Anda di halaman 1dari 8

Nama :Ilham Budi Utomo

No :27

Kelas :XI TITL 1

Meresume dan Evaluasi Bab 3 Semester 2

BAB II

Prinsip dan Praktik Ekonomi Islam

A.    Pengertian Mu’āmalah

 Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia artinya hal-hal yang termasuk urusan
kemasyarakatan (pergaulan, perdata, dsb).
 Menurut fiqh Islam berarti tukar-menukar barang atau sesuatu yang memberi manfaat dengan
cara yang ditempuhnya, seperti jual-beli, sewa-menyewa, upah-mengupah, pinjam-meminjam,
urusan bercocok tanam, berserikat, dan usaha lainnya.

 Dalam melakukan transaksi ekonomi, Islam melarang umatnya melakukan :

1.      Cara-cara yang batil.


2.      Cara-cara ẓālim (aniaya).
3.      Permainan takaran, timbangan, kualitas, dan kehalalan.
4.      Kegiatan riba.
5.      Cara-cara spekulasi/berjudi.
6.      Transaksi jual-,beli barang haram.

B.     Macam-Macam Mu’āmalah

1) Jual-Beli → kesepakatan tukar-menukar benda untuk memiliki benda tersebut selamanya.


Melakukan jual-beli dibenarkan, sesuai dengan firman Allah Swt. berikut ini:

...‫ۚ َوأَ َح َّل هَّللا ُ ْالبَ ْي َع َو َح َّر َم ال ِّربَا‬....


Artinya:
”... dan Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba...” (Q.S. al-Baqarah/2: 275).
a.      Syarat-Syarat Jual-Beli
1.      Penjual dan pembelinya haruslah:
a)      Ballig,
b)      Berakal sehat,
c)      Atas kehendak sendiri.

2.      Uang dan barangnya haruslah:


a)      Halal dan suci.
b)      Bermanfaat.
c)      Keadaan barang dapat diserahterimakan.
d)      Keadaan barang diketahui oleh penjual dan pembeli.
e)      Milik sendiri.
3.       Ijab Qobul → pernyataan jual-beli agar jual-beli berlangsung dengan dasar suka sama suka.

b. Khiyar

1.      Pengertian Khiyār → bebas memutuskan antara meneruskan jual-beli atau membatalkannya. Penjual
berhak mempertahankan harga barang dagangannya, sebaliknya pembeli berhak menawar atas dasar kualitas
barang yang diyakininya.

2.      Macam-macam Khiyar
a)      Khiyār Majelis → selama penjual dan pembeli masih berada di tempat berlangsungnya
transaksi/tawar-menawar, keduanya berhak memutuskan meneruskan atau membatalkan jual-beli.

b)      Khiyār Syarat → dijadikan syarat dalam jual-beli. Penjual boleh memberi batas waktu kepada
pembeli untuk memutuskan jadi tidaknya  pembelian. Jika pembeli mengiyakan, status barang tersebut
sementara waktu tidak ada pemiliknya dan penjual tidak berhak menawarkan kepada orang lain lagi.
Namun, jika akhirnya pembeli memutuskan tidak jadi, barang tersebut menjadi hak penjual kembali.

c)      Khiyār Aibi (cacat) → pembeli boleh mengembalikan barang yang dibelinya jika terdapat cacat yang
dapat mengurangi kualitas atau nilai barang tersebut, namun hendaknya dilakukan sesegera mungkin.

c.       Ribā
1.      Pengertian Ribā → bunga uang atau nilai lebih atas penukaran barang. Ribā apa pun bentuknya, dalam
syariat Islam hukumnya haram. Sanksi hukumnya juga sangat berat. Semua orang yang terlibat dalam
riba sekalipun hanya sebagai saksi, terkena dosanya juga.

 Guna menghindari riba, jika mengadakan jual-beli barang sejenis harus ditetapkan syarat,
yakni sama timbangan ukurannya, dilakukan serah terima saat itu juga dan secara tunai.
  Jika tidak sama jenisnya, harus tetap secara tunai dan diserahterimakan saat itu juga. Kecuali
barang yang berlainan jenis, dapat berlaku ketentuan jual-beli sebagaimana barang-barang
yang lain.

2.      Macam-Macam Ribā
a) Ribā Faḍli → pertukaran barang sejenis yang tidak sama timbangannya. Kelebihannya itulah yang
termasuk riba.
b) Ribā Qorḍi → pinjam-meminjam dengan syarat harus memberi kelebihan saat mengembalikan. Bunga
pinjaman itulah yang disebut riba.
c) Ribā Yādi → akad jual-beli barang sejenis dan sama timbangannya, namun penjual dan pembeli
berpisah sebelum melakukan serah terima.
d) Ribā Nasi’ah → akad jual-beli dengan penyerahan barang beberapa waktu kemudian.

2)      Utang-piutang 

Utang piutang adalah menyerahkan harta atau benda kepada seseorang dengan catatan akan
dikembalikan pada waktu nanti dan tidak mengubah keadaannya. Memberi utang berarti menolongnya
dan sangat dianjurkan oleh agama.

a. Rukun Utang-piutang

1.      Ada yang berpiutang dan yang berutang


2.      Ada harta atau barang
3.      Ada lafadz kesepakatan.

Untuk menghindari keributan di belakang hari, Allah Swt. menyarankan agar mencatat
dengan baik utang-piutang yang kita lakukan. Jika orang yang berutang tidak dapat melunasi tepat
pada waktunya karena kesulitan, Allah Swt. menganjurkan memberinya kelonggaran.

Jika orang membayar utangnya dengan memberikan kelebihan atas kemauannya sendiri tanpa
perjanjian sebelumnya, kelebihan tersebut halal bagi yang berpiutang, dan merupakan suatu kebaikan
bagi yang berutang.

Jika orang yang berpiutang meminta tambahan pengembalian dari orang yang melunasi utang
dan telah disepakati bersama sebelumnya, hukumnya tidak boleh. Tambahan pelunasan tersebut tidak
halal sebab termasuk riba.

3)      Sewa-menyewa 
Sewa menyewa dalam fiqh Islam disebut ijārah, artinya imbalan yang harus diterima oleh seseorang atas
jasa yang diberikannya, berupa penyediaan tenaga dan pikiran, tempat tinggal, atau hewan.

a.      Syarat dan Rukun Sewa-menyewa


1.      Yang menyewakan dan menyewa harus sudah ballig dan berakal sehat.
2.      Dilangsungkan atas kemauan masing-masing, bukan karena dipaksa
3.      Barang menjadi hak sepenuhnya orang yang menyewakan, atau walinya.
4.      Ditentukan barangnya serta keadaan dan sifat-sifatnya.
5.      Manfaat harus diketahui secara jelas oleh kedua belah pihak
6.      Berapa lama memanfaatkan barang tersebut harus disebutkan dengan jelas.
7.      Harga sewa dan cara pembayarannya harus ditentukan dengan jelas serta disepakati bersama.

 Dalam hal sewa-menyewa atau kontrak tenaga kerja, haruslah diketahui secara jelas dan
disepakati bersama sebelumnya hal-hal berikut.
1)      Jenis pekerjaan dan jam kerjanya.
2)      Berapa lama masa kerja.
3)      Berapa gaji dan bagaimana sistem pembayarannya
4)      Tunjangan-tunjangan seperti transpor, kesehatan, dan lain-lain, kalau ada.

C.    Syirkah

Secara bahasa, berarti mencampurkan dua bagian atau lebih sehingga tidak dapat lagi
dibedakan antara bagian yang satu dengan bagian yang lainnya.

Menurut istilah, artinya suatu akad yang dilakukan oleh dua pihak atau lebih yang bersepakat
untuk melakukan usaha untuk memperoleh keuntungan.

a.       Rukun dan Syarat Syirkah


1. Dua belah pihak yang berakad (‘aqidani) harus memiliki kecakapan (ahliyah) melakukan taṡarruf
(pengelolaan harta).
2. Objek akad yang disebut juga ma’qud ‘alaihi mencakup pekerjaan atau modal yang harus halal dan
diperbolehkan dalam agama dan pengelolaannya dapat diwakilkan.
3. Akad atau yang disebut juga dengan istilah ṡigat dan harus berupa taṡarruf, yaitu adanya aktivitas
pengelolaan.

b.      Macam-Macam Syirkah
1) Syirkah ‘inān adalah syirkah antara dua pihak atau lebih yang masing-masing memberi kontribusi kerja
(amal) dan modal (mal). Syirkah ini hukumnya boleh berdasarkan dalil sunah dan ijma’ sahabat.

2) Syirkah ‘abdān → antara dua pihak atau lebih yang masing-masing hanya memberikan kontribusi kerja
(amal), tanpa kontribusi modal (amal). Dapat berupa kerja pikiran maupun fisik. Syirkah ini juga disebut
syirkah ‘amal.

3) Syirkah wujūh → kerja sama berdasarkan kedudukan, ketokohan, atau keahlian (wujuh) seseorang di
tengah masyarakat, yakni antara dua pihak yang sama-sama memberikan kontribusi kerja (amal) dengan
pihak ketiga yang memberikan konstribusi modal (mal).

4) Syirkah mufāwaḍah → antara dua pihak atau lebih yang menggabungkan semua jenis syirkah di atas dan
boleh dipraktikkan. Keuntungan dibagi sesuai dengan kesepakatan, sedangkan kerugian ditanggung
sesuai dengan jenis syirkahnya.

5) Muḍārabah → akad kerja sama usaha antara dua pihak, di mana pihak pertama menyediakan semua modal
(ṡāhibul māl), pihak lainnya menjadi pengelola atau pengusaha (muḍarrib). Keuntungan dibagi menurut
kesepakatan yang dituangkan dalam kontrak, jika mengalami kerugian, ditanggung oleh pemilik modal
selama kerugian tersebut bukan akibat kelalaian si pengelola karena pengelola harus bertanggung jawab
atas kerugian tersebut jika itu disebabkan olehnya.

6) Musāqah, Muzāra’ah, dan Mukhābarah


a) Musāqah adalah kerja sama antara pemilik kebun dan petani. Pemilik kebun menyerahkan lahannya
kepada petani agar dipelihara dan hasil panennya akan dibagi dua menurut persentase yang ditentukan
pada waktu akad.
b) Muzāra’ah dan Mukhābarah
Muzāra’ah adalah kerja sama dalam bidang pertanian antara pemilik lahan dan petani di mana benih
tanamannya berasal dari petani.
Mukhābarah adalah kerja sama dalam bidang pertanian antara pemilik lahan dan petani di mana benih
tanamannya berasal dari pemilik lahan.

D.    Perbankan

1.      Pengertian Perbangkan
Bank adalah sebuah lembaga keuangan yang bergerak dalam menghimpun dana masyarakat dan
disalurkan kembali dengan menggunakan sistem bunga.

Hakikat dan tujuan bank ialah membantu masyarakat yang memerlukan, baik dalam menyimpan
maupun meminjamkan, baik berupa uang atau barang berharga dengan imbalan bunga yang harus dibayar
oleh pengguna jasa bank.

   Macam-macam bank dilihat dari segi penerapan bunganya:


a. Bank Konvensional
Bank konvensional ialah bank yang fungsi utamanya menghimpun dana untuk disalurkan kepada yang
memerlukan, baik perorangan maupun badan usaha, guna mengembangkan usahanya dengan menggunakan
sistem bunga.

b. Bank Islam atau Bank Syari’ ah


Bank Islam atau Bank Syariah ialah bank yang menjalankan operasinya menurut syariat Islam. Istilah
bunga tidak ada dalam bank Islam. Bank syariah menggunakan beberapa cara yang bersih dari riba,
misalnya :

1) Muḍārabah yaitu kerja sama antara pemilik modal dan pelaku usaha dengan perjanjian bagi hasil dan sama-
sama menanggung kerugian dengan persentase sesuai perjanjian. Pihak bank sama sekali tidak
mengintervensi manajemen perusahaan.

2) Musyārakah yaitu kerja sama antara pihak bank dan pengusaha di mana masing-masing memiliki saham.
Kedua belah pihak mengelola usahanya secara bersama dan menanggung untung ruginya secara bersama
juga.

3) Wadi’ah yaitu jasa penitipan uang, barang, deposito, maupun surat berharga. Amanah dari pihak nasabah
berupa uang atau barang titipan dipelihara dengan baik oleh pihak bank. Pihak bank juga memiliki hak
untuk menggunakan dana yang dititipkan dan menjamin bisa mengembalikan dana tersebut sewaktu-
waktu pemiliknya memerlukan.

4) Qarḍul hasān yakni pembiayaan lunak yang diberikan kepada nasabah yang baik dalam keadaan darurat.
Nasabah hanya diwajibkan mengembalikan simpanan pokok pada saat jatuh tempo. Biasanya layanan ini
hanya diberikan untuk nasabah yang memiliki deposito di bank tersebut sehingga menjadi wujud
penghargaan bank kepada nasabahnya.

5)  Murābahah yaitu istilah dalam fiqh Islam yang menggambarkan suatu jenis penjualan di mana penjual
sepakat dengan pembeli untuk menyediakan suatu produk dengan ditambah jumlah keuntungan tertentu
di atas biaya produksi. Penjual mengungkapkan biaya sesungguhnya yang dikeluarkan dan berapa
keuntungan yang hendak diambilnya. Pembayaran dapat dilakukan saat penyerahan barang atau
ditetapkan pada tanggal tertentu yang disepakati. Bank membelikan atau menyediakan barang yang
diperlukan pengusaha untuk dijual lagi dan bank meminta tambahan harga atas harga pembeliannya.
Namun pihak bank harus secara jujur menginformasikan harga pembelian yang sebenarnya.

E.     Asuransi Syari’ah
1.      Prinsip-Prinsip Asuransi Syari’ ah
Asuransi berasal dari bahasa Belanda, assurantie yang artinya pertanggungan. Dalam bahasa
Arab dikenal dengan at-Ta’min yang berarti pertanggungan, perlindungan, keamanan, ketenangan atau
bebas dari perasaan takut. Si penanggung (assuradeur) disebut mu’ammin dan tertanggung (geasrurrerde)
disebut musta’min.

Dalam Islam, asuransi merupakan bagian dari muāmalah. Kaitan dengan dasar hukum asuransi
menurut fiqh Islam adalah boleh (jaiz) dengan suatu ketentuan produk asuransi tersebut harus sesuai
dengan ketentuan hukum Islam. Pada umumnya, para ulama berpendapat asuransi yang berdasarkan
syari’ah dibolehkan dan asuransi konvensional haram hukumnya.

2.      Perbedaan Asuransi Syari’ ah dan Asuransi Konvensional


Tentu saja prinsip tersebut berbeda dengan yang berlaku di sistem asuransi konvensional, yang
menggunakan prinsip transfer risiko. Seseorang membayar sejumlah premi untuk mengalihkan risiko
yang tidak mampu dia pikul kepada perusahaan asuransi. Dengan kata lain, telah terjadi ‘jual-beli’ atas
risiko kerugian yang belum pasti terjadi. Di sinilah cacat perjanjian asuransi konvensional. Sebab akad
dalam Islam mensyaratkan adanya sesuatu yang bersifatpasti, apakah itu berbentuk barang ataupun jasa. 

Perbedaan yang lain, pada asuransi konvensional dikenal dana hangus, di mana peserta tidak dapat
melanjutkan pembayaran premi ketika ingin mengundurkan diri sebelum masa jatuh tempo. Dalam
konsep asuransi syari’ah, mekanismenya tidak mengenal dana hangus. Peserta yang baru masuk
sekalipun, lantas karena satu dan lain hal ingin mengundurkan diri, dana atau premi yang sebelumnya
sudah dibayarkan dapat diambil kembali, kecuali sebagian kecil saja yang sudah diniatkan untuk dana
tabarru’ (sumbangan) yang tidak dapat diambil.

Evaluasi BAB Prinsip dan Praktik Ekonomi Islam

1.     Perhatikan pernyataan-pernyataan berikut:


1) Setiap transaksi pada dasarnya mengikat orang (pihak) yang melakukan
transaksi itu.
2) Ketentuan-ketentuan dalam transaksi, boleh menyimpang dari aturan
syariat.
3) Setiap transaksi harus dilakukan secara sukarela, tanpa ada unsur paksaan
dari pihak mana pun.
4) Setiap transaksi hendaknya dilandasi dengan niat baik dan ikhlas karena
Allah semata.
5) Transaksi ekonomi antara umat Islam dan umat bukan Islam dibolehkan
walaupun menyimpang dari syariat.
Dari pernyataan-pernyataan tersebut, pernyataan yang termasuk ke dalam
asas-asas transaksi ekonomi dalam Islam ialah ...
E.1,3,dan4.

2.     Perhatikan ungkapan-ungkapan berikut:


1) berakal 4) berhak menggunakan hartanya
2) berilmu 5) dapat melihat
3) ballig
Dengan melihat ungkapan tersebut yang, termasuk syarat-syarat bagi penjual
dan pembeli ialah …. 
B.1,3,dan4.

3.     Contoh jual-beli yang batil ialah …


  E.jual beli minuman keras (khamr)

4.      Hal yang tidak termasuk rukun mudarabah ialah …


D.kerugian dalam waktu berusaha ditanggung oleh mudarib.

5.      Ulama fiqh sepakat bahwa asuransi dibolehkan asal cara kerjanya Islami,
kecuali …
E.para karyawan perusahaan asuransi harus orang Islam.

B.      
1.      5 macam usaha untuk memenuhi kebutuhan dengan tidak halal :
a.       Melakukan pencurian atau mengambil barang yang bukan miliknya
b.      Menjadi rentenir  apalagi yang mengambil keuntungan besar
c.       Bermain judi
d.      Menjual minuman keras
e.       Menjual obat-obat terlarang

2.      Usaha yang harus dilakukan agar transaksi ekonomi bernilai ibadah :


a.       Kegiatan ekonomi haruslah yang halal
b.      Dimulai dengan basmalah
c.       Diakhiri dengan hamdalah
d.      Kegiatan haruslah dengan niat dan tujuan yang baik
e.       Jujur dan adil

3.      3 contoh jual beli yang batil :


 Menjual anak unta yang masih dalam kandungan (hal ini juga termasuk jual beli dengan
sistem tebas)
 Memperjualbelikan burung yang terbang dari pemiliknya
 Jual beli kredit dengan kartu kredit
4.      Jual beli dengan unsur kecurangan itu haram :
Misalnya curang dalam mengurangi timbangan dan takaran. Kecurangan tersebut jelas
merupakan suatu bentuk praktek sariqah (pencurian) terhadap milik orang lain dan tidak
maunbersikap adil dengan sesama. Dengan demikian, bila mengambil milik orang lain melalui
takaran dan timbangan yang curang walaupun sedikit berakibat ancaman dan kecelakaan.

5.      Perbedaan antara bank konvensional dengan bank syariah :


Bank konvensional :
a.       Surat perjanjian dibuat berdasarkan hukum positif yang sedang berlaku
b.      Bunga yang diberikan kepada nasabah berasal dari keuntungan bank meminjamkan dana kepada
nasabah.
c.       Mennyalurkan kredit tanpa harus mengetahui dari mana atau kemana uang tersebut disalurkan,
selama debitur bisa membayar cicilan dengan rutin.
d.      Mempunyai banyak promosi untuk menarik nasabah
Bank Syariah :
a.       Semua transaksi yang dilakukan harus berdasarkan akad yang dibenarkan oleh syariah Islam
berdasarkan Al-Qur’an dan Hadist.
b.      Menggunakan pendekatan bagi hasil untuk mendapatkan keuntungan
c.       Menolak mennyalurkan kredit yang diinvestasikan pada kegiatan bisnis yang melanggar hukum
Islam.
d.      Nasabah diperlakukan sebagaimana mitra atau partner.
ss

Anda mungkin juga menyukai