningkatan seiring dengan penambahan serat
polypropylene ke dalam campuran beton. Peningkatan tertinggi terjadi pada penambahan
serat polypropylene sebanyak 1,0 kg/m3 sebesar 7,12 MPa atau meningkat sebesar
35,19% dibandingkan beton tanpa serat polypropylene.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Metode Penelitian


Penelitian ini menerapkan metode eksperimen. Metode eksperimen yang dimaksud
yaitu penelitian dengan tujuan menyelediki hubungan sebab akibat antara satu sama lain
dengan melakukan suatu percobaan secara lansung untuk mengetahui tujuan penelitian.
Metode ini dapat dilaksanakan di dalam laboratorium ataupun di luar laboratorium. Dalam
penelitian ini eksperimen dilaksanakan di dalam laboratorium Bahan dan Beton Prodi Sipil
Fakultas Teknik Universitas Khairun.
3.2 Tahapan Penelitian
3.2.1 Tahap l : persiapan bahan
1. Agregat kasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah batu pecah yang
diperoleh dari PT. Intim Kara berlokasi di Kota Sofifi, Kali Oba.
2. Agregat halus yang digunakan dalam penelitian ini adalah pasir dari Kota
Ternate, Kelurahan Kalumata dan pasir apung dari gunung Kota Tidore.
3. Air berasal dari air PDAM Kota Ternate.
4. Penyediaan semen portland l, baja tulangan, dan serat polypropylene dapat
diperoleh dengan membeli di toko material.
3.2.2 Tahap ll : pengujian bahan
Pengujian bahan penelitian untuk mengetahui kelayakan karakteristik bahan
penyusun beton yang akan digunakan dalam pembuatan mix design penelitian ini
sehingga dapat diketahui nilai dan sesuai tidaknya dengan persyaratan yang ada.
Pengujian bahan dasar hanya dilakukan terhadap agregat halus dan agregat kasar.
Pengujian agregat halus yaitu gradasi, berat jenis, penyerapan, berat volume, kadar air,
dan kadar lumpur. Sedangkan pengujian agregat kasar sama dengan pengujian agregat
halus hanya saja ditambahkan pengujian keausan/abrasi agregat kasar dengan Mesin
Abrasi Los Angeles.
3.2.3 Tahap lll : perencanaan mix design
Tahap ini membahas tentang rencana campuran yang berdasarkan SNI 03-2834-
2000 tata cara pembuatan rencana campuran beton normal. Dalam penelitian ada 2 tipe

41
42

benda uji yaitu beton yang menggunakan pasir umum dan beton yang menggunakan pasir
apung serta serat polypropylene.
3.2.4 Tahap IV : pembuatan benda uji
Benda uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah selinder dan balok masing
memakai dua tipe campuran beton yaitu beton yang menggunakan pasir umum dan beton
yang menggunakan pasir apung dengan serat polypropylene.
3.2.4.1 Benda uji selinder
Selinder berukuran 15 cm x 30 cm, dengan jumlah masing-masing tipe benda uji 40
buah, dimana 20 buah untuk pengujian kuat tekan dan 20 buah untuk pengujian tarik
belah. Bentuk benda uji selinder dapat dilihat Gambar 3.1, sedangkan spesifikasi benda uji
kuat tekan, dan kuat tarik belah dapat dilihat pada Tabel 3.1.

Gambar 3.1 Sketsa pembuatan benda uji selinder

Tabel 3.1 Nama dan spesifikasi benda uji selinder


Ukuran Umur
Nama Kode Diameter Tinggi rencana ∑
(cm) (cm) (hari)
Beton normal kuat tekan BN.T 15 30 28 20
Beton normal kuat tarik belah BN.TB 15 30 28 20
Beton pasir apung+serat kuat tekan BPAS.T 15 30 28 20
Beton pasir apung+serat kuat tarik belah BPAS.TB 15 30 28 20

Langkah-langkah pembuatan benda uji silinder :


1. Menyiapkan dan menimbang bahan-bahan campuran adukan beton sesuai
dengan mix design adukan beton.
2. Mencampur agregat halus, dengan semen hingga merata.
3. Mencampur agregat kasar, ke campuran sebelumnya hingga merata.
43

4. Mencampur air, ke campuran sebelumnya dan melakukan pengadukan secara


merata dan homogen.
5. Beton yang menggunakan pasir apung dan serat polypropylene maka campuran
ditambah serat polypropylene. Sedangkan beton normal tidak perlu ditambah
serat polypropylene.
6. Mengukur nilai slump adukan setelah tercampur homogen.
7. Memasukkan adukan kedalam cetakan benda uji selinder secara bertahap dalam
3 tahap, yaitu masing-masing sekitar 1/3 ukuran selinder. Setiap tahan dilakukan
pemadatan sesuai SNI 03-2834-2011.
8. Permukaan diratakan dan diberi kode benda uji di atasnya.
3.2.4.2 Benda uji balok
Balok digunakan untuk pengujian kuat lentur, dengan berukuran 70 cm x 15 cm x 15
cm, dengan jumlah masing-masing tipe benda uji 5 buah. Bentuk benda uji balok dapat
dilihat Gambar 3.2, sedangkan spesifikasi benda uji kuat lentur dapat dilihat pada Tabel
3.2.

Gambar 3.2 Sketsa pembuatan benda uji balok

Tabel 3.2 Nama dan spesifikasi benda uji balok


Ukuran Umur
Nama Kode Panjang Lebar Tinggi Rencana ∑
(cm) (cm) (cm) (hari)
Beton normal kuat lentur BN.L 70 15 15 28 5
Beton pasir apung+serat kuat lentur BPAS. 70 15 15 28 5
L

Langkah-langkah pembuatan benda uji lentur :


1. Menyiapkan dan menimbang bahan-bahan campuran adukan beton sesuai
dengan mix design adukan beton.
2. Mencampur agregat halus, dengan semen hingga merata.
44

3. Mencampur agregat kasar, ke campuran sebelumnya hingga merata.


4. Mencampur air, ke campuran sebelumnya dan melakukan pengadukan secara
merata dan homogen.
5. Beton yang menggunakan pasir apung dan serat polypropylene maka campuran
ditambah serat polypropylene. Sedangkan beton normal tidak perlu ditambah
serat polypropylene.
6. Mengukur nilai slump adukan setelah tercampur homogen.
7. Masukkan adukan kedalam cetakan benda uji balok hingga ketebalan 2,5 cm.
8. Melakukan pemadatan dengan menggoyangkan dan mengangkat (ketinggian
disesuaikan) balok, dilakukan terus hingga campuran sudah padat dan merata.
9. Memasukkan tulangan yang telah dibuat (lihat Gambar 3.3) kedalam cetakan
benda uji balok dan diatur sesuai Gambar 3.3.
10.Memasukkan kembali adukan beton hingga ½ balok dan melakukan pemadatan
kembali seperti pada poin g.
11.Memasukkan kembali adukan hingga penuh dan melakukan pemadatan kembali
seperti pada poin g.
12.Permukaan diratakan dan diberi kode benda uji di atasnya.
3.2.5 Tahap V : Perawatan
Perawatan beton dilakukan dengan beton ditaruh dalam ruangan bangunan atau
terlindung dari hujan dan terik matahari. Apabila telah berumur 28 hari, maka dapat
dilakukan pengujian benda uji.
3.2.6 Tahap VI : Pengujian Benda Uji
3.2.6.1 Pengujian kuat tekan beton
Langkah-langkah pengujian kuat tekan beton adalah sebagai berikut :
1. Menyiapkan benda uji silinder beton yang akan diuji.
2. Meletakkan benda uji silinder beton pada alat uji kuat tekan beton.
3. Menyalakan alat uji kuat tekan beton, beri beban hingga benda uji hancur.
4. Mencatat hasil pengujian.
3.2.6.2 Pengujian kuat tarik belah beton
Langkah-langkah pengujian kuat tekan beton adalah sebagai berikut :
1. Menyiapkan benda uji silinder beton yang akan diuji.
45

2. Meletakkan benda uji silinder beton pada alat uji kuat tekan beton.
3. Menyalakan alat uji kuat tekan beton, beri beban hingga benda uji hancur.
4. Mencatat hasil pengujian.
3.2.6.3 Pengujian kuat lentur beton
Pengujian ini dilakukan berdasarkan SNI 4431-2011 untuk mengetahui kuat lentur
beton. Langkah-langkah pengujian kuat lentur beton adalah sebagai berikut :
1. Melakukan setting alat mesin uji lentur.
2. Membuat tanda (warna merah) tumpuan dan beban pada benda uji sesuai
gambar 3.3.
3. Meletakkan benda uji pada alat mesin uji lentur sesuai dengan tanda yang telah
dibuat.
4. Meletakan dial di antara 2 beban tepat ditengah-tengah.
5. Mencatat besarnya setiap beban dan lendutan setiap terjadi retak pada balok.
6. Mencatat besarnya beban maksimum yang mengkibatkan keruntuhan.
7. Melepaskan benda uji yang retak dan mengamati hasil pengujian.

Gambar 3.3 Sketsa pengujian kuat lentur pada benda uji

3.2.7 Tahap VII : Hasil dan pembahasan


Tahap ini melakukan analisa data dan pembahasan hasil pengujian untuk
mendapatkan kesimpulan antara variabel-variabel yang diteliti alam penelitian.
3.2.8 Tahap VIII : Kesimpulan dan Saran
Tahap ini melakukan pengambilan kesimpulan dari hasil analisis pengujian yang
berhubungan dengan tujuan penelitian dan sebagai jawaban dari masalh yang telah
dirumuskan. Tahap ini juga penulis memberikan saran yang berhubungan dengan
penelitian.
46

3.3 Diagram alir penelitian


Tahap-tahap penelitian digambarkan melalui diagram alir penelitian agar
mempermudah pelaksanaan penelitian. diagram penelitian dapat dilihat pada Gambar 3.4.

Gambar 3.4 Diagram alir penelitian


BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada penelitian ini sebelumnya dilaksanakan pemeriksaan bahan yang akan


digunakan. Pemeriksaan bahan dasar beton meliputi pemeriksaan terhadap agregat kasar
dan agregat halus. Pengujian dalam penelitian ini meliputi pengujian kuat tekan, kuat tarik
belah dan kuat lentur beton. Adapun pemeriksaan bahan dan pengujian tersebut
dijelaskan pada uraian dibawah ini.
4.1 Pemeriksaan Bahan
4.1.1 Pemeriksaan agregrat halus
Sebagaimana telah disebutkan pada bab III bahwa dalam penelitian ini agregat
halus yang digunakan ada dua macam yaitu agregat halus pasir kalumata dan agregat
halus pasir apung.
Pemeriksaan agregat halus yang dilaksanakan dalam penelitian ini meliputi
pemeriksaan kadar lumpur, kadar air, penyerapan air, berat jenis kering oven, berat jenis
kering permukaan atau jenuh air, berat jenis semu, modulus halus butir, berat volume
kondisi padat dan lepas dan gradasi agregat halus.
4.1.1.1 Agregrat halus pasir kalumata
Agregat halus pasir kalumata digunakan untuk campuran beton normal (BN) dimana
sebagai beton pembanding penelitian. Hasil pemeriksaan agregat halus pasir kalumata di
sajikan dalam Tabel 4.1.
Tabel 4.1 Rekapitulasi hasil pemeriksaan agregat halus pasir kalumata
Uji bahan Hasil Standar Ket.
Kadar lumpur 4,5 % 0,2 % - 5 % Memenuhi
Kadar air 5% 3%-5% Memenuhi
Penyerapan air 0,19 % 0,2 % - 2 % Memenuhi
Berat jenis kering oven, bulk 1,9 1,6 – 3,2 Memenuhi
Berat jenis kering permukaan 2,3 1,6 – 3,2 Memenuhi
Berat jenis semu 3 1,6 – 3,2 Memenuhi
Modulus halus butir 2,45 % 1,5 % - 3,8 % Memenuhi
Berat volume kondisi lepas 1,4 kg/ltr 1,4 kg/ltr – 1,9 kg/ltr Memenuhi
Berat volume kondisi padat 1,5 kg/ltr 1,4 kg/ltr – 1,9 kg/ltr Memenuhi
Sumber: Laboratorium struktur dan bahan, 2018.

47
48

Rekapitulasi hasil pengujian pemeriksaan agregat halus pasir kalumata di tunjukan


yang ada pada Tabel 4.1 menunjukan bahwa semua pengujian memenuhi, ini artinya dari
sisi agregat halus akan berefek baik untuk mutu beton dan agregat halus pasir kalumata
termasuk agregat halus normal.
Hasil gradasi agregat halus pasir kalumata dapat di lihat pada Tabel 4.2 dan
Gambar 4.1.
Tabel 4.2 Hasil pemeriksaan gradasi agregat halus pasir kalumata
Diameter Berat Berat Komulatif berat Berat
No ayakan tertahan tertahan tertahan lolos
(mm) (kg) (%) (%) (%)
1 9,50 (3/8”) 0,000 0 0 100
2 4,75 (No. 4) 0,000 0 0 100
3 2,36 (No. 8) 0,000 0 0 100
4 1,18 (No. 16) 0,005 1 1 99
5 0,6 (No. 30) 0,040 8 9 91
6 0,3 (No. 50) 0,145 29 38 62
7 0,15 (No. 100) 0,295 59 97 3
8 0,075 (No. 200) 0,015 3 100 0
Jumlah (∑) 0,500 100 245
Sumber: Laboratorium struktur dan bahan, 2018.

Gambar 4.1 Grafik gradasi agregat halus pasir kalumata

Agregat halus pasir kalumata masuk pada gradasi no 4 atau daerah gradasi pasir
halus, akan tetapi yang lolos saringan 0,3 mm atau no 5 terjadi kelebihan yaitu sebesar
12%, hal ini menunjukan bahwa tidak serasinya gradasi atau susunan agregat halus pasir
kalumata dan akan berefek pada pengisian pori beton yang kurang baik.

4.1.1.2 Agregrat halus pasir apung


49

Agregat halus pasir apung digunakan untuk pengganti pasir kalumata pada
campuran beton dimana sebagai beton penelitian yaitu beton pasir apung serat
polypropylene (BPAS). Hasil pemeriksaan agregat halus pasir apung di sajikan dalam
Tabel 4.3.
Tabel 4.3 Rekapitulasi hasil pemeriksaan agregat halus pasir apung
Uji bahan Hasil Standar Ket.
Kadar lumpur 2,50 % 0,2 % - 5 % Memenuhi
Kadar air 13,750 % 3%-5% Tidak
Penyerapan air 0,45 % 0,2 % - 2 % Memenuhi
Berat jenis kering oven, bulk 0,987 1,6 – 3,2 Tidak
Berat jenis kering permukaan 1,43 1,6 – 3,2 Tidak
Berat jenis semu 1,77 1,6 – 3,2 Memenuhi
Modulus halus butir 4,73 % 1,5 % - 3,8 % Tidak
Berat volume kondisi lepas 0,768 kg/ltr 1,4 kg/ltr – 1,9 kg/ltr Tidak
Berat volume kondisi padat 0,888 kg/ltr 1,4 kg/ltr – 1,9 kg/ltr Tidak
Sumber: Laboratorium struktur dan bahan, 2018.

Pengujian kadar air pada agregat pasir apung tidak memenuhi standar
hasilnya besar hal ini berarti bahwa air yang tekandung didalam agregat halus
pasir apung akan mempengaruhi jumlah air yang diperlukan campuran. Agregat
yang basah akan membuat campuran lebih basah dan akan meningkatkan FAS,
sehingga mutu yang ditargetkan akan menurun.
Pengujian berat jenis dan penyerapan agregat halus pasir apung tidak
memenuhi standar pasir untuk beton normal yaitu 2,5 sampai 2,7, dengan kata lain
berat jenis yang tidak normal yaitu di peruntukan untuk pemakaian non struktur dan
struktur ringan. Hal ini juga berefek pada penentuan berat isi beton dimana akan
tidak sesuai dengan berat isi beton yaitu 2200-2500 kg/m 3.
Pengujian modulus halus berbutir agregat halus pasir apung tidak memenuhi
standar nilainya lebih besar dengan selisih 0,930%, artinya butiran semakin besar dan
agregat halus pasir apung tidak efektif dalam mengisi pori beton.
Pengujian berat volume agregat halus pasir apung tidak memenuhi standar
sehigga akan berpengaruh pada saat pembuatan benda uji dimana akan
berpengaruh pada pemadatan beton, karena berat volume berhubungan dengan
kepadatan.
50

Seperti halnya pasir umum dilakuan pemeriksaan gradasi maka agregat halus pasir
apung juga demikian. Hasil pemeriksaan gradasi agregat halus pasir apung dapat di lihat
pada Tabel 4.4 dan Gambar 4.2.
Tabel 4.4 Hasil pemeriksaan gradasi agregat halus pasir apung
Diameter Berat Berat Komulatif berat Berat
No ayakan tertahan tertahan tertahan lolos
(mm) (kg) (%) (%) (%)
1 9,50 (3/8”) 0,000 0 0 100
2 4,75 (No. 4) 0,000 0 0 100
3 2,36 (No. 8) 0,153 31 31 69,5
4 1,18 (No. 16) 0,175 35 66 34,5
5 0,6 (No. 30) 0,100 20 86 14,5
6 0,3 (No. 50) 0,043 9 94 6,0
7 0,15 (No. 100) 0,018 4 98 2,5
8 0,075 (No. 200) 0,013 3 100 0,0
Jumlah (∑) 0,500 100 473
Sumber: Laboratorium struktur dan bahan, 2018.

Gambar 4.2 Grafik gradasi agregat halus pasir apung

Gradasi agregat halus pasir apung yang di tunjukan pada Tabel 4.4 dan Gambar 4.2
menunjukan bahwa masuk pada daerah gradasi no 1 artinya daerah pasir kasar. Untuk
semua saringan yang lolos tidak lebih atau kurang dari batas atas dan batas bawah.
4.1.2 Pemeriksaan agregat kasar batu pecah
Pemeriksaan agregat kasar yang dilaksanakan dalam penelitian ini meliputi
pemeriksaan kadar lumpur, kadar air, penyerapan air, berat jenis kering oven atau bulk,
berat jenis kering permukaan atau jenuh air, berat jenis semu, modulus halus butir, berat
volume kondisi padat dan lepas, keausan atau abrasi dan gradasi agregat halus. Agregat
51

kasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah batu pecah. Hasil pemeriksaan agregat
kasar yang dilakukan dalam penelitian ini di sajikan dalam Tabel 4.5.
Tabel 4.5 Rekapitulasi hasil pemeriksaan agregat kasar batu pecah
Uji bahan Hasil Standar Ket.
Kadar lumpur 0,75 % 0,2 % - 1 % Memenuhi
Kadar air 1,5 % 0,5 % - 2 % Memenuhi
Penyerapan air 0,83 % 0,2 % - 4 % Memenuhi
Berat jenis kering oven, bulk 2,5 1,6 – 3,2 Memenuhi
Berat jenis kering permukaan 2,53 1,6 – 3,2 Memenuhi
Berat jenis semu 2,56 1,6 – 3,2 Memenuhi
Modulus halus berbutir 6,0 % 5,5 % - 8,5 % Memenuhi
Berat volume kondisi lepas 1,727 kg/ltr 1,6 kg/ltr – 1,9 kg/ltr Memenuhi
Berat volume kondisi padat 1,891 kg/ltr 1,6 kg/ltr – 1,9 kg/ltr Memenuhi
Keausan/Ambrasi 31,500 % < 50% Memenuhi
Sumber: Laboratorium struktur dan bahan, 2018.

Hasil pemeriksaan gradasi agregat kasar termasuk pada ukuran butir maksimum
10 mm. Hasil pemeriksan gradasi agregat kasar dapat di lihat pada Tabel 4.6 dan Gambar
4.3.
Tabel 4.6 Hasil pemeriksaan gradasi agregat kasar batu pecah
Diameter Berat Berat Komulatif berat Berat
No ayakan tertahan tertahan tertahan lolos
(mm) (kg) (%) (%) (%)
1 63,5 (2 ½”) 0,000 0 0 100
2 37,5 (1 ½”) 0,000 0 0 100
3 19,1 (3/4”) 0,000 0 0 100
4 9,5 (3/8”) 0,025 5 5 95
5 4,75 (No. 4) 0,460 92 97 3
6 2,36 (No. 8) 0,015 3 100 0
Jumlah (∑) 0,500 100 102
Sumber: Laboratorium struktur dan bahan, 2018.

Gambar 4.3 Grafik gradasi agregat kasar batuh pecah


52

Gradasi agregat kasar batu pecah masuk pada ukuran butir maks 10 mm hal ini baik
untuk mutu beton karena agregat yang kecil akan mampu menghasilkan kepadatan yang
maksimum dan porositas yang minimum, akan tetapi gradasi susunan agregat kasar
kurang baik hal ini di tunjukan pada tabel 4.6 dan gambar 4.3 dimana pada lolos saringan
9,5 mm berlebih sebesar 10%, hal ini akan berpengaruh pada kepadatan yang berkurang
dan porositas beton yang akan bertambah.
4.2 Perhitungan Rencana Adukan Beton
Perhitungan rencana campuran adukan beton dilakukan untuk menentukan
kebutuhan semen, agregat halus, agregat kasar dan air. Dalam penelitian ini rencana
campuran berdasarkan pada SK SNI 03-2834-2000. Ada dua jenis rencana adukan beton
yaitu BN dan BPAS dengan mengunakan FAS yang sama yaitu 0,35.
4.2.1 Hasil perhitungan rencana adukan BN
Adapun hasil perhitungan bahan rencana adukan BN dapat di lihat pada Tabel
4.7 berikut ini:
Tabel 4.7 Komposisi rencana campuran BN
No Kebutuhan Bahan Berat (kg/m3) Rasio terhadap semen
1 Semen 457,143 1
2 Pasir 478, 200 1,046
3 Batu pecah 1229,657 2,690
4 Air 160 0,35
Jumlah (∑) 2325

4.2.2 Hasil perhitungan rencana adukan BPAS


Adapun hasil perhitungan bahan rencana adukan BPAS dapat di lihat pada Tabel
4.8 berikut ini:
Tabel 4.8 Komposisi rencana campuran BPAS
No Kebutuhan Bahan Berat (kg/m3) Rasio terhadap semen
1 Semen 457,143 1,000
2 Pasir apung 564,457 1,235
3 Batu pecah 718,400 1,572
4 Air 160 0,350
5 Serat 0,9 0,002
polypropylene
Jumlah (∑) 1900,9
53

4.2.3 Pembahasan rencana adukan beton


Hasil perhitungan rencana adukan beton terlihat ada kesamaan dan perbedaan,
antara BN dan BPAS yang di tujukan pada Tabel 4.7 dan Tabel 4.8.
Kesamaan pada hasil perhitungan rencana adukan antara BN dan BPAS yaitu pada
bahan air dan semen. Untuk bahan air sendiri dikarenakan pemakaian agregat kasar yang
sama, baik BN maupun BPAS. Sebagaimana kita ketahui secara bersama pada SNI 03-
2834-2000 bahwa kadar air bebas bergantung pada agregat kasar. Sedangkan bahan
semen dikarenakan pemakaian agregat kasar yang sama serta FAS yang sama.
Perbedaan pada hasil perhitungan rencana adukan antara BN dan BPAS yaitu pada
bahan agregat kasar dan halus serta berat isi beton. Untuk bahan agregat kasar dan halus
dikarenakan susunan butir agregat halus berbeda dimana agregat halus pasir berada pada
daerah gradasi no 4, sementara agregat halus pasir apung berada pada daerah gradasi no
1, sehingga persen masing-masing agregat halus berbeda dan berefek pada persen
agregat kasar juga. Sementara perbedaan berat isi disebabkan pada berat jenis relatif
agregat dalam kondisi SSD, dimana BN memenuhi berat isi beton normal yaitu 2,5
sementara BPAS tidak memenuhi yaitu 2,04, hal ini disebabkan juga oleh agregat halus.
Berat isi BN dihitung berdasarkan grafik pada SNI 03-2834-2000 didapat 2325 kg/m 3,
sedangkan BPAS ditaksir dengan patokan pada hasil pengujian agregat halus dimana
agregat halus bisa dikatakan ringan atau tidak termasuk agregat normal maka berat isi
berpatokan pada berat isi beton ringan dimana lebih kecil dari 1900 kg/m 3, maka dipakai
1900 kg/m3. Pada BPAS digunakan juga serat maka menjadi berat isi 1900,9 kg/m 3,
penggunaan besar bahan serat berpatokan pada penelitian terdahulu dimana semakin
besar serat akan semakin besar pengaruh serat terhadap beton.
54

4.3 Pengujian Benda Uji Penelitian


4.3.1 Hasil kuat tekan beton
4.3.1.1 Kuat tekan BN
Hasil pengujian dan perhitungan kuat tekan BN dapat di lihat pada Tabel 4.9. Hasil
yang di tunjukan berupa kuat tekan rata-rata (σ’bm), deviasi (Sd), kuat tekan minimum
(σ’bmin), kuat tekan maksimum (σ’bmaks), dan kuat tekan karakteristik (σ’bk).
Tabel 4.9 Hasil pengujian dan perhitungan kuat tekan BN
Berat Beban Beban Kuat tekan, σ’b σ’b - σ’bm = a a2
No (kg) (kN) (Kg) (kg/cm2) (kg/cm2) (kg/cm2)
1 12,295 500 50968,40 347,497 -1,390 1,932
2 12,160 380 38735,98 264,097 -84,789 7189,202
3 12,025 630 64220,18 437,846 88,959 7913,725
4 12,450 450 45871,56 312,747 -36,140 1306,074
5 12,430 500 50968,40 347,497 -1,390 1,932
6 12,110 470 47910,30 326,647 -22,240 494,608
7 12,350 560 57084,61 389,196 40,310 1624,864
8 12,145 600 61162,08 416,996 68,109 4638,880
9 12,110 520 53007,14 361,396 12,510 156,497
10 12,275 540 55045,87 375,296 26,410 697,474
11 12,360 520 53007,14 361,396 12,510 156,497
12 12,225 540 55045,87 375,296 26,410 697,474
13 12,330 520 53007,14 361,396 12,510 156,497
14 12,275 350 35677,88 243,248 -105,639 11159,588
15 12,385 350 35677,88 243,248 -105,639 11159,588
16 12,335 550 56065,24 382,246 33,360 1112,868
17 12,320 510 51987,77 354,446 5,560 30,913
18 12,410 600 61162,08 416,996 68,109 4638,880
19 12,270 600 61162,08 416,996 68,109 4638,880
20 12,485 350 35677,88 243,248 -105,639 11159,588
Kuat tekan beton rata – rata, σ’bm 348,886 Jumlah (∑) 68935,962
Sumber: Laboratorium struktur dan bahan, 2018.


2
Sd = ∑ ( σ ' b−σ ' bm)
n −1
n−1
68935,962
=
√ 20−1
= 60,2346 kg/cm2

σ’bmin = 243,248 kg/cm2


55

σ’bmaks = 437,846 kg/cm2

σ’bk = σ’bm – 1,64Sd


= 348,886 – 1,64 x 60,2346 = 250,1018 kg/cm2 > 250 kg/cm2
4.3.1.2 Kuat tekan BPAS
Hasil pengujian dan perhitungan kuat tekan BPAS dapat di lihat pada Tabel 4.10.
Hasil yang ditunjukan berupa σ’bm, Sd, σ’bmin, σ’bmaks, σ’bk.
Tabel 4.10 Hasil pengujian dan perhitungan kuat tekan BPAS
Berat Beban Beban Kuat tekan, σ’b σ’b - σ’bm = a a2
No (kg) (kN) (Kg) 2
(kg/cm ) 2
(kg/cm ) (kg/cm2)
1 10,020 400 40774,72 277,997 5,907 34,898
2 9,895 370 37716,62 257,147 -14,942 223,274
3 9,970 370 37716,62 257,147 -14,942 223,274
4 9,480 460 46890,93 319,697 47,607 2266,429
5 9,210 380 38735,98 264,097 -7,992 63,879
6 9,250 400 40774,72 277,997 5,907 34,898
7 9,300 380 38735,98 264,097 -7,992 63,879
8 9,490 380 38735,98 264,097 -7,992 63,879
9 9,320 310 31600,41 215,448 -56,642 3208,309
10 9,345 380 38735,98 264,097 -7,992 63,879
11 9,230 450 45871,56 312,747 40,657 1653,000
12 9,520 380 38735,98 264,097 -7,992 63,879
13 9,335 380 38735,98 264,097 -7,992 63,879
14 9,175 380 38735,98 264,097 -7,992 63,879
15 9,250 380 38735,98 264,097 -7,992 63,879
16 9,080 400 40774,72 277,997 5,907 34,898
17 9,220 500 50968,40 347,497 75,407 5686,178
18 9,325 400 40774,72 277,997 5,907 34,898
19 9,205 380 38735,98 264,097 -7,992 63,879
20 9,045 350 35677,88 243,248 -28,842 831,873
Kuat tekan beton rata – rata, σ’bm 272,0898 Jumlah (∑) 14806,838
Sumber: Laboratorium struktur dan bahan, 2018.


2
Sd = ∑ ( σ ' b−σ ' bm)
n −1
n−1
14806,838
=
√ 20−1
= 27,9161 kg/cm2

σ’bmin = 215,448 kg/cm2

σ’bmaks = 347,497 kg/cm2


56

σ’bk = σ’bm – 1,64Sd


= 272,0898– 1,64 x 27,9161
= 226,3074 kg/cm2 < 250 kg/cm2
4.3.2 Hasil kuat tarik belah beton
4.3.2.1 Kuat tarik belah BN
Hasil pengujian dan perhitungan kuat tarik belah BN dapat di lihat pada Tabel 4.11.
Hasil yang di tunjukan berupa kuat tarik belah rata-rata (f’crt), Sd, kuat tarik belah minimum
(f’ct min), kuat tarik belah maksimum (f’ct maks).
Tabel 4.11 Hasil pengujian dan perhitungan kuat tarik belah BN
Berat Beban Beban Kuat tarik, f’ct F’ct – f’crt = a a2
No (kg) (kN) (Kg) (kg/cm2) (MPa) (MPa) (kg/cm2)
1 10,020 130 13251,8 58,90 5,890 -0,521 0,271
2 9,895 120 12232,4 54,37 5,437 -0,974 0,949
3 9,970 80 8154,9 36,24 3,624 -2,786 7,763
4 9,480 130 13251,8 58,90 5,890 -0,521 0,271
5 9,210 120 12232,4 54,37 5,437 -0,974 0,949
6 9,250 130 13251,8 58,90 5,890 -0,521 0,271
7 9,300 90 9174,3 40,77 4,077 -2,333 5,444
8 9,490 150 15290,5 67,96 6,796 0,385 0,148
9 9,320 190 19368,0 86,08 8,608 2,197 4,828
10 9,345 190 19368,0 86,08 8,608 2,197 4,828
11 9,230 150 15290,5 67,96 6,796 0,385 0,148
12 9,520 130 13251,8 58,90 5,890 -0,521 0,271
13 9,335 160 16309,9 72,49 7,249 0,838 0,702
14 9,175 90 9174,3 40,77 4,077 -2,333 5,444
15 9,250 130 13251,8 58,90 5,890 -0,521 0,271
16 9,080 120 12232,4 54,37 5,437 -0,974 0,949
17 9,220 190 19368,0 86,08 8,608 2,197 4,828
18 9,325 150 15290,5 67,96 6,796 0,385 0,148
19 9,205 190 19368,0 86,08 8,608 2,197 4,828
20 9,045 190 19368,0 86,08 8,608 2,197 4,828
Kuat tarik belah beton rata – rata, f’crt 6,411 Jumlah (∑) 48,143
Sumber: Laboratorium struktur dan bahan, 2018.


2
Sd = ∑ ( f ' ct−f ' crt )
n −1
n−1
48,143
=
√20−1
= 1,592 MPa
57

f’ct min = 3,624 MPa

f’ct maks = 8,608 Mpa

4.3.2.2 Kuat tarik belah BPAS


Hasil pengujian dan perhitungan kuat tarik belah BPAS dapat di lihat pada Tabel
4.12. Hasil yang di tunjukan berupa f’crt, Sd, f’ctmin, f’ctmaks.
Tabel 4.12 Hasil pengujian kuat tarik belah BPAS
Berat Beban Beban Kuat tarik, f’ct F’ct – f’crt = a a2
No (kg) (kN) (Kg) 2
(kg/cm ) (MPa) (MPa) (kg/cm2)
1 10,020 140 14271,2 63,43 6,34 0,929 0,863
2 9,895 110 11213,0 49,84 4,98 4,984 0,185
3 9,970 100 10193,7 45,31 4,53 0,929 0,780
4 9,480 130 13251,8 58,90 5,89 5,890 0,226
5 9,210 100 10193,7 45,31 4,53 4,531 0,780
6 9,250 150 15290,5 67,96 6,80 6,796 1,909
7 9,300 150 15290,5 67,96 6,80 6,796 1,909
8 9,490 130 13251,8 58,90 5,89 5,890 0,226
9 9,320 100 10193,7 45,31 4,53 4,531 0,780
10 9,345 120 12232,4 54,37 5,44 5,437 0,001
11 9,230 100 10193,7 45,31 4,53 4,531 0,780
12 9,520 150 15290,5 67,96 6,80 6,796 1,909
13 9,335 110 11213,0 49,84 4,98 4,984 0,185
14 9,175 100 10193,7 45,31 4,53 4,531 0,780
15 9,250 130 13251,8 58,90 5,89 5,890 0,226
16 9,080 120 12232,4 54,37 5,44 5,437 0,001
17 9,220 140 14271,2 63,43 6,34 6,343 0,863
18 9,325 100 10193,7 45,31 4,53 4,531 0,780
19 9,205 90 9174,3 40,77 4,08 4,077 1,786
20 9,045 120 12232,4 54,37 5,44 5,437 0,001
Kuat tarik belah beton rata – rata, f’crt 5,414 Jumlah (∑) 14,973
Sumber: Laboratorium struktur dan bahan, 2018.


2
Sd = ∑ ( f ' ct−f ' crt )
n −1
n−1
14,973
=
√20−1
= 0,888 Mpa

f’ct min = 4,077MPa


58

f’ct maks = 6,796 Mpa

4.3.3 Perbandingan σ'bk BN dan σ'bk BPAS


Perbandingan σ'bk BN dan σ'bk BPAS dapat dilihat pada Gambar 4.4.

Gambar 4.4 Perbandingan σ'bk BN dan σ'bk BPAS

Berdasarkan Tabel 4.9 dan 4.10 memperlihatkan bahwa ada perbedaan nilai kuat tekan
antara BN dan BPAS dimana BN lebih tinggi nilai kuat tekannya baik σ’bm, σ’bmin, σ’bmaks, σ’bk.
Mutu beton digambarkan dengan nilai σ'bk sehingga besar nilai perbedaan kuat tekan beton dapat
dibandingkan melalui nilai σ'bk. Perbedaan mutu beton dapat dilihat pada Gambar 4.4, sehingga
penurunan mutu beton yaitu sebesar 23,7944 kg/cm2 atau 9,514% dibandingkan dengan BN.
4.3.4 Perbandingan f’crt BN dan f’crt BPAS
Perbandingan f’crt BN dan f’crt BPAS dapat di lihat pada Gambar 4.5.

Gambar 4.5 Perbandingan f’crt BN dan f’crt BPAS

Pada Tabel 4.11 dan 4.12 menunjukan perhitungan kuat tarik belah terdapat
perbedaan. Perbedaan kuat tarik belah diantaranya Sd, f’crt, f’ctmin, f’ctmaks. Untuk dijadikan
pembanding secara angka maka dipakai nilai f’crt. Hal ini dapat di lihat pada Gambar 4.5.
59

Sehingga penurunan f’crt BPAS yaitu sebesar 0,997 Mpa atau 15,551% dibandingkan
dengan BN.
4.3.5 Kuat lentur beton
4.3.5.1 Berat balok BN dan BPAS
Data hasil pengukuran dan perhitungan rata-rata berat balok dapat di lihat pada
Tabel 4.13 dan Tabel 4.14.
Tabel 4.13 Pengukuran berat balok BN
Kode sampel Berat
(kg)
BN1 36,430
BN2 36,400
BN3 36,350
Rata-rata 36,393
Sumber: Laboratorium struktur dan bahan, 2018.

Tabel 4.14 Pengukuran berat balok BPAS


Kode sampel Berat (kg)
BPAS1 29,275
BPAS2 29,095
BPAS3 29,080
Rata-rata 29,150
Sumber: Laboratorium struktur dan bahan, 2018.

Pada Tabel 4.13 dan Tabel 4.14 dapat dilihat perbedaan pengukuran berat pada
kedua benda uji dengan agregat halus yang berbeda menunjukan perbedaan benda uji
sangat signifikan, dimana berat rata-rata balok BN yaitu 36,393 kg, sedangkan berat rata-rata
balok BPAS yaitu 29,150 kg. Sehingga perbedaan berat beton yaitu 7 ,305 kg atau 19,903%
dibandingkan dengan BN.
4.3.5.2 Hubungan beban-lendutan BN
Data hasil pengujian dan perhitungan kekakuan balok BN tersebut dapat di lihat
pada Tabel 4.15 s/d Tabel 4.17, sedangkan hubungan beban-lendutan BN dapat di lihat
pada Gambar 4.6 dan Gambar 4.8.
Tabel 4.15 Hasil pengujian kuat lentur dan perhitungan kekakuan BN1
Kode Nomor Beban Lendutan Kekakuan
sampel retak (kN) (mm) (kN/mm)
1 20 22 0,9091
2 22,5 23 0,9783
3 27,5 31 0,8871
4 32,5 40 0,8125
60

BN1 5 32,5 40 0,8125


6 40 56 0,7143
7 45 126 0,3571
8 45 290 0,1552
Sumber: Laboratorium struktur dan bahan, 2018.

Tabel 4.16 Hasil pengujian kuat lentur dan perhitungan kekakuan BN2
Kode Nomor Beban Lendutan Kekakuan
sampel retak (kN) (mm) (kN/mm)
1 35 62 0,5645
BN2 2 37,5 129 0,2907
3 45 327 0,1376
Sumber: Laboratorium struktur dan bahan, 2018.

Tabel 4.17 Hasil pengujian kuat lentur dan perhitungan kekakuan BN3
Kode Nomor Beban Lendutan Kekakuan
sampel retak (kN) (mm) (kN/mm)
1 40 173 0,2312
BN3 2 45 224 0,2009
3 47,5 324 0,1466
4 50 474 0,1055
Sumber: Laboratorium struktur dan bahan, 2018.

Gambar 4.6 Hubungan beban-lendutan balok BN1

Gambar 4.7 Hubungan beban-lendutan balok BN2


61

Gambar 4.8 Hubungan beban-lendutan balok BN3


4.3.5.3 Hubungan beban-lendutan BPAS
Data hasil pengujian dan perhitungan kekakuan balok BPAS tersebut dapat di lihat
pada Tabel 4.18 sampai Tabel 4.20, sedangkan hubungan beban-lendutan balok BPAS
dapat di lihat pada Gambar 4.9 dan Gambar 4.11.
Tabel 4.18 Hasil pengujian kuat lentur dan perhitungan kekakuan BPAS1
Kode Nomor Beban Lendutan Kekakuan
sampel retak (kN) (mm) (kN/mm)
1 30 94 0,3191
BPAS1 2 40 280 0,1429
3 47,5 335 0,1343
Sumber: Laboratorium struktur dan bahan, 2018.

Tabel 4.19 Hasil pengujian kuat lentur dan perhitungan kekakuan BPAS2
Kode Nomor Beban Lendutan Kekakuan
sampel retak (kN) (mm) (kN/mm)
1 27,5 80 0,3438
2 37,5 89 0,4213
BPAS2 3 42,0 128 0,3281
4 45,0 227 0,1982
5 47 380 0,1184
Sumber: Laboratorium struktur dan bahan, 2018.

Tabel 4.20 Hasil pengujian kuat lentur dan perhitungan kekakuan BPAS3
Kode Nomor Beban Lendutan Kekakuan
sampel retak (kN) (mm) (kN/mm)
1 30 157 0,1911
2 40 233 0,1717
BPAS3 3 45 302 0,1490
4 47 412 0,1141
5 50 605 0,0826
Sumber: Laboratorium struktur dan bahan, 2018.
62

Gambar 4.9 Hubungan beban-lendutan balok BPAS1

Gambar 4.10 Hubungan beban-lendutan balok BPAS2

Gambar 4.11 Hubungan beban-lendutan balok BPAS3

4.3.5.4 Keadaan batas runtuh balok


Keadaan batas runtuh balok akibat beban terpusat dua titik dapat di lihat pada
Gambar 4.12 dan Gambar 4.15.

50 50
48
45
46 45
44
42
BN1
BN2
BN3

Gambar 4.12 Keadaan batas runtuh balok BN


63

Dari Gambar 4.12 dapat diketahui bahwa beban terhadap keadaan batas balok BN,
beban terendah yang teramati adalah 45 kN dan beban (P) tertinggi teramati adalah 50 kN.

50.0 48 50
45
45.0

40.0
BPAS1
BPAS2
BPAS3

Gambar 4.13 Keadaan batas runtuh balok BPAS

Dari Gambar 4.13 dapat di ketahui bahwa beban terhadap keadaan batas balok
BPAS, beban terendah yang teramati adalah 45 kN dan beban tertinggi teramati adalah 50
kN.
4.3.5.5 Analisa keadaan batas runtuh balok BN
Beban yang bekerja pada beban balok BN adalah berat balok atau berat sendiri dan
beban hasil pengujian kuat lentur. Berat sendiri balok dianggap bekerja merata dan beban
hasil pengujian kuat lentur bekerja terpusat dengan dua titik pembebanan.
Contoh untuk BN1 yaitu dengan berat balok 36,43 kg, karena bekerja merata maka
dijadikan beban merata dengan membagi jarak keseluruhan yaitu 0,6 m.
Sedangkan beban hasil pengujian kuat lentur yaitu 45 dalam satuan kilo newton
(kN), untuk menyamakan satuan maka dirubah ke kilo gram (kg) dengan mengalikan
101,97. Setelah itu dibagi dua, karena beban bekerja dua titik. Perhitungan beban merata
dan beban terpusat untuk sampel selanjutnya di rekap pada Tabel 4.21.
Setelah itu dianalisa dengan bantuan program SAP2000, dengan data dan patokan
pemodelan pada Tabel 4.21 dan Gambar 4.14.
Tabel 4.21 Rekapitulasi beban yang bekerja pada benda uji balok BN
Beban merata Beban terpusat
Sampel Q (kg) q (kg/m) P (kN) P (kg) 1/2 P (kg)
BN1 36,43 60,717 45 4588,650 2294,325
BN2 36,4 60,667 45 4588,650 2294,325
BN3 36,35 60,583 50 5098,500 2549,25
64

Gambar 4.14 Sketsa pemodelan pembeban

Setelah dianalisa menggunakan SAP2000, maka didapatkan nilai momen (M3) dan
lintang (D/V2) seperti pada Gambar 4.15.

Gambar 4.15 Output analisa SAP2000 balok BN1

Hasil momen dan lintang yang dianalisis menggunakan alat bantu aplikasi SAP200
yang selanjutnya di lakukan rekapitulasi pada Tabel 4.22.
Tabel 4.22 Rekapitulasi output analisa SAP2000 balok BN
Sampel Mmax Vmax
(N.mm) (N)
BN1 5087539,33 22678,27
BN2 5087518,65 22678,12
BN3 5649974,96 25177,84
Rata-rata 5275010,98 23511,41
65

4.3.5.6 Analisa keadaan batas runtuh balok BPAS


Analisa struktur pada balok BPAS lansung direkap hasil analisis pada Tabel 4.23
dan Tabel 4.24, karena telah dibahas pada BN.
Tabel 4.23 Rekapitulasi beban yang bekerja pada benda uji balok BPAS
Sampel Beban merata Beban terpusat
Q (kg) q (kg/m) P (kN) P (kg) 1/2 P (kg)
BPAS1 29,275 48,792 47,5 4843,575 2421,788
BPAS2 29,095 48,492 47 4792,590 2396,295
BPAS3 29,08 48,467 50 5098,500 2549,250

Tabel 4.24 Rekapan output analisa SAP2000 balok BPAS


Sampel Mmax (N.mm) Vmax (N)
BPAS1 5363852,38 29893,17
BPAS2 5307478,05 23642,29
BPAS3 5644962,35 25142,19
Rata-rata 5438764,26 26225,88

4.3.5.7 Pola retak balok


Pola retak yang teramati selama pengujian balok mengidentifikasi pola retak lentur
dan geser. Pola retak lentur terjadi yaitu retak dimulai pada bagian bawah penampang
balok, ditengah bentang balok yang kemudian menjalar keatas sejalan dengan
penambahan beban atau peningkatan tegangan lentur akibat momen. Pola retak geser
yaitu terjadi pada bagian sisi samping terluar balok/pembebanan yang menjalar ke atas
arah diagonal bertambah panjang seiring dengan penambahan beban atau peningkatan
tegangan geser disekeliling kulit balok karena gaya geser.
Pola retak yang terjadi pada balok BN dapat di lihat pada Gambar 4.16 s/d 4.18,
sedang balok BPAS dapat di lihat pada Gambar 4.19 sampai Gambar 4.21.

Re
tak
Le
Gambar 4.16 Pola retak balok BN1 ntu
Sumber: Laboratorium struktur dan bahan, 2018.
r
66

Re
tak
Ge
ser Re
tak
Le
Re
ntu
tak
r-Gambar 4.17 Pola retak balok BN2
Ge
Ge
Sumber: Laboratorium struktur dan bahan, 2018.
ser
ser
Re
tak
Le
ntu
r-
Re Ge
tak ser
Gambar
Ge 4.18 Pola retak balok BN3
Sumber: Laboratorium struktur dan bahan, 2018.
ser

Re
tak
Le
nt
ur-
Gambar 4.19 Pola retak balok BPAS1 Ge
Sumber: Laboratorium struktur dan bahan, 2018.
Re se
tak r
Le Re
ntu tak
Le
Re r
ntu
tak
Re r-
Ge
tak Ge
ser
Le ser
ntu Gambar 4.20 Pola retak balok BPAS2
Sumber: Laboratorium struktur dan bahan, 2018.
r

Re
tak
Ge
Re ser
tak
Le
Gambar 4.21ntu Pola retak balok BPAS3
Sumber: Laboratorium struktur dan bahan, 2018.
r
67

4.3.5.8 Perhitungan tegangan lentur dan geser elastik


Analisis tegangan lentur dan geser elastik sesuai dengan persamaan pada Sub-
Bab II sehingga pada pembahasan ini hanya menampilkan hasil rekapitulasi. Rekapitulasi
perhitungan tegangan lentur dan geser elastik BN dapat di lihat pada Tabel 4.25 s/d Tabel
4.28 sedangkan BPAS dapat di lihat pada Tabel 4.29 s/d 32.
Tabel 4.25 Beban yang bekerja pada benda uji balok BN
Beban merata Beban terpusat
Sampel Q (kg) q (kg/m) P (kN) P (kg) 1/2 P (kg)
BN1 36,43 60,717 15 1529,550 764,775
BN2 36,4 60,667 30 3059,100 1529,550
BN3 36,35 60,583 35 3568,950 1784,475

Tabel 4.26 Rekapan output analisa SAP2000 balok BN


Sampel Mmax (N.mm) Vmax (N)
BN1 1712592,92 7678,51
BN2 3400045,44 -15178,24
BN3 3962501,76 17677,96

Tabel 4.27 Rekapan perhitungan tegangan lentur balok BN


yatas ynetral ybawah Ix σatas σnetral σbawah
Sampel (mm) (mm) (mm) mm4 (kN/mm2) (kN/mm2) (kN/mm2)
BN1 75 0 -75 42187500 3,045 0,000 -3,045
BN2 75 0 -75 42187500 6,045 0,000 -6,045
BN3 75 0 -75 42187500 7,044 0,000 -7,044

Tabel 4.28 Rekapan perhitungan tegangan geser balok BN


Qatas Qnetral Qbawah Ix τatas τnetral τbawah
Sampel (mm) (mm) (mm) mm 4
(kN/mm ) 2
(kN/mm ) 2
(kN/mm2)
BN1 0 421875 0 0,000 0,512 0,000
42187500

BN2 0 421875 0 0,000 -1,012 0,000


BN3 0 421875 0 0,000 1,179 0,000
68

Gambar 4.22 Tegangan lentur dan geser balok BN1

Untuk balok yang selanjutnya gambar tegangan lentur dan geser pada balok dapat
digambar sesuai dengan Gambar 4.22, hanya berbeda pada nilai yang disesuaikan pada
hasil perhitungan kuat lentur dan geser balok.
Tabel 4.29 Beban yang bekerja pada benda uji balok BPAS
Beban merata Beban terpusat
Sampel Q (kg) q (kg/m) P (kN) P (kg) 1/2 P (kg)
BPAS1 29,275 48,792 35 3568,950 1784,475
BPAS2 29,095 48,492 22,5 2294,325 1147,163
BPAS3 29,08 48,467 25 2549,250 1274,625

Tabel 4.30 Rekapan output analisa SAP2000 balok BPAS


Sampel Mmax (N.mm) Vmax (N)
BPAS1 3957623,61 17643,27
BPAS2 2551272,93 -11392,49
BPAS3 2832507,01 12642,39

Tabel 4.31 Rekapan perhitungan tegangan lentur balok BPAS


yatas ynetral ybawah Ix σatas σnetral σbawah
Sampel (mm) (mm) (mm) mm4 (kN/mm2) (kN/mm2) (kN/mm2)
BPAS1 75 0 -75 7,036 0,000 -7,036
42187500

BPAS2 75 0 -75 4,536 0,000 -4,536


BPAS3 75 0 -75 5,036 0,000 -5,036

Tabel 4.32 Rekapan perhitungan tegangan geser balok BPAS


Qatas Qnetral Qbawah Ix τatas τnetral τbawah
Sampel (mm) (mm) (mm) mm 4
(kN/mm ) 2
(kN/mm ) 2
(kN/mm2)
BPAS1 0 421875 0 0,000 1,176 0,000
42187500

BPAS2 0 421875 0 0,000 -0,759 0,000


BPAS3 0 421875 0 0,000 0,843 0,000
69

4.3.5.9 Hubungan momen-kurvatur balok


Model yang digunakan untuk analisa adalah balok tampang segi empat. Balok
berupa beton bertulang dengan tulangan tarik. Pada pembahasan ini hanya disajikan hasil
perhitungan hubungan momen dan kurvatur sedangkan perhitungan dianalisis sesuai
dengan pembahasan pada Bab ll.

Tabel 4.33 Karakteristik balok


Label H b d T As f’c BN f’c BPAS fy Es
(mm) (mm) (mm) (mm) (MPa) (MPa) (MPa) (Mpa)
Nilai 150 150 125 2∅8 100,5 25,01 22,63 210 200000

Tabel 4.34 Hasil perhitungan momen-kurvatur balok BN


Sebelum retak Setelah retak, saat Setelah retak, saat
pertama leleh ultimate
M (N.mm) 1859782,497 2409172,013 2567786,27
ϕ (rad/mm) 0,000000000960 0,00001135 0,000047343

Momen (M x 10^-5) (N.mm)


30

20

10

0
-10 0 10 20 30 40 50
Kurvatur (φ x 10^6) (rad/mm)

Gambar 4.23 Hubungan momen-kurvatur balok BN

Tabel 4.35 Hasil perhitungan momen-kurvatur balok BPAS


Sebelum retak Setelah retak, saat Setelah retak, saat
pertama leleh beban ultimate
M (N.mm) 1775419,671 2404273,927 2560445,918
ϕ (rad/mm) 0,000000000912 0,00001143 0,000044089
70

Momen (M x 10^-5) (N.mm)

30

20

10

0
-10 0 10 20 30 40 50
Kurvatur (φ x 10^6) (rad/mm)

Gambar 4.24 Hubungan momen-kurvatur balok BPAS

Hubungan momen-kurvatur balok ini menampilkan tiga kondisi yaitu awal retak,
setelah retak saat pertama leleh, dan setelah retak saat beban ultimate. Kondisi awal retak
ini terjadi setelah kondisi elastis. Sedangkan setelah retak saat pertama leleh dan beban
ultimate adalah penentuan perilaku daktil atau perilaku getas. Dari hasil analisis (Gambar
2.23 dan Gambar 2.24) menunjukan bahwa kedua balok termasuk pada perilaku daktil.
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan penelitian yang telah dilakukan maka dapat
disimpulkan sebagai berikut :
1. Berat BPAS lebih ringan dibandingan dengan BN yaitu 7,305 kg atau 19,903%.
2. Penurunan kuat tekan karakteristik BPAS dibandingkan dengan BN tidak terlalu jauh
yaitu sebesar 23,7944 kg/cm2 atau 9,514%.
3. Penurunan kuat tarik belah rata - rata BPAS dibandingkan dengan BN tidak terlalu
jauh yaitu sebesar 0,997 Mpa atau 15,551%.
4. Beban pada keadaan batas runtuh balok beton bertulang normal yaitu BN1 45
kN, BN2 45 kN dan BN3 50 kN. Sedangkan balok beton bertulang pasir apung
dengan tambahan serat polypropylene yaitu BPAS1 47,5 kN, BPAS2 45 kN dan
BPAS3 50 kN
5.2 Saran
Dengan memperhatikan kesimpulan dan kesulitan-kesulitan yang diperoleh selama
penelitian, maka diberikan saran sebagai berikut:
1. Untuk menjaga agar tidak tejadi deviasi yang besar terhadap mutu beton maka
perlu agar bahan dasar pembentuk beton tetap konsisten pada saat pembuatan
benda uji terutama agregat yaitu tetap dalam kondisi SSD.
2. Untuk penelitian selanjutnya, bisa dilakukan penelitian pengaruh kadar atau
divariasi serat polypropylene terhadap mutu beton pasir apung.
3. Untuk penelitian selanjutnya, dilakukan pengujian baja tulangan sehigga mutu
baja tulangan dapat diketahui.

71
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 1971. Peraturan Beton Bertulang Indonesia 1971 N.1.-2 . Yayasan LPMB.
Bandung.

Anonim. 1991. Metode Pembuatan Dan Perawatan Benda Uji Beton Di Laboratorium SNI
03-2493-1991.

Anonim. 2000. Tata Cara Pembuatan Rencana Campuran Beton Normal SNI 03-2834-
2000. Badan Standardisasi Nasional.

Anonim. 2011. Cara Uji Kuat Lentur Beton Normal Dengan Dua Titik Pembebanan SNI
4431:2011. Badan Standardisasi Nasional. Jakarta.

Anonim. 2011. Cara Uji Kuat Tekan Beton Dengan Benda Uji Silinder SNI 1974:2011 .
Badan Standardisasi Nasional. Jakarta.

Anonim. 2013. Persyaratan Beton Struktural Untuk Bangunan Gedung SNI 2847:2013 .
Badan Standardisasi Nasional. Jakarta.

Anugrah, A. Besse. 2016. Kapasitas Lentur Balok Beton Bertulang dengan Menggunakan
Styrofoam. Skripsi. Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin. Makassar.

Asroni, Ali. 2010. Balok Dan Pelat Beton Bertulang. Edisi Pertama . Graha Ilmu.
Yogyakarta.

Imran, Iswandi dan Ediansjah Zulkifli. 2018. Perencanaan Dasar Struktur Beton Bertulang .
ITB Press. Bandung.

Karolina, Rahmi. 2008. Analisa Dan Kajian Eksperimental Hubungan Momen-Kurvatur


Pada Balok Beton Bertulang. Tesis. Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera
Utara. Medan.

Kartini, Wahyu. 2007. Penggunaan Serat Polypropylene Untuk Meningkatkan Kuat Tarik
Belah Beton. Jurnal Rekayasa Perencanaan Vol. 4 No. 1, Oktober 2007

Khairiza, Yuri dkk. 2015. Pengaruh Penambahan Serat Polypropylene Terhadap Sifat
Mekanis Beton Normal. Jurnal Jom FTEKNIK. Universitas Riau. Riau.

Kuspadwati, Andriyani Budi. 2015. Uji Kuat Lentur Sandwich Panel Dengan Core Dari
Beton Menggunakan Limbah Plastik Pet Sebagai Agregat Kasar Dan Lapisan
Kulit Dari Resin. Skripsi. Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret. Surakarta.

Mulyono, Tri. 2003. Teknologi Beton. Penerbit Andi. Yogyakarta.

72
Pratama, Fajar Rizky dkk. Analisis Kekakuan Struktur Balok Beton Bertulang Dengan
Lubang Hollow Core Pada Tengah Balok. Jurnal. Jurusan Teknik Sipil Fakultas
Teknik Universitas Brawijaya.

Priyono, Aris. 2015. Pengaruh Penambahan Serat Polypropylene Pada Beton Ringan
Dengan Teknologi Gas Terhadap Kuat Tekan, Kuat Tarik Belah, Dan Modulus
Elastisitas. Skripsi. Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret. Surakarta.

Riyanto, Heri. 2010. Perilaku Statis Struktur Beton Pracetak dengan Sistem Sambungan
Basah. Jurusan Teknik Sipil Universitas Bandar Lampung. Jurnal Teknik Sipil
UBL Vol. 1 No. 1. Oktober 2010.

Rokhman, Abdul. 2012. Pengaruh Terjadinya First Crack Terhadap Laju Peningkatan
Momen Negatif Tumpuan Pada Balok Beton . Jurnal Konstruksi Vol. 4 No. 1,
Desember 2012.

Setiawan, Agus. 2016. Perancangan Struktur Beton Bertulang Berdasarkan SNI


2847:2013. Penerbit Erlangga. Jakarta.

Vis, W. C dan Gideon Kusuma. 1993. Dasar-dasar Perencanaan Beton Bertulang Edisi
Kedua. Erlangga. Jakarta.

73
LABORATORIUM STRUKTUR DAN BAHAN
PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL - FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS KHAIRUN TERNATE
Kampus II Unkhair Jl. Pertamina Gambesi Kel. Gambesi Ternate Selatan
Hasil Pemeriksaan Kadar Lumpur Agregat Halus (Pasir Kalumata)
Pekerjaan : Penelitian Tugas Akhir
Sumb. Material : Kota Ternate, Kelurahan Kalumata
Jenis Material : Pasir Kalumata

Nomor Sampel 1 2 Ket.


Berat Contoh Kering Sebelum di Cuci A 0.5 0.5 kg
Berat Contoh Kering Setelah di Cuci B 0.475 0.48 kg
A-B
x 100 5.0 4.00 %
Kadar Lumpur
A
Rata - rata 4.50 %

Laboratorium Struktur dan Bahan


Fakultas Teknik Unkhair
Kepala Laboratorium

Imran, S.T., M.Eng


Nip. 197904012005011003
LABORATORIUM STRUKTUR DAN BAHAN
PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL - FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS KHAIRUN TERNATE
Kampus II Unkhair Jl. Pertamina Gambesi Kel. Gambesi Ternate Selatan
Hasil Pemeriksaan Kadar Air Agregat Halus (Pasir Kalumata)
Pekerjaan : Penelitian Tugas Akhir
Sumb. Material : Kota Ternate, Kelurahan Kalumata
Jenis Material : Pasir Kalumata

Nomor Sampel 1 2 Ket.


Berat Contoh Pasir A 0.5 0.5 kg
Berat Contoh Kering Oven B 0.475 0.475 kg
A-B 5.00 5.00 %
Kadar Air x 100
A
Rata - rata 5.00 %

Laboratorium Struktur dan Bahan


Fakultas Teknik Unkhair
Kepala Laboratorium

Imran, S.T., M.Eng


Nip. 197904012005011003
LABORATORIUM STRUKTUR DAN BAHAN
PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL - FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS KHAIRUN TERNATE
Kampus II Unkhair Jl. Pertamina Gambesi Kel. Gambesi Ternate Selatan
Hasil Pemeriksaan Berat Jenis dan Penyerapan Air Agregat Halus (Pasir Kalumata)
Pekerjaan : Penelitian Tugas Akhir
Sumb. Material : Kota Ternate, Kelurahan Kalumata
Jenis Material : Pasir Kalumata

Nomor Sampel 1 2 Ket.


Berat Picnometer A 0.18 0.185 kg
Berat Contoh Kering Permukaan B 0.5 0.5 kg
Berat Contoh + Botol + Air Batas Kalib. C 0.96 0.95 kg
Berat Botol + Air Batas Kalibrasi D 0.67 0.68 kg
Berat Contoh Kering Oven E 0.42 0.42 kg
E 2.00 1.83
Berat Jenis Bulk (Kering Oven) B+D-C
Rata - rata 1.91
B
2.38 2.17
Berat Jenis Kering Permukaan Jenuh B+D-C
(SSD) Rata - rata 2.3
E
3.23 2.80
Berat Jenis Semu (Apparent) E+D-C
Rata - rata 3.02
B- E
x 100 0.19 0.19
Penyerapan Air (Apsorpian)
E
Rata - rata 0.19

Laboratorium Struktur dan Bahan


Fakultas Teknik Unkhair
Kepala Laboratorium

Imran, S.T., M.Eng


Nip. 197904012005011003
LABORATORIUM STRUKTUR DAN BAHAN
PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL - FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS KHAIRUN TERNATE
Kampus II Unkhair Jl. Pertamina Gambesi Kel. Gambesi Ternate Selatan
Hasil Pemeriksaan Modulus Kehalusan Agregat Halus (Pasir Kalumata)
Pekerjaan : Penelitian Tugas Akhir
Sumber Material : Kota Ternate, Kelurahan Kalumata
Jenis Material : Pasir Kalumata
Berat Berat Rata2
Ukuran Berat Tertahan Kumulatif (A) Tertahan Kumulatif (B) Lolos
Saringan Saringan Tiap Tiap A&B
Saringan` Saringan
Tertahan ∑Tertahan Lolos Tertahan ∑Tertahan Lolos
ASTM (mm) (kg) (kg) (kg) (%)
(%) (%) (%) (%) (%) (%)
4 4.75 0.405 0.000 0 0 100 0.000 0 0 100 100
4 2.36 0.360 0.000 0 0 100 0.000 0 0 100 100
16 1.18 0.395 0.005 1 1 99 0.005 1 1 99 99
30 0.6 0.415 0.040 8 9 91 0.040 8 9 91 91
50 0.3 0.390 0.145 29 38 62 0.145 29 38 62 62
100 0.15 0.330 0.295 59 97 3 0.295 59 97 3 0
200 0.075 0.320 0.015 3 100 0 0.015 3 100 0 0
Pan 0.345 0.000 0 100 0 0.000 0 100 0 0 Laboratorium Struktur dan Bahan
Jumlah (∑) 2.960 0.5000 100 245 0.5000 100 245 Fakultas Teknik Unkhair
Modulus Kehalusan (F): Sampel A = 2.450 Rata -rata Modulus Kehalusan (F) =2.450 Kepala Laboratorium
Sampel B = 2.450

Imran, S.T., M.Eng


Nip. 197904012005011003
LABORATORIUM STRUKTUR DAN BAHAN
PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL - FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS KHAIRUN TERNATE
Kampus II Unkhair Jl. Pertamina Gambesi Kel. Gambesi Ternate Selatan
Hasil Pemeriksaan Berat Volume Agregat Halus (Pasir Kalumata)
Pekerjaan : Penelitian Tugas Akhir
Sumb. Material : Kota Ternate, Kelurahan Kalumata
Jenis Material : Pasir Kalumata

Nomor Sampel Lepas (1) Lepas (2) Ket.


Berat Wadah Kosong A 11.14 11.14 kg
Volume Wadah B 0.0053 0.0053 3
m
Berat Wadah + Sampel C 18.555 18.600 kg
Berat Sampel D = (C - A) 7.415 7.46 kg
E = D/B 1399.056604 1407.5472 kg/m3
Berat Volume
Rata-rata 1.4033 kg/ltr

Nomor Sampel Padat (1) Padat (2) Ket.


Berat Wadah Kosong A 11.14 11.14 kg
Volume Wadah B 0.0053 0.0053 3
m
Berat Wadah + Sampel C 19.505 18.955 kg
Berat Sampel D = (C - A) 8.365 7.815 kg
Berat Volume E = D/B 1578.301887 1474.5283 kg/m3
Rata-rata 1.5264 kg/ltr

Laboratorium Struktur dan Bahan


Fakultas Teknik Unkhair
Kepala Laboratorium

Imran, S.T., M.Eng


Nip. 197904012005011003
LABORATORIUM STRUKTUR DAN BAHAN
PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL - FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS KHAIRUN TERNATE
Kampus II Unkhair Jl. Pertamina Gambesi Kel. Gambesi Ternate Selatan
Rekapitulasi Hasil Pemeriksaan Agregat Halus (Pasir Kalumata)
Pekerjaan : Penelitian Tugas Akhir
Sumb. Material : Kota Ternate, Kelurahan Kalumata
Jenis Material : Pasir Kalumata

Hasil
No. Uji Bahan Interval Ket.
Pengamatan
1 Kadar Lumpur 4.5 0,2% - 5% Memenuhi
2 Kadar air 5.0 3% - 5% Memenuhi
3 Penyerapan (Absorption) 0.19 0,2% - 2% Memenuhi
5 Berat jenis Bulk 1.9 1,6 -3,2 Memenuhi
6 Berat jenis kering permukaan 2.28 1,6 -3,2 Memenuhi
7 Berat jenis kering semu 3.015 1,6 -3,2 Memenuhi
8 Modulus kehalusan 2.45 1,5% - 3,8% Memenuhi
9 Berat volume ondisi lepas 1.4 1,4 kg/ltr - 1,9 kg/ltr Memenuhi
10 Berat volume kondisi padat 1.5 1,4 kg/ltr - 1,9 kg/ltr Memenuhi

Laboratorium Struktur dan Bahan


Fakultas Teknik Unkhair
Kepala Laboratorium

Imran, S.T., M.Eng


Nip. 197904012005011003
LABORATORIUM STRUKTUR DAN BAHAN
PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL - FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS KHAIRUN TERNATE
Kampus II Unkhair Jl. Pertamina Gambesi Kel. Gambesi Ternate Selatan
Hasil Pemeriksaan Kadar Lumpur Agregat Halus (Pasir Apung)
Pekerjaan : Penelitian Tugas Akhir
Sumb. Material : Kota Tidore
Jenis Material : Pasir Apung

Nomor Sampel 1 2 Ket.


Berat Contoh Kering Sebelum di Cuci A 1 1 kg
Berat Contoh Kering Setelah di Cuci B 0.97 0.98 kg
A- B 3.0 2.00 %
Kadar Lumpur x 100
A
Rata - rata 2.50 %

Laboratorium Struktur dan Bahan


Fakultas Teknik Unkhair
Kepala Laboratorium

Imran, S.T., M.Eng


Nip. 197904012005011003
LABORATORIUM STRUKTUR DAN BAHAN
PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL - FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS KHAIRUN TERNATE
Kampus II Unkhair Jl. Pertamina Gambesi Kel. Gambesi Ternate Selatan
Hasil Pemeriksaan Kadar Air Agregat Halus (Pasir Apung)
Pekerjaan : Penelitian Tugas Akhir
Sumb. Material : Kota Tidore
Jenis Material : Pasir Apung

Nomor Sampel 1 2 Ket.


Berat Contoh Pasir A 1 1 kg
Berat Contoh Kering Oven B 0.870 0.855 kg
A-B 13.00 14.50 %
Kadar Air x 100
A
Rata - rata 13.75 %

Laboratorium Struktur dan Bahan


Fakultas Teknik Unkhair
Kepala Laboratorium

Imran, S.T., M.Eng


Nip. 197904012005011003
LABORATORIUM STRUKTUR DAN BAHAN
PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL - FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS KHAIRUN TERNATE
Kampus II Unkhair Jl. Pertamina Gambesi Kel. Gambesi Ternate Selatan
Hasil Pemeriksaan Berat Jenis dan Penyerapan Air Agregat Halus (Pasir Apung)
Pekerjaan : Penelitian Tugas Akhir
Sumb. Material : Kota Tidore
Jenis Material : Pasir Apung

Nomor Sampel 1 2 Ket.


Berat Picnometer A 0.185 0.18 kg
Berat Contoh Kering Permukaan B 0.25 0.25 kg
Berat Contoh + Botol + Air Batas Kalib. C 0.76 0.745 kg
Berat Botol + Air Batas Kalibrasi D 0.68 0.675 kg
Berat Contoh Kering Oven E 0.175 0.17 kg
E 1.03 0.94
Berat Jenis Bulk (Kering Oven) B+D-C
Rata - rata 0.987
Berat Jenis Kering Permukaan Jenuh B
1.47 1.39
(SSD) B+D-C
Rata - rata 1.43
E
1.84 1.70
Berat Jenis Semu (Apparent) E+D-C
Rata - rata 1.77
B- E 0.43 0.47
Penyerapan Air (Apsorpian) x 100
E
Rata - rata 0.45

Laboratorium Struktur dan Bahan


Fakultas Teknik Unkhair
Kepala Laboratorium

Imran, S.T., M.Eng


Nip. 197904012005011003
LABORATORIUM STRUKTUR DAN BAHAN
PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL - FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS KHAIRUN TERNATE
Kampus II Unkhair Jl. Pertamina Gambesi Kel. Gambesi Ternate Selatan
Hasil Pemeriksaan Modulus Kehalusan Agregat Halus (Pasir Apung)
Pekerjaan : Penelitian Tugas Akhir
Sumber Material : Kota Tidore
Jenis Material : Pasir Apung

Berat Berat Rata2


Ukuran Berat Tertahan Kumulatif (A) Tertahan Kumulatif (B) Lolos
Saringan Saringan Tiap Tiap A&B
Saringan` Saringan
Tertahan ∑Tertahan Lolos Tertahan ∑Tertahan Lolos
ASTM (mm) (kg) (kg) (kg) (%)
(%) (%) (%) (%) (%) (%)
4 4.75 0.405 0.000 0 0 100 0.000 0 0 100 100
4 2.36 0.360 0.125 25 25 75 0.180 36 36 64 70
16 1.18 0.395 0.160 32 57 43 0.190 38 74 26 35
30 0.6 0.415 0.115 23 80 20 0.085 17 91 9 15
50 0.3 0.390 0.060 12 92 8 0.025 5 96 4 6
100 0.15 0.330 0.025 5 97 3 0.010 2 98 2 3
200 0.075 0.320 0.015 3 100 0 0.010 2 100 0 0
Pan 0.345 0.000 0 100 0 0.000 0 100 0 0 Laboratorium Struktur dan Bahan
Jumlah (∑) 2.960 0.5000 100 451 0.5000 100 495 Fakultas Teknik Unkhair
Modulus Kehalusan (F): Sampel A = 4.510 Rata -rata Modulus Kehalusan (F) = 4.73 Kepala Laboratorium
Sampel B = 4.950

Imran, S.T., M.Eng


Nip. 197904012005011003
LABORATORIUM STRUKTUR DAN BAHAN
PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL - FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS KHAIRUN TERNATE
Kampus II Unkhair Jl. Pertamina Gambesi Kel. Gambesi Ternate Selatan
Hasil Pemeriksaan Berat Volume Agregat Halus (Pasir Apung)
Pekerjaan : Penelitian Tugas Akhir
Sumb. Material : Kota Tidore
Jenis Material : Pasir Apung

Nomor Sampel Lepas (1) Lepas (2) Ket.


Berat Wadah Kosong A 11.11 11.11 kg
Volume Wadah B 0.0053 0.0053 3
m
Berat Wadah + Sampel C 15.205 15.155 kg
Berat Sampel D = (C - A) 4.095 4.045 kg
E = D/B 772.6415094 763.20755 kg/m3
Berat Volume
Rata-rata 0.768 kg/ltr

Nomor Sampel Padat (1) Padat (2) Ket.


Berat Wadah Kosong A 11.11 11.11 kg
Volume Wadah B 0.0053 0.0053 3
m
Berat Wadah + Sampel C 15.765 15.865 kg
Berat Sampel D = (C - A) 4.655 4.755 kg
Berat Volume E = D/B 878.3018868 897.16981 kg/m3
Rata-rata 0.888 kg/ltr

Laboratorium Struktur dan Bahan


Fakultas Teknik Unkhair
Kepala Laboratorium

Imran, S.T., M.Eng


Nip. 197904012005011003
LABORATORIUM STRUKTUR DAN BAHAN
PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL - FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS KHAIRUN TERNATE
Kampus II Unkhair Jl. Pertamina Gambesi Kel. Gambesi Ternate Selatan
Rekapitulasi Hasil Pemeriksaan Agregat Halus (Pasir Apung)
Pekerjaan : Penelitian Tugas Akhir
Sumb. Material : Kota Tidore
Jenis Material : Pasir Kalumata

Hasil
No. Uji Bahan Interval Ket.
Pengamatan
1 Kadar Lumpur 2.50 0,2% - 5% Memenuhi
2 Kadar air 13.750 3% - 5% Tidak
3 Penyerapan (Absorption) 0.45 0,2% - 2% Memenuhi
5 Berat jenis Bulk 0.987 1,6 -3,2 Tidak
6 Berat jenis kering permukaan 1.43 1,6 -3,2 Tidak
7 Berat jenis kering semu 1.77 1,6 -3,2 Memenuhi
8 Modulus kehalusan 4.73 1,5% - 3,8% Tidak
9 Berat volume ondisi lepas 0.768 1,4 kg/ltr - 1,9 kg/ltr Tidal
10 Berat volume kondisi padat 0.888 1,4 kg/ltr - 1,9 kg/ltr Tidak

Laboratorium Struktur dan Bahan


Fakultas Teknik Unkhair
Kepala Laboratorium

Imran, S.T., M.Eng


Nip. 197904012005011003
LABORATORIUM STRUKTUR DAN BAHAN
PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL - FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS KHAIRUN TERNATE
Kampus II Unkhair Jl. Pertamina Gambesi Kel. Gambesi Ternate Selatan
Hasil Pemeriksaan Kadar Lumpur Agregat Kasar (Batu Pecah)
Pekerjaan : Penelitian Tugas Akhir
Sumb. Material : PT. Intim Kara, Sofifi, Kali Oba
Jenis Material : Batu Pecah

Nomor Sampel 1 2 Ket.


Berat Contoh Kering Sebelum di Cuci A 1 1 kg
Berat Contoh Kering Setelah di Cuci B 0.988 0.997 kg
A- B 1.2 0.30 %
Kadar Lumpur x 100
A
Rata - rata 0.75 %

Laboratorium Struktur dan Bahan


Fakultas Teknik Unkhair
Kepala Laboratorium

Imran, S.T., M.Eng


Nip. 197904012005011003
LABORATORIUM STRUKTUR DAN BAHAN
PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL - FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS KHAIRUN TERNATE
Kampus II Unkhair Jl. Pertamina Gambesi Kel. Gambesi Ternate Selatan
Hasil Pemeriksaan Kadar Air Agregat Kasar (Batu Pecah)
Pekerjaan : Penelitian Tugas Akhir
Sumb. Material : PT. Intim Kara, Sofifi, Kali Oba
Jenis Material : Batu Pecah

Nomor Sampel 1 2 Ket.


Berat Contoh Pasir A 0.5 0.5 kg
Berat Contoh Kering Oven B 0.495 0.490 kg
A-B 1.00 2.00 %
Kadar Air x 100
A
Rata - rata 1.50 %

Laboratorium Struktur dan Bahan


Fakultas Teknik Unkhair
Kepala Laboratorium

Imran, S.T., M.Eng


Nip. 197904012005011003
LABORATORIUM STRUKTUR DAN BAHAN
PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL - FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS KHAIRUN TERNATE
Kampus II Unkhair Jl. Pertamina Gambesi Kel. Gambesi Ternate Selatan
Hasil Pemeriksaan Berat Jenis dan Penyerapan Air Agregat Kasar (Batu Pecah)
Pekerjaan : Penelitian Tugas Akhir
Sumb. Material : PT. Intim Kara, Sofifi, Kali Oba
Jenis Material : Batu Pecah

Nomor Sampel 1 2 Ket.


Berat Contoh Kering Oven A 1.5 1.5 kg
Berat Contoh Kering Permukaan (SSD) B 1.525 1.5 kg
Berat Contoh Dalam Air C 0.918 0.909 kg
A
2.471 2.538
Berat Jenis Bulk (Kering Oven) B-C
Rata - rata 2.5
B
2.512 2.54
Berat Jenis Kering Permukaan Jenuh B-C
(SSD) Rata - rata 2.53
A
2.577 2.538
Berat Jenis Semu (Apparent) A-C
Rata - rata 2.56
B- A 1.67 0.00
Penyerapan Air (Apsorpian) x 100
A
Rata - rata 0.83

Laboratorium Struktur dan Bahan


Fakultas Teknik Unkhair
Kepala Laboratorium

Imran, S.T., M.Eng


Nip. 197904012005011003
LABORATORIUM STRUKTUR DAN BAHAN
PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL - FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS KHAIRUN TERNATE
Kampus II Unkhair Jl. Pertamina Gambesi Kel. Gambesi Ternate Selatan
Hasil Pemeriksaan Modulus Kehalusan Agregat Kasar (Batu Pecah)
Pekerjaan : Penelitian Tugas Akhir
Sumber Material : PT. Intim Kara, Sofifi, Kali Oba
Jenis Material : Batu Pecah

Berat Berat
Rata2
Ukuran Berat Tertahan Kumulatif (A) Tertahan Kumulatif (B)
Lolos
Saringan Saringan Tiap Tiap
A&B
Saringan` Saringan
ASTM (mm) (kg) (kg) Tertahan ∑Tertahan Lolos (kg) Tertahan ∑Tertahan Lolos (%)
(%) (%) (%) (%) (%) (%)
1 25 0.615 0.000 0 0 100 0.000 0 0 100 100
3/4 19.1 0.480 0.000 0 0 100 0.000 0 0 100 100
3/8 9.5 0.505 0.020 4 4 96 0.030 6 6 94 95
4 4.75 0.405 0.465 93 97 3 0.455 91 97 3 3
Pan 0.345 0.015 3 100 0 0.015 3 100 0 0
Jumlah (∑) 2.350 0.5000 100 0.5000 100
Modulus Kehalusan (F): Sampel A = 6.000 Rata -rata Modulus Kehalusan (F) = 6.000
Sampel B = 6.000
Laboratorium Struktur dan Bahan
Fakultas Teknik Unkhair
Kepala Laboratorium

Imran, S.T., M.Eng


Nip. 197904012005011003
LABORATORIUM STRUKTUR DAN BAHAN
PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL - FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS KHAIRUN TERNATE
Kampus II Unkhair Jl. Pertamina Gambesi Kel. Gambesi Ternate Selatan
Hasil Pemeriksaan Berat Volume Agregat Kasar (Batu Pecah)
Pekerjaan : Penelitian Tugas Akhir
Sumb. Material : PT. Intim Kara, Sofifi, Kali Oba
Jenis Material : Batu Pecah

Nomor Sampel Lepas (1) Lepas (2) Ket.


Berat Wadah Kosong A 11.14 11.14 kg
Volume Wadah B 0.0053 0.0053 3
m
Berat Wadah + Sampel C 20.215 20.375 kg
Berat Sampel D = (C - A) 9.075 9.235 kg
E = D/B 1712.264151 1742.4528 kg/m3
Berat Volume
Rata-rata 1.727 kg/ltr

Nomor Sampel Padat (1) Padat (2) Ket.


Berat Wadah Kosong A 11.14 11.14 kg
Volume Wadah B 0.0053 0.0053 3
m
Berat Wadah + Sampel C 21.225 21.100 kg
Berat Sampel D = (C - A) 10.085 9.96 kg
Berat Volume E = D/B 1902.830189 1879.2453 kg/m3
Rata-rata 1.891 kg/ltr

Laboratorium Struktur dan Bahan


Fakultas Teknik Unkhair
Kepala Laboratorium

Imran, S.T., M.Eng


Nip. 197904012005011003
LABORATORIUM STRUKTUR DAN BAHAN
PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL - FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS KHAIRUN TERNATE
Kampus II Unkhair Jl. Pertamina Gambesi Kel. Gambesi Ternate Selatan
Hasil Pemeriksaan Keausan Atau Abrasi Agregat Kasar (Batu Pecah)
Pekerjaan : Penelitian Tugas Akhir
Sumb. Material : PT. Intim Kara, Sofifi, Kali Oba
Jenis Material : Batu Pecah

Nomor 1 2 Ket.
Sampel
Jumlah Putaran 500 500 kali
Jumlah Bola Baja 12 12 buah
Berat Kering Agregat (B.K.A) A 5 5 kg
Berat Kering Agregat Tertahan Saringan No.12 B 3.380 3.47 kg
A- B
Keausan x 100 32.400 30.600 %
A
Rata-rata 31.500 %

Laboratorium Struktur dan Bahan


Fakultas Teknik Unkhair
Kepala Laboratorium

Imran, S.T., M.Eng


Nip. 197904012005011003
LABORATORIUM STRUKTUR DAN BAHAN
PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL - FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS KHAIRUN TERNATE
Kampus II Unkhair Jl. Pertamina Gambesi Kel. Gambesi Ternate Selatan
Rekapitulasi Hasil Pemeriksaan Agregat Kasar (Batu Pecah)
Pekerjaan : Penelitian Tugas Akhir
Sumb. Material : PT. Intim Kara, Sofifi, Kali Oba
Jenis Material : Batu Pecah

Hasil
No. Uji Bahan Interval Ket.
Pengamatan
1 Kadar Lumpur 0.75 0,2% - 1% Memenuhi
2 Kadar air 1.5 0,5% - 2% Memenuhi
3 Penyerapan (Absorption) 0.83 0,2% - 4% Memenuhi
5 Berat jenis Bulk 2.5 1,6 -3,2 Memenuhi
6 Berat jenis kering permukaan 2.53 1,6 -3,2 Memenuhi
7 Berat jenis kering semu 2.56 1,6 -3,2 Memenuhi
8 Modulus kehalusan 6.0 5,5% - 8,5% Memenuhi
9 Berat volume ondisi lepas 1.727 1,6 kg/ltr - 1,9 kg/ltr Memenuhi
10 Berat volume kondisi padat 1.891 1,6 kg/ltr - 1,9 kg/ltr Memenuhi
11 Keausan/Abrasi 31.5 < 50% Memenuhi

Laboratorium Struktur dan Bahan


Fakultas Teknik Unkhair
Kepala Laboratorium

Imran, S.T., M.Eng


Nip. 197904012005011003
Hubungan Momen-Kurvatur BN dan BPAS

 Hubungan momen-kurvatur BN
1. Gambar Penampang balok

Gambar LB1. Penampang balok BN

2. Balok dengan karakteristik


a. Tulangan tarik 2Ø8
) Rasio tulangan ( ρ ) : 0,00536
b. Kuat tekan beton (f'c) : 25,010 MPa
c. Kuat leleh baja (fy) : 210 MPa
d. Elastisitas baja tulangan (Es) : 200000 MPa

3. Kondisi sebelum retak


a. Elastisitas beton (Ec)
Ec=4700 √ f ' c
¿ 4700 √ 25 , 010
¿ 23504,78411 N .mm 2
b. Rasio modular atau angka ekivalen (n)
Es
n=
Ec
200000
¿
23504,7841
¿ 8,5089
c. Jarak garis puast netral atau transformasi penampang ( ȳ)
h
ȳ=
( )
bh + ( n−1 ) A s d
2
( bh ) + ( n−1 ) A s

(¿ 150 x 150 1502 )+( 8,5089−1 ) 100,5 x 125


( 150 x 150 ) + ( 8,5089−1 ) 100,5
¿ 76,622 mm
d. Jarak garis pusat netral ditinjau dari bawah ( ȳ dasar)
ȳ dasar=h− ȳ
¿ 150−76,622
¿ 73,378 mm
e. Momen inersia penampang beton bruto ( Igross)
1
I g=( bh3 )+ ¿
12
1
¿( 150 x 1503 )+¿
12
¿ 44012538,010 mm 4
f. Modulus pecah beton (fr)
f r=0,62 √ f ' c
¿ 0,62 √25 , 010
¿ 3,1006 N /mm2
g. Momen sebelum retak (Mretak)
fr I
M retak =
y dasar
3,1006 x 44012538,01 0
¿
73,378
¿ 1859782,497 N . mm
¿ 18,597 ( M x 10−5 ) N .mm
h. Kurvatur sebelum retak (φ)
fr
I
φ retak =
y dasar
3,1006
44012538,010
¿
73,378
¿ 0,0000000009600842rad /mm
¿ 0,00096 ( φ x 106 ) rad /mm

i. Gambar hasil perhitungan balok beton bertulang kondisi sebelum retak


Gambar LB2. Hasil perhitungan balok BN kondisi sebelum retak

4. Kondisi setelah retak saat pertama leleh


a. Faktor garis netral (k)
2
k =√ 2 ρn+ ( ρn ) − ρn
¿ 0,3054−0,0456
¿ 0,2598
b. Jarak garis netral dari ujing atas balok (kd)
kd =k x d
¿ 0,2598 x 125
¿ 32,477 mm
c. Regangan tulangan tarik baja (Ɛs)
fy
ε s=
Es
210
¿ ¿ 0,00105
200000
d. Regangan beton bagian atas (Ɛc)
kd
ε c =ε s
d−kd
32,477
¿ 0,00105
125−32,477
¿ 0,00036856
e. Tegangan beton (fc)
fc=ε c E c
¿ 0,00036856 x 23504,78411
¿ 8,663
f. Gaya tekan beton (Cc)
1
C c = fc . b kd
2
1
¿ 8,773 x 150 x 32,477
2
¿ 21100,8
g. Jarak total gaya tekan dari ujung atas balok ( y)
kd
C
3 c
y=
Cc
32,477
21100,8
3
¿
21100,8
¿ 10,826 mm
h. Jarak pusat total gaya tekan kepusat tulangan tarik ( jd)
jd=d − y
¿ 125−10,826
¿ 114,17 mm
i. Momen setelah retak, saat pertama leleh (My)
M y = A s f y jd
¿ 100,5 x 210 x 114,17
¿ 2409172,01 N . mm
¿ 24,091 ( M x 10−5 ) N . mm
j. Kurvatur setelah retak, saat pertama leleh (φ y)
εs
φ y=
d ( 1−k )
0,00105
¿
125 ( 1−0,0456 )
¿ 0,00001135 rad /mm
¿ 11,35 ( φ x 106 ) rad /mm
k. Gambar hasil perhitungan balok beton bertulang kondisi saat pertama leleh

Gambar LB3. Hasil perhitungan balok BN kondisi saat pertama leleh

5. Kondisi setelah retak saat ultimate


a. Tinggi blok tegangan beton (a)
As f y
α=
0,85 f ' c b
100,5 x 210
¿
0,85 x 25,01 x 150
¿ 6,6172 mm
b. Menentukan nilai pembentuk tegangan beton tekan persegi ekivalen ( β1)
 f'c ≤ 28 Mpa, nilai β1 = 0,85
 f'c > 28 Mpa, nilai β1 = 0,85 - 0,05 x ((f'c - 28 )/7)
Tetapi β1 ≥ 0,65
Kuat tekan beton (f’c) = 25,010 Mpa, Jadi β1 = 0,85
c. Jarak garis netral ke tepi serat beton tekan (c)
a
c=
β1
6,6172
¿
0,85
¿ 7,7849 mm
d. Jarak pusat total gaya tekan ke tepi serat beton tekan ( p)
a
p=
2
6,6172
¿
2
¿ 3,3086 mm
e. Jarak pusat total gaya tekan ke pusat tulangan tarik ( jd)
jd=d −p
¿ 125−3,3086
¿ 121,69 mm
f. Gaya tekan beton (Cc)
Cc=0,85 f ' c a b
¿ 0,85 x 25,01 x 6,6172 x 150
¿ 21100,8
g. Momen setelah retak, saat ultimate (Mu)
α
M u=Cc d− ( 2 )
¿ 21100,8 x 121,69
¿ 2567786,27 N .mm
¿ 25,677 ( M x 10−5 ) N . mm
h. Kurvatur setelah retak, saat ultimate (φu)
εc β 1 εc
φ u= =
α c
0,00037 x 0,85 0,00037
¿ =
6,6172 7,7849
¿ 0,0000473431065 rad /mm
¿ 47,343 ( φ x 106 ) rad /mm
i. Gambar hasil perhitungan balok beton bertulang kondisi saat ultimate

Gambar LB4. Hasil perhitungan balok BN kondisi saat ultimate

 Hubungan momen-kurvatur BPAS


1. Gambar penampang balok

Gambar LB5. Penampang balok BPAS

2. Balok dengan karakteristik


a. Tulangan tarik 2Ø8
) Rasio tulangan ( ρ ) : 0,00536
b. Kuat tekan beton (f'c) : 22,631 MPa
c. Kuat leleh baja (fy) : 210 MPa
d. Elastisitas baja tulangan (Es) : 200000 MPa
3. Kondisi sebelum retak
a. Elastisitas beton (Ec)
Ec=4700 √ f ' c
¿ 4700 √ 22,631
¿ 22358,7354 N . mm2
b. Rasio modular atau angka ekivalen (n)
Es
n=
Ec
200000
¿
22358,7354
¿ 8,945
c. Jarak garis puast netral atau transformasi penampang ( ȳ)
h
ȳ=
( )
bh + ( n−1 ) A s d
2
( bh ) + ( n−1 ) A s

(¿ 150 x 150 1502 )+( 8,945−1 ) 100,5 x 125


( 150 x 150 ) + ( 8,945−1 ) 100,5
¿ 76,713 mm
d. Jarak garis pusat netral ditinjau dari bawah ( ȳ dasar)
ȳ dasar=h− ȳ
¿ 150−76,713
¿ 73,287 mm
e. Momen inersia penampang beton bruto ( Igross)
1
I g=( bh3 )+ ¿
12
1
¿( 150 x 1503 )+¿
12
¿ 44114910,383 mm4
f. Modulus pecah beton (fr)
f r=0,62 √ f ' c
¿ 0,62 √22,631
¿ 2,9495 N /mm2
g. Momen sebelum retak (Mretak)
fr I
M retak =
y dasar
2,9495 x 44114910,383
¿
73,287
¿ 1775419,67 N . mm
¿ 17,754 ( M x 10−5 ) N . mm
h. Kurvatur sebelum retak (φ)
fr
I
φ retak =
y dasar
2,9495
44114910,383
¿
73,287
¿ 0,0000000009122844 rad / mm
¿ 0,00091 ( φ x 106 ) rad /mm
i. Gambar hasil perhitungan balok beton bertulang kondisi sebelum retak

Gambar LB6. Hasil perhitungan balok BPAS kondisi sebelum retak

4. Kondisi setelah retak saat pertama leleh


a. Faktor garis netral (k)
2
k =√ 2 ρn+ ( ρn ) − ρn
¿ 0,3133−0,0479
¿ 0,2654
b. Jarak garis netral dari ujing atas balok (kd)
kd =k x d
¿ 0,2654 x 125
¿ 33,173
c. Regangan tulangan tarik baja (Ɛs)
fy
ε s=
Es
210
¿
200000
¿ 0,00105
d. Regangan beton bagian atas (Ɛc)
kd
ε c =ε s
d−kd
33,173
¿ 0,00105
125−33,173
¿ 0,00037932
e. Tegangan beton (fc)
fc=ε c E c
¿ 0,00037932 x 22358,7354
¿ 8,4811
f. Gaya tekan beton (Cc)
1
C c = fc . b kd
2
1
¿ 8,4811 x 150 x 33,173
2
¿ 21100,8
g. Jarak total gaya tekan dari ujung atas balok ( y)
kd
C
3 c
y=
Cc
32,173
21100,8
3
¿
21100,8
¿ 11,0576885
h. Jarak pusat total gaya tekan kepusat tulangan tarik ( jd)
jd =d − y
¿ 125−11,0576885
¿ 113,94 mm
i. Momen setelah retak, saat pertama leleh (My)
M y = A s f y jd
¿ 100,5 x 210 x 113,94
¿ 2404273,93 N . mm
¿ 24,042 ( M x 10−5 ) N . mm

j. Kurvatur setelah retak, saat pertama leleh (φ y)


εs
φ y=
d ( 1−k )
0,00105
¿
125 ( 1−0,2654 )
¿ 0,00001143 rad /mm
¿ 11,43 ( φ x 106 ) rad /mm
k. Gambar hasil perhitungan balok beton bertulang kondisi saat pertama leleh
Gambar LB7. Hasil perhitungan balok BPAS kondisi saat pertama leleh

5. Kondisi setelah retak saat ultimate


a. Tinggi blok tegangan beton (a)
As f y
α=
0,85 f ' c b
100,5 x 210
¿
0,85 x 22,631 x 150
¿ 7,31291 mm
b. Menentukan nilai pembentuk tegangan beton tekan persegi ekivalen ( β1)
 f'c ≤ 28 Mpa, nilai β1 = 0,85
 f'c > 28 Mpa, nilai β1 = 0,85 - 0,05 x ((f'c - 28 )/7)
Tetapi β1 ≥ 0,65
Kuat tekan beton (f’c) = 22,631 Mpa, Jadi β1 = 0,85
c. Jarak garis netral ke tepi serat beton tekan (c)
a
c=
β1
7,31291
¿
0,85
¿ 8,6034
d. Jarak pusat total gaya tekan ke tepi serat beton tekan ( p)
a
p=
2
7,31291
¿
2
¿ 3,6565

e. Jarak pusat total gaya tekan ke pusat tulangan tarik ( jd)


jd=d −p
¿ 125−3,6565
¿ 121,34
f. Gaya tekan beton (Cc)
Cc=0,85 f ' c a b
¿ 0,85 x 22,631 x 7,31291 x 150
¿ 21100,8
g. Momen setelah retak, saat ultimate (Mu)
α
M u=Cc d−( 2 )
¿ 21100,8 x 121,34
¿ 2560445,92 N . mm
¿ 25,604 ( M x 10−5 ) N . mm
h. Kurvatur setelah retak, saat ultimate (φu)
εc β 1 εc
φ u= =
α c
0,00038 x 0,85 0,00038
¿ =
7,3129 8,6034
¿ 0,0000440893567 rad / mm
¿ 44,089 ( φ x 106 ) rad /mm
i. Gambar hasil perhitungan balok beton bertulang kondisi saat ultimate

Gambar LB8. Hasil perhitungan balok BPAS kondisi saat ultimate

Anda mungkin juga menyukai