Anda di halaman 1dari 32

DISKUSI KELOMPOK

KEPERAWATAN MATERNITAS II
DENGAN KASUS PREEKLAMPSIA PADA KEHAMILAN
Diajukan untuk memenuhi tugas DISKEL
Dosen Koordinator : Hemi Fitriani, M.Kep.,Ners.,Sp.Kep.Mat
Dosen Pembimbing : Murtiningsih, M.Kep.,Ns.Sp.Mat

Kelompok H
Ketua : Sendy Oktaviani (213118105)
Scriber 1 : Ditta Octaviani (213118016)
Scriber 2 : Berliana Pebrianty (213118060)

Anggota :
Sevia Mariana (213118026) Sendy Oktaviani (213118105)
Siti Laela Saida W (213118096) Hasna Haniah (213118111)
Via Rismaya (213118052) Indri Maharani (213118117)
Sauh Dewi Sunshine (213118144) Anisa Fauziah (213118127)
Intan Kania M. D (213118071) Maeresqy Amaliya (213118134)
Ditta Octaviani Putri W (213118016) Mahmud Maulana S (213118151)
Rurik Mistarudin (203118091) Sely Nurmalasari (213118088)
Berliana Pebrianty H (213118060) Salma Ar-Rum (213118035)

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN (S-1)

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN JENDERAL ACHMAD YANI

CIMAHI

2020
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji bagi Allah Tuhan Semesta Alam, yang telah
memberikan rahmat dan hidayat-Nya sehingga kami mampu menyelesaikan laporan
ini dengan kemudahan. Shalawat serta salam kita sanjungkan kepangkuan alam Nabi
Muhammad SAW yang telah membawa umat manusia dari alam kebodohan ke alam
yang berilmu pengetahuan seperti yang kita rasakan pada saat ini.

Laporan ini telah kami kerjakan berdasarkan bantuan internet, kamus


kedokteran, beberapa buku sumber dan jurnal, sehingga mempermudah mencari
informasi. Dengan bersungguh-sungguh dan hati yang ikhlas kami menyelesaikan
laporan ini dengan tepat waktu.

Laporan ini disusun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari berbagai
pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan laporan ini. Untuk itu kami
menyampaikan terima kasih kepada pihak yang telah berkontribusi dan memberikan
sumbang sarannya dalam penyelesaian laporan ini.

Kami berharap semoga laporan tentang ini dapat memberikan manfaat kepada
pembaca agar dapat memahami semua seputar dunia kesehatan.

Cimahi, 4 April 2020

Penulis

i
ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR....................................................................................................i

DAFTAR ISI.................................................................................................................ii

BAB I.............................................................................................................................1

PENDAHULUAN.........................................................................................................1

A. Latar Belakang................................................................................................1

B. Batasan Masalah..............................................................................................2

C. Rumusan Masalah...........................................................................................2

D. Tujuan..............................................................................................................2

E. Metode penyusunan.........................................................................................3

BAB II...........................................................................................................................4

PEMBAHASAN............................................................................................................4

A. Skenario Kasus................................................................................................4

B. Step 1 Klasifikasi Istilah.................................................................................4

C. Step 2 Identifikasi masalah.............................................................................4

D. Step 3 Analisa Masalah...................................................................................4

BAB III........................................................................................................................21

PENUTUP...................................................................................................................21

A. Kesimpulan....................................................................................................21

B. Saran..............................................................................................................21

DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................22

ii
iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Preeklampsia merupakan kelainan yang ditemukan pada waktu kehamilan
yang ditandai dengan berbagai gejala klinis seperti hipertensi, proteinuria, dan
edema yang biasanya terjadi setelah umur kehamilan 20 minggu sampai 48 jam
setelah persalinan. Sedangkan eklampsia adalah kelanjutan dari preeklampsia
berat dengan tambahan gejala kejang-kejang atau koma. Menurut World Health
Organization (WHO, 2001), angka kejadian preeklampsia berkisar antara 0,51%
- 38,4%. Preeklampsia dan eklampsia di seluruh dunia diperkirakan menjadi
penyebab kira-kira 14% (50.000-75.000) kematian maternal setiap tahunnya
(Hak lim, 2009). Angka kejadian preeklampsia di Amerika Serikat sendiri kira-
kira 5% dari semua kehamilan, dengan gambaran insidensinya 23 kasus
preeklampsia ditemukan per 1.000 kehamilan setiap tahunnya (Joseph et al,
2008). Sementara itu di tiap-tiap negara angka kejadian preeklampsia
berbedabeda, tapi pada umumnya insidensi preeklampsia pada suatu negara
dilaporkan antara 3-10 % dari semua kehamilan (Prawirohardjo, 2006). Salah
satu penyebab kematian maternal di Indonesia adala faktor predisposisi
preeklampsia/eklampsia antara lain adalah paritas, umur ibu hamil kurang dari
20 tahun dan lebih dari 35 tahun, diabetes melitus, hipertensi kronik, riwayat
keluarga dengan preeklampsia, dan penyakit vaskuler ginjal (Offord,2002).
Catatan statistik seluruh dunia menunjukkan dari insidensi 5%-8% preeklampsia
dari semua kehamilan, terdapat 12% lebih diantaranya dikarenakan oleh
primigravida. Menurut data The New England Journal of Medicine pada
kehamilan pertama risiko terjadi preeklampsia sebanyak 3,9%, kehamilan kedua
1,7%, dan kehamilan ketiga 1,8% (Rozikhan, 2006). Angka kejadian
preeklampsia/eklampsia akan menurun pada ibu dengan paritas 1-3 kali, namun
pada paritas tinggi akan terjadi lagi peningkatan angka kejadian
preeklampsia/eklampsia (Offord, 2002). h preeklampsia-eklampsia Sindrom
preeklampsia ringan dengan hipertensi, edema dan proteinuria sering tidak
diketahui atau tidak diperhatikan oleh wanita yang bersangkutan. Sehingga tanpa
disadari preeklampsia ringan akan berlanjut menjadi preeklampsia berat, bahkan
eklampsia pada ibu hamil (Prawirohardjo, 2006).

1
B. Batasan Masalah

1) Step 1 : Klarifikasi Istilah

2) Step 2 : Identifikasi Masalah

3) Step 3 : Analisa Kasus

C. Rumusan Masalah

Dari latar belakang diatas dapat diambil rumusan masalah sebagai berikut:

1. Gangguan kehamilan yang dialami ibu?


2. Apakah faktor resiko yang bisa terjadi pada ibu yang mengalami
gangguan tersebut?
3. Pemeriksaan apa saja yang harus dilakukan ?
4. Apa data data yang dipakai untuk menentukan gangguan yang dialami
ibu ?
5. Bagaimana proses perjalanan penyakitnya ?
6. Apa komplikasi yang dapat muncul ?
7. Bagaiman tindakan medis yang dilakukan dan tindakan penatalaksanaan
komplikasi ?
8. Bagaimana asuhan keperawataan pada kasus tersebut ?

D. Tujuan
Dari rumusan masalah diatas dapat diambil tujuan sebagai berikut :
a. Mengetahui gangguan apa yang dialami ibu
b.Mengetahui faktor resiko yang dialami sehinggan mengalami gangguan
tersebut
c. Mengetahui pemeriksaan apa saja yang dilakukan
d. Mengetahui data apa saja yang dipakai untuk mengetahui gangguan yang
dialami ibu
e. Mengetahui proses perjalanan penyakitnya
f. Mengetahui apa komplikasi yang dapat muncul
g. Mengetahui tindakan medis yang dilakukan dan tindakan penatalaksanaan
komplikasi
h. Mengetahui asuhan keperawataan pada kasus tersebut

2
E. Metode Penyusunan

Metode penulisan yang digunakan untuk penulisan makalah ini


menggunakan metode deskriptif yaitu dengan cara :

1. Studi Pustaka

Yaitu suatu pengumpulan data yang diperoleh dengan cara penelusuran buku-
buku tentang tata tulis karya ilmiah untuk memperoleh ketentuan dasar
terhadap materi yang dihadapi.

2. Pencarian Dari Internet

Yaitu penelusuran dari berbagai macam alamat web yang mengenai


materi tentang tata tulis karya ilmiah yang ada di dalam internet untuk
memperoleh materi yang dihadapi.

3
4
BAB II

PEMBAHASAN

A. Skenario Kasus

Seorang ibu, usia 188 tshun, hsmil 28 minggu G1P0A0, dstsng ke poli
kandungan dengan keluhan pusing, mual dan pandangan tidak jelas. Hasil
pemeriksaan didapatkan tekanan darah 180/100 mmHG, nadi 80x/mnt, berat
badan 155cm, DJJ 145x/mnt, pergerakan janin aktif. Hasil pemeriksaan uri
dinyatakan proteinuria.

B. STEP 1 Klasifikasi Istilah

1. Pertanyaan :
a) Proteinuria (sauh dewi)
2. Jawaban :
a) Suatu kondisi dimana urine mengandung jumlah protein yang tidak
normal (anisa)
C. STEP 2 IDENTIFIKASI MASALAH
1. Gangguan kehamilan apa yang dialami oleh ibu ?
2. Faktor resiko apa saja yang ada pada ibu sehingga mengalami gangguan
tersebut?
3. Pemeriksaan apa saja yang harus dilakukan pada ibu?
4. Data data apayang dipakai untuk menentukan gangguan yang dialami ibu?
5. Bagaiman proses perjalanan penyakitnya?
6. Komplikasi yang dapat muncul?
7. Bagaiman tindakan medis yang dilakukan dan tindakan penatalaksanaan
komplikasi ?
8. Bagaiman asuhan keperawatan pada kasus tersebut?
D. STEP 3 ANALISA MASALAH
1. Preeklamsia
Penjelasan :
a) Preeklampsia adalah sekumpulan gejala yang timbul pada wanita
hamil, bersalin dan nifas yang terdiri dari hipertensi, edema dan
protein uria tetapi tidak menjukkan tanda-tanda kelainan vaskuler atau
hipertensi sebelumnya, sedangkan gejalanya biasanya muncul setelah
kehamilan berumur28 minggu atau lebih (Rustam Muctar, 1998).
Tidak berbeda dengan definisi Rustam, (Manuaba, 1998)
mendefinisikan bahwa preeklampsia (toksemiagravidarum) adalah
tekanan darah tinggi yang disertai dengan proteinuria(protein dalam air
kemih) atau edema (penimbunan cairan), yang terjadi padakehamilan

4
5

20 minggu sampai akhir minggu pertama setelah persalinan. Selainitu,


(Mansjoer, 2000) mendefinisikan bahwa preeklampsia adalah
timbulnya hipertensi disertai proteinuria dan edema akibat kehamilan
setelah usia kehamilan 20 minggu atau segera setelah persalinan.
(Mansjoer, 2000). Menurutkamus saku kedokteran Dorland,
Preeklampsia adalah toksemia pada kehamilan lanjut yang ditandai
oleh hipertensi, edema, roteinuria.
b) Preeklampsia ialah penyakit dengan tanda-tanda hipertensi, edema dan
protein urine yang timbul karena kehamilan. Penyakit ini umumnya
timbul dalam triwulan ke-3 kehamilan. Hipertensi biasanya timbul
lebih dulu daripada tanda-tanda lain. Umumnya untuk menegakkan
diagnostik pre-eklampsia, kenaikan tekanan siskolik harus 30 mmHg
atau lebih di atas tekanan yang biasanya ditemukan, atau mencapai
140 mmHg atau lebih. Apabila tekanan diastolik naik hingga 15
mmHg atau lebih atau mencapai 90 mmHg atau lebih, Maka diagnosis
hipertensi dapat dibuat. Penentuan TD dilakukan minimal 2x dengan
jarak 6 jam pada keadaan istirahat (Menurut Sarwono, 2005 “Ilmu
Kebidanan”).
c) Preeklamsia adalah kondisi peningkatan tekanan darah disertai dengan
adanya protein dalam urine. Kondisi ini terjadi setelah usia kehamilan
lebih dari 20 minggu.
d) Preeklamsia harus diberikan penanganan untuk mencegah komplikasi
dan mencegahnya berkembang menjadi eklamsia yang dapat
mengancam nyawa ibu hamil dan janin. Salah satu faktor yang dapat
meningkatkan risiko terjadinya preeklampsia adalah ibu hamil berusia
lebih dari 40 tahun. ( siti laela )

2. Faktor resiko yg terjadi pada ibu sehingga kemungkinan mengalami


preeklamsi adalah
a) obesitas yg di alami oleh ibu
b) usia ibu yg mengalami kehamilan di usia 18 thn. Karena ibu hamil yg
berumur <20 tahun lebih beresiko untuk terkena preeklamsi
c) biasanya terjadi pada kehamilan pertama yaitu kehamilan muda <20
tahun
d) kemungkinan riwayat kluarga yg mengalami preeklamsi

Berbagai faktor risiko dapat menjadi penyebab preeklampsia terjadi pada


ibu hamil, yaitu: Ibu memiliki riwayat atau masalah kesehatan lain seperti,
diabetes melitus, penyakit ginjal, tekanan darah tinggi, lupus, atau sindrom
antifosfolipid. Ibu yang memiliki jeda kehamilan 10 tahun dengan kehamilan
sebelumnya ( siti laela dan maeresqy )
6

3. Pemeriksaan fisik :
a. Pemeriksaan tekanan darah (sevia )
b. Pemeriksaan oedema/tidak (maeresqy)
Penunjang : pemeriksaan lab , USG, CTG,radiologi
4. a. tekanan darah tinggi (intan)
c. peningkataan protein pada urine (anisa)
d. dalam kasus preeklamsi bumil mengalami penakan bb yang berlebihan
(intan)
e. adanya oedem dijari,muka (anisa)
f. Adanya oedem pada ekstremitas
g. Edema pedal terjadi saat cairan berkumpul di kaki bagian atas dan bawah.
h. Edema limfedema adalah pembengkakan di lengan dan kaki  
i. Edema pada jari –jari tangan
j. Edema di wajah atau di kelopak mata (anis)
5. Patofisiologis
Pada pre eklampsia terjadi spasme pembuluh darah disertai dengan retensi
garam dan air. Pada biopsi ginjal ditemukan spasme hebat arteriola
glomerulus. Pada beberapa kasus, lumen arteriola sedemikian sempitnya
sehingga hanya dapat dilakui oleh satu sel darah merah. Jadi jika semua
arteriola dalam tubuh mengalami spasme, maka tenanan darah akan naik
sebagai usaha untuk mengatasi tekanan perifer agar oksigenasi jaringan dapat
dicukupi. Sedangkan kenaikan berat badan dan edema yang disebabkan oleh
penimbunan air yang berlebihan dalam ruangan interstitial belum diketahui
sebabnya, mungkin karena retensi air dan garam. Proteinuria dapat disebabkan
oleh spasme arteriola sehingga terjadi perubahan pada glomerulus (Sinopsis
Obstetri, Jilid I, Halaman 199).
Pada preeklampsia yang berat dan eklampsia dapat terjadi perburukan
patologis pada sejumlah organ dan sistem yang kemungkinan diakibatkan oleh
vasospasme dan iskemia (Cunniangham,2003).
Wanita dengan hipertensi pada kehamilan dapat mengalami peningkatan
respon terhadap berbagai substansi endogen (seperti prostaglandin,tromboxan)
yang dapat menyebabkan vasospasme dan agregasi platelet. Penumpukan
trombus dan perdarahan dapat mempengaruhi sistem saraf pusat yang ditandai
dengan sakit kepala dan defisit syaraf lokal dan kejang. Nekrosis ginjal dapat
menyebabkan penurunan laju filtrasi glomelurus dan proteinuria. Kerusakan
hepar dari nekrosis hepatoseluler menyebabkan nyeri epigastrium dan
peningkatan tes fungsi hati. Manifestasi terhadap kardiovaskuler meliputi
penurunan volume intavaskuler, meningkatnya kardiakoutput dan peningkatan
tahanan pembuluh perifer. Peningkatan hemolisis microangiopati
menyebabkan anemia dan trobositopeni. Infark plasenta dan obstruksi
plasenta menyebabkan pertumbuhan janin terhambat bahkan kematian janin
dalam rahim (Michael,2005).
7

Perubahan pada organ :


a. Perubahan kardiovaskuler
Gangguan fungsi kardiovaskuler yang parah sering terjadi pada
preeklamsia dan eklampsia. Berbagai gangguan tersebut pada dasarnya
berkaitan dengan peningkatan afterload jantung akibat hipertensi, preload
jantung yang secara nyata dipengaruhi oleh berkurangnya secara patologis
hipervolemia kehamilan atau yang secara iatrogenik ditingkatkan oleh
larutan onkotik / kristaloid intravena, dan aktifasi endotel disertai
ekstravasasi kedalam ekstravaskuler terutama paru (Cunningham,2003).
b. Metabolisme air dan elektrolit
Hemokonsentrasi yang menyerupai preeklampsia dan eklampsia
tidak diketahui penyebabnya . jumlah air dan natrium dalam tubuh lebih
banyak pada penderita preeklamsia dan eklampsia dari pada wanita hamil
biasa atau penderita dengan hipertensi kronik. Penderita preeklamsia tidak
dapat mengeluarkan dengan sempurna air dan garam yang diberikan. Hal
ini disebabkan oleh filtrasi glomerulus menurun, sedangkan penyerapan
kembali tubulus tidak berubah. Elektrolit, kristaloid, dan protein tidak
mununjukkan perubahan yang nyata pada preeklampsia. Konsentrasi
kalium, natrium, dan klorida dalam serum biasanya dalam batas normal
(Trijatmo,2005).
c. Mata
Dapat dijumpai adanya edema retina dan spasme pembuluh darah.
Selain itu dapat terjadi ablasio retina yang disebabkan oleh edema
intraokuler dan merupakan salah satu indikasi untuk melakukan terminasi
kehamilan. Gejala lain yang menunjukkan pada preeklampsia berat yang
mengarah pada eklampsia adalah adanya skotoma, diplopia dan
ambliopia. Hal ini disebabkan oleh adaanya perubahan peredaran darah
dalam pusat penglihatan dikorteks serebri atau didalam retina
(Rustam,1998).
d. Otak
Pada penyakit yang belum berlanjut hanya ditemukan edema dan
anemia pada korteks serebri, pada keadaan yang berlanjut dapat
ditemukan perdarahan (Trijatmo,2005).
e. Uterus
Aliran darah ke plasenta menurun dan menyebabkan gangguan
pada plasenta, sehingga terjadi gangguan pertumbuhan janin dan karena
kekurangan oksigen terjadi gawat janin. Pada preeklampsia dan eklampsia
sering terjadi peningkatan tonus rahim dan kepekaan terhadap
rangsangan, sehingga terjad partus prematur.
f. Paru-Paru
Kematian ibu pada preeklampsia dan eklampsia biasanya
disebabkan oleh edema paru yang menimbulkan dekompensasi kordis.
Bisa juga karena aspirasi pnemonia atau abses paru (Rustam, 1998).
8

Hubungan endotel dengan preeklamsia


Endotel adalah lapisan sel yang melapisi dinding vaskular yang
menghadap ke lumen dan melekat pada jaringan subendotel yang terdiri atas
kolagen dan berbagai glikosaminoglikan termasuk fibronektin. Dahulu
dianggap bahwa fungsi endotel adalah sebagai barrier struktural antara
sirkulasi dengan jaringan di sekitarnya, tetapi sekarang telah diketahui bahwa
endotel berfungsi mengatur tonus vaskular, mencegah trombosis, mengatur
aktivitas sistem fibrinolisis, mencegah perlekatan leukosit dan mengatur
pertumbuhan vaskular. Substansi vasoaktif yang dikeluarkan endotel antara
lain nitric oxide (NO) yang juga disebut endothelial-derived relaxing
factor(EDRF), endothelial-derived hyperpolarizing factor (EDHF),
prostasiklin (PGI2), bradikinin, asetilkolin, serotonin dan histamine. Substansi
vasokonstriktor antara lain endothelin, platelet activating factor (PAF),
angiotensin II, prostaglandin H2, trombin dan nikotin. Endotel juga berperan
pada hemostasis dengan mempertahankan permukaan yang bersifat
antitrombotik. Melalui ekspresi trombomodulin, endotel membantu trombin
dalam mengaktifkan protein C menjadi protein C aktif. Selain itu endotel juga
mensintesis protein S yang bekerja sebagai kofaktor protein C dalam
menginaktivasi factor Va dan factor VIIIa. Endotel juga mensintesis factor
von Willebrand (vWF) yang berfungsi dalam proses adhesi trombosit dan
9

sebagai pembawa factor VIII. Faktor von Willerand disimpan di dalam


Weibel-Palade bodies. Sekresi vWF dapat terjadi melalui 2 mekanisme yaitu
secara konstitutif dan secara inducible.
Endotel juga berperan dalam sistem fibrinolisis melalui pelepasan tissue
plasminogen activator (tPA) yang akan mengaktifkan plasminogen menjadi
plasmin. Namun endotel juga mensintesis plasminogen activator inhibitor-
1(PAI-1) yang berfungsi menghambat tPA. Jika endotel mengalami gangguan
oleh berbagai hal seperti shear stress hemodinamik, stress oksidatif maupun
paparan dengan sitokin inflamasi dan hiperkolesterolemia, maka fungsi
pengatur menjadi abnormal dan disebut disfungsi endotel. Pada keadaan ini
terjadi ketidakseimbangan substansi vasoaktif sehingga dapat terjadi
hipertensi. Disfungsi endotel juga menyebabkan permeabilitas vaskular
meningkat sehingga menyebabkan edema dan proteinuria. Jika terjadi
disfungsi endotel maka pada permukaan endotel akan diekspresikan molekul
adhesi. seperti vascular cell adhesion molecule-1(VCAM-1) dan intercellular
cell adhesion molecule-1 (ICAM-1). Peningkatan kadar soluble VCAM-1
ditemukan dalam supernatant kultur sel endotel yang diinkubasi dengan serum
penderita preeklampsia, tetapi tidak dijumpai peningkatan molekul adhesi lain
seperti ICAM-1 dan E-selektin.21 Oleh karena itu diduga VCAM-1
mempunyai peranan pada preeklampsia. Namun belum diketahui apakah
tingginya kadar sVCAM-1 dalam serum mempunyai hubungan dengan
beratnya penyakit. Disfungsi endotel juga mengakibatkan permukaan non
trombogenik berubah menjadi trombogenik, sehingga bisa terjadi aktivasi
koagulasi. Sebagai petanda aktivasi koagulasi dapat diperiksa D-dimer,
kompleks trombin-antitrombin, fragmen protrombin 1 dan 2 (F1.2) atau fibrin
monomer. Berdasarkan adanya hipertensi, edema dan proteinuria diduga
disfungsi endotel memegang peranan pada patogenesis preeklampsia. Oleh
karena itu tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah memang pada
preeklampsia terjadi disfungsi endotel dengan memeriksa kadar sVCAM-1,
vWF dan fibrin monomer. Juga akan dianalisis apakah terdapat hubungan
antara disfungsi endotel dengan beratnya penyakit.

6. Komplikasi yang dapat muncul pada preeklamsia


a) solusio plasenta,
b) kerusakan hati,
c) edema paru,
d) gagal ginjal,
e) masalah perdarahan,
f) komplikasi bayi yg lahir terlalu dini karena untuk mengatasi
preeklamsi (Indri)
Komplikasi yang bisa menyerang janin :
a) Pertumbuhan janin terhambat / intrauterine growth restriction (IGR)
b) Bayi lahir prematur (sebelum 37 minggu)
c) Bayi lahir dengan BB rendah (<2500 gram)
10

d) Neonatal respiratory distress syndrome (RDS), gangguan pernafasan


yang mempengaruhi bayi baru lahir. (sely)
e) Kejang-kejang (eklampsia)
Eklampsia merupakan jenis komplikasi preeklampsia dengan
kondisi kejang otot yang dapat dialami wanita hamil. Kondisi ini kerap
muncul dari minggu 20 kehamilan atau beberapa waktu setelah
melahirkan (intan)
f) kematian ibu dan janin (maeresqy)
g) HELP sindrom (hasna)
Sindrom HELLP adalah rangkaian kejadian yang dapat
mengancam kehamilan. HELLP merupakan singkatan dari tiga
kondisi, yaitu:
a. H (hemolisis) : kerusakan atau hancurnya sel darah merah,
yang memiliki tugas untuk mengangkut oksigen dari paru paru
ke seluruh tubuh
b. EL (elevated liver enzymes) : meningkatnya kadar enzim yang
dihasilkan organ hati, akibat gangguan fungsi hati
c. LP (low platelets count) : rendahnya kadar keeping darah
(trombosit).
7. Tata laksana preeklampsia dan eklampsia :
a. Konservatif
1) Isolasi :
Pasang kateter
2) Obat-obatan :
 infus dextr 5%
 valium 120gr/24jam
 MgSO4
 Litik koktil :
 Largatil 50
 Pethidin 100
 Promethazine 50
3) observasi :
 konvulsi da n koma
 reaksi pengobatan
 diuresis
 kesadaran fisik
 kriteria eden
 lamanya 2×24 jam
4) konsultasi :
 penyakit dalam
 penyakit mata
 anestesia
11

 dokter anak

Obat anti hipertensi


1. Metildopa
Obat ini biasanya diminum 2 atau 3 kali sehari. Dosisnya bervariasi pada
setiap pasien, dengan dosis maksimal hingga 3.000 mg per hari. Selain
aman bagi ibu hamil, metildopa juga aman digunakan selama masa
menyusui. Jika pasien tidak dapat menggunakan metildopa, maka pilihan
berikutnya adalah anti hipertensi golongan calcium channel blocker, yaitu
nifedipine atau verapamil oral.
2. Nifedipine
Pada kasus hipertensi berat pada kehamilan (tekanan darah sistolik sama
dengan atau lebih dari 160 mmHg dan diastolik sama dengan atau lebih
dari 105 mmHg), biasanya digunakan terapi obat yang diberikan secara
intravena alias infus. Obat yang biasa digunakan adalah nifedipine tetapi
dalam bentuk infus.

Kortikosteroid adalah obat yang mengandung hormon steroid yang berguna


untuk menambah hormon steroid dalam tubuh bila diperlukan, dan
meredakan peradangan atau inflamasi, serta menekan kerja sistem kekebalan
tubuh yang berlebihan.

a. Mekanisme Kortikosteroid dalam Pematangan Paru Intrauterin


Pemberian kortikosteroid sebelum paru matang akan memberikan efek
berupa peningkatan sintesis fosfolipid surfaktan pada sel pneumosit tipe II
dan memperbaiki tingkat maturitas paru. Kortikosteroid bekerja dengan
menginduksi enzim lipogenik yang dibutuhkan dalam proses sintesis
fosfolipid surfaktan dan konversi fosfatidilkolin tidak tersaturasi menjadi
fosfatidilkolin tersaturasi, serta menstimulasi produksi antioksidan dan
protein surfaktan. Efek fisiologis glukokortikoid pada paru meliputi
peningkatan kemampuan dan volume maksimal paru, menurunkan
permeabilitas vaskuler, meningkatkan pembersihan cairan paru, maturasi
struktur parenkim, memperbaiki fungsi respirasi, serta memperbaiki respon
paru terhadap pemberian terapi surfaktan post natal.
Pemberian kortikosteroid pada saat antenatal terhadap fungsi paru
neonatus terjadi melalui dua mekanisme, yaitu memicu maturasi arsitektur
paru dan menginduksi enzim paru yang bermain dalam maturasi secara
biokimia. Dalam embriogenesis paru, alveoli tersusun atas 2 tipe sel, yaitu
pneumosit tipe 1 (berperan untuk pertukaran gas di alveoli) dan tipe 2
(berfungsi untuk produksi dan sekresi surfaktan). Adanya kortikosteroid
mempercepat perkembangan dari kedua sel tersebut, seperti secara histologi
sel epitel menjadi lebih gepeng, penipisan septa alveoli, serta peningkatan
sitodiferensiasi. Selain itu, obat tersebut secara khusus menstimulasi sintesis
12

fosfolipid dan pelepasan surfaktan. Kortikosteroid akan memasuki pneumosit


tipe 2 fetal dan berikatan dengan reseptornya di intraseluler sehingga
membentuk kompleks kortikosteroid-reseptor. Kompleks tersebut akan
berikatan dengan glucocorticoid response element (GRE) yang berada di
sepanjang genom. Akibatnya, terjadi peningkatan transkripsi gen tertentu dan
menghasilkan messenger ribonucleic acid (mRNA) yang akan ditranslasi
menjadi protein spesifik (choline-phosphate cytidylyltransferase). Akhirnya,
proses enzimatik tersebut menstimulasi sintesis fosfolipid.

b. Dosis dan Tehnik Pemberian Kortikosteroid


Betametason dan deksametason adalah kortikosteroid sintetis kerja
panjang dengan potensi glukokortikoid yang serupa dan efek
mineralokortikoid yang tidak bermakna. Adanya perbedaan dalam hal ikatan
dengan albumin, transfer plasenta dan afinitas pada reseptor kortikosteroid,
maka dibutuhkan dosis kortisol, kortison, hidrokortison, prednisone dan
prednisolon yang lebih tinggi untuk mencapai ekuivalensi dosis yang sama
dengan deksametason dan betametasone pada janin. Deksametason dan
betametason merupakan long acting glucocorticoids dimana keduanya
mampu menembus plasenta dalam bentuk aktif. Betametason tersedia dalam
bentuk betamethasone sodium phosphate solution dengan waktu paruh 36-72
jam dan betamethasone acetate suspension dengan waktu paruh relatif lebih
lama. Deksametason secara umum tersedia dalam bentuk deksametason
sodium phosphate solution dengan waktu paruh 36-72 jam. Regimen yang
sering digunakan adalah 2 kali dosis 12 mg betametason intramuscular
dengan interval 24 jam dan 4 kali dosis 6 mg deksametason dengan interval
12 jam intramuskular. Betametasone injeksi sulit ditemukan di Indonesia dan
sangat mahal sehingga deksametason lebih sering digunakan karena lebih
murah dan lebih mudah ditemukan.
Regimen pemberian kortikosteroid yang direkomendasikan oleh Royal
College of Obstetricians and Gynaecologists (RCOG) tahun 2010 adalah 2
dosis betametasone 12 mg berjarak 24 jam dari dosis pertama, diberikan
intramuskuler atau 4 dosis deksametason 6 mg tiap 6 jam, diberikan
intramuskuler. Menurut rekomendasi dari RCOG setiap klinisi sepatutnya
menawarkan pemberian terapi kortikosteroid antenatal ini pada setiap wanita
dengan risiko persalinan preterm dengan usia kehamilan 24 minggu + 0 hari
hingga 34 minggu + 6 hari.
Betametason dan deksametason adalah antenatal kortikosteroid yang
digunakan dalam penurunan respiratory distress syndrome (RDS). RDS
terkait dengan imaturitas struktur dan fungsi paru yang ditentukan dengan
rasio lesitin/sfingomielin (L/S) sebagai gold standard. Suatu penelitian telah
dilakukan untuk menganalisis penggunaan deksametason dengan dosis lebih
rendah dalam mempercepat maturitas paru janin. Pemberian deksametason
antara dosis 4 mg dan 6 mg setiap 12 jam selama 2 hari pada ibu hamil
13

dengan resiko persalinan preterm tidak menunjukkan perbedaan nilai rasio


L/S.
Deksametason secara intramuskular lebih dipilih karena rute
intramuskular memiliki pelepasan yang lebih lambat dengan durasi yang lebih
lama. Administrasi intravena tidak direkomendasikan karena akan memberi
paparan kortikosteroid terhadap wanita hamil dan janinnya dengan
konsentrasi tinggi pada tahap awal sehingga meningkatkan efek samping
akibat penetrasi deksametason secara cepat ke plasenta. Deksametason
diberikan 4 kali dosis selama 2 hari karena terapi kortikosteroid antenatal
dilakukan menyerupai paparan kortikosteroid endogen yang terjadi selama
kehamilan dimana induksi kortisol endogen pada ibu juga terjadi selama 48
jam (2hari), sehingga durasi deksametason juga diberikan selama 2 hari

Penanganan kejang untuk komplikasi :


a. Beri obat anti konvulsan (MgSO4 )
b. Perlengkapan untuk penanganan kejang (jalan nafas, sedotan,
masker dan balon, oksigen)
c. Beri oksigen 4-6 liter per menit
d. Lindungi pasien dari kemungkinan trauma, tetapi jangan diikat
terlalu keras
e. Baringkan pasien pada sisi kiri untuk mengurangi risiko aspirasi
f. Setelah kejang, aspirasi mulut dan tenggorokkan jika perlu

Pemberian Magnesium Sulfat untuk Pre-eklampsia


Dosis awal
a. MgSO4 4 gr IV sebagai larutan 20% selama 5 menit
b. Diikuti Mg SO4 (50%) 5 g IM dengan 1 ml lignokain 2%
c. Pasien akan merasa agak panas sewaktu pemberian MgSO4
Dosis pemeliharaan
a. MgSO4 (50%) 5g + lignokain 2 % 1 ml IM setiap 4 jam
b. Lanjutkan sampai 24 jam pascapersalinan atau kejang terakhir.
c. Sebelum pemberian MgSO4 periksa :
d. Reflek patella positif
e. Pernafasan > 16x/mnt
f. Produksi urine > 25 – 30 cc/jam
Stop pemberian MgSO4 jika :
a. Frekuensi pernafasan < 16/ menit.
b. Refleks patella (-)
c. Urin < 30 ml/ jam
14

8. Asuhan keperawatan preeklamsia

TEORI ASKEP IBU HAMIL DENGAN PRE-EKLAMSI/EKLAMSI

A. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dari proses keperawatan. Suatu proses
kolaborasi melibatkan perawat, ibu dan tim kesehatan lainnya. Pengkajian
dilakukan melaui wawancara dan pemeriksaan fisik. Dalam pengkajian
dibutuhkan kecermatan dan ketelitian agar data yang terkumpul lebih akurat,
sehingga dapat dikelompokkan dan dianalisis untuk mengetahui masalah dan
kebutuhan ibu terhadap perawatan.
Pengkajian yang dilakukan pada ibu dengan preeklamsia/eklamsia antara lain
sebagai berikut :
1. Identitas umum ibu.
2. Data riwayat kesehatan
a. Riwayat kesehatan dahulu
 Kemungkinan ibu menderita penyakit hipertensi sebelum hamil.
 Kemungkinan ibu mempunyai riwayat preeklamsia pada kehamilan
terdahulu.
 Biasanya mudah terjadi pada ibu dengan obesitas.
 Ibu mungkin pernah menderita penyakit gagal kronis.
b. Riwayat kesehatan sekarang
 Ibu merasa sakit kepala di daerah frontal.
 Terasa sakit di ulu hati/nyeri epigastrum.
 Gangguan virus : penlihatan kabur, skotoma, dan diplopia.
 Mual dan muntah, tidak ada nafsu makan.
 Gangguan serebral lainnya : terhuyung-huyung, refleks tinggi, dan
tidak tenang.
 Edema pada ekstremitas.
 Tengkuk terasa berat.
 Kenaikan berat badan mencapai 1 kg seminggu.
c. Riwayat kesehatan keluarga : Kemungkinan mempunyai riwayat
preeklamsia dan eklamsia dalam keluarga.
d. Riwayat perkawinan : Biasanya terjadi pada wanita yang menikah dibawah
usia 20 tahun atau diatas 35 tahun.
3. Pemeriksaan fisik biologis
a. Keadaan umum : lemah.
b. Kepala 28kepala, wajah edema.
: sakit
c. Mata : konjungtifa sedikit anemis, edema pada retina.
d. Abdomen : nyeri daerah epigastrium, anoreksia, mual dan
muntah
e. Ektremitas : oedema pada kaki juga pada tangan dan jari-jari
f. Sistem persyarafan : hiperrefleksia, klonus pada kaki.
g. Genituorinaria : oligura, proteinuria.
15

h. Pemeriksaan janin : bunyi detak janin tidak teratur, gerakan janin


melemah.
4. Pemeriksaan penunjang :
a. Pemeriksaan Laboratorium
1) Pemeriksaan darah lengkap dengan hapusan darah :
 Penurunan hemoglobin ( nilai rujukan atau kadar normal
hemoglobin untuk wanita hamil adalah 12-14 gr% ).
 Hematokrit meningkat ( nilai rujukan 37 – 43 vol% ).
 Trombosit menurun ( nilai rujukan 150 – 450 ribu/mm3 ).
2) Urinalisis : Ditemukan protein dalam urine.
3) Pemeriksaan Fungsi hati :
 Bilirubin meningkat ( N= < 1 mg/dl ).
 LDH ( laktat dehidrogenase ) meningkat.
 Aspartat aminomtransferase ( AST ) > 60 ul.
 Serum Glutamat pirufat transaminase (SGPT) meningkat (N= 15-
45 u/ml).
 Serum glutamat oxaloacetic trasaminase (SGOT) meningkat (N=
<31 u/l).
 Total protein serum menurun ( N= 6,7-8,7 g/dl ).
 Tes kimia darah : Asam urat meningkat ( N= 2,4-2,7 mg/dl ).
b. Radiologi
1) Ultrasonografi : Ditemukan retardasi pertumbuhan janin intra uterus.
Pernafasan intrauterus lambat, aktivitas janin lambat, dan volume cairan
ketuban sedikit.
2) Kardiofotografi : Diketahui denyut jantung janin bayi lemah.
3) )   USG : untuk mengetahui keadaan janin
c. Berat badan : peningkatannya lebih dari 1 kg/minggu
d. Tingkat kesadaran : penurunan GCS sebagai tanda adanya kelainan pada
otak
e. NST : untuk mengetahui kesejahteraan janin

B. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan Perfusi Jaringan b/d Penurunan Kardiak output Sekunder
terhadap Vasospasme Pembuluh Darah.
2. Resiko terjadi gawat janian intra uteri (Hipoksia) b/d penurunan suplay O 2
dan nutrisi ke jaringan plasenta sekunder terhadap penurunan Cardiac out
put.
3. Kelebihan volume cairan b/d peningkatan retensi urine dan edema
berkaitan dengan hipertensi dalam kehamilan.
4. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan b/d kurangnya asupan
makanan.
5. Risiko kejang pada ibu b/d penunrunan fungsi organ (vasospasme dan
peningkatan tekanan darah)
16

6. Nyeri akut b/d peningkatan tekanan vaskuler cerebral akibat hipertensi


7. Risiko cidera ibu b/d oedema/ hipoksia jaringan
8. Kurang pengetahuan mengenai penatalaksanaan terapi dan perawatan b/d
mis interpretasi informasi
9. Pola nafas tidak efektif b/d penurunan ekspansi paru.

C. Rencana Keperawatan
Setelah data terkumpul kemudian dianalisis, langkah selanjutnya adalah
menentukan diagnose dan intervensi keperawatan. Diagnose yang mungkin
ditemukan pada ibu hamil dengan pre eklamsia/ eklamsia adalah sebagai berikut :
1. Gangguan perfusi jaringan b/d penurunan kardiak out put sekunder
terhadap vasospasme pembuluh darah.
Tujuan : Perfusi jaringan otak adekuat dan tercapai secara optimal.
Kriteria Hasil :
a. Tekanan systole dan diastole dalam rentang yang diharapkan
b. Menunjukan fungsi sensori motori kranial yang utuh : tingkat kesadarn
membaik, tidak ada gerakan involunter.
Intervensi :
a. Monitor poerubahan tiba-tiba atau gangguan mental kontinyu (cemas,
bingung, letargi, pingsan).
b. Observasi adanya pucat, sianosis, belang, kulit dingin/lembab, cacat
kekuatan nadi perifer.
c. Kaji tanda Homan (nyeri pada betis dengan posisi dorsofleksi),
eritema, dan oedema.
d. Dorong latihan kaki aktif/ pasif.
e. Pantau pernafasan
f. Kaji fungsi Gastro Intestinal, catat anoreksia, penurunan bising usus,
muntah/mual, distensi abdomen, konstipasi.
2. Resiko terjadi gawat janian intra uteri (Hipoksia) b/d penurunan suplay
O2 dan nutrisi ke jaringan plasenta sekunder terhadap penurunan
Cardiac out put.
Tujuan : gawat janin tidak terjadi, bayi dapat dipertahankan sampai umur 37
mgg dan atau BBL > 2500 gr
Intervensi :
a. Anjurkan penderita untuk tidur miring ke kiri
b. Anjurkan pasien untuk melakukan ANC secara teratur sesuai dengan
masa kehamilan :
1) 1 x/ bln pada trimester I
2) 2 x/ bln pada trimester II
3) 1 x/minggu pada trimester III
c. Pantau DJJ, kontraksi uterus/his gerakan janian setiap hari
d. Motivasi pasien untuk mneingkatkan fase istirahat
3. Kelebihan volume cairan b/d peningkatan retensi urine dan edema
berkaitan dengan hipertensi dalam kehamilan.
17

Tujuan : kelebihan volume cairan teratasi.


Kriteria hasil :
a. Bebas dari oedema dan effuse
b. Bunyi nafas bersih tidak ada dispneu/ ortopneu
c. Terbebas dari distensi vena jugularis
Intervensi :
a. Auskultasi bunyi nafas akan adanya krekels.
b. Catat adanya DJV, adanya oedema dependen
c. Ukur masukan atau keluaran, catat penurunan pengeluaran, sifat
konsentrasi, hitung keseimbangan cairan.
d. Pertahankan pemasukan total cairan 2000 cc/24 jam dalam toleransi
kardiovaskuler.
e. Berikan diet rendah garam atau natrium.
4. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan b/d kurangnya
asupan makanan.
Tujuan :
a. Status nutrisi normal
b. Berat badan meningkat
c. Tidak ada tanda malnutrisi
Kriteria Hasil :
a. Adanya peningkatan berat badan sesuai dengan tujuan
b. Nafsu makan meningkat
c. Mampu mengidentifikasi kebutuhan nutrisi
d. Tidak terjadi malnutrisi
e. Menunjukan peningkatan fungsi pengecapan dari menelan
f. Tidak ada tanda penurunan berat badan.
Intervensi:
a. Kaji alergi makanan
b. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan nutrisi
yang dibutuhkan pasien.
c. Anjurkan pasien untuk meningkatkan intake Fe
d. Anjurkan pasien untuk meningkatkan protein dan vitamin C
e. Berikan substansi gula
f. Yakinkan diet yang di makan mengandung serta tinggi untuk mencegah
konstipasi.
g. Berikan makanan yang terpilih (sudah dikonsultasikan dengan ahli gizi)
h. Ajarkan pasien bagaiamana membuat catatan makanan harian
i. Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi
j. Kaji kemampuan pasien mendapatkan nutrisi yang dibutuhkan

5. Risiko kejang pada ibu b/d penunrunan fungsi organ (vasospasme dan
peningkatan tekanan darah)
18

Tujuan :setelah dilakukan tindakan keperawatan tidak terjadi kejang pada


ibu.
Kriteria hasil :
a. Kesadaran kompos mentis, GCS : 15 (4-5-6)
b. Tekanan darah normal
Intervensi :
a. Monitor tekanan darah tiap 4 jam
R/. Tekana diastole > 110 mmHg dan Sistole 160 mmHg atau lebih
merupakan indikasi dari PIH.
b. Catat tingakat kesadaran pasien.
R/. penurunan kesadaran sebagai indikasi penurunan aliran darah otak.
c. Kaji adanya tanda-tanda eklamsia (hiperaktif, reflek patella dalam,
penurunan nadi dan respirasi, neri epigastrium dan oliguria).
R/. gejala tersebut merupakan manifestasi dari perubahan pada otak,
ginjal, jantung dan paru yang mendahului status kejang.
d. Monitor adanya tanda-tanda dan gejal persalinan atau adanya kontraksi
uterus.
R/. kejang akan meningkatkan kepekaan uterus yang akan
memungkinkan terjadinya persalinan.
e. Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian anti hipertensi dan SM.
R/. anti hipertensi untuk menurunkan tekanan darah dan SM untuk
mencegah terjadinya kejang.
6. Nyeri akut b/d peningkatan tekanan vaskuler cerebral akibat hipertensi.
Tujuan :
a. Nyeri mendekati normal.
b. Nyeri terkontrol.
c. Pasien merasa nyaman
Kriteria hasil :
a. Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu menggunakan
tehnik non farmakologi untuk mengurangi nyeri).
b. Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan manajemen
nyeri.
c. Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekwensi dan tanda)
d. Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang.
Intervensi :
a. Observasi reaksi non verbal dari ketidaknyamanan.
b. Gunakan tehnik komunikasi terapeutik untuk mengetahui pengalaman
nyeri.
c. Kaji penyebab nyeri.
d. Evaluasi pengalaman nyeri masa lampau.
e. Evaluasi bersama pasien dan tim kesehatan lain tentang ketidak
efektifan control nyeri masa lamapau
f. Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan menentukan dukungan.
19

g. Control lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti suhu


ruangan, pencahayaan dan kebisingan.
h. Kurangi factor presipitasi.
i. Pilih dan lakukan penanganan nyeri (farmakologi, non farmakologi,
dan interpersonal).
j. Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan intervensi.
k. Ajarkan tehnik relaksasi.
l. Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri
m. Evaluasi keefektifan control nyeri.
n. Tingkatkan istirahat tidur.
o. Kolaborasi dengan tim medis lain jika ada keluhan dan tindakan yang
tidak berhasil.
p. Monitor penerimaan pasien tentang manajemen nyeri.
7. Risiko cidera ibu b/d oedema/ hipoksia jaringan.
Tujuan : Ibu tidak mengalami risiko cedera karena mengalami oedema.
Kriteria hasil :
a. Berpartisipasi dalam tindakan atau modifikasi lingkungan untuk
melindungi diri dan meningkatkan keamanan.
b. Bebas dari tanda-tanda iskemia serebral (gangguan penglihatan, sakit
kepala, perubahan pada mental).
c. Menunjukkan kadar factor pembekuan dan kadar enzim hepar normal.
Intervensi :
a. Kaji adanya masalah SSP (mis; sakit kepala, peka rangsang, gangguan
penglihatan atau perubahab pada pemeriksaan funduskopi).
R/ edema serebral dan vasokonstriksi dapat dievaluasi dari masa
perubahan gejala, perilaku atau retina.
b. Tekankan pentingnya klien melaporkan tanda-tanda dan gejala yang
berhubungan dengan SSP.
R/ keterlambatan tindakan atau awitan progresif gejala-gejala yang
dapat mengakibatkan kejang tonik-klonik atau eklamsia.
c. Perhatikan pada perubahan tingkat kesadaran.
R/ Pada kemajuan HKK vasokonstriksi dan vasospasme pembuluh
darah serebral menurunkan konsumsi oksigen 20% dan mengakibatkan
iskemia serebral.
d. Kaji tanda-tanda eklamsia yang akan datang, hiperaktifitas (3+ sampai
4+) dari reflek tendon dalam, klonus pergelangan kaki, penurunan nadi
dan pernafasan, nyeri epigastrik, dan oliguria (kurang dari 50 ml/jam).
R/ oedema/ vasokonstriksi umum, dimanifestasikan oleh masalah SSP
berat dan masalah ginjal, hepar, kardiovaskuler dan pernafasan
mendahului kejang.
e. Implementasikan tindakan pencegahan kejang perprotikol.
R/ Menurunkan risiko cidera bila kejang terjadi.
20

f. Pada kejadian kejang , miringkan klient; pasng jalan nafas/blok gigitan


bila mulut rileks; berikan oksigen lepaskan pakaian yang ketat ; jangan
membatasi gerakan ; dan dokumentasikan masalah motorik , durasi
kejang , dan pereilaku pascakejang.
R/ Mempertahankan jalan nafas menurunkan resiko aspirasi dan
mencegah lidah menyumbat jalan nafas . memaksimalkan oksigenasi .
(catatan ; waspada dengan penggunaan jalan nafas / blok gigitan ;
jangan mencoba bila rahang keras karena dapat terjadi cidera). 

8. Kurang pengetahuan mengenai penatalaksanaan terapi dan perawatan


b/d mis interpretasi informasi
Tujuan                 : Kebutuhan pengetahuan terpenuhi secara adekuat.
Kriteria Hasil       :
a. Pasien dan keluarga menyatakan pemaham tentang penyakit, kondisi,
prognosis dan program pengobatan
b. Pasien dan keluarga mampu menjelaskan kembali apa yang dijelaskan
perawat/tim kesehatan lainnya
Intervensi:
a. Identifikasi dan ketahui persepsi pasien terhadap ancaman atau situasi.
Dorong mengekspresikan dan jangan menolak perasaan marah, takut
dll.
b. Mempertahankan kepercayaan pasien (tanpa adanya keyakinan yang
salah)
c. Terima tapi jangan beri penguatan terhadap penolakan
d. Orientasikan klien atau keluarga terhadap prosedur rutin dan aktifitas,
tingkatkan partisipasi bila mungkin.
e. Jawab pertanyaan dengan nyata dan jujur, berikan informasi yang
konsisten, ulangi bila perlu.
f. Dorong kemandirian, perawatan diri, libatkan keluarga secara aktif
dalam perawatan.

9. Pola nafas tidak efektif b/d penurunan ekspansi paru.


Tujuan                : Pola nafas yang efektif.
Kriteria Hasil       :
a. Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas bersih , tidak ada
sianosis dan dispneu
b. Mampu mengeluarkan sputum, mampu bernafas dengan mudah, tidak
ada pursed lips    
c. Tanda – tanda vital dalam batas normal
Intervensi:
a. Pantau tingkat pernafasan dan suara nafas.
b. Atur posisi fowler atau semi fowler.
c. Sediakan perlengkapan penghisapan atau penambahan aliran udara.
21

d. Berikan obat sesuai petunjuk.


e. Sediakan oksigen tambahan

D. IMPLEMENTASI
Implementasi dilakukan sesuai dengan intervensi keperawatan yang telah
direncanakan.
E. Evaluasi
Evaluasi keperawatan merupakan kegiatan akhir dari proses keperawatan, dimana
perawat menilai hasil yang diharapkan terhadap perubahan diri ibu dan menilai
sejauh mana masalah ibu dapat di atasi. Disamping itu, perawat juga memberikan
umpan balik atau pengkajian ulang, seandainya tujuan yang ditetapkan belum
tercapai, maka dalam hal ini proses peawatan dapat di modifikasi.
Hasil Evaluasi yang mungkin didapat  adalah :
1. Tujuan tercapai seluruhnya, yaitu jika pasien menunjukkan tanda atau
gejala sesuai dengan kreteria hasil yang di tetapkan.
2. Tujuan sebagian tercapai yaitu jika pasien menunjukan tanda dan gejala   
sebagian dari kreteria hasil yang sudah ditetapkan.
3. Tujuan tidak tercapai, jika pasien tadak menunjukan tanda dan gejala
sesuai dengan kreteria hasil yang sudah ditetapkan.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Preeklamsi ialah suatu gangguan kehamilan yang menjadi penyebab kematian


ibu dan bayi. Preeklamsi terbagi menjadi dua yaitu preeklamsi ringan dan
preeklamsi berat. Penyebab terjadinya prekklamsi sampai saat ini belum dapat
diketahui secara pasti. Itulah sebabnya preklamsi disebut juga "disease of theory”,
gangguan kesehatan yang diasumsikan pada teori. Preklamsi ringan ditandai
dengan : kehamilan lebih dari 20 minggu; kenaikan tekanana darah 140/90 mmHg
atau lebih dangan pemeriksaan 2 kali selang 6 jam dalam keadaan istirahat (untuk
pemeriksaan pertama dilakukan 2 kali setelah istirahat 10 menit); edema tekan
pada tungkai (pretibia), dinding perut, lumbosakral, wajah atau tangan; proteinuria
Jika preeklamsi ringan dan berat tidak dapat ditangani dengan baik pada ibu
hamil, maka akan dapat mengakibatkan terjadinya eklamsi pada ibu hamil. Eklamsi
adalah kelainan akut pada wanita hamil, dalam persalinan atau masa nifas yang
ditandai dengan timbulnya kejang (bukan karena kelainan neorologik) atau koma
dimana sebelumnya sudah menunjukkan gejala-gejala pre eklamsi.

B. Saran

Sepatutnyalah kita sebagai generasi penerus harus bisa mengisi


kemerdekaan sebagai amanat dari leluhur dengan belajar sungguh-sungguh,
menjiwai profesi keperawatan, dan menjauhi narkoba agar bisa meraih cita-cita
yang nantinya akan membuat Indonesia semakin maju dan sehat.

22
23
22
DAFTAR PUSTAKA

Fausiah, Fitri. (2003). Bahan ajar mata kuliah psikologi abnormal (klinis dewasa). Depok :
Fakultas Psikologi Universitas Indonesia
Demartoto, A. (2010). Mengerti, Memahami dan Menerima Fenomena Homoseksual. [Online].
.prihatini,d.a ( 2019 ). Orientasi seksual ( online ).
Rahmawati, yasinta. 2020. Penyebab dysphoria.
https://www.himedik.com/pria/2020/02/15/170000/lucinta-luna-idap-dysphoria-gender-ketahui-
penyebab-penyakit-ini. (17 Maret 2020)
Trangender. (Online). https://id.m.wikipedia.org/wiki/Transgender. (17 maret 2020)

Sex reassignment surgery. (Online). https://en.m.wikipedia.org/wiki/Sex_reassignment_surgery.


(17 maret 2020)
Sarwono, Sarlito. 2002. Psikologi Remaja. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Kartono, Kartini. Psikologi Abnormal dan Abnormalitas Seksual. Bandung: Mandar Maju, 2009.

Dharma, r., wibowo, n., & raranta, h. P. (2005). DISFUNGSI ENDOTEL PADA
PRREKLAMPSIA. Makara, kesehatan,, 63-69.

23
24

Anda mungkin juga menyukai