Anda di halaman 1dari 10

REFLEKSI KASUS

RESUSITASI JANTUNG PARU DAN OTAK (RJPO)

Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik


Bedah RSUD Tjirowardjojo

Disusun Oleh :
Adelia Rizka Amila
20194010165

Diajukan kepada :
dr. H. Ardi Pramono, Sp.An., M.Kes.

SMF BAGIAN ILMU ANESTESI


RSUD TJITRO WARDOJO PURWOREJO
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS
MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2020
PEMBAHASAN

Resusitasi Jantung Paru yang biasa kita kenal dengan nama RJP atau Cardiopulmonary
Resuscitation adalah usaha untuk mengembalikan fungsi pernafasan dan atau sirkulasi akibat
terhentinya fungsi dan atau denyut jntung. Resusitasi sendiri berarti menghidupkan kembali,
dimaksudkan sebagai usaha-usaha untuk mencegah berlanjutnya episode henti jantung menjadi
kematian biologis. Dapat diartikan pula sebagai usaha untuk mengembalikan fungsi pernafasn
dan atau sirkulasi yang kemudian memungkinkan untuk hidup normal kembali setelah fungsi
pernafasan dan atau sirkulasi gagal.

Indikasi:

1. Henti Nafas
Henti nafas ditandai dengan tidak adanya gerakan dada dan aliran udara pernafasan dari
korban atau pasien. Henti nafas merupakan kasus yang harus dilakukan tindakan Bantuan
Hidup dasar. Henti nafas dapat terjadi dalam keadaan seperti:
- Tenggelam atau lemas
- Stroke
- Obstruksi jalan nafas
- Epiglotitis
- Overdosis obat-obatan
- Tesengat listrik
- Infark Miokard
- Tersambar petir
Pada awal henti nafas, oksigen masih dapat masuk ke dalam darah untuk beberapa menit
dan jantung masih dapat mensirkulasikan darah ke otak dan organ vital lainnya, jika pada
keadaan ini diberikan bantuan resusitasi, ini sangat bermanfaat pada korban.

2. Henti Jantung

Pada saat terjadi henti jantung, secara langsung akan terjadi henti sirkulasi. Henti
sirkulasi ini akan cepat menyebabkan otak dan organ vital kekurangan oksigen.
Pernafasan yang terganggu merupakan tanda awal akan terjadinya henti jantung. Henti
jantung ditandai oleh denyut nadi besar tak teraba (karotis, femoralis, radialis) disertai
kebiruan atau pucat sekali, pernafasan berhenti atau satu-satu, dilatasi pupil tak bereaksi
terhadap rangsang cahaya dan pasien tidak sadar. Bantuan hidup dasar merupakan bagian
dari pengelolaan gawat darurat medik yang bertujuan untuk:

a. Mencegah berhentinya sirkulasi atau berhentinya respirasi.


b. Memberikan bantuan eksternal terhadap sirkulasi dan ventilasi dari korban yang
mengalami henti jantung atau henti jantung melalui resusitasi jantung paru (RJP).

Resusitasi jantung paru terdiri dari dua tahap yaitu:


a. Survei primer: dapat dilakukan oleh setiap orang.
b. Survei sekunder: dapat dilakukan oleh tenaga medis dan paramedis terlatih dan
merupakan lanjutan dari survei primer.

Resusitasi yang berhasil setelah terjadinya henti jantung membutuhkan gabungan dari
tindakan yang terkoordinasi yang ditunjukkan dalam Chain of Survival, yang meliputi :

a. Pengenalan segera terhadap henti jantung dan aktivasi dari emergency response
system
b. RJP yang awal dengan menekankan pada kompresi dada
c. Defibrilasi yang cepat
d. Advanced life support yang efektif
e. Perawatan post-cardiac arrest yang terintegrasi
RJP secara tradisional telah menggabungkan kompresi dan nafas buatan dengan tujuan
untuk mengoptimalkan sirkulasi dan oksigenasi. Karakteristik penolong dan penderita dapat
mempengaruhi aplikasi yang optimal dari komponen RJP.

Semua orang dapat menjadi penolong untuk penderita henti jantung. Kompresi dada
merupakan dasar dari RJP. Semua penolong, tanpa melihat telah mendapat pelatihan atau tidak,
harus memberikan kompresi dada pada setiap penderita henti jantung. Karena sangat penting,
kompresi dada harus menjadi tindakan awal pada RJP untuk setiap penderita pada semua usia.
Penolong yang telah terlatih harus berkoordinasi dalam melakukan kompresi dada bersamaan
dengan ventilasi, sebagai suatu tim.

Sebagian besar henti jantung pada dewasa terjadi secara tiba-tiba, sebagai akibat dari kelainan
jantung, sehingga sirkulasi yang dihasilkan dari kompresi dada menjadi sangat penting.
Berlawanan dengan hal itu, henti jantung pada anak-anak seringkali karena asfiksia, dimana
membutuhkan baik ventilasi maupun kompresi dada untuk hasil yang optimal. Dengan demikian
nafas buatan pada henti jantung menjadi lebih penting untuk anak-anak daripada untuk dewasa.

Bantuan Hidup Dasar

Tujuan bantuan hidup dasar ialah untuk oksigenasi darurat secara efektif pada organ vital seperti
otak dan jantung melalui ventilasi buatan dan sirkulasi buatan sampai paru dan jantung dapat
menyediakan oksigen dengan kekuatan sendiri secara normal. Resusitasi mencegah agar supaya
sel-sel tidak rusak akibat kekurangan oksigen. Bantuan hidup dasar (Basic Life Support) atau
resusitasi ABC atau resusitasi kardiopulmoner berarti menjaga jalan napas tetap paten (A),
membuat napas buatan (B) dan membuat sirkulasi buatan dengan pijatan jantung (C). Tindakan
ini dilakukan tanpa alat atau dengan alat yang sederhana dan harus dilakukan dengan cepat
dalam waktu kurang dari 4 menit pada suhu normal secara baik dan terarah.

a. Dalam fase I ini terdiri dari langkah yang di A (airway), B (breathing), C


(circulation).
- A (airway ) : menjaga jalan nafas tetap terbuka
- B (breathing) : ventilasi paru dan oksigenasi yang adekuat
- C (circulation) : mengadakan sirkulasi buatan dengan kompresi jantung paru
b. Fase II : Advance Life Support (ALS), yaitu BLS ditambah dengan D (drug) dan E
(EKG)
- D ( drugs ) : pemberian obat-obatan termasuk cairan.
- E ( EKG ) : diagnosis elektrokardiografis secepat mungkin untuk mengetahuis
fibrilasi ventrikel.
c. Fase III : Prolonged Life Support (PLS), yaitu penambahan dari BLS dan ALS, G
(gauge), H (head), I (Intensive care).
- G ( gauge ) : Pengukuran dan pemeriksaan untuk monitoring penderita secara
terus menerus, dinilai, dicari penyebabnya dan kemudian mengobatinya.
- H (Head) : tindakan resusitasi untuk menyelamatkan otak dan sistem saraf
dari kerusakan lebih lanjut akibat terjadinya henti jantung, sehingga dapat
dicegah terjadinya neurologic yang permanen.
- I (Intensive Care ) : perawatan intensif di ICU, yaitu : tunjangan ventilasi :
trakheostomi, pernafasan dikontrol terus menerus, sonde lambung, pengukuran
pH, pCO2 bila diperlukan dan tunjangan sirkulasi mengedalikan jika terjadinya
kejang.

Langkah-langkah dalam RJPO:

1. Safety

Pastikan keamanan dari penolong, lingkungan, serta pasien/korban.

2. Response

Cek respon pasien dengan memanggil, menepuk bahu, atau dengan stimulus nyeri.
A : Alert

V : Verbal

P : Pain

U : Unresponsive

3. Shout for help

Panggil bantuan sambil tetap bersama dengan pasiem dan ambil AED jika tersedia
sebelum memulai RJPO.

4. Circulation

Cek napas dan nadi secara bersamaan dalam waktu <10 detik. Jika nadi tidak teraba,
berikan 30x kompresi dan 2x ventilasi. Jika nadi teraba, berikan 1x ventilasi tiap 6 detik
(10x/menit).

Lakukan kompresi dengan memastikan posisi pasien terlentang di atas permukaan yang
keras dan datar. Posisi penolong berlutut di samping pasien atau berdiri di samping tempat
tidur pasien.

Lakukan kompresi dengan meletakkan tumit telapak tangan pada pertengahan dada
(seperdua bawah sternum). Kedalaman kompresi 5-6 cm, frekuensi 100-120x/menit. Biarkan
dada mengembang sempurna pada tiap kompresi. Minimalkan interupsi.

Kedalaman kompresi
Untuk dewasa kedalaman kompresi telah diubah dari jarak 1½ - 2 inch menjadi minimal
2 inch (5 cm). Kompresi yang efektif (menekan dengan kuat dan cepat) menghasilkan aliran
darah dan oksigen dan memberikan energi pada jantung dan otak. Kompresi menghasilkan aliran
darah terutama dengan meningkatkan tekanan intrathorakal dan secara langsung menekan
jantung. Kompresi menghasilkan aliran darah, oksigen dan energi yang penting untuk dialirkan
ke jantung dan otak.

5. Airway
Bersihkan dan buka jalan nafas. Lakukan head tilt chin lift jika tidak ada curiga cedera
servikal. Dan lakukan jaw thrust jika ada kecurigaan cedera servikal.

6. Breathing

Cek ada tidaknya nafas dengan look (lihat pergerakan dada dan perut), listen (dengarkan
suara nafas), dan feel (rasakan hembusan nafas). Bila tidak ada nafas, segera berikan nafas
buatan.

Beberapa orang tidak mau dan/atau mampu untuk memberikan ‘rescue breaths’ (mouth-
to-mouth ventilation), sehingga dapat dilakukan ‘hands-only CPR’. Namun jika orang
tersebut mau dan/atau mampu memberikan bantuan nafas, dapat dilakukan sesuai prosedur
di atas.

Lakukan evaluasi setiap 2 menit. Jika sudah terdapat nadi dan nafas, posisikan pasien
pada recovery position.

Indikasi dihentikannya pertolongan:

1. Pasien sudah kembali berdetak jantungnya atau nafas sudah kembali spontan

2. Datang penolong yang lebih berkompeten

3. Pasien tidak tertolong lagi, ditandai dengan pupil dilatasi maksimal, tidak ada refleks
cahaya, dan dinyatakan sudah meninggal

4. Penolong terlalu lelah, sehingga membahayakan diri sendiri


Tabel perbandingan dasar BLS pada dewasa, anak-anak dan bayi (termasuk RJP pada neonatus).
REFERENSI

American Heart Association. 2015. Guidelines Update for CPR and ECC. 132(18).

British Heart Foundation. 2015. Consensus Paper of Out-of-Hospital Cardiac Arrest in England.

Latief SA, Suryadi KA, Dachlan MR. 2009. Ilmu Dasar Anestesi. Jakarta: FKUI

Anda mungkin juga menyukai