Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN

BERAT BAYI LAHIR RENDAH (BBLR)

Untuk memenuhi Tugas Praktik Klinik

Askep Gadar Khusus di Ruang NICU, RSUD Mardi Waluyo Blitar

Oleh:

PERMATA PUTRI NADYA PRAMESTI

NIM 1601470032

KEMENTERIAN KESEHATAN RI

POLITEKNIK KESEHATAN MALANG

PRODI SARJANA TERAPAN KEPERAWATAN LAWANG

MARET 2020
LAPORAN PENDAHULUAN
BERAT BAYI LAHIR RENDAH (BBLR)
Oleh: Permata Putri Nadya Pramesti

1. Kasus
Berat Bayi Lahir Rendah (BBLR)

2. Konsep Penyakit
a. Definisi
Berat Bayi Lahir Rendah (BBLR) adalah bila berat badannya kurang dari
2500 gram (sampai dengan 2499 gram). Bayi yang dilahirkan dengan BBLR
umumnya kurang mampu meredam tekanan lingkungan yang baru sehingga
dapat mengakibatkan pada terhambatnya pertumbuhan dan perkembangan,
bahkan dapat menggangu kelangsungan hidupnya (Prawirohardjo, 2006).
Bayi berat lahir rendah (BBLR) adalah bayi dengan berat lahir kurang dari
2500 gram tanpa memandang usia gestasi. BBLR dapat terjadi pada bayi
kurang bulan (< 37 minggu) atau pada bayi cukup bulan (intrauterine growth
restriction) (Pudjiadi, dkk., 2010).

b. Etiologi
Beberapa penyebab dari bayi dengan berat badan lahir rendah
(Proverawati dan Ismawati, 2010), yaitu:
a. Faktor ibu
1) Penyakit
a) Mengalami komplikasi kehamilan, seperti anemia, perdarahan
antepartum, pre eklamsi berat, eklamsia, infeksi kandung kemih.
b) Menderita penyakit seperti malaria, infeksi menular seksual,
hipertensi, HIV/AIDS, TORCH (Toxoplasma, Rubella,
Cytomegalovirus (CMV) dan Herpes simplex virus), dan penyakit
jantung.
c) Penyalahgunaan obat, merokok, konsumsi alkohol.
2) Ibu
a) Angka kejadian prematuritas tertinggi adalah kehamilan pada usia <
20 tahun atau lebih dari 35 tahun.
b) Jarak kelahiran yang terlalu dekat atau pendek (kurang dari 1
tahun).
c) Mempunyai riwayat BBLR sebelumnya.
3) Keadaan sosial ekonomi
a) Kejadian tertinggi pada golongan sosial ekonomi rendah. Hal ini
dikarenakan keadaan gizi dan pengawasan antenatal yang kurang.
b) Aktivitas fisik yang berlebihan.
c) Perkawinan yang tidak sah.
4) Faktor janin Faktor janin meliputi : kelainan kromosom, infeksi janin
kronik (inklusi sitomegali, rubella bawaan), gawat janin, dan kehamilan
kembar.
5) Faktor plasenta Faktor plasenta disebabkan oleh : hidramnion, plasenta
previa, solutio plasenta, sindrom tranfusi bayi kembar (sindrom
parabiotik), ketuban pecah dini.
6) Faktor lingkungan Lingkungan yang berpengaruh antara lain : tempat
tinggal di dataran tinggi, terkena radiasi, serta terpapar zat beracun.

c. Manifestasi Klinis
Menurut Jumiarni (2006), manifestasi klinis BBLR adalah sebagai berikut:
a) Preterm: sama dengan bayi prematuritas murni
b) Term dan posterm:
1) Kulit berselubung verniks kaseosa tipis atau tidak ada
2) Kulit pucat atau bernoda mekonium, kering keriput tipis
3) Jaringan lemak dibawah kulit tipis
4) Bayi tampak gesiy, kuat, dan aktif
5) Tali pusat berwarna kuning kehijauan
Tanda dan gejala bayi prematur menurut Surasmi ( 2005) adalah:
• Umur kehamilan sama dengan atau kurang dari 37 minggu
• Berat badan sama dengan atau kerang dari 2500 gr
• Panjang badan sama dengan atau kurang dari 46 cm
• Kuku panjangnya belum melewati ujung jarinya
• Batas dahi dan ujung rambut kepala tidak jelas
• Lingkar kepala sama dengan atau kurang dari 33 cm
• Lingkar dada sama dengan atau kurang dari 30 cm
• Rambut lanugo masih banyak
• Jaringan lemak subkutan tipis atau kurang
• Tulang rawan daun telinga belum sempurna pertumbuhanya, sehingga
seolah-olah tidak teraba tulang rawan daun telinga
• Tumit mengkilap, telapak kaki halus
• Alat kelamin : pada bayi laki – laki pigmentasi dan rugae pada skrotum
kurang, testis belum turun ke dalam skrotum, untuk bayi perempuan
klitoris menonjol, labia minora tertutup oleh labia mayora.
• Tonus otot lemah sehingga bayi kurang aktif dan pergerakanya lemah.
• Fungsi syaraf yang belum atau kurang matang, mengakibatkan refleks
hisap, menelan dan batuk masih lemah atau tidak efektif dan
tangisanya lemah.
• Jaringan kelenjar mamae masih kurang akibat pertumbuhan jaringan
lemak masih kurang.
• Verniks tidak ada atau kurang
Menurut Proverawati (2010), Gambaran Klinis atau ciri- ciri Bayi BBLR:
• Berat kurang dari 2500 gram
• Panjang kurang dari 45 cm
• Lingkar dada kurang dari 30 cm
• Lingkar kepala kurang dari 33 cm
• Jaringan lemak subkutan tipis atau kurang
• Umur kehamilan kurang dari 37 minggu
• Kepala lebih besar
• Kulit tipis transparan, rambut lanugo banyak, lemak kurang
• Tulang rawan daun telinga belum sempurna pertumbuhannya
• Otot hipotonik lemah merupakan otot yang tidak ada gerakan aktif
pada lengan dan sikunya
• Pernapasan tidak teratur dapat terjadi apnea
• Ekstermitas : paha abduksi, sendi lutut/ kaki fleksi-lurus, tumit
mengkilap, telapak kaki halus.
• Kepala tidak mampu tegak, fungsi syaraf yang belum atau tidak efektif
dan tangisnya lemah.
• Pernapasan 40 – 50 kali/ menit dan nadi 100-140 kali/ menit

d. Patofisiologi
Menurut Maryanti, et al (2012:169) faktor yang mempengaruhi terjadinya
BBLR terdiri dari faktor ibu yang meliputi penyakit ibu, usia ibu, keadaan
sosial ekonomi dan sebab lain berupa kebiasaan ibu, faktor janin, dan faktor
lingkungan. BBLR dengan faktor risiko paritas terjadi karena sistem
reproduksi ibu sudah mengalami penipisan akibat sering melahirkan Hal ini
disebabkan oleh semakin tinggi paritas ibu, kualitas endometrium akan
semakin menurun. Kehamilan yang berulang-ulang akan mempengaruhi
sirkulasi nutrisi ke janin dimana jumlah nutrisi akan berkurang dibandingkan
dengan kehamilan sebelumnya (Mahayana et al., 2015 : 669).
Menurut Samuel S Gidding dalam Amirudin & Hasmi (2014:85-86)
mekanisme pajanan asap rokok terhadap kejadian BBLR dan berat plasenta
dengan beberapa mekanisme yaitu kandungan tembakau seperti nikotin, CO
dan polysiklik hydrokarbon, diketahui dapat menembus plasenta.
Carbonmonoksida mempunyai afinitas berikatan dengan hemoglobin
membentuk karboksihemoglobin, yang menurunkan kapasitas darah
mengangkut oksigen ke janin. Sedangkan nikotin menyebabkan vasokontriksi
arteri umbilikal dan menekan aliran darah plasenta. Perubahan ini
mempengaruhi aliran darah di plasenta. Kombinasi hypoxia intrauterine dan
plasenta yang tidak sempurna mengalirkan darah diyakini menjadi
penghambat pertumbuhan janin.
Faktor yang juga mempengaruhi terjadinya BBLR adalah penyakit pada
ibu hamil. Anemia pada ibu hamil dapat mengakibatkan penurunan suplai
oksigen ke jaringan, selain itu juga dapat merubah struktur vaskularisasi
plasenta, hal ini akan mengganggu pertumbuhan janin sehingga akan
memperkuat risiko terjadinya persalinan prematur dan kelahiran bayi dengan
berat badan lahir rendah terutama untuk kadar hemoglobin yang rendah mulai
dari trimester awal kehamilan (Cunningham, et al., 2010). Selain anemia,
implantasi plasenta abnormal seperti plasenta previa berakibat terbatasnya
ruang plasenta untuk tumbuh, sehingga akan mempengaruhi luas
permukaannya. Pada keadaan ini lepasnya tepi plasenta disertai perdarahan
dan terbentuknya jaringan parut sering terjadi, sehingga meningkatkan risiko
untuk terjadi perdarahan antepartum (Prawirohardjo, 2008). Apabila
perdarahan banyak dan kehamilan tidak dapat dipertahankan, maka terminasi
kehamilan harus dilakukan pada usia gestasi berapapun. Hal ini
menyebabkan tingginya kejadian prematuritas yang memiliki berat badan
lahir rendah disertai mortalitas dan morbiditas yang tinggi.
Keadaan sosial ekonomi secara tidak langsung mempengaruhi kejadian
BBLR, karena pada umumnya ibu dengan keadaan sosial ekonomi yang
rendah akan mempunyai intake makan yang lebih rendah baik secara kualitas
maupun secra kuantitas, yang berakibat kepada rendahnya status gizi pada
ibu hamil (Amalia, 2011 : 258). Selain itu, gangguan psikologis selama
kehamilan berhubungan dengan terjadinya peningkatan indeks resistensi
arteri uterina. Hal ini disebabkan karena terjadi peningkatan konsentrasi
noradrenalin dalam plasma, sehingga aliran darah ke uterus menurun dan
uterus sangat sensitif terhadap noradrenalin sehingga menimbulkan efek
vasokonstriksi. Mekanisme inilah yang mengakibatkan terhambatnya
proses pertumbuhan dan perkembangan janin intra uterin sehingga terjadi
BBLR (Hapisah, et al., 2010 : 86-87).
Menurut Maryanti et al. (2012:169) penyebab BBLR dapat dipengaruhi
dari faktor janin berupa hidramnion atau polihidramnion, kehamilan ganda,
dan kelainan koromosom. Hidramnion merupakan kehamilan dengan jumlah
air ketuban lebih dari 2 liter. Produksi air ketuban berlebih dapat merangsang
persalinan sebelum kehamilan 28 minggu, sehingga dapat menyebabkan
kelahiran prematur dan dapat meningkatkan kejadian BBLR. Pada kehamilan
ganda berat badan kedua janin pada kehamilan tidak sama, dapat berbeda 50-
1000 gram, hal ini terjadi karena pembagian darah pada plasenta untuk kedua
janin tidak sama. Pada kehamilan kembar distensi (peregangan) uterus
berlebihan, sehingga melewati batas toleransi dan sering terjadi persalinan
prematur (Amirudin & Hasmi, 2014 : 110-111). Menurut Saifuddin dalam
Amirudin & Hasmi (2013 : 111-112) kelainan kongenital atau cacat bawaan
merupakan kelaianan dalam pertumbuhan struktur bayi yang timbul sejak
kehidupan hasil konsepsi sel telur. Bayi yang lahir dengan kelainan
kongenital, umumnya akan dilahirkan sebagai BBLR atau bayi kecil.
Pada BBLR ditemukan tanda dan gejala berupa disproporsi berat badan
dibandingkan dengan panjang dan lingkar kepala, kulit kering pecah-pecah
dan terkelupas serta tidak adanya jaringan subkutan (Mitayani, 2013 : 176).
Karena suplai lemak subkutan terbatas dan area permukaan kulit yang besar
dengan berat badan menyebabkan bayi mudah menghantarkan panas pada
lingkungan (Sondakh, 2013 : 152). Sehingga bayi dengan BBLR dengan
cepat akan kehilangan panas badan dan menjadi hipotermia (Maryanti, 2012 :
171). Selain itu tipisnya lemak subkutan menyebabkan struktur kulit belum
matang dan rapuh. Sensitivitas kulit yang akan memudahkan terjadinya
kerusakan integritas kulit, terutama pada daerah yang sering tertekan dalam
waktu yang lama (Pantiawati, 2010 : 28). Pada bayi prematuritas juga mudah
sekali terkena infeksi, karena daya tahan tubuh yang masih lemah,
kemampuan leukosit masih kurang dan pembentukan antibodi belum
sempurna (Maryanti, 2012 : 172).
Kesukaran pada pernafasan bayi prematur dapat disebabakan belum
sempurnanya pembentukan membran hialin surfaktan paru yang merupakan
suatu zat yang dapat menurunkan tegangan dinding alveoli paru. Defisiensi
surfaktan menyebabkan gangguan kemampuan paru untuk mempertahankan
stabilitasnya, alveolus akan kembali kolaps setiap akhir ekspirasi sehingga
untuk pernafasan berikutnya dibutuhkan tekanan negative intratoraks yang
lebih besar yang disertai usaha inspirasi yang kuat. Hal tersebut menyebakan
ketidakefektifan pola nafas (Pantiawati, 2010 : 24-25).
Alat pencernaan bayi BBLR masih belum sempurna, lambung kecil, enzim
pencernaan belum matang (Maryanti et al., 2012 : 171). Selain itu jaringan
lemak subkutan yang tipis menyebabkan cadangan energi berkurang yang
menyebabkan malnutrisi dan hipoglikemi. Akibat fungsi organ-organ belum
baik terutama pada otak dapat menyebabkan imaturitas pada sentrum-sentrum
vital yang menyebabkan reflek menelan belum sempurna dan reflek
menghisap lemah. Hal ini menyebabkan diskontinuitas pemberian
ASI (Nurarif & Kusuma, 2015 54-55).

e. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Pantiawati (2010) Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan
antara lain:
1) Pemeriksaan skor ballard merupakan penilaian yang menggambarkan
reflek dan maturitas fisik untuk menilai reflek pada bayi tersebut
untuk mengetahui apakah bayi itu prematuritas atau maturitas.
2) Tes kocok (shake test), dianjurkan untuk bayi kurang bulan
merupakan tes pada ibu yang melahirkan bayi dengan berat kurang
yang lupa mens terakhirnya.
3) Darah rutin, glokoa darah, kalau perlu dan tersedia faslitas diperiksa
kadar elektrolit dan analisa gas darah.
4) Foto dada ataupun babygram merupakan foto rontgen untuk melihat
bayi lahir tersebut diperlukan pada bayi lahir dengan umur kehamilan
kurang bulan dimulai pada umur 8 jam atau dapat atau diperkirakan
akan terjadi sindrom gawat nafas.

f. Penatalaksanaan Medis
Penanganan dan perawatan pada bayi dengan berat badan lahir rendah
menurut Proverawati (2010), dapat dilakukan tindakan sebagai berikut:
1) Mempertahankan suhu tubuh bayi
Bayi prematur akan cepat kehilangan panas badan dan menjadi
hipotermia, karena pusat pengaturan panas badan belum berfungsi
dengan baik, metabolismenya rendah, dan permukaan badan relatif
luas. Oleh karena itu, bayi prematuritas harus dirawat di dalam
inkubator sehingga panas badannya mendekati dalam rahim. Bila
belum memiliki inkubator, bayi prematuritas dapat dibungkus dengan
kain dan disampingnya ditaruh botol yang berisi air panas atau
menggunakan metode kangguru yaitu perawatan bayi baru lahir
seperti bayi kanguru dalam kantung ibunya.
2) Pengawasan Nutrisi atau ASI
Alat pencernaan bayi premature masih belum sempurna, lambung
kecil, enzim pecernaan belum matang. Sedangkan kebutuhan protein
3 sampai 5 gr/ kg BB (Berat Badan) dan kalori 110 gr/ kg BB,
sehingga pertumbuhannya dapat meningkat. Pemberian minum bayi
sekitar 3 jam setelah lahir dan didahului dengan menghisap cairan
lambung. Reflek menghisap masih lemah, sehingga pemberian minum
sebaiknya sedikit demi sedikit, tetapi dengan frekuensi yang lebih
sering. ASI merupakan makanan yang paling utama, sehingga ASI-
lah yang paling dahulu diberikan. Bila faktor menghisapnya kurang
maka ASI dapat diperas dan diminumkan dengan sendok perlahan-
lahan atau dengan memasang sonde menuju lambung. Permulaan
cairan yang diberikan sekitar 200 cc/ kg/ BB/ hari.
3) Pencegahan Infeksi
Bayi prematuritas mudah sekali terkena infeksi, karena daya tahan
tubuh yang masih lemah, kemampuan leukosit masih kurang, dan
pembentukan antibodi belum sempurna. Oleh karena itu, upaya
preventif dapat dilakukan sejak pengawasan antenatal sehingga tidak
terjadi persalinan prematuritas atau BBLR. Dengan demikian
perawatan dan pengawasan bayi prematuritas secara khusus dan
terisolasi dengan baik.
4) Penimbangan Ketat
Perubahan berat badan mencerminkan kondisi gizi atau nutrisi bayi
dan erat kaitannya dengan daya tahan tubuh, oleh sebab itu
penimbangan berat badan harus dilakukan dengan ketat.
a. Ikterus
Semua bayi prematur menjadi ikterus karena sistem enzim hatinya
belum matur dan bilirubin tak berkonjugasi tidak dikonjugasikan
secara efisien sampai 4-5 hari berlalu. Ikterus dapat diperberat oleh
polisitemia, memar hemolisis dan infeksi karena hperbilirubinemia
dapat menyebabkan kernikterus maka warna bayi harus sering
dicatat dan bilirubin diperiksa bila ikterus muncul dini atau lebih
cepat bertambah coklat.
b. Pernapasan
Bayi prematur mungkin menderita penyakit membran hialin. Pada
penyakit ini tanda- tanda gawat pernaasan sealu ada dalam 4 jam
bayi harus dirawat terlentang atau tengkurap dalam inkubator dada
abdomen harus dipaparkan untuk mengobserfasi usaha pernapasan.
c. Hipoglikemi
Mungkin paling timbul pada bayi prematur yang sakit bayi
berberat badan lahir rendah, harus diantisipasi sebelum gejala
timbul dengan pemeriksaan gula darah secara teratur.
3. Konsep Asuhan Keperawatan
a. Pengkajian
1) Biodata
Terjadi pada bayi prematur yang dalam pertumbuhan di dalam kandungan terganggu.
2) Keluhan utama
Menangis lemah, reflek menghisap lemah, bayi kedinginan atau suhu tubuh
rendah.
3) Riwayat penyakit sekarang
Lahir spontan, SC umur kehamilan antara 24 sampai 37 minnggu ,berat
badan kurang atau sama dengan 2.500 gram, apgar pada 1 sampai 5 menit, 0
sampai 3 menunjukkan kegawatan yang parah, 4 sampai 6 kegawatan sedang, dan 7-10
normal.
4) Riwayat penyakit dahulu
Ibu memliki riwayat kelahiran prematur, kehamilan ganda, hidramnion.
5) Riwayat penyakit keluarga
Adanya penyakit tertentu yang menyertai kehamilan seperti DM,TB Paru,
tumor kandungan, kista, hipertensi.
6) ADL
• Pola Nutrisi : reflek sucking lemah, volume lambung kurang, daya
absorbsi kurang atau lemah sehingga kebutuhan nutrisi terganggu .
• Pola Istirahat tidur: terganggu oleh karena hipotermia.
• Pola Personal hygiene: tahap awal tidak dimandikan.
• Pola Aktivitas : gerakan kaki dan tangan lemas.
• Pola Eliminasi: BAB yang pertama kali keluar adalah mekonium,
produksi urin rendah.
7) Pemeriksaan
a) Pemeriksaan Umum
• Kesadaran compos mentis
• Nadi : 180X/menit pada menit, kemudian menurun sampai
120-140X/menit.
• RR : 80X/menit pada menit, kemudian menurun sampai
40X/menit.
• Suhu : kurang dari 36,5 C
b) Pemeriksaan Fisik
• Sistem sirkulasi/kardiovaskular : Frekuensi dan irama
jantung rata-rata 120 sampai 160x/menit, bunyi jantung
(murmur/gallop), warna kulit bayi sianosis atau pucat,
pengisisan capilary refill (kurang dari 2-3 detik).
• Sistem pernapasan : Bentuk dada barel atau cembung,
penggunaan otot aksesoris, cuping hidung, interkostal;
frekuensi dan keteraturan pernapasan rata-rata antara 40-
60x/menit, bunyi pernapasan adalah stridor, wheezing atau
ronkhi.
• Sistem gastrointestinal : Distensi abdomen (lingkar perut
bertambah, kulit mengkilat), peristaltik usus, muntah
(jumlah, warna, konsistensi dan bau), BAB (jumlah, warna,
karakteristik, konsistensi dan bau), refleks menelan dan
mengisap yang lemah.
• Sistem genitourinaria : Abnormalitas genitalia, hipospadia,
urin (jumlah, warna, berat jenis, dan PH).
• Sistem neurologis dan musculoskeletal : Gerakan bayi,
refleks moro, menghisap, mengenggam, plantar, posisi atau
sikap bayi fleksi, ekstensi, ukuran lingkar kepala kurang dari
33 cm, respon pupil, tulang kartilago telinga belum tumbuh
dengan sempurna, lembut dan lunak.
• Sistem thermogulasi (suhu) : Suhu kulit dan aksila, suhu
lingkungan.
• Sistem kulit : Keadaan kulit (warna, tanda iritasi, tanda lahir,
lesi, pemasangan infus), tekstur dan turgor kulit kering,
halus, terkelupas.
• Pemeriksaan fisik : Berat badan sama dengan atau kurang
dari 2500 gram, panjang badan sama dengan atau kurang dari
46 cm, lingkar kepala sama dengan atau kurang dari 33 cm,
lingkar dada sama dengan atau kurang dari 30cm, lingkar
lengan atas, lingkar perut, keadaan rambut tipis, halus,
lanugo pada punggung dan wajah, pada wanita klitoris
menonjol, sedangkan pada laki-laki skrotum belum
berkembang, tidak menggantung dan testis belum turun.,
nilai APGAR pada menit 1 dan ke 5, kulit keriput
(Pantiawati, 2010).

b. Diagnosa Keperawatan
Menurut Proverawati (2010), diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada
BBLR adalah:
1) Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan maturitas pusat pernafasan,
keterbatasan perkembangan otot, penurunan energi/kelelahan,
ketidakseimbangan metabolik.
2) Hipotermi berhubungan dengan kontrol suhu yang imatur dan penurunan
lemak tubuh subkutan.
3) Resiko gangguan kebutuhan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan ketidak mampuan mencerna nutrisi karena imaturitas.
4) Resiko infeksi berhubungan dengan pertahanan imunologis yang kurang.

c. Intervensi Keperawatan
1) Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan maturitas pusat pernafasan,
keterbatasan perkembangan otot, penurunan energi/kelelahan,
ketidakseimbangan metabolik.
Tujuan: Pola napas menjadi efektif
Kriteria hasil:
• RR 30-60 x/mnt
• Sianosis (-)
• Sesak (-)
• Ronchi (-)
• Whezing (-)
Intervensi Keperawatan:
1. Observasi pola nafas.
2. Observasi frekuensi dan bunyi nafas.
3. Observasi adanya sianosis.
4. Monitor dengan teliti hasil pemeriksaan gas darah.
5. Tempatkan kepala pada posisi hiperekstensi.
6. Beri O2 sesuai program dokter.
7. Observasi respon bayi terhadap ventilator dan terapi O2.
8. Atur ventilasi ruangan tempat perawatan klien.
9. Kolaborasi dengan tenaga medis lainnya

2) Hipotermi berhubungan dengan kontrol suhu yang imatur dan penurunan


lemak tubuh subkutan.
Tujuan: Suhu tubuh dalam rentang normal
Kriteria hasil:
• Suhu 36-37C.
• Kulit hangat.
• Sianosis (-)
• Ekstremitas hangat
Intervensi keperawatan:
1. Observasi tanda-tanda vital.
2. Tempatkan bayi pada inkubator.
3. Awasi dan atur control temperature dalam incubator sesuai
kebutuhan.
4. Monitor tanda-tanda hipertermi.
5. Hindari bayi dari pengaruh yang dapat menurunkan suhu tubuh.
- Ganti pakaian setiap basah
- Observasi adanya sianosis.

3) Gangguan kebutuhan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan


dengan ketidak mampuan mencerna nutrisi karena imaturitas.
Tujuan: Nutrisi dapat terpenuhi
Kriteria hasil:
• Reflek hisap dan menelan baik
• Muntah (-)
• Kembung (-)
• BAB lancar
• Berat badan meningkat 15 gr/hr
• Turgor elastis
Intervensi keperawatan:
1. Observasi intake dan output.
2. Observasi reflek hisap dan menelan.
3. Beri minum sesuai program.
4. Pasang NGT bila reflek menghisap dan menelan tidak ada.
5. Monitor tanda-tanda intoleransi terhadap nutrisi parenteral.
6. Kaji kesiapan untuk pemberian nutrisi enteral
7. Kaji kesiapan ibu untuk menyusu.
8. Timbang BB setiap hari.

4) Resiko infeksi berhubungan dengan pertahanan imunologis yang kurang.


Tujuan: Tidak terjadi infeksi
Kriteria hasil:
• Suhu 36,5-37,5°C.
• Tidak ada tanda-tanda infeksi.
• Leukosit 5.000-10.000.
Intervensi Keperawatan:
1. Kaji tanda-tanda infeksi.
2. Isolasi bayi dengan bayi lain.
3. Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan bayi.
4. Gunakan masker setiap kontak dengan bayi.
5. Cegah kontak dengan orang yang terinfeksi.
6. Pastikan semua perawatan yang kontak dengan bayi dalam keadaan
bersih/steril.
7. Kolaborasi dengan dokter.
8. Berikan antibiotik sesuai program.
DAFTAR PUSTAKA

Jumiarni. 2006. Asuhan Keperawatan Perinatal. Jakarta: EGC


Prawirohardjo, Sarwono. 2006. Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta:
YBP –SP
Pantiawati, I. 2010. Bayi dengan Berat Badan Lahir Rendah. Yogyakarta: Nuha Medika
Pudjiadi Antonius, H., Hegar Badriul, dkk. 2010. Pedoman Pelayanan Medis Ikatan
Dokter Anak Indonesia. Jakarta: IDAI
Proverawati, A., Ismawati, C. 2010. Berat Badan Lahir Rendah. Yogyakarta: Nuha
Medika
Surasmi A., Handayani S., Kusuma H.2005. Perawatan Bayi Resiko Tinggi. Jakarta:
EGC

Anda mungkin juga menyukai