Anda di halaman 1dari 14

Kashaya Ayudina Nurrohma

G1 – 04011381722232
Learning Issue
CEREBRAL PALSY (CP)
Definisi
Cerebral palsy adalah kelainan yang disebabkan oleh kerusakan otak yang
mengakibatkan kelainan pada fungsi gerak dan koordinasi, psikologis dan kognitif sehingga
mempengaruhi proses belajar mengajar. Ini sesuai dengan teori yang disampaikan dalam The
American Academy of Cerebral Paslsy (Mohammad Efendi, 2006:118), “Cerebral Palsy
adalah berbagai perubahan gerakan atau fungsi motor tidak normal dan timbul sebagai akibat
kecelakaan, luka, atau penyakit susunan syaraf yang terdapat pada rongga tengkorak”. Dari
pengertian tersebut di atas, cerebral palsy dapat diartikan gangguan fungsi gerak yang
diakibatkan oleh kecelakaan, luka, atau penyakit susunan syaraf yang terdapat pada rongga
tengkorak.

Dalam teori yang lain menurut Soeharso (Abdul Salim, 2007:170), “cerebral palsy
terdiri dari dua kata, yaitu cerebral yang berasal dari kata cerebrum yang berarti otak dan
palsy yang berarti kekakuan”. Jadi menurut arti katanya, cerebral palsy berarti kekakuan yang
disebabkan karena sebab-sebab yeng terletak di dalam otak. Sesuai dengan pengertian di atas,
cerebral palsy dapat diartikan sebagai kekakuan yang disebabkan oleh sesuatu yang ada di
otak. Istilah cerebral palsy dipublikasikan pertama oleh Willam Little pada tahun 1843
dengan istilah “cerebral diplegia”, sebagai akibat dari prematuritas atau asfiksia neonatorum.
Dan, istilah cerebral palsy diperkenalkan pertama kali oleh Sir William Osler (Mohamad
Efendi: 2006). Istilah cerebral palsy dimaksudkan untuk menerangkan adanya kelainan gerak,
sikap ataupun bentuk tubuh, gangguan koordinasi yang disertai dengan gangguan psikologis
dan sesnsoris yang disebabkan oleh adanya kerusakan atau kecacatan pada masa
perkembangan otak.

Etiologi
Sekitar 24% kasus paralisis serebral tidak dapat diketahui penyebabnya. Penyebab
cerebral palsy secara umum dapat terjadi pada tahap prenatal (75%), perinatal (15%) dan post
natal (15%). Berikut adalah penjelasan dari masing-masing penyebabnya, yaitu:
a. Tahap Prenatal
Pada dasarnya, kerusakan pada otak saat prenatal terjadi saat bayi masih dalam
kandungan. Kerusakan yang dapat terjadi dapat disebabkan oleh:
1. Ibu menderita infeksi atau penyakit saat kehamilan, sehingga menyerang otak bayi
yang sedang dikandungnya. Infeksi ini merupakan salah satu hal yang dapat
menyebabkan kelainan pada janin. Misalnya infeksi sypilis, rubella, typhus
abdominalis dan penyakit inklusi sitomegalik.
2. Pelaku ibu, ibu yang mengkonsumsi obat-obatan, merokok, munum-minuman keras,
ibu yang mengalami depresi dan tekanan darah tinggi, hal tersebut dapat merusak
janin baik fisik maupun mental.
3. Masalah gizi, ibu yang menderita kekurangan gizi akan berpengaruh pada
pembentukan dan perkembangan otak janinnya (dapat menyebaban kerusakan
jaringan di otak).
4. Kelainan kandungan yang menyebabkan peredaran darah bayi terganggu yang biasa
disebut dengan anoksia. Contohnya yaitu tali pusat tertekan sehingga merusak
pembentukan saraf-saraf dalam otak dan anemia.
5. Bayi dalam kandungan terkena radiasi, dimana radiasi langsung dapat mempengaruhi
sistem saraf pusat sehingga struktur dan fungsi terganggu. Contohnya adalah radiasi
sinar-X.
6. Rh bayi tidak sama dengan ibunya, dimana Rh (Rhesus) ibu dengan bayi harus sama
agar proses metabolisme berfungsi normal. Jika berbeda, maka mengakibatkan adanya
penolakan yang menyebabkan kelainan metabolisme ibu dan bayi.
7. Ibu mengalami trauma (kecelakaan atau benturan) yang dapat mengakibatkan
terganggunya pembentukan sistem saraf pusat. Selain itu, keracunan pada ibu juga
berpotensi terkena gangguan ini.

b. Tahap Perinatal
Pada masa bayi dilahirkan ada beberapa resiko yang dapat menimbulkan cerebral
palsy, antara lain:
1.  Hipoksis iskemik ensefalopati
Saat lahir, bayi dalam keadaan tidak sadar, bahkan tidak menangis dan justru
mengalami kejang hingga kekurangan oksigen ke otak, akibatnya jaringan otak rusak.
2.  Perdarahan otak
Perdarahan dibagian otak dapat mengakibatkan penyumbatan sehingga anak
menderita hidrocepaus ataupun microcepalus. Perdarahan yang terjadi dapat menekan
jaringan otak sehingga dapat terjadi kelumpuhan.
3.  Terkena infeksi jalan lahir
Jalan lahir yang kotr dan banyak kuman akan menyebabkan ketidaknormalan bayi
akibat gangguan proses persalinan misal ibu mempunyi infeksi TORCH.
4.  Ikterus atau bayi kuning
Merupakan keadaan bayi mengalami kuning yang berbahaya misalnya karena kelahiran
inkompatibilitas golongan darah yaitu ibu bergolongan darah O sedangkan anaknya
bergolongan darah A atau B, hal tersebut akan menyebabkan bayi mengalami
hiperbilirubenimia yang dapat merusak sel otak secara permanen.
5.  Meningitis purulenta
Meningitis purulenta pada masa bayi bila terlambat atau tidak tepat pengobatannya
akan mengakibatkan gejala sisa berupa cerebral palsy.
6.  Prematuritas
Pada cerebral palsy spastik diplegi biasanya terjadi pada kasus kelahiran prematur,
berat badan lahir rendah dan anoksia berat pada saat kelahiran. Bayi lahir sebelum
waktunya (premature), dimana secara organis tubuhnya belum matang sehingga
fisiologisnya mengalami kelainan dan rentannya bayi dalam terkena infeksi atau
penyakit yang dapat merusak sistem persarafan pusat bayi.
7.  Kelahiran dipaksa dengan menggunakan tang (forcep)
Tekanan yang cukup kuat pada kepala bayi dapat mengakibatkan rusaknya jaringan
saraf otak.
8.  Anestesi yang melebihi ketentuan
Anestesi yang melebihi ketentuan yang diberikan pada saat ibu dioperasi dapat
mempengaruhi sistem persarafan otak bayi sehingga otak mengalami kelainan struktur
ataupun fungsinya.

c.  Tahap Post natal
Kerusakan pada otak saat postnatal terjadi pada masa mulai bayi dilahirkan sampai
anak berusia 5 tahun. Usia 5 tahun dijadikan patokan karena perkembangan otak dianggap
telah selesai. Kerusakannya dapat terjadi disebabkan oleh:
1. Kecelakaan yang dapat secara langsung merusak otak bayi. misalnya pukulan atau
benturan pada kepala yang cukup keras
2. Infeksi penyakit yang menyerang otak, misalnya terinfeksi penyakit meningitis,
encephalitis, influenza yang akut
3. Penyakit typoid atau diphteri yang memungkinkan dapat mengakibatkan kekurangan
oksigen (anoksia)
4. Keracunan karbonmonoksida
5. Tercekik
6. Tumor otak
7. Penyebab lainnya adalah pada trauma kapitis, meningitis, ensepalitis dan luka parut
pada otak pasca bedah dan bayi dengan berat badan lahir rendah

Epidemiologi
CP merupakan cacat fisik permanen yang paling sering pada masa kanak-kanak.
Insidennya 2 sampai 3 kasus dari setiap 1000 kelahiran hidup. Prevalensi CP telah meningkat
dengan peningkatan kelangsungan hidup bayi baru lahir dengan berat badan sangat rendah.
CP spastik merupakan jenis yang paling sering terjadi. Serebral palsi merupakan suatu
kelainan yang lazim dengan perkiraan prevalensi 2/1000 populasi. Collaborative Perinata
Project, dimana sekitar 45000 anak secara teratur dipantau sejak dalam kandungan hingga
umur 7 tahun, melaporkan angka prevalensi CP sekitar 4/1000 bayi lahir hidup.

Karakteristik Anak Cerebral Palsy


Manusia adalah mahluk yang unik dengan ciri-ciri atau karakteristik yang berbeda
antara satu dengan yang lain. Begitu juga dengan karakteristik anak cerebral palsy.
Karakteristik anak cerebral palsy dapat dilihat dari ciri-ciri yang tampak pada anak-anak
cerebral palsy. Penyebab utamanya adalah adanya kerusakan, gangguan atau adanya kelainan
yang terjadi pada otak. Menurut Yulianto (Abdul Salim, 2007: 178-182), cerebral palsy
diklasifikasikan menjadi enam, yaitu:
a. Spasticity, anak yang mengalami kekakuan otot atau ketegangan otot, menyebabkan
sebagian otot menjai kaku, gerakan-gerakan lambat dan canggung.
b. Athetosis, merupakan salah satu jenis cerebral palsi dengan cirri menonjol, gerakan-
gerakan tidak terkontrol, terdapat pada kaki, lengan, tangan, atau otot-otot wajah yang
lambat bergeliat-geliut tibatiba dan cepat.
c. Ataxia, ditandai gerakan-gerakan tidak terorganisasi dan kehilangan keseimbangan.
Jadi keseimbangan buruk, ia mengalami kesulitan untuk memulai duduk dan berdiri.
d. Tremor, ditandai dengan adanya otot yang sangat kaku, demikian juga gerakannya, otot
terlalu tegang diseluruh tubuh, cenderung menyerupai robot waktu berjalan tahan-tahan
dan kaku.
e. Rigiditi, ditandai dengan adanya gerakan-gerakan yang kecil tanpa disadari, dengan
irama tetap. Lebih mirip dengan getaran.
f. Campuran, yang disebut dengan campuran anak yang memiliki beberapa jenis kelainan
cerebral palsy.

Dari pendapat Yulianto (Abdul Salim, 2007: 178-182) di atas, cerebral palsy
mempunyai karakteristik sebagai berikut: mengalami kekakuan kekakuan otot; terdapat
gerakan-gerakan yang tidak terkontrol pada kaki, tangan. lengan, dan otot-otot wajah;
hilangnya keseimbangan yang ditandai dengan gerakan yang tidak terorganisasi; otot
mengalami kekakuan sehingga seperti robot apabila sedang berjalan; adanya gerakangerakan
kecil tanpa disadari; dan anak mengalami beberapa kondisi campuran.

Dalam teori yang lain, Bakwin-bakwin (Sutjihati Somantri, 2006:122), cerebral palsy
dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
a. Spasticity, yaitu kerusakan pada kortex cerebellum yang menyebabkan hiperaktive
reflex dan strech relex. Spasticity dapat dibedakan menjadi:
1) Paraplegia, apabila kelainan menyerang kedua tungkai.
2) Quadriplegia, apabila kelainan menyerang kedua tungkai dan kedua tangan.
3) Hemiplegia, apabila kelainan menyerang satu lengan dan satu tungkai dengan
terletak ada belahan tubuh yang sama.
b. Athetosis, yaitu kerusakan pada bangsal banglia yang mengakibatkan gerakan-gerakan
menjadi tidak terkendali dan terarah.
c. Ataxsia, yaitu kerusakan otot pada cerebellum yang mengakibatkan gagguan pada
keseimbangan.
d. Tremor, yaitu kerusakan pada bangsal ganglia yang berakibat timbulnya getaran-
getaran berirama, baik yang bertujuan maupun yang tidak bertujuan.
e. Rigiditi, yaitu kerusakan pada bangsal ganglia yang mengakibatkan kekakuan pada
otot.

Dari pendapat Bakwin-bakwin (Sutjihati Somantri, 2006: 122) di atas, cerebral palsy
mempunyai karakteristik sebagai berikut: mengalami kelainan pada satu atau kedua tungkai
dan juga tangan yang disebabkan kerusakan kortex cerebellum yang menyebabkan
hiperaktive dan stretch relex; adanya gerakan-gerakan yang tidak terkendali dan terarah yang
diakibatkan kerusakan pada bangsal banglia; adanya gangguan keseimbangan yang
diakibatkan kerusakan otot pada cerebellum; terjadi getaran-getaran berirama, baik yang
bertujuan maupun yang tidak bertujuan yang diakibatkan kerusakan pada bangsal banglia;
dan kekakuan otot yang diakibatkan kerusakan pada bagsal banglia.

Menurut Yulianto (Abdul Salim, 2007: 178-182), karakteristik cerebral palsy dibagi
sesua dengan derajat kemampuan fungsional. Adapun karakteristik cerebral palsy sesuai
dengan derajat kemampuan fungsional yaitu:
a. Golongan Ringan
Cerebral palsy golongan ringan umumnya dapat hidup bersama anak-anak sehat
lainnya, kelainan yang dialami tidak mengganggu dalam kegiatan sehari-hari, maupun
dalam mengikuti pendidikan.
b. Golongan Sedang
Cerebral palsy yang termasuk sedang sudah kelihatan adanya pendidikan khusus agar
dapat mengurus dirinya sendiri, dapat bergerak atau bicara. Anak memerlukan alat
bantuan khusus untuk memperbaiki pola geraknya.
c. Golongan Berat
Cerebral palsy yang termasuk berat sudah menunjukkan kelainan yang sedemikian
rupa, sama sekali sulit melakukan kegiatan dan tidak mungkin dapat hidup tanpa
bantuan orang lain.

Dari pendapat Yulianto (Abdul Salim, 2007: 178-182) di atas, cerebral palsy
mempunyai karakteristik sebagai berikut: cerebral palsy golongan ringan dapat hidup
bersama anak-anak sehat lainnya, baik dalam kehidupan sehari-hari maupun pendidikan;
cerebral palsy golongan ringan membutuhkan pendidikan khusus agar dapat mengurus diri
sendiri, bergerak dan bicara dan memerlukan alat bantu khsus untuk pola geraknya; dan
cerebral palsy golongan berat menunjukkan kelainan yang sedemikian rupa, sama sekali sulit
melakukan kegiatan dan tidak mungkin hidup tanpa bantua orag lain. Dari beberapa pendapat
yang telah dikemukakan di atas, dapat disimpulkan bahwa secara umum anak cerebral palsy
memiliki karakteristik sebagai berikut: mengalami kekakuan otot atau ketegangan otot,
gerakan-gerakan tidak terkendali, gerakan-gerakan tidak terkoordinasi, keseimbangannya
buruk, dan terdapat getaran-getaran kecil yang muncul tanpa terkendali. Kondisi anak
cerebral palsy yang demikian mengakibatkan anak membutuhkan bantuan dan layanan
khusus pada tingkatan tertentu.

Dampak Cerebral Palsy


Cerbral palsy dapat berdampak pada keadaan kejiwaan yang banyak dialami adalah
kurannya ketenangan. Anak cerebral palsy tidak dapat stabil, sehingga menyulitkan pendidik
untuk mengikat (mengarahkan) kepada suatu pelajaran atau latihan. “Anak cerebral palsy
dapat juga bersikap depresif, seakan-akan melihat sesuatu dengan putus asa atau sebaliknya
agresif dengan bentuk pemarah, ketidak sabaran atau jengkel, yang akhirnya sampai kejang “.
(Mumpuniarti, 2001: 101). Pendapat lain yang dikemukakan oleh Mohammad Efendi (2006:
126).

Kondisi ketunadaksaan pada anak sebagian besar menimbulkan kesulitan belajar dan
perkembangan kognitifnya. Khsusunya anak cerebral palsy selain mengalami kesulitan dalam
belajar dan perkembangan fungsi kognitifnya, mereka pun seringkali mengalami kesulitan
dalam komunikasi, persepsi, maupun kontrol gerakan, bahkan beberapa penelitian sebagian
besar diketahui terbelakang mental (tunagrahita). Sedangkan menurut Abdul Salim (2007:
184-176), kelainan fungsi dapat terjadi tergantung dari jenis cerebral palsy dan berat
ringannya kelainan, antara lain:
a. Kelainan fungsi mobilitas
Kelainan fungsi mobilitas dapat diakibatkan oleh adanya kelumpuhan anggota gerak
tubuh, baik anggota gerak atas maupun anggota gerak bawah, sehingga anak dalam
melakukan mobilitas mengalami hambatan.
b. Kelainan fungsi komunikasi
Kelainan ini dapat timbul karena adanya kelumpuhan pada otot-otot mulut dan kelainan
pada alat bicara. Kelainan tersebut mengakibatkan kemampuan anak untuk
berkomunikasi secara lisan mengalami hambatan.
c. Kelainan fungsi mental
Kelainan fungsi mental dapat terjadi terutama pada anak cerebral palsy dengan potensi
mental normal. Oleh karena ada hambatan fisik yang berhubungan dengan fungsi gerak
dan perlakuan yang keliru, mengakibatkan anak yang sebenarnya cerdas akan tampak
tidak dapat menampikan kemampuannya secara maksimal.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan, kerusakan otak pada anak cerebral palsy
berdampak pada kelainan fisik, kelainan psikologis, kelainan mobilitas, kelainan komunikasi,
kelainan mental dan inteligensi.

Patogenesis
Perkembangan susunan saraf dimulai dengan terbentuknya neural tube yaitu induksi
dorsal yang terjadi pada minggu ke 3-4 masa gestasi dan induksi ventral, berlangsung pada
minggu ke 56 masa gestasi.

Setiap gangguan pada masa ini bisa mengakibatkan terjadinya kelainan kongenital
seperti kranioskisis totalis, anensefali, hidrosefalus dan lain sebagainya. Fase selanjutnya
terjadi proliferasi neuron, yang terjadi pada masa gestasi bulan ke 24. Gangguan pada fase ini
bisa mengakibatkan mikrosefali, makrosefali. Stadium selanjutnya yaitu stadium migrasi
yang terjadi pada masa gestasi bulan 35. Migrasi terjadi melalui dua cara yaitu secara radial,
sel berdiferensiasi dan daerah periventnikuler dan subventrikuler ke lapisan sebelah dalam
koerteks serebri; sedangkan migrasi secara tangensial sd berdiferensiasi dan zone germinal
menuju ke permukaan korteks serebri. Gangguan pada masa ini bisa mengakibatkan kelainan
kongenital seperti polimikrogiri, agenesis korpus kalosum. Stadium organisasi terjadi pada
masa gestasi bulan ke 6 sampai beberapa tahun pascanatal. Gangguan pada stadium ini akan
mengakibatkan translokasi genetik, gangguan metabolisme.

Stadium mielinisasi terjadi pada saat lahir sampai beberapa tahun pasca natal. Pada
stadium ini terjadi proliferasi sd neuron, dan pembentukan selubung mialin. Kelainan
neuropatologik yang terjadi tergantung pada berat dan ringannya kerusakan Jadi kelainan
neuropatologik yang terjadi sangat kompleks dan difus yang bisa mengenai korteks motorik
traktus piramidalis daerah paraventnkuler ganglia basalis, batang otak dan serebelum.

Anoksia serebri sering merupakan komplikasi perdarahan intraventrikuler dan


subependim Asfiksia perinatal sering ber- kombinasi dengan iskemi yang bisa menyebabkan
nekrosis Kerniktrus secara klinis memberikan gambaran kuning pada seluruh tubuh dan akan
menempati ganglia basalis, hipokampus, sel-sel nukleus batang otak; bisa menyebabkan
cerebral palsy tipe atetoid, gangguan pendengaran dan mental retardasi. Infeksi otak dapat
mengakibatkan perlengketan meningen, sehingga terjadi obstruksi ruangan subaraknoid dan
timbul hidrosefalus. Perdarahan dalam otak bisa meninggalkan rongga yang berhubungan
dengan ventrikel. Trauma lahir akan menimbulkan kompresi serebral atau perobekan
sekunder. Trauma lahir ini menimbulkan gejala yang ireversibel. Lesi ireversibel lainnya
akibat trauma adalah terjadi sikatriks pada sel-sel hipokampus yaitu pada kornu ammonis,
yang akan bisa mengakibatkan bangkitan epilepsy.

Tanda dan Gejala


Tanda awal cerebral palsi biasanya tampak pada usia kurang dari 3 tahun, dan orang
tua sering mencurigai ketika kemampuan perkembangan motorik tidak normal. Bayi dengan
CP sering kelambatan perkembangan, misalnya tengkurap, duduk, merangkak, atau berjalan.
Sebagian mengalami abnormalitas tonus otot. Penurunan tonus otot/hipotonia dapat
menyebabkan bayi tampak lemah dan lemas serta bayi tampak kaku. Pada sebagian kasus,
bayi pada periode awal tampak hipotonia dan selanjutnya berkembang menjadihipertonia
setelah 2-3 bulan pertama. Anak-anak CP mungkin menunjukkan postur abnormal pada salah
satu sisi tubuh. Tanda dan gejala yang dapat dilihat dari anak yang mengalami cerebral palsi
yaitu sebagai berikut:
a. Keterlambatan dalam mencapai tahap perkembangan motorik;
b. Penampilan motorik yang tidak normal dan kehilangan kendali motorik selektif
misalnya menggunakan tangan dominan lebih awal, berguling secara abnormal dan
asimetris, cardan lain-lain.
c. Perubahan tonus otot (misalnya peningkatan atau penurunan resistensi terhadap gerakan
pasif, anak merasa kaku ketika memegang atau berpakaian, kesulitan menggunakan
popok);
d. Postur yang tidak normal (misalnya tangan seperti gunting);
e. Ketidaknormalan refleks (misalnya reflek primitif persisten, seperti hertonik atau
hiperrefleksia);
f. Kecerdasan di bawah normal;
g. Keterbelakangan mental;
h. Kejang/epilepsi (terutama pada tipe spastik);
i. Gangguan menghisap atau makan;
j. Pernafasan yang tidak teratur;
k. Gangguan perkembangan kemampuan motorik (misalnya, menggapai sesuatu, duduk,
berguling, merangkak, berjalan);
l. Gangguan berbicara (disartria);
m. Gangguan penglihatan;
n. Gangguan pendengaran.

Komplikasi
Anak yang menderita serebral palsi yang biasanya mengalami komplikasi seperti:
1. Kontraktur, yaitu sendi tidak dapat digerakkan atau ditekuk karena otot memendek;
2. Skoliosis, yaitu tulang belakang melengkung ke samping disebabkan karena 
kelumpuhan hemiplegia;
3. Dekubitus, yaitu adanya suatu luka yang menjadi borok akibat mengalami kelumpuhan
menyeluruh, sehingga ia harus selalu berbaring di tempat tidur;
4. Deformitas (perubahan bentuk) akibat adanya kontraktur;
5. Gangguan mental. Anak CP tidak semua tergangu kecerdasannya, mereka ada yang
memiliki kadar kecerdasan pada taraf rata-rata, bahkan ada yang berada di atas rata-
rata;
6. Gangguan komunikasi;
7. Ketidakmampuan belajar;
8. Komplikasi mental dapat terjadi apabila yang bersangkutan diperlakukan secara tidak
wajar.

Prognosis
Prognosis tergantung pada gejala dan tipe cerebral palsy. Di Inggris dan Skandinavia
20-25% pasien dengan cerebral palsy mampu bekerja sebagai buruh penuh; sebanyak 30-35%
dari semua pasien cerebral palsy dengan retardasi mental memerlukan perawatan khusus.
Prognosis paling baik pada derajat fungsionil yang ringan. Prognosis bertambah berat apabila
disertai dengan retardasi mental, bangkitan kejang, gangguan penglihatan dan pendengaran.

Pengamatan jangka panjang yang dilakukan oleh Cooper dkk seperti dikutip oleh
Suwirno T menyebutkan ada tendensi perbaikan fungsi koordinasi dan fungsi motorik dengan
bertambahnya umur pasien cerebral palsy yang mendapatkan rehabilitasi yang baik.

Tata Laksana
a.    Edukasi dan rehabilitasi.
Dengan adanya kecacatan yang bersifat multifaset, seseorang penderita CP perlu
mendapatkan terapi yang sesuai dengan kecacatannya. Evaluasi terhadap tujuan perlu
dibuat oleh masing-masing terapist. Tujuan yang akan dicapai perlu juga disampaikan
kepada orang tua/famili penderita, sebab dengan demikian ia dapat merelakan anaknya
mendapat perawatan yang cocok serta ikut pula melakukan perawatan tadi di lingkungan
hidupnya sendiri. Fisioterapi bertujuan untuk mengembangkan berbagai gerakan yang
diperlukan untuk memperoleh keterampilan secara independen untuk aktivitas sehari-
hari. Fisioterapi ini harus segera dimulai secara intensif. Untuk mencegah kontraktur
perlu diperhatikan posisi penderita sewaktu istirahat atau tidur. Bagi penderita yang berat
dianjurkan untuk sementara tinggal di suatu pusat latihan. Fisioterapi dilakukan
sepanjang hidup penderita. Selain fisioterapi, penderita CP perlu dididik sesuai dengan
tingkat inteligensinya, di Sekolah Luar Biasa dan bila mungkin di sekolah biasa
bersama-sama dengan anak yang normal. Di Sekolah Luar Biasa dapat dilakukan speech
therapy dan occupational therapy yang disesuaikan dengan keadaan penderita. Mereka
sebaiknya diperlakukan sebagai anak biasa yang pulang ke rumah dengan kendaraan
bersanrm-sama sehingga tidak merasa diasingkan, hidup dalam suasana normal. Orang
tua janganlah melindungi anak secara berlebihan dan untuk itu pekerja sosial dapat
membantu di rumah dengan melihat seperlunya.

b.    Psikoterapi untuk anak dan keluarganya.


Oleh karena gangguan tingkah laku dan adaptasi sosial sering menyertai CP, maka
psiko terapi perlu diberikan, baik terhadap penderita maupun terhadap keluarganya.

c.    Koreksi operasi.
Bertujuan untuk mengurangi spasme otot, menyamakan kekuatan otot yang antagonis,
menstabilkan sendi-sendi dan mengoreksi deformitas. Tindakan operasi lebih sering
dilakukan pada tipe spastik dari pada tipe lainnya. Juga lebih sering dilakukan pada
anggota gerak bawah dibanding dengan anggota gerak atas. Prosedur operasi yang
dilakukan disesuaikan dengan jenis operasinya, apakah operasi itu dilakukan pada saraf
motorik, tendon, otot atau pada tulang.

d.   Obat-obatan.
Pemberian obat-obatan pada CP bertujuan untuk memperbaiki gangguan tingkah laku,
neuro-motorik dan untuk mengontrol serangan kejang. Pada penderita CP yang kejang.
pemberian obat anti kejang memeerkan hasil yang baik dalam mengontrol kejang, tetapi
pada CP tipe spastik dan atetosis obat ini kurang berhasil. Demikian pula obat
muskulorelaksan kurang berhasil menurunkan tonus otot pada CP tipe spastik dan
atetosis. Pada penderita dengan kejang diberikan maintenance anti kejang yang
disesuaikan dengan karakteristik kejangnya, misalnya luminal, dilantin dan sebagainya.
Pada keadaan tonus otot yang berlebihan, obat golongan benzodiazepine, misalnya:
valium, librium atau mogadon dapat dicoba. Pada keadaan choreoathetosis diberikan
artane. Tofranil (imipramine) diberikan pada keadaan depresi. Pada penderita yang
hiperaktif dapat diberikan dextroamphetamine 5-10 mg pada pagi hari dan 2,5-5 mg
pada waktu tengah hari.

Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan klinis untuk mengidentifikasi ketidaknormalan tonus, seringnya terjadi
hipotonik yang diikuti dengan hipertonik, ketidaknormalan postur dan keterlambatan
perkembangan motorik.
b. Ultrasonografi kranial untuk mendeteksi hemoragi dan iskemik hipoksik.
c. CT scan untuk mendeteksi lesi-lesi susunan saraf pusat
d. Tomografi emisi positron dan tomografi terkomputerisasi emisi foton tunggal untuk
melihat metabolisme dan perfusi otak.
e. MRI untuk mendeteksi lesi-lesi kecil.
f. Pemeriksaan mata dan pendengaran segera dilakukan setelah diagnosis CP ditegakkan.
g. Pungsi lumbal harus dilakukan untuk menyingkirkan suatu proses degeneratif. Pada CP
likuor serebrospinalis normal.
h. Pemeriksaan Elektro Ensefalografi dilakukan pada penderita kejang atau pada golongan
hemiparesis baik yang berkejang maupun yang tidak.
i. Foto kepala (X-ray) dan CT Scan.
j. Penilaian psikologik perlu dilakukan untuk menentukan tingkat pendidikan yang
diperlukan.
k. Pemeriksaan metabolik untuk menyingkirkan penyebab lain retardasi mental.

Selain pemeriksaan di atas, kadang-kadang diperlukan pemeriksaan arteriografi dan


pneumoensefalografi individu. Untuk memperoleh hasil yang maksimal, penderita CP
perlu ditangani oleh suatu tim yang terdiri dari: dokter anak, ahli saraf, ahli jiwa, ahli
bedah tulang, ahli fisioterapi, occupational therapist,guru luar biasa, orang tua penderita
dan bila perlu ditambah dengan ahli mata, ahli THT, perawat anak dan lain-lain.
Pencegahan
Pencegahan merupakan usaha yang terbaik. CP dapat dicegah dengan jalan
menghilangkan faktor etiologik kerusakan jaringan otak pada masa prenatal, natal dan post
natal. Sebagian daripadanya sudah dapat dihilangkan, tetapi masih banyak pula yang sulit
untuk dihindari. "Prenatal dan perinatal care" yang baik dapat menurunkan insidens CP.
Kernikterus yang disebabkan "haemolytic disease of the new born" dapat dicegah dengan
transfusi tukar yang dini, "rhesus incompatibility" dapat dicegah dengan pemberian
"hyperimmun anti D immunoglobulin" pada ibu-ibu yang mempunyai rhesus negatif.

Pencegahan lain yang dapat dilakukan ialah tindakan yang segera pada keadaan
hipoglikemia, meningitis, status epilepsi dan lain-lain. Beberapa pencegahan yang bisa
dilakukan yaitu:
a. Cegah bayi dari berat badan lahir rendah atau lahir prematur dengan mengikuti pola
hidup sehat selama kehamilan, termasuk gizi yang baik, istirahat, dan olahraga yang
cukup. Selain itu, hindari alkohol, rokok, dan penggunaan narkoba. Hal ini
dikarenakan apabila bayi lahir dengan berat badan rendah, kemungkinan bayi
menderita serebral palsi akan meningkat.
b. Membuat jadwal kunjungan dengan dokter kandungan di awal kehamilan yang
berfokus pada apa yang dapat dilakukan untuk mengurangi risiko kemungkinan
melahirkan secara prematur. Hal ini dikarenakan hampir setengah dari semua anak
yang menderita serebral palsi lahir dengan prematur.
c. Ambil tindakan pencegahan apapun yang diperlukan untuk memastikan tidak
termasuk ke dalam kelompok dengan faktor risiko melahirkan prematur seperti
terpapar karbon monoksida, radang, atau infeksi lainnya. Hindari bekerja sambil
berdiri selama berjam-jam, penyakit menular seksual, dan kekerasan dalam rumah
tangga. Dokter kandungan mungkin akan merekomendasikan istirahat total di tempat
tidur atau intervensi lainnya jika faktor risiko tersebut telah ada.
d. Bertanya pada dokter kandungan tentang kemungkinan pengobatan menggunakan
progesteron, yoghurt, pemakaian Clindamycin untuk perawatan pH vagina tinggi, atau
mengonsumsi suplemen minyak ikan. Masing-masing pendekatan ini telah terbukti
cukup efektif dalam mengurangi faktor risiko kelahiran prematur dan jangan lupa
ketika hamil mengkonsumsi sari kurma.
e. Konsultasikan dengan dokter kandungan mengenai apakah harus mendapat
pengobatan untuk mengurangi faktor-faktor yang memperkuat faktor risiko kelahiran
prematur seperti tekanan darah tinggi, infeksi saluran kencing, kecemasan, atau
diabetes.
f. Hindari infeksi yang dapat mengakibatkan pelepasan cytokinin beracun ke otak janin
selama kehamilan. Infeksi pada ibu hamil memiliki risiko tiga kali lebih besar
kemungkinannya menyebabkan anak berkembang menjadi serebral palsy

Kompetensi

Tingkat Kemampuan 2: mendiagnosis dan merujuk

Lulusan dokter mampu membuat diagnosis klinik terhadap penyakit tersebut berdasarkan
anamnesis dan pemeriksaan fisik dan menentukan rujukan yang paling tepat bagi penanganan
pasien selanjutnya. Lulusan dokter juga mampu menindaklanjuti sesudah kembali dari
rujukan.

Anda mungkin juga menyukai