Anda di halaman 1dari 3

Nama : Muhammad Abdul Rohim

NIM : 2018310013
Mata Kuliah : Perilaku Organisasi (Jumat 9:45)

Keputusan Pep Mengatur Strategi Jadi Biang Kekalahan


City dari Spurs

Pada pertandingan leg pertama babak perempat-final Liga Champions Eropa 2018-2019 yang digelar di
Tottenham Hotspur Stadium, Rabu (10/4/2019) dini hari tadi, Tottenham Hotspur berhasil mengalahkan
Manchester City 1-0. Gol kemenangan Spurs tercipta melalui tendangan kaki kiri Son Heung-min pada
menit ke-78. Tanda-tanda City akan kalah, sebenarnya sudah terlihat bahkan sebelum Bjorn Kuiper,
wasit yang memimpin jalannya pertandingan itu, meniup peluit tanda dimulainya pertandingan. Dan,
alasannya pun menarik: Pep Guardiola, pelatih City, salah mengambil keputusan. Henry Winter, jurnalis
The Times yang menonton langsung pertandingan antara Spurs dan City di Tottenham Hotspur Stadium,
menilai banyak kesalahan pengambilan keputusan yang terjadi di sepanjang pertandingan. Menurutnya,
keputusan Bjorn Kuiper–yang dibantu VAR [Video Assitant Refeere]--saat memberikan penalti untuk City
sangat kontroversial. Penalti City juga seharusnya diulang, serta Harry Kane tak akan mengalami cedera
engkel jika ia tak berbuat nekat. Namun, dari banyaknya kesalahan pengambilan keputusan yang terjadi
di dalam pertandingan itu, kesalahan Pep Guardiola jelas paling kentara. Winter menulis,
"[Kemenangan] Spurs dibantu oleh keputusan membingungkan Guardiola yang memilih menyimpan
Kevin De Bruyne dan Leroy Sane di bangku cadangan hingga menit ke-89. Keputusan memainkan Riyad
Mahrez daripada Sane [dan memastikan bahwa Raheem Sterling bermain di kiri] juga menjadi bukti
sebuah kesalahan. Itu adalah penampilan aneh dari City, hampir tampak hati-hati, yang bertentangan
dengan prinsip-prinsip Guardiola." Untuk mengantisipasi permainan agresif yang diterapkan Spurs, City
memulai pertandingan dengan formasi 4-2-3-1. Mengingat keunggulan fisik yang dimiliki pemain-
pemain tengah Tottenham, pilihan Pep tersebut tentu tak keliru. Namun, Winter benar: Pep keliru
dalam memilih komposisi pemain serta menerapkan pendekatan permainan. Baca juga: Bukan Juventus,
Obsesi Pep Guardiola Masih Manchester City Dalam pertandingan itu, City justru memilih bertahan agak
dalam daripada melakukan pressing. Saat fase bertahan, dengan jarak antarlini dan antarpemain yang
sangat rapat, formasi mereka akan berubah menjadi 4-4-2: David Silva, pemain nomor 10 City, akan
berdiri sejajar dengan Kun Aguero, sementara dua pemain sayap City, Riyad Mahrez dan Raheem
Sterling, langsung merapat dengan Ilkay Gudogan serta Fernandinho, dua gelandang tengah City. Dari
situ, peran yang dimainkan Sterling dan Mahrez dalam bertahan tentu menimbulkan pertanyaan.
Sebelumnya City tak pernah sekonservatif itu. Meski dua pemain sayap mereka seringkali terlibat aktif
dalam bertahan, mereka tak pernah bertahan sedalam pada pertandingan tersebut. Alhasil, terutama
pada babak pertama, Spurs pun dapat mengontrol jalannya pertandingan, sementara City tak mampu
melancarkan serangan berbahaya. Setidaknya catatan statistik bisa menjadi bukti. Menurut hitung-
hitungan Whoscored, City hanya 4 kali melakukan percobaan tembakan ke arah gawang di sepanjang
babak pertama. Dan dari 4 percobaan itu, hanya satu tembakan yang mengarah tepat sasaran. Itu pun
dari penalti gagal yang dilakukan Aguero. Bandingkan dengan yang dilakukan Spurs: anak asuh
Pochettino itu 8 kali melakukan percobaan tembakan ke arah gawang, dan 2 di antaranya mampu
mengarah tepat sasaran. Yang menarik, buruknya pendekatan taktik Guardiola itu lantas ditambah
dengan pemilihan pemain yang tak tepat. Saat City ingin bermain direct, Guardiola justru menepikan
Kevin de Bruyne dan Leroy Sane, padahal dua pemain ini dapat mendukung pendekatan taktiknya itu?
Lantas, saat City ingin bertahan secara mendalam, mengapa ia memilih memainkan Fabian Delph,
seorang gelandang tengah, di sektor kiri pertahanan? Sekitar satu hari sebelum pertandingan, melalui
sebuah analisisnya di Unibite, Jonathan Wilson menilai bahwa De Bruyne akan menjadi pemain kunci
City saat menghadapi Spurs. Alasan Wilson, tidak ada pemain yang lebih kreatif daripada De Bruyne
dalam permainan direct. Untuk memperkuat penilaiannya itu, ia kemudian menyertakan pandangan
Hein Vanhaezbrouck, mantan pelatih De Bryune di Belgia. "Kevin," kata Vanhaezbrouck, "ialah seorang
pemain yang dapat melihat keseluruhan lapangan, yang dapat menerima bola di mana saja lantas
mengirimkan umpan sejauh 50 meter ke daerah pertahanan lawan... Kevin menyerupai Cruijff, yang
benar-benar mampu melihat segalanya. Ia dapat mendistribusikan bola, memainkan bola dari lini
belakang, hingga mengirim umpan panjang ke depan." Baca juga: Jadi Pemain Terbaik EPL adalah Cara
Jitu Sterling Bungkam Rasisme Menyoal kemampuan De Bruyne, Wilson tentu tidak sedang berjualan
kecap. Tetapi, Pep Guardiola justru mempunyai pendapat lain. Dalam pertandingan itu, ia lebih memilih
memainkan Ilkay Gundogan daripada De Bryune. Meski Gundogan tidak bermain buruk, tanpa De
Bruyne, City pun akhirnya kesulitan untuk mengirimkan umpan ke depan. Selain mencadangkan De
Bruyne, kesalahan fatal Guardiola lainnya adalah memilih Mahrez sebagai pengganti Bernardo Silva.
Tidak seperti Silva yang meledak-ledak, Mahrez adalah tipe pemain berbeda: ia terbiasa menjadi pusat
permain dan jarang melakukan penetrasi untuk membuka ruang bagi rekan-rekannya. Maka, ia jelas tak
cocok dengan permain direct yang diinginkan Pep Guardiola. Statistik lantas bisa memberi bukti bahwa
Pep Guardiola seharusnya memilih memainkan Leroy Sane daripada Mahrez: menurut catatan Stats
Zone, Mahrez hanya tujuh kali mengirimkan umpan di daerah sepertiga akhir, menciptakan satu
peluang, dan tidak sekalipun melakukan tembakan ke arah gawang. Bagaimana dengan Fabian Delph?
Dalam analisisnya menjelang pertandingan, Tom Clarke, analis sepakbola dari The Times, menilai bahwa
Spurs akan mengincar sisi kiri pertahanan City. Alasannya, di sektor tersebut, City tidak mempunyai full-
back kiri yang bagus dalam menyerang maupun bertahan: Benjamin Mendy hanya bagus dalam
menyerang; Fabian Delph, Zinchenko, Delp dan Danilo bukan full-back kiri murni; dan Laporte hanya
bagus dalam bertahan. Dengan pendekatan taktik yang diterapakan Guardiola, Laporte seharusnya
menjadi pilihan paling aman di sektor kiri. Namun, Guardiola justru memilih memainkan Delph di sektor
tersebut. Dan Son, yang sengaja dimainkan di sebelah kanan oleh Pochettinho, lantas mengganjar
kesalahan Guardiola itu dengan sebuah gol kemenangan.
Kesimpulan :

Pep salah melakukan pergantian pemain dalam mengambil keputusan dan menerapkan pendekatan
pemain. Disamping itu pengambilan keputusan yang dibuat oleh pep itu tidak pernah dilakukannya
sebelum sebelumnya dia ingin mencoba strategi mendadak tapi membuat fatal. Dengan pendekatan
taktik yang diterapakan Guardiola, Laporte seharusnya menjadi pilihan paling aman di sektor kiri.
Namun, Guardiola justru memilih memainkan Delph di sektor tersebut. Dan Son, yang sengaja
dimainkan di sebelah kanan oleh Pochettinho, lantas mengganjar kesalahan Guardiola itu dengan
sebuah gol kemenangan.

Anda mungkin juga menyukai