Definisi persalinan normal menurut WHO adalah persalinan yang di mulai secara spontan,
beresiko rendah pada awal persalinan dan tetap demikian selama persalinan. Bayi di lahirkan
spontan dalam presentase belakang kepala pada usia kehamilanan antara 37 minggu hingga 42
minggu lengkap. Stelah persalinan ibu maupun bayi berada dalam kondisi sehat.
Persalinan adalah proses pengeluaran hasil konsepsi (janin dan plasenta) yang telah cukup
bulan atau dapat hidup di luar kandungan melalui jalan lahir atau melalui jalan lain, dengan
bantuan atau tanpa bantuan (kekuatan sendiri). Proses ini di mulai dengan adanya kontrasi
persalinan sejati, yang di tandai dengan perubahan serviks secara progresif dan di akhiri dengan
kelahiran plasenta (eka dan kurnia, 2014:2)
Menurut Varney (2007), Persalinan adalah proses pengeluaran hasil konsepsi yang dapat
hidup dari dalam uterus melalui vagina ke dunia luar dengan berbagai rangkaian yang berakhir
dengan pengeluaran hasil konsepsi oleh ibu. Proses ini dimulai dengan kontraksi persalinan sejati,
dan diakhiri dengan kelahiran plasenta (Elisabet siwi walyani,2015).
Salah satu hal penting daalam proses persalinan adalah asuhan intrapartum, yang bertujuan untuk
meningkatkan jalan lahir yang aman bagi ibu dan bayi, meminimalkan resikopada ibu dan bayi,
dan meningkatkan hasil kesehatan yang baik dan pengalaman yang positif. Tujuan dari asuhan
persalinan normal adalah sebagai berikut :
terhadap kebutuhan budaya ibu dan keluarga, Untuk mengupayakan kelangsungan hidup dan
mencapai derajat kesehatan yang tinggi bagi ibu daan bayinya (Eka Puspita 2014)
2. Jenis-Jenis Persalinan
a.Persalinan Spontan Yaitu persalinan yang berlangsung dengan kekuatan ibu sendiri dan melalui
jalan lahir.
b.Persalinan SpontanYaitu persalinan yang berlangsung dengan presentase belakang kepala
denganbantuan tenagaibu sendiri, tanpa adanya bantuan dari luar misalnya ekstraksi dari
foceps/vakum atau sectio caessarea
c.Persalinan Anjuran Yaitu persalinan yang berlangsung bila kekuatan yang di perlukan untuk
persalinan di timbulkan dari luar dengan jalan rangsangan misalnya pemberian Pitocin,
prostaglandin. (Damayanti, dkk, 2014:oktarna, 2016;prawirohardjo,2014)
3. Tahap-tahap persalinan
Kala I di sebut sebagai kala pembukaan yang berlangsung antara pembukaan 0 hingga
pembukaan 10 cm (lengkap). Proses pembukaan serviks sebagai akibat his dibagi menjadi 2 fase,
yaitu:
1) Fase laten Berlangsung selama 8 jam, terjadi sangat lambat hingga mencapai 3 cm
ii. Fase dilatasi maksimal, dalam waktu 2 jam pembukaan berlangsung sangat cepat, dari 4cm
menjadi 9 cm.
iii. Fase deselerasi, pembukaan menjadi lambat sekali. Dalam waktu 2 jam pembukaan 9 cm
menjadi lengkap. Kala I pada pimigravida dan multigravida berbeda. Untuk primigravida
berlangsng 12 jam, sedangkan multigravida berlangsung 8 jam. Berdasarkan hitungan
friedman,pembukaan 1cm/jam dan pembukaan multigravida 2cm/jam. Dengan perhitungan
tersebut maka waktu pembukaan lengkap dapat di perkirakan (eka dan kurnia, 2014:14)
b. Kala II
Kala II di sebut juga kala pengeluaran. Kala ini di mulai dari pembukaan lengkap 10 cm
sampai lahirnya bayi. Proses ini berlangsung selama 1 jam pada primigravida dan 1 jam pada
multigravida. Tanda dan gejala kala II yaitu Pada pengeluaran janin his terkoordinir,kuat,cepat dan
lama kira-kira 2-3 menit sekali. Kepala janin telah turun masuk ruang panggul sehingga terjadilah
tekaan otot dasar panggul yang secara reflektoris menimbulkan mengedan.Karena tekanan pada
rectum ibu merasa seperti ingin buang air besar dengan tanda anus terbuka pada waktu his, kepala
janin mulai terlihat. Vulva membuka dan perineum menegang (sumrah,2009).
c. Kala III (kala pengeluaran plasenta)
Batasan kala III yaitu masa setelah lahirnya bayi dan berlangsungnya proses pengeluaran
placenta. Setelah bayi lahir, uterus teraba keras dan bundar dengan tinggi fundus setenggi pusat dan
beberapa kemudian uterus kembali berkontraksi untuk melepaskan plasenta dari dindingnya,
biasanya placenta terlepas dari dindingnya 6-15 menit setelah bayi lahir dan keluar spontan.
Di mulainya dari lahirnya sampai dengan 2 jam pertama post partum. kala IV di maksudkan
untuk mengobservasi karena perdarahan di 2 jam pertama post partum.Observasi yang di lakukan
adalah:
3) Kontraksi uterus
4) Jumlah perdarahan.
Menurut POGI tahun (2014), KPD diklasifikasikan menjadi 2kelompok, yaitu KPD preterm dam
KPD aterm.
1. KPD Preterm Ketuban pecah dini preterm adalah pecahnya ketuban yang terbukti dengan
vaginal pooling, tes nitrazin dan, tes fernatau IGFBP-1 (+) pada usia <37 minggu sebelum
onset persalinan.KPD sangat preterm adalah pecahnya ketuban saat umur kehamilan ibu
antara 24 sampai kurang dari 34 minggu, sedangkan KPD preterm saat umur kehamilan ibu
antara 34 sampai kurang dari 37 minggu minggu.
2. KPD Aterm Ketuban pecah dini aterm adalah pecahnya ketuban sebelum waktunya yag
terbukti dengan vaginal pooling, tes nitrazin dan tes fern (+), IGFBP-1 (+ ) pada usia
kehamilan ≥ 37 minggu.
Ketuban pecah dini adalah keluarnya cairan berupa air dari vagina setelah kehamilan berusia 22
minggu sebelum proses persalinan berlangsung dan dapat terjadi pada kehamilan preterm sebelum
kehamilan 37 minggu maupun kehamilan aterm (Saifudin, 2002)
Ketuban merupakan hal yang penting dalam kehamilan karena ketuban memiliki fungsi
seperti ; memproteksi janin, mencegah perlengketan janin dengan amnion, agar janin bergerak
dengan bebas, regulasi terhadap panas perubahan suhu dan meratakan tekanan intra-uteri dan
membersihkan jalan keluar saat melahirkan. Ketuban pecah dini adalah pecahnya selaput sebelum
terdapat tanda- tanda persalinan mulai dan ditunggu satu jam belum terjadi inpartu terjadi pada
pembukaan< 4 cm yang dapat terjadi pada usia kehamilan cukup waktu atau kurang waktu
(Wiknjosastro, 2011; Mansjoer, 2010; Manuaba,2009).
B. ETIOLOGI KPD
Penyebabnya dari KPD adalah infeksi, serviks yang inkompeten, ketegangan intra uterine,
trauma, kelainan letak janin, keadaan sosial ekonomi, peninggian tekanan intrauterine,
kemungkinan kesempitan panggul, korioamnionitis, faktor keturunan, riwayat KPD sebelumnya,
kelainan atau kerusakan selaput ketuban dan serviks yang pendek pada usia kehamilan 23 minggu.
(Rukiyah, 2010; Manuaba, 2009; Winkjosastro, 2011)
Infeksi, yang terjadi secara langsung pada selaput ketuban dari vagina atau infeksi pada
cairan ketuban bisa menyebabkan terjadinya ketuban pecah dini. Ketegangan intra uterin yang
meninggi atau meningkat secara berlebihan (overdistensi uterus) misalnya trauma, hidramnion,
gemelli. Ketuban pecah dini disebabkan oleh karena berkurangnya kekuatan membran atau
meningkatnya tekanan intrauterin atau oleh kedua faktor tersebut. Berkurangnya kekuatan membran
disebabkan oleh adanya infeksi yang dapat berasal dari vagina dan serviks. Selain itu ketuban pecah
dini merupakan masalah kontroversi obstetrik (Rukiyah, 2010)
Inkompetensi serviks (leher rahim) adalah istilah untuk menyebut kelainan pada otot-otot
leher atau leher rahim (serviks) yang terlalu lunak dan lemah, sehingga sedikit membuka ditengah-
tengah kehamilan karena tidak mampu menahan desakan janin yang semakin besar. Inkompetensi
serviks adalah serviks dengan suatu kelainan anatomi yang nyata, disebabkan laserasi sebelumnya
melalui ostium uteri atau merupakan suatu kelainan kongenital pada serviks yang memungkinkan
terjadinya dilatasi berlebihan tanpa perasaan nyeri dan mules dalam masa kehamilan trimester
kedua atau awal trimester ketiga yang diikuti dengan penonjolan dan robekan selaput janin serta
keluarnya hasil konsepsi (Manuaba, 2009).
Tekanan intra uterin yang meninggi atau meningkat secara berlebihan dapat menyebabkan
terjadinya ketuban pecah dini, misalnya : Trauma (hubungan seksual,pemeriksaan, amniosintesis),
Gemelli (Kehamilan kembar adalah suatu kehamilan dua janin atau lebih). Pada kehamilan gemelli
terjadi distensi uterus yang berlebihan, sehingga menimbulkan adanya ketegangan rahim secara
berlebihan. Hal ini terjadi karena jumlahnya berlebih, isi rahim yang lebih besar dan kantung
(selaput ketuban) relatif kecil sedangkan dibagian bawah tidak ada yang menahan sehingga
mengakibatkan selaput ketuban tipis dan mudah pecah. Makrosomia adalah berat badan neonatus
>4000 gram kehamilan dengan makrosomia menimbulkan distensi uterus yang meningkat atau over
distensi dan menyebabkan tekanan pada intra uterin bertambah sehingga menekan selaput ketuban,
menyebabkan selaput ketuban menjadi teregang,tipis, dan kekuatan membran menjadi berkurang,
menimbulkan selaput ketuban mudah pecah. Hidramnion atau polihidramnion adalah jumlah cairan
amnion >2000mL. Uterus dapat mengandung cairan dalam jumlah yang sangat banyak. Hidramnion
kronis adalah peningkatan jumlah cairan amnion terjadi secara berangsur-angsur. Hidramnion akut,
volume tersebut meningkat tiba-tiba dan uterus akan mengalami distensi nyata dalam waktu
beberapa hari saja (Winkjosastro, 2011).
Menurut Sulistyowati (2013), sebab-sebab terjadinya ketuban pecah dini antara lain :
1. Faktor maternal
a) Infeksi dari rahim, leher rahim, dan vagina seperti Chlamydia, Gonorrhea.
b) Stress maternal
c) Malnutrisi (gizi buruk, kekurangan vitamin C)
d) Merokok
e) Telah menjalani operasi biopsi serviksMemiliki riwayat KPD
f) Belum menikah
g) Status ekonomi rendah
h) Anemia
i) Trauma abdomen
j) Mengkonsumsi narkoba
k) Genetik
2. Faktor uteroplasental
a) Uterus abnormal (misalnya septum uteri)
b) Plasenta abruption (cacat plasenta didefinisikan sebagai kegagalan fisiologi transformasi
dari segmen miometrium arteriolae spiralis sering menyebabkan KPD dan pre-
eklampsia)
c) Serviks insufisiensi
d) .Peregangan uterus (hidramnion, kehamilan kembar)
e) Chorioamnionitis (infeksi intra ketuban)
f) Infeksi karena transvaginal USG
g) Peregangan uterus
h) Trombosis dan perdarahan desidua
i) Faktor fetal
j) Kehamilan kembar
3. Faktor Resiko
Menurut POGItahun (2014), berbagai faktor resiko yang berhubungan dengan terjadinya
KPD, khususnya padakehamilan preterm, diantaranya:
a) Pasien dengan raskuilt hitam memiliki risiko yang lebih tinggi dibandingkan dengan pasien
yang memiliki ras kulit putih.
b) Status ekonomi yang rendah
c) Riwayat merokok selama kehamilan
d) Riwayat infeksi menular seksual
e) Riwayat persalinan prematur
f) Riwayat ketuban pecahdini sebelumnya
g) Perdarahan pervaginam
h) .Distensiuterus (pada pasien dengan kehamilan multipel dan polihidramnion)
i) Infeksi
j) nflamasi koridesiduaSedangkan prosedur yang dapat berakibat terjadinya KPD aterm antara
lain sirklase dan amniosentesis. Penurunan jumlah kolagen dari membran amnion juga
diduga merupakan faktor predisposisi KPD aterm
D. Patofisiologi
Pecahnya ketuban pada saat persalinan secara umum disebabkan oleh adanya kontraksi
uterus dan juga peregangan yang berulang. Selaput ketuban pecah pada bagian tertentu
dikarenakan adanya perubahan biokimia, yang mengakibatkan berkurangnya keelastisan selaput
ketuban, sehingga menjadi rapuh. Biasanya terjadi pada daerah inferior (Prawirohardjo, 2010)
Korion amnion yang biasa disebut selaput janin merupakan batas desidua maternal dan
lainnya pada membran basemen kolagen tipe II serta IV dan lapisan berserat yang ada di bawahnya
mengandung kolagen tipe I, III, V, dan VI, maka dari itu kolagen merupakan kekuatan utama untuk
korion amnion. Selaput ketuban pecah adalah proses penyembuhan dari luka di mana kolagen
dirusakkan. Kumpulan matrix metalloproteinase (MMPs) adalah salah satu keluarga enzim yang
bertindak untuk merusak serat kolagenyang memgang peranan penting. Di sini prostaglandin juga
memacu produksi MMPs di leher rahim dan desidua untuk mempromosikan pematangan serviks
dan aktivasi membran desidua dan janin, MMPs1 dan MMPs-8 adalah kolagenase yang
mendegradasikan kolagen tipe I, II dan III, sedangkan MMPs-2 dan MMPs-9 merupakan gelatinase
yang mendegradasikan kolagen tipe IV dan V. Aktivitas MMPs sendiri diatur oleh inhibitor
jaringan MMPs yaitu tissue inhibitors of MMPs (TIMPs) .Faktor yang sering dapat meningkatkan
konsentrasi MMPs adalah infeksi atau peradangan. Infeksi dapat meningkatkan konsentrasi MMP
dan menurunkan kadar TIMP dalam rongga ketuban melalui protease yang dihasilkan langsung oleh
bakteri, yang nantinya protease itu akan mengakibatkan degradasi kolagen. Proinflamasi seperti IL-
1 dan TNFα juga dapat meningkatkan kadar MMP (Sulistyowati, 2013)
Selaput ketuban yang tadinya sangat kuat pada kehamilan muda, akan semakin menurun
seiring bertambahnya usia kehamilan, dan puncaknya pada trimester ketiga. Selain yang telah
disebutkan di atas, melemahnya kekuatan selaput ketuban juga sering dihubungkan dengan gerakan
janin yang berlebihan. Pecahnya ketuban pada kehamilan aterm merupakan hal yang fisiologis
(Prawirohardjo, 2010)
E. Pathway
F. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan KPD memerlukan pertimbangan usia kehamilan, adanya infeksi pada
komplikasi ibu dan janin dan adanya tanda-tanda persalinan. Penanganan ketuban pecah dini
menurut Sarwono (2010), meliputi :
1. Konserpatif
a) Konserpatif Pengelolaan konserpatif dilakukan bila tidak ada penyulit (baik pada ibu
maupun pada janin) dan harus di rawat dirumah sakit.
b) Berikan antibiotika (ampicilin 4 x 500 mg atau eritromicin bila tidak tahan ampicilin) dan
metronidazol 2 x 500 mg selama 7 hari.
c) Jika umur kehamilan <32-34 minggu, dirawat selama air ketuban masih keluar, atau sampai
air ketuban tidak keluar lagi.
d) Jika usia kehamilan 32-27 minggu, belum in partu, tidak ada infeksi, tes buss negativ beri
deksametason, observasi tanda-tanda infeksi, dan kesejahteraan janin, terminasi pada
kehamilan 37minggu.14
e) Jika usia kehamilan 32-37 minggu, sudah inpartu, tidak ada infeksi, berikan tokolitik
(salbutamol), deksametason, dan induksi sesudah 24 jam.
f) Jika usia kehamilan 32-37 minggu, ada infeksi, beri antibiotik dan lakukan induksi.
g) Nilai tanda-tanda infeksi (suhu, leukosit, tanda-tanda infeksi intra uterin).
h) Pada usia kehamilan 32-34 minggu berikan steroid, untuk memicu kematangan paru janin,
dan kalau memungkinkan periksa kadar lesitin dan spingomielin tiap minggu. Dosis
betametason 12 mgsehari dosis tunggal selama 2 hari, deksametason IM 5 mg setiap 6jam
sebanyak 4 kali.
2. Aktif
a) Kehamilan >37 minggu, induksi dengan oksitosin, bila gagal seksio sesarea. Dapat pula
diberikan misoprostol 50 mg intravaginal tiap 6 jam maksimal 4 kali.
b) Bila ada tanda-tanda infeksi berikan antibiotika dosis tinggi. Dan persalinan diakhiri.
c) Bila skor pelvik < 5, lakukan pematangan servik, kemudian induksi. Jika tidak berhasil,
akhiri persalinan dengan seksio sesarea
d) Bila skor pelvik > 5, induksi persalinan, partus pervaginam
c. Riwayat kesehatan keluarga : ada tidaknya keluhan ibu yang lain yang pernah hamil
kembar atau turunan kembar.
b) Pemeriksaan fisik
a. Kepala dan leher.
b. Mata perlu diperiksa dibagian sclera, konjungtiva.
c. Hidung : ada/tidaknya pembengkakan konka nasalis. Ada/tidaknya hipersekresi mukosa
d. Mulut : gigi karies/tidak, mukosa mulut kering, dan warna mukosa gigi.
e. Leher berupa pemeriksaan JVP, KGB, dan tiroid.
f. Dada Thorak
- Inspeksi kesimetrisan dada, jenis pernafasan thorak abdominal, dan tidak ada
retraksi dinding dada. Frekuensi pernafasan normal 16-24 x/menit. Iktus
kordis terlihat/tidak
- Palpasi : payudara tidak ada pembengkakan.
- Auskultasi : terdengar BJ I dan II di IC kiri/kanan. Bunyi nafas norma
vesikuler
g. Abdomen
- Inspeksi : ada/tidaknya bekas operasi, striae, linea.
- Palpasi : TFU, kontraksi ada/tidak, posisi, kandung kemih penuh/tidak.
- Auskultasi : DJJ ada/tidak
h. Genitalia
- Inspeksi: keberhasilan, ada/tidaknya tanda-tanda REEDA (Red, Edema,
Discharge, Approximately), pengeluaran dari ketuban (jumlah, warna, bau),
dan lender merah muda kecoklatan.
- Palpasi: pembukaan serviks (0-4).
- Ekstremitas: edema, varises ada/tidak.
c) Pemeriksaan Diagnostik
a. Hitung darah lengkap untuk menentukan adanya anemia, infeksi.
b. Golongan darah dan factor Rh.
c. Rasio lesitin terhadap spingomielin (rasio US): menentukan maturitas janin.
d. es verning dan kertas nitrazine: memastikan pecah ketuban.
e. Ultasonografi: menentukan usia gestasi, ukuran janin, gerakan jantung janin, dan
lokasi plasenta.
f. Pelvimetri: identifikasi posisi janin
d) Diagnosa Keperawatan
1. Resiko tinggi infeksi maternal berhubungan dengan prosedur invasif, pemeriksaan vagina
berulang, dan rupture membrane amniotic.
2. Kerusakan pertukaran gas pada janin berhubungan dengan adanya penyakit.
3. Ansietas berhubungan dengan krisis situasi, ancaman pada diri sendiri/janin.
4. Intoleransi aktifitas b.d. kelemahan fisik
e) Intervensi Keperawatan
c) Evaluasi Keperawatan