Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Agama adalah salah satu hal terpenting dalam kehidupan manusia di


dunia. Agama dijadikan pedoman dalam kehidupan sehari-hari bagi manusia
dalam masyarakat. Akan tetapi, selain agama ada faktor lain yang mempengaruhi
dan dijadikan pedoman hidup masyarakat yaitu kebudayaan, yang secara turun
temurun sudah dianut dari jaman nenek moyang terdahulu.

Agama dan kebudayaan sebenarnya adalah dua hal yang berbeda. Agama
berasal dari Tuhan Yang Maha Esa yaitu penguasa alam semesta, sedangkan
budaya atau kebudayaan adalah buatan manusia yang berupa kebiasaan yang
dilakukan dari waktu kewaktu sehingga membentuk sebuah kebudayaan.

Dilihat dari segi agama dan budaya yang masing - masing memiliki
keeratan satu sama lain, sering kali banyak di salah artikan oleh orang - orang
yang belum memahami bagaimana menempatkan posisi agama dan posisi budaya
pada suatu kehidupan dan juga bagaimana suatu budaya ketika masuk pada
wilayah kebudayaan lain. Masih sering ada segelintir masyarakat yang
mencampur adukkan nilai - nilai agama dengan nilai-nilai budaya yang padahal
kedua hal tersebut tentu saja tidak dapat seratus persen disamakan, dan juga
terkadang agama dikatakan sebagai bagian dari kebudayaan.

Dalam kehidupan manusia, agama dan budaya jelas tidak berdiri sendiri,
keduanya memiliki hubungan yang sangat erat dalam dialektikanya; selaras dalam
menciptakan ataupun kemudian saling menegasikan. Agama sebagai pedoman
hidup manusia yang diciptakan oleh Tuhan, dalam menjalani kehidupannya.
Sedangkan kebudayaan sebagai kebiasaan tata cara hidup manusia yang
diciptakan oleh manusia itu sendiri dari hasil daya cipta, rasa dan karsanya yang
diberikan oleh Tuhan. Agama dan kebudayaan saling mempengaruhi satu sama
lain. Agama mempengaruhi kebudayaan, kelompok / masyarakat / suku / bangsa.
Kebudayaan cenderung mengubah-ubah keaslian agama sehingga menghasilkan
penafsiran berlainan.

1
1.2 RUMUSAN MASALAH

Sesuai dengan latar belakang masalah yang telah dijelaskan di atas, maka
dalam makalah ini kami menyimpulkan rumusan masalah sehubungan dengan
materi ini adalah sebagai berikut:

1. Apa yang dimaksud agama dan kebudayaan?


2. Bagaimanakah hubungan antara agama dan kebudayaan?
3. Apa pengaruh agama terhadap kebudayaan?
4. Bagaimana pembagian-pembagian budaya dalam islam?
5. Bagaimana bentuk/wujud kebudayaan islam?

1.3 TUJUAN

Tujuan dari penyusunan makalah ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk memahami pengertian dari agama dan kebudayaan.


2. Untuk mengetahui hubungan antara agama dan kebudayaan.
3. Untuk mengenal dan memahami pengaruh agama terhadap
kebudayaan.
4. Untuk Mengetahui pembagian budaya dalam islam.
5. Untuk mengetahui bentuk/wujud kebudayaan islam.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. PENGERTIAN AGAMA DAN BUDAYA

2.1.1 Pengertian Agama

Agama dari segi Bahasa (Etimologi) berarti peraturan-peraturan


tradisional, ajaran-ajaran, kumpulan-kumpulan hukum yang turun-temurun dan
ditentukan oleh adat istiadat. Secara istilah (Terminologi), perkataan agama sudah
mengandung muatan Subjektifitas dan tergantung orang yang mengatakannya.

James H. Leuba sebagaimana yang dikutip oleh Abuddin Nata, misalnya


berusaha mengumpulkan semua definisi yang pernah dibuat orang tentang agama,
dan ia berkesimpulan bahwa usaha untuk membuat definisi agama itu tidak ada
gunanya karena hanya merupakan kepandaian bersilat lidah.

Mukti Ali mengatakan bahwa tidak ada kata yang paling sulit diberi
pengertian dan definisi selain dari kata agama. Pernyataan ini didasarkan pada tiga
alasan. Pertama, bahwa pengalaman agama adalah soal batiniah, subyektif dan
sangat individualis sifatnya. Kedua, barangkali tidak ada orang yang begitu
bersemangat dan emosional dari pada orang yang membicarakan agama, karena
itu setiap pembahasan tentang arti agama selalu ada emosi yang merekat erat
sehingga kata agama sulit didefinisikan. Ketiga, konsepsi tentang agama
dipengaruhi oleh tujuan dari orang yang memberikan definisi tersebut.

Salah satu kesulitan untuk berbicara definisi agama secara umum adalah
adanya perbedaan-perbedaan dalam mengartikan agama. Perbedaan dalam
memahami agama, penerimaan setiap agama memiliki interpretasi diri yang
berbeda-beda. Adapun beberapa definisi tentang agama diantaranya :

1. Elizabeth K. Nottingham, berpendapat bahwa agama adalah usaha-


usaha manusia untuk mengukur keberadaannya sendiri dan
keberadaan alam semesta. Agama dipakai untuk menanamkan
keyakinan ke dalam sanubari pemeluknya untuk memahami alam gaib

3
dan alam nyata, dan agama juga berfungsi melepaskan belenggu adat
dan kepercayaan manusia yang sudah usang.

2. Durkheim, berpendapat bahwa makna agama serupa dengan apa yang


di belakang akal, yaitu segala sesuatu yang lebih tinggi dari pada
pencapaian pendapat akal manusia. Jadi, Agama adalah suatu bagian
dari pengetahuan yang tidak dapat dicapai oleh ilmu pengetahuan biasa
dan tidak dapat diperoleh dengan pikiran saja.

3. Brunetiere, arah hidup tekan makna agama sebagai Sekumpulan


kewajiban manusia kepada Allah, masyarakat dan kepada dirinya
sendiri. Agama ialah sejumlah kepercayaan dan pesan yang harus
mengarahkan tingkah laku terhadap Allah, manusia, dan alam semesta.

4. Asy-Syahrastani, berpendapat bahwa agama adalah ketaatan dan


kepatuhan yang terkadang bisa diartikan sebagai pembalasan dan
penghitungan (amal perbuatan di akhirat).

5. Ath-Thanwy berpendapat bahwa agama adalah inti sari Tuhan yang


mengarahkan orang-orang berakal dengan kemauan mereka sendiri
untuk memperoleh kesejahteraan hidup di dunia dan di akhirat.

Ada berbagai pendapat yang menyatakan makna agama dalam perspektif


Islam, antara lain:

1. Harun Nasution berpendapat pengertian Islam sebagai agama adalah


agama yang ajaran-ajarannya diwahyukan Tuhan kepada masyarakat
manusia melalui Nabi Muhammad Saw. Sebagai Rosul. Islam pada
hakikatnya membawa ajaran-ajaran yang bukan hanya mengenal satu
segi, tetapi mengenai berbagai segi dari kehidupan manusia.

2. Maulana Muhammad Ali mengatakan bahwa Islam adalah agama


perdamaian, dan dua ajaran pokoknya, yaitu ke-Esaan Allah dan
kesatuan atau persaudaraan amat manusia menjadi bukti nyata, bahwa
agama Islam selaras benar dengan namanya. Islam bukan hanya
dikatakan sebagai agama seluruh Nabi Allah, sebagaimana tersebut
dalam beberapa ayat kitab Al-Qur’an, melainkan pula pada segala

4
sesuatu yang secara tak sadar tunduk sepenuhnya pada undang-undang
Allah yang kita saksikan pada alam semesta.

Secara umum, agama dilihat sebagai sebuah keyakinan pada suatu


kekuasaan yang mengatasi manusia dan praktek peribadatan yang didasarkan pada
keyakinan tersebut. Jika pengertian umum tersebut dapat diterapkan terhadap
Islam, maka Islam dapat didefinisikan sebagai sebuah sistem keimanan dan
Peribadatan berdasarkan wahyu yang dibawa oleh Nabi Muhammad Saw.

Hai Ahli Kitab, sesungguhnya telah datang kepada kamu Rasul Kami,
menjelaskan (syari´at Kami) kepadamu ketika terputus (pengiriman) rasul-rasul
agar kamu tidak mengatakan: "Tidak ada datang kepada kami baik seorang
pembawa berita gembira maupun seorang pemberi peringatan". Sesungguhnya
telah datang kepadamu pembawa berita gembira dan pemberi peringatan. Allah
Maha Kuasa atas segala sesuatu. (QS. Al-Maidah : 19)

2.1.2 Pengertian Budaya

Budaya secara harfiah berasal dari bahasa Latin yaitu Colere yang
memiliki arti mengerjakan tanah, mengolah dan memelihara (Soerjanto
Poespowardojo, 1993).

Selain itu, budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa sanskerta yaitu
buddhayah, yang merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal) diartikan
sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal manusia. Adapun menurut
istilah kebudayaan merupakan suatu yang agung dan mahal, tentu saja karena ia
tercipta dari hasil rasa, karya, karsa dan cipta manusia yang kesemuanya
merupakan sifat yang hanya ada pada manusia. Tidak ada makhluk lain yang
memiliki anugerah itu, sehingga ia merupakan sesuatu yang agung dan mahal.

5
2.2. HUBUNGAN AGAMA DAN KEBUDAYAAN

Seperti halnya kebudayaan, agama sangat menekankan makna dan


signifikasi sebuah tindakan. Karena itu sesungguhnya terdapat hubungan yang
sangat erat antara kebudayaan dan agama bahkan sulit dipahami kalau
perkembangan sebuah kebudayaan dilepaskan dari pengaruh agama.
Sesungguhnya tidak ada satupun kebudayaan yang seluruhnya didasarkan pada
agama. Untuk sebagian kebudayaan juga terus ditantang oleh ilmu pengetahuan,
moralitas, serta pemikiran kritis.

Meskipun tidak dapat disamakan, agama dan kebudayaan dapat saling


mempengaruhi. Agama mempengaruhi sistem kepercayaan serta praktik-praktik
kehidupan. Sebaliknya kebudayaan pun dapat mempengaruhi agama, khususnya
dalam hal bagaimana agama diinterprestasikan atau bagaimana ritual-ritualnya
harus dipraktikkan. Tidak ada agama yang bebas budaya dan apa yang disebut
Sang Illahi tidak akan mendapatkan makna manusiawi yang tegas tanpa mediasi
budaya, dalam masyarakat Indonesia saling mempengarui antara agama dan
kebudayaan sangat terasa. Praktik inkulturasi dalam upacara keagamaan hampir
umum dalam semua agama.

Agama yang digerakkan budaya timbul dari proses interaksi manusia


dengan kitab yang diyakini sebagai hasil daya kreatif pemeluk suatu agama tapi
dikondisikan oleh konteks hidup pelakunya, yaitu faktor geografis, budaya dan
beberapa kondisi yang objektif. Budaya agama tersebut akan terus tumbuh dan
berkembang sejalan dengan perkembangan kesejarahan dalam kondisi objektif
dari kehidupan penganutnya.

Hubungan kebudayaan dan agama tidak saling merusak, kuduanya justru


saling mendukung dan mempengruhi. Ada paradigma yang mengatakan bahwa ”
Manusia yang beragma pasti berbudaya tetapi manusia yang berbudaya belum
tentu beragama”.

Jadi agama dan kebudayaan sebenarnya tidak pernah bertentangan karena


kebudayaan bukanlah sesuatu yang mati, tapi berkembang terus mengikuti
perkembangan jaman. Demikian pula agama, selalu bisa berkembang di berbagai
kebudayaan dan peradaban dunia.

6
2.3. PENGARUH AGAMA TERHADAP KEBUDAYAAN

Secara sederhana, kebudayaan merupakan hasil cipta (serta akal budi)


manusia untuk memperbaiki, mempermudah, serta meningkatkan kualitas hidup
dan kehidupannya. Atau, kebudayaan adalah keseluruhan kemampuan (pikiran,
kata, dan tindakan) manusia yang digunakan untuk memahami serta berinteraksi
dengan lingkungan dan sesuai sikonnya. Kebudayaan berkembang sesuai atau
karena adanya adaptasi dengan lingkungan hidup dan kehidupan serta sikon
manusia berada.

Kebudayaan dikenal karena adanya hasil-hasil atau unsur-unsurnya.


Unsur-unsur kebudayaan terus menerus bertambah seiring dengan perkembangan
hidup dan kehidupan. Manusia mengembangkan kebudayaan; kebudayaan
berkembang karena manusia. Manusia disebut makhluk yang berbudaya, jika ia
mampu hidup dalam atau sesuai budayanya. Sebagian makhluk berbudaya, bukan
saja bermakna mempertahankan nilai-nilai budaya masa lalu atau warisan nenek
moyangnya; melainkan termasuk mengembangkan (hasil-hasil) kebudayaan.

Di samping kerangka besar kebudayaan, manusia pada komunitasnya,


dalam interaksinya mempunyai norma, nilai, serta kebiasaan turun temurun yang
disebut tradisi. Tradisi biasanya dipertahankan apa adanya; namun kadangkala
mengalami sedikit modifikasi akibat pengaruh luar ke dalam komunitas yang
menjalankan tradisi tersebut. Misalnya pengaruh agama-agama ke dalam
komunitas budaya (dan tradisi) tertentu; banyak unsur-unsur kebudayaan
(misalnya puisi-puisi, bahasa, nyanyian, tarian, seni lukis dan ukir) di isi formula
keagamaan sehingga menghasilkan paduan atau sinkretis antara agama dan
kebudayaan.

Kebudayaan dan berbudaya, sesuai dengan pengertiannya, tidak pernah


berubah; yang mengalami perubahan dan perkembangan adalah hasil-hasil atau
unsur-unsur kebudayaan. Namun, ada kecenderungan dalam masyarakat yang
memahami bahwa hasil-hasil dan unsur-unsur budaya dapat berdampak pada
perubahan kebudayaan.

7
2.4. PEMBAGIAN BUDAYA DALAM ISLAM

Berdasarkan hal tersebut, Islam telah membagi budaya menjadi tiga


macam:

1. Kebudayaan yang tidak bertentangan dengan Islam yaitu kebudayaan


yang ada di dalam kehidupan masyarakat dan tetap berada dalam
syariat islam.

Contoh seperti kadar besar kecilnya mahar dalam pernikahan, di dalam


masyarakat Aceh, umpamanya, keluarga wanita biasanya, menentukan
jumlah mas kawin sekitar 50-100 gram emas.

2. Kebudayaan yang sebagian unsurnya bertentangan dengan Islam yaitu


kebudayaan yang ada di dalam masyarakat tetapi ada hal-hal dari
kebudayaan tersebut yang bertentangan dengan islam.

Contoh yang paling jelas, adalah tradisi Jahiliyah yang melakukan


ibadah haji dengan cara-cara yang bertentangan dengan ajaran Islam,
seperti lafadh “talbiyah“ yang sarat dengan kesyirikan, thowaf di
Ka’bah dengan telanjang.

3. Kebudayaan yang bertentangan dengan Islam yaitu kebudayaan yang


menyimpang dari syariat islam.

Contohnya seperti budaya “ngaben“ yang dilakukan oleh masyarakat


Bali.

2.5. BENTUK/WUJUD KEBUDAYAAN ISLAM

Bentuk atau wujud kebudayaan Islam dapat dibedakan menjadi tiga hal,
yaitu :

1. Kebudayaan islam yang berwujud idea (Gagasan)

Wujud idea kebudayaan adalah kebudayaan yang berbentuk kumpulan


ide-ide, gagasan, nilai-nilai, norma-norma, peraturan, dan sebagainya
yang sifatnya abstrak; tidak dapat diraba atau disentuh.

Wujud kebudayaan ini terletak di alam pemikiran warga masyarakat.


Jika masyarakat tersebut menyatakan gagasan mereka itu dalam bentuk

8
tulisan, maka lokasi dari kebudayaan idea itu berada dalam karangan
dan buku-buku hasil karya para penulis warga masyarakat tersebut.

Kebudayaan Islam yang berwujud idea diantaranya :

(1) Pemikiran di bidang hukum Islam muncul ilmu fiqih.

(2) Pemikiran di bidang agama muncul ilmu Tasawuf dan ilmu tafsir.

(3) Pemikiran di bidang sosial politik muncul sistem khalifah Islam


(pemerintahan Islam) yang diprakarsai oleh Nabi Muhammad dan
diteruskan oleh Khulafaurrosyidin. 

(4) Pemikiran di bidang ekonomi muncul peraturan zakat, pajak


jizyah (pajak untuk nonMuslim), pajak Kharaj (pajak bumi),
peraturan ghanimah (harta rampasan perang).

(5) Pemikiran di bidang ilmu pengetahuan muncul ilmu sejarah,


filsafat, kedokteran, ilmu bahasa dan lain-lain. 

Di antara tokoh-tokoh yang berperan adalah :


(1) Imam Syafi'i, Imam Hanafi, Imam Hambali, Imam Maliki (bidang
ilmu fiqih).
(2) Umar bin Khattab (bidang administrasi negara dan pemerintahan
Islam), 
(3) Ibnu Sina dan Ibnu Rusyd (bidang filsafat),
(4) Ibnu Khaldun (bidang sejarah yang sering disebut dengan "bapak
sosiologi Islam").

2. Kebudayaan islam yang berwujud aktivitas

Aktivitas adalah wujud kebudayaan sebagai suatu tindakan berpola


dari manusia dalam masyarakat. Wujud ini sering pula disebut dengan
sistem sosial. Sistem sosial ini terdiri dari aktivitas-aktivitas manusia
yang saling berinteraksi, mengadakan kontak, serta bergaul dengan
manusia lainnya menurut pola-pola tertentu yang berdasarkan adat tata
kelakuan. Sifatnya konkret, terjadi dalam kehidupan sehari-hari, dan
dapat diamati dan didokumentasikan.

9
Contoh kebudayaan Islam yang berwujud aktivitas atau tindakan di
antaranya adalah:

(1) Pemberlakuan hukum Islam seperti potong tangan bagi pencuri


dan hukum razam bagi pezina. 

(2) Penggunaan bahasa Arab sebagai bahasa resmi pemerintahan


Islam pada masa Dinasti Umayyah (masa khalifah Abdul Malik
bin Marwan) memunculkan gerakan ilmu pengetahuan dan
penterjemahan ilmu-ilmu yang berbahasa Persia dan Yunani ke
dalam bahasa Arab. Gerakan ilmu pengetahuan mencapai
puncaknya pada masa Dinasti Abbasiyah, di mana kota Baghdad
dan Iskandariyah menjadi pusat ilmu pengetahuan ketika itu.

(3) Serta permainan seni dalam masyarakat seperti wayang yang


biasa dimainkan oleh masyarakat jawa dan hadrah/rebana yang
biasa dimainkan dalam memperingati hari besar islam.

3. Kebudayaan islam yang berwujud artefak (benda)

Artefak adalah wujud kebudayaan fisik yang berupa hasil dari


aktivitas, perbuatan, dan karya semua manusia dalam masyarakat
berupa benda-benda atau hal-hal yang dapat diraba, dilihat, dan
didokumentasikan. Sifatnya paling konkret diantara ketiga wujud
kebudayaan.

Contoh kebudayaan Islam yang berbentuk hasil karya di antaranya:


seni ukiran kaligrafi yang terdapat di masjid-masjid, arsitektur-
arsitektur masjid dan lain sebagainya.

10
BAB III
PENUTUP

3.1. KESIMPULAN

Hubungan kebudayaan dan agama sebenarnya tidak saling merusak,


seharusnya justru saling mendukung dan mempengaruhi. Ada paradigma yang
mengatakan bahwa ”Manusia yang beragama pasti berbudaya tetapi manusia
yang berbudaya belum tentu beragama”. Jadi, agama dan kebudayaan sebenarnya
tidak pernah bertentangan karena kebudayaan bukanlah sesuatu yang mati, tapi
berkembang terus mengikuti perkembangan jaman. Demikian pula agama, selalu
bisa berkembang di berbagai kebudayaan dan peradaban dunia.

3.2. SARAN

Dalam pembuatan makalah ini pasti terdapat kesalahan baik dalam segi isi,
gaya bahasa, makna dan lain-lain. Maka kami mengharapkan kritik dan sarannya
untuk membangun makalah kami agar menjadi lebih baik lagi. Semoga makalah
ini dapat bermanfaat bagi pembaca.

11
DAFTAR PUSTAKA

Alfian. 1981. Politik, kebudayaan, dan Manusia Indonesi. Jakarta: LP3ES.

Al-masdoosi, Ahmad Abdullah. 1962. Living Religions of the Word: a Socio-


political Sudy, English Renderring by Zavar Ishaq Ansari karachi: Begum
Aisha Bawany Wakf.

Anshari, Endang Saifuddin. 1980. Agama dan Kebudayaan. Surabaya: Bina Ilmu.

Baihaqi, Annizar. 2015. Hubungan Agama dan Kebudayaan. Diperoleh dari


http://baihaqi-annizar.blogspot.com/2015/03/hubungan-agama-dan-
kebudayaan.html diakses pada tanggal 02 November 2019

Asy’ari, Musa. 1999. Filsafat Islam Tentang Kebudayaan. Yogyakarta: LEFSI.

Berger, Peter L. 1991. Langit Suci; Agama Sebagai Realitas Sosial. Jakarta:
LP3ES.

Ismail, Faisal. 1998. Paradigma Kebudayaan Islam, Studi Kritis dan Refleksi
Historis.

Kahmad, Dadang. 2006. Sosiologi Agama. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Kleden, Ignas.  Sikap Ilmiah dan Kritik Kebudayaan.  Jakarta: LP3ES.

Kuntjaraningrat. 1964. Pengantar Antropologi. Jakarta: Universitas Djakarta.

Marzuki, Faisal . 1974. Kebudayaan, Mentalitet, dan Pembangunan. Jakarta:


Gramedia.

Oktaviasurya. 2016. Makalah Agama Dan Kebudayaan. Diperoleh dari


http://oktaviasurya24.blogspot.com/2016/03/makalah-agama-dan-perilaku-
kebudayaan.html diakses pada tanggal 02 November 2019.

Peursen, Cornelis Anthonie A. Van. 1988. Strategi Kebudayaan. Yogyakarta:


Kanisius.

Piliang, Yasraf Amir. 2000.  Hiper Realitas Kebudayaan. Jakarta.

Soedjatmoko. 1980. Dimensi Manusia Dalam Pembangunan. LP3ES. Jakarta.

Suparlan, Parsudi.  Hak Budaya Komuniti Dalam Masyarakat Perkotaan. LP3ES.

12

Anda mungkin juga menyukai