PROPOSAL PENELITIAN Gastritis
PROPOSAL PENELITIAN Gastritis
Oleh :
OKTAVIA PURWANINGSIH
NIM. 07083
2009
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat ALLAH SWT, yang telah melimpahkan rahmat dan
karuia-NYA. Sehingga penulis dapat menyelesaikan karya tulis ilmiah dengan judul “ Hubungan
Antara Pola Makan Dengan Frekuensi Kekambuhan Gastritis pada Pasien di Ruang Penyakit
Dalam Rumah Sakit Wismarini pada tahun 2009.”
Adapun pembuatan karya tulis ini diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam mata
kuliah Riset Keperawatan. Dalam penyusunan karya tulis ini, penulis menerima banyak bantuan
dari berbagai pihak, oleh karena itu penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada :
Penulis menyadari bahwa karya tulis ilmiah ini masih banyak kekurangan dan jauh dari
kesempurnaan karena terbatasnya pengetahuan yang dimiliki. Oleh karena itu saran dan kritik
yang membangun sangat penulis harapkan untuk penyusunan karya tulis ilmiah selanjutnya.
Demikianlah, semoga karya tulis ilmiah ini dapat bermanfaat bagi penulis dan bagi pembaca
pada umumnya.
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
Dalam kehidupan sehari-hari, sering kita dengar banyak orang mengeluh rasa tidak nyaman pada
perut bagian atas, misalnya pada perut selalu penuh, mual, perasaan panas, rasa pedih sebelum
dan sesudah makan. Salah satu penelitin yang mempelajari kemungkinan kelainan dalam jalan
makan yang dihubungkan dengan keluhan seperti tersebut diatas. Broussais, menyelidiki
perubahan-perubahan anatomis dari lambung dan usus halus. Pada otopsi ditemukan gastritis
yang lanjut sebagai dasar kelainan patogenik. (Hadi, 2000)
Gastritis merupakan radang pada jaringan dinding lambung paling sering diakibatkan oleh
ketidakteraturan diet. Misalnya makan terlalu banyak, terlalu cepat, makan-makanan terlalu
banyak bumbu atau makanan yang terinfeksi penyebab yang lain termasuk alcohol, aspirin,
refluk empedu atau therapy radiasi. (Brunner & Suddarth, 2000)
Pola makan yang baik terdiri dari frekuensi makanan, jenis makanan, pola makan yang teratur
merupakan salah satu dari penatalaksanaan gastritis dan juga merupakan tindakan preventif
dalam mencegah kekambuhan gastritis. Penyembuhan gastritis membutuhkan pengaturan
makanan sebagai upaya untuk memperbaiki kondisi pencernaan. (Uripi, 2002)
Pada bulan Agustus 2009 penyakit gastritis di Rumah Sakit Wismarini merupakan penyakit
tertinggi diantara 15 rumah sakit di kota Lampung. Di Rumah Sakit Wismarini kabupaten
Pringsewu sendiri penyakit gastritis menempati rangking ke-4 dari 10 penyakit terbanyak yang
terdapat di rumah sakit, Oleh karena frekuensi kekambuhan gastritis banyak terjadi pada pasien
yang pola makan tidak teratur, maka petugas kesehatan hendaknya menjelaskan tentang
bagaimana frekuensi makan, jumlah makan, dan jenis makanan yang baik, sehingga dapat
merubah perilaku pola makan yang lebih baik dan frekuensi kekambuhan gastritis menurun
Dari bulan juli hingga september 2009 terjadi peningkatan jumlah pasien penderita gastritis dan
kasus gastritis selalu menduduki 5 besar dari penyakit terbanyak di rumah sakit wismarini
pringsewu, oleh karena itu femomena tersebut sangat tertarik untuk dibuat penelitian dengan
judul hubungan antara pola makan dengan frekuensi kekambuhan gastritis pada pasien diruang
penyakit dalam rumah sakit wismarini pringsewu pada tahun 2009.
Adakah hubungan antara pola makan dengan frekuensi kekambuhan gastitis pada pasien di ruang
penyakit dalam Rumah Sakit Wismarini Pringsewu pada tahun 2009.
Untuk mengetahui hubungan antara pola makan dengan frekuensi kekambuhan gastitis pada
pasien di ruang penyakit dalam Rumah Sakit Wismarini Pringsewu pada tahun 2009.
1. Tujuan Khusus
1. Untuk mengidentifikasi pola makan pada pasien gastritis di ruang penyakit dalam
Rumah Sakit Wismarini Pringsewu pada tahun 2009.
2. Untuk megidentifikasi frekuensi kekambuhan gastritis pada pasien di ruang
penyakit dalam Rumah Sakit Wismarini Pringsewu pada tahun 2009.
3. Mengidentifikasi hubungan antara pola makan dengan frekuensi kekambuhan
gastiritis pada pasien di ruang penyakit dalam Rumah Sakit Wismarini Pringsewu
pada tahun 2009.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Pola makan adalah berbagai informasi yang memberikan gambaran macam dan model bahan
makanan yang dikonsumsi setiap hari. (Persagi, 1999)
Pola makan dengan menu seimbang perlu dikmulai dan dikenal dengan baik sehingga akan
terbentuk kebiasaan makan-makanan seimbang dikemudian hari.
1) Sumber zat tenaga, misalnya : roti, jagung, ubi, singkong, tepung-tepungan, gula dan
minyak.
2) Sumber zat pembangun, misalnya : ikan, telur, ayam, daging, susu, kacang-kacangan, tahu,
tempe dan oncom.
3) Sumber zat pengatur, misalnya : sayur-sayuran, buah-buahan, terutama sayuran berwarna
hijau dan kuning. (Hartono, 2000)
1. Frekuensi makan
Frekuensi makan adalah jumlah makan dalam sehari-hari baik kualitatif maupun kuantitatif .
(Persagi, 1999). Alat-alat pencernaan mulai dari mulut sampai usus halus. Lama makanan dalam
lambung tergantung sifat dan jenis makanan.
Tabel 1.1 Jadwal makan
Waktu Makan
07.00-08.00 Pagi
10.00 Selingan
13.00-14.00 Siang
17.00 Selingan
19.00 malam
Porsi makan pagi tidak perlu sebanyak porsi makan siang dan makan malam secukupnya saja,
untuk memenuhi energi dan sebagai zat gizi sebelum tiba makan siang. Lebih baik lagi jika
memakan makanan ringan sekitar jam 10.00 WIB.
Menu sarapan lebih baik harus mengandung karbohidrat, protein dan lemak serta cukup air untuk
memudahkan pencernaan makanan dan penyerapan zat gizi.
1. Jenis Makanan
Jenis makanan adalah variasi bahan makanan yang kalau dimakan, dicerna, dan diserap akan
menghasilkan paling sedikit susunan menu sehat dan seimbang. (Persagi, 1999)
Menyusun hidangan sehat memerlukan keterampilan dan pengetahuan gizi berorientasi pada 4
sehat 5 sempurna terdiri dari bahan pokok(nasi, ikan, sayuran, buah dan susu).
Menu yang tersusun memberikan hidangan sehat baik secara kualitas maupun kuantitas, guna
memperoleh intake yang baik dan bervariasi.
1. Tujuan Makan
Secara umum tujuan makan menurut ilmu kesehatan adalah memperoleh energi baik yang
berguna untuk pertumbuhan, mengganti sel tubuh yang rusak, mengatur metabolisme tubuh serta
meningkatkan daya tahan tubuh terhadap serangan penyakit. (Uripi, 2002)
1. Fungsi Makanan
1) Memberikan bahan untuk membangun dan memelihara tubuh yang rusak
2) Memberikan energi (tenaga) yang dibutuhkan untuk kebutuhan bergerak dan bekerja.
3) Memberikan rasa kenyang yang berpengaruh terhadap ketentraman hati dan mempunyai
dampak positif terhadap kesehatan.
Dalam menu Indonesia pada umumnya dapat diolah dengan cara sbb :
Merebus adalah mematangkan makanan dengan cara merebus suatu cairan bias berupa air saja
atau air kaldu dalam panci sampai mencapai titik didih 100 derajat celcius.
Memasak adalah cara memasak makanan dengan menggunakan sedikit cairan pemasak. Bahan
makanan yang diolah dengan teknik ini adalah daging.
Hampir sama dengan mengukus tapi setelah dikukus makanan dibumbui dengan bumbu tertentu.
Pola makan yang baik merupakan hasil dari sebuah rangkaian proses upaya untuk membentuk
pola makan yang baik hendaknya dilakukan secara dini. Lingkungan sangat besar perannya
dalam membentuk pola makan seseorang. Beberapa upaya untuk membentuk pola makan yang
baik antara lain :
Pada kasus gastritis diawali dengan pola makan yang tidak teratur sehingga mengakibatkan
peningkatan produksi asam lambung yang memicu terjadinya nyeri epigastrium.
1. Gastritis
1. Definisi Gastritis
Menurut Brunner & Suddarth (2000), gastritis merupakan inflamasi mukosa lambung paling
sering diakibatkan oleh ketidakteraturan diet, alcohol, aspirin, refluks empedu atau therapy
radiasi. Gastritis dapat menjadi tanda pertama inflamasi dan infeksi system akut. Bentuk
gastritis akut yang lebih parah disebabkan oleh asam alkali yang dapat menyebabkan mukosa
memnjadi gangrene dan berforasi.
1. Manifestasi Klinis
Membrane mukosa lambung menjadi edema dan hipoforemik dan mengalami erosi superfersial,
bagian ini mensekresi sejumlah getah lambung yang mengandung sangat sedikitasam dan tetapi
banyak mucus.
Gastritis akut mugkin asimtomatis, dapat terjadi keluhan berupa nyeri epigastrium, mual,
muntah, atau mungkin terjadi hematemelis yang hebatdan melena. Gastritis akut karena
enterotoksin stophylococus biasanya timbul mendadak berupa keluhan epigastrium, muntah.
(Brunner & Suddarth, 2002)
1. Klasifikasi Gastritis
Gastritis akut merupakan penyakit yang sering ditemukan dan dapat disembuhkan atau sembuh
sendiri merupakan respon mukosa lambung terhadap berbagai iritan local. Endotoksin, bakteri ,
alcohol, kafein dan aspirin merupakan agen-agen penyebab yang sering, obat-obatan lain seperti
NSAID juga terlibat. Beberapa makanan berbumbu termasuk cuka, lada, atau mustard dapat
menyebabkan gejala yang mengarah pada gastritis.
Gastritis kronik ditandai oleh atropi progresif epitel kelenjar disertai dengan kehilangan sel
pametel dan cref cell. Gastritis kronis diduga merupakan predisposisi timbulnya tukak lambung
akut karsinoma. Insiden kanker lambung khususnya tinggi pada anemia pernisiosa. Gejala
gastritis kronis umumnya bervariasi dan tidak jelas antara lain perasaan perut penuh, anoreksia,
dan distress epigastrik yang tidak nyata.
Pola makan adalah berbagai informasi yang memberikan gambaran mengenai macam dan model
bahan makanan yang dikonsumsi tiap hari. (Persagi, 1999).
Pada kasus gastritis ini diawali pola makan yang tidak teratur sehingga asam lambung
meningkat, produksi HCl yang berlebihan dapat menyebabkan gesekan pada dinding lambung
dan usus halus, sehingga timbul nyeri epigastrium. Pada akhirnya menimbulkan perdarahan. Pola
makan dan konsumsi makan yang tidak sehat dapat menyebabkan gastritis, misalnya frekuensi
makan yang kurang, dan jenis makanan yang dapat meningkatkan produksi HCl. (Uripi, 2002)
Setelah 45 tahun dipakainya asam salisilat di klinik pertama kalinya oleh Dreser (1893),
dilaporkan timbulnya perdarahan karena aspirin. Lintott (1963), melakukan pemeriksaan
gastrokopi secara berturut-turut pada 16 penderita yang minum tabel aspirin, asam salisilat atau
kalsium asetil salisilat yang dihancurkan. 13 dari 16 penderita yang minum 15 gram aspirin,
terlihat mukosa yang sudah hiperemik sampai perdarahan submukosa. Pada salah seorang dari 5
penderita yang diberi kalsium asetil salisilat, terlihat reaksi lokal pada daerah mukosa yang
terdapat serbuk salisilat. Ternyata bahwa aspirin yang tidak larut (insolugle aspirin) dapat
menyebabkan timbulnya iritasi lambung secara langsung (Hadi, 2000).
Pada tahun 1985 Henning, melakukan observasi pasien decompensasi cordis yang mendapat
terapi digitalis, ternyata timbul gastritis akut. Tahun 1954 Palmer, melaporkan bahwa
berdasarkan hasil pemeriksaan gastroskopi pada pasien yang minum aureomisin, terlihat gastritis
akut yang ringan dengan erosi (Hadi, 2000).
Obat-obatan yang mengandung salisilat misalnya aspirin (sering digunakan sebagai obat pereda
nyeri) dalam tingkat konsumsi yang berlebihan dapat menimbulkan gastritis (Uripi, 2002). Efek
salisilat terhadap saluran cerna adalah perdarahan lambung yang berat dapat terjadi pada
pemakaian dalam dosis besar. Aspirin merupakan agen-agen yang sering (Prince, 2001).
Penyebab paling umum dari gastritis erosive akut adalah pemakaian aspirin.
Stres baik primer maupun sekunder dapat menyebabkan peningkatan produksi asam lambung
dan gerakan peristaltik lambung. Stres juga akan mendorong gesekan antar makanan dan dinding
lambung menjadi bertambah kuat (Coleman,1995). Hal ini dapat menyebabkan terjadinya luka
dalam lambung. Penyakit maag (gastritis) dapat ditimbulkan oleh berbagai keadaan yang pelik
sehingga mengaktifkan rangsangan/iritasi mukosa lambung semakin meningkat pengeluarannya,
terutama pada saat keadaan emosi, ketegangan pikiran dan tidak teraturnya jam makan
gastritis akibat infeksi dari luar tubuh jarang terjadi, sebab bakteri tersebut akan terbunuh oleh
asam lambung. Kuman penyakit/infeksi bakteri gastritis umumnya berasal dari dalam tubuh
penderita yang bersangkutan. Keadaan ini sebagai wujud komplikasi penyakit yang telah diderita
sebelumnya (Uripi, 2002)
5) Patofisiologi
Proses terjadinya gastritis akut bermula dari pemakaian aspirin, alcohol, garam empedu dan zat –
zat yang lain yang terlalu berlebihan sehingga merusak mukosa lambung dan
mengubahpermabilitas sawar epitel, memungkinkan difusi balik asam HCl dengan akibat
kerusakan jaringan khususnya pembuluh darah. Histamine dikeluarkan, merangsang sekresi
asam dan pepsin lebih lanjut dan meningkatkan permeabilitas kapiler terhadap mukosa. Mukosa
menjadi edema dan sebagian besar protein plasma dapat hilang. Mukosa dapat hilang
mengakibatkan haemoragik interstitial dan perdarahan sehigga menjadi tukak.
Membran mukosa lambung mejadi edema dan hiperemik dan mengalami erosi superfesial,
bagian ini mengekskresi sejumlah getah lambung, yang mengandung sangat sedikit asam tetapi
banyak mucus.Ulserasi superfesial dapat terjadi dan dapat menimbulkan hemorogi, pasien dapat
mengalami ketidaknyamanan, sakit kepala, mual, muntah dan anoreksia. Beberapa pasien
asitomatik.(Brunner & Suddarth, 2002: 1062).
6) Komplikasi
Perdarahan saluran cerna bagian atas berupa hematomesis dan melena, dapat berakhir dengan
schok haemoragik, ulkus, perforasi dan anemia karena gangguan absorbsi vitamin B12 juga
merupakan komplikasi yang dapat terjadi pada penderita gastritis. (Arief Mansjoer, 2000; 493)
Adapun petunjuk umum untuk diet pada penderita gastritis antara lain:
Makanan yang disajikan harus mudah dicerna dan tidak merangsang, tetapi dapat memenuhi
kebutuhan energi dan zat gizi, jumlah energi pun harus sesuai dengan kebutuhan pasien.
(Hembing, 2004)
Porsi yang diberika kecil tapi sering, hindari makanan yang berlebihan. Biasanya pasien
diberikan vitamin dan mineral dalam bentuk obat. (Uripi, 2002)
Jumlah energi yang dikonsumsi harus disesuaikan dengan berat badan, umur, jenis kelamin,
aktivitas dan jenis penyakit. Kebutuhan energi bagi pasien gangguan saluran pencernaan
berdasarkan kelompok umur dapat dilihat pada table dibawah ini:
Pria 1,02 M X A
10-12 1,00 M X A
13-15 0,95 M X A
16-19 0,90 M X A
20-39 0,80 M X A
40-49 0,70 M X A
60-69 1,13 F X A
70 1,10 F X A
Wanita 1,00 F X A
10-12 0.95 F X A
13-15 0,90 F X A
16-19 0,80 F X A
20-39 0,70 F X A
40-49
50-59
60-69
70
Keterangan :
Jenis makan yang diperbolehkan dan dilarang untuk konsumsi pada penderita gastritis dapat
dilihat pada tabel dibawah ini :
Meurut persagi (1999), dikenal empat jenis diet untuk penderita gastritis. Diet ini disesuaikan
dengan berat ringan penyakit.
diberikan pada penderita gastritis berat disertai perdarahan, jenis makanan yang diberikan
meliputi susu dan bubur susu yang dierikan tiga jam sekali
Gizi Berat
Energi 1630 kal
Protein 59 gram
Lemak 63 gram
vitamin A 2340 SI
thiamin 0,5 mg
vitamin C 18 mg
Pukul 20.00
Susu 200 ml = 1 gelas
b. Diet Lambung 2.
Untuk penderita gastritis yang sudah dalam perawatan, makanan yang diberikan berup makanan
saring atau cincang, pemberian tiap tiga jam.
Maizena 60 10 sdm
Biskuit 90 2 buah
Margarine 20 2 sdm
Pukul 10.00
Kalsium Susu 300
I,2 gram = 1,5 gelas
Pukul 16.00
vitamin A Gula pasir 20 gramSI= 2 sdm
10103
Pukul 20.00
thiamin Maezena 15
0,9gram
mg = 3 sdm
20 gram = 2 buah
Sumber : persagi, penuntun diet (Jakarta, gramedia, 1999).
c. Diet Lambung 3
menu untuk penderita gastritis yang tidak begitu berat atau ringan, bentuk makanan harus lunak
dan diberikan enam kali sehari.
Roti 40 2 potong
Maezena 30 6 sdm
Margarine 35 3 ½ sdm
Gizi Berat
Energi 1921 kal
Protein 61 gram
Lemak 74 gram
vitamin A 10469 SI
thiamin 0,9 mg
vitamin C 134 mg
50 gram = 1 buah
10 gram = 1sdm
d. Diet lambung 4
Menu diet ini diberikan pada penderita gastritis ringan, makanan dapat berbentuk makanan lunak
atau biasa ( tergantung toleransi penderita ).
Maezena 15 3 sdm
Biscuit 20 2 buah
Telur 50 1 butir
Minyak 25 2 ½ sdm
Gizi Berat
Energi 2080 kal
Protein 74 gram
Lemak 65 gram
Besi 21,3 mg
vitamin A 9055 SI
thiamin 0,9 mg
vitamin C 132 mg
10 gram = 1 sdm
Gastritis biasanya diawali oleh pola makan yang tidak teratur sehingga lambung menjadi
sensitive bila asam lambung meningkat. Pola makan yang teratur dan baik merupakan salah satu
penatalaksanaan gastritis dan merupakan tindakan preventive untuk mencegah kekambuhan
gastritis. ( uripi, 2002 )
1. B.
Pola Makanan
2. Kerangka Teori
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitaian ini adalah metode korelasional dengan
menggunakan pendekatan Cross Sectional. Penelitian Cross Sectional adalah penelitian analitik
yang menyangkut bagaimana variabel sebab atau faktor resiko dan variabel akibat atau kasus
yang terjadi dikumpulkan secara simultan, sesaat atau satu kali saja dalam satu kali waktu (dalam
waktu yang bersamaan), yaitu penelitian mencari hubungan antara pola makan dengan frekuensi
kekambuhan gastritis (Notoadmojo, 1993).
Keterangan :
Gastritis
Gambar 3.1. Kerangka
konsep hubungan
antara pola makan
dengan frekuensi kekambuhan gastritis
1. C. Hipotesa
Ha : Ada hubungan antara pola makan dengan frekuensi kekambuhan gastritis
Ho : Tidak Ada hubungan antara pola makan dengan frekuensi kekambuhan gastritis
Definisi
Variabel Parameter Alat Ukur skore skala
Operasional
Variabel pola makan 1. frekuensi Kuisioner dengan skore : Ordinal
independent yaitu cara makan
klien makan 2. jenis Kuisioner 17-24 : pola Ordinal
Pola makan berkaitan makanan makan baik
dengan 3. jumlah
Variabel dependen frekuensi makanan 9-16 : pola
jumlah makan kurang
Frekuensi danjenis Kekambuhan lebih baik
kekambuhan makanan yang dari 2 kali sama
gastritis dikonsumsi dengan jumlah 0-8 : pola makan
yang relatif diagnosa pasti buruk
tetap gastritis dari
kunjungan pertama Jawaban :
Terjadinya sampai dengan
kembali kunjungan a=1
serangan berikutnya
gastritis b=0
dalam 1 bulan
terakhir dengan skor
0-2 : frekuensi
kekambuhan
ringan
3-4 : frekuensi
kekambuhan
sedang
5-6 : frekuensi
kekambuhan
berat
Jenis penelitian ini adalah Explanatory Survy (Penelitian penjelas) yaitu penelitian yang
menyoroti hubungan antara variabel yang telah ditetapkan dan menguji hipotesis yang telah
dirumuskan . Peneliti ini menggunakan pendekatan cross sectional diman subyek yang diteliti
satu kali pada satu saat.
1. Populasi
Populasi adalah keseluruhan obyek penelitian yang akan diteliti (Arikunto, 2002). Pada
penelitian ini populasinya adalah semua penderita gastritis yang berkunjung ke rumah sakit
wismarini pringsewu dalam 1 bulan terakhir. Besarnya populasi adalah 450 orang.
1. Sampel
1. Besar Sampel
Teknik pengambilan sampel yang dilakukan adalah Synestetik random sampling. Besarnya
sampel yang diambil dengan rumus yang di formulasikan oleh Vincent Gaspersz
Keterangan
n : Sampel
P : Proporsi
Sampel dalam penelitian ini adalah semua pasien gastritis yang terpilih untuk diteliti berdasarkan
hasil pengambilan sampel secara Synesmatik sampling. Pengambilan sampel, dimana hanya
unsur pertama saja dari sampel dipilih secara kebetulan, sedangkan unsur-unsur lainya dipilih
secara sisitimatis menurut suatu pola tertentu. Hal ini bertujuan agar diperoleh sampel yang
merata semua penderita gastritis di Ruma Sakit. Rumus untuk mengambil sampel adalah sebagai
berikut :
Keterangan :
K : Interval
Berdasarkan sumber data, maka pada penelitian ini dapat digolongkan menjadi dua yaitu :
1. Data Primer
Yaitu data yang diperoleh dari jawaban responden terhadap pertanyaan dalam kuisioner ,
meliputi data : pola makan terhadap frekuensi kekeambuhan gastritis
1. Data sekunder
Yaitu data yang mendukung kelengkapan data primer yang di kumpulkan secara tidak langsung
dari sumber-sumber yang telah ada meliputi data dari Rumah sakit Wisma Rini
Instrumen penelitian adalah alat atau fasilitas yang digunakan oleh peneliti dalam
mengumpulkan data agar pekerjaannya lebih mudah dan lebih baik hasilnya, dalam arti lebih
cermat, lengkap dan sistematis sehingga lebih mudah diolah (Arikunto, 2002).
Instrumen yang digunakan adalah kuisioner untuk variabel independen yaitu sejumlah
pertanyaan tertulis yang digunakan untuk memperoleh informasi dari responden dalam arti
laporan tentang pribadinya (Arikunto, 2002). Dan untuk variabel dependen juga menggunakan
kuisoner yaitu sejumlah pertanyaan tertulis yang akan menjadi dasar penjelasan tentang keadaan
klien.
Dari data yang telah dikumpulakan perlu dipilah-pilah dalam beberapa kelompok, diadakan
kategorisasi sehingga data tersebut punya makna untuk menjawab permasalahan dan bermanfaat
untuk menguji hipotesis.
1. Editing
Setelah data dikumpulkan maka dilakukan edit untuk meneliti setiap kuisioner yang sudah
dikembalikan, apakah sudah lengkap terisi atau belum.
1. Koding
Data yang diklarisifikasikan dari responden kemudian pengkodean dilakukan oleh peneliti untuk
memudahkan dalam mengelola data.
1. Entri Data
1. Tabulasi
Menyajian data dalam bentuk tabel distribusi frekuensi dan tabel silang antara dua variabel
K. Analisa Data
Analisa data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah hasil dari editing, koding, entri data,
tabulasi. Kemudian data tersebut dianalisis dengan program SPSS Versi 10 for Window.
Analisis data dibuat dalam bentuk Analisis yang terbagi menjadi dua bagian :
1. Analisis Univariat
Untuk menggambarkan distribusi frekuensi mengenai prosentase adanya pola makan dengan
gastritis.
1. Analisis Bivariat
1. Bivariat Deskriptiv
Yaitu untuk menganalisis hubungan antara variabel bebas (pola makan ) dengan variabel terikat
(gastritis)
1. Bivariat analitik
Untuk menganalisis ada tidaknya hubungan variabel bebas (pola makan) dengan variabel terikat
(gastritis) dengan menggunakan uji statistik Chi Square (X2)
2) Rumus