Anda di halaman 1dari 12

ARTIKEL 21

Akuntansi csr
Pasca DPR mengesahkan uu perseroan terbatas menjadi UU banyak perusahaan bingung.
Penyebab nya ada inkonsistensi ketentuan tentang kewajiban PTdalam melaksanakan dan
melapirka aktivitas tanggung jawab sosial dan lingkungan atau CSR
Pasal 74 uupt mrnyatakan bahwa kewajiban mrlaksanakan CSR habya berlaku bagi PT yang
menjalankan usaha yang berkaitan dengan SDA
Pasal 66 mewajibkan semua PT memasukan pelaksanaan CSR dalam laporan tahunan direksi
yang menyebabkan mulai 2008 PT mrwajibkan mimiliki dan mrlaksanakan program CSR serta
melaporkan dalam laporan tahunan
Masalah yang timbul hingga akhir 2007 belum ada ketentuan standar akuntansi CSR dari
pemerintah yang dapat menyulitkan PT dalam prlaporan informasi CSR
Menurut laki belum adanya ketentuan standar akuntansi CSR disebabkan masih simpang siurnya
pemahaman pemerintah dan IAI terkait esensi akuntansi CSR. Dalam buku ini diharapkan
pemerintah dan IAI diharapkan bisa segera menyusun ketentuan CSR sehingga dapat jadi
pedoman bagi PT dalam pelaporan informasi CSR

AKUNTANSI CSR
Pada hakikatnya akuntansi CSR merupaka perluasan dari akuntansi sosial dan akuntansi
lingkungan
Gray et al 1987 mendefinisikan akuntabsi sosial sebagai pros3s pengkomunikasian dampak
dampak sosiak dan lingkungan dari tindakan tindakan ekonomi perusahaan untuk kelompok
krlompok kepentingan tertentu dalam masyarakat. Yang menjadi dasar adalah eksistensi suatu
perusahaan tidak hanya sekedar menghasilkan laba untuk pemrgang sahamnya tapi juga bagi
stakeholdernya
Elkington 1997 aksos bertujuan untuk menilai dampak dampak dari suatu korporasi terhadap
masyarakat baik dalam maupun luar perusahaan dam0ak yg ditimbulkan mencakup relasi
komunikasi kenyamanan produk aktivitas pelatihan inisiatif pendidikan sponsorship aktivitas
amal donasi uang dan waktu serta memperkerjakan kelompok masyarajat yg tidak beruntung
Ruang lingkup aksos adalah
1. Identifikasi sasaran dan nilai nilai sosial perusahaan
2. Identifikasi siapa saja stakeholder perusahaan
3. Menentukan indikator untuk mengukur kinerja sosiak dan target target yg mau dicapai
4. Mengukur kinerja mrlakukan pencatatan dan mempersiapkan akun akun
denganmenggunakan prinsip kualitatif akuntansi
5. Mencatat opini stakeholder agar bisa menyajikan baseline komparasi dimasa depan
6. Menyertakan accounts dalam audit independen
7. Mempublikasi accounts dalan pelaporan keuangan

Menurut schaltegger et al 1996 mendefinisikan akuntansi lingkungan sebagai suatu sub


area dalam akuntansi yang berhubungan dengan aktivitas metode dan sistem pencatatan
analisis dan pelaporan informasi lingkungan terkait dengan dmpak dampak finansial dan
ekologis dari suatu sistem ekonomi korporasi

Gray dan bebington 2001 ruang lingkup akunlingk mencakup


 Pertanggubg jaeaabkan kewajiban dan resiko kontijen
 Pertanggungjawaban atas revaluasi aset dan proyeksi modal
 Analisis biaya dalan area area pentibg seperti energi limbah dan proteksi
lingkungab
 Pengembangan sistem akuntansi dan sistem informasi baru yang melingkupi
semua area performa lingkungan
 Menilai cost dan benefit dari program program linkungan
 Pengembangan teknik teknik akuntansi yang daoat mengungkap nilai aset
kewajiban dan ekuitas dalam terminologi ekologi
Apabila digabungkan esensi akuntansi CSR adalah suatu proses pengujuran
pencatatan pelaporan dan pengungkapan informasi terkait efek efek sosial dan
lingkungan dari tindakan tibdakan ekonomi perusahaan bagi kelompok kelompok
tertentu dalam masyarakat atau yang menjadi stakeholder perusahaan
2 dimensi utama;
1. Melaporkan dan mengungkapkan cost dan benermfit dari aktivitas ekonomi
perusahaan yang secara langsung berdampak pada profitabilitas bottom line
cost daan benerfit dapat diitung dengan akuntansi
2. Melaporkan cost dan benefit dari aktivitas ekonomi perusahaan yang
berdampak langsung pada individu masyarakat dan lingkungan . Benefit sulit
dikuantifisir sehingga prlaporannya harus dilakukan secara kualitatif
Asumsi yang mendasari akuntansi csr adalah perusahaan tidaj hanya memiliki
tanggubg jawab 3konomi m3maksimalkan laba untuk meningkaatkan nilai
kekayaan pemegang saham tapi juga memiliki tanggung jawab moral dan etis
untuk meningkatkan nilai kapasitas dan kualitas masyarakat dan lingkungab
Disebut juga triple bottom line accounting intinya prlaporan keuangan olehsuatu
perusahaan harus mencakup informasi ekonomi sosial dan lingkungan tujuannya
agar perusahaan bisa berkembang secara berkelanjutan yg dpt menyebabkan
investor dan stakeholder mengapresiasikan perusahaankaren lebih terbuka

ARTIKEL 22
Akuntansi Lingkungan dalam Persperktif Korporasi
Perusahaan-perusahaan public yang sahamnya tercatat di BEI belum banyak yang
melaporkan informasi akuntansi lingkungan dalam laporan keuangan mereka. Hal ini terjadi
karena belum ada standar atau regulasi akuntansi dari pemerintah yang secara khusus
mengaturnya. Tentunya hal ini merugikan kepentingan para konstituen perusahaan tapi juga
perusahaan itu sendiri. Lalu mengapa hal tersebut bisa terjadi? Karena, tanggung jawab terhadap
isu-isu lingkungan dalam praktik bisnis selain merupakan suatu kewajiban moral, etika dan legal,
juga merupakan suatu strategi investasi jangka panjang korporasi perusahaan untuk
meningkatkan repurasi dan goodwill. Yang tentunya dengan peningkatan goodwill akan
mengakibatkan peningkatan dalam hal kinerja dan nilai perusahaan secara berkelanjutan.
Akuntansi Lingkungan
Pada hakikatnya akuntansi lingkungan sangat erat kaitannya dengan sistem manajemen
lingkungan (SML). ISO 14001 mendefinisikan manajemen lingkungan menunjukan tingkat
response korporasi terhadap isu-isu lingkungan dalam menelaah posisi lingkungan korporasi.
Ada fungsi dari manajemen lingkungan sendiri:
1. Telaah dan pengembangan kebijakan lingkungan
2. Pengembangan target0target lingkungan dan sasaran-sasaran kebijakan lingkungan
3. Penilaian siklus hidup produk
4. Kepatuhan terhadap regulasi
5. Penilaian dampak lingkungan
6. Minimalisasi sampah atau limbah
7. Program-program pencegahan polusi
8. Riset, pengembangan dan investasi dalam teknologi yang ramah lingkungan
9. Pelaporan terhadiap isu-isu dan kinerja lingkungan

Dari tujuan mengelola lingkungan tersebut maka kebutuhan akan akuntansi lingkungan
dan keterlibatan aktif para akuntan korporasi dalam proses tersebut sangat diperlukan. Dan juga
akan berpengaruh atas desain sistem informasi akuntansi

Lalu bagaimana perlakuan akuntansi terhadap biaya lingkugan? Regulasi dari The US
Environmental Protection Agency tahun ’95, memperkenalkan empat level pendekatan untuk
menghitung biaya lingkungan.
 Tier 0 : usual cost, biaya-biaya langsung dan tidak langsung yang berkaitan dengan
proyek investasi. (Kapital, material, dll)
 Tier 1 : hidden cost, biaya-biaya konvensional yang biasanya terdapat dalam biaya-
biaya umum dan overhead
 Tier 2 : liability cost, biaya kewajiban kontingen yang timbul dalam kondisi-kondisi
tertentu
 Tier 3 : less tangible cost, cost dan benefit kualitatif dari manajemen lingkungan
yang diperbaharui yang selanjutnya dinilai secara financial.
Lalu The US Environmental Protection Agency dalam “ An Introduction to
Environemntal Accounting as Business Management Tool: Key Concepts and Terms” 1995.
Menggolongkan 3 pemicu pengirbanan sumber ekonomik korporasi untuk biaya lingkungan
1. Regulatory cost: biaya dikeluarkan karena diwajibkan undang-undang seperti biaya
monitoring, pelaporan dll
2. Upfront costs: biaya yang dikeluarkan secara permanen karena kesadaran sendiri
untuk mengelolo lingkungan secara lebih baik dan bertanggungjawab, instalasi RnD,
dll
3. Voluntary cost: biaya yang dikeluarkan secara sukarela seperti biaya untuk pelaporan
tahunan terhadap tanggung jawab dan kineja lingkungan, daur ulang dll.

ARTIKEL 23
Agustus 2005 menneg lingkungan hidup rachmat witoelar mengumumkan hasil program
penilaian peringkat perusahaan untuk periode 1 januari 31 mei 2005 dari 446 perusahaan yang
dinilai 77(15%) dan 150(32%) perusahaan berpredikat hitam dan merah sedangkan 221 (48%)
dan 23 (5%) perusahaan berpredikat biru dan hijau(kompas,9/8/2005)
Peringkat kinerja berhubungan erat dengan deeberapa besar pengorbanan aset aset ekonomik
yang dilakukan oleh perusahaan . Sak yg diterbitkan oleh ikatan akuntansi indonrsia sejak edisi
1994 hingga 2004 belum mengatur tentang bagainana perlakuan akuntansi terhadap pengorbanan
aset aset ekonomik
Masalah tersebut mrngakibatkan perusahaan mengalami kesulitas dalam mengakui, mencatat,
dan melaporkan informasi tentang pengorbanan aset aset ekonomik untuk tanggung jawab
lingkungan dalam laporan keuangan yang mrngakibatkan perusahaan kesulitan dalam
mengungkapkan informasi biaya tanggung jawab lingkungan kepada otoritas dan stakeholder
Perlakuan akuntansi
Pengorbanan untuk aset ekonomik perusahaan untuk TSJL memiliki karakteristik yg unik yaitu
pengorbanan yang bertujuan untuk memberikan nilai tambah kepada masyarakat dan lingkungan
diwajibkan oleh otoritas secara periodik sehingga menjadi beban periodik bagi perusahaan
karena merupakan beban periodik maka perlakuan akuntansi terhadap pengorbanan tersebut
adalah sebagai biaya umum sehingga divCatat ppada kelompok biaya administrasi dan umum
laporab laba rugi karena di perlakukan sebagai biaya umum maka dampak negatif adalah kinerja
laba bersih periodik yang dilaporkan perusahaan akan menurun drastis atau rugi bersih akan
meningkat drastis penurunan rugi laba dikawatirkan berimplikasi buruk bagi krlangsungan
posisi manajemrn dan eksistensi perusahaan.
Disisi lain pengorbanan untuk biaya TJSL tersebut merupakan pengeluaran investasi karena dari
pengorbanan tersebut perusahaan akan mendapatkan sejumlah manfaat sosial dan ekonomi atau
keuntungan diwaktu waktu mendatang
Manfaat ekonomi yang didapat perusahaan adalah perusahaan akan dihargai pemerintah dan
masyarakatsebagai warga negara yang manis sehingga reputasi perusahaan meningkat
Apabila perusahaan ramah lingkungan makab kepercayaan investor pelanggan dan masyarakat
terhadap perusahaan juga akan mrningkat sehingga berimplikasi positif pada kinerja keuangan
perusahaan
Selanjutnya pengorbanan tersebut dicatat dalam kelompok aset neraca dan harus di amortisasi
secara periodik halbtersebut akan sulit dilakukan karena pengeluaran untuk biaya TSJL harus
terus dilakukan dan dilaporkan perusahaan secara periodik agar peringkat kinerja proper nya
terus membaik dan tidak melorot .
Karena itu perlakuan akuntansi yang layaj terhadap pengorbanan aset aset ekonomik untuk biaya
TSJL adalah sebagai biaya periodik dengan nama account:biaya tanggung jawab sosial dan
lingkungan biaya tersebut disajikan dalam item biaya operasional ,khususnya pada biaya umun
operasional

Pengungkapan dan pelaporan


Dapat dilakukan dengan menyajikan secara integral kedalam laporan keuangan triwulan,semester
dan tahunan dimaksudkan agar otoritas pemegang saham kreditor dan stakeholder lainya dapat
mengetahui secara pasti tentang komitmen dan tanggung jawab sosial dan lingkungan yang telah
dilakukan perusahaan dan bagaimana kinerja keuangan perusahaan pasca dimasukan biaya TSJL
Selain itu perusahaan juga perlu mengungkapkan secara rinci tentang aksi aksi dan pengorbanan
aset aset ekonomik yang telah dilakukan untuk melaksanakan TSJL dalam calk
Pengungkapkan tersebut hendaknya juga mrmaparkan tentabv strategi kebijakan dan tindakan
tindakan yang sudah sedang akan dilakukan manajrmen dalam melaksanakan TSJL secara
berkelanjutan
Yang akan memberikan manfaat, meskipun kinerja laba yang dilaporkan akan menurun pasca
dimasukannya biaya TSJL namun stakeholders tidak akan meresponnya secara negatif jurmstru
akan secara positif kareba tahu bahwa perusahaan memiliki komitmen yyang tinggi terhadap isu
isu sosial dan lingkungan dan juga laporan keuangan yang diterbitkan akan dianggap sebagai
laporan keuangan yang ramah lingkungan
Dalam jangka pendek peruasahaan akan menderita peenurunan kinerja laba namun dalam jangka
menengah dan panjang perusahaan justru akan meraih keuntungan yang berkelanjutan yang
dis3babka pengorbanan aset aset ekonomik untuk biaya TSJL memiliki 2 sifat unik yaitu disatu
sisi sebagai pengeluaran brban tmyang mengakibatkan kinerja laba menurun namun disisi lain
adalah sebagai oengekuarab investasi yang akan meningkatkan pendapatan dan laba perusahaan
Di australia selandia bary dan inggris memberikan bukti yang kuat terhadap optimismr ini
dilaporkan bahwa perusahaan 0yang menyajikan laporan keuangan yang ramah lingkungan
secara berkelanjutan cenderung memiliki kinerja keuangan dan kinerja nilai pasar jauh lebih baik
dibanding perusahaan perusahaan yang mrnyajijan laporan keuangan secara konvensional
Hasil survei dari pricewaterhouse cooper terhadap 1000 manajer level atas di 43 negara
menunjukan lebih dari 79% manajer menyatakan bahwa pelaporan keuangan secara
berkelanjutan dengan mrmadukan minerja keuangan sosiak dan lingkungan secara seimbang
akan memberi pengaruh yang positif terhadap kemampuan perusahaan dalam meraih keuntungan
ARTIKEL 24
Dalam setahun terakhir, permintaan dari Menneg LH, LSM lingkungan dan public agar
Ikatan Akuntansi Indonesia (IAI) perlu segera menerbitkan Standar Akuntansi Lingungan.
Sebagai respon dari permintaan tersebut, konon saat ini Dewan Standar Akuntansi Keuangan
(DSAK) IAI sedang mempelajari secara serius kerangka konseptual akuntansi lingkungan dan
mempersiapkan untuk penyusunan draft Standar Akuntansi Lingkungan (SAL).
Permintaan stakeholders dan respons positif IAI tersebut patut diacungi jempol,
mengapa?
1. Selama beberapa decade terakhir masalah lingkungan telah menjadi masalah nasional
yang serius dan kronis.
2. Permintaan stakeholders kepada IAI untuk menerbitkan SAL menunjukkan bahwa
stakeholders masih percaya pada eksistensi dan kompetensi dari profesi akuntansi yang
selama beberapa tahun terakhir terpuruk akibat sejumlah “mega” skandal manipulasi
laporan keuangan korporasi yang melibatkan para akuntan.

KENDALA UTAMA
Namun pertanyaannya adalah : Apakah DSAK IAI akan mampu mewujudkan permintaan
stakeholders tersebut dalam waktu dekat ini? Menurut penulis, sangat sulit, hal ini disebabkan
karena cakupan isu-isu lingkungan sebagai objek yang akan distandarkan sangat luas dan
kompleks dan bahkan jauh lebih luas dan komples disbanding sejumlah objek yang selama ini
telah berhasil diatur DSAK IAI dalam sejumlah PSAK. Paling sedikit, ada 3 kendala yang akan
menjadi penghambat utama bagi upaya DSAK-IAI untuk merealisasikan penyusunan SAL
1. International Accounting Standard Board – IASB dalam International Financial
Reporting Standard – IFRS belum mengatur standar akuntansi tentang lingkungan
2. Masalah pemenuhan criteria pengakuan dan pengukuran yang diterima umum terhadap
objek lingkungan sebagai suatu item dalam laporan keuangan.
Seperti yang dinyatakan dalam Statements of Financial Accounting Concepts (SFAC)
No.5 (FASB 1984), suati item dan informasi tentang item tersebut dapat diakui sebagai
elemen laporan keuangan jika memenuhi 4 kriteria pengakuan fundamental :
 Definitions, yaitu item tersebut memenuhi definisi dari suatu elemen laporan
keuangan
 Measurability, yaitu item tersebut memiliki atribut yang relevan yang dapat
diukur dengan kehandalan yang tinggi
 Relevance, yaitu informasi tentang item tersebut mampu membuat suatu
perbedaan dalam keputusan para pengguna
 Realibility, yaitu informasi tentang item tersebut disajikan secara jujur, dapat
diverifikasi dan netral atau tidak memihak
3. Isu lingkungan sering dijadikan sebagai komoditas ekonomi, politik, hukum, social dan
lainnya yang dipertentangkan oleh pihak-pihak yang berkepentingan.
PERLU KERJA KERAS
Meskipun akan menghadapi sejumlah kendala serius, namun permintaan dari
stakeholders perlu segera ditindaklanjuti oleh IAI dengan kerja keras. Rencana IAI untuk
mengadakan sejumlah seminar dan diskusi untuk mendapat masukan-masukan dari para pakar
lingkungan, akademisi dan para stakeholders lingkungan dalam rangka penyusunan draft SAL
merupakan suatu langkah yang tepat dan perlu segera direalisasikan.
IAI juga perlu segera membentuk tim Dewan Standar Akuntansi Keuangan (DSAK)
untuk lingkungan yang terdiri dari para pakar yang kompeten dan pihak-pihak yang
mempresentasikan kepentingan stakeholder untuk persiapan penyusunan draft SAL.
Berkenaan dengan kendala definitions dan measurability dalam pengakuan dan
pengukuran nilai lingkungan sebagai suatu asset, tim DSAK untuk lingkungan perlu
mengembangkan atribut baru yang dinilai lenih relevan dan reliable untuk valuasi lingkungan
yang memiliki sejumlah karakteristik khusus disbanding asset-aset ekonomi. Terkait dengan
kendala ketidaksepakatan dari para pihak yang berbeda kepentingan, maka IAI dapat meminta
bantuan pemerintah agar berperan sebagai fasilitator dan sekaligus memberikan pemahaman
kepada pihak tersebut tentang arti penting SAL bagi kepentinganbangsa yang lebih luas.
Artikel 25 Mencari Standar Akuntansi CSR
Kebutuhan perusahaan terhadap standar akuntansi social dan lingkungan (CSR) dirasakan
semakin mendesak karena belum ada standar international sebagai pedoman. Dalam UU
No.40/2007 tentang PT Disebutkan bahwa pemerintah tidak hanya mewajibkan PT yang
bergerak pada bidang sumberdaya alam untuk menyisihkan dana dan melakukan tindakan-
tindakan CSR (Pasal 74). Selain ituSemua PT harus menyertakan informasi CSR dalam laporan
tahunan kepada RUPS (Pasal 66).
Di negara Indonesia belum ada standar yang dikeluarkan oleh IAI. Hal ini memiliki kendala
yaitu adalah mengindentifikasi dan perlakuan akuntansi terhadap Cost dan Benefit dari sebuah
CSR.
Hakikat Akuntansi CSR
CSR merupakan suatu yang baru dimana menyebabkan dan dikembangkan sebagai respond atas
tuntutan yang dihadapi dunia bisnis. Tuntutan tersebut adalah dalam sebuah organisasi bisnis
tidak hanya dituntut untuk mendapatkan laba yang maksimal akan tetapi juga dituntut untuk
mempunyai keperdulian social dan lingkungan sehingga lebih responsive terhadap masalah
tersebut dan meningkatkan keperdulian dalam menciptakan kebijakan dan tindakan bisnis nya.
Dalam beberapa waktu terahkir pebisnis juga proaktif terhadap isu-isu social dan lingkungan.
Bahkan beberapa organisasi bisnis menjadikan isu-isu CSR Sebagai “Core Values” dalam
menjalankan strategi bisnisnya. Hal ini dilakukan agar bisnis berkelanjutan ditopang dengan pilar
social dan lingkungan yang kuat dan berkesinabungan.
Bedasarkan 2 hal diatas maka akuntansi yang selama ini konservatif harus melakukan reformasi
diri. Dimana akuntansi dituntut lebih responsive terhadap isu-isu social dan lingkungan yang
sedang berkembang dalam lingkungan bisnis.Pada ahkirnya disimpulkan bahwa CSR memiliki 3
pilar penting yaitu Profit, Planet, and People (Triple Bottom Line) (Elkington, 2001). Hal ini
bertujuan agar para StakeHolder memiliki informasi yang lebih relevan, reliable, dan
komprehensif tentang nilai, kinerja, risiko dan prospek suatu perusahaan.
Perlakuan Akuntansi
Akuntansi CSR memiliki tiga tujuan. Pertama, Mengindentifikasi, mengukur, mencatat, dan
melaporkan semua informasi mengenai dampak terkait Cost dari aktiva bisnis yang secara
langusng dan tidak langsung berdampak pada profitabilitas perusahaan dan kualitas social dan
lingkungan. Dimana Cost tersebut mencangkup Private Cost dan Public Cost. Private Cost
merupakan biaya baku, tenaga kerja, dan overhead etc. Public Cost mencakup biaya-biaya
pencegahan, pemulihan, pemeliharaan masyarakat dan lingkungan yang diakibatkan emisi dari
proses organisasi (Biaya dari tuntutan masyarakat juga masuk dalam hal ini).
Kedua, Mengestimasi, mencatat, dan melaporkan dampak, Cost dan Benefits dari suatu proyek
yang baik bisa terukur maupun sulit terukur terhadap masyarakat dan lingkungan. Metode yang
digunakan disebut Socio-economic Accounting. Perlakuan akuntansi atas Cost tersebut adalah
sebagai beban periodic/pengeluaran investasi tergantung tingkat kesuksesan atau umur manfaat
ekonomisnya. Apabila Cost dapat langsung diakui maka langsung dilaporkan dalam Laba Rugi
tetapi jika hanya dapat di estimasi maka sebagai Investasi yang dikapitalisir. Benefits yang ada
pengungkapan nya dalam laporan keuangan dinyatakan secara kualitatif.
Ketiga, Mengestimasi, mencatat, dan mengungkap informasi terkait pengorbanan sumber-
sumber ekonomi entitas untuk program-program CSR dalam jangka panjang.Metode akuntansi
untuk mencatat dan melaporkan informasi tersebut adalah CSR Indicator Accounting. Perlakuan
akuntansi atas semua pengeluaran itu adalah sebagai investasi yang harus dikapitalisasi selama
jangka waktu pelaksaan suatu program CSR (Cost dan Benefits dilaporkan pada laporan laba rugi
atau perlaporan nilai tambah).

Artikel 26 CSR dan Reformasi Akuntansi


Masalah yang ditemui dalam CSR dan akuntansi adalah bahwa dalam dunia bisnis seudah mulai
menerapkan Green Business sebagai paradigma baru dalam pengelolahan bisnis akan tetapi hal
ini tidak diikuti oleh para akuntan yang ada dimana tidak mengakui masyarakat dan lingkungan
sebagai bagian dari entitas akuntansi. Akibatnya, akuntansi sering dituding sebagai penyebab
terjadinya krisis social lingkungan karena mengabaikan pelaporan informasi social dan
lingkungan. Umumnya dari hal ini timbul masalah eksternal pihak lain yang umumnya tidak
memiliki hubungan langsung dengan perusahaan seperi masyarakat dengan perusahaan.
Laporan Keuangan juga dituding menyesatkan para Stakeholder dalam pengambilan keputusan
karena hanya melaporkan ”sinyal-sinyal kesuksesan” keuangan sementara informasi CSR yang
sebenarnya merupakan inti juga tidak disertakan sehingga keputusan terpengaruhi dan salah
kaprah.
Keterbatasan Akuntasi
Menurut Deegan, 2009 paling sedikit ada lima keterbatas akuntansi konvesional sehingga
menyebabkan informasi social dan lingkungan tidak disajikan dalam laporan keuangan.:
1. Hanya memfokuskan pada kebutuhan informasi dari pihak-pihak yang terlibat dalam
pengambilan kepututsan alokasi sumberdaya ekonomi. Sehingga terbatas pada
Stakeholder yang mempunyai kepentingan keuangan dengan perusahaan.
2. Pertimbangan utama dalam proses akuntansi dan pelaporan keuangan adalah
“Materialitas” informasi yang disajikan sehingga hanya informasi yang dinilai material
yang boleh disajikan dalam laporann keuangan (Dimana laporan social lingkungan tidak
dianggap material karena sulit mengkuantifisir Cost dan Benefits).
3. Pelaporan Akuntansi cenderung memperlakukan pengorbanan sumberdaya ekonomik
yang tidak jelas manfaat ekonomik nya dimasa depan sebagai beban periodic.
Pengorbanan CSR dianggap tidak memiliki manfaat tersebut sehingga mengakuinya
sebagai beban. Dimana jika diakui sebagai beban maka laba, ekuitas pemilik, dividen,
kompensasi manajemen, likuiditas, dan solvabilitas perusahaan akan menurun sehingga
pebisnis enggan melakukan CSR.
4. Akuntansi masih mengadopsi “Asumsi Entitas” yang mengharuskan perusahaan
diperlakukan sebagai suatu entitas yang berbeda dari para Stakeholder yang berarti
bahwa suatu transaksi atau peristiwa yang tidak berdampak langsung maka diabaikan.
Karena itu, CSR atau ekternalitasnya diabaikan pelaporannya karena secara akuntansi
dinilai tidak memberi dampak langsung pada ukuran-ukuran kinerja keuangan.
5. Proses Akuntansi terfokus pada item-item yang dapat ”Dikontrol” perusahaan hal ini
memerlukan item-item tersebut lolos “Recognition Criteria” yang umumnya berupa:
a. Syarat “Definition” sebagai item laporan keuangan
b. Dapat diukur secara handal
c. Informasinya relevan untuk pemakai
d. Keakuratan dan kehandalan informasinya dapat dipercaya
Akuntansi social lingkungan dianggap tidak memenuhi 4 kriteria diatas sehingga tidak
dapat disajikan dalam laporan keuangan.
Reformasi Akuntansi
Dalam mengikuti pebisnis dan Green Business para akuntan harus mereformasi sejumlah
keterbatas akuntansi konvensional. Apabila lamban bisa memungkinkan bahwa akuntansi akan
ditinggalkan pebisnis dan pemakainya karena informasi yang dihasilkan dinilai tidak akurat dan
menyesatkan.
Secara umum, Reformasi akuntansi perlu merujuk pada perspektif Triple Bottom-line of
Business dimana lingkungan dan masyarakat merupakan fondasi dan pilar utama bisnis sehingga
menjadi Stakeholder inti yang harus mendapatkan perhatikan serius dari perusahaan dan menjadi
focus utama dalam pelaporan akuntansi.
Pandangan ini mendorong berkebangnya TBLA (Triple Bottom-line Accounting) yang
bertujuan menhakui dan mengintergrasikan pelaporan informasi lingkungan, social dan keuangan
dalam 1 pelaporan yang disebut Triple Bottom-line Reporting. Menurut perspektif ini Cost-
Benefits informasi social dan lingkngan dapat dikuantifisir dan material untuk disajikan dalam
pelaporan akutansi serta memiliki potensi manfaat ekonomik yang pasti di masa depan.

Secara praktis Lako mengusulkan ada 2 fokus reformasi Akuntansi :


a. Prinsip-Prinsip dan standard akuntansi yang ada perlu dikasi ulang untuk
memungkinkan diakui dan dilaporkannya informasi lingkungan, social dan keuangan
dalam satu paket pelaporan yang terintergrasi. Reformasi itu perlu diarahkan pada
aspek sustainabilitas, akuntabilitas, dan transparansi akuntansi dan korporasi
b. Sistem akuntansi dan system pelaporan keuangan yang ada perlu didesai ulang agar
lebih berorientasi pada masa depan dan sensitive terhadap isu-isu social dan
lingkungan termasuk CSR.

Anda mungkin juga menyukai