DISUSUN OLEH :
ILYAS INZAGI
A1A019101
PEMBANGUNAN
FAKULTAS EKONOMI
DAN BISNIS
MASALAH TENTANG IPTEK
Keberhasilan negara-negara baru maju di Asia Timur tidak dapat diulang
dengan mudah di negara berkembang tapi perlu diciptakan kondisi tertentu
dan berupaya mengatasi masalah-maslah dalam pengembangan IPTEK seperti
akan diuraikan di bawah ini:
1. Keterbatasan Sumber Daya Iptek
Masih terbatasnya sumber daya iptek tercermin dari rendahnya kualitas
SDM dan kesenjangan pendidikan di bidang iptek. Rasio tenaga peneliti
Indonesia pada tahun 2001 adalah 4,7 peneliti per 10.000 penduduk, jauh lebih
kecil dibandingkan Jepang sebesar 70,7. Selain itu rasio anggaran iptek
terhadap PDB sejak tahun 2000 mengalami penurunan, dari 0,052 persen
menjadi 0,039 persen pada tahun 2002. Rasio tersebut jauh lebih kecil
dibandingkan rasio serupa di ASEAN. Sementa. Kecilnya anggaran iptek
berakibat pada terbatasnya fasilitas riset, kurangnya biaya untuk operasi dan
pemeliharaan.
2. Belum Berkembangnya Budaya Iptek
Budaya bangsa secara umum masih belum mencerminkan nilai-nilai iptek
yang mempunyai penalaran obyektif, rasional, maju, unggul dan mandiri. Pola
pikir masyarakat belum berkembang ke arah yang lebih suka mencipta
daripada sekedar memakai, lebih suka membuat daripada sekedar membeli,
serta lebih suka belajar dan berkreasi daripada sekedar menggunakan
teknologi yang ada.
3. Belum Optimalnya Mekanisme Intermediasi Iptek
Belum optimalnya mekanisme intermediasi iptek yang menjembatani
interaksi antarakapasitas penyedia iptek dengan kebutuhan pengguna.
Masalah ini dapat terlihat dari belum tertatanya infrastruktur iptek, seperti
institusi yang mengolah dan menterjemahkan hasil pengembangan iptek
menjadi preskripsi teknologi yang siap pakai untuk difungsikan dalam sistem
produksi.
4. Lemahnya Sinergi Kebijakan Iptek
Lemahnya sinergi kebijakan iptek, menyebabkan kegiatan iptek belum
sanggupmemberikan hasil yang signifikan. Kebijakan bidang pendidikan,
industri, dan iptek belumterintegrasi sehingga mengakibatkan kapasitas yang
tidak termanfaatkan pada sisi 15 penyedia, tidak berjalannya sistem transaksi,
dan belum tumbuhnya permintaan dari sistem pengguna yaitu industri.
Disamping itu kebijakan fiskal juga dirasakan belum kondusif
bagi pengembangan kemampuan iptek.
2) Substansi
Substansi adalah apa yang di kerjakan dan dihasilkan
oleh mesin itu, yang berupa putusan dan ketetapan,
aturan baru yang disusun, substansi juga mencakup
aturan yang hidup dan bukan hanya aturan yang ada
dalam kitab undang-undang.
Selain itu, substansi suatu peraturan perundang-
undangan juga dipengaruhi sejauh mana peran serta atau
partisispasi masyarakat dalam merumuskan berbagai
kepentingannya untuk dapat diatur lebuh lanjut dalam
suatu produk peraturan perundang-undangan.
Adanya keterlibatan masyarakat dalam pembentukan
suatu undang-undang akan memberikan dampak terhadap
efektivitas pemberlakuan dari undang-undang tersebut.
Sebagaimana yang dikatakan oleh Yuliandri, bahwa tidak
ada gunanya suatu undang-undang yang tidak dapat
dilaksanakan atau ditegakkan, mengingat pengalaman
yang terjadi di indonesia menunjukan banyaknya undang-
undang yang telah dinyatakan berlaku dan diundangkan
tetapi tidak dapat dilaksanakan.
3) Kultur
Sedangkan kultur hukum menyangkut apa saja atau
siapa saja yang memutuskan untuk menghidupkan dan
mematikan mesin itu, serta memutuskan bagaimana
mesin itu digunakan, yang mempengaruhi suasana pikiran
sosial dan kekuatan sosial yang menentukan bagaimana
hukum digunakan, dihindari atau disalahgunakan.
Untuk itu diperlukan membentuk suatu karakter
masyarakat yang baik agar dapat melaksanakan prinsip-
prinsip maupun nilai-nilai yang terkandung didalam suatu
peraturan perundang-undangan (norma hukum). Terkait
dengan hal tersebut, maka pemanfaatan norma-norma lain
diluar norma hukum menjadi salah satu alternatif untuk
menunjang imeplementasinya norma hukum dalam bentuk
peraturan perundang-undangan. Misalnya, pemanfaatan
norma agama dan norma moral dalam melakukan seleksi
terhadap para penegak hukum, agar dapat melahirkan
aparatur penegak hukum yang melindungi kepentingan
rakyat.
Berbagai capaian manusia dalam bidang paten dan hak cipta merupakan bukti
nyata, bahwa dalam perdagangan dunia karya-karya intelektual manusia telah
menjadi mesin ekonomi yang sangat ampuh bagi pertumbuhan ekonomi suatu
bangsa. Dalam konteks itulah sangat tepat dikatakan, bahwa teori keuntungan
(benefit theory) dalam perlindungan hukum atas hak milik intelektual
(intellectual property rights) sangat relevan, karena perlombaan untuk
menghasilkan karya-karya intelektual dilakukan untuk mendapatkan
keuntungan (materil dan moril) bagi si pencipta atau inventor.
Perubahan yang begitu cepat dalam dunia bisnis merupakan ciri dari
kehidupan manusia di era disruption. Kehidupan dunia usaha dan bisnis yang
didukung oleh teknologi informasi, seperti internet telah menciptakan dunia
bisnis seolah-olah tanpa batas (borderless trade) di seluruh penjuru dunia.
Kemajuan ini secara otomatis, baik langsung maupun tidak langsung, telah
berimplikasi pada eksistensi hukum yang mengaturnya.
Ciri khas dari perbuatan hukum siber ini, pertama, kendatipun perbuatan
hukum itu dilakukan di dunia virtual yang tidak mengenal locus delicti, tetapi
perbuatan itu berakibat nyata (legal facts), sehingga perbuatan itu harus
dianggap sebagai perbuatan yang nyata pula. Dengan demikian segala bukti
yang terdapat dan menggunakan teknologi informasi, seperti e-mail dan lain-
lain dapat dijadikan sebagai alat bukti yang sah. Kedua, UU ini juga tidak
mengenal batas wilayah (borderless) dan siapa pelakunya (subyek hukum),
sehingga siapapun pelakunya dan dimanapun keberadaannya tidak begitu
penting asalkan perbuatannya tersebut dapat menimbulkan akibat hukum di
Indonesia. Jadi, yang terpenting disini adalah bahwa perbuatan hukum itu
menimbulkan kerugian terhadap kepentingan Indonesia yang meliputi tetapi
tidak terbatas pada merugikan kepentingan ekonomi nasional, perlindungan
data strategis, harkat dan martabat bangsa, pertahanan dan keamanan, serta
badan hukum Indonesia.
Dalam UU ITE ditetapkan mengenai perluasan dari alat bukti yang sah yang
selama ini dikenal dalam Hukum Acara di Indonesia. Semua informasi
elektronik dan/ atau dokumen elektronik dan/ atau hasil cetaknya merupakan
alat bukti yang sah, apabila menggunakan sistem elektronik. Sistem elektronik
adalah serangkaian perangkat dan prosedur elektronik yang berfungsi
mempersiapkan, mengumpulkan, mengolah, menganalisis, menyimpan,
menampilkan, mengumumkan, mengirimkan, dan/ atau menyebarluaskan
informasi elektronik.
Berbagai perbuatan hukum, baik itu perdata maupun pidana dilakukan oleh
manusia dengan mempergunakan sistem teknologi informasi. Hal ini dapat
dibuktikan, betapa banyaknya masyarakat internasional yang melakukan
aktivitas bisnis usahanya di alam maya dengan menggunakan internet. Hal
yang sama juga dengan mudah kita temukan di Indonesia. Banyak pelaku
ekonomi yang memperjualbelikan dagangannya baik barang maupun jasa
melalui internet tanpa harus bertemu secara fisik antara si penjual dan si
pembeli. Pemberlakuan tiket dengan sistem electronic ticket (e-ticket) di
bisnis penerbangan secara global merupakan contoh yang jelas dan
memberikan kemudahan bagi konsumen. Demikian juga dengan penutupan
kontrak oleh para pihak cukup dilakukan melalui dunia maya dengan
membubuhkan tandatangan elektronik, yaitu tanda tangan yang terdiri atas
informasi elektronik yang dilekatkan, terasosiasi atau terkait dengan informasi
elektronik lainnya yang digunakan sebagai alat verifikasi dan autentifikasi.
Pada akhirnya era disruption meninggalkan banyak pekerjaan rumah bagi ahli
dan penegak hukum di Indonesia yang menuntut tingkat profesionalisme yang
tinggi dan handal dengan penguasaan soft skill seperti komputer dan bahasa
inggris. Tantangan atau challenge bukanlah sesuatu yang harus dielakkan
melainkan harus dihadapi dengan cara dan strategi yang tepat, sehingga
semuanya mendapatkan ruang dalam ilmu hukum dan implementatif.
DAFTAR PUSTAKA
http://alim-98.blogspot.com/2016/12/masalah-perkembangan-iptek-
di-indonesia.html?m=1
https://fhukum.unpatti.ac.id/htn-han/365-hukum-masyarakat-dan-
pembangunan
https://uir.ac.id/opini_dosen/tantangan-hukum-di-era-revolusi-industri-
4-0-oleh-syafrinaldi