Hukum Adat Bali
Hukum Adat Bali
NIM : 1704551149
KELAS : B (REGULER PAGI)
Dalam hal kawin lari adalah dilihat dari frase "membawa pergi" dalam Pasal 332
KUHP. Perbuatan ‘membawa pergi’ yang disebut ayat (1) berarti memerlukan tindakan
aktif dari laki-laki. Pasal ini tidak bisa diterapkan jika yang sangat aktif adalah si
perempuan, sedangkan laki-laki bersifat pasif. Dari pasal tersebut terdapat istilah
membawa pergi yang berarti melarikan perempuan di bawah umur tanpa izin orang tua
atau walinya walaupun atas kemauan perempuan itu sendiri dan atau membawa pergi
perempuan yang belum cukup umur dikarenakan akal tipu, kekerasan atau anacaman
kekerasan. .Maksud membawa lari ialah untuk mempunyai perempuan itu dalam atau luar
perkawinan. Menurut Pasal 332 KUHPidana walaupun perempuann yang dibawa lari itu
atas kemauan sendiri tetapi karena ia masih dibawah umur dan tanpa izin orang tua atau
walinya maka yang melarikan karena salahnya tetap dihukum sesuai sanksi yang
tercantum.
7. JELASKAN APAKAH PERKAWINAN MENURUT HUKUM ADAT BALI YANG
TIDAK DICATATKAN DI KANTOR CATATAN SIPIL DAPAT DIKATAN SAH !
Jawab :
Sebuah perkawinan adalah sah bila dilakukan menurut hukum agama dan
keyakinan berturut-turut (Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Perkawinan). Selain itu,
setiap perkawinan harus didaftarkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku Perkawinan pada umumnya harus dicatatkan di kantor pegawai pencatat sipil,
akan tetapi sampai sekarang masih banyak perkawinan yang belum terdaftar atau
dicatatkan. Hal ini bisa disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain biaya pencatatan
perkawinan yang cukup mahal dan sulitnya mengurus surat pencatatan perkawinan
tersebut.
Perkawinan dan perceraian bagi umat Hindu di Bali dapat dikatakan sah apabila
dilaksanakan menurut hukum adat Bali (disaksikan prajuru banjar atau desa pakraman)
dan agama Hindu. Jadi bagi masyarakat adat Bali khususnya agama hindu, perkawinan
harus melalui proses upacara agama yang disebut “Mekala-kalaan” (natab banten),
biasanya dipuput oleh seorang pinandita. Jadi makna upacara mekala-kalaan sebagai
pengesahan perkawinan kedua mempelai melalui proses penyucian, sekaligus
menyucikan benih yang dikandung kedua mempelai. Sehingga hal ini berarti perkawinan
menurut hukum adat Bali dapat dikatakan sah, menurut agama (skala/niskala). Terkait
dengan apabila perkawinan tidak dicatatkan di kantor Catatan Sipil, maka perkawinan
tetap dianggap sah apabila memang dijalankan menurut agama dan adat, karena kantor
catatan sipil sesuai Pasal 2 UU Perkawinan adalah melayani pencatatan akta perkawinan
agar perkawinan memiliki kekuatan hukum, bukan untuk "mengawinkan secara sah".