Anda di halaman 1dari 17

HUBUNGAN INDUSTRIAL

Salah satu segi hubungan antara organisasi dengan para anggotanya

menyangkut apa yang lazim disebut dengan istilah hubungan industrial. Pemeliharaan

hubungan industrial dalam rangka keseluruhan proses manajemen sumber daya manusia

berkisar pada pemikiran bahwa hubungan yang serasi dan harmonis antara manajemen

dengan para pekerja yang terdapat dalam organisasimutlak perlu ditumbuhkan, dijaga

dan dipelihara demi kepentingan semua pihak yang telah mempertaruhkan

kepentingannya dalam organisasi. Kekurang berhasilan memelihara hubungan yang

serasi dan harmonis akan merugikan banyak pihak dan tidak terabatas pada pihak

manajemen dan pekerja saja.

Hubungan industrial dalam artian umum, yaitu hubungan formal yang terdapat

anatara kelompok manajemen dan kelompok pekerja yang terdapat dalam suatu

organisasi. Istilah yang biasa digunakan dengan makna yang sama adalah “hubungan

kerja”. Banyak pihak yang berkepentingan dalam keberhasilan suatu organisasi untuk

mencapai tujuan dan berbagai sasarannya. Pihak-pihak yang berkepntingan yang

dikenal dengan istilah “stakeholders” pihak-pihak tersebut ialah :

1. Manajemen yang dalam organisasi modern biasanya kelompo profesional yang

bukan lagi pemilik organisasi mempertaruhkan waktu, pengetahuan, keahlian,

ketrampilan dan reputasi profesionalnya, bukan hanya demi kepentingan organisasi

yang dipimpinnya, akan tetapi juga kepentingan yang lebih luas, termasuk

kepentingan masyarakat dan bahkan kepentingan negara dalam rangka pemenuhan

tanggung jawab sosial dari organisasi yang bersangkutan.

2. Para anggota organisasi yang dengan pemanfaatan waktu, pengetahuan, ketrampilan

dan tenaga melakukan tugas-tugas yang dipercayakan oleh organisasi kepadanya


dengan harapan bahwa dengan jalur organisasi itulah berbagai jenis kebutuhannya,

baik yang bersifat meteril, maupun yang bersifat mental, psikologis, sosial dan

intelektual dapat terpenuhi dengan memuaskan yang pada gilirannya merupakan

wahana yang amat penting dalam mempertahankan harkat dan martabatnya sebagai

manusia.

3. Para pemilik modal dan pemegang saham yang telah menanamkan sebagian

hartanya dalam organisasi dengan harapan bahwa modal yang ditanam itu secara

kontinu akan memberikan keuntungan yang layak baginya.

4. Kelompok tertentu di masyarakat yang menjadi konsumen barang atau jasa yang

yang dihasilkan oleh organisasi dan yang mengharapkan bahwa penyediaan barang

dan jasa tersebut tidak mengalami ganguan yang apabila terjadi akan mempengaruhi

kemampuannya untuk memuaskan kebutuhannya.

5. Para pemasok bahan baku atau bahan penolong yang diperlukan oleh organisasi

untuk menghasilkan barang atau jasa melalui rekanan itu berusaha memenuhi

keperluannya atau keperluan orang-orang yang menjadi tanggungjawabnya.

6. Pemerintah, sperti telah dimaklumi, pemerintah mempunyai hak, wewenang dan

tanggung jawab untuk meningkatkan mutu hidup dari seluruh warganya. Oleh

karena itu tidak dapat disangkal bahwa pemerintah, dengan seluruh jajarannya, juga

sangat berkepentingan dalam keberhasilan organisasi-organisasi perusahaan yang

terdapat dalam perusahaan. Perlu ditekankan bahwa organisasi-organisasi

perusahaan merupakan mitra pemerintah dalam mewujudkan kemakmuran bagi

seluruh masyarakat yang disertai oleh rasa keadilan dan solidaritas sosial.

Dilihat dari persepsi sempitpun, yaitu kepentingan orgnisasi perusahaan dan

kepentingan para karyawannya, kepentingan pemeliharaan hubungan kerja yang serasi


sangat penting karena dengan adanya hubungan demikian, kontinuitas produksi

terjamin, suasana kerja menjadi semakin menggairahkan semangat kerja sama, sehingga

organisasi akan lebih mampu mencapai tujuannya dan pemuasan berbagai kebutuhan

para pekerja lebih terjamin.

Dampak Revolusi Industri Terhadap Gerakan Buruh

Dapat dikatakan bahwa dalam masyarakat pra industrial tidak terdapat

kebutuhan untuk pemeliharaan hubungan industrial karena masyarakat tersebut pada

umumnya adalah petani yang melakukan kegiatannya dengan teknik dan metode yang

relatif sama dengan teknik dan metode bertani yang sudah berlangsung turun-temurun.

Sejarah telah mencatat bahwa timbulnya revolusi industri telah membawa dua

perubahan yang fundamental dalam kehidupan para pekerja, yaitu :

1. Perubahan dalam produksi barang dan jasa yang beralih dari tangan perseorang

ke tangan perusahaan;

2. Beralihnya pengelolaan ekonomi dari sistem feodal dan perorangan yang

sifatnya statik menjadi sistem yang sifatnya impersonal dan dinamik.

Dalam usaha menghasilkan barang terjadi perubahan yang sangat penting

karena sebelum revolusi industri, baik dibidang pertanian maupun industri seseorang

menghasilkan sendiri barang produksinya. Perubahan-perubahan yang terjadi dan terus

berlangsung setelah revolusi industri mempunyai tiga jenis akbat langsung pada

kehidupan para pekerja, yaitu :

1. Manfaat ketrampilan seorang pekerja dalam kaitannya dengan pemuasan

kebutuhannya hanya terlihat apabila ketrampilan itu disalurkan melalui suatu

organisasi.
2. Adalah diluar kemampuan seseorang pekerja untuk memiliki dan

mengendalikan perusahaan, berarti masuknya seseorang ke dalam suatu

perusahaan adalah sebagai pekerja bukan sebagai pemilik.

3. Timbulnya spesialisasi dan mekanisasi mengakibatkan mudahnya tenaga kerja

diganti, baik oleh tenaga kerja yang lain maupun oleh mesin.

Perubahan yang pertama berkibat pada adanya keharusan dan tuntutan hidup

seseorang untuk menggabungkan dirinya dengan suatu perusahaan agar dapat

memuaskan berbagai kebutuhan hidupnya. Perubahan yang kedua mengakibatkan

seorang menjadi penerima dan bukan menjadi pemberi perintah. Perubahan yang ketiga

menumbuhkan pandangan bahwa seorang pekerja menjadi kurang penting peranannya

karena orang lain atau mesin dengan mudah dapat “mengambil alih” peranan yang

dimainkannya. Harus ditegaskan bahwa manusia dalam hubungan ini ditinjau dari segi

kharkat dan martabat manusia, pandangan demikian adalah pandangan yang kurang

tepat.

Perubahan penting yang kedua sebagai salah satu akibat timbulnya revolusi

industri ialah lahirnya sistem pengelolaan perekonomian yang dinamik, mobile dan

impersonal. Perubahan itulah yang kemudian melahirkan sistem kapitalisme dan teori

kekuatan pasar. Sebelum lahirnya revolusi indutri, sistem kehidupan masyarakat diliputi

oleh suasana solidaritas sosial yang tinggi. Setiap orang mempunyai tugas yang harus

dilakukannya bagi masyarakat dan sebaliknya, masyarakat berkewajiban untuk

memuaskan berbagai kebutuhan para anggotanya. Lahirnya revolusi industri ternyata

mengubah filsafat sosial yang demikian. Begitu besarnya pengaruh dari perubahan

filsafat itu sehingga timbul pendapat mengatakan bahwa dalam sistem kapitalisme

terjadilah penghisapan sekelompok manusia dalam hal ini para pemilik modal terhadap
manusia lainnya, yaitu para pekerja yang bukan pemilik modal. Bahlan, sesungguhnya

kenyataan yang timbul ketidak serasian hubungan kerja antara majikan dan para

pekerja.

Latar Belakang Lahirnya Serikat Pekerja

Salah satu akibat lahirnya revolusi industri ialah pesatnya pertumbuhan kota-

kota besar. Dengan perkataan lain, urbanisasi timbul bersamaan dengan industrialisasi.

Banyak orang yang tadinya tinggal di daerah pedesaan dan bekerja pada bidang

pertanian pindah ke kota besar dan mencari nafkah sebagao pekerja. Dalam hal ini

seseorang bekerjapun, ia tidak selalu bebas dari kekhawatiran terjadinya pemutusan

hubungan kerja. Dengan demikian, perusahaan tidak merasa berkewajiban untuk

memikirkan nasib karyawannya. Pada permulaan timbulnya revolusi industri, akibat

beroperasinya berbagai pabrik selalu selalu merupakan sumber keresahan bagi para

pekerja karena memang pada masa itu itu terdapat berbagai macam keadaan yang tidak

menguntungkan para pekerja seperti upah yang sangat rendah, jam kerja yang panjang,

kondisi kerja yang tidak manusiawi, yang kesemuanya turut berpengaruh terhadap sikap

antipati para pekerja terhadap para pemilik perusahaan.

Sejarah telah mecatat bahwa kondisi seperti digambarkan di atas yang tidak

menggembirakan itulah yang dihadapi oleh para pekerja, yang pada gilirannya

menimbulkan reaksi. Salah satu bentuk reaksi itu ialah tumbuhnya serikat-serikat

pekerja yang dilandasai oleh kesadaran bahwa apabila para pekerja berjuang sendiri-

sendiri, mereka akan berada dalam posisi yang lemah. Sebaiknya apabila para pekerja

berjuang bersama, para pemilik modal dan perusahaan terpaksa memberikan tanggapan

sebab apabila tidak, para karyawan tidak akan melakukan tugasnya yang tentunya
berakibat pada disrupsi pada proses produksi yang pada gilirannya akan mendatangkan

kerugian bagi perusahaan.

Jelaslah bahwa ada beberapa alasan yang bersifat ekonomi, psikologi dan

pragmatikal mengapa para pekerja berkeinginan untuk memperjuangkan

kepentingannya dalam menghadapi manajemen dengan menggunakan saluran

organisasi yang kini dikenal dengan istilah “Serikat Pekerja”.

1. Hasrat untuk diakui dalam arti bahwa dalam organisasi serikat pekerja ia

mempunyai hak suara untuk turut menentukan nasibnyasendiri.

2. Melalui serikat pekerja, mereka mempunyai kesempatan yang lebih besar untuk

didengar pendapat dan msalahnya oleh manajemen.

3. Melalui berbagai kegiatan yang dilakukan oleh serikat pekerja, para karyawan

dapat meningkatkan pengetahuannya dalam berbagai bidang diluar tugasnya

sehari-hari, seperti dibidang sosial politik yang meskipun tidak langsung

mempengaruhi cara yang bersangkutan melaksanakan tugasnya, akan tetapi

berpengaruh dalam perjalanan hidupnya.

4. Melalui serikat pekerja integritas kepribadian seseorang dirasakan mendapat

pengakuan dan penghargaan yang wajar.

Terlihat dengan jelas bahwa serikat pekerja sejak mulanya sudah perperan,

antara lain sebagai juru bicara para karyawan dalam memperjuangkan kepentingannya

terhadap manajemen yang sesungguhnya mempunyai kewajiban tidak hanya mencapai

tujuan organisasi yang dipimpinnya dengan efisien dan efektif, akan tetapi juga

kewajiban terhadap para pekerja dan bahkan juga terhadap masyarakat luas. Dengan

persepsi demikianlah hubungan industrial ditumbuhkan dan dipelihara.


Hakikat Keberadaan Serikat Pekerja

Sering terdapat persepsi yang tidak tepat mengenai hubungan industrial antara

para pekerja dengan manajemen, seolah-olah kepentingan para pekerja dan kepentingan

manajemen berada pada posisi yang bertentangan secara diametrikal dan oleh karenanya

menimbulkan suasana yang konfrontasional. Persepsi demikian dikatakan tidak tepat

karena sesungguhnya kedua kepentingan, yaitu kepentingan para pekerja dan

kepentingan manajemen, justru harus dilihat sebagai kepentingan yang saling berkaitn

dengan tingkat interpendensi yang tinggi.

Persepsi yang tidak tepat demikianlah yang sering mengakibatkan terjadinya

konflik antara majikan dan para pekerja yang bagaimanapun, harus dapat diselesaikan

dengan baik. Dalam dunia usaha, negosiasi yang terjadi antara manajemen dan para

pekerjanya harus dilandasi oleh persepsi yang sama dan kedua belah pihak harus

bertekad dan mempunyai itikad baik untuk menumbuhkan dan memelihara hubungan

industrial yang serasi. Memang merupakan hal yang wajar apabila dalam suatu

negosiasi antara majikan dan para pekerjanya, masing-masing pihak berusaha untuk

memperkuat posisinya. Akan tetapi, jika diperkirakan dengan menonjolkan keunggulan

itu tidak akan tercapai penyelesaian yang menguntungkan, paling sedikit harus

diusahakan agar hubungan antara manajemen dan para pekerja tidak semakin

memburuk.

Dilihat dari sudut pandang manajemen, usaha-usaha yang dilakukan oleh

organisasi haruslah dalam rangka terjaminnya hak-hak prerogatif manajemen untuk

menjalankan roda organisasi. Hak-hak prerogatif itu mencakup antara lain kebebasan

manajemen menjalankan fungsinya dan kewenangannya mengambil keputusan yang


dipandang terbaik. Manajemen berkeinginan agar para pekerja mengakui dan menerima

hak-hak prerogatif tersebut.

Di lain pihak, para pekerja sering berpendapat bahwa salah satu peranan

terpenting dari serikat pekerja adalah justru turut campur tangan dalam proses

manajemen, khususnya dalam proses pengambilan keputusan, terutama keputusan yang

menyangkut kepentingan para pekerja sendiri.

Dalam suatu organisasi, ada dua jenis keputusan untuk mana diperlukan

kesamaan persepsi dari semua pihak yang terlibat, yaitu :

1. Serangkaian keputusan yang menjadi hak prerogatif salah satu pihak untuk

mengambilnya, dalam hal ini manajemen atau pekerja, tanpa campur tangan

pihak lain.

2. Bentuk dan jenis berbagai keputusan yang dibuat bersama.

Pengamatan menunjukkan bahwa dengan semakin kuatnya serikat pekerja, ada

kecenderungan bagi serikat pekerja tersebut untuk mengajukan semakin banyak hal

yang mereka pandang merupakan hal-hal yang harus diputuskan bersama. Di lain pihak,

manajemen ingin memegang teguh pendirian bahwa terdapat serangkaian hak dan

wewenangan tertentu yang harus tetap menjadi milik manajemen.

Beberapa hal yang menurut pandangan pihak manajemen merupakan ruang

lingkup hak dan wewenang manajemen untuk memutuskan tanpa mengikut sertakan

para karyawannya, antara lain :

a. Penetuan barang atau jasa yang akan dihasilkan.

b. Lokasi perusahaan, termasuk pabrik jika ada.

c. Tata ruang perusahaan dan pabrik.

d. Jenis-jenis peralatan yang digunakan.


e. Metode dan teknik produksi.

f. Pola distribusi.

g. Bahan yang akan diolah, kecuali ada kaitannya dengan kesehatan dan

keselamatan kerja.

h. Kebijaksanaan di bidang keuangan dan prosedur pengelolaannya.

i. Penetapan harga jual barang atau jasa yang dihasilkan.

j. Struktur organisasi dan pemilihan tenaga-tenaga manajerial.

k. Uraian tugas para karyawan untuk berbagai tingkat dan golongan pangkat serta

jabatan.

l. Standar produk yang harus dipenuhi.

m. Jumlah tenaga kerja yang akan dipekerjakan.

n. Jadwal kerja dan jam lembur.

o. Tata cara pemeliharaan displin kerja dan pengenaan sanksi jika terjadi

pelanggaran.

p. Mekanisme pemeliharaan hubungan dengan pelanggan.

q. Tata cara mematuhi perturan perundang-undangan.

Jika terdapat perbedaan antara manajemen dan pekerja mengenai berbagai hal

di atas, harus diusahakan agar penyelesaiannya dilakukan melalui dialog, agar berhasil

harus bertitik tolak dari itikad baik kedua belah pihak. Dalam dialog seperti itu,

keberhasilan akan lebih mungkin dicapai apabila kedua belah pihak berusaha melihat

permasalahan dari sudut pandang pihak lain. Manajemen harus berusaha menempatkan

diri dalam melihat permasalahan tersebut pada posisi pekerja dan demikian pula

sebaliknya. Dengan sikap yang demikian, dapat dicegah timbulnya konflik dan

hubungan industrial yang serasi dapat ditumbuh kembangkan.


Jelaslah bahwa keberhasilan suatu negoisasi antara para pekerja dengan

manajemen sangat dipengaruhi oleh dua hal, yaitu :

a. Kesepakatan tentang keterlibatan pihak lain dalam proses pengambilan

keputusan dalam hal-hal dimana kepentingan terlibat.

b. Kesediaan kedua belah pihak untuk menempatkan diri pada posisi pihak lain

dalam menginterpretasikan kepentingan tersebut.

Dengan perkataan lain, negoisasi antara manajemen dan serikat pekerja hanya

akan mendatangkan hasil yang menguntungkan kedua belah pihak apabila semangat

give and take terdapat pada meja perundingan. Sesungguhnya semangat give and take

itulah yang merupakan landasan yang kokoh bagi bertumbuh dan terpeliharanya

hubungan industrial yang serasi. Pentingnya sikap demikianterlihat jelas lagi apabila

diingat bahwa dengan sikap seperti itu saja masalah dalam hubungan industrial akan

tetap timbul, apalagi tanpa sikap demikian. Jelaslah bahwa hubungan industrial dalam

suatu organanisasi akan cenderung tegang apabila masing-masing pihak secara kaku

mempertahankan apa yang dianggapnya sebagai hak-hak prerogatif, yang bahkan

mungkin menjurus ke suasana yang sifatnya konfontrasional. Padahal demi kebaikan

bersama apabila kedua belah pihak sama-sama berusaha menghilangkan suasana

konfrontasi.

Tahap-Tahap Dalam Hubungan Industrial

Hubungan industrial dalam suatu organisasi pada umumnya dapat digolongkan

kepada lima tahap pertumbuhan, yaitu :

a. Tahap konflik

Jika sifat hubungan kerja antara pekerja dan manajemen berada pada tahap ini,

apa yang biasanya terjadi ialah bahwa manajemen berusaha sedapat mungkin untuk
mencegah masuknya para pekerja menjadi anggota serikat pekerja. Dalam hal demikian,

tidak mustahil apabila manajemen memberhentikan karyawan, biasanya dengan alasan

yang dicari-cari atau memasukkan dalam daftar hitam. Siapa saja diantara para pekerja

yang menunjukkan minat memasuki sesuatu organisasi serikat pekerja. Tegasnya, pada

tahap ini manajemen menolak kehadiran serikat pekerja dalam organisasi yang

bersangkutan. Hal ini tentunya menimbulkan suasana konflik. Dalam tahap ini

manajemen menolak untuk berhubungan dengan para wakil serikat pekerja yang datang

kepadanya.

b. Tahap pengakuan eksistensi

Pada tahap ini manajemen membiarkan dan mengakui adanya serikat pekerja

dalam organisasi yang dipimpinnya, meskipun sebenarnya disertai oleh sikap terpaksa.

Manajemen memang mau berhubungan dengan para wakil serikat pekerja untuk

membicarakan hal-hal yang merupakan sumber pertikaian dalam hubungan industrial,

akan tetapi tidak dengan sikap yang ikhlas. Seandainya ada pilihan lain, manajemen

akan tetap memilih untuk tidak berhubungan dengan serikat pekerja dalam

menyelesaikan pertikaian yang timbul. Pada tahap ini, terdapat tiga pola tindakan

manajemen dalam mengahadapi serikat pekerja, yaitu :

1. Apabila tidak mendapat tekanan kuat, misalnya dari pemerintah atau pihak lain,

manajemen akan menolak memberikan jaminan keberadaan serikat pekerja

dalam organisasi.

2. Berusaha untuk mendiskreditkan para pimpinan serikat pekerja dimata para

karyawan.

3. Jika harus melakukan negoisasi, manajemen membatasi ruang lingkup negoisasi

itu pada cakupan yang sesempit mungkin.


c. Tahap negoisasi

Tahap inipun baukanlah tahap yang didambakan dalam menumbuhkan dan

memelihara hubungan industrial yang serasi. Dikatakan demikian karena pada tahap ini,

manajemen tetap memandang serikat pekerja sebagai faktor penghalang dalam

hubungan kerja antara manajemen dengan pekerja. Hanya saja manajemen menyadari

bahwa kehadiran serikat pekerja dalam organisasi sudah merupakan kenyataan hidup

industrial dan oleh karenanya tidak lagi berusaha menghalangi serikat pekerja tersebut.

Dengan tekanan yang tidak terlalu kuatpun, manajemen bersedia mengakui bahwa

keberadaan serikat pekerja dalam organisasi mempunyai arti yang bernilai pula bagi

manajemen. Dengan persepsi demikian pada tahap ini akan terlihat bahwa manajemen

akan berusaha agar serikat pekerja berada pada posisi yang lemah dan defensif.

Jika terjadi pertikaian dengan para pekerja, negoisasi akan cenderung

berlangsung keras karena masing-masngi pihak akan mempertahankan pendirian dan

haknya secara gigih. Dalam situasi keras demikian, tidak mustahil bahwa manajemen

akan berusaha mencari tenaga kerja sementara untuk menggantikan tenaga kerja yang

ada, tetapi tidak produktif. Pada tahap inipun serikat pekerjapun akan mengambil

langkah-langkah yang menurut perhitungannya akan efektif dalam menggolongkan

kepentingan dan tuntutan para pekerja, seperti penyediaan dana untuk menjamin

kesejahteraan karyawan selama pertikaian belum terselesaikan.

d. Tahap akomodasi

Dalam hubungan industrial yang sifatnya akomodatif, tidak berarti bahwa

manajemen menyukai kehadiran serikat pekerja dalam organisasi. Oleh karenanya

manajemen belum tentu bersedia untuk memberikan kesempatan kepada pimpinan

serikat pekerja untuk memperkuat kedudukannya di kalangan pekerja. Akan tetapi pada
tahap ini manajemen pada umumnya menyadari bahwa serikat pekerja dapat

memainkan peranan yang positif dalam kehidupan organisasional para pekerja seperti

dalam rangka penegakan disiplin dan dalam mengarahkan perilaku para karyawan

sedemikian rupa sehingga terjalin hubungan kerja yang baik antara para pekerja dengan

manajemen. Salah satu manifestasi dari hubungan yang akomodatif ialah dalam

mengambil keputusan yang menyangkut kepentingan para karyawan, seperti dalam hal

penilaian prestasi kerja, tolok ukur prestasi kerja itu dibicarakan terlebih dahulu dengan

serikat pekerja sebelum diputuskan dan diberlakukan.

Pada tahap ini manajemen tidak lagi berusaha untuk mendiskreditkan

pimpinan serikat pekerja dan bahkan dalam berbagai kesempatan dan peristiwa akan

memuji peranan konstruktif yang dimainkan oleh serikat pekerja yang memungkinkan

organisasi mencapai berbagai keberhasilan yang diraihnya. Sudah barang tentu perilaku

manajemen yang demikian akan lebih menjamin kehadiran serikat pekerja dalam

organisasi yang pada gilirannya akan memudahkan serikat pekerja itu memberikan

konsensi tertentu dalam negoisasi. Dalam usaha menyelesaikan perselisihan atau

pertikaian yang mungkin terjadi, proses negoisasi dilakukan atas dasar sikap saling

menghormati, saling memperlakukan pihak lain secara dewasa dan tidak melakukan

usaha-usaha mengancam eksistensi keberadaan pihak lain.

e. Tahap kerjasama

Tahap kerja sama merupakan tahap yang paling maju dan paling ideal dalam

hubungan industrial. Pada tahapan ini, serikat pekerja turut serta aktif dalam

peningkatan efisiensi, efektivitas, produktivitas dan semangat kerja para karyawan.

Kerjasam didasarkan pada dua asumsi, yaitu :


1. Kedua belah pihak sama-sama memperoleh keuntungan bila organisasi meraih

berbagai keberhasilan.

2. Para karyawan berada pada posisi yang memungkinkan mereka mengamati dan

mengetahui prose produksi yang terjadi serta dapat mendeteksi berbagai

kelemahan dalam proses produksi itu serta dapat pula memberikan saran-saran

tentang cara untuk mengatasinya.

Sudah barang tentu hubungan industrial yang didasarkan pada semangat kerja

tidak terbatas hanya pada memberikan saran-saran tentang cara-cara kerja yang lebih

efisien, efektif, dan produktif. Dalam hal terjadinya perbedaan pendapat mengenai

sesuatu hal, perbedaan tersebut diselesaikan dengan semangat kekeluaragaan melalui

musyawarah.

Arbritrasi

Kiranya merupakan kebernaran apabila dikatakan bahwa tidak semua

organisasi dapat mencapai tahap kerjasama yang seperti telah disinggung dimuka,

merupakan tahap yang paling maju dan kondisi yang paling ideal dalam pemeliharaan

hubungan industrial. Dalam hal tidak mungkin tercapai penyelesaian yang memuaskan

dalam perselisihan atau pertikaian perburuhan, masih ada jalan lain yang dapat dan bisa

ditempuh, yaitu dengan jalan arbitrsi.

Jika hubungan industrial dipandang sebagai salah satu cara yang dapat

melicinkan jalandalam manajemen sumber daya manusia, asumsi yang

melatarbelakangi pandangan demikian ialah bahwa segala perselisihan atau pertikaian

dapat diselesaiakan dengan baik, sedapat mungkin antara pihak-pihak yang berselisih

atau bersengketa tanpa melibatkan pihak ketiga. Akan tetapi apabila memang diras
bahwa kedua belah pihak tudak sanggup menyelesaikan sendiri, arbitrsi dapat dan harus

diberikan kesempatan untuk memaikan peranan yang konstruktif.

Telah umum dimaklumi bahwa yang dimaksud dengan arbitrasi adalah dengar

pendapat dan penentuan sesuatu hal yang dipermasalahkan oleh keduabelah pihak yang

bertentangn oleh seorang atau beberapa orang yang dipilih oleh kedua belah pihak untuk

membantu mencarikan penyelesaian. Esensialia dari arbitrasi adalah bahwa yang

bersifat sukarela dalam arti bahwa kedua belah pihak yang bersengketa sepaham dan

sepakat untuk meminta bantuan arbitrotor, kecuali arbitrasi itu diharuskan oleh

pemerintah. Dalam hal demikian keputusan arbitrtor menjadi bersifat mengikat dan

harus ditaati oleh pihk-pihak yang bersengketa.

Sesungguhnya arbitrasi dapat digunakan untuk menyelesaikan semua jenis

pertikaian dan tidak hanya terbatas pada pertikaian antara pekerja dengan manajemen,

bahkan kenyataannya menunjukkan bahwa arbitrasi digunakan dalam tiga bidang

utama, yaitu perdagangan, hubungan antar negara, dan hubungan industrial. Tentunya

yang menjadi perhatian adalah arbitrasi industrial dimaksudkan untuk menyelesaikan

perselisihan atau pertikaian para pekerja dengan manajemen. Faktor yang menjadi

penyebab timbulnya perselisihan atau pertikaian yang memerlukan arbitrasi dapat

beraneka ragam seperti :

a. Upah dan gaji

b. Jam kerja

c. Syarat-syarat kerja

d. Kesejahteraan sosial para karyawan

Pada dasarnya arbitasi bertujuan agar dalam suatu organisasi terdapat

hubungan kerja yang serasi dan mencegah timbulnya situasi yang mengakibatkan salah
satu pihak menempuh cara-cara tertentu yang pada akhirnya merugikan kedua belah

pihak, seperti pemogokan kerja atau penutupan perusahaan oleh manajemen di lain

pihak. Dapat dikatakan bahwa arbitrasi dalam penyelesaian perselisihan atau pertikaian

perburuhan merupakan fenomena yang timbul abad ini. Pada mulanya, mekanisme

arbitrasi digunakan untuk mengakhiri pemogokan kerja yang tidak jarang disertai oleh

bentrokan fisik antara pihak-pihak yang membela kepentingan para pekerja dengan

pihak-pihak yang membela kepentingan manajemen. Mengingat bahwa tahap pertama

yang timbul dalam hubungan industrial adalah tahap konflik, tidak mengherankan

apabila bentrokan fisik seperti itu terjadi. Juga tidak mengherankan apabila para

legislator pada waktu itu perhatiannya kepada perumusan dan penetapan berbagai

peraturan perundang-undangan yang dimaksudkan untuk menghilangkan faktor-faktor

yang menjadi penyebab terjadinya pemogokan. Bahkan pada tahap-tahap permulaan

berkembang dan bertumbuhnya serikat kerja, di banyak negara dikeluarkan berbagai

peraturan perundang-undangan yang sifatnya menekan pemogokan kerja. Keadaan

demikian dapat dipahami apabila diingat bahwa antara pekerja da manajemen terdapat

persepsi berbeda tenatng hakikat pemogokan sebagai alat yang digunakan oleh para

pekerja untuk menuntut apa yang dipandangnya sebagai haknya.

Peranan Pemerintah Dalam Penyelesaian Perselisahan Buruh

Di negara manapun pemerintah selalu berkepentingan dalam adanya apa yang

disebut dengan “perdamaian industrial”. Berarti pemerintah selalu berkepentingan

dalam penyelesaian perselisihan perburuhan secara damai. Kepentingan tersebut dapat

dilihat dari berbagai sudut pandang, seperti pandangan politik, ekonomi dan ketertiban

masyarakat. Berbagai sudut pandang itu dapat dibenarkan antara lain karena
tergantungnya kehidupan industrial mempunyai dampak terhadap berbagai segia

kehidupan bermasyarakat dan bernegara.

Peranan pemerintah dalam penyelesaian perselisihan atau pertikaian

perburuhan pada hakikatnya berkisar pada :

a. Menetapkan berbagai peraturan perundang-undangan tentang hubungan

industrial dalam negara yang bersangkutan dan cara-cara penyelesaian dalam hal

hubungan industrial itu terganggu;

b. Mangawasi pelaksanaan berbagai peraturan perundang-undangan tersebut;

c. Mencegah timbulnya perselisihan atau pertikaian perburuhan;

d. Bertindak selaku moderator apabila perselisihan perburuhan terjadi sehingga

diperoleh penyelesaian yang serasi antara lain dengan mempermudah prosedur

yang ditempuh dalam proses arbitrasi.

Adanya serangkaian peraturan perundang-undangan tentang hubungan

industrial yang disertai ketentuan-ketentuan penyelesaian perselisihan atau pertikaian

perburuhan sangat penting artinya untuk dijadikan pegangan, baik oleh para pekerja dan

serikat pekerja, manajemen maupun arbitrator. Adanya berbagai peraturan perundang-

undangan dalam bidang ini juga memudahkan pelaksanaan tugas pemerintah dalam

mengawasi jalannya hubungan industrial, suatu hal yang dimasyarakat manapun mutlak

perlu dipelihara dengan sebaik-baiknya mengingat pentingnya pernan pemerintah dalam

usaha meningkatkan kesejahteraan seluruh warganya.

Peranan pemerintah selaku pendorong penyelesaian perselisihan atau

pertikaian perburuhan yang salang menguntungkan pada umumnya diterima baik oleh

para pekerja maupun oleh manajemen. Penerimaan demikian terbukti antara lain dari

kerelaan mereka untuk menyerahkan penyelesaian perselisihan yang timbul kepada

arbitrator, apabila mereka sendiri tidak berhasil menyelesaikannya sendiri.

Anda mungkin juga menyukai