Disusun Oleh:
Diana Fransiska
P0 0340219 005
Dosen Pengampu:
2019/2020
BIODATA
Riwayat Pendidikan
SD : (2000-2008)
SMP : (2008-2011)
SMA : (2011-2014)
Dari pengalaman yang didapatkan Persoalannya adalah ketika guru agama harus
berhadapan dengan praktek pembelajaran di sekolah dengan berbagai tantangan yang ada baik
yang bersifat internal maupun eksternal. Tantangan tersebut mulai dari orientasi pembelajaran
yang kognitif oriented, beban administrasi yang tidak masuk akal sampai keruwetan birokrasi
yang seringkali membingungkan. Selain itu, di tengah dinamika hidup yang demikian cepat,
guru agama dituntut untuk mampu menghadirkan wacana keagamaan yang sesuai dengan
maksud teks dan konteks situasi di sekolah.
Menurut wahyu, sistem perkuliahan dapat dijalani dengan baik meskipun ada beberapa
kendala dan hambatan. Diceritakn bahwa Perubahan Nama STAIN menjadi IAIN sempat
menjadi hambatan dalam proses wisuda bik system belajar maupun kurikulum nya ikut
menglami perubahan sedangkn rumpun ilmu pengetahuan yang dimaksud tentu saja adalah
ilmu keislaman yang menjadi napas dalam Perguruan Tinggi Keagamaan Islam, di mana
terdiri atas Tarbiyah, Syariah, Ushuludian, Adab dan Dakwah. Artinya adalah alih status dari
STAIN menjadi IAIN juga membawa dampak pada rumpun ilmu pengetahuan yang
cakupannya lebih luas lagi, dalam hal ini seperti bertambahnya jurusan baru yang sebelumnya
tidak ada. Seperti misalnya jurusan Pendidikan Bahasa Inggris atau Pendidikan Matematika
dan lain sebagainya.
Selain itu, ketika menjadi IAIN, struktur kelembagaannya pun berubah. Tidak ada lagi
Ketua atau Pembantu Ketua (PK), melainkan berganti dengan Rektor dan Wakil Rektor. Tidak
ada lagi ketua program pendidikan (prodi), namun sudah berganti menjadi ketua jurusan
(kajur).Hal paling kentara dan nyata terasa dari perubahan alih status ini adalah terdapat pada
pembayaran uang kuliah tunggal (UKT) bagi mahasiswa. Ketika masih STAIN, per semeter
mahasiswa masih ada yang bisa menikmati UKT di bawah satu juta rupiah, berbeda jauh
dengan mahasiswa baru yang masuk ketika sudah alih status ke IAIN.
Sebagai konsekwensinya, dari sisi proses membutuhkan ruang dimana nilai nilai
agama yang konseptual dan abstrak itu berdialog dan bernegosiasi dengan realitas kehidupan
(praxis). Dengan demikian, pembelajaran agama tidak cukup hanya mengajarkan “tentang”
agama, tapi juga “cara” beragama dalam realitas kehidupan yang nyata. Hal tersebut
meniscayakan adanya realitas kehidupan sebagai laboratorium belajar afeksi sekaligus sebagai
wahana belajar hidup yang memungkinkan peserta didik dan guru belajar bersama, berdialog
dan bernegosiasi dengan persoalan riil kehidupan. Dengan demikian isi materi tidak hanya
mengacu pada silabi kurikulum, tetapi juga mengakomodasi persoalan persoalan riil dan
aktual yang terjadi di sekeliling peserta didik dan juga sesuai dengan kebutuhan peserta didik.
Beberapa realitas (pengalaman langsung) yang pernah wahyu hadirkan di antaranya: