Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
PENDAHULUAN
1
1.3.5 Untuk mengetahui contoh aplikasi asuhan keperawatan
BAB II
PEMBAHASAN
2
diiinginkan. Kehandalan suatu sistem informasi pada suatu organisasi terletak pada
keterkaitan antar komponen yang ada sehingga dapat dihasilkan dan dialirkan menjadi
suatu informasi yang berguna, akurat, terpercaya, detail, cepat, relevan untuk suatu
organisasi.
System informasi ini diharapkan dapat meningkatkan kualitas pelayanan dalam
mencapai standar mutu pelayanan. Indikator klinik mutu pelayanan antara lain:
pengukuran angka pasien jatuh,angka decubitus, pneumonia nosokomial, infeksi
nosokomial, dan angka kejadian medical error (Lewis, 2003).
System informasi berbasis computer ini akan mengidentifikasi berbagai macam
kebutuhan pasien, mulai dari dokumentasi asuhan keperawatan, dokumentasi pengobatan,
sampai perhitungan keuangan yang harus dibayar oleh pasien terhadap perawatan yang
telah diterima (Callie, 2010).
Di luar negeri kasus hilangnya dokumentasi serta tidak tersedianya
form pengisian tidak lagi menjadi masalah. Hal ini karena pada rumah sakit yang
sudah maju, seluruh dokumentasi yang berkaitan dengan pasien termasuk
dokumentasi asuhan keperawatan telah dimasukkan dalam komputer. Sistem ini sering
dikenal dengan Sistem Informasi Manjemen.
Dokumentasi yang cukup banyak mulai dari pencatatan data pasien, asuhan
keperawatan, administrasi keuangan, catatan medis, catatan data penunjang akan terasa
ringan jika dikomputerisasikan. Model komputerisasi yang digunakan saat ini sudah
mulai berkembang dengan kegiatan yang meminimalkan kerja perawat dalam mencatat
manual dan memaksimalkan upaya yang dilakukan untuk melakukan pelayanan
keperawatan anak dengan memperhatikan prinsip-prinsip perawatan anak. Modal awal
untuk memulai kegiatan mungkin cukup besar antara lain dengan persiapan software
computer dan program yang dikerjakan bersama teman-teman dari teknologi informatika;
pelatihan SDM perawat yang akan melakukan kegiatan, pihak manajerial sebagai
pemegang keputusan akan sangat menentukan keberhasilan program. Namun untuk
kebutuhan jangka panjang akan sangat murah yaitu dengan kegiatan yang lebih banyak
bisa dilakukan untuk pasien, waktu dan tenaga perawat dapat lebih di hemat.
Upaya penerapan model-model pendokumentasian terkomputerisasi tentu saja
bisa dilakukan di Indonesia tergantung dari pengetahuan perawat, kemampuan perawat
3
setelah mengetahui, dan kemauan perawat untuk sama-sama bekerja keras mensukseskan
program. Perawat-perawat anak yang terjerat di dalam rutinitas umumnya sulit untuk
diajak berkembang, dan keadaan ini harus diimbangi dengan upaya managerial untuk
mensupport terlaksananya program melalui program pelatihan, reward and punishment,
keterlibatan aktif manager, dan program evaluasi periodik. Teknologi sistem informasi
keperawatan yang digunakan hendaknya selalu dievaluasi untuk merevisi yang kurang
dan mengembangkan yang sudah ada sesuai kebutuhan program dan pengguna
(Larry,2003).
4
2) Penggunaan sumber biaya lebih efektif,
3) Meningkatkan program perencanaan,
4) Meningkatkan pendayagunaan perawat (Cornelia, 2007).
Menurut American Association of Nurse Executive (1993) dalam Saba & McCormick
(2001) mengemukakan manfaat penting dalam penggunaan informasi teknologi, yaitu:
1) Meningkatkan pemanfaatan sumber daya staf perawat,
2) Meningkatkan pelayanan dalam memonitoring pasien,
3) Meningkatkan dokumentasi,
4) Meningkatkan komunikasi,
5) Meningkatkan perencanaan,
6) Meningkatkan standar praktik keperawatan,
7) Kemampuan menetapkan masalah,
8) Meningkatkan evaluasi keperawatan, dan
9) Mendukung organisasi yang dinamik.
5
manajemen level atas sampai dengan manajemen level paling bawah untuk
memperjuangkan penerapan sistem informasi keperawatan di setiap unit pelayanan
keperawatan. Alasan kurangnya ketersediaan dana untuk mengembangkan sistem
informasi keperawatan merupakan sebuah alasan klasik yang tidak boleh ada lagi.
Apalagi melihat akan pentingnya sistem informasi keperawatan bagi peningkatan kualitas
pelayanan keperawatan khususnya dan pelayanan kesehatan pada umumnya (Cornelia,
2007).
Pendapat diatas didukung juga oleh hasil penelitian Laurie (2008) yang
mengatakan penerapan sistem informasi manajemen terkomputerisasi atau ORMIS (of an
or management information system) memerlukan signifikan komitmen sumber daya
manusia. Kemampuan perawat dituntut untuk bisa menggunakan keahliannya secara
efektif untuk menggunakan teknologi dimana mengubah bentuk data informasi ke dalam
pengetahuan untuk praktek klinis, riset, dan pendidikan. Keinginan dalam membuat
sistem informasi di rumah sakit sangat diharapkan oleh tenaga profesional untuk
membantu pemecahan masalah yang ada.
Pelaksanaan sistem informasi keperawatan di rumah sakit, yakni
mengkombinasikan ilmu komputer, ilmu informasi, dan ilmu keperawatan yang didesain
untuk memudahkan manajemen dan proses pengambilan data, informasi, dan
pengetahuan untuk mendukung pelaksanaan asuhan keperawatan (Davis, 2002). Sistem
informasi keperawatan sedang dikembangkan secara terus menerus dimasa depan ilmu
keperawatan akan bersandar pada kemampuan sistem informasi untuk memudahkan hasil
diagnosa, manajemen, riset, pendidikan, pertukaran informasi, dan kerja sama/kolaborasi.
Saba dan McCormick (2001), mengatakan bahwa integrasi ilmu keperawatan,
ilmu komputer dapat digunakan untuk mengidentifikasi, mengumpulkan, memproses,
mengatur data dan informasi untuk menyokong praktek keperawatan, administrasi,
pendidikan, penelitian, dan pengembangan ilmu keperawatan. Kebutuhan akan sistem
informasi manajemen mendukung perawat dalam membantu pengambilan keputusan.
Kemajuan teknologi di rumah sakit memungkinkan perawat menggunakan sistem
informasi manajemen untuk mendukung dalam pemberian asuhan keperawatan, sehingga
tercapainya mutu asuhan keperawatan yang lebih baik.
6
Menurut Anita (2008) yang melakukan penelitian difokuskan pada
eksplorasi Computerized Provider Order Entry (CPOE) dan dampaknya
terhadap pekerjaan yang dilakukan oleh perawat. Hasilnya CPOE adalah teknologi yang
dirancang mengganti paperbased proses order entry, komunikasi, dan koordinasi dengan
metode otomatis, salah satunya dalam implementasi kolaborasi untuk pemberian resep
obat di perawatan akut. CPOE terbukti dapat meningkatkan efisiensi komunikasi dan
mengurangi kesalahan transkripsi obat-obatan serta mengurangi waktu perawatan pada
pasien, sehingga angka kesakitan dan kematian pasien menurun.
7
menjadi semakin riil dan akurat, karena masalah yang dimunculkan oleh komputer
merupakan analisa baku.
Diagnosa Keperawatan dihasilkan dari analisa yang dilakukan oleh komputer,
berdasarkan data-data yang dimasukan saat pengkajian perawatan. Komputer akan secara
automatis menganalisa data yang ada dan memunculkan masalah keperawatan. Perawat
tinggal memilih etiologi yang ada disesuaikan dengan kondisi pasien. Sehingga di sinilah,
peran perawat tidak bisa digantikan oleh komputer, karena judgment terakhir tetap di
tangan perawat. Apakah masalah yang dimunculkan oleh komputer diterima atau tidak
oleh perawat (Maria, 2009).
Tujuan Keperawatan dalam sistem informasi keperawatan menggunakan Nursing
Outcome Clasification (NOC). Perawat tinggal memilih Label dari NOC yang telah
tersedia pada masing-masing diagnosa keperawatan yang ada, serta menentukan batas
waktu (dalam hari) masalah diperkirakan dapat terselesaikan.
Sedangkan intervensi keperawatan dalam sistem informasi keperawatan
menggunakan Nursing Intervention Clasification (NIC) dan sama dengan membuat
tujuan, perawat tinggal memilih label NIC yang tersedia pada masing-masing diagnosa
keperawatan (Maria, 2009).
Implementasi keperawatan dalam sistem informasi keperawatan menggunakan
label NIC dan aktifitas dalam NIC. Perawat tinggal mengetikan aktifitas-aktifitas
perawatan yang telah dilakukan, menambahkan jam pelaksanaan dan menuliskan
pelaksana dari aktifitas tersebut. Yang istimewa dalam sistem ini adalah implementasi
yang diinputkan oleh perawat dalam dokumentasi asuhan keperawatan langsung
diintegrasikan dengan billing system rumah sakit, sehingga tidak ada double entry dalam
keuangan pasien. Masing masing tindakan perawat telah memiliki harga sendiri sendiri
yang telah disahkan oleh rumah sakit, dan perawat tinggal mendokumentasikan dalam
sistem informasi keperawatan (Laurie, 2008). Sedangkan untuk evaluasi keperawatan
menggunakan hasil penilaian subyek, observasi, analisa, dan planning keperawatan.
8
aplikasi pada webserver dengan mengetikkan pada browser :
http://localhost/askeppneumonia. Pada halaman browser akan muncul seperti pada
gambar
9
b. Pengkajian Pasien, merupakan pencatatan batasan karakteristik dari pasien ketika perawat
melakukan suatu interview.
10
c. Menampilkan hasil Diagnosis, merupakan langkah seorang perawat untuk menampilkan
hasil diagnosa .
11
d. Menampilkan Rencana Tindakan, merupakan langkah seorang perawat untuk
menampilkan rencana tindakan.
e. Menampilkan Tujuan Tindakan, merupakan langkah seorang perawat untuk menampilkan
rencana tindakan.
12
Penerapan sistem informasi keperawatan terkomputerisasi terkait intervensi yang dilakukan
di beberapa RS di Indonesia diharapkan spesifik mulai dari Nursing Out Come (NOC) yang baku
klasifikasi dan jelas kriterianya; Nursing Intervention Clasification (NIC) disusun secara baku
pada setiap klasifikasinya dan disesuaikan juga dengan klasifikasi tujuan (NOC). Perawat tinggal
memilih label NIC yang tersedia pada masing-masing diagnosa keperawatan yang sesuai dengan
tujuan penanganan masalah pasien. Implementasi keperawatan dalam sistem informasi
keperawatan menggunakan label NIC dan aktifitas dalam NIC. Perawat tinggal mengetikan
aktifitas-aktifitas perawatan yang telah dilakukan, menambahkan jam pelaksanaan dan
menuliskan pelaksana dari aktifitas tersebut.
Implementasi yang diinputkan oleh perawat dalam dokumen asuhan keperawatan langsung
diintegrasikan dengan Billing System Rumah Sakit, sehingga tidak ada double entry dalam
keuangan pasien. Masing masing tindakan perawat telah memiliki harga sendiri sendiri yang
telah disahkan oleh rumah sakit, dan perawat tinggal mendokumentasikan dalam SI
Keperawatan. Artinya penulisan implementasinya juga dibakukan sehingga perawat yang
bertugas mengetik sesuai dengan standar yang ditetapkan. Evaluasi kriteria, skala, dan target.
Setelah perawat menentukan kriteria, skala dan target pada hari pertama, maka pada hari
13
berikutnya tinggal memilih skala yang sesuai dengan kondisi pasien, antara 1 – 5, disesuaikan
dengan kondisi pasien.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
14
Sistem informasi manajemen dan sistem informasi keperawatan ini hendaknya
digunakan dengan bijak dan maksimal oleh pihak-pihak instansti terkait agar dapat
tercapainya mutu pelayanan yang semakin baik dan memenuhi keinginan pengguna fasilitas
kesehatan.
DAFTAR PUSTAKA
15